Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PENYALAHGUNAAN KASUS PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Perapotekan

Disusun oleh:

Kelompok 10

1. Anik Rizalatul Farida 201920471011079


2. Gusti Agung Kurnia 201920471011087
3. Yusma Indayana 201920471011095
4. Ari Nugroho Saputro 201920471011100

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wata’ala, karena


berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah ini. Makalah ini diajukan
guna memenuhi tugas mata kuliah.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi mahasiswa/i dan


bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi
kita semua.

Malang, Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
ABSTRAK
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Maraknya psikotropika dan obat-obatan terlarang telah banyak
mempengaruhi mental dan sekaligus pendidikan bagi para pelajar aupun
masyarakat saat ini. Masa depan bangsa yang besar ini bergantung
sepenuhnya pada upaya pembebasan kaum muda dari bahaya psikotropika.
Psikotropika telah menyentuh lingkaran yang semakin dekat dengan kita
semua. Teman dan saudara kita mulai terjerat oleh psikotropika yang sering
kali dapat mematikan. Sebagai makhluk Tuhan yang kian dewasa,
seharusnya kita senantiasa berfikir jernih untuk menghadapi globalisasi
teknologi dan globalisasi yang berdampak langsung pada keluarga dan
remaja penerus bangsa khususnya. Kita harus memerangi kesia-siaan yang di
akibatkan olehpsikotropika.
Psikotropika diperlukan oleh manusia untuk pengobatan sehingga untuk
memenuhi kebutuhan dalam bidang pengobatan dan studi ilmiah diperlukan
suatu produksi psikotropika yang terus menerus untuk para penderita
tersebut. Dalam dasar menimbang Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika disebutkan bahwa narkotika di satu sisi merupakan obat
atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan
dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula
menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila
disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang
ketat dan saksama. Psikotropika apabila dipergunakan secara tidak teratur
menurut takaran/dosis akan dapat menimbulkan bahaya fisik dan mental bagi
yang menggunakannya serta dapat menimbulkan ketergantungan pada
pengguna itu sendiri. Artinya keinginan sangat kuat yang bersifat psikologis
untuk mempergunakan obat tersebut secara terus menerus karena sebab-
sebab emosional.
Masalah penyalahgunaan psikotropika ini bukan saja merupakan masalah
yang perlu mendapat perhatian bagi negara Indonesia, melainkan juga bagi
dunia Internasional. Penting untuk mengingat bahwa obat-obat psikotropika
adalah suatu zat yang dapat merusak fisik dan mental yang bersangkutan,
apabila penggunanya tanpa resep dokter. Masalah penyalahgunaan
psikotropika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat memprihatinkan. Hal
ini disebabkan beberapa hal antara lain karena Indonesia yang terletak pada
posisi di antara tiga benua dan mengingat perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, pengaruh globalisasi, arus transportasi yang sangat maju dan
penggeseran nilai matrialistis dengan dinamika sasaran opini peredaran
gelap. Masyarakat Indonesia bahkan masyarakat dunia pada umumnya saat
ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat
maraknya pemakaian secara illegal bermacam–macam jenis psikotropika.
Kekhawatiran ini semakin di pertajam akibat maraknya peredaran gelap
psikotropika yang telah merebak di segala lapisan masyarakat,termasuk di
kalangan generasi muda.Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap
kehidupan bangsa dan negara pada masa mendatang. Psikotropika
berpengaruh terhadap fisik dan mental apabila digunakan dengan dosis yang
tepat dan dibawah pengawasan dokter anastesia atau dokter psikiater,
sehingga dapat digunakan untuk kepentingan pengobatan atau penelitian
sehingga berguna bagi kesehatan fisik dan kejiwaan manusia. Adapun yang
termasuk golongan psikotropikaadalah ...................
Ulasan epidemiologi psikotropika. Penelitian tersebut juga menunjukan
semakin dininya usia penyalahgunaan psikotropika, dengan usia termuda
adalah 7 tahun. Obat yang sering digunakan untuk candu : ..................
Penyalahgunaan psikotropika banyak dari kalangan remaja dan anak
muda, khususnya para pelajar. Dikalangan para pelajar ini, terutama bagi
mereka yang secara formal berada dibangku SMP maupun SMA. Umumnya
penggunaan pertama psikotrpika diawali pada anak usia sekolah dasar atau
SMP/MTs. Hal ini terjadi biasanya karena penawaran, bujukan, atau tekanan
seseorang atau sekelompok orang kepadanya, misalnya oleh kawan
sebayanya, atau bisa saja stress yang berkepanjangan karena kurangnya
perhatian orang tua, keretakan rumah tangga/broken home. Dan sekaligus
didorong rasa ingin tahu, ingin mencoba, atau ingin memakai, mengikuti
trend, sehingga seseorang mau menerima tawaran itu. Selanjutnya, tidak sulit
baginya untuk menerima tawaran berikutnya sehingga akan menimbulkan
ketergantungan terhadap obat-obat terlarang yang dipakainya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana alur penyaluran pendistribusian psikotropika?
2. Bagaimana dan apa saja psikotropika yang rawan digunakan?
3. Bagaimana kasus-kasus di masyarakat tentang penyalahgunaan
psikotropika?
4. Bagaimana peran apoteker terhadap penyalahgunaan psikotropika
tersebut?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
1.4 Manfaat Penulisan
1.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Psikotropika

Menurut Undang-Undang Rakyat Indonesi Nomor 5 Tahun 1997


tentang Psikotropikayaitu,Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah
maupun sintetis bukan narkotika, yang berkasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Pada UU RI No. 5 tahun 1997 pasal 2 ayat 2 disebutkan bahwa
psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma
ketergantungan digolongkan menjadi jenis-jenis psikotropika golongan I,
psikotropika golongan II, psikotropika golongan III, psikotropika
golongan IV, dam telah disebutkn bahwa segla kegiatan yang
berhubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Pada Pasal 4 disebutkn bahwa
(1) Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan; (2) Psikotropika golongan 1 hanya
dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan; (3) Selain penggunaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), psikotropika golongan 1
dinyatakan sebagai barang terlarang.
Psikotropika pada golongan 1 dan 2 di UU RI No. 5 tahun 1997
dihapus dan diganti di Menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika golongan 1, kemudian di revisi
kembali di Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 2019 Tentang Perubahan Penggolongan Narkotika.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun
2009 tentang Narkotika, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-
golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.
2.2 Jenis Psikotropika
Sebagaimana dimaksud Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 5 th 1997 tentang psikotropika, psikotropika yang mempunyai
potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan digolongkan menjadi :
a. Psikotropika golongan I
Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat
digunakan untuk ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam
terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan
b. Psikotropika golongan II
Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan
Contoh: Amineptina, Metilfenidat, Sekobarbital (Permenkes no
3 th 2017)
c. Psikotropika golongan III
Psikotropika Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan
d. Psikotropika golongan IV
Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindroma ketergantungan
Contoh: Allobarbital, alprazolam, bromazepam, diazepam
(Permenkes no 3 th 2017)
2.3 Jalur Resmi Penyaluran Psikotropika

Jalur Distribusi Psikotropika menurut PERMENKES RI No. 3 tahun


2015.

Pasal 14
(1) Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah
terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di bidang
kesehatan. Penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan oleh :
a. Industri Farmasi kepada PBF dan Instalasi Farmasi Pemerintah.
b. PBF kepada PBF lainnya, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah dan Lembaga
Ilmu Pengetahuan.
c. PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor Narkotika
kepada Industri Farmasi, untuk penyaluran Narkotika.
d. Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat kepada Instalasi Farmasi
Pemerintah Daerah, Instalasi Farmasi Rumah Sakit milik Pemerintah,
dan Instalasi Farmasi Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian.
e. Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah kepada Instalasi Farmasi
Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah, Instalasi Farmasi Klinik milik
Pemerintah Daerah, dan Puskesmas.

Pasal 15
Penyaluran Psikotropika dalam bentuk obat jadi oleh Industri Farmasi
kepada PBF hanya dapat dilakukan oleh Industri Farmasi pemilik izin edar.

Pasal 16
(1) Penyaluran Psikotropika dalam bentuk obat jadi hanya dapat
dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Apoteker penanggung jawab
atau Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan untuk kebutuhan penelitian
dan pengembangan.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
untuk penyaluran kepada Instalasi Farmasi Pemerintah, surat pesanan
dapat ditandatangani oleh Apoteker yang ditunjuk.

Pasal 17
(1) Pengiriman Psikotropika yang dilakukan oleh Industri Farmasi,
PBF, atau Instalasi Farmasi Pemerintah harus dilengkapi dengan:
a. surat pesanan;
b. faktur dan/atau surat pengantar barang, paling sedikit memuat:
1. nama Psikotropika
2. bentuk sediaan.
3. kekuatan.
4. kemasan.
5. jumlah.
6. tanggal kadaluarsa dan
7. nomor batch.
(2) Pengiriman Psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
dilakukan melalui jasa pengangkutan hanya dapat membawa
Psikotropik sesuai dengan jumlah yang tecantum dalam surat pesanan,
faktur, dan/atau surat pengantar barang yang dibawa pada saat
pengiriman.

Psikotropika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan


pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga
pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan.

Penyerahan
Pasal 18
(1) Penyerahan Psikotropika hanya dapat dilakukan dalam bentuk obat
jadi.
(2) Dalam hal Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan kepada pasien, harus dilaksanakan oleh Apoteker di fasilitas
pelayanan kefarmasian.
(3) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara
langsung sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian.

Pasal 19
(1) Penyerahan Psikotropika hanya dapat dilakukan oleh:
a. Apotek.
b. Puskesmas.
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
d. Instalasi Farmasi Klinik.
e. dokter.

(2) Apotek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a hanya dapat
menyerahkan Psikotropika kepada:
a. Apotek lainnya.
b. Puskesmas.
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
d. Instalasi Farmasi Klinik.
e. dokter.
f. pasien.

(3) Penyerahan Psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf


a sampai dengan huruf d hanya dapat dilakukan untuk memenuhi
kekurangan jumlah Psikotropika berdasarkan resep yang telah diterima.
(4) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus berdasarkan
surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh Apoteker
penanggung jawab.
(5) Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan Instalasi
Farmasi Klinik hanya dapat menyerahkan Psikotropika kepada pasien
berdasarkan resep dokter.
Pasal 20
(1) Penyerahan Psikotropika oleh Apotek kepada Dokter hanya dapat
dilakukan dalam hal:
a. dokter menjalankan praktik perorangan dengan memberikan
Psikotropika melalui suntikan; dan/atau
b. dokter menjalankan tugas atau praktik di daerah terpencil yang tidak
ada Apotek atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berdasarkan
surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh dokter yang
menangani pasien.

Pasal 21
(1) Penyerahan Psikotropika oleh dokter kepada pasien hanya dapat
dilakukan dalam hal:
a. dokter menjalankan praktik perorangan dengan memberikan
Narkotika dan Psikotropika melalui suntikan.
b. dokter menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan
memberikan Narkotika melalui suntikan.
c. dokter menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan
memberikan Psikotropika; atau
d. dokter menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada Apotek
berdasarkan surat penugasan dari pejabat yang berwenang.
(2) Surat penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
termasuk sebagai izin penyimpanan Psikotropika untuk keperluan
pengobatan.

2.4 Jenis Psikotropika yang Rawan Disalahgunakan

1. Obat antipsikotik
Obat antipsikotik bekerja memblokir reseptor dopamin di otak
yang dianggap terlalu aktif pada pasien psikosis yang menunjukkan
gejala delusi dan halusinasi. Obat antipsikotik dapat menyebabkan
tremor, kejang otot, dan kegelisahan. Efek samping lainnya
adalah tardive dyskinesia, gerakan tak terkendali pada lidah, bibir, mulut,
lengan, dan kaki secara permanen. Antipsikotik juga dapat
mempengaruhi metabolisme seseorang. Obat ini seringkali menyebabkan
kenaikan berat badan yang signifikan dan dapat meningkatkan risiko
diabetes.
Contoh : Chlorpromazin (CPZ), Haloperidol.

2. Obat antidepresan
Obat Antidepresan dikonsumsi untuk mengobati gejala gangguan
depresi mayor. Diperkirakan, sekitar 7-8 persen populasi manusia
mengidap depresi. Mayoritas antidepresan yang dapat ditemukan di
pasaran termasuk golong SSRI yang secara spesifik menarget kadar
seronin di otak.
Akan tetapi, antidepresan bukan tanpa efek samping. Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat memberikan
peringatan paling keras bagi obat antidepresan golongan SSRI karena
dapat meningkatkan risiko keinginan bunuh diri pada anak, remaja, dan
dewasa awal. Efek samping lainnya dari antidepresan meliputi gangguan
tidur, agitasi, perubahan nafsu makan, dan disfungsi seksual.
Contoh : amitriptyline.

3. Obat ADHD
ADHD (Attension Deficit Hyperactivity Disorder) merupakan
salah satu gangguan yang paling lazim ditemui pada anak. Gejala dari
gangguan ini termasuk peningkatan aktivitas motorik yang cenderung
berlebihan, emosi yang meluap, hingga kesulitan mengendalikan
perilaku. Untuk pengobatan ADHD, obat yang paling sering digunakan
berjenis stimulan yang meningkatkan dopamin, zat terkait dengan
kesenangan, gerakan, dan perhatian.
Efek samping dari penggunaan stimulan terkait dengan gangguan
tidur dan penurunan nafsu makan. Obat jika dikonsumsi dalam dosis
tinggi, bisa menimbiulkan efek eksitasi atau perangsangan, di mana
tubuh terasa bertenaga. Lama-kelamaan bisa mengakibatkan delusi atau
gangguan mental di mana orang tidak dapat membedakan kenyataan dan
imajinasi, serta halusinasi yakni sensasi yang diproses otak dan
mempengaruhi kinerja indera.
Selain itu, orang juga dapat mengalami manik, atau fase di mana
ia merasa aktif, bertenaga dan tidak bisa diam. Fase ini seperti fase orang
yang menderita bipolar. 
Contoh : Metilfenidat.

4. Obat anti-ansietas
Obat Anti-ansietas digunakan pada pasien yang memiliki
kecemasan abnormal. Lima tipe gangguan kecemasan antara lain:
gangguan obsesif-kompulsif (OCD), serangan panik yang berulang dan
tak terduga (panic disorder), fobia sosial, dan gangguan stres pasca
trauma. Selain antidepresan, obat penghilang kecemasan seperti
Benzodiazepin sering digunakan kepada pasien pengidap gangguan
kecemasan. Akan tetapi, antidepresan dan benzo harus diberikan dalam
jangka waktu yang singkat karena memiliki risiko keteragantungan.
Efek samping lain dari Benzo adalah rasa kantuk, penglihatan
kabur, dan gangguan tidur seperti mimpi buruk. Golongan ini merupakan
golongan yang paling sering disalahgunakan. Benzodiazepin dikenal
dengan nama generik seperti alprazolam, lorazepam, clonazepam,
clobazam, diazepam dan termasuk nitrazepam.

5. Penstabil suasana hati


Obat penstabil suasana hati sering digunakan untuk pengidap
bipolar. Pada pasien bipolar, perubahan suasana hatinya terjadi begitu
cepat. Di satu sisi sangat tinggi dan terkadang sangat rendah.
Efek samping dari obat penstabil suasana hati meliputi pikiran untuk
bunuh diri, gangguan pada tiroid, serta penambahan berat badan.
Contoh : carbamazepin

2.5 Proses Penyalahgunaan Psikotropika di Masyarakat


2.6 Analisis Kasus Penyalahgunaan Psikotropika

Model Anggita Sari Ditangkap karena Memiliki 63 butir psikotropika

Anggita sari ditangkap oleh ditreskrimsus narkoba Polda Metro


Jakarta Selatan pada Kamis 24 November 2016, karena memiliki 14
butir psikotropika jenis merlopam (lorazepam) dengan berat 6.04
gram, 25 butir valdimex (diazepam) dengan berat 10.22 gram, 20
butir calmlet (Alprazolam) dengan berat 8.34 gram, 3 butir
alprazolam dengan berat 1.08 gram dan 1 butir xanax (alprazolam)
dengan berat 0.38 gram. Dimana psikotropika tersebut masuk dalam
kategori benzodiazepine dan masuk dalam psikotropika golongan IV.
Selain tertangkap menyimpan psikotropika tersebut hasil tes urin
menunjukkan bahwa tersangka positif menggunakan narkotika jenis
shabu (metamfetamin) dan ecstasy (amfetamin) yangmerupakan
narkotika golongan I. Tersangka mengaku telah mengonsumi obat-
obatan tersebut selama 2 tahun belakangan atas inisiatifnya sendiri
dengan dalih mengalami depresi dan sulit tidur, sehingga tersangka
mengonsumsi narkotika dan psikotropika ini untuk membantunya
agar merasa tenang. Tetapi apapun alasannya hal ini tidak
dibenarkan seperti yang tercantum didalam Undang-undang nomor
5 tahun 1997 tentang psikotropika pasal 4 ayat (1) psikotropika
hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau ilmu pengetahuan, sehingga alasan penggunaan tersangka
atas inisiatifnya sendiri itu termasuk menyalahi aturan, psikotropika
dan narkotika hanya dapat diberikan oleh dokter untuk upaya
pemeliharaan dan terapi pada pasien yang membutuhkan. Tersangka
dijerat pasal 62 Undang-undang nomor 5 tahun 1997 yang berbunyi
barang siapa secara tanpa hak, memiliki, menyimpan dan/atau
membawa psikotropika dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000
(seratus juta rupiah). Seharusnya tersangka dijerat dengan pasal
berlapis, selain terbukti menyimpan dan membawa psikotropika,
tersangka juga terbukti mengonsumsi narkotika golongan I jenis
Amfetamin dan Metamfetamin. Maka dari itu seharusnya tersangka
penyalahguna juga terjerat undang-undang nomor 35 tahun 2009
tentang narkotika pasal 127 ayat (1) point (a) yang berbunyi setiap
penyalahguna Narkotika golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun; dan juga pada ayat (3)
yang berbunyi penyalahguna tersebut wajib menjalani rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial.Tersangka mengaku mendapatkan obat-
obatan calmlet, alprazolam, dan xanax secara gratis sedangkan
valdimex dan merlopam dibeli dari Ezi (DPO) sekitar 1 minggu
sebelum penangkapan. Tersangka pengedar masih menjadi buronan
polisi, dan terancam pidana karena mengedarkan psikotropika secara
ilegal.

 Upaya penanggulangan/Solusi

Ada 5 bentuk penanggulangan masalah narkoba:


1. Promotif (pembinaan)
Ditujukan kepada masyarakat yang belum mengunakan narkoba,
prinsipnya adalah meningkatkan peranan atau kegiatan agar kelompok
ini secara nyata lebih sejahtera sehingga tidak pernah berpikir untuk
memperoleh kebahagiaan semu dengan memakai narkoba. Dengan
pelaku program adalah lembaga kemasyarakatan yang difasilitasi dan
diawasi oleh pemerintah.
2. Preventif (programpencegahan)
Program ini ditujukan kepada masyarakat sehat yang belum
mengenal narkoba agar mengetahui seluk beluk narkoba sehingga tidak
tertarik untuk mengunakanya. Selain dilakukan oleh pemerintah,
program ini juga sangat efektif bila dibantu oleh lembaga propesional
terkait, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat. Bentuk
kegiatan preventif yangdilakukan:
Kampanye anti penyalahgunaan Narkoba Dengan memberikan
informasi satu arah tanpa tanya jawab, hanya memberiakan garis
besarnya, dangkal dan umum, disampaikan oleh toma, ulama, seniman,
pejabat bukan tenaga propesional. Dapat juga dengan mengunakan
poster, brosur atau baliho. Dengan misi melawan penyalahgunaan
narkoba tanpa penjelasan yang mendalam atau ilmiah tentang narkoba.
a)Penyuluhan seluk-beluk narkoba.
b)Pendidikan dan pelantikan
kelompok sebaya.
c)Upaya mengawasi dan mengendalikan
produksi dan distribusi narkoba. dimasyarakat
3. Kuratif(pengobatan)

Ditujukan kepada para penguna narkoba. tujuannya adalah untuk


mengobati ketergantungan dan menyembuhkan penyakit, sebagai akibat
dari pemakai narkoba, sekaligus menghentikan pemakaian narkoba.
tidak sembaranganorang

boleh mengobati narkoba. Pengobatan harus dilakukan


oleh dokter yang mempelajari narkoba secara khusus. Bentuk
kegiatankuratif:
 Penghentian pemakaiannarkoba.
 Penggobatan gangguan kesehatan akibat penghentian dan
pemakaiannarkoba.
 Penggobatan terhadap organ tubuh akibat penggunaannarkoba.
 Penggobatan terhadap penyakit yang masuk bersama narkoba (penyakit
tidak langsung yang disebabkan oleh narkoba) seperti : HIV/AIDS,
hepatitis B/C, sifilis, pnemonia, dan lain – lain.
4. Rehabilitatif
Upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang ditujukan kepada
pemakai narkoba yang sudah menjalanin program kuratif. Tujuanya
agar ia tidak memakai lagidan bebas dari penyakit ikutan yang
disebabkan oleh bekas pemakai narkoba, Pemakai narkoba dapat
mengalami penyakit berupa:
1. Kerusakan fisik (syaraf, otak, darah, jantng, paru-paru, ginjal, hati dan
lain- lain).
2. Kerusakan mental, perubahan karakter ke arah negatif.
3. Penyakit- penyakitberkelanjutan.

5. Represif
Program penindakan terhadap produsen, bandar, pengedar, dan
pemakai berdasarkan hukum. Program ini merupakan program instasi
pemerintah yang berkewajiban mengawasi dan mengendalikan produksi
maupun distribusi semua zat yang tergolongnarkoba.
2.7 Sanksi-sanksi terhadap Penyalahgunaan Psikotropika
2.8 Peran Apoteker terhadap Penyalahgunaan Psikotropika
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai