Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Saat ini psikotropika sudah menjadi barang yang biasa ada didalam
masyarakat, sudah tidak menjadi barang yang aneh lagi, bayangkan saja disetiap berita
televisi selalu ada berita tentang narkoba . Peredaran psikotropika saat ini sudah bisa
mencapai daerah yang terpelosok sekalipun, dan mulai dari kalangan strata bawah
samapai yang paling atas juga ikut menyalahgunakan psikotropika.
Psikotropika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang
pengobatan atau pengembangan ilmu pengetahuan. Namun disisi lain dapat
menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila digunakan tanpa
pengendalian dan pengawasan yang ketat. Hal itulah antara lain yang mendorong
pemerintah menerbitkan UU nomor 5 tahun 1997. Sehingga secara yuridis keberadaaan
psikotropika di Indonesia adalah sah berdasarkan Undang- undang tersebut. Namun
fakta empiris menunjukan pemakaiannya sering disalahgunakan bukan untuk
kepentingan kesehatan, namun lebih jauh dijadikan obyek bisnis (ekonomi) yang
berdampak pada kerusakan mental dan fisik maupun psikis generasi muda
Pengaturan Psikotropika berdasarkan UU No.5 tahun 1997, bertujuan untuk
menjamin ketersediaan guna kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah
penyelahgunaan serta pemberantasan peredaran gelap psikotropika. Pelaksanaan
penegakan hukum terhadap tindak pidana psikotropika telah mengalami perkembangan
cukup signifikan, sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997, pada
tanggal 11 Maret 1997. Namun demikian, keberadaan undang- undang ini dapatlah
dikatakan cukup terlambat, bilamana diukur dari frekuensi terjadinya tindak pidana
psikotropika di tanah air yang sedemikian marak dan bersifat sebagai kejahatan
transnasional.
 
Psikotropika adalah merupakan suatu zat atau ​obat​, baik alamiah maupun
sintetis​ bukan ​narkotika​, yang berkhasiat ​psikoaktif​ melalui pengaruh selektif pada
susunan ​saraf​ pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas ​mental​ dan
perilaku. Zat atau obat psikotropika ini dapat menurunkan aktivitas ​otak​ atau
merangsang susunan ​saraf​ pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan
timbulnya ​halusinasi​ (mengkhayal), ​ilusi​, gangguan cara berpikir, perubahan alam
perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek
stimulasi​ (merangsang) bagi para pemakainya.

Pemakaian Psikotropika yang berlangsung lama tanpa pengawasan dan


pembatasan pejabat kesehatan dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk, tidak saja
menyebabkan ketergantungan bahkan juga menimbulkan berbagai macam penyakit
serta kelainan fisik maupun psikis si pemakai, tidak jarang bahkan menimbulkan
kematian.

Hasil penelusuran Badan POM menunjukkan adanya peningkatan penyimpangan


peredaran psikotropika, antara lain penyerahan psikotropika tanpa resep di beberapa
apotek, resep palsu, poli farmasi, apotek panel dan lain-lain. Penyimpangan ini perlu
segera ditangani agar tidak semakin meluas.

Penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika, Psikotropika saat ini telah


mencapai situasi yang mengkhawatirkan. Pengaruh arus globalisasi dibidang informasi,
transportasi dan modernisasi merupakan faktor pendorong terhadap maraknya peredaran
gelap Narkotika dan Psikotropika. Berbagai upaya pencegahan terhadap
penyalahgunaan dan peredaran Narkotika dan Psikotropika telah dilakukan antara lain
dengan pengawasan yang ketat sejak pengadaan bahan baku sampai dengan
penggunaannya. Namun demikian peredaran gelap yang berkembang saat ini tidak
hanya narkotika dan psikotropika, tetapi sudah merambah kepada bahan yang
digunakan untuk membuat Narkotika dan Psikotropika yang lazimnya disebut prekursor
Sebagian dari kita mungkin banyak yang belum mengetahui dan mengenal apa yang
dimaksud dengan prekursor, baik dalam artiannya dan kegunaannya.

Peraturan perundangan-undangan terkait psikotropika :

1. UU No 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika


2. UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (pasal 153, 155);
3. Permenkes RI No 688/Menkes/PER/VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika;
4. Permenkes RI No 10/MENKES/PER/2013 Tentang Impor Dan Ekspor
Narkotika, Psikotropika, Prekusor Farmasi;
5. Permenkes RI No 10/MENKES/PER/2013 Tentang Impor Dan Ekspor
Narkotika, Psikotropika, Prekusor Farmasi
6. Peraturan mentri sosial republik indonesia nomor 26 tahun 2012 tentang
rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya
7. UU. No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No 5 tahun 1997, menteri
kesehatan republik Indonesia nomor 10 tahun 2013, yang merupakan dasar hukum
tentang psikotropika menyatakan psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah
maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku.

Peraturan tentang perundang-undangan dibuat menimbang;

a. Bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat


adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang merdeka, berdaulat, bersatu,dan berkedaulatan rakyat dalam suasana peri
kehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib, dan dinamis dalam lingkungan
pergaulan dunia yang merdeka, adil, bersahabat, dan damai;
b. Bahwa untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional tersebut, perlu
dilakukan upaya secara berkelanjutan di segala bidang, antara lain pembangunan
kesejahteraan rakyat, termasuk kesehatan, dengan memberikan perhatian
terhadap pelayanan kesehatan, dalam hal ini ketersediaan dan pencegahan
penyalahgunaan obat serta pemberantasan peredaran gelap, khususnya
psikotropika;
c. Bahwa psikotropika sangat bermanfaat dan diperlukan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, maka ketersediaannya perlu dijamin
d. Bahwa penyalahgunaan psikotropika dapat merugikan kehidupan manusia dan
kehidupan bangsa, sehingga pada gilirannya dapat mengancam ketahanan
nasional;
e. Bahwa makin pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, transportasi,
komunikasi, dan informasi telah mengakibatkan gejala meningkatnya peredaran
gelap psikotropika yang makin meluas serta berdimensi internasional;
f. Bahwa sehubungan dengan pertimbangan tersebut diatas,dipandang perlu
menetapkan Undang-undang tentang psikotropika
2.2 RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pengaturan psikotropika adalah segala kegiatan yang berhubungan


dengan psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Penggolongan psikotropika :

1. Psikotropika Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan.

Contohnya,

Broloamfetamine atau DOB , Cathinone, DET , DMA, DMHP, DMT ,DOET,


Etrytamine , Lysergide - LSD, LSD, Mescaline Methcathinone,N-ethyl MDA
,Parahexyl , PMA ,Psilocine, psilotsin , Psilocybine , Rolicyclidine ,STP, DOM
,Tenamfetamina

2. Psikotropika Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat yang
mengakibatkan sindroma ketergantungan

Contohnya, Amfetamina, Deksamfetamina, Fenetilina, Fenmetrazina,


Fensiklidina, Levamfetamina, Levometamfetamina, Meklokualon,
Metamfetamina Metamfetamina rasemat, Metakualon,
Metilfenidat, Sekobarbital, Zipeprol

3. Psikotropika Golongan III


Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan
sindroma ketergantungan.

Contohnya, Amobarbital, Buprenorphine, Butalbital, Cathine / norpseudo-


ephedrine, Cyclobarbital, Flunitrazepam, Glutethimide ,
Pentazocin, Pentobarbital, Flunitrazepam, Glutetimida, Katina,
Pentazosina, Pentobarbital, Siklobarbital

4. Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang barkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contohnya, Allobarbital, Alprazolam, Amfepramona, Aminorex, Barbital,
Benzfetamina, Bromazepam, Brotizolam, Butobarbital,
Delorazepam, Diazepam, Estazolam, Etil amfetamina, Etil
loflazepate, Etinamat, Etklorvinol, Fencamfamina,
Fendimetrazina, Fenobarbital, fenproporeks, Fentermina,
Fludiazepam, Flurazepam, Halazepam, Haloksazolam,
Kamazepam, Ketazolam, Klobazam, Kloksazolam, Klonazepam
dll
2.3 PRODUKSI PSIKOTROPIKA

Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah memiliki izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Psikotropika golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses


produksi. Psikotropika, yang diproduksi untuk diedarkan berupa obat, harus
memenuhi standar dan/atau persyaratan farmakope Indonesia atau buku standar
lainnya.

PEREDARAN PSIKOTROPIKA

(UU No 5 tahun 1997, Permenkes 688 tahun 1997)


Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyrahan.

A. Penyaluran
Penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat, PBF dan sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah. Penyaluran Psikotropika Gol I hanya
kepada lembaga penelitian dan atau lembaga pendidikan untuk tujuan ilmu
pengetahuan. Penyaluran Psikotropika Gol II, III dan IV yang berupa obat dapat
disalurkan kepada PBF, Apotek, rumah sakit, Sarana Penyimpanan sediaan farmasi
Pemerintah, lembaga peneliatan dan/atau lembaga pendidikan. Penyaluran dari
sarana penyimpanan pemerintah hanya dapat disalurkan kepada Rumah sakit,
Puskesmas dan balai pengobatan dilingkungan pemerintah.
Penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan yang
di tandatangani oleh penanggung jawab obat di sarana kesehatan yaitu:
1. Lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan adalah dokter atau
apoteker.
2. PBF adalah apoteker.
3. Rumah sakit adalah apoteker.
4. Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah adalah apoteker.
5. Puskesmas adalah dokter.
B. Penyerahan
Penyerahan psikotropika golongan II,III,dan golongan IV yang berupa obat dapat
dilakukan oleh apotek kepada:

Apotik lainnya : surat permintaan ditulis Apoteker Pengelolah Apotik


Rumah sakit : surat permintaan ditulis Direktur Rumah Sakit
Puskesmas : surat permintaan ditulis Kepala Puskesmas
Balai pengobatan : surat permintaan ditulis Dokter Penanggung Jawab Balai
Pengobatan
Dokter/ Pasien : berdasarkan resep dokter
2.4 EKSPOR DAN IMPOR PSIKOTROPIKA

(UU No 5 tahun 1997, Permenkes No 10 tahun 2013)


Ekspor dan impor psikotropika hanya boleh dilakukan oleh pabrik obat atau
pedagang besar farmasi yang telah memiliki izin sebagai eksportir dan importir sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ekspor dan impor
psikotropika hanya dapat dilakukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan atau
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2.4.1 Impor psikotropika

Pelaksanaan impor psikotropika hanya dapat dilaksanakan setelah mendapatkan


SPI (Surat Persetujuan importir) dari Menteri melalui Direktur Jendral. SPI hanya
berlaku untuk setiap kali pelaksanaan impor.

- IP Psikotropika hanya dapat mengimpor psikotropika untuk kebutuhan proses


produksi sendiri dan tidak untuk diperdagangkan atau dipindahtangankan.
- IT Psikotropika hanya dapat mengimpor psikotropika berdasarkan pesanan dari
industri farmasi atau lembaga ilmu pengetahuan dan wajib didistribusikan
langsung kepada industri dan lembaga ilmu pengetahuan pemesan.
- IP dan IT Psikotropika wajib menunjukkan lembaran asli SPI kepada petugas
bea cukai setempat untuk pengisian kartu kendali realisasi impor dalam setiap
pelakssanaan impornya.
Persayaratan dan Tata Cara Memperoleh Izin Importir

Untuk memperoleh izin sebagai importir psikotropika, Industri Farmasi atau PBF harus
mengajukan permohonan kepada Direktur Jnedral secara ​onlen melalui ​http://e-pharm.
Kemkes.go.id​.​ dengan disertai dokumen pendukung meliputi :

a. Fotocopy izin usaha industri farmnassi atau PBF


b. Fotokopi Tanda Daftar Perusahaan
c. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak
d. Fotokopi SIK Apoteker Penanggungjawab produksi
Izin IP atau IT Psikotropika berlaku sdalam jangka waktu 3 tahun dan dapat
diperbaharui dengan memenuhi persyaratan.
Persyaratan dan Tata Cara memperoleh SPI

Sebelum mengajukan permohonan SPI, importir harus mengajukan permohonan


Analisa Hasil Pengawasan kepada Kepala Badan yang diatur oleh peraturan Kepala
Badan.

- Untuk memperoleh SPI untuk kepentingan pelayanan kesehatan, PBF milik


negara yang memiliki izin khusus sebagai importir khusus sebagai Importir
psikotropika mengajukan permohonan kepada Direktur Jendral secara online
melalui http//e-pharm.kemkes.go.id dengan disertai dokumen pendukung
- SPI berlaku selama 3 bulan dan dapat diperpanjang paling banyak dua kali.
- Untuk izin perpanjangan SPI ,PBF milik negara yang memiliki izin khusus
sebagai importir IP Psikotropika mengajukan permohonan kepada Direktur
Jendral secara online.
Ekspor Psikotropika
Ekspor psikotropika hanya dapat dilakukan oleh Industri Farmasi atau PBF
yang memilki izin sebagai EP Psikotropika atau sebagai ET Psikotropika dari Menteri
kepada Direktur Jendral . Untuk pelaksanaan Ekspor hanya dapat dilaksanakan setelah
mendapatkan SPE dari Menteri yang berlaku untuk setiap kali pelaksanaan Ekspor.

Dalam ramgka pelaksanaan Ekspor, eksportir yang memiliki izin khusus


sebagai eksportir psikotropika wajib menyampaikan informasi secara tertulis kepada
Direktur Jendral dengan tembusan kepada Badan yang memuat;

a. Perkiraan tanggal pelaksanaan


b. Jenis transportasi (laut/udara) termasuk nama dan nomor
penerbangan/nama dan nomor kapal,
c. Rincian pengiriman (nama pelabuhan/bandara negara importir dan transit
bila ada); dan
d. Perkiraan tanggal tiba dinegara importir
2.5 LABEL DAN IKLAN

(​(UU No 5 tahun 1997)


● Label psikotropika adalah setiap keterangan mengenai psikotropika yang dapat
berbentuk tulisan, kombinasi gambar, dan tulisan, atau bentuk lain yang
disertakan pada kemasan atau dimasukkan dalam kemasan, ditempelkan, atau
merupakan bagian dari wadah dan/kemasannya.
● Psikotropika hanya dapat diiklankan pada media cetak ilmiah kedokteran
dan/atau media cetak ilmiah farmasi yang telah diatur oleh Menteri
2.6 KEBUTUHAN TAHUNAN DAN PELAPORAN

Menteri menyusun rencana kebutuhan psikotropika untuk kepentingan


pelayanan dan kesehatan dan ilmu pengetahuan untuk setiap tahun. Pabrik obat, PBF,
saran penyimpanan sediaan Farmasi Pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, wajib
membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan masing-masing yang berhubungan
dengan psikotropika, yang kemudian wajib melaporkan catatannya kepada Menteri
secara berkala.

2.7 PENGGUNAAN PSIKOTROPIKA DAN REHABILITAS

Penggunaan psikotropika pada pasal 36 UU No 5 tahun 1997, hanya dapat


memiliki, menyimpan, dan atau membawa psikotropika dalam rangka pengobatan dan
perawatan yang diperoleh secara sah. Untuk pengguna psikotropika yang menderita
sindroma ketergantungan berkewajiban untuk ikut serta dalam pengobatan dan
perawatan yang dilakukan pada fasilitas rehabilitas. Menurut pasal 38, rehabilitas bagi
pengguna psikotropika yang menderita sindroma ketergantungan dimaksudkan untuk
memulihkan dan mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosialnya.

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2012 tentang


standar rehabilitasi sosial penyalahgunaan narkotika, psikotopika dan zat adiktif lainnya

Dalam peraturan menteri sosial ini, yang dimaksudkan rehabilitasi adalah


proses refungisonalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Tujuan
standar rehabilisasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA, yaitu;
a. Menjadi acuan dalam melaksanakan rehsbilitasi sosial bagi penyalahgunaan
NAPZA
b. Memberi perlindungan terhadap korban dari kesalahan praktik
c. Memberikan arah dan pedoman kinerja bagi penyelenggara rehabilitasi sosial
penyalahgunaan NAPZA
d. Meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan penyelenggara rehabilitasi
sosial penyalahgunaan NAPZA

Pada pasal 3 Permensos 2012, sasaran rehabilitas sosial meliputi pemerintah dan
pemerintah daerah, serta lembaga rehabilitasi sosial penyalahgunaan NAPZA

Pasal 39 UU No 5 tahun 1997, rehabilitasi bagi penggunaan psikotropika


diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat, yang meliputi rehabilitasi medis
dan rehabilitasi sosial.

2.8 PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


2.8.1 Pembinaan

Pemerintah melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berhubungan


dengan psikotropika. Dalam rangka pembinaan, Pemerintah dapat memberikan
penghargaan kepada orang atau badan yang telah berjasa dalam membantu pencegahan
penyalahgunaan psikotropika dan/atau mengungkapkan peristiwa tindak pidana di
bidang psikotropika.
Pembinaan tersebut diarahkan untuk:
a. Terpenuhinya kebutuhan psikotropika guna kepentingan pelayanan
kesehatan dan ilmu pengetahuan.
b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika;
c. Melindungi masyarakat dari segala kemungkinan kejadian yang dapat
menimbulkan gangguan dan/atau bahaya atas terjadinya penyalahgunaan
psikotropika;
d. Memberantas peredaran gelap psikotropika
e. Mencegah pelibatan anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun
dalam
kegiatan penyalahgunaan dan/atau peredaran gelap psikotropika; dan
f. Mendorong dan menunjang kegiatan penelitian dan/atau pengembangan
teknologi dibidang psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan.
Dalam rangka pembinaan;
- Pemerintah dapat melakukan kerjasama internasional dibidang psikotropika
sesuai dengan kepentingan nasional
- Pemerintah dapat memberikan penghargaan pada orang atau badan yang telah
berjasa dalam membantu pencegahan penyalahgunaan psikotropika dan atau
mengungkapkan peristiwa tindak pidana dibidang psikotropika

2.8.2 Pengawasan

Pemerintah dapat melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan yang


ber-hubungan dengan psikotropika, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh
masyarakat dilengkapi dengan surat tugas. Dalam rangka pengawasan, Menteri
berwenang mengambil tindakan administratif terhadap pabrik obat, pedagang besar
farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan,
dan fasilitas rehabilitasi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
undang-undang ini.

Tindakan administratif tersebut dapat berupa;

a. Tindakan lisan
b. Tindakan tertulis
c. Penghentian sementara kegiatan
d. Denda administratif
e. Pencabutan izin praktik
2.9 PEMUSNAHAN
Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1997 pasal 53 tentang psikotropika, pemusnahan
psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa
memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam
proses psikotropika,kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada
pelayanankesehatan dan atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan
psikotropika wajib dibuat berita acara dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam
waktu 7 hari setelah mendapat kepastian. Berita acara pemusnahan tersebut memuat:
a. Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan
b. Nama pemegang izin khusus atau apoteker pengelola apotek
c. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dariapotek
tersebut
d. Nama dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan
e. Cara pemusnahan
f. Tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi (10).

Pemusnahan psikotropika dilakukan oleh tim yang terdiri dari;

a. Pejabat yang mewakili departemen yang bertanggungjawab dibidang kesehatan


b. Kepolisian negara Republik Indonesia
c. Kejaksaan sesuai dengan Hukum Acara Pidana yang berlaku
d. Pejabat dari instansi terkait dengan tempat terungkapnya tindak pidana tersebut
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Psikotropika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang
pengobatan atau pengembangan ilmu pengetahuan. Namun disisi lain dapat
menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila digunakan tanpa
pengendalian dan pengawasan yang ketat. Hal itulah antara lain yang mendorong
pemerintah menerbitkan UU nomor 5 tahun 1997. Sehingga secara yuridis keberadaaan
psikotropika di Indonesia adalah sah berdasarkan Undang- undang tersebut. Namun
fakta empiris menunjukan pemakaiannya sering disalahgunakan bukan untuk
kepentingan kesehatan, namun lebih jauh dijadikan obyek bisnis (ekonomi) yang
berdampak pada kerusakan mental dan fisik maupun psikis generasi muda
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Psikotropika
https://www.academia.edu/4441023/makalah_kel_2_psikotropik

Anda mungkin juga menyukai