Anda di halaman 1dari 11

GAMBARAN KADAR GAMMA GLUTAMYL TRANSFERASE

(GGT) PADA PASIEN REHABILITASI NARKOBA

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Melakukan Penelitian Sebagai Syarat


Memperoleh Gelar Ahli Madya Analis Kesehatan
Pada Program Studi D3 Analis Kesehatan

Oleh:
AJI BAGUS SUSENO
NIM. 1905277029

PROGRAM STUDI D3 ANALIS KESEHATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
CIAMIS
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyalahgunaan narkoba di Indonesia menjadi masalah serius dan
mencapai keadaan memprihatinkan, angka kematian akibat penyalahgunaan
narkoba pada tahun 2015 diperkirakan mencapai 5,1 juta jiwa (Badan
Narkotika Nasional RI, 2017). Berdasarkan data dari aplikasi Sistem Informasi
Narkoba (SIN) jumlah kasus narkotika yang berhasil diungkap selama 5 tahun
terakhir yaitu rentang tahun 2012-2016 per tahun sebesar 76,53%. Tahun 2016
total jumlah kasus narkoba yang berhasil diungkap adalah 868 kasus
(Kemenkes RI, 2017)
Menurut (Survei Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba) tahun
2018 oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), menyatakan tingkat pelajar
Sekolah Menengah Atas (SMA) memiliki persentase lebih tinggi berkisar
38,3% penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba dibanding dengan tingkat
pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang berkisar 25,3% dan Perguruan
Tinggi yang berkisar 36,4%, dengan jenis narkoba yang paling sering
dikonsumsi yaitu, ganja, tembakau gorilla, shabu, tramadol, obat sakit kepala,
zat yang sengaja dihisap terus menerus seperti, lem aibon, bensin, spidol, dan
hit elektrik (Badan Narkotika Nasional, 2018). Hingga pada tahun 2020 silam
Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkap sebanyak 118 kasus
penyalahgunaan narkotika di Provinsi Jawa Barat, dengan barang bukti yang
disita sebanyak 27,96 Kg shabu, 108,7 Kg ganja, 3.000 butir ekstasi dan 560,5
gram tembakau gorilla.
Pemerintah Kabupaten Ciamis telah mengeluarkan Peraturan Bupati
Nomor 36 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pencegahan dan Pemberantasan
Penyalahgunaan Dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika di
Kabupaten Ciamis. Ketentuan mengenai peran masyarakat dalam pencegahan
penyebaran dan penyalahgunaan Narkotika tertuang dalam ketentuan Pasal 20
Ayat (3) dan (4) Peraturan Bupati Nomor 36 Tahun 2019 yang berbunyi;
(3) Orang tua atau wali dari pecandu Narkotika yang belum cukup
umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat
(Puskesmas), rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah untuk
mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi
medis dan rehabilitasi social
(4) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri
atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pejabat yang ditunjuk
oleh pemerintah untuk medapatkan pengobatan/perawatan
(Perundang-undangan et al., 2019)
Narkotika merupakan obat, bahan atau zat yang jika diminum, dihisap,
dihirup, ditelan, atau disuntikan berpengaruh pada kinerja otak, hati, dan organ
tubuh lainnya (Priambada, 2018). Menurut (Direktorat Pelayanan
Kefarmasian, 2014), obat obatan merupakan penyebab kerusakan hati.
Penggunaan obat obatan dalam jangka waktu yang lama atau pada peminum
alcohol dapat juga menyebabkan kerusakan hati (Hikmah, 2014) .
Hati menurut (Wayan et al., 2020) dalam (Wardhani, 2010) merupakan
organ lintas pertama dari obat yang diabsorpsi dari mukosa lambung dan
mukosa usus halus sebelum mencapai bagian tubuh lainnya. Aliran darah
dalam tubuh akan membawa kandungan obat-obatan masuk ke dalam hati. hal
ini menyebabkan hati selalu kontak dengan bahan potensial toksik. Kontak
yang semakin lama dan konsentrasi zat-zat yang terkandung dalam obat
semakin tinggi, tubuh akan dengan sendirinya membentuk metabolit yang
banyak dan dapat menyebabkan penumpukan pada hati sehingga dapat
menimbulkan efek hepatotoksik. Efek hepatotoksik dapat dilihat dari
perubahan fungsi hati yang meliputi peningkatan pada alkalifosfatase, serum
glutamic pyruvic transaminase, serum glutamic oxaloacetic transaminase,
bilirubin, gamma glutamyl transferase, dan albumin serum.
Gamma Glutamyl Transferase merupakan enzim microsomal yang
dapat meningkat pada penggunaan obat, alcohol dan digunakan sebagai
biomarker untuk menilai kerusakan hati. Kadar Gamma Glutamyl Transferase
akan meningkat lebih awal dan tetap akan meningkat selama kerusakan sel hati
tetap berlangsung. Kisaran normal untuk kadar Gamma Glutamyl Transferase
bervariasi, bergantung pada usia dan juga jenis kelamin, kadar nilai normal
untuk Gamma Glutamyl Transferase pada pria adalah 12-64 U/L, sedangkan
pada wanita adalah 9-36 U/L. Kadar Gamma Glutamyl Transferase bisa
dipengaruhi faktor-faktor berikut, seperti konsumsi alkohol, genetic, lipid,
plasma, tekanan darah, merokok, kadar glukosa, dan konsumsi obat-obatan
berlebih. Kadar Gamma Glutamyl Transferase yang tinggi dapat
mengakibatkan cedera hati, risiko stroke, penyakit jantung istemik,
peningkatan risiko kanker, hingga menjadi faktor kematian penyakit
kardiovaskuler (Haurissa, 2014).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
disimpulkan rumusan masalah dari penelitian ini yaitu “Gambaran Kadar
Gamma Glutamyl Transferase Pada Pasien Rehabilitasi Narkoba”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui kadar Gamma Glutamyl Transferase pada pasien
rehabilitasi narkoba
2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui pengaruh narkoba terhadap kadar Gamma Glutamyl
Transferase (GGT)
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai pengaruh narkoba pada kadar Gamma Glutamyl Transferase
(GGT)
2. Manfaat Praktis
Memberi wawasan dan himbauan pada masyarakat agar menghindari
penggunaan narkoba dan mencegah terjadinya gangguan kesehatan
yang disebabkan narkoba
E. Keaslian Penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Narkoba
NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) atau istilah yang
popular di masyarakat dikenal sebagai Narkoba (Narkotika dan Obat
Berbahaya) adalah senyawa, obat atau zat adiktif yang sangat berbahaya bagi
tubuh dan menjadi maslah bagi umat manusia di berbagai belahan bumi.
Narkoba awalnya hanya dipakai secara terbatas oleh beberapa komunitas di
berbagai negara dan digunakan untuk kepentingan pengobatan saja, obat-
obatan yang awalnya ditujukan untuk pengobatan, seiring perkembangan
zaman setelah ditemukannya morphine pada tahun 1804 yang diresepkan untuk
anestesik digunakan luas pada masa perang di abad ke-19 hingga sekarang
banyak disalahgunakan di berbagai negara hingga sulit untuk dikendalikan
(Kemenkes RI, 2014).
Menurut (Badan Narkotika Nasional RI, 2017) disebutkan bahwa
Narkoba adalah Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
1. Narkotika
• Pengertian Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (UU No.
35/2009 tentang Narkotika).
Narkotika dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu :
 Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh : Heroin/Putaw, Ganja, Cocain, Opium, Amfetamin,
Metafetamin/shabu, Mdma/ectacy, dan lain sebagainya.
 Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan, dapat digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan /atau untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Pethidin,
Metadona, dll.
 Golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh
: Codein, Etil Morfin, dll.

2. Psikotropika
• Pengertian Psikotropika
Psikotropika merupakan zat atau obat bukan narkotika, baik
alamiah maupun sintesis, yang memiliki khasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas normal dan perilaku
(UU No. 35/2009 tentang Narkotika)
Psikotropika dibagi menjadi empat golongan yaitu :
 Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh :
Ekstasi.
 Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Amphetamine
 Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contoh : Amobarbital, Penobarbital.
 Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contoh : Diazepam, Nitrazepam.

3. Bahan Adiktif Lainnya


Bahan Adiktif Lainnya adalah bahan/zat yang berpengaruh
psikoaktif di luar Narkotika dan Psikotropika dan dapat
menyebabkan kecanduan. Contoh : Alkohol.

2. Rehabilitasi Narkoba
Rehabilitasi adalah upaya memulihkan kondisi psikis, fisik, sosial dan
agama para mantan penyalahguna narkoba. Diharapkan dengan kondisi sehat
tersebut mereka akan bisa kembali beraktifitas dengan normal dan wajar dalam
kehidupan sehari-harinya baik dirumah, sekolah/kampus, tempat kerja dan di
lingkungan sosialnya. Peraturan tentang pengobatan dan rehabilitasi tercantum
dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Pasal 54 yang berbunyi “Pecandu
Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial”. Rehabilitasi medis adalah suatu proses
pengobatan untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkoba,
rehabilitasi medis sendiri dapat dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh
menteri kesehatan, sedangkan rehabilitasi sosial adalah proses pemulihan
secara fisik, mental maupun sosial, agar seorang pecandu bisa kembali
melakukan fungsi sosial dalam kehidupan bermasyarakat (Laksana, 2016).
DAFTAR PUSTAKA

Badan Narkotika Nasional. (2018). SURVEI PENYALAHGUNAAN DAN


PEREDARAN GELAP NARKOBA TAHUN 2018 (p. 72).

Badan Narkotika Nasional RI. (2017). Narkoba dan permasalahannya (TIM BNN
(ed.); Cetakan Ke). TIM BNN.

Haurissa, A. E. (2014). Gamma-Glutamyltransferase Sebagai Biomarker Risiko


Penyakit Kardiovaskuler. Cdk, 41(11), 816–818.

Hikmah, E. N. (2014). PENGGUNAAN OBAT-OBATAN PENGINDUKSI


HATI TERHADAP PASIEN GANGGUAN FUNGSI HATI DI RUMAH
SAKIT X SURAKARTA TAHUN 2014. 634.

Kemenkes RI. (2017). PUSAT DATA INFORMASI KEMENKES RI (p. 8).

Laksana, A. W. (2016). Tinjauan Hukum Pemidanaan Terhadap Pelaku


Penyalahguna Narkotika Dengan Sistem Rehabilitasi. Jurnal Pembaharuan
Hukum, 2(1), 74. https://doi.org/10.26532/jph.v2i1.1417

Perundang-undangan, P. P., Provinsi, L., & Barat, J. (2019). No Title.

Priambada, B. S. (2018). Penyalahgunaan Narkoba Di Kalangan Remaja,Mandar


Maju, Bandung, 2003. Hal.35. 35.

Wayan, N., Iswari, G., Putu, I. G., Ferry, A., Putra, S., & Widayanti, N. P. (2020).
Pengaruh Variasi Dosis Dekstrometorfan Terhadap Kadar Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase dan Gamma Glutamyl Transferase Pada Tikus Wistar.
1(1).

Rosida, A. (2016). Pemeriksaan laboratorium penyakit hati. Berkala


Kedokteran, 12(1), 123-131.

Wardhani, Anindia. 2010. “Pengaruh Pemberian Ekstrak Valerian (Valeriana


Officinalis) Terhadap Gambaran Mikroskopis Hepar Dan Kadar Sgot Tikus
Wistar.” Semarang: Universitas Diponegoro.
http://eprints.undip.ac.id/23131/.

Anda mungkin juga menyukai