Anda di halaman 1dari 31

CHAPTER BOOK PSIKOTROPIKA

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya yang Dibina
Oleh Bapak Muhammad Fajar Marsuki. S.Pd., M.Sc. dan Ibu Novida Pratiwi, S.Pd., M.Sc.

Oleh:
Kelompok 6
Ahmad Rizal Barozi Ilmi (170351616503)
Amalia Nur Safitri (170351616546)
Fitria Lafifa (170351616548)
Husnul Hotimah (170351616525)
Jasmine Amanda Putri (170351616544)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA
FEBRUARI 2020

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, rasa syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa
yang telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesehatan, kesempatan serta pengetahuan sehingga
Chapter book tentang “Psikotropika” ini bisa selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Kami berharap agar buku ini bisa bermanfaat untuk menambah pengetahuan rekan-rekan pada
khususnya dan para pembaca umumnya tentang Psikotropika yang merupakan bagian dari NAPZA.

Mudah-mudahan Chapter book sederhana yang telah berhasil kami susun ini bisa dengan
mudah dipahami oleh siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami meminta maaf apabila terdapat
kesalahan kata atau kalimat yang kurang berkenan. Serta tak lupa kami juga berharap adanya masukan
serta kritikan yang membangun dari Anda demi terciptanya buku yang lebih baik lagi.

Malang, 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL………………………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………...iii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………………………...iv
DAFTAR TABEL……………………………………………………………………………………v
DESKRIPSI DAN KLASIFIKASI…………………………………………………………………...1
EFEK DAN MEKANISME…………………………………………………………………………..5
PSIKOTROPIKA GOLONGAN I……………………………………………………………5
PSIKOTROPIKA GOLONGAN II…………………………………………………………..5
PSIKOTROPIKA GOLONGAN III………………………………………………………….7
PSIKOTROPIKA GOLONGAN IV………………………………………………………….9
DAMPAK DAN PENYALAHGUNAAN…………………………………………………………..10
PERATURAN TENTANG PSIKOTROPIKA……………………………………………………...14
POLA LANGKAH BIJAK………………………………………………………………………….17
RANGKUMAN……………………………………………………………………………………..22
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………….23

iii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1.1………………………………………………………………………………………..2
GAMBAR 1.2………………………………………………………………………………………..3
GAMBAR 2.1………………………………………………………………………………………..5
GAMBAR 2.2………………………………………………………………………………………..5
GAMBA3 2.3………………………………………………………………………………………...6
GAMBAR 2.4………………………………………………………………………………………..7
GAMBAR 2.5………………………………………………………………………………………..7
GAMBAR 2.6………………………………………………………………………………………..8
GAMBAR 2.7………………………………………………………………………………………..8
GAMBAR 2.8………………………………………………………………………………………..9
GAMBAR 2.9………………………………………………………………………………………..9
GAMBAR 2.10………………………………………………………………………………………9
GAMBAR 2.11……………………………………………………………………………………..10
GAMBAR 3.1………………………………………………………………………………………14
GAMBAR 4.1………………………………………………………………………………………17
GAMBAR 4.2………………………………………………………………………………………18
GAMBAR 4.3………………………………………………………………………………………18
GAMBAR 4.4………………………………………………………………………………………18
GAMBAR 4.5………………………………………………………………………………………19
GAMBAR 4.6………………………………………………………………………………………19
GAMBAR 4.7………………………………………………………………………………………20
GAMBAR 4.8………………………………………………………………………………………20
GAMBAR 4.9………………………………………………………………………………………21
GAMBAR 4.10……………………………………………………………………………………..21

iv
DAFTAR TABEL
TABEL 1.1 …………………………………………………………………………………………2
TABEL 1.2………………………………………………………………………………………….3

v
A. Deskripsi dan Klasifikasi
Pada saat ini Negara Indonesia berdiri pada situasi darurat narkoba, dari hasil penelitian
BNN (Badan Narkotika Nasional) yang bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kesehatan salah satu
Universitas di Indonesia yakni UI (Universitas Indonesia) mengnai Survei Nasional Perkembangan
Penyalahgunaan Narkoba di Negara Indonesia. Dapat diketahui mengenai angka prevelensi akibat
penyalahguna narkoba di Negara ini hingga mencapai 2,18% atau bias dikatakan ±3,8 juta orang
sampai 4,1 juta orang yang sempat terjerat atau memakai narkoba pada satu terakhir. Pengguna atau
pemakaai kisaran umur 10-59 tahun.[1]
Berdasarkan dari penggolongan dari kasus Narkoba, terjadi kenaikan 8,32% kasus narkotika
dari 21.269 kasus. Padahal malah terjadi penurunan sebesar 48,01% pada kasus psikotropika dari
1.612 kasus. Dari semua data telah diketahui bahwa kasus narkoba merupakan permasalahan yang
serius yang di alami oleh Negara Indonesia. Tidak hanya kenaikan jumlah pengguna narkoba dan
pengguna narkotika, akan tetapi timbul permasalahan yang baru yakni mengenai adanya psikotropika
jenis baru yang saat ini tengah beredar di Negara Indonesia.[1]
Psikotropika merupakan bahan atau zat baku atau bisa di sebut obat, obat yang bersifat
alamiah ataupun sintesis tetapi bukan narkotika, yang memiliki kandungan psikoaktif dari pengaruh
selektif yang terdapat pada susunan saraf pusat sehingga menyebabkan adanya perubahan yang
signifikan terhadap perilaku dan mental. Satu contoh efek samping akibat dari pemakaian obat
psikotropika adalah seseorang yang mengonsumsi bisa mengalami resiko ketergantungan akut
terhadap obat tersebut apabila di konsumsi dengan tidak rasional berdasarkan resep dokter. Maka dari
itu pengolahan maupun pembuatan obat psikotropika sangat perlu tanganan sekaligus perhatian yang
lebih, pada sebuah sistem penyimpanan serta distribusi khusunya, sehingga bias menjamin akan
keamanan sekaligus peredaran persediaan.[2]
Seiring berjalannya waktu perkembangan pada sistem teknologi dan informasi yang juga
begitu pesat, begitu juga dengan jenis psikotropika yang sekamin kesini semakin banyak, sehingga
juga beredar jenis-jenis baru di lingkungan pecandu. Yang dulu sebatas ekstasi dan shabu-shabu
namun sekarang sudah muncul jenis-jenis baru yang mungkin masih di anggap asing. Diantaranya
seperti katinon sintesis (synthetic cathinones), ganja sintetis (synthetic cannabiods) dan
phenetylamines. Semua jenis ini bersifat adiktif yang memungkinkan bias memberikan efek
stimulant, depresan, halusinogen dan euphoria.[2]
Psikotropika di atur dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 yang
menyatakan bahwa :
“Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku”
Kemudian dilakukan pengaturan ulang mengenai undang-undang yakni Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa jenis psikotropika Golongan I dan Golongan II yang
di pindahkan menjadi jenis Narkotika di karenakan beberapa faktor yang di pertimbangkan. Sehingga
dari hal ini jenis psikotropika yang sering disalah gunakan seperti Ganja, Sabu, dan Ectasy yang
masuk Golongan I dan Golongan II tersebut dianggap sebagai Narkotika.[3]
Psikotropika merupakan obat/zat yang bisa mengakibatkan turunnnya aktivitas otak atau
merangsang adanya susunan syaraf sekaligus mengakibatkan kelainan tingkah laku, disertai adanya
pikiran berhalusinasi (mengkhayal), terjadi gangguan dalam berpikir, berilusi, berubahnya alam
perasaan dan mengakibatkan adanya efek ketergantungan dan merangsang bagi yang
mengkonsumsinya. Untuk itu akibat peredaran yang semakin kesini semakin tidak terkontrol dan
1
bahaya, PBB mengadakan konvensi mengenai pemberantasan Psikotropika (Convention on Psycho-
Tropic Subtances) yang di ikuti oleh 71 negara di tambah dengan 4 negara yang berlaku sebagai
peninjau.

Gambar 1.1. Convention on Psycho-Tropic Subtances


Sumber : http://humboldthustle.net/

Konvensi ini secara menyeluruh membahas pokok-pokok bahasan, diantaranya sebagai berikut :
 Masyarakat bangsa – bangsa dan negara – negara di dunia memerlukan adanya per perhatian
sekaligus diprioritaskan dalam pemberantasan beredarnya narkotika dan psikotropika.
 Pemberantasan beredarnya narkotika dan psikotropika adalah permasalahan pada semua Negara
yang perlu diberantas dan ditangani dengan kerjasama pada setiap Negara.[1]
Psikotropika terdiri dari 4 golongan :
1. Golongan I adalah jenis psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tercapainya tujuan
ilmu pengetahuan, tidak digunakan untuk terapi dan memiliki potensi yang amat kuat dan
mengakibatkan pengkonsumsi mengidap sindroma ketergantungan, berdasarkan undang-
undang yang mengatur, sekarang golongan ini termasuk dalam Narkotika.
2. Golongan II adalah jenis psikotropika yang memiliki khasiat untuk pengobatan dan bisa
digunakan untuk terapi atau juga bisa untuk tercapainya tujuan ilmu pengetahuan dan bisa
mengakibatkan pengkonsumsi mengidap sindroma ketergantungan, berdasarkan undang-
undang yang mengatur, sekarang golongan ini termasuk dalam Narkotika.
3. Golongan III adalah jenis psikotropika yang memiliki khasiat dalam pengobatan serta banyak
digunakan untuk terapi atau juga bisa untuk tercapainya tujuan ilmu pengetahuan dan bisa
mengakibatkan pengkonsumsi mengidap sindroma ketergantungan. Zat Psikotropika
golongan III terdiri dari 9 macam.
Tabel 1.1
No Nama
1 Amobarbital
2 Buprenorphine
3 Butalbital
4 Cathine / norpseudo-ephedrine
5 Cyclobarbital
6 Flunitrazepam
7 Glutethimide
8 Pentazocine
9 Pentobarbital

2
4. Golongan IV adalah jenis psikotropika yang memiliki khasiat pengobatan dan bisa dikatakan
sangat luas digunakan untuk terapi atau bisa juga untuk tercapainya tujuan ilmu pengetahuan
dan memiliki potensi yang ringan, membuat pemakai mengakami sindroma ketergantungan.
Zat psikotropika golonga IV ini terdiri dari 60 macam.
Tabel 1.2
No Nama No Nama No Nama
1 Allobarbital 21 Fludiazepam 41 Mesokarb
2 Alprazolam 22 Flurazepam 42 Metilfenobarbital
3 Amfepramona 23 Halazepam 43 Metiprilon
4 Aminoreks 24 Haloksazolam 44 Midazolam
5 Barbital 25 Kamazepam 45 Nimetazepam
6 Benzfetamina 26 Ketazolam 46 Nitrazepam
7 Bromazepam 27 Klobazam 47 Nordazepam
8 Brotizolam 28 Kloksazolam 48 Oksazepam
9 Delorazepam 29 Klonazepam 49 Oksazolam
10 Diazepam 30 Klorazepat 50 Pemolina
11 Estazolam 31 Klordiazepoksida 51 Pinazepam
12 Etil Amfetamina 32 Klotiazepam 52 Pipradol
13 Etil Loflazepat 33 Lefetamina 53 Pirovalerona
14 Etinamat 34 Loprazolam 54 Prazepam
15 Etklorvinol 35 Lorazepam 55 Sekbutabarbital
16 Fencamfamina 36 Lormetazepam 56 Temazepam
17 Fendimetrazina 37 Mazindol 57 Triazolam
18 Fenobarbital 38 Medazepam 58 Tetrazepam
19 Fenproporeks 39 Mefenoreks 59 Vinilbital
20 Fentermina 40 Meprobamat 60 Zolpidem

Gambar 1.2. Bentuk Obat Jenis Psikotropika


Sumber : https://bnnpsulsel73.wordpress.com/

Secara umum, akibat penyalahgunaan psikotropika jika digunakan dalam jangka panjang
atau melebihi dosis yang telah ditentukan maka bisa mengakibatkan ketergantungan. Kecanduan

3
inilah yang bisa membuat gangguan fisik dan psikologis, karena didalam tubuh terjadi kerusakan
pada sistem syaraf pusat (SSP) dan organ-organ tubuh seperti jantung, paruparu, hati dan ginjal.
Akibat dari penyalahgunaan Psikotropika pada pemakai sangat tergantung pada jenis Psikotropika
yang dipakai, kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi pemakai.[4]
Zat-zat yang terdapaat pada psikotropika semestinya digunakan untuk pengobatan dan
penelitian. Akan tetapi karena banyak alasan mulai dari keinginan untuk mencoba-coba, mengikuti
gaya, lambang status sosial, ingin melupakan persoalan, dll, maka narkoba kemudian
disalahgunakan. Penggunaan yang terus-menerus mengkonsumsi dan berkelanjutan bisa
mengakibatkan ketergantungan atau dependensi, biasa disebut dengan kecanduan. Tingkat
penyalahgunaan seperti biasa sebagai berikut:
1) coba-coba
2) senang-senang
3) menggunakan pada saat atau keadaan tertentu
4) penyalah-gunaan
5) ketergantungan.
Jadi bisa disebut penyalahgunaan psikotropika dikarenakan penggunaan psikotropika bukan
untuk tujuan pengobatan, yang bias berakibat timbulnya perubahan fungsi fisik dan psikis serta
menimbulkan ketergantungan tanpa resep dan tanpa pengawasan dokter. Penyalahgunaan
Psikotropika dikalangan remaja / pelajar adalah permasalahan yang kompleks, karena tidak saja
menyangkut pada remaja atau pelajar itu sendiri, tetapi juga melibatkan banyak pihak baik keluarga,
lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah, teman sebaya, tenaga kesehatan, serta aparat hukum,
baik sebagai faktor penyebab, pencetus ataupun yang menanggulangi[5]
Penyalahgunaan psikotropika oleh remaja adalah bentuk dari kenakalan remaja yang akan
menjurus pada kejahatan dibawah pengaruh psikotropika, remaja akan nekat berbuat apa saja, tanpa
merasa dirinya bersalah. Timbulnya kenakalan anak-anak bukan hanya merupakan gangguan
terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat semata-mata, akan tetapi juga merupakan bahaya yang
dapat mengancam masa depan masyarakat suatu bangsa. Anak-anak yang merupakan "a generation
who will one day become our national leader" perlu mendapat pengawasan dan bimbingan kita
semua, agar tidak terjerumus kedalam kenakalan yang bersifat serius.[6]
Pergaulan adalah faktor utama penyalahgunaan Psikotropika di kalangan responden
penelitian, dapat dikatakan bahwa memang dengan kesadarannya sendiri mengkonsumsi Psikotropika
tanpa paksaan. Tam-paknya latar belakang penggunaan Psikotropika di kalangan pelajar remaja lebih
karena ingin mengikuti gaya pergaulan.[6]
Upaya penanggulangan dapat ditempuh dengan tiga elemen pokok, yakni diterapkan hukum
pidana (criminal law application), pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment) dan
mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa
(influencing views of society on crime). Namun, upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar
dapat dibagi dua, yakni :
(1) lewat jalur penal (hukum pidana) yang lebih difokuskan pada sifat represif dan kuratif
(2) lewat jalur non penal (non hukum pidana) preventif dan pre-emptif, yaitu sasaran pokok adalah
menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan, yang berpusat pada kondisi-
kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh
suburkan kejahatan.[6]

4
B. Efek dan Mekanisme
a. Psikotropika Golongan 1
1. Katinon

Gambar 2.1. Katinon


Sumber : https://wartakota.tribunnews.com/

Katinon merupakan bahan psikotropika yang berasal dari daun muda atau pucuk daun
tanaman khat (Catha edulis). Zat ini dikategorikan sebagai psikotropika golongan 1. Katinon
termasuk zat stimulan sistem saraf pusat dan biasanya dipakai untuk club drug atau party drug.
Katinon ini mampu membuat orang menjadi gembira, meningkatkan detak jantung dan tekanan
darah, serta halusinasi. Katinon dapat membuat seseorang menjadi gembira karena zat ini mampu
merangsang terjadinya kenaikan kadar neurotransmitter dopamin. Setelah mengkonsumsi
katinon, detak jantung dan tekanan darah meningkat karena zat ini juga merangsang terjadinya
kenaikan kadar norepinefrin. Katinon juga mampu meningkatkan kadar serotonin yang dapat
mengakibatkan halusinasi.
Mengkonsumsi katinon bisa menyebabkan jumlah urin meningkat, karena katinon akan
menstimulasi reseptor alpha-adrenergik. Terdapat juga penelitian yang mengatakan bahwa
pemakaian katinon dalam jangka panjang serta jumlah yang banyak oleh laki-laki mampu
menimbulkan efek impoten, penurunan kualitas sperma serta mortilitas sperma.[7]
b. Psikotropika golongan 2
1. Amfetamina

Gambar 2.2. Amfetamina


Sumber : www.faktualnews.com

5
Amfetamin yang biasanya disalahgunakan antara lain methaamfetamin, d-amfetamina,
3,4-metilenedioksimetamfetamin, dan 3,4-metilenedioksiamfetamin. Dari beberapa jenis
amfetamin tersebut methaamfetamin adalah amfetamin yang paling berpotensi menyebabkan
kecanduan.
Efek dari konsumsi amfetamin tergantung jumlah dan cara pemberiannya. Efek tersebut
antara lain menyebabkan kerusakan sel yang diakibatkan oleh inaktivasi neurotransmitter
sehingga jumlah oksigen reaktif akan meningkat. Amfetamin mampu menimbulkan level
agresivitas pengguna meningkat karena transporter serotonin rusak. Kerusakan ini ditandai
dengan penurunan densitas transporter serotonin di area nukleus kaudatus, thalamus, putamen,
otak tengah, serebellum, serta korteks sereberal.
Umumnya dampak dari pemakaian amfetamin secara akut adalah mampu mengakibatkan
euforia, naikknya kewaspadaan dan energi, naiknya kepercayaan diri dan libido, serta
peningkatan produktivitas. Penggunaan amfetamin dengan injeksi atau rokok efeknya kan lebih
cepi dibandingkan secara oral atau hirup. Penggunaan amfetamin yang terlalu sering dan dengan
dosis yang tinggi akan mengakibatkan efek toksiknya meningkat dan efek menyenangkannya
semakin berkurang. Ketika penggunaan amfetamin dihentikan akan mengakibatkan berbagai
gejala seperti depresi, disforia, cemas, mudah marah, hipersomnia, sulit konsentrasi, paronia,
kelelahan, akatisia, dan keinginan untuk kembali menggunakan amfetamin yang kuat [8]
2. Fensiklidin

Gambar 2.3. Fensiklidin


Sumber : uyusturucunedir.blogspot.com

Fensiklidin ialah obat bius yang mampu meredahkan rasa nyeri tetapi bisa mengakibatkan
kecemasan berat. Zat ini biasanya ditaburkan di atas tembakau lalu disuntikan, ditelan, atau
dihisap.
Ketika digunakan dalam dosis rendah fensiklidin akan berguna untuk anestesi. Tetapi
ketika digunakan dalam dosis tinggi fensiklidin akan mengakibatkan konvulsi. Overdosis
fensiklidin mampu menimbulkan halusinasi dengar, hipertemia, dan keracunan serius hingga
koma yang lama[9]
Fensiklidin akan menekan kerja otak sehingga pemakainya akan mengalami kebingungan
dan disorientasi. Pengonsumsian fensiklidin akan meningkatkan produksi air liur serta keringat.
Zat ini mampu meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung, sehingga biasanya akan
mengakibatkan tremor otot. Selain itu fenisiklidin juga mengakibatkan penggunanya suka
berkelahi. Karena fenisiklidin ini mampu meredahkan rasa nyeri maka mereka akan terus
berkelahi walaupun dipukul berkali-kali dengan keras.
3. Metakualon

6
Metakualon ialah jenis obat yang dipakai secara legal sebagai obat penenang dan pereda
rasa nyeri. Tetapi bayak yang menyalahgunakan untuk memabukkan diri. Metakualon ini berefek
pada kecanduan.
4. Zipeprol
Zipeprol digunakan untuk anastesi lokal dan bersifat mukolitik, antikolinergik, serta
antihistamin. Efek dari zipeprol dalam dosis tingi dapat mengakibatkan halusinasi dan kejang-
kejang.

c. Psikotropika golongan 3
1. Amobarbital

Gambar 2.4. Amobarbital


Sumber : Wikipedia

Amobarbital ialah obat turunan dari barbiturat yang biasanya digunakan supaya mampu
meredahkan insomnia serta sebagai obat anestesi. Amobarbital ini memiliki efek pada pengguna
seperti kebingungan yang parah, refleks mulai turun bahkan hilang, rasa mengantuk yang sangat
parah, suhu tubuh menurun, pernapasan menjadi lambat, detak jantung menurun, serta kelemahan
yang parah.
2. Pentazosina

Gambar 2.5. Pentazosina


Sumber : http://www.opiateaddictionresource.com

Pentazosina merupakan obat yang digunakan untuk meredahkan nyeri sedang-berat untuk
anak-anak (12 tahun) hingga orang dewasa. Pentazosina biasanya dipakai saat dilakukannya operasi
namun banyak yang menyalahgunakan obat ini. Obat ini memiliki efek antara lain megakibatkan rasa
kantuk, pernapasan melambat, dan apabila dikonsumsi ketika hamil dapat mengakibatkan gejala
penarikan sehingga mengancam nyawa bayi sehabis dilahirkan. Penggunaaan pentazosina yang

7
berlebih juga dapat mengakibatkan kecemasan, halusinasi, pusing, detak jantung meningkat, hingga
kejang-kejang.

3. Sekobarbital

Gambar 2.6. Sekobarbital


Sumber : https://drogy-about.estranky.cz

Sekobarbital ini digunakan sebagai obat untuk penderita insomnia. Namun banyak yang
menyalahgunakannya. Efek dari sekobarbital diantaranya adalah rasa kantuk, lesu, kepala sakit
dan pusing, halusinasi, berubahnya perilaku seperti depresi bahkan keinginan bunuh diri, merasa
bingung serta gelisah, adanya memori yang hilang.
4. Metilfenidat

Gambar 2.7. Metilfenidat


Sumber : https://tr.yestherapyhelps.com

Metilfenidat ialah obat stimulan untuk sistem saraf pusat. Zat kimia dalam otak dapat
dipengaruhi oleh obat ini dan mampu mengakibatkan impuls kontrol dan impuls hiperaktif.
Metilfenidat biasanya digunakan untuk mengobati anak dengan gangguan ppemusatan perhatian
atau hiperaktivitas (GPPH)[10]. Metilfenidat sering disalahgunakan. Efek dari penyalahgunaan
metilfenidat mampu mengakibatkan halusinasi, kecemasan yang meningkat, berubahnya warna
jari kaki dan tangan, dada sesak serta kesulitan bernapas, dan ereksi penis dalam jangka waktu
yang lama.

8
d. Psikotropika golongan IV
1. Mazindol

Gambar 2.8. Mazindol


Sumber : https://yasalud.com

Mazindol ialah obat stimulant yang dipakai untuk menangani obesitas. Namun, obat ini
sering disalahgunakan. Adapun efek penyalahgunaan obat ini diantaranya adalah halusinasi,
tekanan darah meningkat, kesulitan bernapas, tidak teraturnya detak jantung.
2. Lorazepam

Gambar 2.9. Lorazepam


Sumber : Wikipedia

Lorazepam ialah obat stimulant yang dipakai untuk menangani kecemasan. Obat ini dapat
menciptakan efek menenangkan. Lorazepam biasanya dipakai sebagai obat penenang sebelum
operasi maupun kemoterapi. Lorazepam juga bisa dipakai untuk mengatasi insomnia. Namun,
obat ini sering disalahgunakan dan menyebabkan beberapa efek yang merugikan. Efek-efek
tersebut diantaranya adalah halusinasi, tekanan darah rendah, pusing, kelelahan, kejang, mudah
tersinggung, serta kesulitan bernapas.
3. Fentermina

9
Gambar 2.10. Fentermina
Sumber : www.bestsellers.co
Fentermina ialah obat stimulant yang dipakai untuk mengurangi nafsu makan. Tetapi obat
ini sering disalahgunakan sehingga menimbulkan efek yang negatif. Efek negatif tersebut ialah
menyebabkan halusinasi, rasa senang yang memuncak, kelelahan, dan perubahan libido.
4. Diazepam

Gambar 2.11. Diazepam


Sumber : https://exploringyourmind.com

Diazepam ialah obat stimulant yang dipakai untuk mengurangi kecemasan dan obat
penenang ketika akan melakukan operasi. Efek penyalahgunaan obat ini antara lain rasa kantuk
yang berlebih, pusing, mual, halusinasi, tidak takut bahaya, hiperaktivitas, dan nafas menjadi
pendek.

C. Dampak dan Penyalahgunaan


Penyalahgunaan merupakan sikap yang dilakukan namun tidak semestinya atau dapat
dikatakan menyimpang dan bertentangan dengan yang seharusnya. Sedangkan jika diartikan dalam
pengertian penyalahgunaan psikotropika yakni adalah suatu sikap atau perbuatan yang bisa
merugikan diri sendiri maupun orang lain terkait dengan obat obatan yang tidak seharusnya
dikonsumsi.[11]
Bentuk bentuk dari penyalahgunaan psikotropika yakni adalah :
1) Psikotropika apabila disalahgunakan secara proporsional artinya sesuai menurut asas
pemanfaatan, baik untuk kesehatan maupun untuk kepentingan ilmu pengetahuan, maka hal
tersebut tidak dapat dikatakan sebagai tindak pidana psikotropika. Akan tetapi apabila
digunakan untuk maksud maksud tertentu lain dari itu, maka perbuatan itu dapat dikatagorikan
sebagai perbuatan yang jelas sebagai perbuatan pidana atau penyalahgunaan psikotropika
berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1997.
2) Bentuk tindak pidana yang umum dikenal antara lain sebagai berikut :
a. Penyalahgunaan melebihi dosis.
10
b. Pengedaran psikotropika keterkaitan sesuatu mata rantai peredaran psikotropika, baik
nasional maupun internasional.
c. Jual beli psikotropika.
Ini pada umumnya dilatarbelakangi oleh motivasi untuk mencari keuntungan materil, namun
ada juga karena motivasi untuk kepuasan.[11]
Dari ketiga bentuk pidana penyalahgunaan. Psikotropika tersebut diatas merupakan salah satu
sebab terjadinya berbagai macam bentuk tindak pidana kejahatan dan pelanggaran, yang secara
langsung menimbulkan akibat demoralisasi terhadap masyarakat, generasi muda, dan terutama bagi
pengguna zat berbahaya itu sendiri.
Menurut Pasal 59 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika ditegaskan
bahwa "menggunakan, memproduksi, mengedarkan, mengimpor, memiliki, menyimpan, dan atau
membawa psikotropika golongan I dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat ) tahun,
paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 dan paling banyak
Rp.750.000.000,00.”.
Dalam Undang-undang Psikotropika, diatur secara khusus ketentuan ketentuan pidana
sebagaimana disebutkan dalam BAB XIV dari Pasal 59 sampai Pasal 72. Tindak pidana di bidang
Psikotropika antara lain berupa perbuatan perbuatan seperti memproduksi, atau mengedarkan secara
gelap maupun penyalahgunaan psikotropika yang merugikan masyarakat dan negara. Memproduksi
dan mengedarkan secara liar yang pada akhirnya akan dikonsumsi oleh orang lain dan orang yang
mengkonsumsinya dengan bebas akan menjadi sakit. Pemakaian psikotropika yang demikian ini
bilamana jumlahnya banyak, maka masyarakat akan menjadi lemah.[12]
Dengan perkembangan IPTEK yang ada ini maka semua menjadi lebih bebas termasuk juga
dengan pergaulan yang terjadi di kalangan remaja. Sehingga dalam penyalahgunaan psikotropika
memiliki kesempatan yang sangat besar apabila remaja tidak memiliki iman serta lingkungan yang
baik. Psikotropika ini jika disalahgunakan maka akan bisa berdampak pada kesehatan fisik, sosial dan
mental bahkan bisa menyebabkan kematian jika sampai berlebihan atau overdosis. Remaja awal
merupakan usia peralihan dari masa anak anak menuju kedewasaan dan cenderung ingin merasakan
hal hal yang belum mereka rasakan sebelumnya. Rasa penasaran yang tinggi, dan didukung oleh
teman sebayanya yang juga menyalahgunakan psikotropika menyebabkan pelajar tersebut terjerumus
dalam penyalahgunaan psikotropika.
Kebanyakan yang melakukan penyalahgunaan psikotropika ini adalah anak remaja. Ketika
mereka sudah mengalami kecanduan maka mereka akan memiliki sikap apatis dan melakukan segala
cara untuk mendapatkan psioktropika.
Banyak sekali remaja yang salah dalam menggunakan psikotropika hal ini karena beberapa
faktor yakni karena kepribadian yang terkadamng ada suatu masalah atau tekanan, serta karena
lingkungan yang ada di sekitarnya. Lingkungan akan memberikan dampak yang besar terhadap
penggguna, jika lingkungannya buruk maka remaja terebut akan mudah seklai dalam melakukan
penyalahgunaan narkoba.
Penyalahgunaan psikotropika merupakan pemakaian obat obatan secara legal namun dapat
merusak kesehatan untuk pemakainya. Hal ini bisa berdampak pada kesehatan, lingkungan dan
mental serta bisa menyebabakan ketergantungan apabila digunakan terus menerus. Dampak akibat
penyalahgunaan yakni bisa berdampak pada sikap dan mental yang berubah. Karena ketergantungan
inilah bisa menyebabkan gangguan mental sehingga bisa mengganggu sinyal penghantar syaraf yang
disebut system neutransmitter yang ada dalam susunan syaraf sentral (otak) yang akan mengganggu
daya pikir, perasaan dan juga perilaku serta kesehatan organ dalam.[13]
11
Seseorang yang telah kecanduan terhadap penggunaan psikotropika ini mentalnya akan
terganggu sehingga hal ini akan berdampak pada lingkungan sosialnya. Seseorang pengguna
psikotropika secara berlebihan akan mengalami gejal gejala seperti sikapnya menjadi agresif, tidak
bisa tidur, diare, muntah muntah, jantung berdebar, tekanan darah tinggi, cairan hidung berlebihan
serta air mata berlebihan.
Kemudian penyalahgunaan psikotropika ini akan berpengaruh juga terhadap menurunnya
kualitas berfikir, meracuni system syaraf dan menurunkan daya ingat serta mengganggu organ vital
seperti paru paru, ginjal, jantung dan hati. Seorang penyalahgunaan psikotropika ini akan membuat
pengguna menjadi memiliki sikap masa bodoh, depresi, pemurung, pemarah, serta tidak perduli
dengan aturan aturan yang ada sehingga bisa saja nekat untuk berbuat criminal, berkelahi serta dapat
mencuri.
Seseorang yang telah kecanduan dalam menggunakan psikotropika secara berlebihan maka
akan sulit untuk mengobatinya, bahkan seorang pecandu akan melakukan segala cara untuk bisa
mendapatkan psikotropika tersebut karena jika tidak mengonsumsi psikotropika maka seseorang
tersebut akan merasa cemas dan gelisah.[14]
Hal yang terlihat biasanya dampak dalam penyalahgunaan psikotropika ini yaitu menurunnya
fungsi otak yang biiasanya ditandai dengan kurang bisa berkonsentrasi, kemampuan belajar merosost
serta biasanya akan berhalusinansi yang terlalu tinggi. Hal inilah yang menyebabakna nilai nilai siswa
menjadi merosot dan prestasinya menurun.
Seseorang yang telah mengalami kecanduan jika ia tidak bisa mendapatkan psikotropika maka
ia akan melakukan campuran apapun agar mereka bisa minum psikotropika tersebut sehingga dia
mengalami gejala putus zat atau biasa yang disebut dengan sakaw. Karena pencampuran berbagai zat
inilah yang dapat menyebabkan fungsi organ rusak. Seseorang yang telah mengalami kecanduan
aklan membuat dia merasa psikotropika dalah bagian dari hdiupnya dan jika sampai berlebihan maka
akan menjadi suatu kebiasaan. Dimana nanti akan ada waktunya saat dia mengonsumsi psikotropika
namun tidak sebanyak biasanya maka pengguna tersebut akan mengalami sakit pada tubuhnya.
Dampak dari penyalahgunaan psikotropika ini yaitu menurut BNN RI (2010), dampak dari
penyalahgunaan psikotropika dikenal dengan istilah 4L yaitu liver, lover, lifestyle, dan legal. Liver
merupakan dampak langsung yang menyerang penyalahguna psikotropika dan dapat merusak organ
vital seperti otak, hati, paru, dan ginjal. Lover berarti adanya hubungan yang rusak dengan orang yang
dicintai misalnya keluarga. Penyalahguna biasanya selalu dalam pengaruh psikotropika sehingga
selalu menomorsatukan zat tersebut sehingga membuat dirinya lupa akan kewajiban dan tidak lagi
memperdulikan orang lain. Lifestyle yang rusak ditandai dengan kondisi dirinya yang merasa malas
untuk melakukan sesuatu, sering bolos sehingga prestasi sekolah menurun yang menyebabkan putus
sekolah.[13]
Psikotropika dapat digunakan sebagai obat obatan apabila dalam dosis tertentu, namun jika
digunakan terus menerus maka akan menyebabkan ketergantungan dan berbahaya bagi tubuh.
Tingkatan dalam penyalahgunaan psikotropika ini ada beberapa tingkatan yakni mulai dari coba coba,
senang senang, menggunakan pada saat atau keadaan tertentu, penyalahgunaan, hingga
ketergantungan. Ketergantungan ini dapat terjadi apabila dalam penggunaan psikotropika ini salah.
Baik dalam cara maupun dalam dosis yang telah ditentukan.
Jenis jenis psikotropika itu ada banyak dengan beberapa golongan sehingga dampak
penyalahgunaan tiap golongan bisa saja berbeda. Selain itu juga dipengaruhi oleh kepribadian
pemakai dan situasi atau kondisi pemakai. Secara umum, dampak ketergantungan psikotropika ini

12
dapat terlihat pada fisik, psikis maupun sosial seseorang. Sehingga dapat dijelaskan dampak
penyalahgunaan psikotropika ada beberapa yaitu :
1) Dampak fisik yang ditimbulkan akibat psikotropika.
a. Adanya sering mual dan muntah, sakit kepala, adanya pengecilan hati dan sulit tidur.
b. Dermatologis seperti alergi.
c. Adanya gangguan pada jantung sera pembuluh darah seperti gangguan peredaran darah.
d. Adanya gangguan pada kesehatan reproduksi seperti penurunan fungsi hormon.
e. Adanya gangguan pada paru paru seperti pengerasan jaringan paru paru, penekanan fungsi
pernapasan dan kesukaran bernafas.
f. Gangguan pada syaraf seperti kerusakan saraf tepi, halusinasi dan kejang kejang.
g. Bagi pengguna psikotropika melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik
secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang
hingga saat ini belum ada obatnya.
h. Penyalahgunaan psikotropika bisa berakibat fatal ketika terjadi over dosis yaitu konsumsi
psikotropika melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis bisa
menyebabkan kematian.
2) Dampak Psikis yang dapat ditimbulkan.
a. Akan menimbulkan sikap yang brutal
b. Menimbulkan perasaan kesal, tertekan dan sulit berkonsentrasi
c. Ingin merasa bunuh diri karena merasa tidak aman dan cenderung menyakiti diri sendiri
d. Merasa penuh curiga, apatis, akan hilang rasa kepercayaan diri, dan sering menghayal
e. Gelisah, sering tersinggung, lamban kerja dan ceroboh kerja
3) Dampak Sosial yang ditimbulkan
a. Masa depan akan menjadi suram karena pendidikannya menjadi terganggu
b. Akan merepotkan keluarga dan menjadi beban keluarga
c. Menjadi dikucilkan oleh lingkungan dan menjadi gangguan mental.[15]
Contoh kasus yang baru saja terjadi pada tahun 2017 yakni adanya penyalahgunaan
psikotropika yang dilakukan olah salah satu kalangan artis terkenal. Artis tersebut bernama Tora
Sudiro. Tora sudiro telah terbukti menggunakan obat Dumolid tanpa resep dokter. Di rumahnya ia
memiliki sekitar 30 Dumolid. Dumolid merupakan obat yang berfungsi untuk mengatasi gangguan
tidur. Namun, Dumolid termasuk ke dalam obat psikotropika, sehingga tidak bisa dibeli sembarangan
seperti obat biasa pada umumnya. Selama ini Dumolid hanya dikenal oleh kalangan tertentu saja.
Atas kejadian inilah maka berdampak positif maupun negative bagi Tora sendiri maupun
lingkungannya. Dampak positifnya yaitu masyarakat menjadi tahu bahwa ada obat yang tidak bisa
dikonsumsi sembarangan dan dapat diberi hukuman pidana jika disalahgunakan. Sedangkan dari
dampak negatifnya, yakni semakin besar potensi penyalahgunaan psikotropika oleh masyarakat yang
sudah tahu kegunaan psikotropika. Memang sudah keputusan dari BNN jika terdapat seesorang yang
sedang ataupun menyimpan psikotropika dan diduga menyalahgunakannya maka akan ditangkap.
Tindakan yan dilakukan yakni bukan untuk member hukuman namun akan dilakukan rehabilitasi
sampai pengguna dinayatakan tidak memiliki kecanduan lagi.
Tentu saja dengan adanya kasus ini maka nama baik dari artis Tora Sudiro menjadi tercemar
apalagi dalam kaitannya menjadi artis dimana kebanyakan orang pasti akan mengikuti apa yan
dilakukan artisnya. Sehinga dikahwatirkan para remaja akan mengikuti apa yang Tora lakukan. Selain
itu, hubungan dengan keluarga dan rekan kerja kan menjadi lebih renggan dikarenakan masalah ini.

13
Jika dijelaskan dampak negatif penyalahgunaan psikotropika yakni ada beberapa hal yaitu
dapat menimbulkan kematian hal ini karena adanya gangguan syaraf dan yang mengakibatkan rasa
ketergantungan, kemudian akan merasakan depresi serta takut yang berlebihan, ada gangguan
pernapasan, rasa lelah dan ketenangan.
Ciri ciri dari seseorang yang menyalahgunakan psikotropika yakni ada tubuhnya tidak
memiliki tenaga dan merasa lemas, tubuhnya kurus serta pucat, rambut dan giginya rontok, serta
teriak teriak dan menggigil.
Berikut ini gambar orang yang memakai zat psikotropika dan mengakibatkan adanya
perubahan wajah seperti pada gambar.

Gambar 3.1. Wajah Pengguna Psikotropika


Sumber:http://www.bnnkbalikpapan.com/

Setelah mengetahu dampak dari penyalahgunaan psikotropika ini maka ada tindakan yang
harus bisa dilakukan yakni dapat berupa pencegahan dan mengatasi. Untuk tindakan pencegahan ini
dapat dilakukan dengan cara mengadakan usaha usaha dan tindakan untuk mencegah jangan sampai
terjadi perbuatan perbuatan anti sosial oleh anak anak dengan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
kebutuhan pokok anak itu, misalnya seperti makan, cinta kasih orang tua. Keikutsertaan masyarakat
untuk ikut andil dalam organisasi masyarakat dalam usaha menyelenggarakan kegiatan kegiatan olah
raga, kesenian, rekreasi dan lain sebagainya, mengadakan perlombaan ditempat dimana anak anak
berkumpul, ramai perjudian, tempat tempat penjualan minuman keras dan lain sebagainnya.
Sedangkan untuk tindakan pengobatan ini dapat dilakukan dengan cara Pencegahan
kriminalitas melalui perbaikan lingkungan yaitu pencegahan sistem respon yang tepat, misalnya
adanya tindakan penanganan yang cepat dan tepat dari pihak berwajib apabila mendapat laporan
mengenai tindakan tindakan kriminal.
1) Sistem pengambilan data dan penggunaan data dengan komputer.
2) Sistem komunikasi yang modern
3) Sistem pengusutan atau penangkapan yang baik
a. Pencegahan kriminalitas melalui perbaikan perilaku.
1) Penggunaan kriminalitas yang telah dilakukan sebagai dasar atau analisa lebih lanjut
menggunakan kriminalitas tawuran, pencurian dan lain-lain yang telah dilakukan untuk
memberi sebab akibat terjadinya kriminalitas.14
2) Penelitian lingkungan atau perilaku dalam pengawasan tindakan perilaku kriminal yang
belum saat ini, misalnya melakukan penelitian cara cara efesien dan yang efektif
pengawasan kriminal dan perbaikan lingkungan para pelaku pelaku criminal.[11]
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan itu maka dapat disimpulkan jika dampak
penyalahgunaan psikotropika akan membuat seseorang itu menjadi ketergantungan sehingga dapat

14
mengganggunya serta mempengaruhi kesehatan, sosial serta akan membuat kehidupannya menjadi
tidak terarah

D. Peraturan tentang Psikotropika.


Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat terdapat sebuah lembaga bernama Medicare.
Dimana medicare ini biasanya memproduksi dan juga mengedarkan psikotropika, tetapi untuk pasien
gangguan jiwa. Dimana nantinya medicare bisa saja memberikan obat psikotropika dengan tujuan
untuk psikoterapi dengan Cuma-Cuma apabila calon penerima dari obat tersebut telah memenuhi
standar. Biasanya, obat dari medicare ini digunakan untuk rawat jalan pasien gangguan jiwa dengan
tujuan untuk psikoterapi. Adapun telah diatur dalam peraturan dari Medicare sendiri yaitu The
Medicare Prescription Drug, Improvement, dan Modernization Act (MMA) tahun 2003, bahwa
Penerima obat aan menerima obat di rumah atau di tempat lain di bawah undang-undang yang
dijelaskan di bawah ini :
Program Bagian C Medicare Advantage bertanggung jawab untuk perlindungan obat resep
untuk individu yang memenuhi syarat akan dikirim dari program Medicaid negara bagian ke
Medicare. Program ini juga akan mensubsidi biaya premium dan out-of-pocket untuk penerima obat
dari Medicare dengan pendapatan di bawah 150 persen dari kemiskinan dan juga keterbatasan
aset.[16]
Penggunaan psikotropika sendiri telah diatur dalam undang-undang baik undang undang
nasional maupun undang undang internasional. Undang undang mengenai psikotropika di Indonesia
sendiri ini juga menerapkan ketentuan ketentuan perjanjian internasional ke dalam perundang-
undangan nasional. Seperti yang terdapat dalam Pasal 26 Konvensi Wina (Vienna Convention On The
Law Of Treaties, 1969. Article 26) tentang hukum perjanjian dinyatakan bahwa:
“Every treaty in force is binding upon the parties to it and must be performed by them
in good faith.”
Yang artinya tiap-tiap perjanjian yang berlaku mengikat Negara-negara pihak dan harus
dilaksanakan dengan itikad baik yang merupakan dasar pokok hukum perjanjian yang telah diakui
secara universal dan merupakan prinsip-prinsip hukum umum).[17]
Pada tahun 1996 Indonesia menetapkan hasil dari konvensi tersebut dalam Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1996 tentang Pengesahan Konvensi Psikotropika 1971 (Convention on Psychotropic
Substances1971). Beberapa substansi materi konvensi tentang psikotropika yang berkaitan dengan
aspek hukum internasional sebagai bahan pengaturan psikotropika dalam undang-undang nasional
dapat di telaah dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1996, diantaranya :
a. Masalah perizinan dalam kaitannya dengan tindakan pengawasan psikotropika Golongan II,
III, dan IV dan mengatur tentang ketentuan-ketentuan perdagangan internasional meliputi izin
ekspor-impor psikotropika.
b. Ketentuan-ketentuan khusus mengenai pengangkut psikotropika dalam kotak obat
pertolongan pertama di kapal laut, pesawat terbang atau sarana angkutan umum lain yang
melaksanakan lalu lintas internasional.
c. Mengatur masalah pemeriksaan terhadap para produsen, eksportir-importir, pedagang besar,
distributor, lembaga medis dan lembaga ilmu pengetahuan.
d. Mengatur tindakan-tindakan terhadap penyalahgunaan psikotropika termasuk tindakan
terhadap peredaran gelap dengan memperhatikan sistem perundangan, hukum dan negara
yang bersangkutan.
e. Mengatur tentang ketentuan-ketentuan pidana.
15
Perumusan substansi di atas merupakan perumusan norma-norma hukum secara internasional
berkaitan dengan masalah psikotropika dan sebagai suatu rekomendasi kepada semua Negara untuk
sebagai bahan rujukan dalam menentukan kebijakan penanggulangan psikotropika di masing-masing
Negara.[17]
Berdasarkan Konvesi Wina, 1988, tentang pemberantasan peredaran gelap narkotika dan
psikotropika tersebut, dibutuhkan ratifikasi sebagai tindak lanjut berlakunya konvensi internasional
di suatu Negara. Pada tahun yang sama, Pemerintah Indonesia menerbitkan Undang-Undang Repblik
Indonesia Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan UndangUndang Republik Indonesia Nomor
22 tahun 1997 tentang Narkotika.13 Selanjutnya pada tahun 2009, Pemerintah menerbitkan
UndangUndang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang menggantikan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika. Undang-Undang
Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika telah membawa perubahan pada penggolongan psikotropika.
Karena dalam pasal 153 huruf (b) undang-undang narkotika yang baru disebutkan bahwa dengan
berlakunya undang-undang tersebut lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan
II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut undang undang ini,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Dengan demikian, hal tersebut menegaskan bahwa Psikotropika
golongan I dan II sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika digolongkan menjadi Narkotika golongan I berdasarkan Undang - Undang Nomor 35
tahun 2009 tentang Narkotika.[17]
Beberapa peraturan perundang-undangan baik Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden,
Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia berkaitan dengan pengaturan
narkotika dan psikotropika, yakni :
a. Keputusan Menkes RI Nomor:65/MEN.KES/SK/IV/77 Tanggal 1 April 1977 daftar jenis-
jenis tanaman yang digolongkan dalam narkotika.
b. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:349/MEN.KES/SK/IX/1980 Tanggal 15 September
1980 tentang Daftar Penambahan Bahan Sebagai Narkotika (Daftar Obat Keras)
c. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor:213/MEN.KES/PER/IV/ 1985 tentang Obat Keras
Tertentu
d. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor:688/MEN.KES/PER/VII/1997 Tanggal 14 Juli 1997
tentang Peredaran Psikotropika.
e. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor:785/MEN.KES/PER/VII1997 Tanggan 31 Januari
1997 Tentang Ekspor dan Impor Psikotropika.
f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2010 tentang Perkusor Tanggal 5
April 2010.
g. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika
Nasional Tanggal 12 April 2010.
h. Peraturan Ketua Badan NarkotikaNasional Nomor:Per/01/VIII/2007/BNN, tentang
Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional, tanggal 30 Agustus
2007.
i. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor:
HK.00.05.42.6575 tentang Larangan Penggunaan Benzil Piperazin dalam Suplemen
Makanan, tanggal 23 Agustus 2002.
j. Keputusan Bersama Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Direktur Jendral Bea
Cukai Nomor: HK.00.04.22.1989; Nomor: KEP.49/BC2006 tentang Pengawasan Impor dan

16
Ekspor Obat Tradisional, Kosmetik, Produk Komplemen/Suplemen Makanan, Narkotika,
Psikotropika, Perkusor, Pembekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) dan Makanan,
Tanggal 24 April 2006.
k. Surat Edaran Ketua Mahkama Agung Republik Indonesia Nomor: 07 Tahun 2009 tentang
Menempatkan Pemakai Narkoba ke dalam Terapi dan Rehabilitasi.
Ketentuan pidana dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika sudah
tidak ampuh lagi untuk mengatasi peredaran gelap dan penyalahgunaann psikotropika di Indonesia.
Sanksi pidana dalam undangundang tersebut tidak lagi memberikan efek jera terhadap para pelaku
tindak pidana psikotropika di Indonesia. Kehadiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika yang didalamnya memuat tentang jenis psikotropika golongan I dan jenis psikotropika
golongan II yang dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang Psikotropika,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.[17]

E. Pola Langkah Bijak


Psikotropika dibagi menjadi empat golongan dan memiliki pola serta langkah bijak dalam
menangggulangi setiap golongan. Psikotropika dibagi menjadi empat golongan, yaitu golongan I,
golongan II, golongan III, dan golongan IV. Jika diurutkan dari golongan I sampai ke golongan IV,
maka efek dari psikotropika tersebut semakin turun. Artinya psikotropika pada golongan I tidak bisa
dikonsumsi oleh tubuh atau tidak bisa digunakan dalam pengobatan, dan psikotropika golongan IV
masih bisa digunakan dalam pengobatan.[18]
Psikotropika golongan I mampu memberikan ketergantungan paling tertinggi diantara
psikotropika-psikotropika pada golongan lain. Langkah bijak dalam menelaah psikotropika pada
golongan I ini yaitu mengkaji serta menganalisis kandungan-kandungan yang terdapat pada
psikotropika jenis ini, biasanya psikotropika golongan I ini hanya digunakan sebagai ilmu
pengetahuan saja.[18] Psikotropika golongan I ini tidak memiliki pola dan langkah bijak terkhusus.
Karena penggunaan dari psikotropika dari golongan I sudah dilarang di Indonesia. Contoh dari
penggunaan psikotropika golongan I ini yaitu ganja, maka pengguna tersebut akan mendapatkan jerat
hukum.
Psikotropika golongan II mampu memberikan ketergantungan menengah. Langkah bijak yang
dapat dilakukan untuk psikotropika golongan II ini yaitu menganalisis kandungan-kandungan yang
terdapat pada psikotropika jenis ini, biasanya psikotropika golongan II ini digunakan sebagai tujuan
ilmu pengetahuan (penelitian) dan pengobatan.[18] Contoh pola dan langkah bijak yang dapat
dilakukan pada jenis psikotropika amfetamin, yaitu:

Gambar 4.1. Amfetamin


Sumber: https://melofy-online.com

17
Amfetamin tersedia dalam bentuk tablet 5 mg dan tablet 10 mg. Dosis untuk setiap usia,
gender berbeda-beda. Penggunaan amfetamin sebaiknya ikuti resep dari dokter. Amfetamin bisa
dikonsumsi sebelum atau sesudah makan. Tidak disarankan untuk mengkonsumsi amfetamin secara
berlebihan.
Psikotropika golongan III mampu memberikan ketergantungan sedang. Langkah bijak yang
dapat dilakukan untuk psikotropika golongan III ini yaitu menganalisis kandungan-kandungan yang
terdapat pada psikotropika jenis ini, biasanya psikotropika golongan III ini digunakan sebagai tujuan
ilmu pengetahuan (penelitian) dan pengobatan karena memiliki khasiat tertentu. Selain itu langkah
bijak yang perlu diperhatikan adalah penggunaan dosis dari setiap jenis dari psikotropika ini. Hal ini
dikarenakan jika dosis yang digunakan melebihi batas maka tentu saja akan menimbulkan efek negatif
bagi tubuh [18]. Berikut adalah contoh pola dan langkah bijak yang dapat dilakukan pada jenis
psikotropika golongan III:

Gambar 4.2. Amorbarbital


Sumber: primenembutal.biz

Obat amobarbital tersedia dalam bentuk tablet maupun dalam bentuk cair. Jika dalam bentuk
tablet, maka amobarbital langsung dikonsumsi lewat mulut. Akan tetapi jika amobarbital dalam
bentuk cair, maka amorbabital digunakan dengan cara menyuntikkan kedalam tubuh. Penggunaan
amorbabital untuk dewasa (insomnia) adalah 65-200 mg. Sedangkan untuk orang dewasa (induksi
penenang preanestesi) adalah 30-50 mg. Sedangkan untuk dosis anak-anak adalah 65-500 mg[19].

Gambar 4.3. Buprenofin


Sumber: https://medium.com

Selanjutnya penggunaan yang benar untuk buprenorfin ini yaitu 2-4 mg/hari. Penggunaan buprenorfin
secara berlebih (overdosis) tidak dapat menimbulkan eferk yang serius.

18
Gambar 4.4. Pentobarbital
Sumber: https://cheminovavet.com

Pentobarbital tersedia dalam bentuk cair dan tablet. Penggunaan obat ini juga harus
didampingi leh perawat. Cara menggunakan pentobarbital yaitu disuntikkan ke dalam otot atau vena.
Saat proses penyuntikkan pentobarbital kedalam tubuh, hendaknya perlahan-lahan. Selain itu,
gunakan jarum suntik satu kali pakai. Dosis pemakaiaam pentobarbital untuk orang dewasa penderita
insomnia dan orang dewasa normal yaitu 120 mg sampai 200 mg. Sedangkan untuk anak-anak yaitu
4 mg/kg [20].

Gambar 4.5. Pentazocine


Sumber: https://rxdrugs-online.com

Pentazocine tersedia dalam bentuk tablet. Cara penggunaannya yaitu dikonsumsi setiap 3-4
jam sekali. Untuk orang dewasa penggunaan dosis yang tepat yaitu 30 mg yang pengkonsumsiannya
diulang 3-4 jam sekali. Pada orang dewasa dosis penggunaan pentazocine yaitu 360 mg/hari.
Kemudian dosis untuk anak-anak yaitu 0.5 mg/kg [21].
Psikotropika golongan IV memberikan ketergantungan rendah. Langkah bijak yang dapat
dilakukan untuk psikotropika golongan IV ini yaitu menganalisis kandungan-kandungan yang
terdapat pada psikotropika jenis ini, biasanya psikotropika golongan IV ini digunakan secara luas
dalam penelitian maupun dalam pengetahuan. Selain itu langkah bijak yang perlu diperhatikan adalah
penggunaan dosis dari setiap jenis dari psikotropika ini. Hal ini dikarenakan jika dosis yang
digunakan melebihi batas maka tentu saja akan menimbulkan efek negatif bagi tubuh [18]. Berikut
adalah contoh pola dan langkah bijak yang dapat dilakukan pada jenis psikotropika golongan IV:

19
Gambar 4.6. Amfepramone
Sumber: https://cheappharmacy-online.com

Amfepramone (diethylpropion 2-(diethylamino)propiophenone) tersedia dalam bentuk tablet


(25 mg dan 75 mg). Untuk orang dewasa pengkomsumsian amfepramone cukup 1 tablet 25 mg/hari.
Tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi amfepramone sebanyak lebih dari 2 tablet 25 mg/hari. Tetapi
pada orang obesitas dosis yang teoat yaitu 2-3 tablet 25 mg perhari. Untuk meminum amfepramone
disarankan sebelum makan dan tidak disarankan pada saat akan tidur, karena dapat menyebakan
insomnia. Pada anak-anak tidak disarankan untuk mengkonsumsi amfepramone tersebut. [22]

Gambar 4.7. Fludiazepam


Sumber: https://chimei.org.tw

Fludiazepam tersedia dalam bentuk tablet 0.25 mg. Pada orang dewasa dosis yang tepat yaitu
0.75 mg/hari. Sedangkan dosis untuk anak-anak masih belum bisa diperkirakan. Untuk pemberian
obat fludiazepam pada anak-anak hendaknya konsultasikan terlebih dahulu pada dokter. Agar anak
tidak mengalami overdosis.

Gambar 4.8. Clorazepate


Sumber: everydayhealth.com

20
Clorazepate tersedia dalam bentuk tablet 3,75 mg, 7,5 mg, dan 15 mg.. Penggunaan dari obat
ini hendaknya mengikuti arahan dari dokter. Jika penggunaan dari clorazepate berlangsung dalam
waktu jangka panjang, maka untuk pemberhentian dari obat ini haruslah dikonsultasikan kepada
dokter terlebih dahulu. Clorozepate memiliki dosis beranekaragam yaitu untuk dosis irang dewasa
dengan tujuan mengilangkan rasa gelisah digunakan sebanyak 15 mg sehari sekali dan diminum pada
waktu akan tidur. Kemudian dosis untuk orang dewasa dengan tujuan menghilangkan dan mengatasi
ketergantungan alkohol yaitu pada hari pertama minum sebanyak 30 mg, pada hari kedua minum
sebanyak 45 mg sampai 90 mg. Pada hari ketiga diminum sebanyak 22.5 mg sampai 45 mg. Pada hari
ke empat sampai hari seterusnya diminum sebanyak 15 sampai 30 mg. Pada orang dewasa untuk
mengatasi ketergantungan alkohol ini cara meminumnya harus dipisah. Artinya dalam satu hari tidak
boleh langsung mengkonsumsi clorazepate satu kali minum. Pengkonsumsian harus bertahap dari
pagi sampai malam, dengan takaran dosis yang pas. Kemudian pada orang dewasa untuk mengatasi
kejang, dosis yang pas aitu diminum tiga kali sehari dengan dosisnya adalah 7.5 mg. Sedangkan untuk
dosis pada anak-anak diatas 13 tahun yaitu diminum tiga kali sehari dengan dosis 7.5 mg dan untuk
anak dibawah usia 23 tahun yaitu diminum dua kali sehari dengan dosis 7.5 mg [23].

Gambar 4.9. Brotizolam


Sumber: https://chemist-store.com

Brotizolam tersedia dalam bentuk tablet 0.25 mg. Sebaiknya penggunaan brotizolam
menggunakan instruksi serta resep dari dokter. Dosis yang tepat untuk orang dewasa yaitu 0.25 mg
yang diminum sebelum tidur. Pengkonsumsian brotizolam ini sampai dengan dua minggu. Kemudian
untuk konsumsian bagi lanjut usia yaitu 0.125 mg yang diminum sebelum tidur juga. Pengkonsumsian
brotizolam sama seperti orang dewasa yaitu selama dua minggu. Dosis maksimal untuk brotizolam
ini yaitu 0.50 mg perhari. Kemudian untuk dosis bagi anak-anak masih belum bisa diperkirakan,
karena brotizolam ini bisa saja berbahaya bagi anak-anak dan dapat mengganggu kesehatan anak-
anak [24].

Gambar 4.10. Diazepam

21
Sumber: http://vidadose.com

Diazepam tersedia dalam bentuk tablet. Pada orang dewasa dengan tujuan untuk mengatasi
kecemasan yaitu dosis yang digunakan sebanyal 2 mg yang dikonsumsi sebanyak 3 klai sehari.
Kemudian untuk orang dewasa untuk mengatasi penggunaan alkohol yaitu memiliki dosis sebanyak
5 mg sampai 20 mg. Kemudian dosis pada orang dewasa untuk mengatasi kejang-kejang (otot atau
yang lainnya) yaitu sebanyak 5 mg sampai 10 mg yang dapat diminum dengan selang waktu 10
sampai 15 menit. Pada orang dewasa memiliki batas penggunaan oat diazepam perhari yaitu sebesar
30 mg. Kemudian dosis pada anak-anak untuk menghilangkan rasa kejang pada usia 2 sampai 5 tahun
dapat diberikan dosis sebanyak 0.1 sampai 0.5 mg/kg yang dapat diminum dengan selang waktu dua
sampai lima menit. Kemudian pada anak diatas usia 5 tahun memiliki dosis 1 mg/kg, juga dapat
diulangi dalam waktu 2-5 menit. Pada anak dosis obat ini maksimal perharinya mengkonsumsi
sebanyak 5 mg sampai 10 mg. Selanjutnya dosis untuk menghilangkan rasa kecemasan pada anak
dapat menggunakan suntikan dengan dosis 0.04 mg sampai 0.3 mg per harinya. Dengan maksimal
pemberian diazepam ini yaitu 0.6 mg/kg dalam waktu 8 jam.[25]

22
RANGKUMAN
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika merupakan obat/zat yang bisa
mengakibatkan turunnnya aktivitas otak atau merangsang adanya susunan syaraf sekaligus
mengakibatkan kelainan tingkah laku, disertai adanya pikiran berhalusinasi (mengkhayal), terjadi
gangguan dalam berpikir, berilusi, berubahnya alam perasaan dan mengakibatkan adanya efek
ketergantungan dan merangsang bagi yang mengkonsumsinya.
Langkah bijak dalam menggunakan psikotropika tergantung pada jenis golongan psikotropika
itu sendiri. Psikotropika golongan I tidak boleh digunakan dan hanya digunakan sebagai ilmu
pengetahuan saja. Psikotropika golongan II juga digunakan sebagai ilmu pengetahuan dan bisa
digunakan sebagai pengobatan, akan tetapi dalam proses pengobatan harus dengan sarab dokter.
Psikotropika golongan III juga dapat dikonsumsi, pengonsumsian psikotropika pada golongan III ini
berbagai macam, sehingga harus dilihat petunjuk pemakaian terlebih dahulu. Psikotropika golongan
IV memiliki ketergantungan rendah. Sehingga sebagian psikotropika jenis ini aman dikonsumsi bagi
masyarakat. Walaupun psikotropika golongan IV ini memiliki ketergantungan rendah,
pengonsumsian juga harus diperhatian. Setiap jenis psikotropika memiliki takaran dosis yang
berbeda. Tidak baik jika pengonsumsian psikotropika sampai overdosis, karena dapat menyebabkan
dampak negatif bagi tubuh.
Efek dari penyalahgunaan psikotropika tergantung dari golongan psikotropika tersebut serta
jumlah psikotropika yang dikonsumsi. Namun, umumnya psikotropika mampu menimbulkan efek
halusinasi, euphoria, kelainan prilaku, serta efek stimulasi (merangsang) bagi konsumennya
Ketentuan pidana dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika sudah
tidak ampuh lagi untuk mengatasi peredaran gelap dan penyalahgunaann psikotropika di Indonesia.
Sanksi pidana dalam undangundang tersebut tidak lagi memberikan efek jera terhadap para pelaku
tindak pidana psikotropika di Indonesia. Kehadiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika yang didalamnya memuat tentang jenis psikotropika golongan I dan jenis psikotropika
golongan II yang dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang Psikotropika,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
Penyalahgunaan psikotropika adalah suatu sikap atau perbuatan yang bisa merugikan diri
sendiri maupun orang lain terkait dengan obat obatan yang tidak seharusnya dikonsumsi. Bentuk
bentuk dari penyalahgunaan psikotropika yakni adalah Psikotropika apabila disalahgunakan secara
proporsional artinya sesuai menurut asas pemanfaatan, baik untuk kesehatan maupun untuk
kepentingan ilmu pengetahuan, maka hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai tindak pidana
psikotropika. Akan tetapi apabila digunakan untuk maksud maksud tertentu lain dari itu, maka
perbuatan itu dapat dikatagorikan sebagai perbuatan yang jelas sebagai perbuatan pidana atau
penyalahgunaan psikotropika berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1997. Bentuk tindak pidana
yang umum dikenal antara lain penyalahgunaan melebihi dosis, pengedaran psikotropika dan jual beli
psikotropika. Dampak penyalahgunaan psikotropika akan membuat seseorang itu menjadi
ketergantungan sehingga dapat mengganggunya serta mempengaruhi kesehatan, sosial, mental serta
akan membuat kehidupannya menjadi tidak terarah

23
DAFTAR PUSTAKA
[1] G.F. Shadiq, “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Narkotika New Psychoactive
Subtances Berdasarkan Undang undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.” Wawasan
Yuridika. 1 (1) : 35-53, 2017.

[2] J.T. Lumenta, Wullur, Adeanne C. Yamlean, Paulina V.Y. “Evaluasi Penyimpanan Dan Distribusi
Obat Psikotropika Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado.” Pharmacon
Jurnal Ilmiah Farmasi. 4 (4) : 2302-2493, 2015
[3] Muhammad, A. “Hukum dan Penelitian Hukum”. Bandung : Citra Aditya Bakti. 2004
[4] Wresniwiro, M. “Narkotika, Psikotropika dan Obat Berbahaya.” Jakarta, Yayasan Mitra
Bintibmas. 1999

[5] Ariwibowo, Ahmad. “Tinjauan Kriminologis Terhadap Penyalah Gunaan Psikotropika Dan
Penanggulangannnya Di Kalangan Remaja Di Jambi.” Jurnal law reform. 6(2) : 12499. 2011.
[6] Wirawan Sarwono, Sarlito, “Psikologi Remaja”, Jakarta: Raja Grafindo Persada.2002

[7] J. M. Mwenda. “Effects of Khat (Catha edulis) Consumption on Reproductive Functions: a


Review.” East African Medical Journal, 80(6): 318-323. 2003.

[8] Triswara, R. dkk. “Gangguan Fungsi Kognitif Akibat Penyalahgunaan Amfetamin.”. Majority,
7(1): 49-53. 2017

[9] Tjay, Tan Hoan & Rahardja Kirana. “Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek
Sampingnya”. Jakarta: Gramedia. 2015

[10] T. Wiguna. “Dampak Metilfenidat Kerja Panjang 20 mg terhadap Pola Perbaikan Gejala Klinis
pada Anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas (GPPH).” Sari Pediatri, 1(2):
142-148. 2009
[11] Abdillah, Purwagil. “Aspek Mudarat Terhadap Penggunaan Psikotropika Oleh Anak di Kota
Makasar” [skripsi].Makasar (ID):UIN Alauddin Makasar. 2017.

[12] Nongka, Oktaphiyani Agustina. “Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Penyalahgunaan


Psikotropika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997”. Lex Crimen,VI(3),21-28.
2017

[13] Nur’artavia,Maydiya Restacendi. “Karakteristik Pelajar Penyalahguna Napza Dan Jenis Napza
Yang Digunakan Di Kota Surabaya.”. The Indonesian Journal of Public Health,12(1),27-38.
2017

[14] A,Johannesen. “Prescribers Of Psychotropic Drugs Experiences And Reflections On Use And
Misuse Of Alcohol And Psychotropic Drugs Among Older People.Quality In Primary
Care”,23(3),134-140. 2015.
[15] UNDCP. “The Social Impact Of Drug Abuse.Copenhagen” :Social Development. 1995.

[16] R. G. Frank, R. M. Conti, and H. H. Goldman, “Mental health policy and psychotropic drugs,”
Milbank Q., vol. 83, no. 2, pp. 271–298, 2005, doi: 10.1111/j.1468-0009.2005.00347.x.

24
[17] R. C. Mose, “Pengaturan Tentang Sanksi Pidana dalam Tindak Pidana Psikotropika di
Indonesia,” Lex Crim., vol. IV, no. 3, pp. 75–82, 2015.

[18] Soetrisno & Riyanto, Slamet. “Hubungan Pembelajaran Kesehatan Reproduksi Remaja dengan
Pengetahuan tentang NAPZA Siswa SMU di Surakarta.”. Jurnal Kesehatan Reproduksi. 1 (3):
196-202. 2014.
[19] Curot, J., et al. “Bilateral Wada Test: Amorbabital or Propofol”. Seizure. 1 (4): 122-128. 2013
[20] Setyawan, A. R. “Psikotropika dan Bahaya Psikotropika”. Jakarta: Erlangga. 2009
[21] Afandi. “Zat Adiktif dan Zat Aditif”. Jakarta: PT. Gramedia. 2015

[22] Nurmansyah, H. “Tinjauan Hukum Perumusan Norma Kejahatan Psikotropika Berdasarkan


Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.”. Jurnal Pendidikan. 4(1): 67-80. 2012
[23] Sunaryo, A. M. “Psikotropika Edisi kedua”. Bandung: Binacipta. 2001.
[24] Wijaya, Kusuma. “Kandungan Brotizolam.”. Jakarta: Erlangga. 1999
[25] Hidayati, R. “Diazepam, Efek, Kegunaan, serta Manfaat.” Jakarta: PT. Gramedia. 2001.

25

Anda mungkin juga menyukai