Anda di halaman 1dari 201

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PRAKTEK PUNGUTAN LIAR

DI JALAN RAYA OLEH MASYARAKAT DIKAITKAN DENGAN


PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2012
(STUDI KASUS DI POLRES LANGKAT)

TESIS

Oleh:

MULYA HAKIM SOLICHIN


157005190/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PRAKTEK PUNGUTAN LIAR
DI JALAN RAYA OLEH MASYARAKAT DIKAITKAN DENGAN
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2012
(STUDI KASUS DI POLRES LANGKAT)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Magister Hukum dalam Program Studi
Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara

Oleh:

MULYA HAKIM SOLICHIN


157005190/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


JUDUL TESIS : PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PRAKTEK
PUNGUTAN LIAR DI JALAN RAYA OLEH
MASYARAKAT DIKAITKAN DENGAN PERATURAN
MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2012
(STUDI KASUS DI POLRES LANGKAT)

NAMA : MULYA HAKIM SOLICHIN


NIM : 157005190/HK
PROGRAM STUDI : Magister Ilmu Hukum

Menyetujui :
Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S.)


Ketua

(Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum)(Dr. M. Ekaputra, S.H., M.Hum.)


Anggota A nggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum) (Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum)

Tanggal Lulus : 30 Nopember 2017

Universitas Sumatera Utara


Telah diuji
Pada Tanggal : 30 Nopember 2017

PANITIA PENGUJI TESIS


Ketua : Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S.
Anggota : 1. Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum
2. Dr. M.Ekaputra, S.H., M.Hum.
3. Dr. Edi Yunara, S.H., M.Hum
4. Dr. Sutiarnoto, S.H., M.Hum

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Angka kriminalitas di Polres Langkat dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.


Praktek premanisme berupa pungutan liar di jalan raya merupakan salah satu faktor
meningkatnya angka kriminalitas. Praktek pungutan liar di jalan raya tersebut dapat
berdampak sangat besar terhadap semua faktor, diantaranya faktor ekonomi, kehidupan
masyarakat baik dari mental maupun moral. Meningkatnya praktek pungutan liar di
Jalan raya oleh masyarakat, Polres Langkat dituntut untuk dapat bertindak secara
profesional, dengan tujuan untuk menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat di
wilayah hukum Polres Langkat. Polres Langkat dalam melakukan penindakan terhadap
praktek pungutan liar di jalan raya menerapkan Kitab Undang Undang Hukum Pidana
(KUHP), namun dalam pelaksanaannya terkait dengan adanya Peraturan Mahkamah
Agung (Perma) nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batas Tindak Pidana Ringan
dan Jumlah Denda dalam KUHP. Praktek pungutan liar tersebut selain dapat dijerat
dengan KUHP, juga dapat dijerat dengan Undang Undang nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian
dengan cara menggunakan prosedur untuk memecahkan masalah penelitian dengan
menelitian data sekunder terlebih dahulu, dilanjutkan dengan meneliti data primer di
lapangan terhadap penegakan hukum pada praktek pungutan liar di jalan raya oleh
masyarakat dikaitkan dengan Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012. Sifat
penelitian adalah deskriptif analisis. Pengumpulan data melalui data primer melalui
studi lapangan (field study) dan data sekunder melalui studi kepustakaan (literature
study).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peran Polres Langkat dalam penindakan
hukum terhadap praktek pungutan liar di Jalan Raya, dilakukan dengan cara pembinaan
yang melibatkan semua pihak terkait, karena adanya keterkaitan dengan Perma nomor 2
Tahun 2012. Hambatan yang terjadi ditinjau dari 3 sisi yaitu Aparat Penegak Hukum,
Perundang-undangan dan Budaya Hukum pada masyarakat, sedangkan dampak hukum
terhadap masyarakat, bahwa praktek pungutan liar masih dianggap pembenaran.
Dampak hukum bagi pelaku pungutan liar itu sendiri, menimbulkan tidak memilikinya
jiwa/daya untuk berjuang, sehingga perlu adanya kebijakan hukum pidana dengan
melibatkan Crime Justice System dan pola pengarahan, sosialisasi, proses peradilan dan
pembinaan sesuai dengan diskresi Kepolisian.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan bagi Aparat Penegak Hukum
memahami secara benar terkait dengan penerapan pasal-pasal tindak pidana ringan
dikaitkan dengan Perma, selanjutnya aparat penegak hukum bersama-sama pemerintah
dan masyarakat dapat berperan aktif dalam melakukan penindakan, pengawasan dan
pembinaan mental maupun moral untuk memberikan efek jera sehingga mengubah
mental pelaku menjadi lebih baik.

Kata kunci: Peran Polri, Pungutan Liar di Jalan Raya, Crime Justice System, kebijakan
hukum, proses pengadilan, pembinaan.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

The crime rate at Polres Langkat have been increasing every year. The practice
of thuggery such as illegal levies on the highway is one of several factors that cause this
increase of the incidence. The practice of illegal levies on the highway would influence
the alot of economic factors, of the community life both mentally and morally. The
increasing of illegal levies on the highway, POLRI specifically Polres Langkat required
profesional acts to create public securities in the police teritory of the Langkat
district. The action of Polres Langkat against the practice of illegal levies on the
highway is applying the Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). But the
implementation is related to Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) 2012, No.2 about
the adjustment of the criminal acts limit and the amount of penalties in KUHP. In
addition to KUHP the practice of illegal levies can be charged with Undang Undang,
2009 No. 22 about road traffic and transportation.
This research was conducted with empirical juridical approach applying
secondary and primary data. The descriptive analysis method is used in this research
through secondary and primary data. The secondary data is obtain from the literature
study while the primary one is got from field studies.
The result indicated that the effort of Langkat resort police in law enforcement
against illegal levies on the highway and have been done by educating the whole
personnels and related components in relation to PERMA 2012, no.2. At least there 3
obstacles occurred in the effort of the Polres Langkat Those are law enforcement
officials, legislation and legal culture of the Langkat district, while the legal impact on
the community of the practice of illegal levies is still considered justified. The legal
impacts of illegal levies is the loss of the spirit to fight, so it is necessary for a criminal
law policy involving the crime justice system and the pattern of direction, socialization
and judicial and education processes in accordance with the police's discretion.
Based on the results of this research it is suggested that the law enforcement
officials must understand. The aplication of the next PERMA law correctly. The
cooperation work among the law inforcement officials, the the goverment and the
community should play an active role through supervision, mental, and moral education
to give effect detterent so that it can change the mentality of the offender to be better in
their attitude.

Keywords: Police Roles, Illegal Levies on Highways, legal policies, litigation,


education, Crime Justice System

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang senantiasa

melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya, serta telah diberikan kesehatan,

kekuatan dan kemudahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah

satu syarat dalam menyelesaikan studi di program Magister Ilmu Hukum Universitas

Sumatera Utara, yang berjudul “PENEGAKKAN HUKUM TERHADAP PRAKTEK

PUNGUTAN LIAR DI JALAN RAYA OLEH MASYARAKAT DIKAITKAN

DENGAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2012

(STUDI KASUS DI POLRES LANGKAT)”.

Tesis ini disusun sebagai tugas akhir dan syarat untuk menempuh Strata Sarjana

(Strata-2) guna memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Studi Magister Ilmu

Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari, bahwa dalam

penulisan Tesis ini masih sangat jauh dari kesempurnaan.

Dalam penyusunan tesis ini, tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan

dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini dan dengan

kerendahan serta ketulusanhati diucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepada Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H, M.S. selaku Ketua Komisi

Pembimbing yang telah memberikan ilmu, meluangkan waktu untuk memberikan

masukan, bimbingan dan motivasi kepada penulis hingga tesis ini dapat diselesaikan

dengan baik. Terima kasih juga kami ucapkan kepada Bapak Dr. Mahmud Mulyadi,

S.H, M.Hum. selaku dosen pembimbing kedua dan Bapak Dr. M. Ekaputra, S.H.,

M.Hum. selaku dosen pembimbing ketiga yang dengan sabar membimbing,

Universitas Sumatera Utara


mengarahkan, mengoreksi tulisan penulis, dan menyediakan waktu berdiskusi dalam

penulisan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Edi Yunara,

SH, M.Hum dan Bapak Dr. Sutiarnoto, SH, M.Hum selaku penguji yang telah banyak

memberikan masukan dan kritikan dalam penulisan tesis ini, Semoga Allah SWT

membalas segala kebaikan bapak-bapak Pembimbing dan penguji yang telah

memberikan bimbingan dan ilmunya.

Selanjutnya penulis juga menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang

setulus-tulusnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum dan

para Pembantu Rektor, para Kepala Biro dan Lembaga atas kesempatan dan

fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan

pendidikan Program Magister (S.2).

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum selaku Ketua Program Studi dan Bapak Dr.

Mahmul Siregar, SH, M.Hum selaku Sekretaris Prorgam Studi pada Program Studi

Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Para Dosen Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Universitas Sumatera

Utara yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengembangkan

wawasan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum.

5. Para Staff (Ibu Fitri, Ibu Juli, Ibu Ria, Ibu Yani, Ibu Niar, Ibu Ganti, Pak Herman,

Pak Hendra, Pak Henri, Pak Hilman dan Pak Manalu) terima kasih atas bantuannya

selama ini.

Universitas Sumatera Utara


6. Secara khusus dengan penuh kasih sayang penulis sampaikan terima kasih kepada

istri tercinta dan ananda putera puteri kami atas dukungan dan doanya yang tulus

dalam menyelesaikan studi ini.

7. Ucapan terima kasih kepada kedua orang tua dan mertua yang sangat penulis

hormati, atas doa dan dukungannya sehingga bisa mengikuti studi ini.

8. Ucapan terima kasih kepada orang tua ibu Dr. H. Tien Wiyati Surjono dan

keluarga yang sangat penulis hormati, atas dukungan dan doanya yang tulus dalam

membantu menyelesaikan studi ini.

9. Ucapan terima kasih kepada saudara, keluarga, dan sahabat yang sangat penulis

hormati dan sayangi, atas dukungan dan doanya yang tulus dalam menyelesaikan

studi ini.

10. Kepada rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera

Utara yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis terutama

dalam menyelesaikan tesis ini.

Akhir kata, kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian kuliah

dan tesis ini penulis mengucapkan terima kasih dan penulis mendoakan atas segala yang

telah diberikan semoga memperoleh balasan yang setimpal dari Allah SWT, mudah-

mudahan tesis ini dapat bermanfaat bagi semuanya.

Medan, Nopember 2017

Penulis

MULYA HAKIM SOLICHIN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : Mulya Hakim Solichin


Tempat / Tanggal Lahir : Bandung, 8 Pebruari 1974
Alamat : Jl. Cimuncang Gg. Muncang I No. 6 Bandung.
Pekerjaan : Polri
Agama : Islam
Nama Ayah : H.Solichin Wiriadinata (alm)
Nama Ibu : Hj. Rukiah Asliawati (alm)
Suku / Bangsa : Sunda / Indonesia

II. PENDIDIKAN

SD Negeri Cicadas XIV Bandung 1986

SMP Negeri 16 Bandung 1989

SMA Negeri 1 Bandung 1992

Akademi Kepolisian (AKPOL) Semarang 1995

Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian Jakarta 2004

Sespim Polri Lembang 2009

Universitas Sumatera Utara


III. RIWAYAT JABATAN

NO. JABATAN T.M.T

Pamapta III Polres Kupang Polwil NTT


01. 20 Agustus 1996
Polda Nusra

02. Kasat Lantas Polres Sikka Polda NTT 19 Nopember 1996

03. Kasat Reserse Polres TTS Polda NTT 23 Mei 1998


Kapolsek Kupang Barat Polres Kupang
04. 4 September 2000
Polda NTT
05. Kasat Reserse Polres Kupang Polda NTT 11 Oktober 2000
06. PAMA Polda JABAR 20 Pebruari 2004
Panit I Unit IV Sat Ops III Reskrim Polda
07. 19 Maret 2004
JABAR
PAMA SDE SDM POLRI (PAM Walpri
08. 23 April 2004
Cawapres)
09. PAMA Bareskrim POLRI (Penugasan KPK) 22 September 2004
PAMEN Bareskrim POLRI (Penugasan
10. 9 September 2007
KPK)
PAMEN Bareskrim POLRI (Diarahkan Pd
11. 23 Desember 2009
KPK)
12. PAMEN Polda JABAR 15 Januari 2013
13. Kasubdit I Ditreskrimum Polda JABAR 1 Pebruari 2013
14. Kasubdit II Ditreskrimum Polda JABAR 26 September 2013
15 Kapolres Binjai Polda SUMUT 2 April 2015
16 Kapolres Langkat Polda SUMUT 28 April 2016
Kasubbagopsnal Dittipideksus Bareskrim
17 11 Maret 2017
POLRI

Universitas Sumatera Utara


IV. PENDIDIKAN PENGEMBANGAN POLRI

No. Jenis Kursus / Training Tempat Tahun

1. Pa Das Reskrim Mega Mendung 1996

2. Pa Lan Serse Narkotik Mega Mendung 1997

3. Pelatihan Gakkum Lantas Singaraja Bali 1998

4. Pa Lan Serse Umum Mega Mendung 1999

5. Pelatihan Tim Penyidik Inti Mega Mendung 1999

6. Assesment Kapolres Jakarta 2012

7. CICC ke 31 Hongkong - China 2011

8. Assesment Dirreskrim Jakarta 2017

Universitas Sumatera Utara


SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Mulya Hakim Solichin


Nomor Pokok : 157005190/HK
Program Studi : Magister Ilmu Hukum FH USU
Judul Tesis : PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PRAKTEK
PUNGUTAN LIAR DI JALAN RAYA OLEH
MASYARAKAT DIKAITKAN DENGAN PERATURAN
MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 (STUDI
KASUS DI POLRES LANGKAT)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut plagiat karna

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberikan sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan saya tidak akan

menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan, Nopember 2017


Yang membuat Pernyataan

Nama : Mulya Hakim Solichin


NIM : 157005190/HK

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK …………………………………………………………………. i
ABSTRACT ……………………………………………………………….. ii
KATA PENGANTAR …………………………………………………….. iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……………………………………………. vi
SURAT PERNYATAAN …………………………………………………. ix
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… x
DAFTAR TABEL ………………………………………………………… xii
DAFTAR SKEMA ………………………………………....……………… xiii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………… .. 1


A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 16
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 16
D. Manfaat Penelitian ................................................................. 17
E. Keaslian Penelitian ................................................................. 18
F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional ......................... 19
1. Landasan Teori ................................................................ 19
2. Landasan Konsepsional ................................................... 25
G. Metode Penelitian ................................................................... 27
1. Jenis Penelitian ................................................................ 28
2. Sifat Penelitian ................................................................ 29
3. Sumber Data .................................................................... 30
4. Teknik Pengumpulan Data .............................................. 31
5. Analisis Data ................................................................... 32
BAB II PENEGAKKAN HUKUM OLEH POLRES LANGKAT
TERHADAP PRAKTEK PUNGUTAN LIAR DI JALAN
RAYA YANG DILAKUKAN OLEH MASYARAKAT .......... 34
A. Tindak Pidana Terhadap Praktek Pungutan Liar .................. 34
1. Hubungan Pungutan Liar dengan Tindak Pidana Ringan 52
2. Latar Belakang Adanya Peraturan Mahkamah Agung
nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak
Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP ............ 56
B. Pelaksanaan Pungutan Liar Di Jalan Raya .......................... 59
1. Aksi Pungutan Liar .......................................................... 59
2. Pelaku Pungutan Liar ...................................................... 60
C. Polres Langkat ...................................................................... 65
D. Penegakkan Hukum Terhadap Praktek Pungutan Liar di Jalan
Raya yang Dilakukan Oleh Masyarakat ................................ 93
BAB III HAMBATAN DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP
PRAKTEK PUNGUTAN LIAR DI JALAN RAYA DENGAN

Universitas Sumatera Utara


ADANYA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2
TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATASAN
TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM
KUHP …............................
133
A. Hambatan Dari Sisi Aparat Penegak Hukum ....................... 133
B. Hambatan Dari Segi Perundang-Undangan ........................... 139
C. Hambatan Dilihat Dari Budaya Hukum ................................ 141
BAB IV DAMPAK HUKUM PRAKTEK PUNGUTAN LIAR DI
JALAN RAYA DIKAITKAN DENGAN PERATURAN
MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 DI
WILAYAH HUKUM POLRES LANGKAT ............................. 146
A. Dampak Hukum Terhadap Masyarakat Terhadap Praktek
Pungutan Liar Di Jalan Raya Dikaitkan Dengan Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Di Wilayah Hukum
Polres Langkat ...................................................................... 146
B. Dampak Hukum Terhadap Pelaku Terhadap Praktek Pungutan
Liar Di Jalan Raya Dikaitkan Dengan Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 2 Tahun 2012 Di Wilayah Hukum Polres
Langkat ...................................................................... 150
C. Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Pungutan Liar .. 151
BAB V PENUTUP …………………………………………………….. 160
A. Kesimpulan .......................................................................... 160
B. Saran ..................................................................................... 164
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………... 166

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Data Krimininalitas Polres Langkat Tahun 2015-201 ....................... 3
Tabel 2 Data Kasus Premanisme (Pungutan Liar) Polres Langkat Tahun 2015 8
Tabel 3 Data Kasus Premanisme (Pungutan Liar) Polres Langkat Tahun 2016 9
Tabel 4 Data Kasus Premanisme (Pungutan Liar) Polres Langkat Tahun 2017 9
Tabel 5 Upaya Penegakan Hukum Bagi Pelaku Tindak Pidana Terhadap
Praktek Pungutan Liar Di JalanRaya Pada Polres Langkat ............. 104
Tabel 6 Data Kasus Premanisme (Pungutan Liar) dan Pola Penindakan Pada
Polres Langkat Tahun 2015 ..................................................................... 113
Tabel 7 Data Kasus Premanisme (Pungutan Liar) dan Pola Penindakan Polres
Langkat Tahun 2016 ..................................................................... 114
Tabel 8 Data Kasus Premanisme (Pungutan Liar) dan Pola Penindakan Polres
Langkat Tahun 2017 ............................................................... 115
Tabel 9 Data Personil Polres Langkat ......................................................... 135
Tabel 10 Data Personil Jajaran Polsek di Polres Langkat ............................ 135

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SKEMA

Halaman

Struktur Organisasi Polres Langkat ………………………………………. 92

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Undang-Undang nomor 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa Kepolisian adalah segala hal

ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga Polisi sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Peraturan Kepolisian adalah segala peraturan yang dikeluarkan

oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban dan

menjamin keamanan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Polisi memiliki fungsi sebagai salah satu fungsi pemerintah negara di bidang

pemeliharaan kemanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan,

pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini sebagaimana dinyatakan bahwa

pada hakekatnya keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung

terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. 1

Polri mengemban tugas-tugas Kepolisian di seluruh wilayah Indonesia yaitu

memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; penegakan hukum; dan memberikan

perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Fungsi dan peran

1
Pasal 1 angka (1) Undang-Undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia

Universitas Sumatera Utara


Kepolisian Republik Indonesia dari masa ke masa selalu menjadi bahan perbincangan

berbagai kalangan, dari praktisi hukum sampai akademis bahkan masyarakat

kebanyakan. Pada umumnya mereka berusaha memposisikan secara positif kedudukan,

fungsi dan peranan Kepolisian tersebut. Upaya pembahasan Kepolisian itu disebabkan

adanya faktor kecintaan dari berbagai pihak kepada lembaga Kepolisian dan ditaruhnya

harapan yang begitu besar, agar fungsinya sebagai aparat penegak hukum bisa berjalan

sebagaimana mestinya.

Perubahan struktur Kepolisian secara kelembagaan, mulai dari intitusi sipil,

ABRI/Militer, sampai dengan berdiri sendiri, merupakan sejarah yang unik. Seiring

dengan perubahan sesuai kebijakan politik itu, maka citra Kepolisian terus melekat, baik

positif maupun negatif, sebagai pelaksana fungsi pemerintahan di bidang penegakan

hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia melaksanakan tugas memerangi tingkah

laku yang bervariasi atas ketertiban yang terjadi di masyarakat 2.

Setiap anggota Polisi yang bertugas dilapangan dituntut mampu mengambil

suatu keputusan secara perorangan dalam menghadapi situasi yang nyata. Pengambilan

keputusan yang dilakukan Polisi menyangkut masalah ketertiban dan keamanan

masyarakat yang erat kaitannya dengan hak-hak asasi manusia, oleh karena sifat

pekerjaannya itulah, maka polisi sering harus menanggung resiko menjadi sorotan

masyarakat. Sorotan-sorotan yang ditujukan kepada Polisi ada yang bersifat positif dan

bersifat negatif yang berpangkal tolak dari hasil pengambilan keputusan yang telah

dilakukan oleh petugas-petugas Polisi.

2
Utomo Hadi Warsito, Hukum Kepolisian Di Indonesia, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2005) hlm.16

Universitas Sumatera Utara


Polri akan terus melakukan perubahan dan penataan, baik di bidang

pembinaan maupun operasional, serta pembangunan kekuatan yang sejalan dengan

upaya reformasi. Salah satu perubahan itu adalah perumusan kembali perannya

sesuai Undang-Undang nomor 2 Tahun 2002 yang menetapkan Polri berperan

selaku pemelihara kamtibmas, penegak hukum, pelindung, pengayom, dan

pelayanan masyarakat.

Profesionalisme Polisi sangat diperlukan dalam menjalankan tugas sebagai

penegak hukum, mengingat modus operandi dan teknik kejahatan semakin canggih,

seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman serta tekhnologi. Perkembangan

zaman dan tekhnologi sekarang ini, membawa pengaruh besar pada negara Indonesia,

hal ini berdampak pada perkembangan perilaku dalam masyarakat.

Prilaku dalam masyarakat akan terlihat dari jumlah kriminalitas yang terjadi. Angka

kriminalitas dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dengan berbagai macam faktor yang

melatarbelakanginya. Di Polres Langkat terdapat 2.707 kasus kriminal dalam kurun waktu 3

(tiga) tahun. Hal ini terlihat dalam tabel 1 data kriminal Polres Langkat pada tahun 2015-

2017, sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


Tabel 1

DATA KRIMINALITAS POLRES LANGKAT TAHUN 2015 s.d 2017

NO. TAHUN JUMLAH KASUS KRIMINALITAS

1. 2015 927

2. 2016 992

2017 (sampai dengan tanggal


3. 788
4 Oktober 2017)

Sumber: Data di Polres Langkat Tahun 2015-2017

Berdasarkan data Kriminal yang terdiri dari data semua kejahatan dan narkoba

yang terjadi di Polres Langkat pada tabel 1 tersebut di atas, menunjukkan terjadinya

kenaikan jumlah tindak pidana yang terjadi di wilayah hukum Polres Langkat, mulai

dari tahun 2015 dengan jumlah 927 perkara, kemudian di tahun 2016 terjadi

peningkatan dengan jumlah 992 perkara dan pada tahun 2017 sampai dengan tertanggal

4 Oktober 2017, belum akhir tahun telah menunjukkan jumlah perkara yang tinggi yaitu

788 perkara.

Persoalan ekonomi dan moral merupakan sebagian contoh masalah yang

dihadapi bangsa Indonesia pada saat ini. Kemiskinan, pengangguran menambah

keterpurukan kondisi bangsa ini, mengakibatkan timbulnya banyak kejahatan yang

terjadi. Faktor ekonomi merupakan masalah yang sangat sentral dalam menimbulkan

kejahatan, karena banyak orang mengambil jalan pintas dengan menghalalkan segala

Universitas Sumatera Utara


cara untuk mendapatkan uang. Apabila Polisi tidak professional dalam mengatasi

permasalah-permasalah tersebut, maka proses penegakan hukum akan timpang, dan

keamanan serta ketertiban masyarakat akan senantiasa terancam.

Dalam kehidupan bermasyarakat peran Polisi sangatlah penting, karena Polisi

dapat berperan aktif dan berpengaruh dalam semua lini/sektor kehidupan bermasyarakat.

Sebagai contoh peran Polisi dalam menstabilkan lonjakan harga bahan pokok di pasar,

yang disebabkan oleh oknum-oknum mulai dari pengepul, preman, distributor yang

tidak bertanggungjawab dengan menaikkan harga seenaknya untuk mencari keuntungan

yang sebesar-besarnya, dengan dilakukannya penegakan hukum oleh Polisi terhadap

oknum-oknum tersebut, menyebabkan harga bahan pokok menjadi stabil. Dalam hal ini,

Polisi dituntut mampu menyibak belantara kejahatan yang ada dan yang terjadi di

masyarakat serta dituntut menemukan pelakunya. Dalam melakukan tindakan

penegakan hukum, Polisi harus melakukan serangkaian tindakan untuk mencari dan

menemukan bukti-bukti guna membuat terang suatu kejahatan dan menemukan

pelakunya.

Hukum positif di Indonesia mengharuskan kepada warga negaranya, bahwa

setiap tindakan harus berdasarkan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang, sama

halnya dengan hukum pidana Indonesia. Setiap warga Negara Indonesia dapat dikatakan

menyalahi aturan, apabila melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan

harus ada kepastian hukum bagi pelaku tindak pidana tersebut. Kepastian hukum yang

dimaksud, haruslah memiliki indikator dalam setiap perbuatan yang dikualifikasikan

sebagai tindak pidana.

Universitas Sumatera Utara


Tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

memiliki batasan-batasan tersendiri untuk membedakan antara tindak pidana yang satu

dengan yang lain. Salah satu tindak pidana yang terjadi diantaranya berkaitan dengan

praktek-praktek premanisme yang dilakukan oleh preman. Preman merupakan kelompok

masyarakat kriminal, mereka berada dan tumbuh di dalam masyarakat karena rasa takut yang

diciptakan dari penampilan secara fisik juga dari kebiasaan-kebiasaan mereka

menggantungkan kesehariannya pada tindakan-tindakan negatif seperti percaloan, pemerasan,

pemaksaan dan pencurian yang berlangsung secara cepat dan spontan.3 Sedangkan

premanisme adalah perilaku yang meresahkan serta dapat mengganggu keamanan dan

ketertiban masyarakat. Aksi-aksi premanisme dewasa ini semakin meningkat setelah ada

beberapa bagian dari anggota masyarakat yang tidak mampu merasakan kesejahteraan

ekonomi seperti anggota masyarakat lainnya. Sebagian besar mereka yang melakukan

premanisme itu, diantaranya tidak memiliki pekerjaan dan tidak memiliki keterampilan yang

memadai, sehingga mencari jalan pintas dengan cara memalak, memeras, merampok, dan

mengintimidasi.

Fenomena preman di Indonesia mulai berkembang pada saat ekonomi semakin

sulit dan angka pengangguran semakin tinggi. Akibatnya kelompok masyarakat pada

usia kerja mulai mencari cara untuk mendapatkan penghasilan, biasanya melalui

pemerasan dalam bentuk penyediaan jasa yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Preman

sangat identik dengan dunia kriminal dan kekerasan, karena memang kegiatan preman

3
Rahmawati, L. 2002. Pengaruh Perkembangan Bidang Industri Terhadap Premanisme

(Studi Sosio Kriminologi). Jurnal Penelitian Hukum Universitas Singaperbangsa. Hlm.14

Universitas Sumatera Utara


tidak lepas dari kedua hal tersebut. Sebagai contoh preman di terminal bus yang

memungut pungutan liar dari sopir-sopir yang apabila ditolak akan berpengaruh

terhadap keselamatan sopir dan kendaraannya yang melewati terminal, kemudian

preman yang ada di pasar yang memungut pungutan liar dari lapak-lapak kaki lima,

yang bila ditolak akan berpengaruh terhadap dirusaknya lapak yang bersangkutan,

selanjutnya preman berkedok sebagai tukang parkir di ATM, toko, dll, yang berpura-

pura menaruh karcis atau tanpa karcis pada kendaraan bermotor yang diparkir, selain itu

preman berkedok taksi di Stasiun Gambir, yang biasanya langsung mengambil barang-

barang penumpang dan memasukkan ke bagasi taksi, preman yang menjadi derek Liar

di jalan tol, dan preman yang berperan sebagai Polisi-polisi cepek (pengatur lalu lintas

palsu), yang justu sering membuat kemacetan.

Tindakan atau praktek preman dalam melakuan pungutan liar tersebut, secara

tidak langsung telah melakukan perbuatan penipuan ringan dan penggelapan ringan

kepada masyarakat dan daerah dengan cara menipu identitas selaku tukang parkir resmi

dan mengambil dana-dana hasil pungutan liar, diantaranya dana hasil pemungutan

parkir, dana hasil pungutan polisi-polisi cepek, dana hasil pungutan dari lapak-lapak

kaki lima di pasar, dana hasil pungutan di terminal-terminal bis, dan dana hasil pungutan

sebagai derek liar di Jalan Tol, yang kesemuanya seharusnya disetorkan kepada

pemerintah sebagai dana kas daerah, namun dalam kenyataannya digunakan untuk

keuntungan pribadi maupun golongan tertentu, dengan alasan bahwa hasil pungutan

tersebut nilainya rata-rata berkisar antara Rp. 4.000,00 (empat ribu rupiah) sampai

dengan Rp. 70.000,00 (tujuh puluh ribu rupiah).

Universitas Sumatera Utara


Preman di Indonesia makin lama makin sukar diberantas, karena faktor ekonomi

yang semakin memburuk dan kolusi antar preman dan petugas keamanan setempat

dengan mekanisme berbagi setoran 4. Meskipun premanisme merupakan akibat langsung

dari kemiskinan dan pengangguran, tidak berarti premanisme dibiarkan tumbuh subur

dan berkembang 5. Dari beberapa contoh tersebut di atas, merupakan praktek-praktek

premanisme dalam melakukan aksinya berupa melakukan pungutan liar yang dilakukan

oleh masyarakat.

Pemerintah bukannya tidak mengetahui persoalan akut ini, akan tetapi belum ada

upaya serius untuk memberantas pungutan liar yang dilakukan oleh masyarakat atau

menghukum pelaku pungutan liar tersebut. Pungutan liar yang dilakukan oleh

masyarakat ini berakibat kepada kelangsungan hidup bermasyarakat, diantaranya bagi

para pengusaha dan masyarakat pengguna jalan. Adanya pungutan liar, mengakibatkan

kerugian bagi para pengusaha, sehingga para pengusaha harus mencari akal dengan

menekan ongkos (sebagai biaya operasional usahanya). Bagi masyarakat pengguna jalan

keberadaan pungutan liar yang dilakukan oleh masyarakat, disamping menimbulkan

kerugian secara materiil, juga menimbulkan rasa ketidaknyamanan dan tidak aman

dalam perjalanan.

Praktek-praktek pungutan liar yang dilakukan oleh masyarakat di wilayah

hukum Polres Langkat Sumatera Utara merupakan salah satu jenis kejahatan

konvensional yang sulit diberantas secara total. Faktor kejahatan ini muncul meningkat

4
https://id.wikipedia.org/wiki/Premanisme, di akses pada tanggal 15 Mei 2017.
5
Hadiman, Polri Siap Memberantas Aksi Premanisme dan Mengamankan Pemilu 2009, (Jakarta:
Badan Kerjasama Sosial Usaha Pembinaan Warga Tama “Bersama”, 2009), hlm. 15

Universitas Sumatera Utara


secara berkelanjutan sangat erat kaitannya dengan faktor hukum dan non hukum seperti

faktor ekonomi, sosial, dan faktor internal dari sisi diri pelaku sendiri. Pada tahun 2015-

2017 terdapat 140 kasus premanisme khususnya praktek pungutan liar yang terjadi di

wilayah hukum Polres Langkat. Hal ini terlihat dalam tabel 2, 3 dan 4 data premanisme

khususnya praktek pungutan liar pada Polres Langkat pada tahun 2015-2017, sebagai

berikut:

Tabel 2.

DATA KASUS PREMANISME (PUNGUTAN LIAR) POLRES LANGKAT

TAHUN 2015

No. Periode Jumlah Perkara

1. Januari-Maret 4

2. April-Juni 6

3. Juli-September 6

4. Oktober-Desember 5

Sumber: Data di Polres Langkat Tahun 2015

Berdasarkan data Polres Langkat Tahun 2015, mulai bulan Januari sampai

dengan bulan Maret telah melakukan penindakan perkara punguran liar sebanyak 4

perkara, kemudian bulan April sampai dengan bulan Juni sebanyak 6 perkara,

sedangkan bulan Juli sampai dengan bulan September sebanyak 6 perkara dan bulan

Oktober sampai dengan bulan Desember sebanyak 5 perkara.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3

DATA KASUS PREMANISME (PUNGUTAN LIAR) POLRES LANGKAT

TAHUN 2016

No. Periode Jumlah Perkara

1. Januari-Maret 3

2. April-Juni 10

3. Juli-September 14

4. Oktober-Desember 5

Sumber: Data di Polres Langkat Tahun 2016

Data Polres Langkat Tahun 2016, pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret

telah melakukan penindakan perkara punguran liar sebanyak 3 perkara, kemudian bulan

April sampai dengan bulan Juni sebanyak 10 perkara, sedangkan bulan Juli sampai

dengan bulan September sebanyak 14 perkara dan bulan Oktober sampai dengan bulan

Desember sebanyak 5 perkara.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4

DATA KASUS PREMANISME (PUNGUTAN LIAR) POLRES LANGKAT

TAHUN 2017 (sampai dengan tanggal 4 Oktober 2017)

No. Periode Jumlah Perkara

1. Januari-Maret 18

2. April-Juni 46

3. Juli-September 18

4. Oktober-Desember 4

Sumber: Data di Polres Langkat Tahun 2017

Data pada Polres Langkat di 2017 (sampai dengan tanggal 4 Oktober 2017),

bulan Januari sampai dengan bulan Maret terdapat 18 perkara pungutan liar, kemudian

bulan April sampai dengan bulan Juni sebanyak 46 perkara, sedangkan bulan Juli

sampai dengan bulan September sebanyak 18 perkara dan bulan Oktober (sampai

dengan tanggal 4 Oktober 2017) sebanyak 4 perkara.

Selama ini dinas Perhubungan, aparat penengak hukum dan pemerintah daerah

di wilayah hukum Polres Langkat, berjalan sendiri-sendiri dalam upaya penegakan

hukum untuk memerangi pungutan liar yang dilakukan oleh masyarakat. Tidak ada

gerakan serentak dan serius untuk memeranginya. Pungutan liar yang selanjutnya

disingkat Pungli, sebagaimana kejahatan-kejahatan yang lain, pada umumnya

merupakan kejahatan terhadap norma-norma hukum yang harus ditafsirkan atau patut

Universitas Sumatera Utara


diperhitungkan sebagai perbuatan yang sangat merugikan bagi pihak korban. Hal ini

tidak boleh dibiarkan terus berlanjut tanpa adanya suatu penyelesaian hukum atas

praktek pungutan liar tersebut. Oleh karenanya, setiap tindak pidana yang dilakukan

oleh siapapun harus ditindak secara tegas tanpa memandang status, walaupun pelakunya

adalah aparat hukum sendiri.

Permasalahan lain terhadap adanya pungutan liar di jalan raya yang dilakukan

oleh masyarakat tersebut tidak bisa maksimal dilakukan penindakan, mengingat dalam

prakteknya penerapan hukum yang telah dipengaruhi dengan peraturan lain selain KUH

Pidana yang dinilai berdasarkan jumlah kerugiannya atau berdasarkan nilai barang atau

jumlah uang yang menjadi objek perkara. Dalam hal ini tindak pidana juga harus dapat

menjawab perkara-perkara yang berkaitan dengan premanisme yang terjadi ditengah-

tengah masyarakat.

Kepolisian dalam hal ini berkaitan dengan fungsi dan perannya sebagai

pemelihara kamtibmas, penegak hukum, pelindung, pengayom, dan pelayanan

masyarakat, mempunyai peran yang sangat besar dalam upaya penanggulangan

premanisme dan diharapkan mampu mengambil tindakan yang tepat dalam menyikapi

masalah premanisme yang ada dan terjadi di dalam masyarakat. Salah satu bentuk dari

kegiatan premanisme adalah melakukan delik pemerasan atau pengancaman sesuai

dengan pasal 368 KUH Pidana (Kitab Undang Undang Hukum Pidana). Delik

pemerasan atau pengancaman tersebut, diantaranya banyak terjadi berupa tindakan

pungutan liar di jalan raya yang dilakukan oleh masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


Di tengah pesimisme akan keadilan dalam penegakan hukum, Mahkamah Agung

Republik Indonesia (MA RI) menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor

2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batas Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda

dalam KUH Pidana. Isi Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 2 Tahun 2012

mengatur pasal-pasal dalam KUH Pidana yaitu Pasal 364 KUH Pidana (pencurian

ringan), Pasal 373 KUH Pidana (penggelapan ringan), Pasal 379 KUH Pidana (penipuan

ringan), Pasal 384 KUH Pidana (melakukan penipuan penjualan yang menerima

keuntungan), Pasal 407 KUH Pidana (pengrusakan ringan), dan Pasal 482 KUH Pidana

(penadah ringan), secara jelas menyebut sebuah perkara bisa dikategorikan tindak

pidana ringan (tipiring), jika menyangkut nilai kerugian di bawah Rp 250,00 (dua ratus

lima puluh rupiah) dibaca menjadi Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).

Perlakuan terhadap pelakunya tidak dapat ditahan dan harus diadili dengan acara

pemeriksaan cepat, sedangkan dengan nilai sekecil itu, sesungguhnya KUH Pidana tidak

pernah membatasi kategori tindak pidana yang dapat diproses di pengadilan 6.

Peraturan Mahkamah Agung tersebut, sebenarnya hanya berlaku dalam

lingkungan kekuasaan Mahkamah Agung RI dan peradilan yang berada di bawahnya.

Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 tersebut, tidak mengikat kepada

Penyidik maupun Jaksa Penuntut Umum. Oleh karena itu, Penyidik dan Jaksa Penuntut

Umum semestinya tetap dapat menerapkan pasal-pasal KUH Pidana dalam

melaksanakan tugas-tugas yang menjadi lingkup kewenangan Penyidik dan Jaksa

Penuntut Umum.

6
http://m.suaramerdeka.com, oleh Agus Riewanto,”Pembatasan Tipiring dan Revisi KUH
Pidana”, di akses pada tanggal 15 Mei 2017.

Universitas Sumatera Utara


Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 tidak dimaksudkan untuk

menjadikan semua tindak pidana yang nilai objeknya dibawah Rp. 2.500.000,00 (dua

juta lima ratus ribu rupiah) menjadi tindak pidana ringan. Penyidik dan Jaksa Penuntut

Umum harus memahami unsur-unsur pasal yang dikenakan dan fakta-fakta yang terjadi.

Suatu tindak pidana (misalnya pencurian) meskipun nilai objeknya tidak mencapai Rp.

2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), tetapi perbuatan tersebut mengandung

unsur perbuatan yang berulang, atau menjadi pencaharian pelaku atau terjadi

pengrusakan barang, maka tindakan tersebut sudah merupakan delik, sehingga tidak bisa

dikategorikan sebagai tindak pidana ringan.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 bila ditinjau secara akademik

keilmuan hukum, tidak sesuai dengan kaidah-kaidah hirarkhi perundang-undangan di

Indonesia. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tersebut telah mengubah nilai

yang ditetapkan dalam KUH Pidana yang kedudukannya lebih tinggi dari Peraturan

Mahkamah Agung RI. Mengingat bahwa KUH Pidana kedudukannya adalah sebagai undang-

undang, maka perubahan KUH Pidana semestinya dengan peraturan yang setingkat yakni

undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang bukan dalam bentuk

Peraturaan Mahkamah Agung yang hirarkhinya lebih rendah dari undang-undang atau

peraturan pemerintah pengganti undang-undang7.

Penerapan Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 tahun 2012 tentang

Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP dalam

7
Ningrum N.S, dkk, Prosiding Seminar Nasional Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan
Jumlah Denda dalam KUH Pidana, (Medan-Indonesia: USU press, 2013), hlm. 49-51

Universitas Sumatera Utara


praktek sehari-harinya, sering terjadi persoalan tersendiri, persoalan tersebut didasarkan

pada perbedaan pendapat dalam menerapannya, sebagai contoh bahwa pada saat

Penyidik melakukan penindakan terhadap pelaku yang kerugiannya dibawah Rp.

2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), Jaksa Penuntut Umum tidak mau

menerima perkara tersebut, mengingat kerugiannya dibawah Rp. 2.500.000,00 (dua juta

lima ratus ribu rupiah), dan menyarankan untuk disidangkan melalui acara pemeriksaan

cepat, namun Penyidik tidak bisa menerima saran begitu saja dari Jaksa Penuntut

Umum, disebabkan perkara tersebut walaupun kerugiannya dibawah Rp. 2.500.000,00

(dua juta lima ratus ribu rupiah) tidak termasuk kedalam katagori pasal-pasal yang

tertera dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2012 tentang Penyesuaian

Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP. Apabila dikaji lebih

dalam maksud dari Peraturan Mahkamah Agung tersebut, sesungguhnya dapat dipahami

kapan Peraturan Mahkamah Agung dapat diterapkan bagi pelaku-pelaku yang

kerugiannya dibawah Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), baik mulai dari

tingkat penyidik maupun sampai dengan tingkat hakim sebagai pemutus perkara.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan

Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP, bila dikaitkan dengan

penegakan hukum tindak pidana terhadap praktek punguntan liar, ada keterkaitan

kadang ada juga yang dikait-kaitkan, sebagai contoh preman yang melakukan aksinya di

terminal bus yang memungut pungutan liar dari sopir-sopir, kemudian preman yang ada

di pasar yang memungut pungutan liar dari lapak-lapak kaki lima, preman berkedok

sebagai tukang parkir di ATM, toko, dll, preman berkedok taksi di Stasiun Gambir, yang

Universitas Sumatera Utara


biasanya langsung mengambil barang-barang penumpang dan memasukkan ke bagasi

taksi, preman yang menjadi derek Liar di jalan tol, preman yang berperan sebagai Polisi-

polisi cepek (pengatur lalu lintas palsu), yang apabila dilihat kaitannya yaitu bahwa

secara tidak langsung pelaku-pelaku pungutan liar tersebut telah melakukan penipuan

ringan dan penggelapan ringan terhadap masyarakat dan pemerintah, perbuatan tersebut

termasuk ke dalam Pasal 379 KUH Pidana dan Pasal 373 KUH Pidana, namun apabila

perkaranya cenderung ke arah pemerasan dengan barang-bukti hasil pemungutan

berkisar antara Rp. 4.000,00 (empat ribu rupiah) sampai dengan Rp. 70.000,00 (tujuh

puluh ribu rupiah), maka Penyidik dan Jaksa Penuntut Umum selalu dikaitkan dengan

Peraturan Mahkamah Agung RI yang kerugiannya hanya berpatokan pada nilai yang ada

dibawah Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), padahal sebenarnya bisa

diproses sesuai dengan mekanisme proses penanganan tindak pidana pada umumnya,

yaitu setelah dari penyidik dikirim berkas perkaranya kepada Jaksa Penuntut Umum,

sedangkan terhadap pelaku pungutan liar yang mengatur jalan di persipangan selain

dapat di jerat dengan KUHP, juga dapat dijerat dengan Undang-Undang nomor 22 tahun

2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya.

Apabila pelaku pungutan liar melakukan secara berulang-ulang atau dijadikan

mata pencaharian oleh pelaku pungutan liar, maka diproses penangananannya tidak lagi

diproses dengan cara tindak pidana ringan, melainkan diproses melalui mekanisme

penanganan tindak pidana umum yaitu setelah di berkas perkara pengiriman dari

Penyidik ke Jaksa Penuntut Umum.

Perbedaan pendapat tersebut menyebabkan perlakukan terhadap perkara

Universitas Sumatera Utara


premanisme, khususnya praktek pungutan liar yang terjadi di wilayah hukum Polres

Langkat menerapkan tindakan Diskresi Kepolisian yaitu dengan melakukan pembinaan

terhadap para pelaku dengan harapan dapat memberi tindakan sebagai efek jera untuk

tidak melakukan kembali, dan sebagai gambaran data di wilayah hukum Polres Langkat.

Di Indonesia yang termasuk dalam struktur hukum adalah struktur institusi-institusi

penegakan hukum, seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan 8. Dari ketiga struktur,

Kepolisianlah yang merupakan struktur yang terdepan dan menyentuh secara langsung

lapisan masyarakat.

Dari berbagai uraian di atas, maka penulis berkeinginan untuk meneliti lebih

dalam tentang keberadaan Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 tahun 2012 tentang

Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP terhadap

penegakan hukum pada pelaku pungutan liar yang berasal dari masyarakat bukan dari

oknum Kepolisian ataupun oknum instansi terkait dan penulis sajikan dalam bentuk

uraian ilmiah (tesis) dengan judul ”Penegakan Hukum Terhadap Praktek

Pungutan Liar Di Jalan Raya Oleh Masyarakat Dikaitkan dengan Peraturan

Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 (Studi Kasus Di Wilayah Hukum

Polres Langkat)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka yang menjadi rumusan

8
Ahmad Ali, Keterpurukan Hukum Di Indonesia Penyebab Dan Solusinya, Cetakan Kedua, (Ciawi-
Bogor: Ghlmia Indonesia, 2005), hlm. 1

Universitas Sumatera Utara


masalah dalam penelitian ini sebagai berikut, yaitu :

1. Bagaimana penegakan hukum oleh Polres Langkat terhadap praktek pungutan

liar di jalan raya yang dilakukan oleh masyarakat?

2. Bagaimana hambatan dalam penegakan hukum terhadap praktek pungutan liar

di jalan raya dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun

2012?

3. Bagaimana dampak hukum praktek pungutan liar di jalan raya yang dilakukan

oleh masyarakat dikaitkan dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung nomor

2 Tahun 2012 di wilayah hukum Polres Langkat?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui penegakan hukum oleh Polres Langkat terhadap praktek

pungutan liar di jalan raya yang dilakukan oleh masyarakat.

b. Untuk mengetahui hambatan dalam penegakan hukum terhadap praktek

pungutan liar di jalan raya dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung Nomor

2 Tahun 2012.

c. Untuk mengetahui dampak hukum praktek pungutan liar di Jalan raya yang

dilakukan oleh masyarakat dikaitkan dengan adanya Peraturan Mahkamah

Agung nomor 2 Tahun 2012 di wilayah hukum Polres Langkat.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan

Universitas Sumatera Utara


yang dapat diambil. Manfaat yang didapat dari penelitian tersebut, adalah:

1. Manfaat Teoritik

a. Bermanfaat membuka wawasan dan paradigma berfikir dalam memahami dan

menganalisis permasalahan penegakan hukum terhadap ketentuan hukum pidana

yang mengatur larangan praktek pungutan liar oleh masyarakat di wilayah hukum

Polres Langkat, menambah wawasan dan memberikan kontribusi bagi ilmu

pengetahuan hukum.

b. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Pasca Sarjana

Ilmu Hukum di Universitas Negeri Sumatera Utara.

c. Untuk memberi sumbangsih pengetahuan dan pikiran dalam mengembangkan

ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.

d. Untuk mendalami teori-teori yang telah calon peneliti peroleh selama menjalani

kuliah strata dua di Fakultas Hukum Universitas Negeri Sumatera Utara serta

memberikan landasan untuk penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai bahan masukan bagi

pembuat kebijakan, praktisi ilmu hukum, aparat penegak hukum dalam penegakan

hukum terhadap praktek pungutan liar oleh masyarakat, serta dapat memberikan

masukan juga bagi masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal

penegakan hukum.

Universitas Sumatera Utara


E. Keaslian Penelitian

Tesis ini merupakan hasil karya asli dan bukan duplikasi. Hal ini dapat

dibandingkan dengan penelitian yang pernah dilakukan yaitu judul penelitian/tesis yang

berjudul “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi pungutan liar (Studi

Kasus Pungutan Liar di Jembatan Tambang Sibolangit Sumatera Utara)” oleh Iwan

Najjar Alawi, NIM 107005066. Permasalahan yang dibahas adalah: Pertama,

bagaimana pengaturan hukum pidana korupsi pungutan liar. Kedua, bagaimana

mekanisme penanganan perkara tindak pidana korupsi kasus pungutan liar dalam kasus

No.03/pid.sus-k/2011/PN Medan. Ketiga, bagaimana hambatan-hambatan yang dihadapi

dalam penegakan hukum kasus pungutan liar.

Permasalahan yang didalam penelitian ini dibahas: Pertama, mengetahui

penegakan hukum oleh Polres Langkat terhadap praktek pungutan liar di jalan raya yang

dilakukan oleh masyarakat. Kedua, untuk mengetahui hambatan dalam penegakan

hukum terhadap praktek pungutan liar di jalan raya dengan adanya Peraturan Mahkamah

Agung Nomor 2 Tahun 2012. Dan ketiga, mengetahui dampak hukum praktek pungutan

liar di jalan raya yang dilakukan oleh masyarakat dikaitkan dengan adanya Peraturan

Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 di wilayah hukum Polres Langkat.

Berdasarkan fokus pembahasan dalam penelitian ini, judul, permasalahan, dan

kerangka teori berbeda dengan penelitian sebelumnya. Oleh sebab itu, judul dan

permasalahan di dalam penelitian ini dinyatakan masih asli dan jauh dari unsur plagiat

terhadap karya tulis orang lain.

Universitas Sumatera Utara


F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional

1. Kerangka Teori

Pada dasarnya kerangka teori berisi tentang pengkajian terhadap teori-teori dan

definisi definisi tertentu yang dipakai sebagai landasan pengertian dan landasan

operasional dalam melaksanakan suatu penelitian. Kerangka teori digunakan untuk

menganalisis masalah-masalah yang menjadi fokus kajian, apakah hasil penelitiannya

sesuai atau tidak dengan teori yang digunakan dan/atau akan mengubah dan

menyempurnakan teori yang digunakan atau diterapkan tersebut. 9

“Teori Hukum adalah suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan


berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan
hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan.”

Untuk menggali lebih jauh aturan hukum, tidak cukup dilakukan penelitian,

tetapi harus lebih mendalami lagi memasuki teori hukum. Isu hukum mengenai

ketentuan hukum yang didalamnya mengandung pengertian hukum berkaitan dengan

fakta hukum yang dihadapi, dalam penelitian tatanan teori hukum, isu hukum harus

mengandung konsep hukum. Konsep hukum dapat dirumuskan sebagai suatu gagasan

yang dapat direalisasikan dalam kerangka berjalannya aktivitas hidup bermasyarakat

secara tertib. 10

Dalam membahas permasalahan, teori yang digunakan pada penulisan tesis ini

adalah teori penal policy (kebijakan hukum pidana), legal system menurut teori
9
Salim HS, Erlis Septiana Nurbani, Penerapan Teori hukum Pada Penelitian Tesis dan Desertasi,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hlm 1.
10
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2007),
hlm 72.

Universitas Sumatera Utara


Lawrence M. Friedman dan teori penegakan hukum. Menurut Marc Ancel menyatakan,

bahwa “modern criminal science” terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu; “criminology”,

“criminal law”, “penal policy”. Marc Ancel juga pernah mengemukakan mengenai

kebijakan hukum pidana “penal policy” sebagaimana yang dikutif oleh Barda Nawawi

Arief, bahwa “penal policy” adalah suatu ilmu sekaligus seni yang mempunyai tujuan

praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan

untuk memberi pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga

kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang dan juga kepada para

penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan 11.

Pengertian kebijakan atau politik hukum pidana dapat dilihat dari politik

hukum maupun dari politik kriminal. Menurut Sudarto yang dikutip oleh Barda

Nawawi Arief, politik hukum, adalah:

1. Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan


dan situasi pada suatu saat.
2. Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk menetapkan
peraturan-peraturan yang dikehendaki, yang diperkirakan bisa digunakan untuk
mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai
apa yang dicita-citakan.

Pembaharuan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan/politik hukum

pidana (penal policy) dan kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana penal (hukum

11
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti (Bandung,
2010), hlm : 21.

Universitas Sumatera Utara


pidana) juga menentukan masalah perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak

pidana, dan sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar. 12

Legal system menurut teori Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa

efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum,

yakni struktur hukum (struktur of law), substansi hukum (substance of the law) dan

budaya hukum (legal culture). Struktur hukum menyangkut aparat penegak hukum,

substansi hukum meliputi perangkat perundang-undangan dan budaya hukum

merupakan hukum yang hidup (living law) yang dianut dalam suatu masyarakat. 13

Berdasarkan uraian tersebut di atas, proses penindakan dengan dikaitkan

penerapan Peraturan Mahkamah Agung RI dapat dipengaruhi oleh adanya kebijakan

hukum (penal policy) dan sistem hukum (legal system) yaitu mulai dari struktur hukum,

substansi hukum serta budaya hukum, diantaranya terhadap praktek pungutan liar.

Praktek pungutan liar ditinjau dari hukum pidana bagi pelaku pungutan liar harus

mentaati peraturan pidana, istilah pungutan liar atau disingkat pungli, belum pernah

didengar adanya tindak pidana pungli atau delik pungli. Sesungguhnya, pungutan liar

adalah sebutan semua bentuk pungutan yang tidak resmi, yang tidak mempunyai

landasan hukum.

Dalam prakteknya, pelaku pungutan liar kadang diikuti dengan tindakan

kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap pihak yang berada dalam posisi lemah,

karena adanya kepentingan, sering juga pelaku pungutan liar disebut sebagai preman.

12
http://www.suduthukum.com. ›hukum pidana, “kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy)”,
diakses pada tanggal 27 Juli 2017.
13
http://zenhadianto.blogspot.co.id>2014/01, “Teori System Hukum Lawrence M. Friedman”,
diakses pada tanggal 27 Juli 2017.

Universitas Sumatera Utara


Itulah sebabnya, pungutan liar cenderung mengarah pada tindakan pemerasan yang di

dalam hukum pidana merupakan perbuatan yang dilarang atau tindak pidana.

Pungutan liar juga merupakan upaya yang dilakukan pihak pemberi dalam hal

memberikan sesuai atau memenuhi suatu permintaan, karena ada sesuatu yang ingin

dicapai kedua belah pihak baik pemberi maupun penerima, atau kadang ada sesuatu

yang ditakutkan bagi pihak yang lemah dalam hal ini pemberi, selain itu pungutan liar

tersebut kadang secara tidak langsung telah terjadi penipuan ringan dan penggelapan

ringan oleh pelaku terhadap masyarakat, karena dana dari hasil pungutan seharusnya

disetorkan ke kas daerah, namun dalam pelaksanaanya digunakan untuk keuntungan

pribadi dan golongan tertentu, dan secara tidak langsung pelaku pungutan liar seolah-

olah beridentitas sebagai petugas parkir resmi, namun dalam kenyataannya bukan

merupakan petugas parkir resmi, karena tidak memiliki identitas petugas parkir yang

terdaftar pada pemerintah setempat.

Gejala pungutan liar yang dilakukan oleh masyarakat, sebenarnya tidak disadari

oleh pemerintah. Dalam praktek pungutan liar yang dilakukan oleh masyarakat tersebut,

akan selalu ada imbal tukar (trade off) antara beban pungutan dengan iklim investasi dan

perdagangan dengan usaha penguatan pertumbuhan ekonomi wilayah. Semakin banyak

pungutan resmi dan atau pembiaran pungutan tidak resmi terjadi di tengah-tengah

masyarakat, maka semakin besar dampak kerugian ekonomi yang diterima. Oleh karena

itu, diperlukan penegakan hukum yang tegas bagi siapapun yang melakukan pengutan

liar.

Pada dimensi sosial, gejala pungutan liar yang dilakukan oleh masyarakat ini

tampaknya telah menjadi aturan sosial yang diformalkan. Apalagi pemahaman terhadap

Universitas Sumatera Utara


praktik pungutan liar, pengemis dan premanisme menjadi bercampur baur. Masyarakat

semakin sulit membedakan mana yang retribusi, pungutan liar, pengemis dan

premanisme. Dengan kondisi ini, pungutan liar itu menjadi semacam organized crime

yang muncul dalam bentuk pengemis yang premanistik. Maka, dengan melihat gejala ini

caranya tidak lain adalah penegakan hukum yang tegas, khususnya terhadap pungutang

liar dijalan raya yang dilakukan oleh masyarakat.

Penegakan hukum pada dasarnya melibatkan seluruh warga Indonesia, tetapi

dalam pelaksanaannya hanya dilakukan oleh penegak hukum. Hukum dan penegakan

hukum merupakan sebagian faktor yang tidak bisa diabaikan. Jika diabaikan akan

menyebabkan tidak tercapainya penegakan hukum yang diharapkan. 14 Plato

beranggapan bahwa hukum itu suatu keharusan dan penting bagi masyarakat. 15 Plato

menyebutkan ada tiga kekuatan sosial yang mempengaruhi stabilitas suatu negara. Tiga

kekuatan sosial itu adalah penegak hukum, kaum intelektual, dan kaum interpreneur

(pengusaha). 16

Penegakan hukum pada prinsipnya harus dapat memberi manfaat dan berdaya

guna (utility) bagi masyarakat. Masyarakat mengharapkan adanya penegakan hukum

untuk mencapai suatu keadilan. Apa yang dianggap berguna belum tentu adil, begitu

juga sebaliknya, apa yang dirasakan adil belum tentu berguna bagi masyarakat.

Masyarakat hanya menginginkan adanya suatu kepastian hukum, yaitu adanya suatu

peraturan yang dapat mengisi kekosongan hukum tanpa menghiraukan apakah hukum

14
Soerjono Soekanto, Op.cit., hlm 2
15
Plato, Op. cit., hlm 143.
16
Sanoesi, Almanak Kepolisian Republik Indonesia,Berdasarkan Kadislitbang Polri No. Pol.
B/394/IX/Dislitbang, (Jakarta: PT Dutarindo, 1987), hlm 342.

Universitas Sumatera Utara


itu adil atau tidak. Kenyataan tersebut memaksa pemerintah untuk segera membuat

peraturan secara praktis dan pragmatis. Akibatnya kurang menjamin kepastian hukum

dan rasa keadilan dalam masyarakat.

Dalam pelaksanaan penegakan hukum, keadilan harus diperhatikan, tetapi

hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum bersifat umum, mengikat setiap orang,

bersifat menyamaratakan. Adil bagi seseorang belum tentu dirasakan adil bagi orang

lain. Kepastian hukum diharapkan dapat dipraktekkan dalam pelaksanaan penegakan

hukum terhadap pelaku tindak pidana dengan cara melakukan pungutan liar di jalan.

Kepastian hukum juga diharapkan dapat memberikan keadilan bagi pelaku yang

melakukan tindak pidana dengan cara melakukan praktek pungutan liar, dimana

tindakannya harus sesuai dengan putusan pemidanaan.

Dalam penelitian ini, tidak terlepas dari peran dari pihak Kepolisian Polres

Langkat dan jajaran Polsek-Polsek selaku penindak, pihak Kejaksaan Stabat dalam hal

ini Jaksa selaku Penuntut Umum dan pihak Pengadilan Stabat dalam hal ini Hakim

selaku pemutus. Peran ketiga institusi tersebut, bekerja dalam sebuah sistem yang tidak

dapat dipisahkan antara satu sama lain untuk mencapai tujuan tegaknya hukum pidana.

jika salah satu elemen dari tiga komponen tersebut di atas tidak bekerja dengan baik,

maka elemen lainnya akan terganggu, sehingga mengakibatkan hukum tidak efektif.

Komponen-komponen sistem hukum di atas dipertegas oleh Soerjono Soekanto 17, yang

merupakan bagian faktor-faktor penegakan hukum yang tidak bisa diabaikan karena jika

diabaikan akan menyebabkan tidak tercapainya penegakan hukum yang diharapkan.

17
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum, (Jakarta:
Rajawali, 1983), hlm 5.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Pasal 77 ayat (1) UU Nomor31 Tahun 1997 menegaskan bahwa

hubungan koordinasi ketiga institusi tersebut merupakan suatu rangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh lembaga peradilan yang terkait dalam sistem peradilan pidana. Tugas dan

wewenang sub sistem tersebut saling terkait satu sama lain, dalam arti adanya suatu

suatu koordinasi fungsional dan instansional serta adanya sinkronisasi dalam

pelaksanaan. Oleh sebab itu, maka hubungan koordinasi instansional dalam sub sistem

tersebut dapat berupa rapat kerja gabungan antar instansi aparat penegak hukum dan

penataran gabungan dan lain-lain. 18

2. Landasan Konsepsional

Dalam penelitian ini, landasan konseptual yang digunakan terdiri dari beberapa

istilah untuk menafsirkan definisi atau pengertian. Landasan koseptual yang dimaksud

sebagai berikut:

a. Penegakan hukum adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum

dalam kerangka SPP (Sistem Peradilan Pidana) baik dalam lingkup full enforcement,

menyangkut penegakan hukum pidana yang bersifat total dikurangi area of no

enforcement secara max, maupun dalam actual enforcement yaitu redusi (sisa) dan

full enforcement yang kesemuanya mengakibatkan kemanusiaan dilakukannya

diskresi bagi aparat penegak hukum 19.

b. Penanggulangan Tindak Pidana adalah suatu usaha untuk menanggulagi kejahatan

melalui penegakan hukum pidana, yang rasional yaitu memenuhi rasa keadilan dan

18
M.Yahya Harahap, Op. cit., hlm. 116.
19
Muladi dan Barda Nawawi Arief (III), Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, cetakan ke II
(Bandung; Alumni, 1998), hlm. 148.

Universitas Sumatera Utara


daya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai

reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun

non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. 20

c. Tindak Pidana adalah Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan

mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa

melanggar larangan tersebut. 21

d. Preman adalah Preman adalah orang/individu dan atau kelompok orang yang tidak

berpenghasilan tetap, tidak punya pekerjaan yang pasti, mereka hidup atas dukungan

orang-orang yang terkena pengaruh keberadaannya. 22

e. Premanisme adalah sikap, tindakan, perilaku para preman. 23

f. Pungutan liar adalah suatu tindakan yang sengaja dilakukan untuk pemungutan biaya

dalam jumlah tertentu, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi dan

secara hukum hal tersebut merupakan tindakan illegal yang merugikan perorangan

maupun masyarakat. 24 Pungutan liar ini hanya sebatas pungutan liar yang dilakukan

oleh masyarakat, tidak dilakukan oleh oknum petugas kepolisian atau oknum petugas

dari instansi pemerintahan.

g. Kepolisian adalah Kepolisian Resort (Polres) Langkat Sumatera Utara.

20
Sudarto. Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1986) Hlm 22-23.
21
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1987) Hlm 54.
22
Ida Bagus Pujaastawa, dalam Ali Mustofa Akbar. 2011. Premanisme Dalam Teori Labeling.
http://www.eramuslim.com.Hlm. 5

23
Ibid

24
https://pengertianmenurutparaahli.org › PENGERTIAN pungutan liar, diakses tanggal 5
Agustus 2017

Universitas Sumatera Utara


h. Wilayah hukum adalah wilayah hukum Polres Langkat Sumatera Utara.

i. Sanksi adalah ancaman hukuman, merupakan suatu alat pemaksa guna ditaatinya

suatu kaidah, undang-undang misalnya sanksi terhadap pelanggaran suatu undang-

undang 25.

j. Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai

negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk

melakukan penyidikan. 26

k. Diskresi Kepolisian ialah untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara

Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak

menurut penilaiannya sendiri 27 atau merupakan wewenang Kepolisian yang

bersumber pada asas kewajiban umum Kepolisian (plichtmatigheids beginsel) yaitu

suatu asas yang memberikan kewenangan kepada pejabat Kepolisian untuk bertindak

dan tidak bertindak menurut penilaian sendiri, dalam rangka kewajiban umumnya 28.

G. METODE PENELITIAN

Metode adalah suatu cara yang teratur dan terpikir dengan bak-baik untuk

mencapai tujuan tertentu. 29 Penelitian harus dilakukan secara metodologis, sistematis,

dan konsisten. Maksud dari metodologis adalah harus sesuai dengan metode dan cara

tertentu, sedangkan sistematis adalah berdasarkan pada suatu sistem, konsisten berarti

25
J.C.T. Simongkir, Rudy T. Erwin dan Aj. T. Prasetyo, Kamus Hukum, (Jakarta: Madjapahit, 2000)
Hlm 152
26
Pasal 1 angka 1 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP)
27
Pasal 18 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
28
https://krisnaptik.com> hukum-Kepolisian, diakses tanggal 5 Agustus 2017.
29
Salim HA, Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hlm 18.

Universitas Sumatera Utara


adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu kerangka pemikiran tertentu. 30

Penelitian hukum adalah penelitian yang diterapkan atau diberlakukan khusus pada ilmu

hukum. 31 Metode penelitian hukum adalah upaya ilmiah untuk memahami dan

memecahkan suatu masalah hukum berdasarkan metode tertentu.

1. Jenis Penelitian

Metodologi penelitian yang diterapkan dalam setiap ilmu selalu

disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya 32. Permasalahan

pokok dalam penelitian ini adalah penegakan hukum terhadap praktek

pungutan liar yang dilakukan oleh masyarakat dikaitkan dengan Peraturan

Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012. Sasaran penelitian ini adalah

penelitian yang ditujukan terhadap masalah kebijakan dalam menetapkan dan

merumuskan penegakan hukum terhadap praktek pungutan liar yang dilakukan

oleh masyarakat dikaitkan dengan Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun

2012 dan penerapan sanksinya.

Jenis penelitian dalam tesis ini adalah pendekatan yuridis empiris

yaitu suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum

dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan

masyarakat. Penelitian yuridis empiris adalah cara prosedur yang digunakan

untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih

30
Soejono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm
42.
31
F. Sugeng Susanto, Penelitian Hukum, (Yogyakarta: CV Ganda, 2007) hlm 29.
32
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jumetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1988) hlm. 9.

Universitas Sumatera Utara


dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data

primer di lapangan. 33Pendekatan yuridis empiris yang digunakan pada awalnya

menggunakan penelitian inventarisasi hukum positif yang merupakan kegiatan

pendahuluan yang bersifat mendasar untuk melakukan penelitian hukum.

Selain itu juga menggunakan penelitian terhadap sistematik hukum yang

dipakai untuk menemukan pengertian-pengertian dasar dalam sistem hukum

serta penelitian terhadap asas-asas hukum yang akan digunakan untuk meneliti

penerapan asas-asas hukum pidana. Penelitian yuridis empiris dalam penelitian

tesis ini digunakan untuk mengumpulkan dan menemukan data serta informasi

melalui studi lapangan terhadap Penegakan Hukum Terhadap Praktek Pungutan

Liar Di Jalan Raya Oleh Masyarakat Dikaitkan Dengan Peraturan Mahkamah

Agung nomor 2 Tahun 2012 (Studi Kasus Di Polres Langkat).

2. Sifat Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif analisis. Deskriptif berarti

bahwa penelitian menggambarkan suatu peraturan hukum dalam konteks teori-

teori hukum serta pelaksanaannya, sedangkan analisis karena penelitian akan

dijelaskan secara cermat dan menyeluruh serta sistematis terhadap aspek

pelaksanaan. 34

33
Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: Rajawali Pers Jakarta, 1985), hlm 52.
34
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), hlm.
120.

Universitas Sumatera Utara


3. Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh langsung dari penelitian

lapangan dari sejumlah narasumber yang menyangkut informasi tentang penegakan

hukum terhadap praktek pungutan liar di jalan raya oleh masyarakat dikaitkan

dengan peraturan Mahkamah Agung nomor 2 tahun 2012 (Studi Kasus Di Polres

Langkat). Selanjutnya sumber data yang telah diperoleh selanjutnya diolah

melakukan penelitian kepustakan.

a. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari hasil penelitian

lapangan dan hasil wawancara yang dilakukan pada narasumber sebagai

informan yang berhubungan dengan objek permasalahan penegakan hukum

terhadap pungutan liar yang dilakukan oleh masyarakat di Wilayah Hukum

Polres Langkat, dikaitkan dengan:

1. Undang-Undang Dasar 1945;

2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

3. Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan Raya;

4. Peraturan Mahkamah Agung RI nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian

Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP.

b. Data sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum

primer yang terdiri dari peraturan-peraturan dan ketentuan yang diperoleh dari

buku, jurnal, hasil penelitian, majalah, surat kabar, internet, makalah terkait

Universitas Sumatera Utara


dengan permasalahan Penegakan Hukum terhadap Praktek Lungutan liar di Jalan

Raya yang dilakukan oleh masyarakat terkait dengan Peraturan Mahkamah

Agung Republik Indonesia nomor 2 Tahun 2012.

c. Data tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan

terhadap hukum primer dan sekunder, 35 berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Kamus Hukum, Literatur, dan website yang terkait dengan permasalahan

penegakan hukum terhadap praktek pungutan liar di Jalan raya yang dilakukan

oleh masyarakat dikaitkan dengan Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 tahun

2012.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penulisan ini

mengumpulkan dua cara pengumpulan data yakni:

(1). Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara studi kepustakaan

(literature study). Penulis menggunakan studi kepustakaan serta dokumen-

dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti.

(2). Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara studi lapangan (field study).

Pada studi lapangan penulis melakukan pengumpulan data dengan wawancara

terhadap pihak yang mengetahui permasalahan untuk diteliti sebagai informan.

35
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003),
hlm 114.

Universitas Sumatera Utara


Informan tersebut, yakni:

a. Kapolsek-Kapolsek di wilayah hukum Polres Langkat;

b. Kasat Reskrim Polres Langkat;

c. Kasat Sabhara Polres Langkat;

d. Kasat Intel Polres Langkat;

e. Para Kanit Reskrim Polres Langkat;

f. Para Kanit Reskrim Jajaran Polsek di wilayah hukum Polres Langkat.

5. Analisis Data

Dalam penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk

memberikan jawaban terhadap permasalah yang diteliti. Analisis data dalam

penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif yaitu analisis yang

dipergunakan untuk aspek-aspek yuridis empiris melalui metode penelitian dengan

bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan

kompleks yang terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi

(keragaman).

Analisis terhadap data penelitian kemudian secara logis dan sistematis

dilakukan penelitian terhadap permasalahan penegakan hukum terhadap praktek

pungutan liar di jalan raya yang dilakukan oleh masyarakat dikaitkan dengan

Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 tahun 2012. Bahan hukum primer, bahan

Universitas Sumatera Utara


hukum sekunder dan bahan hukum tersier diperoleh dari berbagai sumber yang

dibutuhkan disamping melalui studi kepustakaan (literature study), maka analisis

data dilakukan secara kualitatif yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma,

asas-asas yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan

pengadilan. 36

Penarikan kesimpulan untuk menjawab permaslahan dilakukan dengan

menggunakan logika berpikir induktif, yaitu cara berpikir dalam mengambil

kesimpulan secara yang didasarkan atas fakta-fakta yang berfungsi khusus.

36
Zaenuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafindo, 2010), hlm 105.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRES LANGKAT TERHADAP PRAKTEK

PUNGUTAN LIAR DI JALAN RAYA YANG DILAKUKAN OLEH

MASYARAKAT

A. Tindak Pidana Terhadap Praktek Pungutan Liar

Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari strafbaar feit, di dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak terdapat penjelasan mengenai apa yang

dimaksud dengan strafbaar feit itu sendiri. Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan

delik, yang berasal dari bahasa latin yakni kata delictum. Dalam kamus Bahasa Indonesia

tercantum sebagai berikut:

“Delik adalah perbuatan yang dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran


terhadap Undang-Undang tindak pidana.”

Berdasarkan rumusan yang ada maka delik (strafbaar feit) memuat beberapa

unsur yakni:

(1). Suatu perbuatan manusia;

(2). Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang;

Universitas Sumatera Utara


(3). Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan.37

Menurut Mulyanto menerjemahkan strafbaar feit dengan perbuatan pidana.

Menurut pendapat beliau istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna adanya suatu

kelakuan manusia yang menimbulkan akibat tertentu yang dilarang hukum di mana

pelakunya dapat dijerat dengan sanksi pidana.

Istilah tindak pidana menunjukkan pengertian gerak-gerik tingkah laku dan

gerak-gerik jasmani seseorang. Hal-hal tersebut terdapat juga seseorang untuk tidak

berbuat, akan tetapi dengan tidak berbuatannya seseorang tersebut, maka telah

melakukan tindak pidana. Kata tindak pidana yang dipergunakan para ahli hukum

pidana Indonesia adalah bermacam-macam, antara lain tindak pidana, perbuatan pidana,

peristiwa pidana, perbuatan kriminal dan tindak kriminal.

Dari berbagai pengertian tersebut, terdapat pengertian dari tindak pidana yang

dikemukakan oleh Sudarto. Menurut Sudarto tindak pidana merupakan pembentuk

undang-undang sudah tetap dalam pemakaian istilah tindak pidana, dan beliau lebih

condong memakai istilah tindak pidana seperti yang telah dilakukan oleh pembentuk

undang-undang. Melalui pemahaman di atas, dapat diartikan bahwa tindak pidana

merupakan perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, di mana

pengertian perbuatan di sini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yan

sebenarnya dilarang oleh hukum), juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu

yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).

37
Ibid, Hlm.48.

Universitas Sumatera Utara


Pada dasarnya jika dikaji peraturan perundang-undangan pidana Indonesia

seperti KUH Pidana dan peraturan di bidang hukum pidana, tidak ditemukan pengertian

tindak pidana. Tiap-tiap pasal undang-undang tersebut hanya menguraikan unsur-unsur tindak

pidana yang berbeda dan bahkan ada yang hanya menyebut kualifikasi tindak pidana. Secara

umum tindak pidana dapat diartikan sebagai perbuatan yang tercela yang pembuatnya dapat

dipidana.

Pada ketentuannya unsur-unsur tindak pidana dan unsur-unsur pembuat tindak

pidana, membawa konsekuensi bahwa unsur-unsur itu harus dimuat di dalam dakwaan

Penuntut umum dan harus pula dibuktikan di depan sidang pengadilan negeri. Hal itu

tidak berarti bahwa hanya unsur yang disebut secara expressis verbis (tegas) di dalam

undang-undang itu saja yang merupakan unsur-unsur tindak pidana. Ada unsur-unsur

tindak pidana yang sering tidak disebut dalam undang-undang, namun diakui sebagai

unsur misalnya unsur melawan hukum yang materil dan tidak disebut dalam undang-

undang bisa dinamakan unsur diam-diam yang tidak perlu dimuat dalam dakwaan

Penuntut umum dan tidak perlu dibuktikan. Unsur diam-diam perlu diterima sebagai

asumsi bahwa pembuatnya dapat membuktikan ketiadaan unsur-unsur itu. 38

Menurut Moelyatno unsur-unsur atau elemen-elemen perbuatan pidana terdiri

dari:

(1). Kelakuan dan akibat (perbuatan)

(2). Hak ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan.

38
Andi Zainal Abidin Farid, Asas-Asas Hukum Pidana (Bagian Pertama), (Bandung: Alumni,
1987), hlm. 220.

Universitas Sumatera Utara


(3). Keadaan tambahan yang memberatkan pidana

Maksudnya adalah tanpa suatu keadaan tambahan tertentu seorang terdakwa


telah dapat dianggap melakukan perbuatan pidana yang dapat dijatuhi
pidana, tetapi dengan keadaan tambahan tadi ancaman pidananya lalu
diberatkan. Misalnya pada Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan
diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, tetapi
jika penganiayaan tersebut menimbulkan luka, maka ancaman pidananya
diberatkan menjadi lima tahun dan jika menyebabkan kematian menjadi
tujuh tahun.

(4). Unsur melawan hukum yang objektif

Unsur melawan hukum yang menunjuk kepada keadaan lahir atau objektif
yang menyertai perbuatan.

(5). Unsur melawan hukum yang subjektif.

Unsur melawan hukum terletak di dalam seseorang pelaku kejahatan itu


sendiri. 39

Berdasarkan ketentuannya terjadinya suatu tindak pidana harus memenuhi unsur-

unsur, sebagai berikut:

1. Perbuatan manusia, baik dalam arti perbuatan positif (berbuat) maupun negatif

(tidak berbuat). Dalam hal ini dimaksudkan bahwa dengan handeling tidak saja

perbuatan, akan tetapi melalaikan atau tidak berbuat, seseorang yang tidak berbuat

atau melalaikan dapat dikatakan bertanggung jawab atas perbuatan pidana. Dalam

39
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rikena Cipta, 2008), Hlm.87.

Universitas Sumatera Utara


hukum pidana, kewajiban hukum atau keharusan hukum bagi seseorang untuk

berbuat dapat dirinci dalam tiga hal yakni:

a. Undang-undang (de wet) yakni undang-undang mengharuskan seseorang untuk

berbuat, maka undang-undang merupakan sumber kewajiban hukum.

b. Dari jabatan yakni keharusan yang melekat pada jabatan.

c. Dari perjanjian yakni keharusan dalam melakukan perjanjian.

2. Diancam Pidana

3. Melawan hukum

4. Dilakukan dengan kesalahan

5. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab

6. Perbuatan itu harus terjadi karena kesalahan. 40

Setelah mengetahui defenisi dan pengertian dari ahli di atas lebih mendalam

dapat diketahui unsur-unsur tindak pidana. Unsur-unsur tindak pidana tersebut dapat

dibagi menjadi, yakni:

a. Unsur objektif

Yaitu unsur yang terdapat di luar si pelaku. Unsur-unsur yang ada hubungannya

dengan keadaan, yakni dalam keadaan-keadaan, dimana tindakan-tindakan si pelaku

itu harus dilakukan, terdiri dari:

1) Sifat melarang hukum;

2) Kualitas dari si pelaku;

40
Togot, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan,
(Bandung:UMM Pres, 2009), Hlm.105

Universitas Sumatera Utara


3) Kausalitas yang merupakan hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab

dengan suatu kenyataan sebagai akibat.

b. Unsur Subjektif

Yaitu unsur yang terdapat atau melekat pada diri si pelaku, atau yang dihubungkan

dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terkandung di

dalam hatinya. Unsur-unsur tersebut, terdiri dari:

1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa);

2) Maksud pada suatu percobaan, seperti ditentukan dalam Pasal 53 ayat (1)

KUHP;

3) Macam-macam maksud seperti terdapat dalam kejahatan-kejahatan pencurian,

penipuan, pemerasan dan sebagainya;

4) Merencanakan terlebih dahulu, seperti tercantum dalam Pasal 340 KUHP, yaitu

pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu;

5) Perasaan takut seperti terdapat di dalam Pasal 308 KUHP.

Berdasarkan unsur-unsur tindak pidana di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

unsur yang terdapat dalam suatu perbuatan tindak pidana sangat menentukan jenis

hukum yang akan dijatuhkan bagi pelakunya. Istilah pidana sering diartikan sama

dengan istilah hukuman. Hukuman adalah suatu pengertian umum dan lebih luas, yaitu

sebagai suatu sanksi yang tidak mengenakan yang sengaja ditimpakan kepada

seseorang. Pada dasarnya hukum tersebut yang dinyatakan pemidanaan. Berbicara

mengenai pidana dan pemidanaan dalam tataran undang-undang di Indonesia

merupakan suatu hal yang selalu menggejala baik di kalangan ilmuan maupun praktisi

Universitas Sumatera Utara


hukum terlebih dahulu di masyarakat, karena persoalan tersebut selalu menjadi

perbincangan dan kemungkinan selalu terjadi. Selanjutnya di dalam proses pemberian

pidana dan proses pemidanaan merupakan peranan dari hakim.

Hakim mengkonkritkan sanksi pidana yang terdapat dalam suatu peraturan

dengan penjatuhan pidana untuk orang tertentu dalam kasus tertentu. Pada hakekatnya

kriminologi bagian dari tindak pidana yang merupakan ilmu pengetahuan yang

mempelajari tentang kejahatan. Nama kriminologi yang ditemukan oleh P. Topinard

(P.Topinard, 1830-1911) seorang ahli antropologi Prancis, secara harfiah berasal dari

kata “Crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat, dan “Logos” yang berarti ilmu

pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau penjahat.

Kriminologi mengandung pengertian yang sangat luas, sehingga tidak mudah

ditangkap secara jelas. Dikatakan demikian karena, dalam mempelajari kejahatan tidak

terlepas dari berbagai pengaruh dan sudut pandang, ada yang memandang atau

mempelajari kriminologi itu dari suatu latar belakang timbulnya kejahatan dan adapula

yang memandang kriminologi dari sudut perilaku yang menyimpang dari norma-norma

yang berlaku dimasyarakat. Semuanya tidak dapat terlepas dari campur tangan berbagai

disiplin ilmu terutama yang berkaitan dengan obyek studinya.

Kriminologi yaitu suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari penjahat dan

kejahatan serta mempelajari tentang cara-cara penjahat melakukan kejahatan, kemudian

berusaha semaksimal mungkin untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya

Universitas Sumatera Utara


kejahatan dan berupaya untuk mencari dan menemukan konsepsi-konsepsi yang dapat

mencegah dan menanggulangi terjadinya kejahatan.

Moeljatno mengemukakan bahwa: 41

“Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan dan kelakuan jelek


dan tentang orangnya yang tersangkut pada kejahatan dan kelakuan jelek itu”.

Berdasarkan pandangan dari beberapa pakar hukum tentang kriminologi tersebut

di atas, nampak mempunyai persamaan satu sama lainnya, walaupun variasi bahasa

dalam mengungkapkan berbeda-beda, tetapi perbedaan itu tidak di pengaruhi hakekat

kriminologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang berorientasi kepada kejahatan,

mencari sebab orang melakukan kejahatan dan meneliti mengapa orang menjadi jahat,

sekaligus mencari cara atau upaya untuk memberantas menanggulanginya.

Kriminologi sebagai ilmu pembantu dalam hukum pidana yang mendalam

tentang fenomena kejahatan, sebab dilakukannya kejahatan dan upaya yang dapat

menanggulangi kejahatan, yang bertujuan untuk menekan laju perkembangan kejahatan.

Menurut Wood bahwa kriminologi secara ilmiah dapat dibagi atas 3 (tiga) bagian,

yaitu: 42

1. Ilmu pengetahuan mempelajari mengenai kejahatan sebagai masalah yuridis

yang menjadi objek pembahasan ilmu hukum pidana dan acara hukum pidana;

41
Moeljatno, Op.cit. hlm.6
42
Abdul Salam. 2007. Kriminologi. (Jakarta: Restu Agung,2007), hlm.6.

Universitas Sumatera Utara


2. Ilmu pengetahuan mempelajari mengenai kejahatan sebagai masalah antropologi

yang menjadi inti pembahasan kriminologi dalam arti sempit, yaitu sosiologi dan

biologi;

3. Ilmu pengetahuan mempelajari mengenai kejahatan sebagai masalah teknik yang

menjadi pembahasan kriminalistik, seperti ilmu kedokteran forensik, limu alam

forensik, dan ilmu kimia forensik.

Masyarakat menilai dari segi hukum bahwa sesuatu tindakan merupakan

kejahatan sedang dari segi sosiologi (pergaulan) bukan kejahatan. Inilah yang disebut

kejahatan yuridis. Sebaliknya bisa terjadi suatu tindakan dilihat dari segi sosiologis

merupakan kejahatan, sedang dari segi yuridis bukan kejahatan. Inilah yang disebut

kejahatan sosiologis (kejahatan kriminologis).

Menurut Topo Santoso mengemukakan bahwa: 43

“Kriminologi mempelajari kejahatan sebagai fenomena sosial sehingga sebagai

pelaku kejahatan tidak terlepas dari interaksi sosial, artinya kejahatan menarik perhatian

karena pengaruh perbuatan tersebut yang dirasakan dalam hubungan antar manusia.

Kriminologi merupakan kumpulan ilmu pengetahuan dan pengertian gejala kejahatan

dengan jalan mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan-keterangan,

keseragaman-keseragaman, pola-pola dan faktor-faktor kausal yang berhubungan

dengan kejahatan, pelaku kejahatan secara reaksi masyarakat terhadap keduanya.”

Objek studi kriminologi meliputi: 44

43
Topo Santoso, “Kriminologi”, (Jakarta: PT. Raja Garafindo, 2003), hlm. 23.

Universitas Sumatera Utara


1. Perbuatan yang disebut kejahatan

2. Pelaku kejahatan

3. Reaksi masyarakat yang ditujukan baik terhadap perbuatan maupun

terhadap pelakunya.

Dengan melihat keberadaan kriminilogi di tengah-tengah kehidupan masyarakat,

fungsi kriminologi bersifat luas. Namun demikian, karena keberadaan kriminologi

dalam sejarahnya tidak dapat dipisahkan dari hukum pidana, fungsi kriminologi ini

dapat dibedakan kepada 2 (dua) hal, yaitu:

1. Fungsi klasik

Pada fungsinya yang klasik, keberadaan kriminologi berkaitan dengan hukum

pidana, dimana dua disiplin ilmu ini saling berhubungan dan saling bergantung

antara satu dengan lainnya, bahkan sebelumnya kriminologi dianggap sebagai

bagian dari hukum pidana.

2. Fungsi modern.

Dalam perkembangan selanjutnya kriminologi dijadikan sebagai ilmu yang membantu

hukum pidana (ilmu pembantu), dan sekarang hal tersebut tidak dapat dipertahankan

lagi, karena perkembangan kriminologi sudah menjadi disiplin yang berdiri sendiri.

Hubungan antara kriminologi dengan hukum pidana ini sedemikian dekatnya,

sehingga diibaratkan sebagai “dua sisi diantara satu mata uang”, dimana hukum pidana

pada dasarnya menciptakan kejahatan (kejahatan formal) dan rumusan kejahatan yang

dimuat dalam hukum pidana itulah yang menjadi kajian pokok kriminologi. Sedangkan
44
Ibid, hlm. 12

Universitas Sumatera Utara


kejahatan itu sendiri adalah masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat di seluruh

negara semenjak dahulu dan pada hakikatnya merupakan produk dari masyarakat

sendiri. Kejahatan dalam arti luas, menyangkut pelanggaran dari norma-norma yang

dikenal masyarakat, seperti norma-norma agama, norma moral hukum.

Suatu perbuatan baru dapat dikatakan sebagai kejahatan bila ia mendapat reaksi

dari masyarakat. Kejahatan menurut pengertian orang banyak sehari-hari adalah tingkah

laku atau perbuatan yang jahat yang tiap-tiap orang dapat merasakan bahwa itu jahat

seperti pemerasan, pencurian, penipuan dan lain sebagainya yang dilakukan manusia. 45

Tentang definisi dari kejahatan itu sendiri tidak terdapat kesatuan maupun

kesepakatan pendapat di antara para sarjana. R. Soesilo membedakan pengertian

kejahatan secara yuridis dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi

yuridis, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan

dengan undang-undang. Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan

kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga

sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan

ketertiban.

Kejahatan adalah delik hukum (Rechts delicten) yaitu perbuatan-perbuatan yang

meskipun tidak ditentukan dalam undang-undang sebagi peristiwa pidana, tetapi

dirasakan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum. Setiap orang yang

45
Rusli Efendy,Teori Hukum.(Ujung Pandang: Hasanuddin University Press, 1991), hlm 1.

Universitas Sumatera Utara


melakukan kejahatan akan diberi sanksi pidana yang telah diatur dalam Buku Kesatu,

bahwa: 46

“Kejahatan, sebagaimana terdapat dalam perundang-undangan adalah setiap perbuatan


(termasuk kelalaian) yang dilarang oleh hukum publik untuk melindungi masyarakat dan
diberi sanksi berupa pidana oleh negara”

Ciri pokok dari kejahatan adalah pelaku yang dilarang oleh negara karena merupakan

perbuatan yang merugikan bagi negara dan terhadap perbuatan itu negara bereaksi

dengan hukum sebagai upaya pamungkas 47.

Menurut Topo Santoso menjelaskan bahwa: 48

“Secara sosiologi kejahatan merupakan suatu perilaku manusia yang diciptakan oleh
masyarakat, walaupun masyarakat memiliki berbagai macam perilaku yang berbeda-
beda akan tetapi didalamnya bagian-bagian tertentu yang memiliki pola yang sama”.

Ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan, yaitu: 49

1. Faktor personal, temasuk didalamnya faktor biologis (umur, jenis kelamin,

keadaan mental, dan lain-lain) dan psikologis (agresivitas, kecorobahan, dan

keteransingan); dan

2. Faktor situasional, seperti situasi konflik, faktor tempat dan waktu.

46
J.E. Sahetapi. 1989. Bunga Rampai Viktimisasi, (Bandung: Eresco, 1989) hlm 11
47
Topo Santoso, Op.cit, hlm. 17.
48
Ibid, hlm. 15.
49
Made Darma Weda, 1996.Kriminologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm.76.

Universitas Sumatera Utara


Terdapatduafaktor yang dapatmenyebabkanterjadinyakejahatan, yaitu:

1. Adanyaniatdaripelaku;

Niatmerupakansuatufaktor yang

berasaldaridiripelakusebeluminginmenjalankanaksinya.

Faktorinibiasanyamerupakanfaktor yang dikategorikansebagaifaktor internal

daripelakudisebabkanberasaldaridalamdiripelaku.

2. Adanyakesempatan.

Kesempatanadalahsuatufaktor yang

justrutidakberasaldaridalamdiripelakumelainkanberasaldaridalamdirikorban

(internal korban)

MenurutBarnestdan Teeters (SoedjonoDirdjosiworo, 1983:79),

mengemukakanbahwa:

Terdapatbeberapacarauntukmenanggulangikejahatan, yaitu:

1. Menyadaribahwaakanadanyakebutuhan-kebutuhanuntukmengembangkandorongan-

dorongansosialatautekanan-tekanansosialdantekananekonomi yang

dapatmempengaruhitingkahlakuseseorangkearahperbuatanjahat.

2. Memusatkanperhatiankepadaindividu-individu yang

menunjukkanpotensialitaskriminalatausosial,

sekalipunpotensialitastersebutdisebabkangangguan-

Universitas Sumatera Utara


gangguanbiologisdanpsikologisataukurangmendapatkesempatansosialekonomis yang

cukupbaik, sehinggadapatmerupakansuatukesatuan yang harmonis. 50

Pidana merupakan suatu reaksi atas delik (punishemnt) dan berwujud suatu

nestapa yang dengan sengaja ditimpakan (sifat negatif) oleh negara atau lembaga negara

terhadap pembuat delik. Nestapa hanya merupakan suatu tujuan yang terdekat saja,

bukanlah suatu tujuan terakhir yang dicita-citakan sesuai dengan upaya pembinaan

(treatment). 51

Pidana merupakan suatu pengertian khusus yang berkenaan dengan sanksi dalam

hukum pidana. Walaupun ada juga persamaannya dengan pengertian umum, yaitu

sebagai suatu sanksi yang berupa tindakan yang menderitakan atau suatu nestapa. 52

Akan tetapi hukuman dari perbuatan tersebut dikatakan dengan pemidanaan atau sanksi

dari perbuatan yang dilakukan.

Menurut Prof. Moelyatno istilah hukuman atau disebut dengan straf merupakan

istilah konvensional. Istilah yang benar atau inkonvensional untuk menggantikan straf

adalah pidana. Hal tersebut sesuai dengan istilah “strafrecht” yang selama ini digunakan

sebagai terjemahan dari “hukum pidana”. Dengan demikian, maka istilah pidana

merupakan istilah yang lebih khusus yang dipakai dalam hukum pidana.

50
Soedjono Dirdjosisworo, Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention), (Bandung: Alumni,
1983), hlm. 79.
51
Aruan Sakidjo, Bambang Poernomo, Hukum Pidana, Dasar Aturan Umum Hukum Pidana
Kodifikasi, (Jakarta:Ghalia Indonesia, 1990), Hlm.69
52
Andi Hamza, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia dari retribusi ke reformasi.(Jakarta:
Pradnya Paramita, 1985), Hlm.32.

Universitas Sumatera Utara


Beberapa pakar memberikan pandangan berbeda-beda dengan suatu pengertian

tentang sanksi. Pengertian sanksi oleh para pakar adalah sebagai berikut:

a. Menurut Utrecht sanksi dalam hukum pidana adalah sebagai akibat suatu perbuatan atau

suatu reaksi dari pihak lain yang dilakukan oleh manusia atau organisasi sosial.

b. Menurut Hoefnagels sanksi dalam hukum pidana adalah semua reaksi terhadap

pelanggaran hukum yang telah ditentukan undang-undang, dimulai dari penahanan

tersangka dan penuntutan terdakwa sampai pada penjatuhan vonis oleh hakim.

c. Menurut Hambali Thalib sanksi dalam hukum pidana adalah sanksi hukum dalam arti

sanksi negatif yang unsur-unsurnya dapat dirumuskan sebagai reaksi terhadap akibat atau

konsekuensi terhadap pelanggaran atau penyimpangan kaidah sosial, baik kaidah hukum

maupun kaidah sosial non-hukum, dan merupakan kekuasaan untuk memaksakan

ditaatinya kaidah sosial tertentu.

d. Menurut Poernomo sanksi dalam hukum pidana adalah mengandung inti berupa

suatu ancaman pidana dan mempunyai tugas agar norma yang telah ditetapkan dalam

hukum dan undang-undang ditaati sebagai akibat hukum atas pelanggaran norma.

e. Menurut Sudikno sanksi dalam hukum pidana adalah suatu tujuan untuk memulihkan

keseimbangan tatanan masyarakat yang telah terganggu oleh pelanggaran-pelanggaran

kaidah dalam keadaan semula.53

Kekhususan lain dari istilah pidana termasuk dalam hal bentuk atau jenis sanksi

atau hukumannya, dimana sifat nestapa atau penderitaan lebih menonjol bila

dibandingkan dengan bentuk hukuman yang dimiliki oleh aspek hukum lain.

53
Hambali, Sanksi Pemidanaan Dalam Konflik Pertanahan, (Makassar: Umitoha Ukhuwah
Grafika, 2005),Hlm.23

Universitas Sumatera Utara


Bahkan para ahli hukum pidana ada yang mengatakan, bahwa hukum pidana merupakan

hukum sanksi istimewa. Dikatakan pula bahwa hukum pidana merupakan sistem sanksi

yang negatif yang artinya yaitu suatu nestapa yang sifatnya mencelakakan atau

menderitakan pihak terpidana akibat dari perbuatannya. 54

Pungutan liar adalah suatu tindakan yang sengaja dilakukan untuk pemungutan

liar dalam jumlah tertentu, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi dan

secara hukum hal tersebut merupakan tindakan illegal yang merugikan perorangan

maupun masyarakat 55.

Pungutan liar merupakan sebutan semua bentuk pungutan yang tidak resmi, yang

tidak mempunyai landasan hukum, maka tindakan tersebut dinamakan pungutan liar

(pungli). Dalam bekerjanya, pelaku pungutan liar kadang diikuti dengan tindakan

kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap pihak yang berada di dalam posisi yang

lemah karena adanya suatu kepentingan. 56 Pungutan liar dapat di kategorikan dalam

bentuk tindak pidana pemerasan yang dilakukan seseorang atau berkelompok untuk

menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Praktek pungutan liar merupakan tindak pidana yang terkadang disertai

kekerasan, ancaman, atau penipuan ringan. Tingginya angka pengangguran

menyebabkan perekonomian menjadi terganggu. Sebagian kelompok masyarakat mulai

mencari penghasilan dengan cara cepat melalui pemerasan dalam bentuk penyediaan

54
Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana. (Bandung: Alumni, 1986), hlm.41.
55
https://pengertianmenurutparaahli.org › PENGERTIAN pungutan liar, diakses tanggal 5
Agustus 2017
56
www.hukumonline.com. diakses tanggal 19 Oktober 2017

Universitas Sumatera Utara


jasa yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Meningkatnya tingkat pengangguran dan

didukung dengan tingginya angka kemiskinan serta minimnya pendidikan dapat

menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana. Kehadiran preman yang melakukan

pungutan liar dapat mengganggu ketertiban dan ketentraman di lingkungan masyarakat

terutama di jalan raya.

Terhadap pelaku pungutan liar yang berada di persimpangan jalan raya atau

polisi cepek, selain memiliki sisi positif juga terdapat sisi negatif. Sisi positif keberadaan

pelaku pungutan liar (Polisi cepek) yaitu dapat menggantikan peran polisi dalam

mengatasi simpang siurnya kendaraan dalam kemacetan. Sedangkan sisi negatif dari

keberadaan pelaku pungutan liar (Polisi cepek) yaitu maraknya pelaku pungutan liar

(Polisi cepek) yang membantu pengendara kendaraan bermotor untuk melanggar marka

jalan dan pelaku pungutan liar (Polisi cepek) yang memeras pengendara kendaraan

bermotor, sehingga apabila setiap hari hal ini terjadi dan bertambah banyak, maka dapat

berdampak atau berpotensi pada timbulnya perpecahan di tengah lalu lintas.

Pasal 200 ayat (1) (2) Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan, yang berisi:

(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia bertanggung jawab atas


terselenggaranya kegiatan dalam mewujudkan dan memelihara Keamanan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(2) Penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan


melalui kerjasama antara pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan
masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


Sudah jelas bahwa peran pelaku pungutan liar (Polisi cepek)sebagai pengganti

Polisi tidaklah benar, karena walaupun masyarakat ikut andil dalam mewujudkan dan

memelihara keamanan lalu lintas, perlu pembinaan sejak dini mengenai lalu lintas serta

harus ada sosialisasi dan internalisasi tata cara dan etika berlalu lintas serta program

keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, sehingga walaupun pelaku

pungutan liar (polisi cepek) tersebut memperoleh uang cuma-cuma dari pengendara

kendaraan bermotor, yang pemberian tersebut tanpa paksaan dan merupakan inisiatif

sendiri dari pihak pemberi merupakan hal yang bertentangan.

Dilihat dari sisi Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan Raya, apabila terbukti bahwa pelaku pungutan liar dalam hal ini polisi

cepek, yang melakukan pemerasan di jalan serta tidak dapat menunjukan surat

keterangan sebagai masyarakat peduli keamanan lalu lintas, maka dapat di jerat dengan

Pasal 275 ayat (1) (2) Undang- Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan, yang berisi :

(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada
fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas,
fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima
puluh ribu rupiah).

(2) Setiap orang yang merusak Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi
Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan

Universitas Sumatera Utara


sehingga tidak berfungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling
banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 28 ayat (1), (2) Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan, yang berisi:

(1) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan


dan/atau gangguan fungsi Jalan.

(2) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan


pada fungsi perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat
(1).

Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan, yang berisi:

(1) Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi
dengan perlengkapan Jalan berupa:

a. RambuLaluLintas; 

b. Marka Jalan; 

c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas; 

d. Alat penerangan Jalan; 

e. Alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan; 

f. Alat pengawasan dan pengamanan Jalan; 

g. Fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat; dan
h. Fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berada
di Jalan dan di luar badan Jalan.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan penjelasan pasal tersebut di atas, dikaitan tindak pidana pada

praktek pungutan liar, bahwa terhadap pelaku praktek pungutan liar yang mengatur di

persimpangan atau jalan rusak dapat dijerat dengan pelanggaran lalu lintas yang dapat

dikatagorikan tindak pidana ringan, namun tidak ada keterkaitan dengan Peraturan

Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 dan proses sama dengan Perma tersebut yaitu

menggunakan Hakim tunggal untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara

tersebut dengan Acara Pemeriksaan Cepat yang diatur dalam Pasal 205 KUHAP sampai

dengan Pasal 210 KUHAP dan Ketua Pengadilan tidak menetapkan penahanan ataupun

perpanjangan penahanan.

Terhadap pelaku pungutan liar yang melakukan pemungutan dana parkir di

wilayah Kabupaten Langkat, selain dapat dijerat dengan pasal penipuan ringan, juga

dapat dijerat dengan sanksi pidana penggelapan, karena pelaku tersebut tidak

menyetorkan dana perparkiran yang seharusnya menjalankan Peraturan Daerah

Kabupaten Langkat nomor 7 tahun 2005 tentang Restribusi Pelayanan Parkir.

1. Hubungan Pungutan Liar Dengan Tindak Pidana Ringan

Tindak pidana ringan atau Tipiring adalah perkara yang diancam dengan pidana

penjara atau kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya

Rp. 75.000,00 (tujuh puluh lima ribu rupiah) dan penghinaan ringan kecuali pelanggaran

lalu lintas. Pada praktek pungutan liar dapat dijerat dengan beberapa pasal dalam pidana

Universitas Sumatera Utara


yaitu Pasal 368 KUHP apabila praktek pungutan liar tersebut disertai dengan ancaman

kekerasan untuk mendapatkan uang, Pasal 373 KUHP apabila dana hasil pungutan

parkir tersebut tidak disetorkan ke kas daerah sesuai yang diatur dalam Perda, melainkan

digunakan sendiri atau disetorkan ke oknum ormas atau oknum tertentu dan Pasal 379

KUHP apabila pelaku pungutan liar tersebut telah melakukan penipuan dengan

menggunakan identitas palsu sebagai tukang parkir resmi. Terhadap pasal penipuan dan

penggelapan pada praktek pungutan liar tersebut dapat dikatagorikan ringan, karena

nilai barang atau uang yang menjadi objek perkaranya di bawah Rp. 2.500.000,00 (dua

juta lima ratus ribu rupiah), kecuali apabila dilakukan secara berulang-ulang atau sudah

menjadi mata pencaharian bagi pelaku pungutan liar tersebut.

Pada tanggal 27 Pebruari 2012 Mahkamah Agung Republik Indonesia telah

menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 2 Tahun 2012 tentang

Penyelesaian Batasan Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dan jumlah denda dalam KUHP.

Pasal-pasal dari Perma Nomor 2 Tahun 2012 tersebut, antara lain:

1. Pasal 1 dijelaskan bahwa kata-kata “dua ratus lima puluh rupiah” dalam Pasal

364 KUHP, Pasal 373 KUHP, Pasal 379 KUHP, Pasal 384 KUHP, Pasal 407

KUHP, dan Pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp. 2.500.000,00 atau dua juta

lima ratus ribu rupiah.

2. Pasal 2 ayat (1), dalam menerima pelimpahan perkara pencurian, penipuan,

penggelapan, penadahan dari penuntut umum, ketua pengadilan wajib

memperhatikan nilai barang atau uang yang menjadi objek perkara dan

memperhatikan Pasal 1.

Universitas Sumatera Utara


3. Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) dijelaskan, apabila nilai barang atau uang tersebut

bernilai tidak lebih dari Rp. 2.500.000,00, ketua pengadilan segera menetapkam

Hakim Tunggal untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara tersebut

dengan Acara Pemeriksaan Cepat yang diatur dalam Pasal 205 KUHAP sampai

dengan Pasal 210 KUHAP dan Ketua Pengadilan tidak menetapkan penahanan

ataupun perpanjangan penahanan.

4. Pasal 3 mengenai denda, dipersamakan dengan pasal mengenai penahanan pada

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 2 Tahun 2012 yaitu

dikalikan 10 ribu dari tiap-tiap denda. Sebagai contoh Rp. 250,00 menjadi Rp.

2.500.000,00, sehingga denda yang dibawah Rp. 2.500.000,00 tidak perlu

masuk dalam upaya hukum kasasi.

5. Pasal 4, menangani perkara tindak pidana yang didakwa dengan pasal-pasal

KUHP yang dapat dijatukan pidana denda, hakim wajib memperhatikan Pasal 3

di atas.

6. Pasal 5, Peraturan Mahkamah Agung ini mulai berlaku pada hari ditetapkan.

Dengan diterbitkannya Perma nomor 2 tahun 2012 ditujukan untuk menafsirkan

tentang nilai uang pada Tipiring dalam KUHP. Apabila dihubungkan dengan praktek

pungutan liar dengan Perma tersebut, ada keterkaitan, yaitu terutama pada penerapan

Pasal 373 KUHP dan Pasal 379 KUHP, kecuali perbuatan tersebut dilakukan secara

berulang dan merupakan mata pencaharian. Pasal 373 Kitab Undang-undang Hukum

Pidana (KUHP) merumuskan:

“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu

Universitas Sumatera Utara


yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada
dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan,
apabila yang digelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari dua puluh
lima rupiah, diancam sebagai penggelapan ringan dengan pidana penjara paling
lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.”

Pasal 379 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) merumuskan:

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu,
dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain
untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang
maupun menghapuskan piutang, jika barang yang diserahkan itu bukan ternak
dan harga daripada barang, hutang atau piutang itu tidak lebih dan dua puluh
lima rupiah diancam sebagai penipuan ringan dengan pidana penjara paling lama
tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.”

Terhadap pelaku pungutan liar apabila dalam prakteknya tersebut disertai dengan

ancaman kekerasan dapat dijerat dengan Pasal 368 ayat (1) KUHP. Pasal 368 ayat (1)

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) merumuskan:

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebgaian
adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang
maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana
penjara maksimum 9 tahun”

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan rumusan Pasal 368 KUHP tersebut, terdapat empat delik

pemerasan, yaitu:

1. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Dalam hal ini

tindakan seseorang melakukan pemerasan tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi

termasuk tindakan pemerasan yang dilakukan untuk kepentingan orang lain.

2. Secara melawan hukum.

3. Memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman.

4. Untuk memberikan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan

korban atau kepunyaan orang lain atau supaya membuat hutang atau menghapus

piutang.

Unsur-unsur pemerasan yaitu:

a. Unsur objektif

1) Dalam pemerasan terdapat unsur-unsur kesengajaan yang bersifat tujuan yaitu

mengambil barang orang lain dengan cara kekerasan atau ancaman kekerasan

atau mengambil barang dengan membunuh korban;

2) Unsur memaksa pelaku terhadap korban dimana memaksa merupakan tindakan

yang merugikan orang lain;

3) Yang di paksa adalah orang (yang menjadi korban);

4) Cara memaksa menggunakan ancaman tertulis, lisan, maupun akan membuka

rahasia korban

b. Unsur Subjektif

Universitas Sumatera Utara


1) Maksud yang dituju, dimana maksud pelaku untuk melakukan pemerasan yang

merupakan tindak pidana yang dilarang.

2) Menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dimana perbuatan ini dilakukan

untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, sebagaimana dijelaskan dalam

pasal pemerasan.

3) Melawan hukum, dimana pemerasan merupakan pidana terhadap benda orang

lain, yang sudah menjadi kekuasaan mereka.

Selain pelaku tersebut dapat dijerat dengan Pasal 368 KUHP bagi pelaku yang

melakukan ancaman dan kekerasan, bila dilihat dari aturan Lalu lintas, terhadap pelaku

pungutan khususnya pelaku Polisi cepek dapat dijerat dengan pasal 275 ayat (1), (2)

Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya,

sedangkan bagi pelaku pungutan liar yang memungut uang parkir, selain dapat dijerat

dengan pidana penipuan ringan karena telah melalukan penipuan identitas, juga dapat

dijerat dengan pidana penggelapan, yang seharusnya dana hasil pemungutan tersebut

disetorkan ke kas daerah.

2. Latar Belakang Adanya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012

tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam

KUHP.

Pada tanggal 27 Februari 2012 Mahkamah Agung menetapkan Peraturan

Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana

Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Pasal 1 Perma tersebut menetapkan

penyesuaian nilai uang yang terdapat dalam Pasal 364 KUHP, Pasal 373 KUHP, Pasal

Universitas Sumatera Utara


379 KUHP, Pasal 384 KUHP, Pasal 407 KUHP dan Pasal 482 KUHP sehingga kata-

kata Rp. 250,00 (dua ratus lima puluh rupiah) dalam pasal-pasal tersebut dibaca menjadi

Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Selanjutnya dalam Pasal 2, diatur

bahwa dalam menerima pelimpahan perkara pencurian, penipuan, penggelapan,

penadahan dari penuntut umum, maka Ketua Pengadilan wajib memperhatikan nilai

barang atau uang yang menjadi objek perkara dan memperhatikan Pasal 1 Perma yang

telah menyesuaikan nilai uang. Selanjutnya apabila nilai barang atau uang tersebut

bernilai tidak lebih dari Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), maka Ketua

Pengadilan segera menetapkan Hakim Tunggal untuk memeriksa, mengadili dan

memutus perkara tersebut dengan Acara Pemeriksaan Cepat yang diatur dalam Pasal

205 KUHAP sampai dengan Pasal 210 KUHAP. Apabila terhadap terdakwa sebelumnya

dikenakan penahanan, maka Ketua Pengadilan tidak menetapkan penahanan ataupun

perpanjangan penahanan

Mahkamah Agung RI memiliki pertimbangan mengeluarkan Perma tersebut dan

menjadikannnya sebagai bagian dari reformasi peradilan Indonesia. Menurut Mahkamah

Agung (MA), banyaknya perkara-perkara pencurian dengan nilai barang yang kecil

yang kini diadili di pengadilan cukup mendapatkan sorotan masyarakat. Masyarakat

umumnya menilai bahwa sangatlah tidak adil jika perkara-perkara tersebut diancam

dengan ancaman hukuman 5 (lima) Tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP,

oleh karena tidak sebanding dengan nilai barang yang dicurinya. Banyaknya perkara-

perkara tersebut yang masuk ke pengadilan juga telah membebani pengadilan, baik dari

segi anggaran maupun segi persepsi publik terhadap pengadilan.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Mahkamah Agung (MA) banyaknya perkara-perkara pencurian ringan

sangatlah tidak tepat didakwa dengan menggunakan Pasal 362 KUHP yang diancam

pidana paling lama 5 (lima) Tahun. Perkara-perkara pencurian ringan seharusnya masuk

dalam kategori tindak pidana ringan dan lebih tepat didakwa dengan Pasal 364 KUHP

yang ancaman pidanannya paling lama 3 (tiga) bulan penjara atau denda paling banyak

Rp. 250,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Jika perkara-perkara tersebut di dakwa

dengan Pasal 364 KUHP tersebut, maka tentunya berdasarkan KUHAP para tersangka

atau terdakwa perkara-perkara tersebut tidak dapat dikenakan penahanan serta cara

pemeriksaan di pengadilan yang digunakan haruslah Acara Pemeriksaan Cepat yang

cukup diperiksa oleh Hakim Tunggal.

Dalam Perma tersebut dijelaskan bahwa Mahkamah Agung sangat memahami

Penuntut Umum menggunakan Pasal 362 KUHP dalam menuntut para terdakwa dan

tidak menggunakan Pasal 364 KUHP, disebabkan tidak ada lagi nilai barang yang dicuri

yang berada dibawah Rp. 250,00 (dua ratus lima puluh rupiah). Mahkamah Agung

memandang nilai uang yang didapat dalam KUHP tersebut sudah tidak relevan dengan

kondisi saat ini, sementara menunggu perubahan KUHP memerlukan waktu yang tidak

sebentar mengingat mengubah KUHP prosesnya adalah mengubah undang-undang.

Oleh karena itu, Mahkamah Agung memandang perlu membuat kebijakan agar

terpenuhinya rasa keadilan masyarakat.

Pada kenyataanya Perma tersebut, mengundang kontroversi dan perbedaaan

pendapat di tengah masyarakat, baik dari kalangan akademis maupun praktisi hukum.

Sebagian mendukung keberadaan Perma tersebut, sebagai upaya reformasi hukum dan

Universitas Sumatera Utara


penegakan keadilan di Indonesia. Sebagian lagi berpandangan bahwa Perma tersebut

telah mengubah Undang-Undang (KUHP) dan bertentangan dengan undang-undang.

Dalam tata perundang-undangan, peraturan yang dikeluarkan oleh Mahkamah

Agung hanya akan mengikat struktur kekuasaan Kehakiman di bawah Mahkamah

Agung dan tidak mengikat terhadap penegak hukum lainnya (Kepolisian dan

Kejaksaan). Namun demikian, Perma tersebut pada kenyataannya, telah mempengaruhi

pelaksanaan kewenangan penyidik. Penyidik tidak dapat melakukan penahanan terhadap

kasus-kasus pencurian yang meskipun nilai barangnya telah memenuhi ketentuan Pasal

362 KUHP sebesar Rp. 250,00 (dua ratus lima puluh rupiah), disebabkan adanya

penafsiran tentang nilai objek berdasarkan Perma ini. Akibatnya tindak pidana

pencurian yang nilainya telah memenuhi nilai yang ditetapkan Pasal 362 KUHP yakni

sebesar Rp 250,00 tidak dilakukan penahanan oleh penyidik. Hal ini menimbulkan

pandangan bahwa Perma tersebut tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku dan

memberikan kemungkinan tersangka mengulangi perbuatan yang dilakukannya, karena

tersangka tersebut tidak ditahan.

B. Pelaksanaan Pungutan Liar di Jalan Raya

1. Aksi Pungutan Liar

Pungutan liar merupakan perilaku yang meresahkan serta dapat mengganggu

keamanan dan ketertiban masyarakat. Dewasa ini praktek pungutan liar semakin

meningkat setelah ada beberapa bagian dari anggota masyarakat yang tidak mampu

merasakan kesejahteraan ekonomi seperti anggota masyarakat lainnya. Sebagian besar

Universitas Sumatera Utara


mereka yang melakukan pungutan liar karena tidak memiliki pekerjaan dan tidak

memiliki keterampilan yang memadai, sehingga mencari jalan pintas dengan cara

memalak, memeras, merampok, dan mengintimidasi.

Premanisme khususnya praktek pungutan liar menyebabkan hukum sulit

ditegakkan dan keadilan dan hak warga negara juga sulit untuk ditegakkan jika

dibiarkan berkembang. Premanisme lebih banyak terjadi pada kalangan masyarakat

kecil. Hal ini disebabkan oleh tekanan hidup dan kebutuhan untuk hidup membuat

mereka menghalalkan segala cara, kadang juga sebagai akibat adanya yang melindungi

dari oknum petugas tertentu, sehingga berani untuk melakukan pemungutan liar

terhadap masyarakat pengguna jalan raya, baik memungut perparkiran, memungut di

terminal, pedangang kaki lima, di simpang jalan raya atau jalan-jalan yang rusak

maupun ditempat-tempat tertentu lainnya seperti pada kegiatan masyarakat tertentu

seperti kegiatan roadrace.

2. Pelaku Pungutan Liar

Pungutan liar adalah sebutan untuk semua bentuk pungutan yang tidak resmi dan

tidak mempunyai landasan hukum. Dalam bekerjanya, pelaku pungutan liar terkadang

diikuti dnegan tindakan kekerasan atau ancaman terhadap pihak yang berada di posisi

lemah karena adanya kepentingan. Oleh sebab itu, pungutan liar cenderung mengarah

pada tindakan pemerasan. Pungutan liar yang dilakukan di jalan raya dilakukan oleh:

a. Preman

Universitas Sumatera Utara


Istilah preman berasal dari bahasa Belanda vrijman yang berarti orang bebas atau

tidak memiliki ikatan pekerjaan dengan pemerintah atau pihak tertentu lainnya.

Dalam ranah sipil, freeman (orang bebas) di sini dalam artian orang yang merasa

tidak terikat dengan sebuah struktur dan sistem sosial tertentu. 57 Preman adalah

orang/individu dan atau kelompok orang yang tidak berpenghasilan tetap, tidak

punya pekerjaan yang pasti, mereka hidup atas dukungan orang-orang yang

terkena pengaruh keberadaannya. 58 Karena tidak bekerja dan harus bertahan

hidup, mulanya mereka berbuat apa saja yang dapat menghasilkan uang, namun

karena dia melihat ada orang-orang penakut yang dapat dimintai uang, mereka

juga melakukan penekanan fisik maupun psikis, agar mereka mau mendukung

kebutuhannya. Sikap, tindakan, perilaku para preman itulah yang disebut sebagai

premanisme. 59 Keadaan lingkungan dapat membentuk tingkah laku seseorang

untuk menjadi preman. Selain lingkungan, faktor ekonomi dan keuangan juga

mempengaruhi walaupun tidak sebesar faktor lingkungan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-2 yang diterbitkan Balai Pustaka (1993)

memberi arti preman dalam level pertama. Kamus ini menaruh "preman" dalam

dua entri:

1. Preman dalam arti partikelir, bukan tentara atau sipil, kepunyaan sendiri;

2. Preman sebagai sebutan kepada orang jahat (penodong, perampok, dan lain- lain).

57
Ida Bagus Puja Astawa, dalam Ali Mustofa, ibid, hlm. 5.

58
Ibid
59
Kunarto. Kejahatan Berdimensi Baru, (Jakarta: Cipta Manunggal, 1999), hlm. 252.

Universitas Sumatera Utara


Dalam level kedua, yakni sebagai cara kerja, preman sebetulnya bisa menjadi

identitas siapapun. Seseorang atau sekelompok orang bisa diberi label preman

ketika ia melakukan kejahatan (politik, ekonomi, sosial) tanpa beban. Di sini,

preman merupakan sebuah tendensi tindakan amoral yang dijalani tanpa beban

moral. Premanisme di sini merupakan tendensi untuk merebut hak orang lain

bahkan hak publik sambil mempertontonkan kegagahan yang menakutkan.

Istilah preman penekanannya adalah pada perilaku seseorang yang membuat

resah, tidak aman dan merugikan lingkungan masyarakat ataupun orang lain.

Empat model preman yang ada di Indonesia, yaitu :

1. Preman yang tidak terorganisasi. Mereka bekerja secara sendiri-

sendiri, atau berkelompok, namun hanya bersifat sementara tanpa

memiliki ikatan tegas dan jelas;

2. Preman yang memiliki pimpinan dan mempunyai daerah kekuasaan;

3. Preman terorganisasi, namun anggotanya yang menyetorkan uang kepada

pimpinan;

4. Preman berkelompok, dengan menggunakan bendera organisasi. 60

Ada empat kategori Preman yang hidup dan berkembang di masyarakat:

1. Preman tingkat bawah

60
Neta S. Pane. 2011. Model-Model Premanisme Modern. Presidium Indonesia Police

Watch. http://eep. saefulloh.fatah. tripod.com, Hlm. 10

Universitas Sumatera Utara


Biasanya berpenampilan dekil, bertato dan berambut gondrong. Mereka

biasanya melakukan tindakan kriminal ringan misalnya memalak, memeras

dan melakukan ancaman kepada korban.

2. Preman tingkat menengah

Berpenampilan lebih rapi mempunyai pendidikan yang cukup. Mereka

biasanya bekerja dengan suatu organisasi yang rapi dan secara formal

organisasi itu legal. Dalam melaksanakan pekerjaannya mereka

menggunakan cara-cara preman bahkan lebih “kejam” dari preman tingkat

bawah karena mereka merasa “legal”.

Misalnya adalah Agency Debt Collector yang disewa oleh lembaga

perbankan untuk menagih hutang nasabah yang menunggak pembayaran

angsuran maupun hutang, dan perusahaan leasing yang menarik agunan

berupa mobil atau motor dengan cara-cara yang tidak manusiawi.

3. Preman tingkat atas

Adalah kelompok organisasi yang berlindung di balik parpol atau organisasi

massa bahkan berlindung di balik agama tertentu. Mereka “disewa“ untuk

membela kepentingan yang menyewa. Mereka sering melakukan tindak

kekerasan yang “dilegalkan”.

4. Preman Elit

Universitas Sumatera Utara


Adalah oknum aparat yang menjadi backing perilaku premanisme, mereka

biasanya tidak nampak perilakunya, karena mereka adalah aktor intelektual

perilaku premanisme. 61 Pada hakekatnya premanisme adalah sikap, tindakan,

perilaku para preman. 62

Dalam prakteknya pelaku pungutan liar di wilayah hukum Polres Langkat

tersebut menunjukkan arogansinya dan sering menggunakan seragam ormas

tertentu dan merasa bangga serta mengandalkan organisasi tertentu, dan atas

perbuatannya sering membuat masyarakat resah dan takut.

b. Masyarakat

Menurut Selo Soermarjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan

menghasilkan suatu kebudayaan. 63 Menurut Soerjono Soekanto, masyarakat pada

umumnya mempunyai ciri-ciri berikut: 64

1) Manusia yang hidup bersama, sekurang-kurangnya terdiri dari dua orang.

2) Bercampur atau bergau dalam jangka waktu yang cukup lama.

Berkumpulnya manusia akan menimbulkan manusia baru sebgaia akibat dari

hidup bersama, timbul sistem komunikasi dan peraturan yang mengatur

hubungan antar manusia.

3) Sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan

61
http://www.kendariekspres.com diakses tanggal 15 September 2017

62
Ida Bagus Pujaastawa, dalam Ali Mustofa Akbar, Op.cit,Hlm. 5

63
Selo Soermarjan, Masyarakat dan Kebudayaan, (Jakarta: Djambatan, 1988), hlm. 15.
64
Soerjono Soekanto, Op.cit, hlm 183.

Universitas Sumatera Utara


4) Merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama

menimbulkan kebudayaan karena mereka merasa dirinya terkait satu sama

lain.

Pungutan liar sering melibatkan mereka yang tidak bertanggung jawab dengan

mengatasnamakan kegiatanya demi keamanan dan kewajiban pengguna jalan

raya. Dalam bekerjanya pungutan liar selalu mengarah pada tindak pemerasan

yang di dalam hukum pidana merupakan perbuatan yang dilarang. Pungutan liar

yang pelakunya masyarakat dilakukan di terminal bus, persimpangan jalan raya,

di jalan raya yang lurus yang sedang dilakukan perbaikan jalan, di parkiran

pertokoan, ATM dan pada acara-acara tertentu seperti acara pernikahan atau

roadrace.

C. Polres Langkat

Kepolisian berasal dari kata Polisi yang mulanya berasal dari bahasa Yunani

yaitu politea yang mempunyai arti pemerintahan negara. Sebelum abad Masehi, negara

Yunani terdiri dari kota-kota yang disebut “Polis”. Pada masa itu pengertian polisi

adalah menyangkut segala urusan pemerintahan atau dengan kata lain polisi adalah

urusan Pemerintahan. 65

Pasal 12 Undang-Undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia menyatakan “Kepolisian Republik Indonesia (Polri) adalah alat

negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang Kepolisian mencegah dan

menekan dalam rangka Criminal Justice System. Polri adalah alat negara yang
65
Momo Kelana, Op.cit Hlm.1

Universitas Sumatera Utara


melaksanakan pemeliharaan keamanan dalam negeri. Polri berkedudukan langsung di

bawah Presiden, dimana Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan

persetujuan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat).”

Pasal 2 Undang-Undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia, dijelaskan bahwa:

“Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang


pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlidungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”.

Tujuan Polri dalam Pasal 4 dijelaskan: “Kepolisian Negara Republik Indonesia

bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya

keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya

perlindungan, pegayoman dan pelayanan masyarakat, serta terbinanya ketentraman

masyarakat dengan menjunjung tinggi hakasasi manusia.”

Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintah negara pada bidang

pemeliharaan kekuasaan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, pelindung,

pengayom, dan pelayanan kepada masyarakat. Tugas dan wewenang Kepolisian

dicantumkan pada Bab III Undang-Undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Republik Indonesia. Tugas pokok Kepolisian Republik Indonesia, disebutkan pada Pasal

13 Undang-Undang nomor 2 Tahun 2002, berisi:

Tugas Pokok Kepolisian Republik Indonesia adalah:

Universitas Sumatera Utara


1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
2. Menegakkan hukum;
3. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Pada Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang nomor 2 Tahun 2002 dalam menjalankan

tugas pokok Kepolisian bertugas menjalankan:

1. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap


kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
2. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamana, ketertiban,
dan kelancaran lalu lintas di jalan;
3. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran
hukum masyarakat, serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan
peraturan perundang-undangan;
4. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
5. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
6. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa;
7. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana
sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan
lainnya;
8. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik, dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas
kepolisian;
9. Melindungi keselamatan jiwa dan raga, harta benda, masyarakat, dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk
memberikan bantuan dan pertolongan dan menjunjung hak asasi manusia;
10. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani
instansi dan/ atau pihak yang berwenang;
11. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya
dalam lingkup tugas kepolisian; serta melaksanakan tugas lain sesuai dengan
peraturan-perundang-undangan.

Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia secara umum berwenang:

1. Menerima laporan dan/ atau pengaduan;

Universitas Sumatera Utara


2. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat
mengganggu ketertiban umum;
3. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
4. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam
persatuan dam kesatuan bangsa;
5. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan admisitrasi
kepolisian;
6. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian
dalam rangka pencegahan;
7. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
8. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
9. Mencari keterangan dan barang bukti;
10. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal nasional;
11. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam
rangka pelayanan masyarakat;
12. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan
pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
13. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan

Pasal 14 dibidang proses pidana pada Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang nomor 2 tahun

2002, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk:

1. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;


2. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara
untuk kepentingan penyidikan;
3. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;
4. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda
pengenal diri;
5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan rumah;
6. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
7. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan
perkara;
8. Mengadakan penghentian penyidikan;
9. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
10. Mengajukan permintaan langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di
tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk
mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindah pidana
11. Memberikan petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri
sipil serta menerima hasil penyelidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk
diserahkan kepada penuntut umum;

Universitas Sumatera Utara


12. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Pasal 16 ayat (2) tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf 1

adalah tindakan penyidikan dan penyelidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat

sebagai berikut:

1. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;


2. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut
dilakukan;
3. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
4. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa;
5. Menghormati hak asasi manusia

Pasal 17 menyatakan: “Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia

menjalankan tugas dan wewenangnya diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia, khususnya di daerah hukum pejabat yang bersangkutan ditugaskan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan”.

Menurut Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang nomor 2 Tahun 2002 menyatakan

bahwa:

“Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdiri dari:

1. Anggota Kepolisian Republik Indonesia; dan


2. Pegawai Negeri Sipil”

Untuk itu merupakan tugas aparat penegak hukum khususnya Polri dalam

memberikan rasa aman dan nyaman terhadap masyarakat di sekitarnya. Hal ini sesuai

dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang

Universitas Sumatera Utara


Kepolisian Negara Republik Indonesia, bahwa Polri tugas pokoknya adalah memelihara

keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan,

pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. 66

Mabes Polri membawahi 33 Polda diantaranya Poldasu Kepolisian terdiri dari

beberapa Kepolisian Daerah (Polda) dimana salah satunya adalah Kepolisian Daerah

Sumatera Utara (Poldasu) yang merupakan pelaksana tugas Polri di wilayah Sumatera

Utara. Polda Sumut terklasifikasi sebagai Polda tipe A, sehingga Kapolda yang

menjabat haruslah perwira tinggi berpangkat Irjen (bintang dua) yang bertanggung

jawab langsung kepada Kapolri. Polda Sumatera Utara membawahi 27 Polres (termasuk

Polres Langkat) dan Polres Langkat membawahi 12 Polsek.

Polres Langkat memiliki visi dan misi dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Visi

misi Polres Langkat tersebut adalah sebagai berikut:

Visi Polres Langkat:

Terwujudnya postur POLRI pada Polres Langkat yang Profesional dan Bermoral dalam

memberikan pertolongan kepada masyarakat, sebagai sosok Pelindung, Pengayom,

Pelayan dan Sahabat masyarakat yang terpercaya dalam memelihara KAMTIBMAS dan

menegakkan Hukum dengan menjunjung tinggi HAM.

66
Undang-Undang nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


Misi Polres Langkat:

1. Melaksanakan deteksi dini dan peringatan dini melalui Kegiatan / Operasi Lidik,

PAM dan GAL guna mendukung upaya HARKAMTIBMAS di wilayah Hukum

POLDA Sumatera Utara.

2. Memberikan Perlindungan, Pengayoman, dan Pelayanan secara Mudah, Tanggap/

Responsif dan tidak Diskriminatif demi terwujudnya rasa aman melalui kerjasama

dengan seluruh elemen masyarakat.

3. Menegakkan Hukum di wilayah Polres Langkat secara Profesional, Objektif,

Proporsional, Transparan dan Akuntabel untuk menjamin kepastian Hukum dan

Rasa Keadilan bagi masyarakat.

4. Meningkatkan Pengungkapan dan Penuntasan Kasus Prioritas meliputi Kejahatan

Konvensional, Kejahatan Lintas Negara (Transnational Crime), Kejahatan yang

merugikan Kekayaan Negara dan Kejahatan yang berimplikasi Kontijensi.

5. Memelihara Keamanan dan Ketertiban Masyarakat sepanjang waktu di seluruh

Wilayah Hukum Polres Langkat, dengan mengefektifkan fungsi Perpolisian

Masyarakat (POLMAS) yang berbasis pada masyarakat Patuh Hukum (Law Abiding

Citizen).

6. Meningkatkan Kerjasama dan Membangun Kemitraan (Partnership Building) antara

POLRI dengan Aparat Penegak Hukum pada Instansi terkait, Instansi Pemerintah

Universitas Sumatera Utara


dan seluruh potensi masyarakat untuk Memelihara Keamanan dan Ketertiban

masyarakat di wilayah Hukum Polres Langkat.

7. Memelihara KAMSELTIBCAR LANTAS di wilayah Hukum Polres Langkat untuk

menjamin keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran arus Orang dan

Barang.

8. Mengelola Sumber Daya POLRI Polres Langkat secara Profesional, Transparan,

Akuntabel, dan Modern guna mendukung Operasional tugas POLRI.

9. Mempercepat pencapaian Reformasi Birokrasi POLRI melalui pembangunan Zona

Integritas (ZI) menuju organisasi POLRI yang handal (Strive For Excellence) dan

Bebas KKN.

10. Menciptakan situasi Keamanan dalam Negeri yang Kondusif dengan

mengedepankan upaya Pre-Emtif dan Preventif yang didukung oleh Penegakan

Hukum yang Tegas.

Selain visi dan misi, Polres Langkat juga melaksanakan 11 program Kapolri menuju

Polri yang Profesional, Modern, dan Terpercaya (Promoter). Penjabaran Promoter

tersebut adalah:

1. Profesional

Meningkatkan kompetensi SDM Polri yang semakin berkualitas melalui

peningkatan kapasitas pendidikan dan pelatihan, serta melakukan pola-pola

Universitas Sumatera Utara


pemolisian berdasarkan prosedur baku yang sudah dipahami, dilaksanakan dan

dapat diukur keberhasilannya.

2. Modern

Melakukan modernisasi dalam pelayanan publik yang didukung teknologi, sehingga

semakin mudah dan cepat di akses oleh masyarakat, termasuk pemenuhan

kebutuhan Almatsus dan Alpakam yang makin modern.

3. Terpercaya

Melakukan reformasi internal menuju Polri yang bersih dan bebas dari KKN, guna

terwujudnya penegakan hukum yang objektif, transparan, akuntabel, dan

berkeadilan.

11 (Sebelas) Program Prioritas Kapolri menuju Polri yang Profesional, Modern, dan

Terpercaya (Promoter) diantaranya:

1. Pemantapan reformasi internal Polri;

2. Peningkatan pelayanan publik yang lebih mudah bagi masyarakat dan berbasis TI

3. Penanganan kelompok radikal pro kekerasan dan intoleransi yang lebih optimal;

4. Peningkatan profesionalisme Polri menuju keunggulan;

5. Peningkatan kesejahteraan anggota Polri

6. Tata kelembagaan, pemenuhan profesionalitas anggaran dan kebutuhan Min Sarpras

7. Membangun kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap Kamtibmas;

8. Penguatan Harkamtibmas (Pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat);

9. Penegakan hukum yang lebih profesional dan berkeadilan;

Universitas Sumatera Utara


10. Penguatan pengawasan

11. Quick Wins Polri.

Dalam mendukung 11 (sebelas) program Prioritas Kapolri dan visi misi Polres

Langkat, Polres Langkat melalui Kabagops dan para Kapolsek telah melaksanakan

berbagai progam penindakan serta penertiban terhadap berbagai kejahatan yang terjadi

diwilayahnya, diantaranya melaksanakan kegiatan penertiban terhadap aksi premanisme

dan pungutan liar di jalan raya yang dilakukan oleh preman dan masyarakat. Salah satu

bentuk penertiban baik terhadap praktek premanisme maupun terhadap praktek

pungutan liar yang dilakukan oleh masyarakat, yaitu dengan dibentuknya tim pemburu

preman dan tim saber pungli (sapu bersih pungutan liar).

1. Sejarah Singkat Polres Langkat.

Polres Langkat merupakan Polres yang terletak dalam wilayah

Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Binjai terletak 22 km di sebelah barat ibukota

provinsi Sumatera Utara, Medan. Sebelum berstatus Kotamadya, Binjai adalah

ibukota Kabupaten Langkat yang kemudian dipindahkan ke Stabat. Binjai berbatasan

langsung dengan Kabupaten Langkat di sebelah barat dan utara serta Kabupaten Deli

Serdang di sebelah timur dan selatan. Binjai merupakan salah satu daerah dalam proyek

pembangunan Mebidang yang meliputi kawasan Medan, Binjai dan Deli Serdang.

Sejarah berdirinya Polres langkat tentu tidak terlepas dari sejarah berdirinya

Pemerintahan Kabupaten Langkat. Bermula pada masa awal kemerdekaan Republik

Indonesia, Sumatera dipimpin oleh seorang Gubernur yaitu MR. T.M. Hasan, sedangkan

Kabupaten Langkat tetap dengan status Keresidenan dengan Asisten Residen-nya atau

Universitas Sumatera Utara


Kepala Pemerintahannya dijabat oleh Tengku Amir Hamzah, yang kemudian diganti

oleh Adnan Nur Lubis dengan sebutan Bupati.

Pada tahun 1947 – 1949, terjadi agresi Militer Belanda I dan II, kemudian

Kabupaten Langkat terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu Pemerintahan Negara

Sesumatera Timur (NST) yang berkedudukan di Binjai dengan Kepala Pemerintahannya

Wan Umaruddin dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedudukan di

Pangkalan Brandan, dipimpin oleh Tengku Ubaidulah. Berdasarkan PP nomor 7 Tahun

1956 secara Administratif Kabupaten Langkat pun ditetapkan menjadi Daerah Otonom

yang berhak untuk mengatur rumah tangganya sendiri dengan Kepala Daerahnya

(BUPATI) dipegang oleh Netap Bukit.

Mengingat luas Kabupaten Langkat, maka Kabupaten Langkat pun kembali

dibagi menjadi 3 (tiga) kewedanan, yaitu :

1. Kewedanan Langkat Hulu berkedudukan di Binjai.

2. Kewedanan Langkat Hilir berkedudukan di Tanjung Pura.

3. Kewedanan Teluk Haru berkedudukan di Pangkalan Brandan.

Pada tahun 1963, wilayah Kewedanan dihapus sedangkan tugas-tugas

administratif Pemerintahan langsung dibawah Komandan Bupati dan Assiten

Wedana (CAMAT) sebagai perangkat akhir, Pada saat itu Kepolisian Resort

Langkat sudah berdiri dan berkedudukan di Binjai. Dalam perkembangan

selanjutnya, Pemerintah Kabupaten Langkat pun dimekarkan menjadi 2, yaitu

Universitas Sumatera Utara


Pemerintah Kabupaten Langkat dengan Ibukota-nya Stabat dan Pemerintah

Kotamadya Binjai dengan Ibukota-nya Binjai.

Sejalan dengan itu, Polres Langkat pun dibagi menjadi 2 yaitu, Polres Binjai

dengan Mako Polres berada di Binjai dan Polres Langkat dengan Mako Polres berada di

Stabat. Pemisahan itu pun tercatat secara resmi pada tanggal 12 September 2002.

Prasasti Peresmian Polres Langkat ditandatangani Oleh Kapolri Jenderal Polisi Drs.

Da’i Bachtiar, SH. Untuk tahap awal, Mako Polres Langkat pun dibangun di Jalan

Pangeran Diponegoro, Stabat (Kantor Sat Lantas Polres Langkat sekarang). Sejalan

dengan itu, Mako Polres Langkat yang baru pun dibangun di jalan Proklamasi No 53

Stabat dengan ukuran yang jauh lebih besar dan luas.

Setelah selesai dibangun pada bulan Juli 2003, Mapolres Langkat itu pun

diresmikan. Hal tersebut ditandai dengan ditandatanganinya Prasasti oleh Kapolri pada

masa itu yaitu Jenderal Polisi Drs. Da’i Bachtiar, SH yang mana prasasti tersebut dapat

kita lihat di bagian depan Gedung Mapolres Langkat.

Kapolres Langkat yang pertama dijabat oleh AKBP Drs. ARMAN DEPARI

(2002 – 2005), selanjutnya dijabat antara lain :

- AKBP Drs ANANG SYARIF HIDAYAT (2005 – 2007)

- AKBP Drs DODY MARSIDI, M.HUM (2007 – 2009)

- AKBP Drs H. MARDIYONO, SIK, MSi (2009 – 2012)

- AKBP LEONARDUS ERICK BHISMO, SIK, M.Hum (2012 – 2013)

Universitas Sumatera Utara


- AKBP YULMAR TRY HIMAWAN, SIK, MH (2013 – 2014)

- AKBP DWI ASMORO, SIK, MH (2014 – 2016)

- AKBP MULYA HAKIM S. SIK (2016 – 2017)

- AKBP DEDE ROJUDIN, SIK, MH (Sekarang)

2. Tugas Pokok dan Fungsi Polres Langkat.

Kepolisian Resort yang selanjutnya disingkat Polres adalah pelaksana tugas dan

wewenang Polri di wilayah kabupaten/kota yang berada di bawah Kapolda.

a. Kepala Polres yang selanjutnya disingkat Kapolres adalah pimpinan Polri di daerah

dan bertanggung jawab kepada Kapolda.Tugas Kapolres adalah memimpin, membina

dan mengawasi serta mengendalikan satuan-satuan organisasi dalam lingkungan

Polres serta memberikan saran pertimbangan dan melaksanakan tugas lain sesuai

perintah Kapolda.

b. Wakapolres adalah pembantu utama Kapolres yang berada di bawah dan bertanggung

jawab kepada Kapolres. Wakapolres bertugas membantu Kapolres dalam

melaksanakan tugasnya dengan mengendalikan pelaksanaan tugas-tugas staf seluruh

satuan organisasi dalam Jajaran Polres dan dalam batas kewenangan memimpin

Polres dalam hal Kapolres berhalangan serta melaksanakan tugas lain sesuai perintah

Kapolres.

Universitas Sumatera Utara


c. Bagian Operasi yang selanjutnya disingkat Bagops adalah unsur pengawas dan

pembantu pimpinan di bidang operasional pada tingkat Polres yang berada di bawah

Kapolres.

Bagops bertugas merencanakan dan mengendalikan administrasi operasi Kepolisian,

pengamanan kegiatan masyarakat dan/atau instansi pemerintah, menyajikan

informasi dan dokumentasi kegiatan Polres serta mengendalikan pengamanan

markas.

Bagops menyelenggarakan fungsi:

1. Penyiapan administrasi dan pelaksanaan operasi kepolisian;

2. Perencanaan pelaksaanaan pelatihan pra operasi, termasuk kerjasama dan pelatihan

dalam rangka operasi kepolisian;

3. Perencanaan dan pengendalian operasi kepolisian, termasuk pengumpulan,

pengolahan dan penyajian serta pelaporan data operasi dan pengamanan kegiatan

masyarakat dan/atau instansi pemerintah;

4. Pembinaan manajemen operasi meliputi rencana operasi, perintah pelaksanaan

operasi, pengendalian dan administrasi operasi kepolisian serta tindakan

kontinjensi;

5. Pengkoordinasian dan pengendalian pelaksanaan pengamanan markas di

lingkungan Polres; dan

6. Pengelolaan informasi dan dokumentasi kegiatan Polres;

Universitas Sumatera Utara


d. Bagian Perencanaan yang selanjutnya disingkat Bagren adalah unsur pengawas dan

pembantu pimpinan di bidang perencanaan program dan anggaran pada tingkat

Polres yang berada di bawah Kapolres;

Bagren bertugas menyusun Rencana Kerja (Renja), mengendalikan program dan

anggaran, serta menganalisis dan mengevaluasi atas pelaksanaannya termasuk

merencanakan pengembangan satuan kewilayahan.

Bagren menyelenggarakan fungsi:

1. Penyusunan perencanaan jangka sedang dan jangka pendek Polres, antara lain

Rencana Strategis (Renstra), Rancangan Renja, dan Renja;

2. Penyusunan rencana kebutuhan anggaran Polres dalam bentuk Rencana Kerja

Anggaran Kementrian/Lembaga (RKA-LK), Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran

(DIPA), penyusunan penetapan kinerja, Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Term

Of Reference (TOR) dan Rincian Anggaran Biaya (RAB);

3. Pembuatan Administrasi otorisasi anggaran tingkat Polres; dan

4. Pemantauan penyusunan Laporan Realisasi Anggaran(LRA) dan pembuatan

laporan akuntabilitas kinerja Satker dalam bentu Laporan Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah (LAKIP) meliputi analisis target pencapaian kinerja, program,

dan anggaran.

e. Bagian Sumber Daya yang selanjutnya disingkat Bagsumda adalah unsur pengawas

dan pembantu pimpinan di bidang personel, sarana dan prasarana serta hukum pada

tingkat Polres yang berada di bawah Kapolres.

Bagsumda menyelenggarakan fungsi:

Universitas Sumatera Utara


1. Pembinaan dan administasi personel meliputi:

a. Pembinaan karir personel Polres antara lain Usulan Kenaikan Pangkat (UKP),

Kenaikan Gaji Berkala (KGB), mutasi, pengangkatan dan pemberhentian dalam

jabatan yang menjadi lingkup kewenangan Polres;

b. Perawatan personel antara lain pembinaan kesejahteraan rohani, mental,

jasmani, moril, dan materiil, mengusulkan tanda kehormatan;

c. Pembinaan psikologi personel antara lain kesehatan jiwa personel dan

pemeriksaan psikologi bagi pemegang senjata api;

d. Pelatihan fungsi antara lain fungsi teknis kepolisian, keterpaduan antar fungsi

teknis kepolisian dan fungsi pendukung; dan

e. Pelayanan kesehatan bagi anggota Polri dan PNS Polri beserta keluarganya.

2. Pembinaan administrasi sarana dan prasarana antara lain:

a. Menginventarisir, merawat dan menyalurkan perbekalan umum, peralatan

khusus, senjata api dan angkutan;

b. Melaksanakan Sistem Informasi Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara

(SIMAK BMN); dan

c. Memelihara fasilitas jasa dan konstruksi listrik, air, dan telepon.

d. Pelayanan bantuan dan penerapan hukum, antara lain:

1) Memberikan pelayanan bantuan hukum kepada institusi dan personel

Polres beserta keluarganya;

2) Memberikan pendapat dan saran hukum;

3) Melaksanakan penyuluhan hukum kepada personel Polres beserta keluarga

dan masyarakat;

Universitas Sumatera Utara


4) Menganalisis sistem dan metoda terkait ketentuan peraturan perundang-

undangan di lingkungan Polres; dan

5) Berperan serta dalam pembinaan hukum yang berkaitan dengan

penyusunan Peraturan Daerah.

f. Seksi Pengawasan yang selanjutnya disingkat Siwas adalah unsur pengawas dan

pembantu pimpinan di bidang monitoring dan pengawasan umum pada tingkat

Polres yang berada di bawah Kapolres.

Siwas menyelenggarakan tugas:

1. Pengawasan dan monitoring secara umum dan insidentil terhadap

pelaksanaan kebijakan pimpinan Polri di bidang pembinaan dan

operasional yang dilakukan oleh semua unit kerja;

2. Pengawasan dan monitoring proses perencanaan, pelaksanaan dan

pencapaian kinerja;

3. Pengawasan dan monitoring terhadap sumber daya yang meliputi bidang

personel, materiil, fasilitas dan jasa; dan

4. Pemberian saran dan pertimbangan kepada pimpinan atas penyimpangan

dan pelanggaran yang ditemukan.

g. Seksi Profesi dan Pengamanan yang selanjutnya disingkat Sipropam adalah

unsur pengawas dan pembantu pimpinan di bidang provos dan pengamanan

internal pada tingkat Polres yang berada di bawah Kapolres.

Sipropam bertugas melaksanakan pembinaan dan pemeliharaan disiplin,

pengamanan internal, pelayanan pengaduan masyarakat yang diduga dilakukan

Universitas Sumatera Utara


oleh anggota Polri dan/ atau PNS Polri, melaksanakan sidang disiplin dan/ atau

kode etik profesi Polri, serta rehabilitasi personel

Sipropam menyelenggarakan fungsi:

1. Pelayanan pengaduan masyarakat tentang penyimpangan perilaku dan

tindakan personel Polri;

2. Penegakan disiplin, ketertiban dan pengamanan internal personel Polres;

3. Pelaksanaan sidang disiplin dan/atau kode etik profesi serta pemulihan

profesi personel;

4. Pengawasan dan penilaian terhadap personel Polres yang sedang dan

telah menjalankan hukuman disiplin dan/atau kode etik profesi; dan

5. Penerbitan rehabilitasi personel Polres yang telah melaksanakan

hukuman dan yang tidak terbukti melakukan pelanggaran disiplin dan

atau kode etik profesi.

h. Seksi Keuangan yang selanjutnya disingkat Sikeu adalah unsur pengawas dan

pembantu pimpinan di bidang keuangan pada tingkat Polres yang berada di

bawah Kapolres.

Sikeu bertugas melaksanakan pelayanan fungsi keuangan yang meliputi

pembiayaan, pengendalian, pembukuan, akuntansi dan verifikasi serta pelaporan

pertanggung jawaban keuangan.

Sikeu menyelenggarakan fungsi:

Universitas Sumatera Utara


1. Pelayanan administrasi keuangan meliputi pembiayaan, pengendalian,

pembukuan, akuntansi dan verifikasi;

2. Pembayaran gaji personel Polri; dan

3. Penyusunan laporan Sistem Akuntansi (SAI) serta pertanggungjawaban

keuangan.

i. Seksi Umum yang selanjutnya disingkat Sium adalah unsur pengawas dan

pembantu pimpinan di bidang administrasi umum dan pelayanan markas pada

tingkat Polres yang berada di bawah Kapolres.

Sium menyelenggarakan fungsi:

1. Pelayanan administrasi umum dan ketatausahaan antara lain

kesekretariatan dan kearsipan di lingkungan Polres;

2. Pelayanan markas antara lain pelayanan fasilitas kantor, rapat, angkutan,

perumahan, protokoler untuk upacara, pemakaman, dan urusan dalam di

lingkungan Polres

j. Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu yang selanjutnya disingkat SPKT adalah

unsur pelaksana tugas pokok di bidang pelayanan kepolisian pada tingkat Polres

yang berada di bawah Kapolres.

SPKT bertugas memberikan pelayanan kepolisian secara terpadu terhadap

laporan atau pengaduan masyarakat, memberikan bantuan dan pertolongan serta

memberikan pelayanan informasi.

SPKT menyelenggarakan fungsi:

Universitas Sumatera Utara


1. Pelayanan kepolisian kepada masyarakat secara terpadu, antara lain

dalam bentuk Laporan Polisi (LP), Surat Tanda Terima Laporan Polisi

(STTLP), Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan

(SP2HP), Surat Keterangan Tanda Lapor Kehilangan (SKTLK), Surat

Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), Surat Tanda Terima

Pemberitahuan (STTP), Surat Keterangan Lapor Diri (SKLD), SIM, dan

STNK;

2. Pengkoordinasian dan pemberian bantuan serta pertolongan antara lain

Tindakan Pertama di TKP (TPTKP), Tujawali, dan pengamanan kegiatan

masyarakat dan instansi pemerintah;

3. Pelayanan masyarakat melalui surat dan alat komunikasi antar lain

telepon, pesan singkat, fax, jejaring sosial (internet);

4. Pelayanan informasi berkaitan dengan kepentingan masyarakat sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

5. Penyiapan registrasi pelaporan, penyusunan dan penyampaian laporan

harian ke Kapolres melalui Bagops.

k. Satuan Intelijen Keamanan yang selanjutnya disingkat Satintelkam adalah unsur

pelaksana tugas pokok fungsi Intelkam pada tingkat Polres yang berada di bawah

Kapolres.

Satintelkam bertugas menyelenggarakan dan membina fungsi Intelijen bidang

keamanan, pelayanan yang berkaitan dengan ijin keramaian umum dan

penerbitan SKCK, menerima pemberitahuan kegiatan, masyarakat atau kegiatan

Universitas Sumatera Utara


politik serta membuat rekomendasi atas permohonan izin pemegang senjata api

dan penggunaan bahan peledak.

Satintelkam menyelenggarakan fungsi:

1. Pembinaan kegiatan intelijen dalam bidang keamanan;

2. Persandian dan poduk intelijen lingkungan Polres;

3. Pelaksanaan kegiatan operasional intelijen keamanan guna

terselenggaranya deteksi dini dan peringatan dini, pengembangan

jaringan informasi melalui pemberdayaan personel pengemban fungsi

intelijen;

4. Pengumpulan, penyimpanan dan pemuktahiran biodata tokoh formal atau

informal organisasi sosisal, masyarakat, politik, dan pemerintah daerah;

5. Penyusunan prakiraan intelijen keamanan dan menyajikan hasil analisis

setiap perkembangan yang perlu mendapat perhatian pimpinan;

6. Pendokumentasian dan penganalisisan terhadap perkembangan

lingkungan strategik serta penyusunan produk inteijen untuk mendukung

kegiatan Polres;

7. Penerbitan surat izin untuk keramaian dan kegiatan masyarakat antara

lain bentuk pesta (festival, bazar, konser), pawai, pasar malam, pameran,

pekan raya dan pertunjukan/permainan ketangkasan.

8. Penerbitan STTP untuk kegiatan masyarakat antara lain dalam bentuk

rapat, sidang, mukhtamar, kongres, seminar, saresehan, temu kader,

diskusi panel, dialog interaktif, outward bound, dan kegiatan politik; dan

Universitas Sumatera Utara


9. Pelayanan SKCK serta rekomendasi penggunaan senjata api dan bahan

peledak.

l. Satuan Reserse Kriminal yang selanjutnya disingkat Satreskrim adalah unsur

pelaksana tugas pokok fungsi reserse kriminal pada tingkat Polres yang berada di

bawah Kapolres.

Satreskrim bertugas melaksanakan penyelidikan, penyidikan dan pengawasan

penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi dan laboratorium forensik

lapangan serta pembinaan, koordinasi dan pengawaasan PPNS.

Satreskrim menyelenggarakan fungsi:

1. Pembinaan teknis terhadap administrasi penyelidikan dan penyidikan,

serta identifikasi dan laboratorium forensik lapangan;

2. Pelayanan dan perlindungan khusus terhadap remaja, anak dan wanita

baik sebagai pelaku maupun korban sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

3. Pengidentifikasian untuk kepentingan penyidikan dan pelayanan umum;

4. Penganalisisan kasus beserta penanganannya, serta mengkaji efektivitas

pelaksanaan tugas Satreskrim;

5. Pelaksanaan pengawasan penyidikan tingkat pidana yang dilakukan oleh

penyidik pada unit Reskrim Polsek dan Satreskrim Polres;

6. Pembinaan dan koordinasi pengawasan PPNS baik di bidang operasional

maupun administrasi penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

Universitas Sumatera Utara


7. Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana umum dan khusus, antara lain

tindak pidana ekonomi, korupsi dan tindak pidana tertentu di daerah

hukum Polres.

m. Satuan Reserse Narkotika, Psikotropika dan Obat Berbahaya yang selanjutnya

disingkat Satresnarkoba adalah unsur pelaksana tugas pokok fungsi Reserse

narkoba pada tingkat Polres yang berada di bawah Kapolres.

Satresnarkoba bertugas melaksanakan pembinaan fungsi penyelidikan tindak

pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba berikut prekursornya, serta

pembinaan dan penyuluhan dalam rangka pencegahan dan rehabilitasi korban

penyalahgunaan narkoba.

Satresnarkoba menyelenggarakan fungsi:

1. Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran

gelap narkoba dan prekursor;

2. Pembinaan dan penyuluhan dalam rangka pencegahan dan rehabilitasi korban

penyalahgunaan narkoba;

3. Pengawasan terhadap pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana

penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh unit reskrim polsek dan

satresnarkoba polres; dan

4. Penganalisisan kasus beserta penanganannya serta mengkaji efektivitas

pelaksanaaan tugas Satresnarkoba.

Universitas Sumatera Utara


n. Satuan Pembinaan Masyarakat yang selanjutnya disingkat Satbinmas adalah

unsur pelaksana tugas pokok fungsi pembinaan masyarakat pada tingkat Polres

yang berada di bawah Kapolres.

Satbinmas bertugas melaksanakan pembinaan masyarakat yang meliputi

kegiatan penyuluhan masyarakat, pemberdayaan Perpolisian Masyarakat

(Polmas), melaksanakan koordinasi, pengawasan dan pembinaan terhadap

bentuk-bentuk pengamanan swakarsa (pam swakarsa), Kepolisian Khusus

(Polsus), serta kegiatan kerjasama dengan organisasi, lembaga, instansi, dan/atau

tokoh masyarakat guna peningkatan kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap

hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta terpeliharanya

keamanan dan ketertiban masyarakat.

Satbinmas menyelenggarakan fungsi:

1. Pembinaan dan pengembangan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa dalam

rangka peningkatan kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap hukum dan

ketentuan peraturan perundang-undangan;

2. Pengembangan peran serta masyarakat dalam pembinaan keamanan,

ketertiban dan perwujudan kerjasama polres dengan masyarakat;

3. Pembinaan di bidang ketertiban masyarakat terhadap komponen masyarakat

antara lain remaja, pemuda, wanita dan anak;

4. Pembinaan teknis, pengkoordinasian dan pengawasan Polsus serta Satuan

Pengamanan dan pemberdayaan kegiatan Polmas yang meliputi

Universitas Sumatera Utara


pengembangan kemitraan kerjasama antara Polres dengan masyarakat,

organisasi, lembaga, instansu dan/ atautokoh masyarakat.

o. Satuan Samapta Bhayangkara yang selanjutnya disingkat Satsabhara adalah

unsur pelaksana tugas pokok fungsi samapta bhayangkara pada tingkat Polres

yang berada di bawah Kapolres.

Satsabhara bertugas melaksanakan Turjawali dan pengamanan kegiatan

masyarakat dan instansi pemerintah, objek vital, TPTKP, penanganan tipiring

dan pengendalian massa dalam rangka pemeliharaan keamanan dan ketertiban

masyarakat serta pengamanan markas.

Satsabhara menyelenggarakan fungsi:

1. Pemberian arahan, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan tugas

Satsabhara;

2. Pemberian bimbingan, arahan dan pelatihan keterampilan dalam pelaksanaan

tugas di lingkungan Satsabhara;

3. Perawatan dan pemeliharaan peralatan serta kendaraan;

4. Penyiapan kekuatan personel dan peralatan untuk kepentingan tugas

Turjawali, pengamanan unjuk rasa dan objek vital, pengendalian massa,

negosiator, serta pencarian dan penyelamatan atau Search and Rescue (SAR);

5. Pembinaan teknis pemeliharaan ketertiban umum berupa penegakan hukum

Tipiring dan TKTKP; dan

Universitas Sumatera Utara


6. Pengamanan markas dengan melaksanakan pengaturan dan penjagaan.

p. Satuan Lalu Lintas yang selanjutnya disingkat Satlantas adalah unsur pelaksana

tugas pokok fungsi lalu lintas pada tingkat Polres yang berada di bawah

Kapolres.

Satlantas bertugas melaksanakan Turjawali lalu lintas, pendidikan masyarakat

lalu lintas (Dikmas Lantas), pelayanan registrasi dan identifikasi kendaraan

bermotor dan pengemudi, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan

hukum di bidang pendidikan.

Satlantas menyelenggarakan fungsi:

1. Pembinaan lalu lintas kepolisian;

2. Pembinaan partisipasi masyarakat melalui kerjasama lintas sektoral,

Dikmaslantas dan pengkajian masalah di bidang lalu lintas;

3. Pelaksanaan operasi kepolisian bidang lalu lintas dalam rangka penegakan

hukum dan keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran lalu lintas;

4. Pelayanan administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta

pengemudi;

5. Pelaksanaan patroli jalan raya dan penindakan pelanggaran serta penanganan

kecelakaan lalu lintas dalam rangka penegakan hukum serta menjamin

Kamseltibcarlantas di jalan raya;

6. Pengamanan dan penyelamatan masyarakat pengguna jalan;

7. Perawatan dan pemeliharaan peralatan dan kendaraan.

Universitas Sumatera Utara


q. Satuan Kepolisian Perairan yang selanjutnya disingkat Satpolair adalah unsur

pelaksana tugas pokok fungsi kepolisian perairan pada tingkat Polres yang

berada di bawah Kapolres.

Satpolair bertugas melaksanakan fungsi kepolisian perairan, yang meliputi

patroli perairan, penegakan hukum di perairan, pembinaan masyarakat pantai

dan perairan lainnya, serta SAR.

Satpolair menyelenggarakan fungsi:

1. Pelaksanaan patroli, pengawalan penegakan hukum di wilayah perairan, dan

pembinaan masyarakat pantai di daerah hukum Polres;

2. Pemberian bantuan SAR di laut/perairan; dan

3. Pelaksanaan transportasi kepolisian di perairan;

4. Pemeliharaan dan perbaikan fasilitas serta sarana kapal di lingkungan Polres

r. Satuan Perawatan Tahanan dan Barang Bukti yang selanjutnya disingkat Sattahti

adalah unsur pelaksana tugas pokok fungsi perawatan tahanan dan pemeliharaan

barang bukti pada tingkat Polres yang berada di bawah Kapolres.

Sattahti menyelenggarakan fungsi:

1. Pembinaan dan pemberian petunjuk tata tertib yang berkaitan dengan

tahanan yang meliputi pemeriksaan fasilitas ruang tahanan, jumlah dan

kondisi tahanan beserta administrasinya;

2. Pelayanan kesehatan, perawatan, pembinaan jasmani dan rohani tahanan;

3. Pengelolaan barang titipan milik tahanan; dan

Universitas Sumatera Utara


4. Pengamanan dan pengelolaan barang bukti beserta administrasinya.

s. Seksi Teknologi Informasi Polri yang selanjutnya disingkat Sitipol adalah unsur

pendukung di bidang pelayanan teknologi dan informasi Polri pada tingkat

Polres yang berada di bawah Kapolres.

Sitipol bertugas menyelenggarakan pelayanan tekonologi komunikasi dan

informasi meliputi kegiatan komunikasi kepolisian, pengumpulan dan

pengolahan serta penyajian data termasuk informasi kriminal dan pelayanan

multimedia.

Sitipol menyelenggarakan fungsi:

1. Pemeliharaan jaringan komunikasi kepolisian dan data serta pelayanan

telekomunikasi;

2. Penyelenggaraan sistem informasi kriminal yang meliputi penyiapan dan

penyajian data dan statistika kriminal; dan

3. Penyelenggaraan koordinasi dalam penggunaan teknologi komunikasi dan

informasi dengan satuan fungsi di lingkungan Polres.

t. Kepolisian Sektor yang selanjutnya disingkat Polsek adalah unsur pelaksana

tugas pokok fungsi kepolisian di wilayah kecamatan yang berada di bawah

Kapolres.

Kapolsek mempunyai tugas pokok yaitu:

1. Unsur pelaksana utama kewilayahan polresta yang berada di bawah Kapolres

Universitas Sumatera Utara


2. Menyelenggarakan tugas pokok san memelihara Kamtibmas, Gakkum,

pengayoman serta pelayanan masyarakat dan tugas-tugas Polri di wilayah

hukumnya sesuai dengan ketentuan hukum, peraturan yang berlaku dan

kebijakan pimpinan.

3. Pengumpulan baket sebagai bahan kegiatan inteligent keamanan yang

diselenggarakan oleh satuan atas sebagai bahan masukan penyusunan rencana

kegiatan ops polsek dalam rangka pencegahan gangguan kamtibmas.

4. Menyelenggarakan kegiatan turjawali dalam rangka pemeliharaan kamtibmas

dan kelancaran lalu lintas di jalan raya.

5. Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana sesuai dnegan ketentuan hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Pembinaan upaya masyarakat untuk mendorong pengingkatan kesadaran serta

ketaatan masyarakat terhadap hukum dan perundang-undangan serta peran

serta masyarakat dalam pengamanan swakarsa.

7. Penyelenggaraan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan

peraturan pelaksanaannya untuk kepentingan masyarakat sebelum ditangani

oleh instansi atau pihak yang berwenang.

8. Dalam melaksanakan tugasnya Kapolsek bertanggung jawab kepada Kapolres

u. Kepolisian Sub Sektor yang selanjutnya disingkat Polsubsektor adalah unsur

pelaksana tugas pokok fungsi kepolisian di wilayah tertentu yang berada di

bawah Kapolsek.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
D. Penegakan Hukum Terhadap Praktek Pungutan Liar di Jalan Raya yang

Dilakukan Oleh Masyarakat.

Penegakan hukum dengan penerapan hukum pidana sebagaimana sebelumnya

telah dikatakan bahwa menjadi sebuah senjata terakhir apabila upaya lain telah

dilakukan, khususnya melalui sarana non penal, seperti melalui pendidikan baik formal

maupun non formal dan lain. Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk

mewujudkan ide-ide keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi

kenyataan. Jadi penegakan hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide.

Penegakan hukum sebagai proses dilakukannya upaya tegaknya atau

berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu

lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep

hukum yang diharapkan rakyat menjadi kenyataan. Penegakan hukum merupakan suatu

proses yang melibatkan banyak hal. 67

Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan

hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah/pandangan nilai yang

mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap

akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktik

sebagaimana seharusnya patut dipatuhi. Oleh karena itu, memberikan mempertahankan

67
Dellyana, Shant, Konsep Penegakan Hukum. (Yogyakarta: Liberty, 1988), hal 32.

Universitas Sumatera Utara


dan menjamin ditaatinya hukum materiil dengan menggunakan cara prosedural yang

ditetapkan oleh hukum formal.

Menurut Satjipto Raharjo penegakan hukum pada hakikatnya merupakan

penegakan ide-ide atau konsep-konsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan

sosial, dan sebagainya. Jadi Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan

ide dan konsep-konsep tadi menjadi kenyataan. Hakikatnya penegakan hukum

mewujudkan nilai-nilai atau kaedah-kaedah yang memuat keadilan dan kebenaran,

penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas dari para penegak hukum yang sudah

dikenal secara konvensional, tetapi menjadi tugas dari setiap orang. Meskipun

demikian, dalam kaitannya dengan hukum publik pemerintahlah yang bertanggung

jawab.

Penegakan hukum dibedakan menjadi dua, yaitu: 68

1. Ditinjau dari sudut subyeknya: Dalam arti luas, proses penegakan hukum melibatkan

semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan

aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan

mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan

atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, penegakan hukum hanya

diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan

memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya.

68
Ibid, hlm.34.

Universitas Sumatera Utara


2. Ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya: Dalam arti luas, penegakan

hukum yang mencakup pada nilai-nilai keadilan yang di dalamnya terkandung bunyi

aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang ada dalam bermasyarakat. Dalam arti

sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal

dan tertulis.

Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan secara

rasional, memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna. Dalam rangka menanggulangi

kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku

kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan

satu dengan yang lainnya. Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi

kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan

pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan

keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang. 69

Penegakan hukum dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan

perlindungan hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana,

apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan

dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di dalam

masyarakat beradab. Sebagai proses kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk

69
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung, PT. Citra Aditya Bakti 2002), hlm.
109

Universitas Sumatera Utara


masyarakat dalam rangka pencapaian tujuan adalah keharusan untuk melihat penegakan

hukum pidana sebagai suatu sistem peradilan pidana. 70

Sistem peradilan pidana merupakan sistem dalam suatu masyarakat untuk

menanggulangi kejahatan, dengan tujuan mencegah masyarakat menjadi korban

kejahatan, menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa

keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana dan mengusahakan mereka yang

pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya. Pada dasarnya tindak

pidana ringan seperti pungutan liar merupakan tindakan yang meresahkan dalam

kehidupan masyarakat. 71

Sebagai suatu proses yang bersifat sistemik, maka penegakan hukum pidana

menampakkan diri sebagai penerapan hukum pidana (criminal law application) yang

melibatkan berbagai sub sistem struktural berupa aparat kepolisian, kejaksaan,

pengadilan dan pemasyarakatan. Termasuk di dalamnya tentu saja lembaga penasehat

hukum. Dalam hal ini penerapan hukum haruslah dipandang dari 3 dimensi:

1. Penerapan hukum dipandang sebagai sistem normatif (normative system)

yaitu penerapan keseluruhan aturan hukum yang menggambarkan nilai-nilai sosial

yang didukung oleh sanksi pidana.

70
Mardjono Reksodipuro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana Kumpulan Karangan Buku
Kedua, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia,
Jakarta, 1997.
71
Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana, (Bina Aksara,
Yogyakarta, 2002), hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara


2. Penerapan hukum dipandang sebagai sistem administratif (administrative system)

yang mencakup interaksi antara pelbagai aparatur penegak hukum yang merupakan

sub sistem peradilan di atas.

3. Penerapan hukum pidana merupakan sistem sosial (social system), dalam arti bahwa

dalam mendefinisikan tindak pidana harus pula diperhitungkan pelbagai perspektif

pemikiran yang ada dalam lapisan masyarakat.

Sebagaimana berdasarkan penelitian di atas, tindakan pungutan liar merupakan

permasalahan yang tidak habis-habisnya dalam lingkungan masyarakat. Perbuatan

pungutan liar juga menjadi budaya dalam kehidupan masyarakat. Hal ini sebagaimana

dalam lingkungan hukum wilayah Polres Langkat, persoalan pungutan liar bukan

menjadi hal yang baru untuk diperhatikan.

Penegakan hukum dan ketertiban merupakan syarat mutlak dalam upaya

menciptakan kehidupan bangsa Indonesia yang aman, damai dan sejahtera. Tanpa

adanya penegakan hukum, maka tidak akan terwujud ketertiban dan kesejahteraan bagi

kehidupan setiap warga negara Indonesia. Maka proses penegakan hukum harus

dilaksanakan secara tegas dan konsisten, karena ketidakpastian hukum dan kemerosotan

wibawa hukum akan melahirkan krisis hukum yang dampaknya dapat berakibat pada

terganggunya stabilitas politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan bangsa

dan negara.

Penegakan hukum dalam upaya mewujudkan ketertiban sangat erat kaitannya

dengan lembaga-lembaga negara yang mempunyai wewenang dan memegang peranan

Universitas Sumatera Utara


penting dalam sistem peradilan hukum di negara Indonesia. Lembaga Kepolisian Negara

Republik Indonesia adalah salah satu lembaga yang mempunyai wewenang dan

memegang peranan penting dalam upaya penegakan hukum dan ketertiban di dalam

sistem peradilan Negara Indonesia.

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia, Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintah

negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,

perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Aparat Kepolisian

mempunyai tugas dan wewenang dimana menurut Pasal 13 Undang-Undang nomor 2

Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, tugas pokok Kepolisian

Negara Republik Indonesia adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,

menegakan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat. Aparat Kepolisian harus peka terhadap kehidupan masyarakat Indonesia

dalam upaya pencegahan tindak pelanggaran hukum dan penegakan hukum itu

sendiri dalam upaya mewujud keamanan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat

Indonesia.

Selain itu persoalan ekonomi dan moral merupakan sebagian contoh masalah

yang dihadapi bangsa Indonesia pada saat ini. Kemiskinan, pengangguran menambah

keterpurukan kondisi bangsa ini, yang akhirnya menimbulkan banyak kejahatan. Faktor

ekonomi merupakan masalah yang sangat sentral saat ini yang dapat menimbulkan

kejahatan, karena banyak orang mengambil jalan pintas dengan menghalalkan segala

cara untuk mendapatkan uang, hal ini menyebabkan terjadinya kejahatan. Menurut G.

Universitas Sumatera Utara


W. Bawengan latar belakang timbulnya kejahatan dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu faktor lingkungan keluarga, lingkungan sosial, dan kepribadian. 72

Berdasarkan ketentuan KUHP pada umumnya sudah mengatur beberapa pidana

yang pantas diberikan bagi pelaku pungutan liar diantaranya yakni Pasal 368 ayat (1)

KUHP tentang pemerasan dan pengancaman yang berbunyi barang siapa dengan

maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,

memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang

sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau

supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan

dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Selain Pasal 368 KUHP juga dapat

dijerat dengan Pasal 379 KUHP dan Pasal 373 KUHP dengan melihat dari nilai barang

atau uang yang menjadi objek perkaranya. Sedangkan apabila dilihat dari aturan Lalu

lintas, terhadap pelaku pungutan liar dapat dijerat dengan Pasal 200 dan Pasal 275 ayat

(1) dan ayat (2) Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan Raya.

Keberadaanpungutan liar sekaranginitidakterlepasdarisejarahmasalalu yang

begitumemprihatikan. Saatinibahkanpungutan liar menjadisatukebudayaan yang

telahmelembaga, pungutan liar merupakanpenyakitmasyarakat yang

telahmembudayadaritingkateselontertinggisampaitingkateselonmasyarakatkecil.

Pemberantasanpungutan liar

harusdilakukansecaraterpadudilakukandengancaramoralistik(pembinaan mental dan

72
Esti Ismawati, Pungutan Liar Yang Membudaya Di Indonesia,( Jakarta 2015), Hlm.2.

Universitas Sumatera Utara


moral manusia) dancaraabolisionistik(carapenanggulangangejala)

sebagaitindakanprevektif. 73

Berdasarkanhal di atas, padahakekatnyaterdapatbeberapaFaktor-faktor yang

mempengaruhipenegakanhukummenurutSoerjonoSoekantoadalah : 74

1. Faktor Hukum

Faktor hukum yaitu praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi

pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi

keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian

hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Justru itu,

suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasar hukum merupakan

sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak

bertentangan dengan hukum. Maka pada hakikatnya penyelenggaraan hukum bukan

hanya mencakup law enforcement, namun juga peace maintenance, karena

penyelenggaraan hukum sesungguhnya merupakan proses penyerasian antara nilai

kaedah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

2. Faktor Penegakan Hukum

Faktor penegakan hukum yaitu fungsi hukum, mentalitas atau kepribadian petugas

penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi

kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu, salah satu kunci

73
WahyuRahmadhani, PenegakanHukumDalamMenanggulangiPungutan Liar
TerhadapPelayananPublik, FakultasHukum, UniversitasSains Cut NyakDhien,Volume 12, Nomor 2, Juli-
Desember 2017, hlm.3.
74
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, Cetakan Kelima, 2004), hal 42.

Universitas Sumatera Utara


keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak

hukum dalam suatu tindak pidana yang terjadi.

3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Faktor sarana atau fasilitas pendukung yaitu faktor sarana atau fasilitas pendukung

mencakup perangkat lunak dan perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak

adalah pendidikan. Pendidikan yang diterima oleh Polisi dewasa ini cenderung pada

hal-hal yang praktis konvensional, sehingga dalam banyak hal polisi mengalami

hambatan di dalam tujuannya, diantaranya adalah pengetahuan tentang kejahatan

komputer, dalam tindak pidana khusus yang selama ini masih diberikan wewenang

kepada jaksa, hal tersebut karena secara teknis yuridis polisi dianggap belum mampu

dan belum siap, walaupun disadari pula bahwa tugas yang harus diemban oleh polisi

begitu luas dan banyak.

4. Faktor Masyarakat

Faktor masyarakat yaitu penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk

mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok

sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah taraf

kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya

derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu

indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.

5. Faktor Kebudayaan

Universitas Sumatera Utara


Faktor kebudayaan yaitu konsep kebudayaan sehari-hari, orang begitu sering

membicarakan soal kebudayaan. Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto,

mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur

agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan

menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Dengan

demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang prilaku yang menetapkan

peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang.

Berdasarkan penjelasan di atas, pada hakekatnya maraknya permasalahan

mengenai tindak pidana ringan pungutan liar dipengaruhi oleh faktor-faktor di atas

seperti faktor hukum, faktor penegakan hukum, faktor sarana atau fasilitas hukum,

faktor masyarakat dan faktor kebudayaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan

Reskrim Polres Langkat pada dasarnya tingkat pidana ringan pada praktek pungutan liar

yang paling banyak terjadi akibat faktor masyarakat dan faktor kebudayaan dalam

wilayah hukum polres langkat. 75

Apabilapungutan liar (pungli) itudilakukandengancara-carakekerasanataupaksa,

makapremantersebutdapatdijeratdenganpasalpemerasandanancaman yang

diaturdalam Pasal 368 ayat (1)KitabUndang-undangHukumPidana (KUHP), berbunyi:

“Barangsiapadenganmaksuduntukmenguntungkandirisendiriatau orang lain


secaramelawanhukum,
memaksaseorangdengankekerasanatauancamankekerasanuntukmemberikanbaran
gsesuatu, yang seluruhnyaatausebagianadalahkepunyaan orang ituatau orang
lain, atausupayamembuathutangmaupunmenghapuskanpiutang,
diancamkarenapemerasan, denganpidanapenjara paling lama sembilantahun.”

75
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kanit Reskrim Polres Langkat pada tanggal 13
September 2017

Universitas Sumatera Utara


Padahakekatnyapemerasandengankekerasan”.

Pemerasitupekerjaannyaadalahsebagaiberikut :

1. Memaksa orang lain;

2. Untukmemberikanbarang yang samasekaliatausebagiantermasukkepunyaan orang

itusendiriataukepunyaan orang lain, ataumembuatutangataumenghapuskanpiutang;

3. Denganmaksudhendakmenguntungkandirisendiriatau orang lain denganmelawanhak;

4. Memaksanyadenganmemakaikekerasanatauancamankekerasan.

Selain dijerat dengan Pasal 368 KUHP, juga terhadap pelaku pungutan liar dapat

dijerat dengan Pasal 275 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang berisi:

(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada
fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas,
fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima
puluh ribu rupiah).

(2) Setiap orang yang merusak Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi
Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan
sehingga tidak berfungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling
banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Universitas Sumatera Utara


Pasal 28 ayat (1), (2) Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan, yang berisi:

(1) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan


dan/atau gangguan fungsi Jalan.

(2) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan


pada fungsi perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat
(1).

Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan, yang berisi:

(1) Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi
dengan perlengkapan Jalan berupa:

a. RambuLaluLintas; 

b. Marka Jalan; 

c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas; 

d. Alat penerangan Jalan; 

e. Alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan; 

f. Alat pengawasan dan pengamanan Jalan; 

g. Fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat; dan
h. Fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berada di Jalan
dan di luar badan Jalan.

Memaksa adalah melakukan tekanan pada orang sehingga orang itu melakukan

sesuatu yang berlawanan dengan kehendak sendiri. Memaksa orang lain untuk

menyerahkan barangnya sendiri itu masuk pula pemerasan. Sedangkan yang dimaksud

Universitas Sumatera Utara


dengan melawan hak adalah melawan hukum, tidak berhak atau bertentangan dengan

hukum. 76

Berdasarkan ketentuannya, upaya penegakan hukum bagi pelaku tindak pidana

terhadap praktek pungutan liar di jalan raya yang dilakukan Polres Langkat dapat dilihat

pada tabel 5, sebagai berikut:

Tabel 5

Upaya Penegakan Hukum Bagi Pelaku Tindak pidana terhadap Praktek pungutan
liar Di Jalan Raya Pada Polres Langkat

No. Upaya Penegakan Hukum Bagi Pelaku Tindak pidana dengan cara
melakukan praktek pungutan liar Pada Polres Langkat

1. Apabila dikehaui adanya pelaku pungli di jalan raya di wilayah hukum Polres
Langkat, selanjutnya dilakukan penangkapan oleh Polres Langkat. Hal ini
karena tindakan pungutan liar merupakan sebagai tindak pidana ringan yang
menggangu kenyaman masyarakat.

2. Polres Langkat menangkap dan melakukan proses hukum di wilayah hukum


Polres Langkat.

3. Di Polres Langkat terhadap Pelaku pungutan liar hanya diberikan pola


pembinaan, karena perbuatan pungutan liar tersebut cenderung penggolongan
tindak pidana ringan. Apabila setelah dilakukan pembinaan berupa pemberian
nasehat dan pembinaan fisik oleh Polres Langkat, maka selanjutnya Polres
Langkat mengharuskan pelaku membuat surat pernyataan yang isinya untuk

76
R.Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, hlm.256.

Universitas Sumatera Utara


tidak mengulangi perbuatannya.

4. Setelah dilakukan kesepakatan antara Polres Langkat dan Pelaku Tindak Pidana
Pungli bahwa tidak mengulangi perbuatannya lagi. Terdapat sanksi lain yang
harus dilakukan pelaku pungutan liar yakni wajib lapor sebagaimana ditentukan
Polres Langkat. Pada dasarnya wajib lapor tersebut selama 1 (satu) minggu.

5. Setelah dilakukan persetujuan dan wajib lapor sebgaimana ditentukan. Polres


Langkat, selanjutnya akan membawa Pelaku Pungutan liar ke Dinas Sosial
Langkat serta melibatkan pihak Koramil setempat dan Marinir Tangkahan
Alagan Brandan. Pembinaan ini dilakukan agar yang bersangkutan mempunyai
keahlian dan dapat memperoleh pekerjaan sehingga tidak melakukan tindakan
pungli lagi. Bekerjasama dengan Dinas Sosial, selanjutnya dapat diberikan
pekerjaan diantaranya sebagai Satpam di sebuah Kantor jasa pengiriman
barang. Sebagaimana dalam kasus pungutan liar yang pernah dilakukan
pembinaan Polres Langkat. Pada dasarnya pekerjaan tersebut diberikan sesuai
dengan keahlian dan kemampuan yang dimiliki oleh pelaku pungutan liar.

Sumber: Hasil wawancara dengan Kanit Reskrim Polres Langkat


Berdasarkan upaya hukum yang dilakukan Polres Langkat terhadap pelaku

tindak pidana ringan berupa pungutan liar tidak memberikan akibat hukum yang

menimbulkan untuk tidak mengulangi perbuatan pungutan liar dalam lingkungan

masyarakat. Semakin dilakukan proses penangkapan tindak pidana ringan yaitu

pungutan liar dalam wilayah hukum Polres Langkat, kasus pungutan liar dalam kurun

waktu pertahun mengalami peningkatan. Peningkatan kasus tindak pidana ringan berupa

pungutan liar pertahunnya di wilayah hukum Polres Langkat, yang kemudian dianalisa

Universitas Sumatera Utara


oleh Polres Langkat. Hal yang mengakibatkan tingginya klasifikasi tindak pidana ringan

berupa pungutan liar di wilayah hukum Polres Langkat adalah sebagai berikut: 77

1. Pada hakekatnya meskipun telah dilakukan proses hukum serta pembinaan terhadap

pelaku tindak pidana ringan berupa praktek pungutan liar di wilayah hukum Polres

Langkat tidak memberikan timbul efek jera pada pelaku pungutan liar;

2. Apabila di proses pelaku tindak pidana ringan berupa praktek pungutan liar pada

dasarnya pelaku sering lari pada saat proses pemeriksaan dan pada proses

persidangan dilakukan pelaku sering tidak hadir dalam persidangan;

3. Pelaku tindak pidana pungutan liar kerap sekali kembali lagi untuk melakukan tindak

pidana ringan berupa pungutan liar;

4. Pungutan liar berulang-ulang dilakukan oleh pelaku tindak pidana ringan, karena ada

pembenaran dalam pola pikir pelaku bahwa tindakan pungutan liar merupakan

perbuatan yang bener dan sah untuk dilakukan;

5. Pungutan liar berulang-ulang dilakukan pelaku tindak pidana terhadap praktek

pungutan liar, karena pelaku tidak punya kemampuan atau jiwa untuk

bersaing/bertanding untuk hidup dalam lingkungan masyarakat. Pelaku merasa

bahwa tindakan pungutan liar merupakan cara yang instan dan mudah dilakukan

untuk mendapatkan uang.

6. Terhadap pelaku pungutan liar itu sendiri, secara tidak langsung menanamkan

terhadap dirinya untuk tidak memiliki jiwa/daya pejuang atau jiwa/daya bersaing

untuk menghadapi sulitnya hidup.

77
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasat Reskrim Polres Langkat pada tanggal 13
September 2017

Universitas Sumatera Utara


Pada umumnya tugas dan peran Polisi sangat penting dalam menanggulangi

pelaku tindak pidana ringan berupa pelaku pungutan liar. Dalam konteks pergaulan

hidup di antara para subyek hukum, hukum berperan sedemikian rupa, sehingga segala

sesuatunya berjalan dengan tertib dan teratur, sebab hukum menentukan dengan tegas

hak dan kewajiban mereka masing-masing. Ketentuan hukum yang mengatur dan aparat

penegakan hukum snagat penting dalam menangulangi pelaku tindak pidana dalam

masyarakat terutama pungutan liar yang sangat meresahkan masyarakat.

Pada hakekatnya fungsi hukum menurut Hasan Basry dan Imam Suyitno dalam

bukunya, yang mengatakan bahwa dengan mengingat tujuan hukum, maka dapat dirinci

secara garis besar fungsi hukum sebagai berikut:

1. Hukum berfungsi sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat. Fungsi ini

memungkinkan untuk diperankan oleh hakim, karena hukum memberikan petunjuk

kepada masyarakat bagaimana mereka harus bertingkah laku. Mana yang

diperbolehkan oleh hukum dan mana yang dilarang olehnya, sehingga masing-

masing anggota masyarakat tahu apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Kalau

mereka menyadari dan melaksanakan baik perintah maupun larangan yang tercantum

dalam hukum, kita yakin bahwa fungsi hukum sebagai alat ketertiban masyarakat

dapat direalisir.

2. Hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir bathin.

Hukum yang bersifat mengikat dan memaksa serta dapat dipaksakan oleh alat negara

yang berwenang, berpengaruh besar terhadap orang yang akan melakukan

pelanggaran sehingga mereka takut dan segan untuk melakukan hal itu karena takut

Universitas Sumatera Utara


akan ancaman hukumannya. Hukum yang bersifat memaksa dapat diterapkan kepada

siapa saja yang bersalah. Mereka yang melakukan kesalahan mungkin dihukum

penjara, didenda, diminta membayar ganti rugi, disuruh membayar hutangnya, maka

dengan demikian keadilan dicapai.

3. Hukum berfungsi sebagai alat penggerak pembangunan karena ia mempunyai daya

mengikat dan memaksa dapat dimanfaatkan sebagai alat otoritas untuk mengarahkan

masyarakat kearah yang lebih maju. Fungsi demikian adalah fungsi hukum sebagai

alat penggerak pembangunan.

4. Hukum berfungsi sebagai alat kritik (fungsi Kritis). Fungsi ini berarti bahwa hukum

tidak hanya mengawasi masyarakat semata-mata, tetapi berperan juga mengawasi

para pejabat pemerintah, para penegak hukum maupun aparatur pengawasan sendiri.

Dengan demikian semuanya harus bertingkah laku menurut ketentuan yang berlaku.

Jika demikian halnya, maka ketertiban, kedamaian, dan keadilan dalam masyarakat

dapat diwujudkan dan fungsi kritis hukum dapat berjalan dengan baik.

5. Hukum berfungsi sebagai sarana untuk menyelesaikan pertikaian. 78

Sebenarnya istilah pungutan liar hanyalah merupakan istilah politik yang

kemudian dipopulerkan lebih lanjut oleh dunia jurnalis. Di dalam dunia hukum (pidana),

istilah ini tidak dijumpai. Belum pernah kita mendengar adanya tindak pidana pungutan

liar atau delik pungutan liar. Ugan Gandaika mengemukakan bahwa, “Pungutan Liar

adalah sebutan semua bentuk pungutan yang tidak resmi, yang tidak mempunyai

landasan hukum, maka tindakan pungutan tersebut dinamakan sebagai pungutan liar”.

78
Muhammad Sayadi, Tinjauan Hukum Pungutan Liar Terhadap Pengemudi Angkutan Kota
Antar Daerah Di Kabupaten Wajo, Dosen FIS Universitas Negeri Makassar, hlm.4

Universitas Sumatera Utara


Pungutan liar juga termasuk dalam kategori kejahatan jabatan, di mana dalam

konsep kejahatan jabatan dijabarkan bahwa “pejabat demi menguntungkan diri sendiri

atau orang lain, menyalahgunakan kekuasaannya untuk memaksa seseorang untuk

memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran dengan potongan,

atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri”. Dalam hal ini pelaku pungutan

liar merupakan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana yang merugikan

dan mengganggu kenyaman banyak orang. Perbuatan pungutan liar tersebut pada

hakekatnya harus dihukum meskipun termasuk ke dalam perbuatan tindak pidana

ringan.

Penegakan hukum merupakan proses mewujudkan keinginan-keinginan hukum

yang telah ditentukan dalam bentuk perundangan-undangan sehingga terwujudnya tujuan

hukum. Keinginan-keinginan hukum itu adalah isi dari hukum itu sendiri yang merupakan

substansi hukum. Substansi hukum merupakan isi dari hukum itu sendiri yang merupakan

aturan bagaimana seharusnya (das sollen). Pada saat aturan bagaimana seharusnya (das

sollen) itu dilanggar, maka pada saat itu terjadilah kenyataan alamiah yang merupakan

peristiwa konkrit yang diatur (das sein).

Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum terletak pada kegiatan

menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang

mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap

Universitas Sumatera Utara


akhir untuk menciptakan, melahirkan dan mempertahankan kedamaian pergaulan

hidup. 79

Pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Faktor tersebut mempunyai arti netral sehingga dampak positif dan

negatifnya terletak pada isi faktor tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi

penegakan hukum tersebut adalah : 80

1. Faktor hukumnya sendiri


2. Faktor penegak hukum
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
4. Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan
diterapkan
5. Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan
pada rasa kemanusiaan dalam pergaulan hidup.

Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra mengatakan suatu kesatuan sistem besar yang

tersusun atas sub-sub sistem kecil yaitu sub sistem pendidikan, pembentukan hukum,

penerapan hukum, dan lain-lain. 81 Hukum akan mampu dan efektif di masyarakat

apabila instrumen-instrumen pelaksananya dilengkapi dengan kewenangan-kewenangan

dalam bidang penegakan hukum. Unsur sistem hukum atau sub sistem sebagai faktor

penentu apakah suatu sistem hukum dapat berjalan dengan baik atau tidak. 82 Komponen

sistem hukum merupakan bagian faktor-faktor penegakan hukum yang tidak bisa

79
Soerjono Soekanto, Op.cit, hlm 5
80
ibid, hlm7-8.
81
Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Op.cit, hlm.151.
82
Lawrence M. Friedman dalam Achmad Ali, Op.cit.,hlm. 204.

Universitas Sumatera Utara


diabaikan karena jika diabaikan akan menyebabkan tidak tercapainya penegakan hukum

yang diharapkan. 83

Dalam hal penegakan hukum terhadap kasus yang mengacu pada Perma nomor 2

Tahun 2012 tentang penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda dalam

KUHP, maka dalam menerima pelimpahan perkara pencurian, penipuan, penggelapan,

penadahan Ketua Pengadilan wajib memperhatikan nilai barang atau uang yang menjadi

objek perkara. Jika nilai barang atau uang tersebut tidak lebih dari Rp. 2.500.000,00

(dua juta lima ratus ribu rupiah), maka Ketua Pengadilan segera menetapkan hakim

tunggal untuk memeriksa dan mengadili serta memutus perkara. Pada praktek pungutan

liar, terhadap pelaku pungutan liar tidak dilakukan penahanan.

Berdasarkan ketentuannya tata cara pemeriksaan perkara tipiring (Tindak Pidana

Ringan) dapat dilaksanakan sebagai berikut:

a. Pelimpahan dan pemeriksaan perkara tipiring tanpa dicampuri dan diikuti oleh

Penuntut Umum. Penyidik atas kuasa Penuntut Umum, dalam waktu 3 (tiga) hari

sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta

barang bukti, saksi, ahli dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan.

b. Lebih lanjut dijelaskan bahwa semua perkara tipiring yang diterima pengadilan segera

disidangkan pada hari itu juga. Pemeriksaan tipiring diperiksa dan diadili oleh hakim

tunggal pada tingkat pertama dan terakhir.

83
Soerjono Soekanto, Op.cit., hlm.5

Universitas Sumatera Utara


c. Pengajuan perkara tanpa surat dakwaan. Ketentuan ini memberikan kepastian di

dalam mengadili menurut acara pemeriksaan cepat tersebut tidak diperlukan surat

dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum seperti untuk pemeriksaan dengan acara

biasa, melainkan tindak pidana yang didakwakan cukup ditulis dalam buku register

tersebut.

d. Saksi tidak mengucapkan sumpah atau janji kecuali hakim menganggap perlu. 84

Preman pada umumnya tidak disidangkan melalui pengadilan, kecuali perbuatan

preman tersebut telah menimbulkan tindak pidana seperti perbuatan pemerasan tentunya

disertai dengan ancaman kekerasan atau perbuatan yang dilakukan secara berulang yang

dijadikan sebagai bahan mata pencaharian. Preman yang disidangkan melalui proses

pengadilan, maka hukumannya mencakup akan diputus pidana penjara, pidana kurungan,

ataupun pidana denda. Akan tetapi pada kebanyakan kasus, perlakuan terhadap preman yang

tidak melakukan tindak pidana yang diancamkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP atau undang-undang sejenis), seperti melakukan pemungutan liar dalam

bentuk memungut dana parkir atau memungut dengan tidak disertai pemerasan atau ancaman,

maka hanya diberi pengarahan dan pembinaan serta diharuskan membuat surat pernyataan

yang isinya tidak mengulangi perbuatannya kembali.

84
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang
Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali). (Jakarta: Sinar Grafika), 2010. hlm.52.

Universitas Sumatera Utara


Setelah dilakukan pembinaan, preman-preman tersebut dilepaskan, tanpa memikirkan

apa manfaat mereka ditangkap dan apa efeknya bagi preman-preman tersebut. Setelah

dilepaskan, preman-preman tersebut bisa saja akan mengulangi kembali perbuatannya

mengingat tidak ada sistim untuk melakukan pengawasan secara ketat dan sistim pendataan

yang terintegrasi dengan wilayah lainnya terhadap mereka yang telah dilakukan pembinaan

oleh Kepolisian, dan tidak menutup kemungkinan akan ditangkap kembali di daerah lain

untuk melakukan kegiatan yang serupa, dan apabila sudah ditangkap diperlakukan hal yang

serupa yaitu dilakukan pembinaan serta diharuskan membuat pernyataan, setelah itu

dilepaskan kembali.

Berdasarkan ketentuan Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012

tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP,

perbuatan tindak pidana dengan cara melakukan pungutan liar dengan jumlah nilai

barang atau objek perkara dibawah nilai Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu

rupiah). Pada dasarnya dalam prakteknya sebagaimana pada Polres Langkat tidak

dilakukan melalui mekanisme acara pemeriksaan cepat sesuai dengan yang diatur dalam

Pasal 205 KUHAP sampai dengan Pasal 210 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana) melainkan melalui proses diskresi kepolisian dalam hal ini terhadap

pelaku pungutan liar dilakukan pembinaan sesuai dengan yang diatur dalam pasal 18

Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.

Banyaknya kasus premanisme di wilayah hukum Polres Langkat pada tahun 2015-2017

dapat dilihat melalui tabel 5, 6 dan 7, sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


Tabel 6

DATA KASUS PREMANISME (PUNGUTAN LIAR) DAN POLA PENINDAKAN


PADA POLRES LANGKAT

TAHUN 2015

JUMLA BARANG
JUMLAH BUKTI TINDAKAN
H
NO. PERIODE PERKAR TERHADAP
PELAK (RANGE
A PELAKU
U Rp)

1 JAN-MAR 4 4 orang 10.000- PEMBINAAN


40.000

2 APRIL-JUNI 6 6 orang 7.000-25.000 PEMBINAAN

3 JULI-SEPT 6 6 orang 9.000-25.000 PEMBINAAN

4 OKT-DES 5 5 orang 15.000- PEMBINAAN


51.000

JUMLAH 21 21orang

Sumber: Data di Polres Langkat Tahun 2015

Pada kasus premanisme (khususnya perkara pungutan liar) Polres Langkat tahun

2015 periode bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2015 terdapat 4 (empat) perkara

dengan jumlah pelaku 4 (empat) orang dan terdapat barang bukti dengan range Rp.

Universitas Sumatera Utara


10.000,00 sampai Rp. 40.000,00. Pada periode bulan April sampai dengan bulan Juni

terdapat 6 (enam) perkara dengan pelaku berjumlah 6 (enam) orang dan terdapat barang

bukti Rp. 7.000,00 sampai dengan Rp. 25.000,00. Periode bulan Juli sampai dengan

bulan September 2015 berjumlah 6 (enam) perkara dengan jumlah pelaku 6 (enam)

orang dan terdapat barang bukti dengan range Rp. 9.000,00 sampai Rp. 25.000,00.

Periode Oktober sampai dengan Desember 2015 terdapat 5 (lima) perkara dengan

jumlah pelaku 5 (lima) orang dan terdapat barang bukti dengan range Rp. 15.000-Rp.

51.000,00. Tindakan terhadap 21 (dua puluh satu) pelaku pungutan liar. Berdasarkan

data di atas, terdapat 21 kasus pungutan liar pada tahun 2015, dimana jumlah barang

bukti tertinggi yakni Rp. 51.000,00 sedangkan pungutan paling rendah yakni Rp.

7.000,00. Dengan demikian berdasarkan kasus pungutan liar tahun 2015 dapat dilihat

bahwa pungutan liar yang dilakukan pelaku dibawah Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima

ratus ribu rupiah). Akibat tindakan pungutan liar, maka dilakukan pembinaan oleh

Polres Langkat yang bekerjasama dengan Dinas Sosial, TNI-AD, dan TNI-AL.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 7

DATA KASUS PREMANISME (PUNGUTAN LIAR) DAN POLA PENINDAKAN


PADA POLRES LANGKAT

TAHUN 2016

JUMLA BARANG
BUKTI TINDAKAN
NO JUMLAH H
PERIODE THDP
. PERKARA PELAK (RANGE PELAKU
U Rp)

1 JAN-MAR 3 3 orang 14.000- PEMBINAAN


40.000

2 APRIL-JUNI 10 10 orang 7.000-44.000 PEMBINAAN

3 JULI-SEPT 14 14 orang 8.000-35.000 PEMBINAAN

4 OKT-DES 5 5 orang 5.000-10.000 PEMBINAAN

JUMLAH 32 32 orang

Sumber: Data di Polres Langkat Tahun 2016

Pada kasus premanisme (khususnya perkara pungutan liar) Polres Langkat

Tahun 2016 periode bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2015 terdapat 3 (tiga)

perkara dengan jumlah pelaku 3 (tiga) orang dan terdapat barang bukti dengan range Rp.

14.000,00 sampai Rp. 40.000,00. Pada periode bulan April sampai dengan bulan Juni

Universitas Sumatera Utara


terdapat 10 (sepuluh) perkara dengan pelaku berjumlah 10 (sepuluh) orang dan terdapat

barang bukti Rp. 7.000,00 sampai dengan Rp. 44.000,00. Periode bulan Juli sampai

dengan bulan September 2016 berjumlah 14 (empat belas) perkara dengan jumlah

pelaku 4 (empat) orang dan terdapat barang bukti dengan range Rp. 8.000,00 sampai Rp.

35.000,00. Periode Oktober sampai dengan Desember 2016 terdapat 5 (lima) perkara

dengan jumlah pelaku 5 (lima) orang dan terdapat barang bukti dengan range Rp. 5.000-

Rp. 10.000,00. Berdasarkan data di atas, terdapat 32 kasus pungutan liar pada tahun

2016, dimana jumlah barang bukti tertinggi yakni Rp.44.000,00, sedangkan pungutan

paling rendah yakni Rp. 5.000. Dengan demikian berdasarkan kasus pungutan liar tahun

2016 dapat dilihat bahwa pungutan liar yang dilakukan pelaku dibawah Rp.

2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Akibat tindakan pungutan liar, maka

dilakukan pembinaan oleh Polres Langkat yang bekerjasama dengan Dinas Sosial, TNI-

AD, dan TNI-AL.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 8

DATA KASUS PREMANISME (PUNGUTAN LIAR) DAN POLA


PENINDAKAN PADA POLRES LANGKAT

TAHUN 2017

(sampai dengan tanggal 4 Oktober 2017)

BARANG
BUKTI TINDAKAN
NO JUMLAH JUMLAH
PERIODE THDP
. PERKARA PELAKU (RANGE PELAKU
Rp)

1 JAN-MAR 18 18 orang 5.000-21.000 PEMBINAA


N

2 APRIL-JUNI 46 50 orang 2.000-70.000 PEMBINAA


N

3 JULI-SEPT 18 18 orang 2.000-30.000 PEMBINAA


N

4 OKT-DES 4 4 orang 5.000-10.000 PEMBINAA


N

JUMLAH 86 90 orang

Sumber: Data di Polres Langkat Tahun 2017

Universitas Sumatera Utara


Pada kasus premanisme (khususnya pada perkara pungutan liar) Polres Langkat

tahun 2017, periode bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2017 terdapat 18

(delapan belas) perkara dengan jumlah pelaku 18 (delapan belas) orang dan terdapat

barang bukti dengan range Rp. 5.000,00 sampai Rp. 21.000,00. Pada periode bulan

April sampai dengan bulan Juni terdapat 46 (empat puluh enam) perkara dengan pelaku

berjumlah 50 (lima puluh) orang dan terdapat barang bukti Rp. 2.000,00 sampai dengan

Rp. 7.000,00. Periode bulan Juli sampai dengan bulan September 2017 berjumlah 18

(delapan belas) perkara dengan jumlah pelaku 18 (delapan belas) orang dan terdapat

barang bukti dengan range Rp. 2.000,00 sampai Rp. 30.000,00. Periode Oktober sampai

dengan Desember 2017 terdapat 4 (empat) perkara dengan jumlah pelaku 4 (empat)

orang dan terdapat barang bukti dengan range Rp. 5.000-Rp. 10.000,00. Berdasarkan

data di atas, terdapat 86 kasus pungutan liar pada tahun 2017, dimana jumlah barang

bukti tertinggi yakni Rp. 70.000,00 sedangkan pungutan paling rendah yakni Rp. 2.000.

Dengan demikian berdasarkan kasus pungutan liar tahun 2017 dapat dilihat bahwa

praktek pungutan liar yang dilakukan pelaku dibawah Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima

ratus ribu rupiah). Akibat tindakan pungutan liar, maka dilakukan pembinaan oleh

Polres Langkat yang bekerjasama dengan Dinas Sosial, TNI-AD, dan TNI-AL.

Pada dasarnya tujuan diberikan pembinaan kepada pelaku pungutan liar, agar

pelaku tidak mengulangi lagi perbuatannya kembali untuk melakukan pemungutan uang

dari pengguna jalan baik melalui sarana perparkiran dipertokoan, ATM dan lain-lain,

pengaturan dipersimpangan maupun pungutan liar pada tempat atau sarana umum

lainnya dengan cara-cara yang tidak baik, diantaranya tidak merampas hak orang lain

Universitas Sumatera Utara


serta mengganggu keamanan maupun kenyamanan bagi pengguna jalan lain, disamping

itu menghilangkan jiwa peminta-minta untuk mendapatkan uang tanpa dilakukan

dengan kerja keras. 85

Pungutan liar merupakan tindak pidana ringan. Tindakan pungutan liar banyak

dilakukan dalam lingkungan kehidupan masyarakat. Berbagai kasus pungutan liar dalam

kehidupan masyarakat terjadi demi keuntungan pribadi. Hal ini dilakukan demi

mendapatkan uang yang cepat demi kelangsungan hidup. Berbagai modus kasus

tindakan pungutan liar dalam wilayah hukum Polres Langkat adalah, sebagai berikut:

1. Kasus Pungutan Liar Kepada Supir Bus Angkutan Umum Di Terminal

MS merupakan seorang pelaku praktek pungutan liar yang melakukan

pengutipan uang kepada supir bus angkutan umum. Modus Operandi MS dalam

melakukan pungutan liar tersebut, yaitu berpura-pura mewakili petugas untuk

melakukan pungutan sebagai uang keamanan. Tindakan pungutan liar yang

dilakukan MS tersebut dapat dikatagorikan merupakan perbuatan tindak pidana

penipuan ringan, mengingat uang tersebut, seharusnya dikutip oleh petugas terminal

untuk disetorkan ke kas daerah, melainkan dalam prakteknya uang hasil pungutan

tersebut digunakan sendiri oleh MS untuk memenuhi kebutuhannya dan atas

perbuatan memungut tersebut dikatagorikan tindak pidana penipuan ringan dan

penggelapan ringan, karena secara tidak langsung telah melakukan penipuan ringan

dan penggelapan ringan terhadap para sopir bus, selain itu disebabkan nilai barang

85
Berdasarkan Klasifikasi Perkara Pungutan liar Tahun 2016 Polres Langkat dari Kasat Reskrim
tanggal 13 September 2017.

Universitas Sumatera Utara


atau uang yang menjadi objek perkara hasil pungutan tersebut katagori dibawah Rp.

2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Hal ini sebagaimana dijelaskan

dalam ketentuan KUHP mengenai tindak pidana ringan yang telah disesuaikan

menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian

Batasan Tindak Pidana Ringsan dan Jumlah Denda Dalam KUHP.

MS adalah seorang laki-laki berumur 35 tahun dengan pekerjaan

wiraswasta yang beralamat di Dusun III Desa Paya Perupuk Kec. Tanjung Pura

Kab. Langkat. MS melakukan perbuatan pungutan liar di jalan raya tepatnya di

Jalan Tanjung Pura arah Pangkalan Berandan Dusun II Desa Paya Perupuk pada

hari Selasa, tanggal 30 Mei 2017 pukul 01.00 WIB. Tindak pidana dengan cara

melakukan pungutan liar dilakukan tersangka tersebut terjadi di wilayah hukum

Polres Langkat, yaitu dengan cara melakukan pengutipan uang kepada supir bus

angkutan umum.

Berdasarkan keterangan MS (Sebagai pelaku tindak pidana pungli)

melakukan pungli sebagai alasan upah keamanan di pangkalan halte bus saat tempat

pemberhentian bus terakhir. MS mengutip uang kepada supir bus sebesar Rp.

70.000,00. 86 Berdasarkan pengaduan dari masyarakat, MS kemudian ditangkap di

terminal bus dan dibawa ke Polres Langkat, kemudian terhadap MS dilakukan

pemeriksaan oleh penyidik pembantu sesuai dengan penyampaian dari Kasat

Reskrim AKP Dedy Dharma 87.

86
Berdasarkan wawancara dengan Kasat Reskrim Polres Langkat tanggal 13 September 2017
87
AKP Dedy Dharma adalah Kasat Reskrim Polres LangkatPada tanggal 13 September 2017.

Universitas Sumatera Utara


Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap MS, diperoleh keterangan bahwa

yang bersangkutan mengaku baru melakukan pungutan liar di terminal bus di Jalan

Tanjung Pura Pangkalan Brandan. Faktor yang melatarbelakangi MS melakukan

pungutan liar tersebut, karena MS tidak mempunyai pekerjaan yang tetap sehingga

untuk memperoleh uang dengan cepat, maka tersangka melakukan pungutan liar. 88

Setelah dilakukan pemeriksaan kepada MS, yang bersangkutan kemudian

diberikan arahan dan diberikan pembinaan fisik serta diharuskan membuat

pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatan pemungutan liar kembali, dan wajib

lapor selama 1 (satu) minggu. Dalam kasus ini dilakukan pembinaan oleh Polres

Langkat bekerjasama dengan Dinas Sosial dan TNI (petugas koramil Tanjung pura)

terhadap pelaku pungutan liar. Pembinaan ini dilakukan agar yang bersangkutan

diharapkan timbul efek jera untuk tidak mengulanginya perbuatannya kembali yaitu

melakukan pemungutan liar dan diharapkan mempunyai keahlian serta dapat

memperoleh pekerjaan, dengan demikian maka yang bersangkutan tidak akan

melakukan tindakan pungutan liar kembali yang dapat meresahkan masyarakat pada

terminal khususnya meresahkan bagi para sopir bis umum.

Pola penindakan yang dilakukan Polres Langkat, bekerjasama dengan

Dinas Sosial bertujuan agar Dinas Sosial turut berperan dalam melaksanakan tugas

dan kewenangannya yaitu memberikan solusi jalan keluarnya bagi pelaku, dan atas

peran dari Dinas Sosial terhadap MS, maka MS diberikan pekerjaan sebagai Satpam

88
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kanit Reskrim Polsek Bandan Polres pada tanggal 13
September 2017

Universitas Sumatera Utara


di sebuah Kantor jasa pengiriman barang, hal ini disebabkan MS sebelumnya

pernah bekerja sebagai penjaga keamanan di komplek perumahan.

2. Kasus Pungutan Liar Kepada Pedagang Kakilima

BS merupakan seorang pelaku tindak pidana yaitu melakukan praktek

pungutan liar berupa pengutipan uang kepada para pedagang di pajak (pasar)

Tanjung Langkat Kec. Salapian, Kab. Langkat. Modus Operandi yang dilakukan

oleh BS dalam melakukan pungutan liar tersebut, yaitu berpura-pura mewakili

petugas pasar untuk melakukan pemungutan sebagai uang keamanan pasar.

Tindakan pungutan liar yang dilakukan BS tersebut dapat dikatagorikan

merupakan perbuatan tindak pidana penipuan ringan, mengingat uang tersebut

seharusnya dikutip oleh petugas pajak (pasar) untuk disetorkan ke kas daerah,

melainkan dalam prakteknya uang hasil pungutan tersebut, digunakan sendiri oleh

BS untuk memenuhi kebutuhannya dan atas perbuatan memungut tersebut

dikatagorikan tindak pidana penipuan ringan, karena secara tidak langsung telah

melakukan penipuan ringan terhadap pedagang, selain itu disebabkan nilai barang

atau uang yang menjadi objek perkara hasil pungutan tersebut katagori di bawah

Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Hal ini sebagaimana dijelaskan

dalam ketentuan KUHP mengenai tindak pidana ringan yang telah disesuaikan

menurut Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian

Batasan Tindak Pidana Ringsan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP.

Universitas Sumatera Utara


BS merupakan seorang pelaku premanisme yang berumur 23 tahun yang

status pekerjaannya sebagai wiraswasta yang beralamat di Desa Minta Kec.

Salapian, Kab. Langkat. Pekerjaan BS sebagai wiraswata hanyalah sebuah status.

Sehari-hari kegiatan BS melakukan pungutan liar yaitu melakukan pemungutan

kepada para pedagang di pasar tradisional atau lebih dikenal dengan pajak. BS

melakukan pungutan liar di daerah khususnya pajak (pasar) Tanjung Langkat.

Setiap harinya para pedangang yang berjualan di pajak Tanjung Langkat harus

memberikan setoran kepada BS sebesar Rp. 5.000,00. Jika diperhitungkan setiap

hari para pedangan memberikan uang cuma-cuma kepada BS tanpa usaha keras

untuk bekerja.

Sekitar tanggal 14 Desember 2016 pukul 14.00 WIB, Polsek Salapian

melakukan penangkapan kepada BS berdasarkan pengaduan yang dilakukan oleh

beberapa pedangan di pajak (pasar), disebabkan para pedagang merasa dirugikan

dan tidak nyaman dengan kegiatan pungutan liar dilakukan BS setiap harinya.

Berdasarkan keterangan yang diperoleh BS, tujuan melakukan pungutan liar

terhadap pedangan di Pajak Tanjung Langkat tersebut sebagai biaya keamanan bagi

pedangan yang berjualan di pajak tersebut.

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan penyelidik pembantu

Polsek Salapian, melalui penyampaian dari IPTU ENDRAMAWAN SITEPU,

diperoleh hasil berupa uang yang merupakan barang bukti sebesar Rp.

Universitas Sumatera Utara


5.000,00. 89Uang tersebut merupakan hasil pungutan liar yang diminta dari

pedagang buah di Pajak Tanjung Mulia. BS juga mengaku bahwa pada dasarnya

pedagang di Pajak Tanjung Mulia banyak protes dan kerap kali bertengkar saat BS

meminta uang pungutan liar yang dijadikannya alasan keamanan. Namun BS tetap

meminta uang tersebut, akan tetapi para pedagang tetap memberikannya.

Faktor yang melatarbelakangi BS melakukan pungutan liar disebabkan BS

tidak mempunyai pekerjaan yang tetap, sehingga untuk memperoleh uang dengan

cepat maka ia melakukan pungutan liar tersebut. 90 Setelah dilakukan pemeriksaan

kepada BS, yang bersangkutan kemudian diberikan arahan dan pembinaan fisik,

serta membuat surat pernyataan yang isinya untuk tidak melakukan kegiatan

pungutan liar dan wajib lapor selama 1 (satu) minggu.

Berdasarkan kasus tersebut, selanjutnya BS dilakukan pembinaan oleh

Polsek Salapian, kemudian bekerjasama dengan Dinas Sosial dan melibatkan

Koramil Salapian. Pembinaan tersebut dilakukan bertujuan agar yang BS

mempunyai keahlian dan dapat memperoleh pekerjaan, sehingga BS tidak

melakukan praktek pungutan liar kembali. Pola penindakan yang dilakukan Polsek

Salapian, bekerjasama dengan Dinas Sosial bertujuan agar Dinas Sosial turut

berperan dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya yaitu memberikan solusi

jalan keluarnya bagi pelaku, dan atas peran dari Dinas Sosial terhadap BS, dan BS

diberikan pekerjaan oleh Dinas Sosial sebagai cleaning servis di sebuah


89
Iptu Endramawan Sitepu adalah Kanit Reskrim Polsek Salapian pada tanggal 13 September
2017.
90
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kanit Reskrim Polsek Salapian pada tanggal 13
September 2017.

Universitas Sumatera Utara


Supermarket di daerah Binjai, hal ini disebabkan BS memiliki keahlian dalam

bidang tersebut.

3. Pungutan Liar Kepada Supir Yang Melintas Di Persimpangan (Polisi-Polisi

Cepek atau Polisi Palsu) dan Jalan Lurus yang mengalami Kerusakan.

Icik merupakan seorang pelaku tindak pidana yaitu melakukan praktek

pungutan liar berupa pengutipan uang kepada para supir yang melintas di

persimpangan jalan. Modus Operandi yang dilakukan oleh Icik dalam melakukan

pungutan liar tersebut, yaitu berpura-pura bertugas sebagai polisi cepek atau polisi

palsu untuk mendapatkan uang sebagai imbalan. Tindakan pungutan liar yang

dilakukan Icik tersebut dapat dikatagorikan merupakan perbuatan tindak pidana

penipuan ringan, mengingat yang melakukan tugas seharusnya polisi dengan tidak

memungut uang, melainkan dalam prakteknya dilakukan oleh preman dan meminta

dana sebagai dana pengaturan lalu lintas sebagai Polisi cepek atau polisi palsu dan

terkait dengan lalu lintas bukanya jadi tertib melainkan tambah semerawut (menjadi

tambah macet) dan dana hasil pungutan tersebut digunakan sendiri oleh Icik untuk

memenuhi kebutuhannya, dan atas perbuatan tersebut dapat dikatagorikan tindak

pidana penipuan ringan, karena secara tidak langsung telah melakukan penipuan

ringan terhadap daerah dan masyarakat yang telah memberikan dana untuk

menggunakan jalan tersebut, dan seharusnya yang bersangkutan tidak menggunakan

identitas palsu yaitu sebagai petugas pengatur lalu lintas, selain itu disebabkan nilai

barang atau uang yang menjadi objek perkara hasil pungutan tersebut katagori

dibawah Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).

Universitas Sumatera Utara


Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan KUHP mengenai tindak

pidana ringan yang telah disesuaikan menurut Peraturan Mahkamah Agung nomor 2

Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringsan Dan Jumlah

Denda Dalam KUHP. Pekerjaan meminta atau memungut uang kepada supir yang

telah diberikan jalan untuk melintas di jalan yang rusak atau menyebrang di sebuah

persimpangan merupakan hal yang menjadi perhatian khusus saat ini. Banyak

masyarakat yang melakukan pemungutan secara liar kepada pengendara atau

pengemudi dan meminta imbalan kepada supir saat dilakukan penyebrangan

dipersimpangan jalan raya atau pada saat melintas dijalan yang rusak, yang saat itu

pelaku sambil berpura-pura untuk memperbaiki Jalan yang berlubang dengan cara

menutup lubang tersebut dengan bahan dari sisa-sisa bongkahan bangunan atau

tanah urugan. Kondisi tersebut dimanfaatkan masyarakat lain khususnya preman

untuk melakukan pemungutan uang sebagai pungutan liar di jalan raya sambil

menyebrangkan bagi kendaraan yang melintas dengan tujuan untuk memungut

imbalan atau berpura-pura sambil melakukan perbaikan atau pengurugan jalan yang

berlubang sambil memungut uang dari pengendara yang melintas. Pada dasarnya

pekerjaan pemungutan tidak resmi tersebut dapat digolongkan ke dalam tindak

pidana ringan, akan tetapi dapat digolongkan ke dalam tindak pidana apabila

dilakukan dengan paksaan atau ancaman terhadap setiap pengendara dengan

meminta uang.

Pekerjaan menyebrangkan kendaraan di persimpangan atau melakukan

perbuatan memperbaiki jalan yang berlubang merupakan pekerjaan yang baik,

Universitas Sumatera Utara


apabila dilakukan dengan kesadaran dan tanpa disertai dengan pemungutan uang

secara liar, yang bertujuan agar tidak terjadi kemacetan panjang. Akan tetapi

apabila pengendara yang melintas atau yang menyeberangkan kendaraan dengan

dipaksa untuk memberikan uang atau berpura-pura perbaikan jalan yang rusak

dengan tujuan untuk mendapatkan uang, dan apabila pengendara yang melintas

tersebut tidak memberikan dana dan pihak pelaku pungutan liar melakukan tindakan

yang diluar aturan berupa ancaman atau cercaan yang tidak wajar, ini menjadi tidak

wajar dan pekerjaan tersebut menjadi menyalahi aturan.

Sekitar tanggal 10 Januari 2017, sekitar jam 12.00 WIB Polres Langkat

menangkat Icik sebagai pungutan liar terhadap supir yang menyebrang di

persimpangan jalan raya. Jalan raya tersebut, yang menjadi tempat kejadian perkara

adalah jalan umum simpang 4 Perkuburan, Kel. Pekan. Tanjung Pura, Kab.

Langkat. Icik merupakan seorang yang berumur 20 Tahun yang memiliki status

pekerjaan tidak jelas alias mocok-mocok yang beralamat di Jalan Sekata Desa

Pekubuan, Kec. Tanjung Pyra, Kab. Langkat. Barang bukti yang diperoleh saat

dilakukan pemeriksaan adalah Rp. 6.000,00.

Perbuatan yang dilakukan oleh Icik merupakan tergolongan tindakan

premanisme yang tentu tidak memberikan kenyaman bagi para pengendara di jalan

raya. Akibat perbuatannya tersebut Polres Langkat menangkap dan memeriksa Icik.

Faktor yang melatarbelakangi Icik melakukan pungutan liar karena tidak

mempunyai pekerjaan yang tetap, sehingga untuk memperoleh uang dengan cepat,

maka ia melakukan pungutan liar tersebut. Sesuai dengan hasil pemeriksaan Icik,

Universitas Sumatera Utara


yang bersangkutan tidak memiliki pekerjaan yang tetap dan cara yang mudah

mendapatkan uang yaitu dengan melakukan pemungutan di Jalan. 91 Setelah

dilakukan pemeriksaan kepada Icik, yang bersangkutan kemudian diberikan arahan

dan pembinaan fisik serta pelaku membuat surat pernyataan dengan isinya, yang

menyatakan bahwa Icik tidak boleh melakukan kegiatan pungutan liar kembali dan

wajib lapor selama 1 (satu) minggu.

Berdasarkan penindakan terhadap kasus tersebut, selanjutnya terhadap Icik

dilakukan pembinaan oleh Polsek Tanjung Pura, dan bekerjasama dengan Dinas

Sosial dan Koramil Tanjung Pura. Pembinaan ini dilakukan agar yang bersangkutan

mempunyai keahlian dan dapat memperoleh pekerjaan sehingga tidak melakukan

tindakan pungutan liar kembali. Pola penindakan yang dilakukan Polsek Tanjung

Pura, bekerjasama dengan Dinas Sosial bertujuan agar Dinas Sosial turut berperan

dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya yaitu memberikan solusi jalan

keluarnya bagi pelaku dengan cara memberikan pelatihan, dan atas peran dari Dinas

Sosial terhadap Icik, maka Icik diberikan pekerjaan sebagai pekerja bagunan di

sebuah perumahan. Hal ini karena sebelumnya Icik pernah bekerja sebagai pekerja

bangunan antara rumah di sekitar Langkat.

4. Pungutan Liar Kepada parkir Masyarakat yang mendatangi Event kegiatan

Pernikahan Ataupun acara tertentu

91
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kanit Reskrim Polsek Tanjung pura pada tanggal 13
September 2017

Universitas Sumatera Utara


IZ merupakan seorang pelaku tindak pidana yaitu melakukan praktek

pungutan liar berupa pengutipan uang parkir kepada masyarakat datang untuk

berkunjung ke acara pernikahan ataupun acara tertentu seperti acara roadrace atau

acara saat kegiatan lainnya. Modus Operandi yang dilakukan oleh IZ dalam

melakukan pungutan liar tersebut, yaitu berpura-pura bertugas sebagai petugas

parkir pada event roadrace.

Tindakan pungutan liar yang dilakukan IZ tersebut, dapat dikategorikan

merupakan perbuatan tindak pidana penipuan ringan dan penggelapan ringan,

mengingat yang melakukan tugas, seharusnya petugas parkir dan hasil pungutannya

harus disetorkan ke kas daerah atau petugas keamanan yang tidak memungut uang,

melainkan dalam prakteknya dilakukan oleh IZ tersebut meminta dana sebagai dana

parkir dan dari dana hasil pungutan tersebut digunakan IZ untuk kepentingan

pribadi dan golongan tertentu, dan perbuatan atas memungut parkir tersebut

dikatagorikan tindak pidana penipuan ringan dan tindak pidana penggelapan ringan,

karena secara tidak langsung telah melakukan penipuan ringan dan penggelapan

ringan terhadap masyarakat yang menggunakan fasilitas parkir dan daerah, selain

itu disebabkan nilai barang atau uang yang menjadi objek perkara hasil pungutan

tersebut katagori dibawah Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Hal ini

sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan KUHP mengenai tindak pidana ringan

yang telah disesuaikan menurut Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012

tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam

KUHP.

Universitas Sumatera Utara


Pekerjaan meminta atau memungut uang parkir kepada masyarakat sebagai

pengunjung yang datang untuk mengikuti atau melihat atau datang ke acara

pernikahan atau acara kegiatan tertentu seperti kegiatan roadrace ataupun

melakukan pemungutan uang sebagai uang keamanan kepada pihak penyelenggara

event atau kegiatan baik acara pernikahan maupun acara kegiatan tertentu seperti

event roadrace merupakan hal yang menjadi perhatian khusus saat ini.

Banyak kelompok atau organisasi mayarakat tertentu yang melakukan

pemungutan secara liar sebagai uang parkir kepada masyarakat baik masyarakat

sebagai pengunjung maupun memungut uang keamanan terhadap masyarakat

sebagai penyelenggara event atau acara pernikahan atau acara kegiatan tertentu

seperti acara roadrace. Sedangkan aturan untuk setiap kegiatan yang dilakukan baik

acara pernikahan atau event kegiatan tertentu seperti roadrace, sebelumnya telah

meminta izin terlebih dahulu dari pihak aparat setempat dan dinas terkait untuk

mengadakan kegiatan tersebut untuk menggunakan jalan umum. Meskipun telah

memperoleh izin dari pihak terkait, tidak menutup kemungkinan masih

dilakukannya pungutan liar berupa memungut uang parkir kepada masyarakat

sebagai pengunjung yang datang untuk mengikuti atau melihat atau datang ke acara

pernikahan atau acara kegiatan tertentu seperti kegiatan roadrace ataupun

melakukan pemungutan uang sebagai uang keamanan kepada pihak penyelenggara

kegiatan.

Perbuatan pemungutan liar merupakan pemungutan tidak resmi dan dapat

dikatagorikan sebagai tindak pidana penipuan serta penggelapan. Dalam kasus ini

Universitas Sumatera Utara


IZ merupakan seorang yang berumur 49 tahun yang berstatus pekerjaan tidak jelas

alias mocok-mocok yang beralamat di Dusun Siswo Mulia Timur Desa Klawa

Begumit Kec. Stabat Kab. Langkat, sekitar tanggal 20 Januari 2017 jam 14.00 WIB.

Berdasarkan pengaduan dari masyarakat setempat Polres Langkat melakukan

penangkapan dan pemeriksaan terhadap IZ yang telah melakukan pungutan liar

berupa melakukan pemungutan uang parkir kepada masyarakat yang datang untuk

mengunjungi kegiatan atau acara roadrace dengan berhasil menghimpun dana

sebesar Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah). Polres Langkat melakukan

penangkapan di tempat kejadian perkara di daerah Pajak Baru Stabat.

Perbuatan yang dilakukan oleh IZ, tergolongan tindakan premanisme yang

tentu tidak memberikan kenyaman bagi masyarakat sebagai pengunjung pada

kegiatan roadrace. Faktor yang melatarbelakangi IZ melakukan pungutan liar,

karena IZ tidak mempunyai pekerjaan yang tetap sehingga untuk memperoleh uang

dengan cepat, maka ia melakukan pungutan liar tersebut. 92 Setelah dilakukan

pemeriksaan kepada IZ, yang bersangkutan kemudian diberikan arahan dan

pembinaan fisik serta membuat surat pernyataan yang isinya untuk tidak melakukan

kegiatan pungutan liar dan wajib lapor selama 1 (satu) minggu. Berdasarkan kasus

tersebut, selanjutnya IZ dilakukan pembinaan oleh Polres Langkat dan bekerjasama

dengan Dinas Sosial dan melibatkan TNI dalam hal ini Koramil Stabat. Pembinaan

ini dilakukan agar yang bersangkutan mempunyai keahlian dan dapat memperoleh

92
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasat Reskrim Polres Langkat pada tanggal 13
September 2017

Universitas Sumatera Utara


pekerjaan sehingga tidak melakukan tindakan pungutan liar kembali, disamping

adanya perubahan mental yang lebih baik bagi pelaku.

5. Pengutan Liar Kepada Parkir Kendaraan di Pertokoan atau ATM

ES merupakan seorang pelaku tindak pidana berupa melakukan praktek

pungutan liar yaitu pengutipan uang parkir kepada masyarakat yang memarkir

kendaraannya di pertokoan dan ATM. Modus Operandi yang dilakukan oleh ES

dalam melakukan pungutan liar tersebut, yaitu menjadi petugas parkir yang tidak

resmi pada pertokoan. Tindakan pungutan liar yang dilakukan ES tersebut dapat

dikatagorikan merupakan perbuatan tindak pidana penipuan ringan, mengingat yang

melakukan tugas seharusnya petugas parkir yang resmi dan hasil pungutannya di

setorkan ke kas daerah, sedangkan dalam prakteknya ES memungut dana sebagai

dana parkir dan dana hasil pungutan tersebut digunakan ES untuk kepentingan

pribadi, sehingga secara tidak langsung ES telah melakukan penipuan ringan

terhadap masyarakat pengguna fasilitas parkir dan daerah, dan atas perbuatan

memungut parkir tersebut dikatagorikan tindak pidana penipuan ringan dan

penggelapan ringan, disebabkan nilai barang atau uang yang menjadi objek perkara

katagori dibawah Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Hal ini

sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan KUHP mengenai tindak pidana ringan

yang telah disesuaikan menurut Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012

tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringsan Dan Jumlah Denda Dalam

KUHP.

Universitas Sumatera Utara


Setiap parkir kendaraan akan dijerat dengan biaya parkir sebagaiman

mestinya dan pemungutan biaya parkir tersebut dianggap sah apabila dilakukan oleh

petugas parkir yang sudah ditetapkan oleh pihak yang berwenang dan hasilnya

disetorkan ke kas daerah sebagai dana PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)

sesuai dengan aturan yang berlaku yang ditetapkan dari pemerintah. Dan terhadap

keamanan serta ketertiban atas kendaraan yang diparkir tersebut sudah menjadi

tanggung jawab dari petugas parkir untuk menjaga keamanan kendaraan yang

diparkir dan dititip di wilayah parkirnya. Namun dalam kenyataannya banyak

petugas parkir yang illegal dengan meminta atau memungut uang parkir secara

tidak resmi. Terhadap kegiatan pemungutan uang parkir tersebut dapat

dikatagorikan sebagai praktek pungutan liar, karena telah memungut uang parkir

tanpa ada izin resmi dari pemerintah setempat.

ES merupakan seorang yang beralamat di dusun II air tawar luar, Kel.

Gebang, Kec. Gebang, Kab. Langkat, yang berumur 24 tahun dan memiliki status

pekerjaan tidak jelas alias mocok-mocok. Sekitar tanggal 22 Februari 2017 pukul

15.00 WIB. Saat Petugas Polres Langkat melakukan razia di jalanan Pajak Baru

Stabat, petugas Kepolisian dari Polres Langkat merasa curiga dengan status

pekerjaan ES sebagai penjaga parkir yang resmi. Hal ini karena tidak ada yang

membuktikan terhadap ES bahwa yang bersangkutan tidak dapat menunjukkan

sebagai penjaga parkir yang resmi. Selanjutnya Petugas Polres Langkat melakukan

penangkapan dan mengintrogasi ES, dan hasil interograsi bahwa ES merupakan

pemungut parkir liar di jalanan Pajak Baru Stabat dan diperoleh barang bukti berupa

Universitas Sumatera Utara


hasil pemungutan uang parkir secara liar berjumlah Rp.12.000,00 (dua belas ribu

rupiah).

Perbuatan yang dilakukan ES sebagai preman di Jalanan Pajak Baru

Stabat dapat dikatagorikan sebagai perbuatan premanisme yang menimbulkan

tidak memberikan kenyaman bagi petugas parkir yang resmi dan bagi

masyarakat selaku pengguna fasilitas parkir. Apabila kendaraan milik

masyarakat tersebut hilang sudah barang tentu ES tidak akan bertanggung jawab

atas kejadian tersebut. Hasil dari pemeriksaan terhadap ES bahwa yang menjadi

faktor yang melatarbelakangi ES melakukan pungutan liar, karena ES tidak

mempunyai pekerjaan yang tetap, sehingga untuk memperoleh uang dengan

cepat, ES melakukan pungutan liar tersebut. 93 Setelah dilakukan pemeriksaan

kepada ES, terhadap yang bersangkutan diberikan arahan dan pembinaan fisik

serta membuat surat pernyataan yang isinya agar tidak melakukan kegiatan

pungutan liar kembali dan wajib lapor selama 1 (satu) minggu.

Berdasarkan penindakan terhadap kasus tersebut, selanjutnya terhadap ES

dilakukan pembinaan oleh Polres Langkat bekerjasama dengan Dinas Sosial dan

melibatkan pihak TNI dalam hal ini koramil Stabat. Pembinaan ini dilakukan agar

yang bersangkutan mempunyai keahlian serta dapat memperoleh pekerjaan yang

tetap sehingga ES diharapkan tidak melakukan praktek pungutan liar lagi. Atas atas

93
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasat Reskrim Polres Langkat pada tanggal 13
September 2017

Universitas Sumatera Utara


peran dari Dinas Sosial Kab. Langkat, ES dijadikan petugas parkir resmi di wilayah

Pajak Baru Stabat.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

HAMBATAN DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PRAKTEK


PUNGUTAN LIAR DI JALAN RAYA DENGAN ADANYA PERATURAN
MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN
BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP

A. Hambatan Dari Sisi Aparat Penegak Hukum

Apabila dilihat dari sisi Aparat penegak hukum, terdapat kendala yang

dihadapinya, yaitu diantaranya:

1. Masih banyak Aparat penegak hukum masih kurang memahami akan Peraturan

Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 yang dikeluarkan oleh Kehakiman. Sebagai

contoh bahwa terhadap praktek premanisme diantaranya praktek pemungutan liar,

masih terbatas atau berpatokan pada nilai barang atau uang yang menjadi objek

perkara hasil dari pungutan liar rata-rata dibawah Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima

ratus ribu rupiah), tidak melihat kadang perbuatan pungutan liar tersebut dilakukan

dengan ancaman kekerasan atau merupakan kegiatan yang berulang dan menjadi

mata pencahariannya. Sedangkan terhadap Peraturan Mahkamah Agung tersebut

walaupun nilai barang atau uang yang menjadi objek perkara hasil pungutan liar

dibawah Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), tidak dapat diterapkan

apabila perbuatan pungutan liar tersebut dilakukan dengan disertai ancaman

kekerasan atau dilakukan secara berulang dan menjadi mata pencahariannya. Masih

banyak perkara pungutan liar hanya dilakukan pembinaan, disebabkan nilai uang

Universitas Sumatera Utara


sebagai hasil pungutan dibawah Rp. 2.500.000,00, hanya dapat dijerat dengan

Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012, walaupun pelaku pungutan liar

tersebut dapat dikatagorikan pemerasan, namun prosesnya tetap harus berdasarkan

Perma tersebut, sehingga saya perintahkan untuk dilakukan pembinaan dan diberi

tindakan fisik serta saya suruh membuat pernyataan untuk tidak mengulangi lagi,

disamping korbannya tidak mau membuat laporan dan tidak bersedia untuk

diperiksa. 94

2. Apabila proses penegakan hukum terhadap praktek pungutan liar dijalankan sesuai

dengan aturannya yaitu melalui mekanisme proses acara pemeriksaan cepat yang

diatur dalam Pasal 205 KUHAP sampai dengan Pasal 210 KUHAP, maka prosesnya

memerlukan waktu yang lama, disamping apabila terjadi pelakunya lari karena tidak

dapat dilakukan penahanan, sehingga pada saat proses menghadirkan pelaku di

persidangan, menjadi kendala tersendiri mengingat terbatasnya personel yang ada

baik ditingkat Polres maupun ditingkat Polsek di wilayah hukum Polres Langkat.

Dan dari Jumlah personil Polres Langkat apabila dilihat dari jumlah masyarakatnya,

maka tidak sebanding antara jumlah personil Polisi dengan jumlah masyarakat

Kabupaten Langkat. Terhadap pelaku pungutan liar yang melaksanakan kegiatannya

di jalan raya pada Polsek Salapian, diberi tindakan pembinaan, karena untuk

koordinasi dengan Jaksa Penuntut umum terlalu jauh dan memerlukan biaya tidak

sedikit belum lagi waktu yang harus terbuang dan jumlah personilnyapun terbatas,

karena memerlukan waktu seharian kalau akan melakukan koordinasi dengan Jaksa

94
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kapolsek Tanjung pura pada tanggal 13 September
2017.

Universitas Sumatera Utara


maupun Pengadilan, selain itu perkaranya hanya dapat dijerat dengan Perma, karena

nilai uangnya sebesar Rp. 5.000,00 (lima ribu rupiah), selain itu biaya ke stabatnya

lebih jumlah tersebut. 95

Tabel 9

DATA PERSONIL POLRES LANGKAT

No. BAGIAN JUMLAH PERSONIL KETERANGAN

1 2 3 4

1. Staff Polres 116

2. Sat Intelkam 30

3. Sat Reskrim 59

4. Sat Res Narkoba 22

5. Sat Lantas 98

6. Sat Sabhara 104

7. Sat Binmas 11

8. Sat Polair 17

Jumlah 457

Sumber: Data Polres Langkat tahun 2017

95
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kapolsek Salapian pada tanggal 13 September 2017

Universitas Sumatera Utara


Tabel 10

DATA PERSONIL JAJARAN POLSEK DI POLRES LANGKAT

No. POLSEK JUMLAH PERSONIL KETERANGAN

1 2 3 4

1. Polsek Stabat 39

2. Polsek Hinai 32

Polsek Tanjung
3. 32
Pura

4. Polsek Gebang 30

Polsek Pangkalan
5. 29
Brandan

Polsk Pangkalan
6. 29
Susu

7. Polsek Besitang 33

8. Polsek Kuala 42

9. Polsek Salapian 33

10. Polsek Bahorok 31

Polsek Padang
11. 41
Tualang

12. Polsek Secanggang 31

Jumlah 402

Universitas Sumatera Utara


Sumber: Data Polres Langkat tahun 2017.

3. Masih terbatasnya mekanisme pengawasan bagi pelaku-pelaku yang sudah diberikan

pembinaan, menyebabkan setelah diberikan pembinaan dan dikembalikan ke

masyarakat kembali, tidak lagi termonitor mengenai dampak dari pemberian

pembinaan itu sendiri. Pengawasan itu sendiri belum maksimal baik yang dilakukan

oleh Polres Langkat maupun oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat, walaupun

di beberapa tempat sudah dipasang alat CCTV untuk memonitor kegiatan

masyarakat di tempat tersebut, disebabkan pemasangan CCTV itu sendiri hanya

terbatas di beberapa titik dan tidak menjangkau ke seluruh wilayah, serta layar

monitornya hanya berada di Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat saja, sehingga

menjadi masalah tersendiri bagi Polres Langkat, untuk melakukan monitoring

kegiatan masyarakat melalui kamera CCTV. Terhadap pelaku pungutan liar yang

sudah dilakukan pembinaan, sulit untuk di awasi, mengingat waktu dan personil

terbatas, juga wilayahnya Langkat ini juga luas, sedangkan untuk CCTV hanya ada

beberapa dan itupun hanya dilokasi tertentu, dan pusat monitornyapun berada di

kantor dishub Kabupaten Langkat, sedang Polres Langkat tidak memiliki. 96

4. Terbatasnya pendataan dan tidak terintegrasi antara satu wilayah dengan wilayah

lain baik ditingkat Polsek maupun tingkat Polres, sehingga tidak dapat memonitor

terhadap pelaku yang melakukan kembali pungutan liar di luar wilayah langkat.

Pendataan terhadap pelaku pungutan liar yang sudah diberikan pembinaan hanya di

96
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasat Lantas Polres Langkat pada tanggal 13 September
2017

Universitas Sumatera Utara


catat saja di Sat Reskrim dan Sat Sabhara Polres Langkat, tidak bagi dengan Polsek

lainnya maupun Polres tetangga. 97

5. Dalam perkara praktek pungutan liar di Jalan raya yang dilakukan oleh masyarakat,

masih terbatas dalam melakukan koordinasi baik antar Polsek maupun antar Polres,

sehingga apabila ada pelaku pungutan liar yang sudah diberi pembinaan, saat

melakukan kembali di daerah lain tidak akan terdata, dan masih dianggap belum

pentingnya melakukan koordinasi berkaitan dengan praktek pungutan liar yang

dilakukan oleh masyarakat. Tindakan yang dilakukan terhadap pelaku pungutan liar

yaitu hanya sebatas pembinaan dengan melibatkan dinas sosial Kabupaten Langkat,

dan Koramil stempat, kemudian setelah dilakukan pembinaan, di ambil datanya serta

dilaporkan ke Polres Langkat melalui Kasat Reskrim, Kasat Sabhara, dan data

tersebut tidak dibagi dengan Polsek lainnya. 98

6. Dari segi biaya atau anggaran perkara dalam penanganan perkara, bahwa terhadap

peroses penanganan suatu perkara, Negara memberikan anggaran sangat terbatas

dalam satu perkara, sedangkan terhadap penanganan kasus pungutan liar dilihat dari

segi anggaran tidak sebanding dengan nilai barang atau uang yang menjadi objek

perkara yang merupakan hasil dari pungutan liar tersebut, dan lebih besar biaya

penanganan perkara bila dibandingkan dengan nilai barang atau besaran uang yang

menjadi objek perkaranya. Untuk biaya proses penindakan pungutan liar

97
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasat Reskrim Polres Langkat, Kasat Sabhara Polres
Langkat dan Kapolsek Stabat pada tanggal 13 September 2017.
98
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kapolsek Stabat pada tanggal 13 September 2017.

Universitas Sumatera Utara


memerlukan biaya yang lebih besar dibandingkan nilai uang dari hasil pemungutan

liar tersebut. 99

7. Pendataan yang dilakukan antara Polres Langkat dan Polres yang lainnya tidak

terdata secara sistematis. Dimana setiap Polres tidak memiliki data yang online

antara Polres Langkat dengan yang lainnya, sehingga secara otomatis khususnya

berkaitan dengan pelaku pungutan liar yang telah dilakukan pembinaan. Perbuatan

tindak pungutan liar dalam hal ini memberikan dampak negatif yang sangat besar,

dimana pelaku pungutan liar dapat berpindah ke wilayah lain untuk melakukan

praktek pungutan liar. Hal ini disebabkan karena tidak terdatanya secara sistematis

di setiap Polres bagi pelaku pungutan liar yang pernah melakukan tindak pidana

pungutan liar. Pungutan liar merupakan tindak pidana ringan yang sering

dikesampingkan dan apabila dilihat dampaknya bahwa praktek pungutan liar sangat

memberikan dampak yang cukup besar terutama dapat menimbulkan kerugian yang

cukup besar terhadap kehidupan masyarakat maupun terhadap ekonomi diantaranya

kenaikan harga barang-barang di lingkungan masyarakat. Berdasarkan hasil

pembinaan terhadap para pelaku pungutan liar, Polres Langkat hanya melakukan

pendataan secara manual, tidak didatakan secara online antar Polsek maupun Polres

lainnya, karena fasilitasnya belum ada, selain itu perkara pungutan liar oleh

masyarakat dianggap perkara tidak menonjol dan merupakan perkara ringan. 100

99
Berdasarkan hasil wawancara Kasat Reskrim Polres Langkat pada tanggal 13 September 2017.
100
Berdasarkan hasil wawancara Kasat Reskrim Polres Langkat dan Kasat Sabhara Polres
Langkat pada tanggal 13 September 2017.

Universitas Sumatera Utara


Pelaku pungutan liar dalam masyarakat semakin meningkat disebabkan tindakan

terhadap praktek pungutan liar tersebut hanya diberikan hukuman yang ringan, sehingga

akan semakin menjamur terhadap praktek pungutan liar dalam lingkungan masyarakat.

B. Hambatan Dari Sisi Perundang-Undangan

Hambatan dari sisi perundang-undangan dapat dilihat dari sisi hierarki peraturan

perundang-undangan bahwa Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 tidak

sesuai dengan kaidan-kaidah hirarkhi perundang-undangan, Peraturan Mahkamah

Agung tersebut telah mengubah nilai-nilai yang ditetapkan oleh Undang-Undang

(KUHP), sehingga seolah-olah kedudukan Peraturan Mahkamah Agung lebih tinggi dari

KUHP. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan bahwa pasal 7 Undang Undang

nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengenai

jenis dan hirarkhie perundang-undangan, bahwa KUHP termasuk ke dalam urutan ke 3

(tiga) setelah Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sedangkan mengenai legitimasi

Perma ada terdapat dalam ketentuan Pasal 8 Undang Undang nomor 12 tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, bahwa Perma berada diluar dari

jenis dan khirarkie perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 7 Undang Undang

nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Bahwa penerapan Peraturan Mahkamah Agung tersebut hanya berlaku di

lingkungan hakim atau pengadilan, namun dalam prakteknya dapat berdampak terhadap

aparat penegak hukum lainnya, sehingga menyebabkan timbul permasalahan tersendiri

Universitas Sumatera Utara


dalam penerapan hukum lainnya. Disamping itu banyak menimbulkan kerugian bagi

masyarakat, karena sulitnya untuk memproses perkara pungutan liar dan bagi pelaku

yang melakukan pengutipan di jalan raya tersebut, tidak akan menimbulkan efek jera,

karena Peraturan Mahkamah Agung tersebut telah membatasi nilai objek dan nilai uang

yang dijadikan objek perkara, dan dalam perkara tersebut telah dijelaskan bahwa hasil

perbuatan berupa nilai barang atau uang yang dijadikan objek perkaranya dibawah Rp.

2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) merupakan tindak pidana ringan, dan

terhadap pelaku tindak pidana ringan tidak dilakukan penahanan, sehingga pelaku akan

kembali mengulangi perbuatannya. Bahwa Perma tersebut berlaku di lingkungan

Pengadilan, namun dalam prakteknya mempengaruhi terhadap penindakan yang

dilakukan di Polres Langkat. 101

Hambatan lain dilihat dari perundang-undangan bahwa belum maksimal dalam

penerapan hukum lainnya terhadap pelaku pungutan liar khususnya pelaku Polisi cepek

seperti dijerat dengan Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan Raya, selain itu belum adanya sanksi hukuman yang berat serta

membuat efek jera bagi pelaku pungutan liar, seperti sanksi hukuman cambuk dan/atau

sanksi hukuman wajib mengerjakan pekerjaan sosial dalam kurun waktu tertentu.

Terhadap pelaku pungutan liar di jalan hanya diterapkan pembinaan dengan melibatkan

Koramil setempat dan Marinir Tangkahan Alagan Pangkalan Brandan, tidak diproses

101
Berdasarkan hasil wawancara Kasat Reskrim Polres Langkat dan Kasat Sabhara Polres
Langkat pada tanggal 13 September 2017.

Universitas Sumatera Utara


hukum melalui mekanisme pengadilan baik dijerat dengan KUHP maupun Undang-

Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya. 102

C. Hambatan Dilihat Dari Budaya Hukum

Hambatan dalam penegakan hukum terhadap praktek pungutan liar dikaitkan

dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung tersebut, dari sisi budaya hukum, masih

banyak masyarakat yang kurang memahami tentang hukum itu sendiri, sehingga

menimbulkan banyaknya masyarakat yang kurang sadar akan hukum. Hal ini yang

mengakibatkan masih banyak masyarakat yang belum memahami mengenai

premanisme khususnya mengenai praktek pungutan liar, sehingga banyak masyarakat

yang dibiarkan praktek pungutan liar itu sendiri berkembang. Selain tidak memahami

mengenai hukum, banyak masyarakat yang merasa ketakutan untuk melawan terhadap

praktek premanisme khususnya pungutan liar yang dilakukan oleh masyarakat. Pada

saat dilakukan penindakan terhadap pelaku pungutan liar di persimpangan jalan, pihak

masyarakat hanya melihat saja, kadang ada juga yang berusaha membantu untuk

meloloskan diri dari pelaku tersebut. 103

Masyarakat masih memikirkan keselamatan akan dirinya dan belum timbulnya

rasa persatuan untuk melawan praktek premanisme itu sendiri (khususnya pungutan

liar), serta masih menganggap bahwa keamanan masih merupakan tanggung jawab dari

aparat penegak hukum saja, bukan merupakan tanggung jawab bersama dari semua

elemen/lapisan masyarakat, selain dari aparat penegak hukum itu sendiri. Praktek

102
Berdasarkan hasil wawancara Kasat Reskrim Polres Langkat dan Kasat Sabhara Polres
Langkat pada tanggal 13 September 2017.
103
Berdasarkan hasil wawancara Kapolsek Tanjung Pura pada tanggal 13 September 2017.

Universitas Sumatera Utara


pungutan liar tersebut diantaranya praktek pemungutan liar di pertokoan atau ATM

sebagai uang parkir, praktek pemungutan liar di persimpangan-persimpangan, jalan

rusak, pemungutan di pasar-pasar (pajak-pajak), pemungutan ditempat event-event

tertentu, pemungutan di terminal bus, dan lain-lain, dimana pelaku yang merupakan

preman, mereka meminta secara paksa ataupun tidak ada unsur paksaan kepada korban

dalam hal ini masyarakat pengendara ataupun masyarakat pengguna jalan raya, terhadap

dana yang diberikan tersebut dianggap sebagai uang keamanan atau sebagai uang parkir.

Disisi lain hambatan terjadinya praktek pungutan liar, pelaku banyak

diuntungkan, mengingat perlakukan terhadap pelaku itu sendiri tidak maksimal, karena

terbatasnya pengawasan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait khususnya bagi pelaku

yang sudah diberikan pembinaan, tidak dapat dilakukan penahanan, dan lain sebagainya,

sehingga masih banyak celah bagi pelaku untuk tetap melakukan praktek pungutan liar.

Pelaku dalam melakukan praktek pungutan liar, berusaha untuk berpindah-pindah

tempat, sehingga menyulitkan bagi aparat khususnya Polisi untuk mengkelompokkan,

terhadap pelaku yang baru melakukan ataupun pelaku yang sudah berulang-ulang

melakukan praktek pungutan liar atau sudah menjadi mata pencahariannya.

Pengkatagorian tersebut merupakan hal yang sangat penting mengingat ada perlakuan

khusus bagi pelaku dalam praktek pungutan liarnya sudah dilakukan berulang-ulang

atau sudah menjadi mata pencahariannya. Perlakuan khusus terhadap pelaku tersebut

tidak dapat diberlakukan lagi Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 tahun 2012,

melainkan dapat diterapkan proses pemidanaan sebagaimana proses terhadap pidana

lainnya. Bahwa terhadap pelaku pungutan liar yang sudah diamankan tidak dapat

Universitas Sumatera Utara


dilakukan penahanan mengingat uang hasil pemungutan relatif kecil, dibawah seratus

ribu dan dana hasil pemungutan tersebut digunakan untuk digunakan sendiri atau

diserahkan sebagian ke pimpinan ormas setempat sebagai preman. 104

Terhadap pelaku pungutan liar dapat dijerat dengan tindak pidana penipuan

ringan kepada penggendara dan dapat juga dijerat dengan tindak pidana penggelapan

ringan kepada pemerintah daerah, disebabkan pelaku telah melakukan penipuan

identitas sebagai tukang parkir dan telah melakukan penggelapan dana parkir, padahal

yang bersangkutan bukan sebagai tukang parkir yang resmi, dan terhadap hasil pungutan

tersebut tidak disetorkan ke kas daerah, melainkan dipergunakan untuk kepentingan

pribadi ataupun kelompok, dan anggapan dari masyarakat yang memberi bahwa dana

tersebut akan disetorkan ke kas daerah. Dengan tidak disetorkan ke kas daerah secara

tidak langsung selain telah melakukan penipuan ringan kepada para pengendara juga

telah melakukan penggelapan ringan terhadap pemerintah daerah. Selain dapat dijerat

dengan KUHP juga dapat dijerat dengan Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya.

Jika korban merupakan pelaku bisnis yang pada hakikatnya menghendaki adanya

efisiensi waktu dan biaya yang minim, sedang adanya aturan dan prosedur birokrasi

yang panjang merupakan hambatan dalam menjalankan usahanya. Untuk korban

pungutan liar seperti supir bus, masih mementingkan efisiensi waktu dan keamanan.

104
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kanit Reskrim Polsek Tanjung Pura, Kanit Pidana
Umum Reskrim Polres Langkat.

Universitas Sumatera Utara


Jika supir bus tidak memberikan uang, maka ia akan diancam tidak bisa melanjutkan

perjalanan sehingga tidak tepat waktu sampai ke daerah tujuan.

Disamping masyarakat kurangnya kesadaran terhadap hukum dan adanya rasa

takut untuk melawan pelaku pungutan liar, korbanpun tidak bersedia untuk melaporkan

akan adanya kejadian pemungutan liar yang menimpa pada dirinya, karena masih ada

sebagian beranggapan bahwa apabila melapor terhadap praktek pungutan liar kepada

pihak Kepolisian, maka terhadap keamanan dirinya ataupun jiwanya akan terancam,

selain itu ada anggapan lain bahwa apabila melaporkan atas kejadian yang menimpa

dirinya, maka akan banyak membuang waktunya dalam mencari keuntungan (bisnis)

dan ada juga beranggapan harus mengeluarkan biaya lagi. Di satu sisi masyarakat

menuntut Polri untuk melakukan penindakan dan memproses terhadap praktek

premanisme sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan masyarakat tidak pernah berfikir

terhadap kendala yang dihadapi polisi dalam menindak lanjuti proses praktek pungutan

liar sesuai ketentuan yang berlaku, disebabkan kesulitan dalam melakukan pemeriksaan

terhadap pelapor. Selain bahwa pelapor itu sendiri tidak mau melaporkan akan kejadian

yang dialaminya dan sulit untuk bekerjasama dengan polisi. Bahwa Polri sulit untuk

menindaklanjuti terhadap pelaku pungutan liar, karena para korban tidak mau

melaporkan ke Kepolisian, selain takut apabila di proses, pihak pelaku akan membalas

dan apabila di proses akan menyita waktu dari korban serta secara tidak langsung akan

mengganggu usaha korban itu sendiri. 105

105
Berdasarkan hasil wawancara dari Kasat Reskrim Polres Langkat pada tanggal 13 September
2017.

Universitas Sumatera Utara


Alasan bagi pelaku tetap melakukan praktek pungutan liar, diantaranya

disebabkan karena adanya desakan faktor ekonomi untuk bertahan hidup dan praktek

pungutan liar tersebut dianggap merupakan cara termudah untuk mendapatkan uang.

Terkadang yang menjadi alasan lain sebagai dasar pelaku untuk tetap melakukan

praktek pungutan liar tersebut, bahwa pelaku dituntut untuk menyetorkan sebagian hasil

pungutannya kepada oknum tertentu sehingga secara tidak langsung pelaku tersebut

merasa aman dan terlindungi oleh oknum tersebut untuk tetap melakukan praktek

pungutan liar. 106

106
Berdasarkan hasil wawancara dari Kasat Reskrim Polres Langkat pada tanggal 13 September
2017.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

DAMPAK HUKUM PRAKTEK PUNGUTAN LIAR DI JALAN RAYA

DIKAITKAN DENGAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2

TAHUN 2012 DI WILAYAH HUKUM POLRES LANGKAT

A. Dampak Hukum Kepada Masyarakat Terhadap Praktek Pungutan Liar Di

Jalan Raya Dikaitkan Dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun

2012

Pungutan liar adalah suatu tindakan yang sengaja dilakukan untuk pemungutan

biaya dalam jumlah tertentu, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi dan

secara hukum hal tersebut merupakan tindakan illegal yang merugikan perorangan

maupun masyarakat. Pungutan liar sebuah sebutan semua bentuk pungutan yang tidak

resmi, yang tidak mempunyai landasan hukum, maka tindakan tersebut dinamakan

pungutan liar (pungli).

Dalam bekerjanya, pelaku pungutan liar selalu diikuti dengan tindakan kekerasan

atau ancaman kekerasan tehadap pihak yang berada di dalam posisi yang lemah, karena

adanya suatu kepentingan. Pungutan liar dapat di kategorikan dalam bentuk tindak

pidana pemerasan yang dilakukan seseorang atau berkelompok untuk menguntungkan

diri sendiri atau orang lain.

Universitas Sumatera Utara


Secara luas pungutan liar juga termasuk dalam kategori kejahatan jabatan, di

mana dalam konsep kejahatan jabatan dijabarkan bahwa pejabat demi menguntungkan

diri sendiri atau orang lain, menyalahgunakan kekuasaannya untuk memaksa seseorang

untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran dengan

potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Berdasarkan ketentuan

Pasal 368 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) merumuskan:

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagaian
adalah kepunyaan orang itu atau orang laim, atau supaya membuat hutang
maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana
penjara maksimum 9 tahun”

Berdasarkan rumusan Pasal 368 KUHP tersebut, terdapat empat delik

pemerasan, yaitu:

1. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Dalam hal ini

tindakan seseorang melakukan pemerasan tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi

termasuk tindakan pemerasan yang dilakukan untuk kepentingan orang lain;

2. Secara melawan hukum;

3. Memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman;

4. Untuk memberikan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian adalah

kepunyaan korban atau kepunyaan orang lain atau supaya membuat hutang atau

menghapus piutang.

Universitas Sumatera Utara


Selain dijerat dengan Pasal 368 KUHP, juga terhadap pelaku pungutan liar dapat

dijerat dengan Pasal 275 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang berisi :

(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada
fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas,
fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima
puluh ribu rupiah).

(2) Setiap orang yang merusak Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi
Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan
sehingga tidak berfungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling
banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 28 ayat (1), (2) Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan, yang berisi:

(1) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan


dan/atau gangguan fungsi Jalan.

(2) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan


pada fungsi perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat
(1).

Universitas Sumatera Utara


Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan, yang berisi:

(1) Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi
dengan perlengkapan Jalan berupa:

a. RambuLaluLintas; 

b. Marka Jalan; 

c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas; 

d. Alat penerangan Jalan; 

e. Alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan; 

f. Alat pengawasan dan pengamanan Jalan; 

g. Fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat; dan
h. Fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
berada di Jalan dan di luar badan Jalan.

Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 tentang

penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda dalam KUHP, maka dalam

menerima pelimpahan perkara pencurian, penipuan, penggelapan, penadahan Ketua

Pengadilan wajib memperhatikan nilai barang atau uang yang menjadi objek perkara.

Jika nilai barang atau uang tersebut tidak lebih dari Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima

ratus ribu rupiah), maka ketua pengadilan segera menetapkan hakim tunggal untuk

memeriksa dan mengadili serta memutus perkara.

Pelaku jika tertangkap tangan melakukan pungutan liar, maka ia akan ditangkap

oleh Satuan Reserse Kriminal (Reskrim), dibawa ke kantor Polisi (Polres/Polsek)

terdekat. Pelaku tersebut selanjutnya diperiksa untuk diminta keterangan dan diharuskan

membuat surat pernyataan yang isinya agar tidak mengulangi lagi perbuatannya. Selain

itu, terhadap Pelaku pungutan liar akan diperintahkan untuk wajib lapor selama 1 (satu)

Universitas Sumatera Utara


minggu dan kemudian Polisi bekerjasama dengan dinas sosial memberikan pembinaan,

dengan harapan agar pelaku mempunyai pekerjaan yang tetap. 107 Terhadap pelaku

pungutan liar tersebut, kebanyakan tidak dapat dilakukan penahanan, karena adanya

Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 yaitu tentang Penyesuaian Batasan

Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP, yang menyatakan bahwa nilai

barang atau uang yang menjadi objek perkara hasil dari pungutan liar rata-rata dibawah

Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Apabila pelaku tersebut telah

melakukan perbuatan yang berulang atau sudah menjadi mata pencahariannya maka

terhadap perlaku tersebut dapat dikenakan tindak pidana biasa.

Dilihat dari sisi masyarakat terhadap praktek pungutan liar tersebut, masyarakat

membiarkan terjadinya praktek pungutan liar, masyarakat takut akan bertindak terhadap

praktek pungutan liar, serta menganggap bahwa praktek pungutan liar tersebut

merupakan tanggung jawab Polisi saja dalam melakukan penindakannya, dan bukan

merupakan tanggung jawab bersama dari seluruh elemen masyarakat, menyebabkan

praktek-praktek pungutan liar menjadi marak dan terus berkembang serta menimbulkan

wacana bahwa pungutan liar tersebut dianggap suatu pembenaran. Pihak Satuan

Reskrim Polres Langkat sulit menindak pelaku pungutan liar disebabkan pada saat

melakukan penindakan atau penangkapan, masyarakat membantu meloloskan pelaku

tersebut. 108

107
Berdasarkan hasil wawancara dari Kasat Reskrim Polres Langkat pada tanggal 13 September
2017.
108
Berdasarkan hasil wawancara dari Kasat Reskrim Polres Langkat pada tanggal 13 September
2017.

Universitas Sumatera Utara


B. Dampak Hukum Kepada Pelaku Terhadap Praktek Pungutan Liar Di Jalan

Raya Dikaitkan Dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012

Tidak dilakukannya penahanan terhadap pelaku pungutan liar, menyebabkan

penindakan tersebut tidak menimbulkan efek jera bagi para pelaku itu sendiri dan pelaku

tersebut akan mengulangi perbuatannya kembali, baik di lokasi dimana yang

bersangkutan dilakukan penangkapan ataupun di lokasi yang berlainan, selain itu bagi

pelaku pungutan liar tersebut, telah terbiasa dengan cara yang mudah untuk

mendapatkan uang, tidak perlu melakukan pengorbanan dan secara tidak langsung juga

telah menimbulkan jiwa pemalas serta menghilangkan jiwa petarung atau

menghilangkan jiwa untuk bersaing terhadap sulitnya menghadapi hidup. Hasil

pemeriksaan pihak kepolisian sulitnya pembinaan dan pengawasan terhadap pelaku

pungutan liar, karena mereka sering berpindah-pindah lokasi sehingga sulit untuk

diawasi dan mereka telah terbiasa dengan mudahnya mendapatkan uang, pada akhirnya

di dalam jiwa mereka terbentuk jiwa pemalas dan tidak adanya daya juang. 109

Bagi pelaku pungutan liar yang berhasil ditangkap oleh Sat Reskrim Polres

Langkat dan jajaran Polsek pada Polres Langkat, selanjutnya diberikan Pembinaan.

Pembinaan terhadap pelaku pungutan liar yang dilakukan oleh polisi bekerjasama

dengan Dinas Sosial untuk memberikan keterampilan atau keahlian, dengan harapan

agar dengan keahlian yang telah mereka peroleh, dapat menghasilkan sesuatu yang

dapat dijadikan usaha sebagai mata pencaharian yang menghasilkan pendapatan bagi

109
Berdasarkan hasil wawancara dari Kasat Reskrim Polres Langkat pada tanggal 13 September
2017.

Universitas Sumatera Utara


mereka itu sendiri. Ketika mereka sudah mempunyai pekerjaan, diharapkan mereka

tidak akan melakukan pungutan liar kembali. Di samping melibatkan Dinas Sosial

Kabupaten Langkat, Polres Langkat dan Jajaran Polsek pada Polres Langkat juga

bekerjasama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat dalam hal ini

Koramil setempat maupun TNI Angkatan Laut dalam hal ini Marinir Tangkahan Alagan

Pangkalan Brandan, yang bertujuan untuk memberi pendidikan mental, diharapkan

adanya perubahan mental yang lebih baik terhadap pelaku pungutan liar tersebut. Hal

tersebut di atas seperti yang disampaikan oleh Kasat Reskrim Polres Langkat AKP Dedi

Dharma, SH.

C. Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Pungutan Liar

Menurut Mulyanto menerjemahkan strafbaar feit dengan perbuatan pidana.

Menurut pendapat beliau istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna adanya suatu

kelakuan manusia yang menimbulkan akibat tertentu yang dilarang hukum di mana

pelakunya dapat dijerat dengan sanksi pidana.

Istilah tindak pidana menunjukkan pengertian gerak-gerik tingkah laku dan

gerak-gerik jasmani jasmani seseorang. Hal-hal tersebut terdapat juga seseorang untuk

tidak berbuat, akan tetapi dengan tidak berbuatannya dia, maka telah melakukan tindak

pidana. Kata tindak pidana yang dipergunakan para ahli hukum pidana Indonesia adalah

bermacam-macam antara lain tindak pidana, perbuatan pidana, peristiwa pidana,

perbuatan kriminal, dan tindak pidana.

Universitas Sumatera Utara


Dari berbagai pengertian tersebut. Terdapat pengertian dari tindak pidana yang

dikemukakan oleh Sudarto. Menurut Sudarto tindak pidana merupakan pembentuk

undang-undang sudah tetap dalam pemakaian istilah tindak pidana, dan lebih condong

memakai istilah tindak pidana seperti yang telah dilakukan oleh pembentuk undang-

undang. Melalui pemahaman di atas dapat diartikan bahwa tindak pidana merupakan

perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, di mana pengertian

perbuatan di sini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yan sebenarnya

dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang

sebenarnya diharuskan oleh hukum).

Pada dasarnya jika dikaji peraturan perundang-undangan pidana Indonesia

seperti KUH Pidana dan peraturan di bidang hukum pidana, tidak ditemukan pengertian

tindak pidana. Tiap-tiap pasal undang-undang tersebut hanya menguraikan unsur-unsur tindak

pidana yang berbeda dan bahkan ada yang hanya menyebut kualifikasi tindak pidana. Secara

umum tindak pidana dapat diartikan sebagai perbuatan yang tercela yang pembuatnya dapat

dipidana.

Istilah pidana sering diartikan sama dengan istilah hukuman. Hukuman adalah

suatu pengertian umum dan lebih luas, yaitu sebagai suatu sanksi yang tidak

mengenakan yang sengaja ditimpakan kepada seseorang. Pada dasarnya hukum tersebut

yang dinyatakan pemidanaan. Berbicara mengenai pidana dan pemidanaan dalam tataran

undang-undang di Indonesia merupakan suatu hal yang selalu menggejala baik di

kalangan ilmuan maupun praktisi hukum terlebih dahulu di masyarakat, karena ini

merupakan persoalan yang selalu menjadi perbincangan dan selalu mungkin terjadi.

Universitas Sumatera Utara


Pungutan liar merupakan salah satu tindak pidana ringan yang sering terjadi

dalam masyarakat. Perbuatan tersebut semakin berkembang dan meresahkan dalam

kehidupan masyarakat. Pada ketentuannya perbuatan tindak pidana pada praktek

pungutan liar telah diatur dalam KUHP dengan adanya keterkaitan pada Peraturan

Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 serta diatur dalam Undang-Undang nomor 22

Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya. Namun jika dilihat

berdasarkan aturan yang terdapat dalam Peraturan Mahkamah Agung belum terlaksana

sepenuhnya dalam lingkungan masyarakat. Hal ini disebabkan masih terdapatnya

ketidakseimbangan antara pelaksanaan Peraturan Mahkamah dengan kehidupan dalam

masyarakat.

Terbentuknya Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 pada

ketentuannya, belum sepenuhnya memberikan kepastian dalam lingkungan masyarakat

untuk tidak melakukan praktek pungutan liar. Sejauh ini berdasarkan hasil pengamatan

dalam lingkungan masyarakat terutama wilayah hukum Polres Langkat penerapan

Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 di lapangan belum memberikan

kepastian untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan

situasi. Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk menetapkan

peraturan-peraturan yang dikehendaki, yang diperkirakan bisa digunakan untuk

mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang

dicita-citakan belum terlaksana dan selaras dalam maksud dan tujuan peraturan tersebut.

Tujuan dan maksud dari hukum tersebut juga berlaku dalam Peraturan

Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 dimana pada prakteknya masih menimbulkan

Universitas Sumatera Utara


sejumlah permasalahan yang mengakibatkan ketidakpastiannya suatu hukum. Hal ini

dapat dilihat, antara lain: 110

1. Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 dijadikan alasan untuk tidak

menahan pelaku tindak pidana pencurian dengan alasan nilai dan jumlah objek tindak

tidak mencapi nilai Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), tanpa

mengkaji lebih dalam bahwa tindak pidana tersebut adalah tindak pidana pencurian

yang berulang atau perbuatan tersebut menjadi pencaharian pelaku tindak pidana.

2. Batasan nilai objek kejahatan sebesar Rp.2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu

rupiah), membuka kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam penyidikan atau

penuntutan dengan menyesuaikan jumlah objek dibawah nilai yang ditetapkan

Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 sehingga pelaku tidak ditahan dan

perbuatan tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana ringan.

3. Para pelaku tindak pidana pungutan ringan akan cenderung mengunakan batasan

Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 untuk menghindari diri dari

tindakan penahanan yang dilakukan oleh penyidik.

4. Sejauh ini diharapkan Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 dicabut

karena telah menimbulkan kekacauan dan sejumlah pemasalahan terkait kepastian

hukum di Indonesia. Hal ini sebagaimana Peraturan Mahkamah Agung nomor 2

Tahun 2012 tidak selaras dengan kaidah dalam hirarkhi perundangan-undangan di

Indonesia. Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 telah mengubah nilai

yang ditetapkan dalam KUHP yang kedudukannya lebih tinggi dari Peraturan

110
Ningrum Natasya Sirait, dkk, Op.Cit, hlm.49

Universitas Sumatera Utara


Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012. KUHP merupakan sebagai undang-undang

yang memberikan pengaturan tentang tindak pidana pungutan liar. Sebagaimana

dalam ketentuan Pasal KUHAP.

5. Adanya Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 harus dilakukan

perubahan apabila tidak dilakukan pencabutan terhadap Perma. Perubahan tersebut

secara historis penyesuaiannya harus sesuai dengan nilai yang terkandung dalam

KUHP. Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 tidak dimaksudkan untuk

menjadikan semua tindak pidana yang nilai objeknya dibawah Rp. 2.500.000,00 (dua

juta lima ratus ribu rupiah), menjadi tindak pidana ringan, Dalam hal ini ketentuan

Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 harus jelas mengaturnya. Apabila

terjadinya tindak pungutan liar yang objeknya dibawah Rp.2.500.000,00 (dua juta

lima ratus ribu rupiah), maka tidak sesuai dengan ketentuan Perma. Hal ini akan

menimbulkan perbuatan yang berulang-ulang atau menjadi objek pencaharian dalam

lingkungan masyarakat. Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 harus

memberikan pengaturan yang jelas agar memberikan pemahaman yang benar yang

tidak serta merta menjadikan tindak pidana sebagai tindak pidana ringan dengan

hanya mendasarkan diri pada nilai objek kejahatan.

Berdasarkan uraian di atas, sampai saat ini adanya Peraturan Mahkamah Agung

nomor 2 Tahun 2012 harus dilakukan perubahan demi terciptanya peraturan yang dapat

memberikan kepastian hukum pada masyarakat. Pada ketentuannya agar pelaksanaan

Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 dapat terlaksana sesuai dengan

harapan, maka harus dilakukan dengan kinerjanya yang sebaik-baiknya terutama bagi

aparat penegak hukum. Dalam kehidupan masyarakat perbuatan yang dilarang tidak

Universitas Sumatera Utara


akan memberikan efek jera apabila tidak diberikan hukuman. Berlaku efektifnya suatu

hukuman, apabila dilakukan selaras oleh aparat penegak hukum.

Peran penegak hukum sangat berpengaruh pada tindak pidana ringan terutama

tindak pungutan dalam masyarakat. Hal ini sangat memberikan dampak kerugian bagi

kehidupan masyarakat, bahkan dalam kehidupan perekomian dalam lingkungan

masyarakat. Harapan kedepannya peran masyarakat dan penegak hukum dapat

memberikan kepastian dan perlindungan untuk mewujudkan hukum yang adil.

Berdasarkan ketentuan tersebut diharapkan kinerja aparat hukum dalam pelaksanaan

tindak pidana pungutan liar kedepannya, sebagai berikut:

1. Memberikan pengarahan dan sosialisasi lebih intensif serta optimal bagi

masyarakat larangan tindak pidana pungutan liar dalam lingkungan masyarakat.

2. Memberikan pengarahan dan sosialisasi lebih intensif serta optimal bagi aparat

penegak hukum peraturan Mahkamah Agung nomor 2 tahun 2012 tentang

Penyesuaian Batas Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP.

3. Perlu adanya perubahan Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 tahun 2012 menjadi

peraturan perundang-undangan, sehingga memiliki hirarkhi dan adanya perubahan

terhadap sanksi hukuman yang berat bagi pelaku pungutan liar serta sanksi

hukuman tersebut dapat dijalankan secara maksimal. Adapun sanksi hukuman

tersebut berupa sanksi hukuman cambuk dan/atau sanksi hukuman wajib

mengerjakan pekerjaan sosial dengan kurun waktu tertentu.

4. Meningkatkan kerjasama dalam memberantas praktek pungutan liar dengan

memerankan CJS (Crime Justice System), untuk menindaklanjuti penindakan

Universitas Sumatera Utara


praktek pungutan liar yang dilakukan oleh masyarakat, diantaranya melaksanakan

sidang di tempat khususnya bagi pelaku pungutan liar yang dapat dikenakan

terhadap Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan Raya.

5. Meningkatkan efektifitas penegakan hukum melalui penerapan hukum secara adil

dan tanpa pandang bulu.

6. Meningkatkan etos kerja masyarakat dan meningkatkan apresiasi masyarakat

terhadap penindakan praktek pungutan liar.

7. Mempersempit dan mencegah ruang bagi masyarakat untuk melakukan praktek

pungutan liar.

8. Menindak pelaku pungutan liar secara maksimal. Dalam hal ini menindak pelaku

pungutan liar dapat dilakukan antara lain:

a. Proses peradilan bagi tindak pidana pungutan liar.

b. Proses diskresi atau pembinaan bagi tindak pungutan liar, baik secara mental

maupun secara fisik.

9. Bekerjasama dengan Pemerintah setempat (Dinas sosial) dan TNI AD (Koramil)

serta TNI AL (Marinir Tangkahan Alagan Pangkalan Brandan), untuk memberikan

solusi berupa pelatihan keterampilan/keahlian dan pekerjaan serta pembinaan

mental bagi masyarakat khususnya pelaku pungutan liar secara terprogram.

Pada dasanya salah satu dapat mencegah dan mengurangi tindak pidana ringan

pungutan liar melalui sistem peradilan pidana yang efektif. Penegakan hukum melalui

sistem peradilan pidana bertujuan untuk menanggulang kejahatan dengan

Universitas Sumatera Utara


memperosesnya sesuai dengan sistem yang berlaku pada peradilan pidana yang ada.

Sistem peradilan pidana merupakan sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari: 111

a. Lembaga Kepolisian;

b. Kejaksaan;

c. Pengadilan; dan

d. Permasyarakatn terpidana.

Tujuan dari sistem peradilan pidana adalah mencegah masyarakat menjadi korban

kejahatan, menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi, sehingga masyarakat puas

bahwa keadilan telah ditegakkan dan terhadap pelaku yang bersalah dapat dipidana dan

mengusahakan agar mereka pernah melakukan kejahatan tidak mengulang lagi

kejahatannya.

Menurut Muladi bahwa dalam operasional sistem peradilan pidana melibatkan

manusia, baik sebagai subjek maupun objek, sehingga dapat dikatakan bahwa

persyaratan utama agar sistem peradilan pidana tersebut dapat bersifat rasional. Sistem

tersebut harus dapat memahami dan memperhitungkan dampaknya terhadap manusia

atau masyarakat manusia baik yang berada dalam kerangka sistem maupun berada di

luar sistem. Setiap komponen dan sistem peradilan dituntut untuk bekerjasama. Hal ini

dikatakan oleh Mardjono Reksodiputro bahwa empat komponen Lembaga Kepolisian,

Kejaksaan, Pengadilan dan Permasyarakat terpidana diharapkan dapat bekerjasama

dapat membentuk suatu integrated criminal justice system.

111
Soejono Soekanto, Faktor-faktor yang mempengaharui penegakan hukum, (Jkaarta: Raja
Grafindo Persada, 2002), hlm.3.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Penegakan hukum oleh Polres Langkat terhadap praktek pungutan liar di jalan raya

yang dilakukan oleh preman dan masyarakat adalah kasus pungutan liar kepada

supir bus di Terminal, pungutan liar kepada pedagang kaki lima, pungutan liar

kepada supir yang melintas di persimpangan (polisi cepek atau polisi palsu) dan

jalan lurus yang mengalami kerusakan, pungutan liar kepada parkir masyarakat

yang mendatangi acara kegiatan pernikahan ataupun acara tertentu, dan pungutan

liar kepada parkir kendaraan di pertokoan atau ATM yaitu dengan diberikan

arahan dan diberikan pembinaan fisik, pelaku diharuskan membuat pernyataan

untuk tidak mengulangi perbuatan pungutan liar kembali, dan wajib lapor selama

1 (satu) minggu. Dalam kasus pungutan liar tersebut, terhadap pelaku diberikan

pembinaan yang dilakukan oleh Polres Langkat bekerjasama dengan Dinas Sosial,

serta melibatkan TNI-AD yaitu Koramil setempat dan TNI AL dalam hal ini

Marinir Tangkahan Alagan Brandan, dengan harapan ada perbaikan mulai dari

mental maupun kemampuan yang dimiliki untuk mendapatkan pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara


2. Hambatan yang dihadapi dalam penegakan hukum terhadap praktek pungutan liar

di jalan raya dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012

tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam

KUHP, adalah sebagai berikut:

a. Hambatan dari sisi aparat penegak hukum

Bahwa terhadap aparat penegak hukum, masih banyak yang kurang

memahami akan Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012,

terbatasnya waktu dan jumlah personil dalam proses penindakan apabila

dilakukan melalui pengadilan, terbatasnya mekanisme pengawasan terhadap

pelaku yang sudah menerima pembinaan, pendataan yang belum terintegrasi

antara satu wilayah dengan wilayah lain, masih terbatasnya koordinasi khusus

terkait dengan penindakan terhadap praktek pungutan liar antara Polres satu

dengan yang lainnya, karena masih dianggap belum terlalu penting serta tidak

sebandingnya biaya atau anggaran terhadap penanganan perkara, khususnya

penanganan kasus pungutan liar dilihat dari segi anggaran tidak sebanding

dengan nilai barang atau uang yang menjadi objek perkara, berikut tidak

tersedianya sistim data berbasis online.

b. Hambatan dari sisi perundang-undangan

Bahwa sisi hierarki peraturan perundang-undangan, Peraturan Mahkamah

Agung nomor 2 Tahun 2012 tidak sesuai dengan kaidan-kaidah hirarkhi

perundang-undangan, Peraturan Mahkamah Agung tersebut telah mengubah

nilai-nilai yang ditetapkan oleh Undang-Undang KUHP, sehingga seolah-olah

Universitas Sumatera Utara


kedudukan Peraturan Mahkamah Agung lebih tinggi dari KUHP. Dan dengan

diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 tersebut,

walaupun hanya berlaku di lingkungan Pengadilan, namun dalam

pelaksanaannya banyak menimbulkan permasalahan. Selain itu belum

maksimal untuk menerapkan Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya terhadap pelaku pungutan liar

khususnya polisi cepek, serta perlu adanya perubahan pada peraturan

pengganti undang-undang khusus terhadap pelaku pungutan liar yang

dilakukan oleh masyarakat dengan pemberikan sanksi hukuman yang berat

bagi pelaku pungutan liar seperti sanki hukuman cambuk dan/atau sanksi

hukuman wajib mengerjakan pekerjaan sosial dalam kurun waktu tertentu.

c. Hambatan dilihat dari sisi Budaya hukum

Dari sisi masyarakat, bahwa masih terbatasnya kesadaran hukum serta tidak

memahami akan tindak pidana terutama dalam praktek pungutan liar yang

terjadi baik yang dilakukan oleh preman maupun yang dilakukan oleh

masyarakat itu sendiri. Selain itu tidak adanya kesadaran dari pihak

masyarakat untuk melakukan tindakan diantaranya melakukan pelaporan

kepada pihak kepolisian, cenderung masyarakat masih takut untuk melakukan

tindakan dan masih ada anggapan bahwa tanggung jawab terhadap tindak

pidana diantaranya praktek pungutan liar tersebut hanya merupakan tanggung

jawab Polisi, serta masih mengutamakan kepentingan sendiri-sendiri tidak ada

rasa kompak dan bersatu untuk melawan tindak pidana khususnya terhadap

Universitas Sumatera Utara


praktek pungutan liar. Sedangkan dari sisi pelaku Pungutan liar, bahwa

banyak menimbulkan keuntungan bagi pelaku, perkaranya dikaitkan dengan

Perma sehingga tidak dapat dilakukan penahanan, mengingat dalam

perlakukan terhadap pelaku itu sendiri penanganannya tidak maksimal

terutama dalam proses penindakannya, timbulnya jiwa pemalas dan tidak

memiliki jiwa untuk berjuang.

3. Dampak Hukum Praktek Pungutan Liar Di Jalan Raya dikaitkan dengan adanya

Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 Di Wilayah Hukum Polres

Langkat dalam pelaksanaannya dari sisi masyarakat, adanya pembiaran terjadinya

praktek pungutan liar, dan masyarakat takut akan bertindak terhadap praktek

pungutan liar, serta menganggap bahwa terhadap praktek pungutan liar tersebut

merupakan tanggung jawab Polisi saja dalam melakukan penindakan, bukan

merupakan tanggung jawab bersama, menyebabkan praktek-praktek pungutan liar

menjadi marak dan terus berkembang serta menimbulkan wacana bahwa pungutan

liar tersebut dianggap suatu pembenaran. Sedangkan dari sisi pelaku pungutan liar

hanya diberikan pengarahan dan pembinaan serta diharuskan membuat surat

pernyataan untuk tidak mengulanginya perbuatanya dan terhadap pelaku tidak

dapat dilakukan penahanan, menyebabkan terhadap pelaku pungutan liar tersebut

tidak menimbulkan efek jera dan akan mengulangi perbuatannya kembali, selain

itu bagi pelaku pungutan liar itu sendiri telah terbiasa dengan cara yang mudah

untuk mendapatkan uang, tidak perlu melakukan pengorbanan dan secara tidak

langsung juga telah menimbulkan jiwa pemalas serta menghilangkan jiwa

Universitas Sumatera Utara


petarung atau menghilangkan jiwa untuk bersaing terhadap sulitnya menghadapi

hidup. Sedangkan dari kebijakan hukum pidana terhadap praktek pungutan liar

bahwa praktek pungutan liar telah diatur dalam KUHP dan Perma No. 2 tahun

2012 serta UU No. 22 Tahun 2009, pelaku pungutan liar dapat dilakukan

penindakan sesuai dengan ketentuan baik secara proses hukum maupun dapat

dilakukan penindakan berdasarkan pemberian pembinaan, adanya kinerja yang

baik dan perbaikan kinerja dari aparat penegak hukum serta terhadap Perma itu

sendiri Mahkamah Agung Republik Indonesia dapat merubah dan mengganti

dengan Peraturan Perundang-undangan, karena Perma tersebut telah menimbulkan

permasalahan dalam proses penengakan hukum pada praktek pungutan liar yang

dilakukan oleh masyarakat, sehingga dalam pelaksanaannya antar Crime Justice

System (CJS), akan harapan dan tujuan pada sistim peradilan pidana, dapat

terwujud dan menghilangkan anggapan masyarakat bahwa praktek pungutan liar

tersebut sebagai pembenaran serta bagi pelaku itu sendiri akan timbul mental yang

baik serta timbul jiwa untuk berjuang atau jiwa untuk berusaha.

B. Saran

1. Bagi aparat penegak hukum agar memahami secara benar terkait dengan

penerapan pasal-pasal tindak pidana ringan dan peraturan lainnya, sehingga akan

berdampak pada penerapan Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012

tersebut, secara benar dan tidak bertentangan dengan KUHP dan KUHAP,

sehingga diharapkan bagi Kepolisian dapat melaksanakan penegakan hukum

sebagaimana mestinya terhadap pelaku pungutan liar.

Universitas Sumatera Utara


2. Perlu adanya perubahan Perma menjadi Peraturan pengganti Undang-Undang

dengan mencantumkan sanksi hukuman yang berat bagi pelaku pungutan liar

berupa sanksi hukuman cambuk dan/atau sanksi hukuman wajib mengerjakan

pekerjaan sosial dalam kurun waktu tertentu.

3. Bagi pelaku pungutan liar, apabila telah ditangkap pihak Kepolisian dapat

dilakukan penindakan baik dilakukan secara pembinaan terhadap mental maupun

moral dengan melibatkan Dinas Sosial dan TNI AD dalam hal ini koramil serta

TNI AL khususnya Marinir Tangkahan Alagan Brandan, maupun dapat

dilakukan secara proses pengadilan, sehingga diharapkan dapat memberikan efek

jera, dan dapat merubah mental pelaku menjadi lebih baik serta pelaku dapat

melakukan pekerjaan yang lebih baik dan tidak ada anggapan lagi dari

masyarakat bahwa praktek pungutan liar merupakan hal dianggap pembenaran.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU
Ahmad, Ali.2005. Keterpurukan Hukum Di Indonesia Penyebab Dan Solusinya,
Cetakan Kedua. Ciawi-Bogor: Ghlmia Indonesia.

Ali, Zaenuddin. 2010. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafindo, 2010.

Dharma, Made Weda.1996. Kriminologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Dirdjosisworo, Soedjono. 1983. Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention),


Alumni, Bandung.

Efendy, Rusli. 1991. Teori Hukum. Ujung Pandang: Hasanuddin University Press.

Hadi, Utomo Warsito. 2005. Hukum Kepolisian Di Indonesia. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Hadiman. 2009. Polri Siap Memberantas Aksi Premanisme dan Mengamankan Pemilu
2009, Jakarta: Badan Kerjasama Sosial Usaha Pembinaan Warga Tama
“Bersama”.

Andi Hamzah. 1985. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia dari retribusi ke
reformasi.Jakarta: Pradnya Paramita.

Universitas Sumatera Utara


Hambali. 2005. Sanksi Pemidanaan Dalam Konflik Pertanahan, Makassar: Umitoha
Ukhuwah Grafika.

Harahap, Yahya. 2010. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP


(Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali).
Jakarta: Sinar Grafika.

Ismawati, Esti. 2015. Pungutan Liar Yang Membudaya Di Indonesia. Jakarta

Kunarto. 1999. Kejahatan Berdimensi Baru. Jakarta: Cipta Manunggal.

Hanitijo, Ronny Soemitro. 1988. Metode Penelitian Hukum dan Jumetri. Jakarta: Ghalia
Indonesia.

Mahmud, Peter Marzuki.1987. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media


Grup.

Moeljatno 2002. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara.

__________. 2002. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana.


Bina Aksara, Yogyakarta.

Muladi dan Barda Nawawi Arief (III). 1998. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, cetakan
ke II Bandung; Alumni, 1998.

Nawawi, Barda Arief. 2010. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti.

Neta S. Pane. 2011. Model-Model Premanisme Modern. Presidium Indonesia Police

Salim, Erlis Septiana Nurbani. 2014. Penerapan Teori hukum Pada Penelitian Tesis dan
Desertasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Universitas Sumatera Utara


Sakidjo, Aruan Bambang Poernomo. 1990. Hukum Pidana, Dasar Aturan Umum
Hukum Pidana Kodifikasi. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990.

Sanoesi. 1987. Almanak Kepolisian Republik Indonesia, Berdasarkan Kadislitbang


Polri Nomor Pol. B/394/IX/Dislitbang. Jakarta: PT Dutarindo.

Sahetapi, J.E. 1989. Bunga Rampai Viktimisasi. Bandung: Eresco.

Santoso, Topo. 2003 “Kriminologi”. Jakarta: PT. Raja Garafindo.

Salam, Abdul. 2007. Kriminologi. Jakarta: Restu Agung.

Shant, Dellyana. 1988. Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta: Liberty.

Simongkir, J.C.T, Rudy T. Erwin dan Aj. T. Prasetyo. 2000. Kamus Hukum. Jakarta:
Madjapahit.

Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,


(Jakarta: Rajawali.

_________________. 2001. Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Raja Grafindo


Persada, 2001.

Soemarjan, Selo. 1988. Masyarakat dan Kebudayaan. Jakarta: Djambatan.

Sudarto. 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Alumni.

Sunggono, Bambang. 2003. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

Universitas Sumatera Utara


Reksodipuro, Mardjono. 1997. Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana Kumpulan
Karangan Buku Kedua, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum
Lembaga Kriminologi. Jakarta: Universitas Indonesia.

Togot. 2009. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan.


Bandung: UMM Pres.

Zainal, Andi Abidin Farid. 1987. Asas-Asas Hukum Pidana (Bagian Pertama).
Bandung: Alumni.

Universitas Sumatera Utara


B. WEBSITE

https://id.wikipedia.org/wiki/Premanisme, di akses pada tanggal 15 Mei 2017.

http://m.suaramerdeka.com, oleh Agus Riewanto,”Pembatasan Tipiring dan Revisi


KUH Pidana”, di akses pada tanggal 15 Mei 2017.

http://makalahkepolisiannegara.blogsplot.com, diakses pada tanggal 07 Juni 2017.

http://www.suduthukum.com. hukum pidana, “kebijakan Hukum Pidana (Penal


Policy)”, diakses pada tanggal 27 Juli 2017.

http://zenhadianto.blogspot.co.id>2014/01, “Teori System Hukum Lawrence M.


Friedman”, diakses pada tanggal 27 Juli 2017.

https://pengertianmenurutparaahli.org › PENGERTIAN pungutan liar, diakses tanggal 5


Agustus 2017.

https://krisnaptik.com> hukum-Kepolisian, diakses tanggal 5 Agustus 2017.

http://www.kendariekspres.com, diakses tanggal 15 September 2017.

www.hukumonline.com, diakses tanggal 19 Oktober 2017.

Universitas Sumatera Utara


C. Makalah, Jurnal, dan Artikel

E.Z.Leasa, “Penerapan Sanksi Pidana dan Sanksi tindakan (Double Track System)
dalam Kebijakan “legislasi”, Jurnal Sasi, Vol 16, Nomor 4, Tahun 2010, hlm. 51.

Fransiska Novita Eleanora, “White Collar Crime Hukum dan Masyarakat”, Forum
Ilmiah, Vol.10. Nomor 2, Tahun 2013.

Ningrum, Mahmul Siregar, Mohammad Ekaputra, Agusmidah, Mahmud Mulyadi, Iqbal


Asnawi. 2013. Prosiding Seminar Nasional Penyesuaian Batasan Tindak Pidana
Ringan dan Jumlah Denda dalam KUH Pidana. Medan-Indonesia: USU press.

Rahmawati, L. 2002. Pengaruh Perkembangan Bidang Industri Terhadap Premanisme


(Studi Sosio Kriminologi). Jurnal Penelitian Hukum Universitas Singaperbangsa.

Wahyu Rahmadhani, Penegakan Hukum Dalam Menanggulangi Pungutan Liar


Terhadap Pelayanan Publik, Fakultas Hukum, Universitas Sains Cut Nyak
Dhien,Volume 12, Nomor 2, Juli-Desember 2017, hlm.3.

Universitas Sumatera Utara


D. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

TAP MPR nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


Undangan.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara


Pidana (KUHAP).

Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya.

Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak
Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.

Peraturan Daerah Kabupaten Langkat nomor 7 Tahun 2005 tentang Restribusi


Pelayanan Parkir.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai