Puji dan syukur kami hanturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya lah kami dapat menyusun portofolio yang berjudul
“Penggunaan Obat Narkotika dan Psikotropika” yang bertujuan untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Farmasi Simulasi yang mana portofolio ini ditujukan
sebagai pedoman praktikum Farmasi Simulasi khususnya Penggunaan obat-
obatan topical. Dalam penyusunan portofolio, kami memperoleh data dari
berbagai media cetak maupun media elektronik.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan portofolio ini masih banyak
kekurangan. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca agar kami dapat menyusun portofolio selanjutnya dengan lebih baik dan
kiranya portofolio ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca. Akhir kata kami
mengucapkan terima kasih dan meminta maaf apabila ada kesalahan dalam
penulisan portofolio ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dikalangan remaja saat ini marak terjadinya penggunaan obat-obatan
terlarang. Mereka menggunakan obat-obatan terlarang, sebagian besar untuk
mencari jatidiri. Padahal obat terlarang sangat berbahaya bagi tubuh para
penggunanya. Akan tetapi para remaja tidak tahu bahwa bahaya dari pemakaian
obat terlarang. Mereka melakukan hal seperti ini karena banyak faktor. Mulai dari
kurangnya pengetahuan akan efek samping atau bahaya narkoba yang
berkelanjutan baik bagi tubuh maupun kejiwaan si pengguna , serta kurangnya
orang pengawasan oleh orang dalam pergaulan remaja .
Obat terlarang dulunya digunakan para dokter untuk membius pasiennya,
namun semakin lama banyak remaja yang menggunakannya secara berlebihan
hanya untuk meringankan masalahnya. Padahal efek dari penggunaan obat
terlarang bagi orang sehat sangat berbahaya. Beberapa obat terlarang yang sering
digunakan remaja yaitu : narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.
Narkotika dan psikotropika akhir-akhir ini telah menjadi kejahatan yang
tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi sudah berdimensi internasional
(international crime) dan pada pokok persoalannya, menjadi
sorotan/perhatian dunia internasional. Berbeda dengan golongan obat lain, obat-
obat yang termasuk ke dalam narkotika dan obat psikotropika, distribusi dan
penggunaannya diawasi dengan ketat oleh pihak pemerintah karena bisa
menimbulkan efek ketergantungan. Narkotika dan psikotropika hanya bisa
diperoleh di apotek atau rumah sakit berdasarkan resep dokter. Oleh sebab itu,
peredaran narkotika tidak dilarang di Indonesia, yang dilarang adalah
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
Dalam hal penyelenggaraan dan pelayanan kefarmasian sebagai reaksi yang
didorong oleh rasa keprihatinan atas meningkatnya produksi, permintaan,
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan psikotropika, serta kenyataan
bahwa anak-anak dan remaja (deliquent) digunakan sebagai pasar pemakai
narkotika dan psikotropika secara gelap, sebagai sasaran produksi, distribusi, dan
perdagangan gelap narkotika dan psikotropika. Maka sangat diperlukannya
penyelenggaraan dan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan narkotika dan
psikotropika yang sesuai dengan aturan perundang- undangannya sehingga dapat
membantu mengawasi peredaran narkotika dan psikotropika.
Untuk menekan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika maka peran
tenaga kefarmasiaan dalam memberikan informasi yang benar dan edukasi yang
tepat dalam pelayanan obat golongan ini serta mengetahui dalam segi administrasi
mulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan dan penyimpanan obat, sampai
cara pelaporan obat golongan narkotik dan psikotropik, sehingga penggunaan obat
golongan ini dapat sesuai dengan fungsinya dan tidak ada kejadiaan fatal akibat
penyalahgunaan obat golongan narkotika dan psikotropika.
B. Tujuan Praktikum
1. Untuk memberikan gambaran kepada mahasiswa bagaimana pelayanan
diapotek saat terdapat kasus pelayanan narkotika dan psikotropika.
2. Untuk menjadikan mahasiswa terampil dalam komunikasi, memberikan
informasi dan komunikasi kepada pasien di apotek saat terdapat kasus
pelayanan narkotika dan psikotropika.
3. Untuk menambah wawasan tentang pelayanan di apotek saat terdapat
kasuspelayanan narkotika dan psikotropika.
C. Manfaat Praktikum
1. Mahasiswa tergambar bagaimana pelayanan di apotek saat terdapat
kasuspelayanan narkotika dan psikotropika.
2. Mahasiswa trampil dalam komunikasi, memberikan informasi
dankomunikasi kepada pasien di apotek saat terdapat kasus
pelayanannarkotika dan psikotropika.
3. Mahasiswa berkembang wawasannya tentang pelayanan di apotek saatterdapat
kasus pelayanan narkotika dan psikotropika.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. NARKOTIKA
1. PENGERTIAN NARKOTIKA
Menurut UU RI No 35 Tahun 2009, Narkotika adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun
semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam tiga
golongan:
a. Narkotika Golongan I
Narkotika golongan satu hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggimengakibatkan ketergantungan.
Contoh: Heroin, Kokain, Opium, Ganja, Katinon, MDMDA/Ecstasy.
b. Narkotika Golongan II
Narkotika golongan dua, berkhasiat untuk pengobatan digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh: Morfin, Petidin, Fentanil, Metadon.
c. Narkotika golongan III
Narkotika golongan tiga, berkhasiat untuk pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringanmengakibatkan
ketergantungan.
Contoh: Codein, Buprenorfin, Etilmorfin.
2. Penyimpanan
Narkotika yang berada dalam penguasaan importir, eksportir, pabrik obat,
pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah,
apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu
pengetahuan wajib disimpan secara khusus.
Apotek dan rumah sakit harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan
narkotika dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Harus terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat (tidak boleh terbuat dari
kaca)
b. Harus mempunyai kunci yang kuat dan double lock
c. Dibagi dua bagian, masing-masing dengan kunci yang berlainan.
Bagian pertama untuk menyimpan morfin, petidine serta persediaan
narkotika, sedangkan bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika
lainnya yang dipakai sehari-hari.
3. Pelaporan
Importir, eksportir, pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas,
balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat,
menyampaikan dan penyimpan laporan berkala, pemasukan dan / atau
pengeluaran narkotika.
Laporan dibuat secara rutin setiap bulan oleh pabrik, PBF, apotek dan
rumah sakit yang dikirimkan/ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan
Kotamadya/ Kabupaten / Dati II dengan tembusan kepada :
a. Kepala BPOM setempat
b. Kepala Dinas Kesehatan Tingkat Provinsi
c. Arsip ybs.
4. Peredaran
a. Peredaran narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan
penyaluran atau penyerahan narkotika baik dalam rangka perdagangan,
bukan perdagangan, maupun pemindahtanganan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.
b. Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah terdaftar
pada Departemen Kesehatan (sekarang Badan POM).
c. Narkotika golongan II dan III yang berupa bahan baku baik alamiah
maupun sintetis dapat diedarkan oleh pihak yang berhak tanpa wajib daftar.
5. Penyaluran
Importir, eksportir, pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah dapat melakukan kegiatan
penyaluran narkotika sesuai ketentuan dalam UU. Importir, eksportir, pabrik
obat, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah harus memiliki izin khusus penyaluran narkotika.
a. Importir hanya dapat menyalurkan narkotika kepada pabrik obat tertentu
atau PBF tertentu.
b. Pabrik obat tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepada eksportir,
PBF tertentu, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah
tertentu , rumah sakit dan lembaga ilmu pengetahuan tertentu.
c. Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepada
pedagang besar farmasi tertentu lainnya, apotek, sarana penyimpanan
sediaan farmasi pemerintah tertentu, rumah sakit, lembaga ilmu
pengetahuan tertentu dan eksportir.
d. Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat
menyalurkan narkotika kepada rumah sakit pemerintah, puskesmas dan
balai pengobatan pemerintah tertentu.
e. Narkotika golongan I hanya dapat disalurkan kepada pabrik obat tertentu
dan atau pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu
pengetahuan tertentu untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.
6. Pemesanan
Pemesanan sediaan narkotika menggunakan Surat Pesanan Narkotik
yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA). Pemesanan
dilakukan ke PT. Kimia Farma Trade and Distribution (satu satunya PBF
narkotika yang legal di indonesia) dengan membuat surat pesanan khusus
narkotika rangkap empat. Satu lembar Surat Pesanan Asli dan dua lembar
salinan Surat Pesanan diserahkan kepada Pedagang Besar Farmasi yang
bersangkutan sedangkan satu lembar salinan Surat Pesanan sebagai arsip di
apotek, satu surat pesanan hanya boleh memuat pemesanan satu jenis obat
(item) narkotik misal pemesanan pethidin satu surat pesanan dan pemesanan
kodein satu surat pesanan juga, begitu juga untuk item narkotika lainnya.
7. Penerimaan
Penerimaan Narkotika dari PBF harus diterima oleh APA atau dilakukan
dengan sepengetahuan APA. Apoteker akan menandatangani faktur tersebut
setelah sebelumnya dilakukan pencocokan dengan surat pesanan. Pada saat
diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi jenis dan jumlah narkotika
yang dipesan.
8. Penyerahan
a. Penyerahan narkotika hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan dan dokter.
b. Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada rumah sakit,
puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter dan pasien.
c. Rumah sakit, apotek, puskesmas, dan balai pengobatan hanya dapat
menyerahkan narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter.
d. Penyerahan narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan dalam hal :
a. Menjalankan praktek dokter dan diberikan melalui suntikan.
b. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat melalui suntikan.
c. Menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada apotek.
d. Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang
diserahkan dokter hanya dapat diperoleh dari apotek.
9. Pelayanan
Apotek hanya boleh melayani resep narkotika dari resep asli atau salinan
resep yang dibuat oleh Apotek itu sendiri yang belum diambil sama sekali atau
baru diambil sebagian. Apotek tidak melayani pembelian obat narkotika tanpa
resep atau pengulangan resep yang ditulis oleh apotek lain. Resep narkotika
yang masuk dipisahkan dari resep lainnya dan diberi garis merah di bawah
obat narkotik.
10. Pemusnahan
Pemusnahan Narkotika dilakukan apabila :
a. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan /
atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi.
b. Kadaluarsa.
c. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan /
atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan atau ;
d. Berkaitan dengan tindak pidana.
Pemusnahan narkotika dilaksanakan oleh orang atau badan yang
bertanggung-jawab atas produksi dan peredaran narkotika yang disaksikan
oleh pejabat yang berwenang dan membuat Berita Acara Pemusnahan. Berikut
prosedur pemusnahan narkotika :
a. APA membuat dan menandatangani surat permohonan pemusnahan
narkotika yang berisi jenis dan jumlah narkotika yang rusak atau tidak
memenuhi syarat.
b. Surat permohonan yang telah ditandatangani oleh APA dikirimkan ke
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan. Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan akan menetapkan waktu dan tempat pemusnahan.
c. Kemudian dibentuk panitia pemusnahan yang terdiri dari APA, Asisten
Apoteker, Petugas Balai POM, dan Kepala Suku Dinas Kesehatan
Kabutapten/Kota setempat.
d. Bila pemusnahan narkotika telah dilaksanakan, dibuat Berita Acara
Pemusnahan yang berisi :
1) Hari, tanggal, bulan dan tahun.
2) Nama pemegang izin khusus (APA/Dokter).
3) Nama saksi (1 orang dari pemerintah dan 1 orang dari badan/instansi
ybs).
4) Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.
5) Cara pemusnahan.
6) Tanda tangan penanggung jawab apotik/pemegang izin khusus/dokter
pemilik narkotik dan saksi-saksi.
Berita acara tersebut dibuat dengan tembusan :
1) Kepala Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
2) Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan DKI Jakarta.
3) Arsip apotek.
B. PENGERTIAN PSIKOTROPIKA
Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat, baik
alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktifitas mental dan perilaku. Psikotropika terdiri dari 4 golongan :
a. Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan
tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan.
Contoh : Ekstasi.
b. Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalan terapi
dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Amphetamine
c. Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Phenobarbital.
d. Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam
terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Diazepam, Nitrazepam ( BK, DUM ).
1. Pengaturan
a. Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah :
1) Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan
kesehatan dan ilmu pengetahuan.
2) Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.
3) Memberantas peredaran gelap psikotropika.
b. Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan / atau ilmu pengetahuan.
c. Psikotropika Golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan.
2. Peredaran
Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan.
Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah terdaftar di
Depkes RI (sekarang Badan POM).
3. Penyaluran
a. Penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat, PBF
dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah (SPSFP).
b. PBF hanya dapat menyalurkan psikotropika kepada PBF lain, apotek,
SPSFP, rumah sakit, lembaga penelitian dan / atau lembaga pendidikan.
c. SPSFP hanya dapat menyalurkan psikotropika kepada rumah
sakit pemerintah, puskesmas, BP pemerintah.
d. Psikotropika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan
PBF kepada lembaga penelitian dan / atau lembaga pendidikan guna
kepentingan ilmu pengetahuan.
e. Psikotropika yang dapat digunakan untuk ilmu pengetahuan hanya
dapat :
1) Disalurkan oleh pabrik obat dan PBF kepada lembaga penelitian dan
atau lembaga pendidikan.
2) Diimpor langsung oleh lembaga penelitian dan / atau lembaga
pendidikan.
4. Pemesanan
Pemesanan psikotropika dengan surat pemesanan rangkap 2,
diperbolehkan lebih dari 1 item obat dalam satu surat pesanan, boleh memesan
ke berbagai PBF.
5. Penerimaan
Penerimaan Psikotropika dari PBF harus diterima oleh APA atau
dilakukan dengan sepengetahuan APA. Apoteker akan menandatangani faktur
tersebut setelah sebelumnya dilakukan pencocokan dengan surat pesanan.
Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi jenis dan jumlah
Psikotropika yang dipesan.
6. Penyimpanan
Penyimpanan obat psikotropika diletakkan di lemari yang terbuat dari
kayu (atau bahan lain yang kokoh dan kuat). Lemari tersebut mempunyai
kunci (tidak harus terkunci) yang dipegang oleh Asisten Apoteker sebagai
penanggung jawab yang diberi kuasa oleh APA.
7. Pelaporan
Laporan penggunaan psikotropika dilakukan setiap bulannya melalui
SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika). Asisten apoteker
setiap bulannya menginput data penggunaan psikotropika melalui SIPNAP
lalu setelah data telah terinput data tersebut di import. Laporan meliputi
laporan pemakaian narkotika untuk bulan bersangkutan (meliputi nomor urut,
nama bahan/sediaan, satuan, persediaan awal bulan). pasword dan username
didapatkan setelah melakukan registrasi pada dinkes setempat.
8. Penyerahan
a. Penyerahan psikotropika hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit,
puskesmas, Balai Pengobatan dan dokter.
b. Apotek hanya dapat menyerahkan psikotropika kepada apotek lainnya,
rumah sakit, puskesmas, dokter, pengguna / pasien.
c. Rumah sakit, BP & puskesmas hanya dapat menyerahkan kepada
pengguna / pasien.
d. Apotek, rumah sakit, BP & puskesmas menyerahkan psikotropika
berdasarkan resep dokter.
e. Dokter menyerahkan psikotropika dalam hal menjalankan praktek terapi
dan diberikan melalui suntikan, menolong orang sakit dalam keadaan
darurat, menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada apotek.
Psikotropika yang diserahkan dokter hanya dapat diperoleh dari apotek.
9. Pelayanan
Apotek yaitu Apotek hanya melayani resep psikotropika dari resep asli
atau salinan resep yang dibuat sendiri oleh Apotek yang obatnya belum
diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek tidak melayani
pembelian obat psikotropika tanpa resep atau pengulangan resep yang ditulis
oleh apotek lain.
10. Pemusnahan
Pemusnahan dilaksanakan dalam hal :
a. Berhubungan dengan tindak pidana.
b. Diproduksi tanpa memenuhi standar.
c. Kadaluarsa.
d. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan /
atau ilmu pengetahuan.
Pemusnahan narkotika dilaksanakan oleh orang atau badan yang
bertanggung-jawab atas produksi dan peredaran psikotropika yang disaksikan
oleh pejabat yang berwenang dan membuat Berita Acara Pemusnahan. Berikut
prosedur pemusnahan psikotropika :
a. APA membuat dan menandatangani surat permohonan pemusnahan
psikotropika yang berisi jenis dan jumlah psikotropika yang rusak atau
tidak memenuhi syarat.
b. Surat permohonan yang telah ditandatangani oleh APA dikirimkan ke
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan. Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan akan menetapkan waktu dan tempat pemusnahan.
c. Kemudian dibentuk panitia pemusnahan yang terdiri dari APA, Asisten
Apoteker, Petugas Balai POM, dan Kepala Suku Dinas Kesehatan
Kabutapten/Kota setempat.
d. Bila pemusnahan psikotropika telah dilaksanakan, dibuat Berita Acara
Pemusnahan yang berisi :
1) Hari, tanggal, bulan dan tahun.
2) Nama pemegang izin khusus (APA/Dokter).
3) Nama saksi (1 orang dari pemerintah dan 1 orang dari badan/instansi
ybs).
4) Nama dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan.
5) Cara pemusnahan.
6) Tanda tangan penanggung jawab apotik/pemegang izin khusus/dokter
pemilik psikotropika dan saksi-saksi.
Berita acara tersebut dibuat dengan tembusan :
4) Kepala Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
5) Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan DKI Jakarta.
6) Arsip apotek.
TELAAH RESEP
A. Resep
Kasus 1 : Seorang pasien perempuan bernama Novi (18 th) menebus
resep. Yang bersangkutan ingin menambah jumlah salah
satu obat yang ada di resep yaitu clobazam menjadi 10
tablet.
Kasus 2 : Seorang Ibu bernama Yolanda (32 th) datang ke apotek membeli
obat untuk pengobatan sendiri (swamedikasi). Pasien dalam
keadaan nyeri lambung dan ingin membeli Librax tablet.
Resep 2 : Swamedikasi/ Pembelian Bebas
Librax tablet
B. Salinan Resep
SALINAN RESEP
Kandungan
Tiap 5 ml mengandung sukralfat 500 mg.
Indikasi
Tukak peptic, gastritis kronis dan pencegahan stress ulcer.
Kontra Indikasi
Hipersensitif.
Efek Samping
Gangguan saluran cerna, vertigo, pusing, ruam kulit, sakit pinggang.
Dosis
Dewasa : 3 x sehari satu sendok makan (15 ml) 2 jam sesudah atau
sebelum makan.
Perhatian
Pemberian sukralfat pada pasien diabetes bisa menyebabkan
hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah).
Gunakan dengan hati-hati pada pasien gagal ginjal kronis dan pasien
yang sedang menjalani cuci darah.
Gunakan sukralfat tablet dengan hati-hati pada pasien yang mengalami
gangguan dalam menelan.
Jangan mengonsumsi obat antasida 30 menit sebelum atau sesudah
mengonsumsi sukralfat.
APOTIK SIMULASI FARMA
Jurusan Farmasi Poltekkes Palembang
Jl. Ismail Marzuki No.5341/171 Telp (0711) 352071 Palembang
Apoteker : Mona Rahmi Rulianti, M.Farm, Apt
SIPA : 01/SIPA/SDK/2012
2. Sesden Tab
Kandungan
Tiap kapsul mengandung 30 mg Timepidium Bromide.
Indikasi
Nyeri karena spasme otot polos yang disebabkan oleh gastritis, tukak
duodenal, tukak lambung, penyakit pada kandung dan saluran empedu.
Kontra Indikasi
Hipersensitif, penyakit jantung dan glaucoma.
Efek Samping
Photopobia, palpitasi, dan konstipasi.
Dosis
Dewasa : 2-3 x sehari satu kapsul
Perhatian
Aritmia, jantung kronis, prostatomegali, hipertiroidisme, kolitis ulserative
idiopatik.
APOTIK SIMULASI FARMA
Jurusan Farmasi Poltekkes Palembang
Jl. Ismail Marzuki No.5341/171 Telp (0711) 352071 Palembang
Apoteker : Mona Rahmi Rulianti, M.Farm, Apt
SIPA : 01/SIPA/SDK/2012
3. Dexanta Syr
Kandungan
Tiap 5 ml mengandung Aluminium Hidroksida 200 mg, Magnesium
Hidroksida 200 mg, dan Simetichone 20 mg.
Indikasi
Kembung, tukak lambung, dispepsia, dan heartburn.
Kontra Indikasi
Hipersensitif.
Efek Samping
Konstipasi, diare, obstruksi intestinal (pada dosis besar).
Dosis
Dewasa : 3-4 x sehari 1-2 sendok takar.
Perhatian
Diet rendah posfat dan disfungsi ginjal.
4. Clobazam
Kandungan
Tiap tablet mengandung clobazam 10 mg.
Indikasi
Untuk penderita gangguan kecemasan akut dan kronis, gangguan tidur,
meredakan kejang, dan menenangkan.
Kontra Indikasi
Riwayat ketergantungan obat atau alcohol, penyakit otot kronis, gangguan
fungsi hati yang berat, ibu hamil dan menyusui.
Efek Samping
Sedasi, mengantuk, mulut kering, konstipasi, kehilangan nafsu makan,
mual, pusing, gangguan kesadaran dan pernapasan.
Dosis
Anak-anak > 15 tahun : 5-15 mg/hari
Perhatian
Depresi pernapasan akut, gangguan ginjal atau hati, ibu hamil dan
menyusui.
Kandungan
Tiap tablet mengandung Aluminium Hidroksida 200 mg, Magnesium
Hidroksida 200 mg.
Indikasi
Mengurangi kelebihan asam lambung, gastritis, tukak lambung usus, nyeri
lambung dan ulu hati.
Kontra Indikasi
Hipersensitif.
Efek Samping
Sembelit, mual, muntah, diare.
Dosis
Anak-anak 6-12 tahun : ½-1 tablet 3-4 kali sehari.
Dewasa : 1-2 tablet 3-4 kali sehari.
Perhatian
Tidak dianjurkan digunakan secara terus menerus lebih dari 2 minggu.
Jangan diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal yang berat.
E. Perhitungan Harga
Rp. 30.000, -
Sesden
2 10 kapsul Rp.30.000,- Rp. 500, - +
Tuslah per R/
Rp. 30.500,-
Rp. 7.000,-
Dexanta
3 1 botol Rp. 7.000 Rp. 500,- +
Tuslah per R/
Rp. 7.500,-
Rp. 128.000,-
4 Clobazam 5 tablet Rp. 128.000 Rp. 500,- +
Rp. 128.500,-
KASUS 1
ISO. 2017. ISO Indonesia Informasi Spesialite Obat. Volume 51, PT. ISFI
Penerbitan, Jakarta
IAI. 2012. Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO). Vol 47. Jakarta: Ikatan
Apoteker Indonesia.