Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya yang Dibina
Oleh Bapak Muhammad Fajar Marsuki. S.Pd., M.Sc. dan Ibu Novida Pratiwi, S.Pd., M.Sc.
Oleh:
Kelompok 6
Ahmad Rizal Barozi Ilmi (170351616503)
Amalia Nur Safitri (170351616546)
Fitria Lafifa (170351616548)
Husnul Hotimah (170351616525)
Jasmine Amanda Putri (170351616544)
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, rasa syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa
yang telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesehatan, kesempatan serta pengetahuan sehingga
Chapter book tentang “Psikotropika” ini bisa selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Kami berharap agar buku ini bisa bermanfaat untuk menambah pengetahuan rekan-rekan pada
khususnya dan para pembaca umumnya tentang Psikotropika yang merupakan bagian dari NAPZA.
Mudah-mudahan Chapter book sederhana yang telah berhasil kami susun ini bisa dengan
mudah dipahami oleh siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami meminta maaf apabila terdapat
kesalahan kata atau kalimat yang kurang berkenan. Serta tak lupa kami juga berharap adanya masukan
serta kritikan yang membangun dari Anda demi terciptanya buku yang lebih baik lagi.
Malang, 2020
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL………………………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………...iii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………………………...iv
DAFTAR TABEL……………………………………………………………………………………v
DESKRIPSI DAN KLASIFIKASI…………………………………………………………………...1
EFEK DAN MEKANISME…………………………………………………………………………..5
PSIKOTROPIKA GOLONGAN I……………………………………………………………5
PSIKOTROPIKA GOLONGAN II…………………………………………………………..5
PSIKOTROPIKA GOLONGAN III………………………………………………………….7
PSIKOTROPIKA GOLONGAN IV………………………………………………………….9
DAMPAK DAN PENYALAHGUNAAN…………………………………………………………..10
PERATURAN TENTANG PSIKOTROPIKA……………………………………………………...14
POLA LANGKAH BIJAK………………………………………………………………………….17
RANGKUMAN……………………………………………………………………………………..22
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………….23
iii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1.1………………………………………………………………………………………..2
GAMBAR 1.2………………………………………………………………………………………..3
GAMBAR 2.1………………………………………………………………………………………..5
GAMBAR 2.2………………………………………………………………………………………..5
GAMBA3 2.3………………………………………………………………………………………...6
GAMBAR 2.4………………………………………………………………………………………..7
GAMBAR 2.5………………………………………………………………………………………..7
GAMBAR 2.6………………………………………………………………………………………..8
GAMBAR 2.7………………………………………………………………………………………..8
GAMBAR 2.8………………………………………………………………………………………..9
GAMBAR 2.9………………………………………………………………………………………..9
GAMBAR 2.10………………………………………………………………………………………9
GAMBAR 2.11……………………………………………………………………………………..10
GAMBAR 3.1………………………………………………………………………………………14
GAMBAR 4.1………………………………………………………………………………………17
GAMBAR 4.2………………………………………………………………………………………18
GAMBAR 4.3………………………………………………………………………………………18
GAMBAR 4.4………………………………………………………………………………………18
GAMBAR 4.5………………………………………………………………………………………19
GAMBAR 4.6………………………………………………………………………………………19
GAMBAR 4.7………………………………………………………………………………………20
GAMBAR 4.8………………………………………………………………………………………20
GAMBAR 4.9………………………………………………………………………………………21
GAMBAR 4.10……………………………………………………………………………………..21
iv
DAFTAR TABEL
TABEL 1.1 …………………………………………………………………………………………2
TABEL 1.2………………………………………………………………………………………….3
v
A. Deskripsi dan Klasifikasi
Pada saat ini Negara Indonesia berdiri pada situasi darurat narkoba, dari hasil penelitian
BNN (Badan Narkotika Nasional) yang bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kesehatan salah satu
Universitas di Indonesia yakni UI (Universitas Indonesia) mengnai Survei Nasional Perkembangan
Penyalahgunaan Narkoba di Negara Indonesia. Dapat diketahui mengenai angka prevelensi akibat
penyalahguna narkoba di Negara ini hingga mencapai 2,18% atau bias dikatakan ±3,8 juta orang
sampai 4,1 juta orang yang sempat terjerat atau memakai narkoba pada satu terakhir. Pengguna atau
pemakaai kisaran umur 10-59 tahun.[1]
Berdasarkan dari penggolongan dari kasus Narkoba, terjadi kenaikan 8,32% kasus narkotika
dari 21.269 kasus. Padahal malah terjadi penurunan sebesar 48,01% pada kasus psikotropika dari
1.612 kasus. Dari semua data telah diketahui bahwa kasus narkoba merupakan permasalahan yang
serius yang di alami oleh Negara Indonesia. Tidak hanya kenaikan jumlah pengguna narkoba dan
pengguna narkotika, akan tetapi timbul permasalahan yang baru yakni mengenai adanya psikotropika
jenis baru yang saat ini tengah beredar di Negara Indonesia.[1]
Psikotropika merupakan bahan atau zat baku atau bisa di sebut obat, obat yang bersifat
alamiah ataupun sintesis tetapi bukan narkotika, yang memiliki kandungan psikoaktif dari pengaruh
selektif yang terdapat pada susunan saraf pusat sehingga menyebabkan adanya perubahan yang
signifikan terhadap perilaku dan mental. Satu contoh efek samping akibat dari pemakaian obat
psikotropika adalah seseorang yang mengonsumsi bisa mengalami resiko ketergantungan akut
terhadap obat tersebut apabila di konsumsi dengan tidak rasional berdasarkan resep dokter. Maka dari
itu pengolahan maupun pembuatan obat psikotropika sangat perlu tanganan sekaligus perhatian yang
lebih, pada sebuah sistem penyimpanan serta distribusi khusunya, sehingga bias menjamin akan
keamanan sekaligus peredaran persediaan.[2]
Seiring berjalannya waktu perkembangan pada sistem teknologi dan informasi yang juga
begitu pesat, begitu juga dengan jenis psikotropika yang sekamin kesini semakin banyak, sehingga
juga beredar jenis-jenis baru di lingkungan pecandu. Yang dulu sebatas ekstasi dan shabu-shabu
namun sekarang sudah muncul jenis-jenis baru yang mungkin masih di anggap asing. Diantaranya
seperti katinon sintesis (synthetic cathinones), ganja sintetis (synthetic cannabiods) dan
phenetylamines. Semua jenis ini bersifat adiktif yang memungkinkan bias memberikan efek
stimulant, depresan, halusinogen dan euphoria.[2]
Psikotropika di atur dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 yang
menyatakan bahwa :
“Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku”
Kemudian dilakukan pengaturan ulang mengenai undang-undang yakni Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa jenis psikotropika Golongan I dan Golongan II yang
di pindahkan menjadi jenis Narkotika di karenakan beberapa faktor yang di pertimbangkan. Sehingga
dari hal ini jenis psikotropika yang sering disalah gunakan seperti Ganja, Sabu, dan Ectasy yang
masuk Golongan I dan Golongan II tersebut dianggap sebagai Narkotika.[3]
Psikotropika merupakan obat/zat yang bisa mengakibatkan turunnnya aktivitas otak atau
merangsang adanya susunan syaraf sekaligus mengakibatkan kelainan tingkah laku, disertai adanya
pikiran berhalusinasi (mengkhayal), terjadi gangguan dalam berpikir, berilusi, berubahnya alam
perasaan dan mengakibatkan adanya efek ketergantungan dan merangsang bagi yang
mengkonsumsinya. Untuk itu akibat peredaran yang semakin kesini semakin tidak terkontrol dan
1
bahaya, PBB mengadakan konvensi mengenai pemberantasan Psikotropika (Convention on Psycho-
Tropic Subtances) yang di ikuti oleh 71 negara di tambah dengan 4 negara yang berlaku sebagai
peninjau.
Konvensi ini secara menyeluruh membahas pokok-pokok bahasan, diantaranya sebagai berikut :
Masyarakat bangsa – bangsa dan negara – negara di dunia memerlukan adanya per perhatian
sekaligus diprioritaskan dalam pemberantasan beredarnya narkotika dan psikotropika.
Pemberantasan beredarnya narkotika dan psikotropika adalah permasalahan pada semua Negara
yang perlu diberantas dan ditangani dengan kerjasama pada setiap Negara.[1]
Psikotropika terdiri dari 4 golongan :
1. Golongan I adalah jenis psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tercapainya tujuan
ilmu pengetahuan, tidak digunakan untuk terapi dan memiliki potensi yang amat kuat dan
mengakibatkan pengkonsumsi mengidap sindroma ketergantungan, berdasarkan undang-
undang yang mengatur, sekarang golongan ini termasuk dalam Narkotika.
2. Golongan II adalah jenis psikotropika yang memiliki khasiat untuk pengobatan dan bisa
digunakan untuk terapi atau juga bisa untuk tercapainya tujuan ilmu pengetahuan dan bisa
mengakibatkan pengkonsumsi mengidap sindroma ketergantungan, berdasarkan undang-
undang yang mengatur, sekarang golongan ini termasuk dalam Narkotika.
3. Golongan III adalah jenis psikotropika yang memiliki khasiat dalam pengobatan serta banyak
digunakan untuk terapi atau juga bisa untuk tercapainya tujuan ilmu pengetahuan dan bisa
mengakibatkan pengkonsumsi mengidap sindroma ketergantungan. Zat Psikotropika
golongan III terdiri dari 9 macam.
Tabel 1.1
No Nama
1 Amobarbital
2 Buprenorphine
3 Butalbital
4 Cathine / norpseudo-ephedrine
5 Cyclobarbital
6 Flunitrazepam
7 Glutethimide
8 Pentazocine
9 Pentobarbital
2
4. Golongan IV adalah jenis psikotropika yang memiliki khasiat pengobatan dan bisa dikatakan
sangat luas digunakan untuk terapi atau bisa juga untuk tercapainya tujuan ilmu pengetahuan
dan memiliki potensi yang ringan, membuat pemakai mengakami sindroma ketergantungan.
Zat psikotropika golonga IV ini terdiri dari 60 macam.
Tabel 1.2
No Nama No Nama No Nama
1 Allobarbital 21 Fludiazepam 41 Mesokarb
2 Alprazolam 22 Flurazepam 42 Metilfenobarbital
3 Amfepramona 23 Halazepam 43 Metiprilon
4 Aminoreks 24 Haloksazolam 44 Midazolam
5 Barbital 25 Kamazepam 45 Nimetazepam
6 Benzfetamina 26 Ketazolam 46 Nitrazepam
7 Bromazepam 27 Klobazam 47 Nordazepam
8 Brotizolam 28 Kloksazolam 48 Oksazepam
9 Delorazepam 29 Klonazepam 49 Oksazolam
10 Diazepam 30 Klorazepat 50 Pemolina
11 Estazolam 31 Klordiazepoksida 51 Pinazepam
12 Etil Amfetamina 32 Klotiazepam 52 Pipradol
13 Etil Loflazepat 33 Lefetamina 53 Pirovalerona
14 Etinamat 34 Loprazolam 54 Prazepam
15 Etklorvinol 35 Lorazepam 55 Sekbutabarbital
16 Fencamfamina 36 Lormetazepam 56 Temazepam
17 Fendimetrazina 37 Mazindol 57 Triazolam
18 Fenobarbital 38 Medazepam 58 Tetrazepam
19 Fenproporeks 39 Mefenoreks 59 Vinilbital
20 Fentermina 40 Meprobamat 60 Zolpidem
Secara umum, akibat penyalahgunaan psikotropika jika digunakan dalam jangka panjang
atau melebihi dosis yang telah ditentukan maka bisa mengakibatkan ketergantungan. Kecanduan
3
inilah yang bisa membuat gangguan fisik dan psikologis, karena didalam tubuh terjadi kerusakan
pada sistem syaraf pusat (SSP) dan organ-organ tubuh seperti jantung, paruparu, hati dan ginjal.
Akibat dari penyalahgunaan Psikotropika pada pemakai sangat tergantung pada jenis Psikotropika
yang dipakai, kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi pemakai.[4]
Zat-zat yang terdapaat pada psikotropika semestinya digunakan untuk pengobatan dan
penelitian. Akan tetapi karena banyak alasan mulai dari keinginan untuk mencoba-coba, mengikuti
gaya, lambang status sosial, ingin melupakan persoalan, dll, maka narkoba kemudian
disalahgunakan. Penggunaan yang terus-menerus mengkonsumsi dan berkelanjutan bisa
mengakibatkan ketergantungan atau dependensi, biasa disebut dengan kecanduan. Tingkat
penyalahgunaan seperti biasa sebagai berikut:
1) coba-coba
2) senang-senang
3) menggunakan pada saat atau keadaan tertentu
4) penyalah-gunaan
5) ketergantungan.
Jadi bisa disebut penyalahgunaan psikotropika dikarenakan penggunaan psikotropika bukan
untuk tujuan pengobatan, yang bias berakibat timbulnya perubahan fungsi fisik dan psikis serta
menimbulkan ketergantungan tanpa resep dan tanpa pengawasan dokter. Penyalahgunaan
Psikotropika dikalangan remaja / pelajar adalah permasalahan yang kompleks, karena tidak saja
menyangkut pada remaja atau pelajar itu sendiri, tetapi juga melibatkan banyak pihak baik keluarga,
lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah, teman sebaya, tenaga kesehatan, serta aparat hukum,
baik sebagai faktor penyebab, pencetus ataupun yang menanggulangi[5]
Penyalahgunaan psikotropika oleh remaja adalah bentuk dari kenakalan remaja yang akan
menjurus pada kejahatan dibawah pengaruh psikotropika, remaja akan nekat berbuat apa saja, tanpa
merasa dirinya bersalah. Timbulnya kenakalan anak-anak bukan hanya merupakan gangguan
terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat semata-mata, akan tetapi juga merupakan bahaya yang
dapat mengancam masa depan masyarakat suatu bangsa. Anak-anak yang merupakan "a generation
who will one day become our national leader" perlu mendapat pengawasan dan bimbingan kita
semua, agar tidak terjerumus kedalam kenakalan yang bersifat serius.[6]
Pergaulan adalah faktor utama penyalahgunaan Psikotropika di kalangan responden
penelitian, dapat dikatakan bahwa memang dengan kesadarannya sendiri mengkonsumsi Psikotropika
tanpa paksaan. Tam-paknya latar belakang penggunaan Psikotropika di kalangan pelajar remaja lebih
karena ingin mengikuti gaya pergaulan.[6]
Upaya penanggulangan dapat ditempuh dengan tiga elemen pokok, yakni diterapkan hukum
pidana (criminal law application), pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment) dan
mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa
(influencing views of society on crime). Namun, upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar
dapat dibagi dua, yakni :
(1) lewat jalur penal (hukum pidana) yang lebih difokuskan pada sifat represif dan kuratif
(2) lewat jalur non penal (non hukum pidana) preventif dan pre-emptif, yaitu sasaran pokok adalah
menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan, yang berpusat pada kondisi-
kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh
suburkan kejahatan.[6]
4
B. Efek dan Mekanisme
a. Psikotropika Golongan 1
1. Katinon
Katinon merupakan bahan psikotropika yang berasal dari daun muda atau pucuk daun
tanaman khat (Catha edulis). Zat ini dikategorikan sebagai psikotropika golongan 1. Katinon
termasuk zat stimulan sistem saraf pusat dan biasanya dipakai untuk club drug atau party drug.
Katinon ini mampu membuat orang menjadi gembira, meningkatkan detak jantung dan tekanan
darah, serta halusinasi. Katinon dapat membuat seseorang menjadi gembira karena zat ini mampu
merangsang terjadinya kenaikan kadar neurotransmitter dopamin. Setelah mengkonsumsi
katinon, detak jantung dan tekanan darah meningkat karena zat ini juga merangsang terjadinya
kenaikan kadar norepinefrin. Katinon juga mampu meningkatkan kadar serotonin yang dapat
mengakibatkan halusinasi.
Mengkonsumsi katinon bisa menyebabkan jumlah urin meningkat, karena katinon akan
menstimulasi reseptor alpha-adrenergik. Terdapat juga penelitian yang mengatakan bahwa
pemakaian katinon dalam jangka panjang serta jumlah yang banyak oleh laki-laki mampu
menimbulkan efek impoten, penurunan kualitas sperma serta mortilitas sperma.[7]
b. Psikotropika golongan 2
1. Amfetamina
5
Amfetamin yang biasanya disalahgunakan antara lain methaamfetamin, d-amfetamina,
3,4-metilenedioksimetamfetamin, dan 3,4-metilenedioksiamfetamin. Dari beberapa jenis
amfetamin tersebut methaamfetamin adalah amfetamin yang paling berpotensi menyebabkan
kecanduan.
Efek dari konsumsi amfetamin tergantung jumlah dan cara pemberiannya. Efek tersebut
antara lain menyebabkan kerusakan sel yang diakibatkan oleh inaktivasi neurotransmitter
sehingga jumlah oksigen reaktif akan meningkat. Amfetamin mampu menimbulkan level
agresivitas pengguna meningkat karena transporter serotonin rusak. Kerusakan ini ditandai
dengan penurunan densitas transporter serotonin di area nukleus kaudatus, thalamus, putamen,
otak tengah, serebellum, serta korteks sereberal.
Umumnya dampak dari pemakaian amfetamin secara akut adalah mampu mengakibatkan
euforia, naikknya kewaspadaan dan energi, naiknya kepercayaan diri dan libido, serta
peningkatan produktivitas. Penggunaan amfetamin dengan injeksi atau rokok efeknya kan lebih
cepi dibandingkan secara oral atau hirup. Penggunaan amfetamin yang terlalu sering dan dengan
dosis yang tinggi akan mengakibatkan efek toksiknya meningkat dan efek menyenangkannya
semakin berkurang. Ketika penggunaan amfetamin dihentikan akan mengakibatkan berbagai
gejala seperti depresi, disforia, cemas, mudah marah, hipersomnia, sulit konsentrasi, paronia,
kelelahan, akatisia, dan keinginan untuk kembali menggunakan amfetamin yang kuat [8]
2. Fensiklidin
Fensiklidin ialah obat bius yang mampu meredahkan rasa nyeri tetapi bisa mengakibatkan
kecemasan berat. Zat ini biasanya ditaburkan di atas tembakau lalu disuntikan, ditelan, atau
dihisap.
Ketika digunakan dalam dosis rendah fensiklidin akan berguna untuk anestesi. Tetapi
ketika digunakan dalam dosis tinggi fensiklidin akan mengakibatkan konvulsi. Overdosis
fensiklidin mampu menimbulkan halusinasi dengar, hipertemia, dan keracunan serius hingga
koma yang lama[9]
Fensiklidin akan menekan kerja otak sehingga pemakainya akan mengalami kebingungan
dan disorientasi. Pengonsumsian fensiklidin akan meningkatkan produksi air liur serta keringat.
Zat ini mampu meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung, sehingga biasanya akan
mengakibatkan tremor otot. Selain itu fenisiklidin juga mengakibatkan penggunanya suka
berkelahi. Karena fenisiklidin ini mampu meredahkan rasa nyeri maka mereka akan terus
berkelahi walaupun dipukul berkali-kali dengan keras.
3. Metakualon
6
Metakualon ialah jenis obat yang dipakai secara legal sebagai obat penenang dan pereda
rasa nyeri. Tetapi bayak yang menyalahgunakan untuk memabukkan diri. Metakualon ini berefek
pada kecanduan.
4. Zipeprol
Zipeprol digunakan untuk anastesi lokal dan bersifat mukolitik, antikolinergik, serta
antihistamin. Efek dari zipeprol dalam dosis tingi dapat mengakibatkan halusinasi dan kejang-
kejang.
c. Psikotropika golongan 3
1. Amobarbital
Amobarbital ialah obat turunan dari barbiturat yang biasanya digunakan supaya mampu
meredahkan insomnia serta sebagai obat anestesi. Amobarbital ini memiliki efek pada pengguna
seperti kebingungan yang parah, refleks mulai turun bahkan hilang, rasa mengantuk yang sangat
parah, suhu tubuh menurun, pernapasan menjadi lambat, detak jantung menurun, serta kelemahan
yang parah.
2. Pentazosina
Pentazosina merupakan obat yang digunakan untuk meredahkan nyeri sedang-berat untuk
anak-anak (12 tahun) hingga orang dewasa. Pentazosina biasanya dipakai saat dilakukannya operasi
namun banyak yang menyalahgunakan obat ini. Obat ini memiliki efek antara lain megakibatkan rasa
kantuk, pernapasan melambat, dan apabila dikonsumsi ketika hamil dapat mengakibatkan gejala
penarikan sehingga mengancam nyawa bayi sehabis dilahirkan. Penggunaaan pentazosina yang
7
berlebih juga dapat mengakibatkan kecemasan, halusinasi, pusing, detak jantung meningkat, hingga
kejang-kejang.
3. Sekobarbital
Sekobarbital ini digunakan sebagai obat untuk penderita insomnia. Namun banyak yang
menyalahgunakannya. Efek dari sekobarbital diantaranya adalah rasa kantuk, lesu, kepala sakit
dan pusing, halusinasi, berubahnya perilaku seperti depresi bahkan keinginan bunuh diri, merasa
bingung serta gelisah, adanya memori yang hilang.
4. Metilfenidat
Metilfenidat ialah obat stimulan untuk sistem saraf pusat. Zat kimia dalam otak dapat
dipengaruhi oleh obat ini dan mampu mengakibatkan impuls kontrol dan impuls hiperaktif.
Metilfenidat biasanya digunakan untuk mengobati anak dengan gangguan ppemusatan perhatian
atau hiperaktivitas (GPPH)[10]. Metilfenidat sering disalahgunakan. Efek dari penyalahgunaan
metilfenidat mampu mengakibatkan halusinasi, kecemasan yang meningkat, berubahnya warna
jari kaki dan tangan, dada sesak serta kesulitan bernapas, dan ereksi penis dalam jangka waktu
yang lama.
8
d. Psikotropika golongan IV
1. Mazindol
Mazindol ialah obat stimulant yang dipakai untuk menangani obesitas. Namun, obat ini
sering disalahgunakan. Adapun efek penyalahgunaan obat ini diantaranya adalah halusinasi,
tekanan darah meningkat, kesulitan bernapas, tidak teraturnya detak jantung.
2. Lorazepam
Lorazepam ialah obat stimulant yang dipakai untuk menangani kecemasan. Obat ini dapat
menciptakan efek menenangkan. Lorazepam biasanya dipakai sebagai obat penenang sebelum
operasi maupun kemoterapi. Lorazepam juga bisa dipakai untuk mengatasi insomnia. Namun,
obat ini sering disalahgunakan dan menyebabkan beberapa efek yang merugikan. Efek-efek
tersebut diantaranya adalah halusinasi, tekanan darah rendah, pusing, kelelahan, kejang, mudah
tersinggung, serta kesulitan bernapas.
3. Fentermina
9
Gambar 2.10. Fentermina
Sumber : www.bestsellers.co
Fentermina ialah obat stimulant yang dipakai untuk mengurangi nafsu makan. Tetapi obat
ini sering disalahgunakan sehingga menimbulkan efek yang negatif. Efek negatif tersebut ialah
menyebabkan halusinasi, rasa senang yang memuncak, kelelahan, dan perubahan libido.
4. Diazepam
Diazepam ialah obat stimulant yang dipakai untuk mengurangi kecemasan dan obat
penenang ketika akan melakukan operasi. Efek penyalahgunaan obat ini antara lain rasa kantuk
yang berlebih, pusing, mual, halusinasi, tidak takut bahaya, hiperaktivitas, dan nafas menjadi
pendek.
12
dapat terlihat pada fisik, psikis maupun sosial seseorang. Sehingga dapat dijelaskan dampak
penyalahgunaan psikotropika ada beberapa yaitu :
1) Dampak fisik yang ditimbulkan akibat psikotropika.
a. Adanya sering mual dan muntah, sakit kepala, adanya pengecilan hati dan sulit tidur.
b. Dermatologis seperti alergi.
c. Adanya gangguan pada jantung sera pembuluh darah seperti gangguan peredaran darah.
d. Adanya gangguan pada kesehatan reproduksi seperti penurunan fungsi hormon.
e. Adanya gangguan pada paru paru seperti pengerasan jaringan paru paru, penekanan fungsi
pernapasan dan kesukaran bernafas.
f. Gangguan pada syaraf seperti kerusakan saraf tepi, halusinasi dan kejang kejang.
g. Bagi pengguna psikotropika melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik
secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang
hingga saat ini belum ada obatnya.
h. Penyalahgunaan psikotropika bisa berakibat fatal ketika terjadi over dosis yaitu konsumsi
psikotropika melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis bisa
menyebabkan kematian.
2) Dampak Psikis yang dapat ditimbulkan.
a. Akan menimbulkan sikap yang brutal
b. Menimbulkan perasaan kesal, tertekan dan sulit berkonsentrasi
c. Ingin merasa bunuh diri karena merasa tidak aman dan cenderung menyakiti diri sendiri
d. Merasa penuh curiga, apatis, akan hilang rasa kepercayaan diri, dan sering menghayal
e. Gelisah, sering tersinggung, lamban kerja dan ceroboh kerja
3) Dampak Sosial yang ditimbulkan
a. Masa depan akan menjadi suram karena pendidikannya menjadi terganggu
b. Akan merepotkan keluarga dan menjadi beban keluarga
c. Menjadi dikucilkan oleh lingkungan dan menjadi gangguan mental.[15]
Contoh kasus yang baru saja terjadi pada tahun 2017 yakni adanya penyalahgunaan
psikotropika yang dilakukan olah salah satu kalangan artis terkenal. Artis tersebut bernama Tora
Sudiro. Tora sudiro telah terbukti menggunakan obat Dumolid tanpa resep dokter. Di rumahnya ia
memiliki sekitar 30 Dumolid. Dumolid merupakan obat yang berfungsi untuk mengatasi gangguan
tidur. Namun, Dumolid termasuk ke dalam obat psikotropika, sehingga tidak bisa dibeli sembarangan
seperti obat biasa pada umumnya. Selama ini Dumolid hanya dikenal oleh kalangan tertentu saja.
Atas kejadian inilah maka berdampak positif maupun negative bagi Tora sendiri maupun
lingkungannya. Dampak positifnya yaitu masyarakat menjadi tahu bahwa ada obat yang tidak bisa
dikonsumsi sembarangan dan dapat diberi hukuman pidana jika disalahgunakan. Sedangkan dari
dampak negatifnya, yakni semakin besar potensi penyalahgunaan psikotropika oleh masyarakat yang
sudah tahu kegunaan psikotropika. Memang sudah keputusan dari BNN jika terdapat seesorang yang
sedang ataupun menyimpan psikotropika dan diduga menyalahgunakannya maka akan ditangkap.
Tindakan yan dilakukan yakni bukan untuk member hukuman namun akan dilakukan rehabilitasi
sampai pengguna dinayatakan tidak memiliki kecanduan lagi.
Tentu saja dengan adanya kasus ini maka nama baik dari artis Tora Sudiro menjadi tercemar
apalagi dalam kaitannya menjadi artis dimana kebanyakan orang pasti akan mengikuti apa yan
dilakukan artisnya. Sehinga dikahwatirkan para remaja akan mengikuti apa yang Tora lakukan. Selain
itu, hubungan dengan keluarga dan rekan kerja kan menjadi lebih renggan dikarenakan masalah ini.
13
Jika dijelaskan dampak negatif penyalahgunaan psikotropika yakni ada beberapa hal yaitu
dapat menimbulkan kematian hal ini karena adanya gangguan syaraf dan yang mengakibatkan rasa
ketergantungan, kemudian akan merasakan depresi serta takut yang berlebihan, ada gangguan
pernapasan, rasa lelah dan ketenangan.
Ciri ciri dari seseorang yang menyalahgunakan psikotropika yakni ada tubuhnya tidak
memiliki tenaga dan merasa lemas, tubuhnya kurus serta pucat, rambut dan giginya rontok, serta
teriak teriak dan menggigil.
Berikut ini gambar orang yang memakai zat psikotropika dan mengakibatkan adanya
perubahan wajah seperti pada gambar.
Setelah mengetahu dampak dari penyalahgunaan psikotropika ini maka ada tindakan yang
harus bisa dilakukan yakni dapat berupa pencegahan dan mengatasi. Untuk tindakan pencegahan ini
dapat dilakukan dengan cara mengadakan usaha usaha dan tindakan untuk mencegah jangan sampai
terjadi perbuatan perbuatan anti sosial oleh anak anak dengan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
kebutuhan pokok anak itu, misalnya seperti makan, cinta kasih orang tua. Keikutsertaan masyarakat
untuk ikut andil dalam organisasi masyarakat dalam usaha menyelenggarakan kegiatan kegiatan olah
raga, kesenian, rekreasi dan lain sebagainya, mengadakan perlombaan ditempat dimana anak anak
berkumpul, ramai perjudian, tempat tempat penjualan minuman keras dan lain sebagainnya.
Sedangkan untuk tindakan pengobatan ini dapat dilakukan dengan cara Pencegahan
kriminalitas melalui perbaikan lingkungan yaitu pencegahan sistem respon yang tepat, misalnya
adanya tindakan penanganan yang cepat dan tepat dari pihak berwajib apabila mendapat laporan
mengenai tindakan tindakan kriminal.
1) Sistem pengambilan data dan penggunaan data dengan komputer.
2) Sistem komunikasi yang modern
3) Sistem pengusutan atau penangkapan yang baik
a. Pencegahan kriminalitas melalui perbaikan perilaku.
1) Penggunaan kriminalitas yang telah dilakukan sebagai dasar atau analisa lebih lanjut
menggunakan kriminalitas tawuran, pencurian dan lain-lain yang telah dilakukan untuk
memberi sebab akibat terjadinya kriminalitas.14
2) Penelitian lingkungan atau perilaku dalam pengawasan tindakan perilaku kriminal yang
belum saat ini, misalnya melakukan penelitian cara cara efesien dan yang efektif
pengawasan kriminal dan perbaikan lingkungan para pelaku pelaku criminal.[11]
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan itu maka dapat disimpulkan jika dampak
penyalahgunaan psikotropika akan membuat seseorang itu menjadi ketergantungan sehingga dapat
14
mengganggunya serta mempengaruhi kesehatan, sosial serta akan membuat kehidupannya menjadi
tidak terarah
16
Ekspor Obat Tradisional, Kosmetik, Produk Komplemen/Suplemen Makanan, Narkotika,
Psikotropika, Perkusor, Pembekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) dan Makanan,
Tanggal 24 April 2006.
k. Surat Edaran Ketua Mahkama Agung Republik Indonesia Nomor: 07 Tahun 2009 tentang
Menempatkan Pemakai Narkoba ke dalam Terapi dan Rehabilitasi.
Ketentuan pidana dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika sudah
tidak ampuh lagi untuk mengatasi peredaran gelap dan penyalahgunaann psikotropika di Indonesia.
Sanksi pidana dalam undangundang tersebut tidak lagi memberikan efek jera terhadap para pelaku
tindak pidana psikotropika di Indonesia. Kehadiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika yang didalamnya memuat tentang jenis psikotropika golongan I dan jenis psikotropika
golongan II yang dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang Psikotropika,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.[17]
17
Amfetamin tersedia dalam bentuk tablet 5 mg dan tablet 10 mg. Dosis untuk setiap usia,
gender berbeda-beda. Penggunaan amfetamin sebaiknya ikuti resep dari dokter. Amfetamin bisa
dikonsumsi sebelum atau sesudah makan. Tidak disarankan untuk mengkonsumsi amfetamin secara
berlebihan.
Psikotropika golongan III mampu memberikan ketergantungan sedang. Langkah bijak yang
dapat dilakukan untuk psikotropika golongan III ini yaitu menganalisis kandungan-kandungan yang
terdapat pada psikotropika jenis ini, biasanya psikotropika golongan III ini digunakan sebagai tujuan
ilmu pengetahuan (penelitian) dan pengobatan karena memiliki khasiat tertentu. Selain itu langkah
bijak yang perlu diperhatikan adalah penggunaan dosis dari setiap jenis dari psikotropika ini. Hal ini
dikarenakan jika dosis yang digunakan melebihi batas maka tentu saja akan menimbulkan efek negatif
bagi tubuh [18]. Berikut adalah contoh pola dan langkah bijak yang dapat dilakukan pada jenis
psikotropika golongan III:
Obat amobarbital tersedia dalam bentuk tablet maupun dalam bentuk cair. Jika dalam bentuk
tablet, maka amobarbital langsung dikonsumsi lewat mulut. Akan tetapi jika amobarbital dalam
bentuk cair, maka amorbabital digunakan dengan cara menyuntikkan kedalam tubuh. Penggunaan
amorbabital untuk dewasa (insomnia) adalah 65-200 mg. Sedangkan untuk orang dewasa (induksi
penenang preanestesi) adalah 30-50 mg. Sedangkan untuk dosis anak-anak adalah 65-500 mg[19].
Selanjutnya penggunaan yang benar untuk buprenorfin ini yaitu 2-4 mg/hari. Penggunaan buprenorfin
secara berlebih (overdosis) tidak dapat menimbulkan eferk yang serius.
18
Gambar 4.4. Pentobarbital
Sumber: https://cheminovavet.com
Pentobarbital tersedia dalam bentuk cair dan tablet. Penggunaan obat ini juga harus
didampingi leh perawat. Cara menggunakan pentobarbital yaitu disuntikkan ke dalam otot atau vena.
Saat proses penyuntikkan pentobarbital kedalam tubuh, hendaknya perlahan-lahan. Selain itu,
gunakan jarum suntik satu kali pakai. Dosis pemakaiaam pentobarbital untuk orang dewasa penderita
insomnia dan orang dewasa normal yaitu 120 mg sampai 200 mg. Sedangkan untuk anak-anak yaitu
4 mg/kg [20].
Pentazocine tersedia dalam bentuk tablet. Cara penggunaannya yaitu dikonsumsi setiap 3-4
jam sekali. Untuk orang dewasa penggunaan dosis yang tepat yaitu 30 mg yang pengkonsumsiannya
diulang 3-4 jam sekali. Pada orang dewasa dosis penggunaan pentazocine yaitu 360 mg/hari.
Kemudian dosis untuk anak-anak yaitu 0.5 mg/kg [21].
Psikotropika golongan IV memberikan ketergantungan rendah. Langkah bijak yang dapat
dilakukan untuk psikotropika golongan IV ini yaitu menganalisis kandungan-kandungan yang
terdapat pada psikotropika jenis ini, biasanya psikotropika golongan IV ini digunakan secara luas
dalam penelitian maupun dalam pengetahuan. Selain itu langkah bijak yang perlu diperhatikan adalah
penggunaan dosis dari setiap jenis dari psikotropika ini. Hal ini dikarenakan jika dosis yang
digunakan melebihi batas maka tentu saja akan menimbulkan efek negatif bagi tubuh [18]. Berikut
adalah contoh pola dan langkah bijak yang dapat dilakukan pada jenis psikotropika golongan IV:
19
Gambar 4.6. Amfepramone
Sumber: https://cheappharmacy-online.com
Fludiazepam tersedia dalam bentuk tablet 0.25 mg. Pada orang dewasa dosis yang tepat yaitu
0.75 mg/hari. Sedangkan dosis untuk anak-anak masih belum bisa diperkirakan. Untuk pemberian
obat fludiazepam pada anak-anak hendaknya konsultasikan terlebih dahulu pada dokter. Agar anak
tidak mengalami overdosis.
20
Clorazepate tersedia dalam bentuk tablet 3,75 mg, 7,5 mg, dan 15 mg.. Penggunaan dari obat
ini hendaknya mengikuti arahan dari dokter. Jika penggunaan dari clorazepate berlangsung dalam
waktu jangka panjang, maka untuk pemberhentian dari obat ini haruslah dikonsultasikan kepada
dokter terlebih dahulu. Clorozepate memiliki dosis beranekaragam yaitu untuk dosis irang dewasa
dengan tujuan mengilangkan rasa gelisah digunakan sebanyak 15 mg sehari sekali dan diminum pada
waktu akan tidur. Kemudian dosis untuk orang dewasa dengan tujuan menghilangkan dan mengatasi
ketergantungan alkohol yaitu pada hari pertama minum sebanyak 30 mg, pada hari kedua minum
sebanyak 45 mg sampai 90 mg. Pada hari ketiga diminum sebanyak 22.5 mg sampai 45 mg. Pada hari
ke empat sampai hari seterusnya diminum sebanyak 15 sampai 30 mg. Pada orang dewasa untuk
mengatasi ketergantungan alkohol ini cara meminumnya harus dipisah. Artinya dalam satu hari tidak
boleh langsung mengkonsumsi clorazepate satu kali minum. Pengkonsumsian harus bertahap dari
pagi sampai malam, dengan takaran dosis yang pas. Kemudian pada orang dewasa untuk mengatasi
kejang, dosis yang pas aitu diminum tiga kali sehari dengan dosisnya adalah 7.5 mg. Sedangkan untuk
dosis pada anak-anak diatas 13 tahun yaitu diminum tiga kali sehari dengan dosis 7.5 mg dan untuk
anak dibawah usia 23 tahun yaitu diminum dua kali sehari dengan dosis 7.5 mg [23].
Brotizolam tersedia dalam bentuk tablet 0.25 mg. Sebaiknya penggunaan brotizolam
menggunakan instruksi serta resep dari dokter. Dosis yang tepat untuk orang dewasa yaitu 0.25 mg
yang diminum sebelum tidur. Pengkonsumsian brotizolam ini sampai dengan dua minggu. Kemudian
untuk konsumsian bagi lanjut usia yaitu 0.125 mg yang diminum sebelum tidur juga. Pengkonsumsian
brotizolam sama seperti orang dewasa yaitu selama dua minggu. Dosis maksimal untuk brotizolam
ini yaitu 0.50 mg perhari. Kemudian untuk dosis bagi anak-anak masih belum bisa diperkirakan,
karena brotizolam ini bisa saja berbahaya bagi anak-anak dan dapat mengganggu kesehatan anak-
anak [24].
21
Sumber: http://vidadose.com
Diazepam tersedia dalam bentuk tablet. Pada orang dewasa dengan tujuan untuk mengatasi
kecemasan yaitu dosis yang digunakan sebanyal 2 mg yang dikonsumsi sebanyak 3 klai sehari.
Kemudian untuk orang dewasa untuk mengatasi penggunaan alkohol yaitu memiliki dosis sebanyak
5 mg sampai 20 mg. Kemudian dosis pada orang dewasa untuk mengatasi kejang-kejang (otot atau
yang lainnya) yaitu sebanyak 5 mg sampai 10 mg yang dapat diminum dengan selang waktu 10
sampai 15 menit. Pada orang dewasa memiliki batas penggunaan oat diazepam perhari yaitu sebesar
30 mg. Kemudian dosis pada anak-anak untuk menghilangkan rasa kejang pada usia 2 sampai 5 tahun
dapat diberikan dosis sebanyak 0.1 sampai 0.5 mg/kg yang dapat diminum dengan selang waktu dua
sampai lima menit. Kemudian pada anak diatas usia 5 tahun memiliki dosis 1 mg/kg, juga dapat
diulangi dalam waktu 2-5 menit. Pada anak dosis obat ini maksimal perharinya mengkonsumsi
sebanyak 5 mg sampai 10 mg. Selanjutnya dosis untuk menghilangkan rasa kecemasan pada anak
dapat menggunakan suntikan dengan dosis 0.04 mg sampai 0.3 mg per harinya. Dengan maksimal
pemberian diazepam ini yaitu 0.6 mg/kg dalam waktu 8 jam.[25]
22
RANGKUMAN
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika merupakan obat/zat yang bisa
mengakibatkan turunnnya aktivitas otak atau merangsang adanya susunan syaraf sekaligus
mengakibatkan kelainan tingkah laku, disertai adanya pikiran berhalusinasi (mengkhayal), terjadi
gangguan dalam berpikir, berilusi, berubahnya alam perasaan dan mengakibatkan adanya efek
ketergantungan dan merangsang bagi yang mengkonsumsinya.
Langkah bijak dalam menggunakan psikotropika tergantung pada jenis golongan psikotropika
itu sendiri. Psikotropika golongan I tidak boleh digunakan dan hanya digunakan sebagai ilmu
pengetahuan saja. Psikotropika golongan II juga digunakan sebagai ilmu pengetahuan dan bisa
digunakan sebagai pengobatan, akan tetapi dalam proses pengobatan harus dengan sarab dokter.
Psikotropika golongan III juga dapat dikonsumsi, pengonsumsian psikotropika pada golongan III ini
berbagai macam, sehingga harus dilihat petunjuk pemakaian terlebih dahulu. Psikotropika golongan
IV memiliki ketergantungan rendah. Sehingga sebagian psikotropika jenis ini aman dikonsumsi bagi
masyarakat. Walaupun psikotropika golongan IV ini memiliki ketergantungan rendah,
pengonsumsian juga harus diperhatian. Setiap jenis psikotropika memiliki takaran dosis yang
berbeda. Tidak baik jika pengonsumsian psikotropika sampai overdosis, karena dapat menyebabkan
dampak negatif bagi tubuh.
Efek dari penyalahgunaan psikotropika tergantung dari golongan psikotropika tersebut serta
jumlah psikotropika yang dikonsumsi. Namun, umumnya psikotropika mampu menimbulkan efek
halusinasi, euphoria, kelainan prilaku, serta efek stimulasi (merangsang) bagi konsumennya
Ketentuan pidana dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika sudah
tidak ampuh lagi untuk mengatasi peredaran gelap dan penyalahgunaann psikotropika di Indonesia.
Sanksi pidana dalam undangundang tersebut tidak lagi memberikan efek jera terhadap para pelaku
tindak pidana psikotropika di Indonesia. Kehadiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika yang didalamnya memuat tentang jenis psikotropika golongan I dan jenis psikotropika
golongan II yang dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang Psikotropika,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
Penyalahgunaan psikotropika adalah suatu sikap atau perbuatan yang bisa merugikan diri
sendiri maupun orang lain terkait dengan obat obatan yang tidak seharusnya dikonsumsi. Bentuk
bentuk dari penyalahgunaan psikotropika yakni adalah Psikotropika apabila disalahgunakan secara
proporsional artinya sesuai menurut asas pemanfaatan, baik untuk kesehatan maupun untuk
kepentingan ilmu pengetahuan, maka hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai tindak pidana
psikotropika. Akan tetapi apabila digunakan untuk maksud maksud tertentu lain dari itu, maka
perbuatan itu dapat dikatagorikan sebagai perbuatan yang jelas sebagai perbuatan pidana atau
penyalahgunaan psikotropika berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1997. Bentuk tindak pidana
yang umum dikenal antara lain penyalahgunaan melebihi dosis, pengedaran psikotropika dan jual beli
psikotropika. Dampak penyalahgunaan psikotropika akan membuat seseorang itu menjadi
ketergantungan sehingga dapat mengganggunya serta mempengaruhi kesehatan, sosial, mental serta
akan membuat kehidupannya menjadi tidak terarah
23
DAFTAR PUSTAKA
[1] G.F. Shadiq, “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Narkotika New Psychoactive
Subtances Berdasarkan Undang undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.” Wawasan
Yuridika. 1 (1) : 35-53, 2017.
[2] J.T. Lumenta, Wullur, Adeanne C. Yamlean, Paulina V.Y. “Evaluasi Penyimpanan Dan Distribusi
Obat Psikotropika Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado.” Pharmacon
Jurnal Ilmiah Farmasi. 4 (4) : 2302-2493, 2015
[3] Muhammad, A. “Hukum dan Penelitian Hukum”. Bandung : Citra Aditya Bakti. 2004
[4] Wresniwiro, M. “Narkotika, Psikotropika dan Obat Berbahaya.” Jakarta, Yayasan Mitra
Bintibmas. 1999
[5] Ariwibowo, Ahmad. “Tinjauan Kriminologis Terhadap Penyalah Gunaan Psikotropika Dan
Penanggulangannnya Di Kalangan Remaja Di Jambi.” Jurnal law reform. 6(2) : 12499. 2011.
[6] Wirawan Sarwono, Sarlito, “Psikologi Remaja”, Jakarta: Raja Grafindo Persada.2002
[8] Triswara, R. dkk. “Gangguan Fungsi Kognitif Akibat Penyalahgunaan Amfetamin.”. Majority,
7(1): 49-53. 2017
[9] Tjay, Tan Hoan & Rahardja Kirana. “Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek
Sampingnya”. Jakarta: Gramedia. 2015
[10] T. Wiguna. “Dampak Metilfenidat Kerja Panjang 20 mg terhadap Pola Perbaikan Gejala Klinis
pada Anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas (GPPH).” Sari Pediatri, 1(2):
142-148. 2009
[11] Abdillah, Purwagil. “Aspek Mudarat Terhadap Penggunaan Psikotropika Oleh Anak di Kota
Makasar” [skripsi].Makasar (ID):UIN Alauddin Makasar. 2017.
[13] Nur’artavia,Maydiya Restacendi. “Karakteristik Pelajar Penyalahguna Napza Dan Jenis Napza
Yang Digunakan Di Kota Surabaya.”. The Indonesian Journal of Public Health,12(1),27-38.
2017
[14] A,Johannesen. “Prescribers Of Psychotropic Drugs Experiences And Reflections On Use And
Misuse Of Alcohol And Psychotropic Drugs Among Older People.Quality In Primary
Care”,23(3),134-140. 2015.
[15] UNDCP. “The Social Impact Of Drug Abuse.Copenhagen” :Social Development. 1995.
[16] R. G. Frank, R. M. Conti, and H. H. Goldman, “Mental health policy and psychotropic drugs,”
Milbank Q., vol. 83, no. 2, pp. 271–298, 2005, doi: 10.1111/j.1468-0009.2005.00347.x.
24
[17] R. C. Mose, “Pengaturan Tentang Sanksi Pidana dalam Tindak Pidana Psikotropika di
Indonesia,” Lex Crim., vol. IV, no. 3, pp. 75–82, 2015.
[18] Soetrisno & Riyanto, Slamet. “Hubungan Pembelajaran Kesehatan Reproduksi Remaja dengan
Pengetahuan tentang NAPZA Siswa SMU di Surakarta.”. Jurnal Kesehatan Reproduksi. 1 (3):
196-202. 2014.
[19] Curot, J., et al. “Bilateral Wada Test: Amorbabital or Propofol”. Seizure. 1 (4): 122-128. 2013
[20] Setyawan, A. R. “Psikotropika dan Bahaya Psikotropika”. Jakarta: Erlangga. 2009
[21] Afandi. “Zat Adiktif dan Zat Aditif”. Jakarta: PT. Gramedia. 2015
25