DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD ILHAMSYAH (1810103040)
SINAM BELLA MARETA PUTRI (1810103063)
VIYA PERMATA SARI (1810103075)
ANJELI DERIYANTI (1820103089)
AYU APRILIA (1820103092)
FITRIYANTI (1820103101)
IRGIAN ADAM TANTRA (1820103108)
MAHENDRA SAPUTRA (1820103116)
DOSEN PENGAMPU :
YAWARDIMAN, S.Ag., M.H.
Puja puji syukur atas ke hadirat Allah SWT pencipta segala alam semesta
beserta isinya. Karena atas segala Rahmat, Taufik, dan Hidayah-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
karena atas perjuangan beliaulah kita dapat merasakan nikmatnya islam hingga
akhir zaman kelak. Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas
makalah Viktimologi dengan judul “TINDAK PIDANA NARKOTIKA”
Kami menyampaikan terima kasih kepada Dosen mata kuliah Hukum
Pidana Khusus, Bapak Yawardiman, S.Ag., M.H. yang telah membimbing kami
dalam penulisan makalah ini dapat terselesaikan.
Dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, kami
berharap para pembaca agar dapat memakluminya. Karena kesempurnaan itu
hanya milik Allah SWT dan manusia pasti mempunyai kesalahan dan kekurangan
tersendiri. Oleh karena itu diharapkan bagi para pembaca dan pemerhati
pendidikan dimohon untuk memberikan kritik dan sarannya kepada kami demi
kesempuranaan makalah ini.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..ii
PENDAHULUAN……………………………………………………………….1
A. Latar Belakang…………………………………………………………...1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………..2
C. Tujuan…………………………………………………………………….2
PEMBAHASAN………………………………………………………………….3
A. Pengertian………………………………………………………………...3
1. Narkotika………………………………………………………….3
2. Psikotropika……………………………………………………….4
B. Akibat dari Narkotika dan Psikotropika…………………………………..4
C. Jenis-Jenis Narkotika………………….…………………………………..6
D. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Narkotika……………..…………………16
E. Sanksi-Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Narkotika………….…..17
PENUTUP………………………………………………………………………..20
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Muhammad Yamin, Tindak Pidana Khusus, cet-1 Bandung: Pustaka Setia, 2012, hal. 163
1
(Iran, Afganistan, dan Pakistan) yang merupakan daerah penghasil opium terbesar
di dunia, menjadikan Indonesia sebagai lalu lintas gelap Narkoba.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Psikotropika dan Narkotika?
2. Jelaskan Akibat dari Psikotropika dan Narkotika?
3. Jelaskan Jenis-jenis Narkotika?
4. Jelaskan Bentuk-bentuk tindak pidana Narkotika?
5. Jelaskan Sanksi-Sanksi pidana terhadap tindak pidana Narkotika
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui definisi Psikotropika dan Narkotika
2. Untuk mengetahui Akibat dari Psikotropika dan Narkotika
3. Untuk mengetahui Jenis-jenis Narkotika
4. Untuk mengetahui Bentuk-bentuk tindak pidana Narkotika
5. Untuk mengetahui Sanksi-Sanksi pidana terhadap tindak pidana Narkotika
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Narkotika
Narkotika adalah zat yang dapat menimbulkan pengaruh tertentu bagi
mereka yang menggunakannya dengan cara memasukkan obat tersebut ke dalam
tubuhnya, pengaruh tersebut berupa pembiasan, hilangnya rasa sakit rangsangan,
semangat dan halusinasi. Dengan timbulnya efek halusinasi inilah yang
menyebabkan kelompok masyarakat terutama di kalangan remaja ingin
menggunakan Narkotika meskipun tidak menderita apa-apa. Hal inilah yang
mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan Narkotika (obat). Bahaya bila
menggunakan Narkotika bila tidak sesuai dengan peraturan adalah adanya
adiksi/ketergantungan obat (ketagihan). Narkotika, sebgaimana bunyi pasal 1 UU
No.22/1997 didefinisikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik buatan atau semi buatan yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, mengurangi sampai menimbulkan nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan.2
Adiksi adalah suatu kelainan obat yang bersifat kronik/periodik sehingga
penderita kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menimbulkan kerugian
terhadap dirinya dan masyarakat. Orang-orang yang sudah terlibat pada
penyalahgunaan Narkotika pada mulanya masih dalam ukuran (dosis) yang
normal. Lama-lama pengguna obat menjadi kebiasaan, setelah biasa
menggunakan mar kemudian untuk menimbulkan efek yang sama diperlukan
dosis yang lebih tinggi (toleransi). Setelah fase toleransi ini berakhir menjadi
ketergantungan, merasa tidak dapat hidup tanpa Narkotika.
2
Buku Advokad Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Petugas Lapas Dan Rutan, Hlm1,
diambil dari situs resmi BNN
3
2. Psikotropika
Adalah obat keras bukan narkotika, digunakan dalam dunia pengobatan
sesuai Permenkes RI No. 124/Menkes/Per/II/93, namun dapat menimbulkan
ketergantungan psikis fisik jika dipakai tanpa pengawasan akan sangat merugikan
karena efeknya sangat berbahaya seperti narkotika. Psikotropika merupakan
pengganti narkotika, karena narkotika mahal harganya.
Sementara Psikotropika, menurut UU No. 5/ 1997 pasal 1, didefinisikan
psikotropika sebagai “zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku”.
Bahan adiktif lainnya adalah “zat atau bahan lain bukan narkotika dan
psikotropika yang berpengaruh pada kerja otak dan dapat menimbulkan
ketergantungan. 3
Penggunaannya biasa dicampur dengan air mineral atau alkohol sehingga
efeknya seperti narkotika.
a. Penenang (anti cemas) : bekerja mengendorkan atau mengurangi aktifitas
susunan syaraf pusat. Contoh : Pil Rohypnol, Mogadon, Valium, Mandrax (Mx).
b. Stimulant : bekerja mengaktifkan susunan syaraf pusat. Contoh : Amphetamine
(Sabu-sabu), MDMA (Ekstasi), MDA (Inex).
c. Hallusinogen : bekerja menimbulkan rasa halusinasi/khayalan. Contoh Lysergic
Acid Diethylamide (LSD), Psylocibine.
3
Ibid.,
4
kognitif (alam pikiran), afektif (alam perasaan, mood, atau emosi), psikomotor
(perilaku), dan aspek sosial. 4
4
Ain Tanjung, Pahami Kejahatan Narkoba, Jakarta: Lembaga Terpadu Pemasyarakatan Anti
Narkoba, 2004.
5
3) Perilaku menyimpang anak (berbohong, mencuri, tidak tertib,
hidup bebas) dan menjadi aib keluarga
4) sekolah atau menganggur karena dikeluarkan dari sekolah atau
pekerjaan, sehingga merusak kehidupan keluarga, dan
kesulitakeuangan.
5) tua menjadi putus asa karena pengeluaran uang meningkat untuk
biaya pengobatan dan rehabilitasi.
b. Sekolah
1) Merusak disiplin dan motivasi belajar.
2) tindak kenakalan, membolos, dan tawuran pelajar.
3) peningkatan penyalahgunaan di antara sesama teman sebaya.
c. Lingkungan Masyarakat
1) Tercipta pasar gelap antara pengedar dan bandar yang mencari
penggunanya.
2) atau bandar menggunakan perantara remaja atau siswa yang telah
menjadi ketergantungan.
3) kejahatan di masyarakat, seperti perampokan, pencurian,dan
pembunuhan yang membuat masyarakat menjadi resah.
6
b. Kokain
Efek dari penggunaan kokain dapat menyebabkan paranoid, halusinasi
serta berkurang rasa percaya diri. Pemakaian obat ini akan merusak
saraf di otak. Selain memperburuk sistem pernafasan, penggunaan
yang berlebihan sangat membahayakan dan bisa membawa kematian.
c. Ganja
Ganja yang dikenal juga dengan nama cannabis sativa pada mulanya
banyak digunakan sebagai obat relaksan untuk mengatasi intoksikasi
(keracunan ringan).Bahan yang digunakan dapat berupa daun, batang
dan biji, namun kemudian di salah gunakan pemakaiannya. Ganja
dapat membuat ketagihan secara mental dan berfikir menjadi
lambandan pecandunya nampak bodoh karena zat tersebut dapat
mempengaruhi konsentrasi dan ingatan serta kemampuan berfikir
menjadi menurun.
2. Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir
dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contohnya adalah :
a. Morfin
Morfin merupakan turunan opium yang dibuat dari hasil pencampuran
getah poppy (papaver sormary ferum) dengan bahan kimia lain,
sifatnya jadi semisintetik. Morfin merupakan zat aktif dari opium. Di
dalam dunia kedokteran, zat ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit
pada waktu dilakukannya pembedahan atau operasi. Ketika pecah
perang saudara di Amerika Serikat pada tahun 1856, zat ini digunakan
untuk yang luka, yang mengurangi rasa sakit. Akan tetapi efeknya
yang negatif maka penggunanya diganti dengan obat-obatan sintetik
lainnya.
3. Golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
7
dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah :
a. Kodein
Kodein adalah sejenis obat yang digunakan untuk mengobati nyeri
sedang hingga berat. Efek sampingnya dapat mengecam jiwa, seperti
halnya senyawa opiatlainnya adalah depresi saluran pernapasan.
1. Narkotika Golongan I
2. Narkotika Golongan II
3. Narkotika Glongan III
Narkotika Golongan I
Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
8
11. Asertofina.
12. Acetil-alfa-metilfentanil
13. Alfa-metilfentanil.
14. Alfa-metiltiofentanil.
15. Beta-hidroksifentanil.
16. Beta-hidroksi-3-metilfentanil.
17. Desmorfina.
18. Etorfina.
19. Heroina.
20. Ketobemidona.
21. 3-metifentanil.
22. 3-metitiofentanil.
23. MPPP (1-metil-4-fenil-4-piperidinol propianat (ester)).
24. Para-fluorofentanil.
25. PEPAP (1-fenetil-4-fenil-4-piperidinolasetat (ester)).
26. Tiofentanil.
27. Brolamfetamina (DOB).
28. DET (3-(2-(dietilamino) etil) indol).
29. DMA ((+)-2, 5-dimetoksi-a-metilfenetilamin)a.
30. DMHP (3-(1, 2-dimetilheptil-7. 8, 9, 10- tetrahydro-6,6,9-trimetil-6H-
dibenzo (b, d)piran-1-ol).
31. DMT (3-(2-(dimetilamino)etil) indol).
32. DOET ((±)-4-etil-2,5-dimetoksi-a-metilfenetilamina.
33. Etisiklidina (PCE)
34. Etriptamina.
35. Katinona
36. (+)-Lisergida (LSD, LSD-25)
37. MDMA ((±)-N, a-dimetil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina)
38. Meskalina.
39. Metkatinona.
40. 4-metilaminoreks.
9
41. MMDA (5-metoksi-a-metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina).
42. N-etil MDA.
43. N-Hidroksi MDA
44. Paraheksil.
45. PMA (p-metoksi-a-metilfenetilamina).
46. Psilonina, psilotin.
47. Psilosibina.
48. Rolisiklidina (PHP, PCPY).
49. STP, DOM.
50. Tenamfetamina (MDA).
51. Tenosiklidina (TCP).
52. TMA (trimetiksi-a-metilfetamina).
53. Amfetamina.
54. Deksamfetamina.
55. Fenetilina.
56. Fenmetrazina.
57. Fensiklidina (PCP).
58. Levamfetamina.
59. Levometamfetamina.
60. Meklokualon.
61. Metamfetamina.
62. Metakualon.
63. Zipeprol.
64. Opium obat.
65. Campuran atau sediaan opium obat dengan bahan lain bukan narkotika.
Narkotika Golongan II
10
Daftar Narkotika Golongan II berdasarkan Lampiran I Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tntang Narkotika
1. Alfasetilmetadol.
2. Alfameprodina.
3. Alfametadol.
4. Alfaprodina.
5. Alfentanil.
6. Allilprodina.
7. Anileridina.
8. Asetilmetadol.
9. Benzetidin.
10. Benzilmorfina.
11. Betameprodine.
12. Betametadol.
13. Betaprodina.
14. Betasetilmetadol.
15. Bezitramida.
16. Dekstromoramida.
17. Diampromida.
18. Dietiltiambutena.
19. Difenoksilat.
20. Difenoksin.
21. Dihidromorfina.
22. Dimefheptanol.
23. Dimenoksadol.
24. Dimetiltiambutena.
25. Dioksafetil butirat.
26. Dipipanona.
27. Drotebanol.
28. Ekgogina.
11
29. Etilmetiltiambutena.
30. Etokseridina.
31. Etonitazene.
32. Furetidina.
33. Hidrokodona.
34. Hidroksipetidina.
35. Hidromorfinol.
36. Hidromorfona.
37. Isometadona.
38. Fenadoksona.
39. Fenampromida.
40. Fenazosina.
41. Fenomorfan.
42. Fenoperidina.
43. Febtanil.
44. Klonitazena.
45. Kodoksima.
46. Levofenasilmorfan.
47. Levomoramide.
48. Levometorfan.
49. Levorfanol.
50. Metadona.
51. Metadona intermediat.
52. Metazosina.
53. Metildesorfina.
54. Metildihidromorfina.
55. Metopon.
56. Mirofina.
57. Moramida intermediat.
58. Morferidina.
59. Morfina-N-Oksida.
12
60. Morfin metobromida dan turunannya.
61. Morfina.
62. Nikomorfina.
63. Norasimetadol.
64. Norlevorfanol.
65. Nomertadona.
66. Normorfina.
67. Norpipanona.
68. Oksikodona.
69. Oksimorfona.
70. Petidina intermediat A.
71. Petidina intermediat B.
72. Petidina intermediat C.
73. Petidina.
74. Pimonodina.
75. Piritramida.
76. Proheptasina.
77. Properidina.
78. Rasemetorfan.
79. Rasemoramida.
80. Rasemorfan.
81. Sufentanil
82. Tebaina.
83. Tebakon.
84. Tilidina.
85. Trimeperidina.
86. Garam-garam dari narkotika dalam golongan tersebut di atas.
13
Narkotika golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
1. Asetildihidrokodeina.
2. Dekstropropoksifena.
3. Dihidrokodeina.
4. Etilmorfina.
5. Kodeina.
6. Nikodikodina.
7. Nikokodina.
8. Norkodeina.
9. Polkodina.
10. Propiram.
11. Buprenorfina.
12. Garam-garam dari narkotika golongan tersebut di atas.
13. Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika.
14. Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan narkotika.
14
laboratorium, dengan terlebih dahulu mendapatkan izin dari Menteri atas
rekomendasi kepala badan pengawas obat dan makanan. (RenTo)(170320)
15
3. Jual Beli Narkotika
Seorang hakim diberi kebebasan untuk mengambil keputusan berdasarkan
bukti-bukti dan keyakinannya, sesuai menurut sistem pembuktian yang dianut
dalam hukum acara pidana kita. Kebebasan hakim dalam mengambil keputusan
tersebut dapat dikatakan sebagai hak prerogatif hakim.
Menurut KUHAP Pasal 1 butir 11 putusan pengadilan adalah pernyataan
hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa
pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam KUHAP. Dalam hal menjatuhkan putusan ada
hal-hal yang harus diperhatikan oleh seorang hakim,yaitu:
1. Hakim harus selalu memperhatikan segala hal yang berhubungan dengansi
pelaku Tindak Pidana Narkotika tersebut, lingkungan tempat si pelaku bergaul,
pendidikan, dan lain-lain. Dari hal-hal tersebut diatas dapat menjadi acuan bagi
hakim untuk memberikan putusan atau pidana yang sesuai dengan si pelaku
Tindak Pidana Narkotika.
2. Dalam pemeriksaan di persidangan, hakim juga harus melihat apakah si pelaku
mendapatkan pendidikan yang formal atau tidak. Karena pendidikan juga menjadi
salah satu faktor penyebab seseorang melakukan tindak pidana seperti
Penyalahgunaan Narkotika.
Hal-hal lain yang juga perlu dipertimbangkan hakim dalam
penererapan pidana dan prosesnya adalah :
1. Psikologis atau kejiwaan
2. Attitude atau kesopanan dan juga dilihat dari wajah tersangka.
3. Hakim harus memperhatikan segala hal yang berhubungan dengan si pelaku
Tindak Pidana Narkotika tersebut.
4. Dalam pemeriksaan persidangan, hakim juga harus melihat apakah si pelaku
mendapatkan pendidikan yang formal atau tidak, maka ini merupakan aspek
pendidikan.
16
Berbicara mengenai penegakan hukum pidana, dapat dilihat dari cara
penegakan hukum pidana yang dikenal dengan sistem penegakan hukum
ataucriminal law enforcement sebagai bagian dari criminal policy atau kebijakan
penanggulangan kejahatan. Tindak pidana narkotika adalah tindak pidana
penyalahgunaan narkotika dengan tanpa hak atau melawan hukum selain apa
yamg ditentukan dalam undang-undang. Tindak pidana narkotika sendiri
merupakan tindak pidana yang bersifat transnasional. 5 Dalam penanggulangan
kejahatan dibutuhkan dua sarana yakni menggunakan penal atau sanksi pidana,
dan menggunakan sarana non penal yaitu penegakan hukum tanpa menggunakan
sanksi pidana (penal).
Penegakan hukum dengan mempunyai sasaran agar orang taat kepada hukum.
Ketaatan masyarakat terhadap hukum disebabkan tiga hal yakni:
a) takut berbuat dosa;
b) takut karena kekuasaan dari pihak penguasa berkaitan dengan sifat hukum
yang bersifat imperatif;
c) takut karena malu berbuat jahat. Penegakan hukum dengan sarana non penal
mempunyai sasaran dan tujuan untuk kepentingan internalisasi;
Pelaku tindak pidana narkotika dapat dikenakan sanksi pidana yang
terdapat pada ketentuan pidana Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika yaitu dengan klasifikasi sebagai berikut:
a. Pengedar
Ketentuan pidana bagi pengedar dalam UU Narkotika diatur dalam pasal
111, pasal 112, pasal 114, dan pasal 116 untuk narkotika Golongan I,
pasal 117, pasal 119, dan pasal 121 untuk Golongan II, pasal 122, pasal
124, dan pasal 126 untuk narkotika Golongan III.
b. Produsen
Produsen adalah orang yang melakukan kegiatan produksi dengan
menyiapkan, mengolah, membuat, dan menghasilkan narkotika secara
langsung atau tidak langsung melalui ekstrasi atau non-ekstrasi dari
5
Wayan Prathiana, Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi, Bandung : Yrama Widya, 2004,
hlm.41
17
sumber alami atau sintesis kimia atau gabungannya, termasuk mengemas
dan mengubah bentuk Narkotika.6 Saksi pidana yang dapat diberikan bagi
produsen narkotika adalah pasal 113, pasal 118, dan pasal 123 UU
Narkotika.
c. Penyalahguna
Penyalahguna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau
melawan hukum. 7 Saksi pidana bagi penyalahguna diatur dalam pasal 127
ayat (1) UU Narkotika.
Selama ini Indonesia hanya memberantas peredaran Narkotika dan obat-
obatan terlarang lainnya tetapi tidak melakukan upaya-upaya lain seperti menekan
permintaan dan melakukan rehabilitas pada penyalahguna Narkotika. Rehabilitas
sendiri diatur dalam pasal 54 hingga pasal 59 UU Narkotika. Pada pasal 54 UU
Narkotika dijelaskan bahwa yang wajib menjalani rehabilitas medis dan
rehabilitas sosial adalah pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan
Narkotika saja, tidak untuk penyalahguna. Korban penyalahgunaan Narkotika
adalah seorang yang tidak sengaja menggunakan Narkotika karena dibujuk,
diperdaya, dipaksa, atau diancam untuk menggunakan narkotika. 8
Keberadaan Undang-Undang Narkotika merupakan suatu upaya politik
hukum pemerintah Indonesia terhadap penanggulangan tindak pidana narkotika
dan psikotropika. Dengan demikian, diharapkan dengan dirumuskanya undang-
undang tersebut dapat menanggulangi peredaran gelap dan penyalahgunaan
narkotika dan psikotropika, serta menjadi acuan dan pedoman kepada pengadilan
dan para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan yang menerapkan
undang-undang, khususnya hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap
kejahatan yang terjadi. Dalam penelitian ini, penulis akan mencoba meneliti
tentang kebijakan hukum pidana yang tertuang dalam Undang-Undang
Psikotropika dan Undang-Undang Narkotika serta implementasinya dalam
penangulangan tindak pidana narkotika dan psikotropika.
6
Pasal I angka 3 Undang-undang No.39 Tahun 2009 Tentang Narkotika
7
Pasal I angka 15 Undang-undang No.39 Tahun 2009 Tentang Narkotika
8
Penjelasan pasal 54 Undang-undang No.39 Tahun 2009 Tentang Narkotika
18
Penegakan hukum salah satunya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
dapat menghambat berjalannya proses penegakan hukum itu sendiri. Adapun
faktor-faktor tersebut, adalah sebagai berikut:
1. Faktor hukumnya sendiri, yang dalam hal ini dibatasi pada undang-undang
saja;
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membuat atau membentuk
maupun yang menerapkan hukum;
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
4. Faktor masyarakat, yakni faktor lingkungan dimana hukum tersebut berlaku
atau diterapkan;
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kelima faktor tersebut
di atas saling berkaitan, hal ini disebabkan esensi dari penegakan hukum itu
sendiri serta sebagai tolak ukur dari efektivitas penegakan hukum.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
20
DAFTAR PUSTAKA
21