Anda di halaman 1dari 64

SPECIAL CASE:

PSIKOTROPIKA &
NARKOTIKA
KELOMPOK 7 - MANFAR A
ANGGOTA KELOMPOK 7

Bunga Atqiya Qutrunnada 1806136012


Edenia Saumi 1806136031
Gabriella Putrijoys S. 1906404404
Maudini Safira 1906405060
Puji Fitria Noviani 1706078535
Phillip 1806194681
OUTLINE

Pengertian Jenis-jenis
01 Narkotika dan 02 Psikotropika dan
Psikotropika Narkotika

Pemesanan, Penyimpanan, Pemusnahan,


03 Pencatatan, Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika
01
PENGERTIAN
Gabriella Putrijoys S - 1906404404
Definisi Prekursor
• Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang
dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika. 
• Tujuan :
1. melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Prekursor
2. mencegah dan memberantas peredaran gelap Prekursor
3. mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan Prekursor
4. menjamin ketersediaan Prekursor untuk industri farmasi, industri
non farmasi, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PREKURSOR


Definisi Narkotika
Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke
dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang
tentang Narkotika.  (Permenkes No 3 Tahun 2015)
Definisi Psikotropika

Zat/bahan baku atau obat, baik alamiah maupun  sintetis bukan narkotika,


yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh  selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental
dan perilaku. (Permenkes No 3 Tahun 2015)
02
JENIS
Gabriella Putrijoys S - 1906404404
Jenis Prekursor
Tabel 1 Tabel II
1. Acetic Anhydride 1. Acetone
2. N-Acetylanthranilic Acid 2. Anthranilic Acid
3. Ephedrine 3. Ethyl Ether
4. Ergometrine 4. Hydrochloric Acid
5. Ergotamine 5. Methyl Ethyl Ketone
6. Isosafrole 6. Phenylacetic Acid
7. Lysergic Acid 7. Piperidine
8. 3,4-Methylenedioxyphenyl-2-propa 8. Sulphuric Acid
none 9. Toluene. 
9. Norephedrine
10. 1-Phenyl-2-Propanone
11. Piperonal
12. Potassium Permanganat PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
13. Pseudoephedrine INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG
14. Safrole PREKURSOR
Narkotika Golongan I
• Tidak ditujukan untuk kepentingan 
pelayanan kesehatan
• Narkotika Golongan I hanya dapat
disalurkan oleh pedagang besar
farmasi tertentu kepada lembaga
ilmu pengetahuan tertentu untuk
kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. 
• Dilarang diproduksi dan/atau
digunakan dalam proses produksi,
kecuali dalam jumlah yang sangat
terbatas untuk kepentingan
pengembangan IPTEK.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Narkotika Golongan II dan III
• Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis,
dokter dapat memberikan Narkotika Golongan II atau Golongan III
dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
• Golongan II → Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
tinggi mengakibatkan ketergantungan
• Golongan III → Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Psikotropika
Golongan I Golongan II

Psikotropika golongan I adalah psikotropika Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan


yang hanya dapat digunakan untuk ilmu banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk
pengetahuan dan tidak digunakan dalam tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
terapi, serta mempunyai potensi amat kuat potensi kuat mengakibatkan sindroma
mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh : Sabu atau
ketergantungan. Contoh :  LSD, DOM, Ekstasi Metamfeamin, Amfetamin, Fenetilin

Golongan III Golongan IV

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan/atau sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan mempunyai potensi ringan mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contoh: Mogadon, sindroma ketergantungan. Contoh
Brupronorfina, Amorbarbital :  Lexotan, Diazepam, Nitrazepam

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika


Psikotropika Golongan I

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2021 TENTANG PENETAPAN DAN PERUBAHAN PENGGOLONGAN PSIKOTROPIKA
Psikotropika Golongan II

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2021 TENTANG PENETAPAN DAN PERUBAHAN PENGGOLONGAN PSIKOTROPIKA
Psikotropika Golongan III

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2021 TENTANG PENETAPAN DAN PERUBAHAN PENGGOLONGAN PSIKOTROPIKA
Psikotropika Golongan IV

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2021 TENTANG PENETAPAN DAN PERUBAHAN PENGGOLONGAN PSIKOTROPIKA
03
Pemesanan, Penyimpanan,
Pemusnahan, Pencatatan, Pelaporan
Narkotika dan Psikotropika
PEMESANAN
Edenia Saumi - 1806136031
PENDAHULUAN
Berdasarkan permenkes RI Nomor 3 tahun 2015 Tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahan, Dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi Pasal 3:

Peredaran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi terdiri dari


Penyaluran dan Penyerahan.

● Penyaluran adalah setiap kegiatan distribusi Narkotika, Psikotropika dan


Prekursor Farmasi dalam rangka pelayanan kesehatan atau kepentingan
ilmu pengetahuan.
● Penyerahan adalah setiap kegiatan memberikan narkotika, psikotropika
dan prekursor farmasi, baik antar penyerah maupun kepada pasien dalam
rangka pelayanan kesehatan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi.
Pengedaran
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 3 tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan,
dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi Pasal 5-7 :

1. Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi hanya dapat
diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari Menteri.
2. Untuk mendapatkan izin edar Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk
obat jadi, harus melalui pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
3. Industri Farmasi yang memproduksi Narkotika dan PBF atau Instalasi Farmasi Pemerintah
yang menyalurkan Narkotika wajib memiliki izin khusus dari Menteri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, berupa : a. izin khusus produksi narkotika, b. izin
khusus impor narkotika, c. izin khusus penyaluran narkotika
4. Peredaran Narkotika dalam bentuk obat jadi yang digunakan dalam program terapi dan
rehabilitasi medis dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi Pasal 5-7.
PENYALURAN
• Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib memenuhi CDOB
(Cara Distribusi Obat yang Baik) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dapat dilakukan
berdasarkan:
a. Surat pesanan; atau
b. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) untuk pesanan
dari Puskesmas.

SURAT PESANAN
• Surat pesanan hanya dapat berlaku untuk masing-masing Narkotika, Psikotropika,
atau Prekursor Farmasi.
• Surat pesanan Narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis Narkotika.
• Surat pesanan Psikotropika atau Prekursor Farmasi hanya dapat digunakan untuk
1 (satu) atau beberapa jenis Psikotropika atau Prekursor Farmasi.
• Surat pesanan sebagaimana dimaksud harus terpisah dari pesanan barang lain.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi Pasal 8-9.
Surat Pesanan Manual
• Asli dan dibuat sekurang-kurangnya rangkap 3 (tiga) serta tidak dibenarkan dalam bentuk
faksimili dan fotokopi. Dua rangkap surat pesanan diserahkan kepada pemasok dan 1
(satu) rangkap sebagai arsip; Dua rangkap yang diserahkan kepada pemasok digunakan
untuk arsip di pemasok dan untuk kelengkapan dokumen pengiriman.
• Ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab, dilengkapi dengan nama jelas, dan
nomor Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sesuai ketentuan perundang-undangan;
• Mencantumkan nama sarana sesuai izin (disertai nomor izin) dan alamat lengkap (termasuk
nomor telepon/faksimili bila ada) dan stempel sarana;
• Mencantumkan nama fasilitas pemasok beserta alamat lengkap;
• Mencantumkan nama, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah (dalam bentuk angka dan
huruf) dan isi kemasan (kemasan penyaluran terkecil atau tidak dalam bentuk eceran) dari
narkotika, psikotropika dan/atau prekursor farmasi yang dipesan;
• Diberikan nomor urut, nama kota dan tanggal dengan penulisan yang jelas;
• Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
Apabila Surat Pesanan tidak dapat digunakan karena suatu hal, maka Surat Pesanan tersebut harus
diberi tanda pembatalan yang jelas dan diarsipkan.
Apabila Surat Pesanan tidak bisa dilayani baik sebagian atau seluruhnya, harus meminta surat
penolakan pesanan dari pemasok.
Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik, Hal. 47. Diakses melalui
https://sertifikasicdob.pom.go.id/sertifikasicdobv2/docs/1PedomanCDOB.pdf
Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi Di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian. Hal. 29.
Surat Pesanan
NARKOTIKA

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi.
Surat Pesanan
PSIKOTROPIKA

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi.
Surat Pesanan
BAHAN BAKU
PREKURSOR
FARMASI

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi.
Surat Pesanan
OBAT JADI
PREKURSOR
FARMASI

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi.
Surat Pesanan Elektronik
• Sistem elektronik harus bisa menjamin otoritas penggunaan sistem hanya oleh
Apoteker Penanggung Jawab.
• Mencantumkan nama sarana sesuai izin (disertai nomor izin) dan alamat lengkap
(termasuk nomor telepon/faksimili bila ada) dan stempel sarana;
• Mencantumkan nama fasilitas pemasok beserta alamat lengkap;
• Mencantumkan nama, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah (dalam bentuk angka dan
huruf) dan isi kemasan (kemasan penyaluran terkecil atau tidak dalam bentuk eceran)
dari narkotika, psikotropika dan/atau prekursor farmasi yang dipesan;
• Mencantumkan nomor urut surat pesanan, nama kota dan tanggal dengan penulisan
yang jelas;
• Sistem elektronik yang digunakan harus bisa menjamin ketertelusuran produk,
sekurang-kurangnya dalam batas waktu 3 (tiga) tahun terakhir.
• Surat Pesanan elektronik harus dapat ditunjukan dan dipertanggungjawabkan
kebenarannya pada saat pemeriksaan, baik oleh pihak yang menerbitkan surat
pesanan maupun pihak yang menerima surat pesanan.

Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik, Hal. 46-47. Diakses melalui
https://sertifikasicdob.pom.go.id/sertifikasicdobv2/docs/1PedomanCDOB.pdf
Surat Pesanan Elektronik

• Harus tersedia sistem backup data secara elektronik.


• Sistem pesanan elekronik harus memudahkan dalam evaluasi dan penarikan data
pada saat dibutuhkan oleh pihak yang menerbitkan surat pesanan dan/atau oleh pihak
yang menerima surat pesanan.
• pesanan secara elektronik yang dikirimkan ke pemasok harus dipastikan diterima oleh
pemasok, yang dapat dibuktikan melalui adanya pemberitahuan secara elektronik
dari pihak pemasok bahwa pesanan tersebut telah diterima.
• Surat pesanan manual (asli) harus diterima oleh pemasok selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari setelah adanya pemberitahuan secara elektronik dari pihak pemasok
bahwa pesanan elektronik telah diterima

Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik, Hal. 46-47. Diakses melalui
https://sertifikasicdob.pom.go.id/sertifikasicdobv2/docs/1PedomanCDOB.pdf
PENYALURAN
Penyaluran Narkotika Golongan 1 :
• Hanya dapat dilakukan oleh perusahaan PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor Narkotika
kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
termasuk untuk kebutuhan laboratorium.
• Hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Apoteker penanggung jawab dan/atau Kepala
Lembaga Ilmu Pengetahuan.

Penyaluran dalam Bentuk Bahan Baku :


• Narkotika : Hanya dapat dilakukan oleh perusahaan PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor
Narkotika kepada Industri Farmasi dan/atau Lembaga Ilmu Pengetahuan dan hanya dapat dilakukan
berdasarkan surat pesanan dari Apoteker penanggung jawab produksi dan/atau Kepala Lembaga Ilmu
Pengetahuan.
• Psikotropika : Hanya dapat dilakukan oleh PBF yang memiliki izin sebagai IT Psikotropika kepada
Industri Farmasi dan/atau Lembaga Ilmu Pengetahuan dan hanya dapat dilakukan berdasarkan surat
pesanan dari Apoteker penanggung jawab produksi dan/atau Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan.
• Prekursor Farmasi (berupa zat/bahan pemula/bahan kimia atau produk antara/produk ruahan) : hanya
dapat dilakukan oleh PBF yang memiliki izin IT Prekursor Farmasi kepada Industri Farmasi dan/atau
Lembaga Ilmu Pengetahuan dan hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Apoteker
penanggung jawab produksi dan/atau Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi Pasal 10-12.
PENYALURAN
Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk Obat Jadi :
• Hanya dapat dilakukan oleh :
a. Industri Farmasi kepada PBF dan Instalasi Farmasi Pemerintah;
b. PBF kepada PBF lainnya, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi
Pemerintah dan Lembaga Ilmu Pengetahuan;
c. PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor Narkotika kepada Industri Farmasi, untuk penyaluran
Narkotika;
d. Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat kepada Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah, Instalasi Farmasi Rumah
Sakit milik Pemerintah, dan Instalasi Farmasi Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian; dan
e. Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah kepada Instalasi Farmasi Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah, Instalasi
Farmasi Klinik milik Pemerintah Daerah, dan Puskesmas.
• PBF dapat menyalurkan Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas kepada Toko Obat
dan hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Tenaga Teknis Kefarmasian
• Hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Apoteker penanggung jawab atau
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan untuk kebutuhan penelitian dan pengembangan
• Dikecualikan untuk penyaluran kepada Instalasi Farmasi Pemerintah, surat pesanan dapat
ditandatangani oleh Apoteker yang ditunjuk
• Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi oleh Industri
Farmasi kepada PBF hanya dapat dilakukan oleh Industri Farmasi pemilik izin edar.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi Pasal 14-16.
PENYIMPANAN
Bunga Atqiya Qutrunnada - 1806136012
PENDAHULUAN
Berdasarkan BPOM No. 9 Tahun 2019 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi
Obat yang Baik, penyimpanan narkotika dan psikotropika dilakukan sebagai
berikut:
1. Wajib untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
2. Memisahkan dan memberi status yang jelas, seperti:
● Hasil penarikan kembali (recall)
● Kadaluwarsa
● Rusak
● Kembalian
PENYIMPANAN: BAGIAN UMUM
Berdasarkan Permenkes RI No. 3 Tahun 2020, Pasal 24:
Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di fasilitas
produksi, fasilitas distribusi, dan fasilitas pelayanan kefarmasian harus mampu
menjaga keamanan, khasiat, dan mutu Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi. 
Berdasarkan Permenkes RI No. 3 Tahun 2015, Pasal 25:
(1) Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dapat
berupa gudang, ruangan, atau lemari khusus
(2) Tempat penyimpanan Narkotika dilarang digunakan untuk menyimpan barang
selain Narkotika
(3) Tempat penyimpanan Psikotropika dilarang digunakan untuk menyimpan
barang selain Psikotropika
(4) Tempat penyimpanan Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku dilarang
digunakan untuk menyimpan barang selain Prekursor Farmasi dalam bentuk
bahan baku 
PENYIMPANAN: GUDANG KHUSUS
Berdasarkan Permenkes RI No. 3 Tahun 2015, Pasal 26:
(1) Gudang khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut: 
a. dinding dibuat dari tembok dan hanya mempunyai pintu yang dilengkapi
dengan pintu jeruji besi dengan 2 (dua) buah kunci yang berbeda;
b. langit-langit dapat terbuat dari tembok beton atau jeruji besi; 
c. jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji besi; 
d. gudang tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker
penanggung jawab; dan 
e. kunci gudang dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab dan pegawai lain
yang dikuasakan. 
PENYIMPANAN: RUANG KHUSUS
Berdasarkan Permenkes RI No. 3 Tahun 2015, Pasal 26:
(2) Ruang khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
a. dinding dan langit-langit terbuat dari bahan yang kuat; 
b. jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji besi; 
c. mempunyai satu pintu dengan 2 (dua) buah kunci yang berbeda; 
d. kunci ruang khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker
yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan; dan
e. tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker penanggung
jawab/Apoteker yang ditunjuk.
PENYIMPANAN: LEMARI KHUSUS
Berdasarkan Permenkes RI No. 3 Tahun 2015, Pasal 26:
(3) Lemari khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) harus memenuhi
syarat sebagai berikut: 
a. terbuat dari bahan yang kuat; 
b. tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda; 
c. harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang, untuk Instalasi Farmasi
Pemerintah;
d. diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum, untuk Apotek,
Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi Farmasi Klinik, dan Lembaga
Ilmu Pengetahuan ; dan 
e. kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang
ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan. 
PENYIMPANAN OLEH IF & PBF
Berdasarkan Permenkes RI No. 3 Tahun 2015, Pasal 28-29:
● IF yang memproduksi Narkotika atau Psikotropika harus memiliki tempat
penyimpanan  berupa gudang khusus, yang terdiri atas:
a. gudang khusus Narkotika atau Psikotropika dalam bentuk bahan baku; dan 
b. gudang khusus Narkotika atau Psikotropika dalam bentuk obat jadi. 
● Gudang khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada dalam penguasaan
Apoteker penanggung jawab.
Berdasarkan Permenkes RI No. 3 Tahun 2015, Pasal 30-31:
● PBF yang menyalurkan Narkotika atau Psikotropika dalam bentuk bahan baku
dan obat jadi, harus memiliki gudang khusus yang berada dalam penguasaan
Apoteker penanggung jawab
a. Gudang khusus Narkotika atau Psikotropika dalam bentuk bahan baku
b. Gudang khusus Narkotika atau Psikotropika dalam bentuk obat jadi
CONT’D
Berdasarkan Permenkes RI No. 3 Tahun 2015, Pasal 32-34:
Pasal 32:
Instalasi Farmasi Pemerintah yang menyimpan Narkotika atau Psikotropika harus memiliki
tempat penyimpanan Narkotika atau Psikotropika berupa ruang khusus atau lemari khusus
yang berada dalam penguasaan Apoteker penanggung jawab atau Apoteker yang ditunjuk. 

Pasal 33:
Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi Farmasi Klinik, dan Lembaga
Ilmu Pengetahuan harus memiliki tempat penyimpanan Narkotika atau Psikotropika berupa
lemari khusus yang berada dalam penguasaan Apoteker penanggung jawab. 

Pasal 34:
Dokter praktik perorangan yang menggunakan Narkotika atau Psikotropika untuk tujuan
pengobatan harus menyimpan Narkotika atau Psikotropika di tempat yang aman dan
memiliki kunci yang berada di bawah penguasaan dokter.
PEMUSNAHAN
 Puji Fitria Noviani- 1706078535
Berdasarkan Permenkes RI No 3. Tahun 2015, Pasal 37:

Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dilakukan


dalam hal:
a. diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau
tidak dapat diolah kembali;
b. telah kadaluarsa;
c. tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau
untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa penggunaan;
d. dibatalkan izin edarnya; atau
e. berhubungan dengan tindak pidana.
Berdasarkan Permenkes RI No3. Tahun 2015, Pasal 38:
(1) Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a sampai dengan huruf d
dilaksanakan oleh Industri Farmasi, PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi
Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu Pengetahuan, Dokter atau
Toko Obat.
(2) Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang memenuhi kriteria pemusnahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a sampai dengan huruf d yang berada di
Puskesmas harus dikembalikan kepada Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah setempat.
(3) Instalasi Farmasi Pemerintah yang melaksanakan pemusnahan harus melakukan
penghapusan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan di bidang
pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
(4) Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang berhubungan dengan
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf e dilaksanakan oleh instansi
pemerintah yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
Berdasarkan Permenkes RI No3. Tahun 2015, Pasal 39:
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus dilakukan dengan:
a. tidak mencemari lingkungan; dan
b. tidak membahayakan kesehatan masyarakat.
Berdasarkan Permenkes RI No3. Tahun 2015, Pasal 40:
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut: 
a. penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan menyampaikan surat
pemberitahuan dan permohonan saksi kepada: 
1. Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan, bagi Instalasi Farmasi
Pemerintah Pusat; 
2. Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan
setempat, bagi Importir, Industri Farmasi, PBF, Lembaga Ilmu Pengetahuan, atau Instalasi
Farmasi Pemerintah Provinsi; atau
3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan
setempat, bagi Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi
Farmasi Pemerintah Kabupaten/Kota, Dokter, atau Toko Obat.

b. Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas Kesehatan Provinsi,
Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat, dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota menetapkan petugas di lingkungannya menjadi saksi pemusnahan sesuai
dengan surat permohonan sebagai saksi. 
c. Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada
huruf b. 
d. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku, produk antara,
dan produk ruahan harus dilakukan sampling untuk kepentingan pengujian oleh petugas
yang berwenang sebelum dilakukan pemusnahan. 
e. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi harus dilakukan
pemastian kebenaran secara organoleptis oleh saksi sebelum dilakukan pemusnahan. 
Berdasarkan Permenkes RI No3. Tahun 2015, Pasal 41:

Dalam hal Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dilakukan oleh pihak
ketiga, wajib disaksikan oleh pemilik Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dan
saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf b. 

Berdasarkan Permenkes RI No3. Tahun 2015, Pasal 42:

(1) Penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan


kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan yang melaksanakan pemusnahan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus membuat Berita Acara Pemusnahan. 
(2) Berita Acara Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:

a. Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan; 


b. Tempat pemusnahan; 
c. Nama penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan; 
d. Nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain badan/sarana tersebut; 
e. Nama dan jumlah Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang dimusnahkan; 
f. Cara pemusnahan; dan
g. Tanda tangan penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/ dokter praktik perorangan dan saksi. (3) Berita Acara
Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan
tembusannya disampaikan kepada Direktur Jenderal dan Kepala Badan/Kepala Balai
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 10 terlampir.
PENCATATAN
Maudini Safira - 1906405060
Permenkes RI No. Tahun 2015 Pasal 43

(1) Industri Farmasi, PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Puskesmas,


Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu
Pengetahuan, atau dokter praktik perorangan yang melakukan produksi,
Penyaluran, atau Penyerahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib
membuat pencatatan mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.

(2) Toko Obat yang melakukan penyerahan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat
jadi wajib membuat pencatatan mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran
Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi.
Permenkes RI No. Tahun 2015 Pasal 43
(3) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling sedikit terdiri
atas:
a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi;
b. jumlah persediaan;
c. tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan
d. jumlah yang diterima;
e. tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran/penyerahan;
f. jumlah yang disalurkan/diserahkan;
g. nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran/penyerahan; dan
h. paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.

(4) Pencatatan yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus
dibuat sesuai dengan dokumen penerimaan dan dokumen penyaluran termasuk
dokumen impor, dokumen ekspor dan/atau dokumen penyerahan.
Permenkes RI No. Tahun 2015 Pasal 44

Seluruh dokumen pencatatan, dokumen


penerimaan, dokumen penyaluran, dan/atau
dokumen penyerahan termasuk surat pesanan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib
disimpan secara terpisah paling singkat 3 (tiga)
tahun.
PP RI No. 44 Tahun 2010 Pasal 16

(1) Setiap orang atau badan yang mengelola Prekursor wajib membuat pencatatan
dan pelaporan. 

(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya


memuat:
a. jumlah Prekursor yang masih ada dalam persediaan;
b. jumlah dan banyaknya Prekursor yang diserahkan; dan
c. keperluan atau kegunaan Prekursor oleh pemesan. 
PBPOM RI No. 40 Tahun 2013 Bab 2

1. Industri Farmasi pengelola Prekursor Farmasi wajib membuat dan menyimpan


catatan serta mengirimkan laporan.

2. Pencatatan dilakukan terhadap setiap tahapan pengelolaan mulai dari


pengadaan, penyimpanan, pembuatan, penyaluran, penanganan obat kembalian,
penarikan kembali obat (recall), pemusnahan, dan inspeksi diri secara tertib dan
akurat serta disahkan oleh Apoteker Penanggung Jawab Produksi dan Apoteker
Penanggung jawab Pemastian Mutu. 
PBPOM RI No. 40 Tahun 2013 Bab 2
3. Catatan sebagaimana dimaksud pada butir 2 sekurang-kurangnya memuat:
a. Nama dan nomor bets Prekursor Farmasi;
b. Bentuk dan kekuatan Prekursor Farmasi;
c. Jumlah yang diterima, digunakan/diproduksi, disalurkan, dan sisa persediaan;
d. Tujuan penggunaan;
e. Tujuan penyaluran.

4. Dokumentasi meliputi dokumen:


- Pengadaan;
- Penyimpanan;
- Pembuatan;
- Pembuatan dan/atau analisis berdasarkan kontrak;
- Penyaluran;
- Penanganan obat kembalian;
- Penarikan kembali obat (recall);
- Pemusnahan;
- Pencatatan dan Pelaporan;
- Inspeksi diri 
PBPOM RI No. 40 Tahun 2013 Bab 2

5. Dokumen pengadaan dan penyaluran diarsipkan menjadi satu dengan surat


pesanan pengadaan dan penyaluran berdasarkan nomor urut atau tanggal
pengeluaran. 

6. Setiap Industri Farmasi pengelola Prekursor Farmasi wajib menyimpan dokumen


dan informasi seluruh kegiatan terkait pengelolaan Prekursor Farmasi dengan
tertib, akurat dan tertelusur. 
PBPOM RI No. 40 Tahun 2013 Bab 2

7. Dokumentasi selain berbentuk manual dapat juga dilakukan secara sistem elektronik
yang tervalidasi harus mudah ditampilkan dan ditelusuri pada saat diperlukan. Apabila
memiliki dokumentasi dalam bentuk manual dan elektronik, data manual harus sesuai
dengan data elektronik. 

8. Dokumentasi secara sistem elektronik, harus tersedia backup data dan Standar
Prosedur Operasional terkait penanganan sistem tersebut jika tidak berfungsi. 

9. Dokumen wajib disimpan di tempat yang aman dalam jangka waktu


sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun setelah kadaluwarsa dan mudah diperlihatkan
pada saat pelaksanaan audit atau diminta oleh regulator.
PELAPORAN
Phillip - 1806194681
Permenkes RI No. Tahun 2015 Pasal 45
Menurut permenkes no 3 tahun 2015 pasal 45 ayat (1)

Industri Farmasi yang memproduksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib
membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan produksi dan penyaluran produk jadi
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi setiap bulan kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan Kepala Badan.

Menurut permenkes no 3 tahun 2015 pasal 45 ayat (2)

PBF yang melakukan penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam
bentuk obat jadi wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan
penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi setiap bulan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan Kepala Badan/Kepala Balai.

menurut ayat 9 industri farmasi dan PBF dapat menggunakan sistem elektronik dalam
membuat laporanya
menurut ayat 10 pelaporan paling lambat disampaikan pada tanggal 10 setiap bulanya.
Permenkes RI No. Tahun 2015 Pasal 45

Menurut Permenkes no 3 tahun 2015 pasal 45 ayat 5 pelaporan setidak mencatup hal-hal
berikut:
• nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi
• jumlah persediaan awal dan akhir bulan
• tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan
• jumlah yang diterima
• tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran
• jumlah yang disalurkan
• nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran dan persediaan awal dan
akhir
Permenkes RI No. Tahun 2015 Pasal 45
Thanks!

Anda mungkin juga menyukai