TESIS
Oleh:
TESIS
Oleh:
Menyetujui :
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum) (Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum)
Kata kunci: Peran Polri, Pungutan Liar di Jalan Raya, Crime Justice System, kebijakan
hukum, proses pengadilan, pembinaan.
The crime rate at Polres Langkat have been increasing every year. The practice
of thuggery such as illegal levies on the highway is one of several factors that cause this
increase of the incidence. The practice of illegal levies on the highway would influence
the alot of economic factors, of the community life both mentally and morally. The
increasing of illegal levies on the highway, POLRI specifically Polres Langkat required
profesional acts to create public securities in the police teritory of the Langkat
district. The action of Polres Langkat against the practice of illegal levies on the
highway is applying the Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). But the
implementation is related to Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) 2012, No.2 about
the adjustment of the criminal acts limit and the amount of penalties in KUHP. In
addition to KUHP the practice of illegal levies can be charged with Undang Undang,
2009 No. 22 about road traffic and transportation.
This research was conducted with empirical juridical approach applying
secondary and primary data. The descriptive analysis method is used in this research
through secondary and primary data. The secondary data is obtain from the literature
study while the primary one is got from field studies.
The result indicated that the effort of Langkat resort police in law enforcement
against illegal levies on the highway and have been done by educating the whole
personnels and related components in relation to PERMA 2012, no.2. At least there 3
obstacles occurred in the effort of the Polres Langkat Those are law enforcement
officials, legislation and legal culture of the Langkat district, while the legal impact on
the community of the practice of illegal levies is still considered justified. The legal
impacts of illegal levies is the loss of the spirit to fight, so it is necessary for a criminal
law policy involving the crime justice system and the pattern of direction, socialization
and judicial and education processes in accordance with the police's discretion.
Based on the results of this research it is suggested that the law enforcement
officials must understand. The aplication of the next PERMA law correctly. The
cooperation work among the law inforcement officials, the the goverment and the
community should play an active role through supervision, mental, and moral education
to give effect detterent so that it can change the mentality of the offender to be better in
their attitude.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang senantiasa
kekuatan dan kemudahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah
satu syarat dalam menyelesaikan studi di program Magister Ilmu Hukum Universitas
Tesis ini disusun sebagai tugas akhir dan syarat untuk menempuh Strata Sarjana
(Strata-2) guna memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Studi Magister Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari, bahwa dalam
Dalam penyusunan tesis ini, tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini dan dengan
kerendahan serta ketulusanhati diucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H, M.S. selaku Ketua Komisi
masukan, bimbingan dan motivasi kepada penulis hingga tesis ini dapat diselesaikan
dengan baik. Terima kasih juga kami ucapkan kepada Bapak Dr. Mahmud Mulyadi,
S.H, M.Hum. selaku dosen pembimbing kedua dan Bapak Dr. M. Ekaputra, S.H.,
penulisan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Edi Yunara,
SH, M.Hum dan Bapak Dr. Sutiarnoto, SH, M.Hum selaku penguji yang telah banyak
memberikan masukan dan kritikan dalam penulisan tesis ini, Semoga Allah SWT
Selanjutnya penulis juga menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang
setulus-tulusnya kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum dan
para Pembantu Rektor, para Kepala Biro dan Lembaga atas kesempatan dan
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
3. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum selaku Ketua Program Studi dan Bapak Dr.
Mahmul Siregar, SH, M.Hum selaku Sekretaris Prorgam Studi pada Program Studi
4. Para Dosen Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Universitas Sumatera
5. Para Staff (Ibu Fitri, Ibu Juli, Ibu Ria, Ibu Yani, Ibu Niar, Ibu Ganti, Pak Herman,
Pak Hendra, Pak Henri, Pak Hilman dan Pak Manalu) terima kasih atas bantuannya
selama ini.
istri tercinta dan ananda putera puteri kami atas dukungan dan doanya yang tulus
7. Ucapan terima kasih kepada kedua orang tua dan mertua yang sangat penulis
hormati, atas doa dan dukungannya sehingga bisa mengikuti studi ini.
8. Ucapan terima kasih kepada orang tua ibu Dr. H. Tien Wiyati Surjono dan
keluarga yang sangat penulis hormati, atas dukungan dan doanya yang tulus dalam
9. Ucapan terima kasih kepada saudara, keluarga, dan sahabat yang sangat penulis
hormati dan sayangi, atas dukungan dan doanya yang tulus dalam menyelesaikan
studi ini.
10. Kepada rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera
Utara yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis terutama
Akhir kata, kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian kuliah
dan tesis ini penulis mengucapkan terima kasih dan penulis mendoakan atas segala yang
telah diberikan semoga memperoleh balasan yang setimpal dari Allah SWT, mudah-
Penulis
I. DATA PRIBADI
II. PENDIDIKAN
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut plagiat karna
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberikan sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan saya tidak akan
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.
Halaman
ABSTRAK …………………………………………………………………. i
ABSTRACT ……………………………………………………………….. ii
KATA PENGANTAR …………………………………………………….. iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……………………………………………. vi
SURAT PERNYATAAN …………………………………………………. ix
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… x
DAFTAR TABEL ………………………………………………………… xii
DAFTAR SKEMA ………………………………………....……………… xiii
Halaman
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa Kepolisian adalah segala hal
ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga Polisi sesuai dengan peraturan
oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban dan
Polisi memiliki fungsi sebagai salah satu fungsi pemerintah negara di bidang
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini sebagaimana dinyatakan bahwa
terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila
1
Pasal 1 angka (1) Undang-Undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia
fungsi dan peranan Kepolisian tersebut. Upaya pembahasan Kepolisian itu disebabkan
adanya faktor kecintaan dari berbagai pihak kepada lembaga Kepolisian dan ditaruhnya
harapan yang begitu besar, agar fungsinya sebagai aparat penegak hukum bisa berjalan
sebagaimana mestinya.
ABRI/Militer, sampai dengan berdiri sendiri, merupakan sejarah yang unik. Seiring
dengan perubahan sesuai kebijakan politik itu, maka citra Kepolisian terus melekat, baik
suatu keputusan secara perorangan dalam menghadapi situasi yang nyata. Pengambilan
masyarakat yang erat kaitannya dengan hak-hak asasi manusia, oleh karena sifat
pekerjaannya itulah, maka polisi sering harus menanggung resiko menjadi sorotan
masyarakat. Sorotan-sorotan yang ditujukan kepada Polisi ada yang bersifat positif dan
bersifat negatif yang berpangkal tolak dari hasil pengambilan keputusan yang telah
2
Utomo Hadi Warsito, Hukum Kepolisian Di Indonesia, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2005) hlm.16
upaya reformasi. Salah satu perubahan itu adalah perumusan kembali perannya
pelayanan masyarakat.
penegak hukum, mengingat modus operandi dan teknik kejahatan semakin canggih,
zaman dan tekhnologi sekarang ini, membawa pengaruh besar pada negara Indonesia,
Prilaku dalam masyarakat akan terlihat dari jumlah kriminalitas yang terjadi. Angka
kriminalitas dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dengan berbagai macam faktor yang
melatarbelakanginya. Di Polres Langkat terdapat 2.707 kasus kriminal dalam kurun waktu 3
(tiga) tahun. Hal ini terlihat dalam tabel 1 data kriminal Polres Langkat pada tahun 2015-
1. 2015 927
2. 2016 992
Berdasarkan data Kriminal yang terdiri dari data semua kejahatan dan narkoba
yang terjadi di Polres Langkat pada tabel 1 tersebut di atas, menunjukkan terjadinya
kenaikan jumlah tindak pidana yang terjadi di wilayah hukum Polres Langkat, mulai
dari tahun 2015 dengan jumlah 927 perkara, kemudian di tahun 2016 terjadi
peningkatan dengan jumlah 992 perkara dan pada tahun 2017 sampai dengan tertanggal
4 Oktober 2017, belum akhir tahun telah menunjukkan jumlah perkara yang tinggi yaitu
788 perkara.
terjadi. Faktor ekonomi merupakan masalah yang sangat sentral dalam menimbulkan
kejahatan, karena banyak orang mengambil jalan pintas dengan menghalalkan segala
dapat berperan aktif dan berpengaruh dalam semua lini/sektor kehidupan bermasyarakat.
Sebagai contoh peran Polisi dalam menstabilkan lonjakan harga bahan pokok di pasar,
yang disebabkan oleh oknum-oknum mulai dari pengepul, preman, distributor yang
oknum-oknum tersebut, menyebabkan harga bahan pokok menjadi stabil. Dalam hal ini,
Polisi dituntut mampu menyibak belantara kejahatan yang ada dan yang terjadi di
penegakan hukum, Polisi harus melakukan serangkaian tindakan untuk mencari dan
pelakunya.
setiap tindakan harus berdasarkan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang, sama
halnya dengan hukum pidana Indonesia. Setiap warga Negara Indonesia dapat dikatakan
menyalahi aturan, apabila melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan
harus ada kepastian hukum bagi pelaku tindak pidana tersebut. Kepastian hukum yang
memiliki batasan-batasan tersendiri untuk membedakan antara tindak pidana yang satu
dengan yang lain. Salah satu tindak pidana yang terjadi diantaranya berkaitan dengan
masyarakat kriminal, mereka berada dan tumbuh di dalam masyarakat karena rasa takut yang
pemaksaan dan pencurian yang berlangsung secara cepat dan spontan.3 Sedangkan
premanisme adalah perilaku yang meresahkan serta dapat mengganggu keamanan dan
ketertiban masyarakat. Aksi-aksi premanisme dewasa ini semakin meningkat setelah ada
beberapa bagian dari anggota masyarakat yang tidak mampu merasakan kesejahteraan
ekonomi seperti anggota masyarakat lainnya. Sebagian besar mereka yang melakukan
premanisme itu, diantaranya tidak memiliki pekerjaan dan tidak memiliki keterampilan yang
memadai, sehingga mencari jalan pintas dengan cara memalak, memeras, merampok, dan
mengintimidasi.
sulit dan angka pengangguran semakin tinggi. Akibatnya kelompok masyarakat pada
usia kerja mulai mencari cara untuk mendapatkan penghasilan, biasanya melalui
pemerasan dalam bentuk penyediaan jasa yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Preman
sangat identik dengan dunia kriminal dan kekerasan, karena memang kegiatan preman
3
Rahmawati, L. 2002. Pengaruh Perkembangan Bidang Industri Terhadap Premanisme
memungut pungutan liar dari sopir-sopir yang apabila ditolak akan berpengaruh
preman yang ada di pasar yang memungut pungutan liar dari lapak-lapak kaki lima,
yang bila ditolak akan berpengaruh terhadap dirusaknya lapak yang bersangkutan,
selanjutnya preman berkedok sebagai tukang parkir di ATM, toko, dll, yang berpura-
pura menaruh karcis atau tanpa karcis pada kendaraan bermotor yang diparkir, selain itu
preman berkedok taksi di Stasiun Gambir, yang biasanya langsung mengambil barang-
barang penumpang dan memasukkan ke bagasi taksi, preman yang menjadi derek Liar
di jalan tol, dan preman yang berperan sebagai Polisi-polisi cepek (pengatur lalu lintas
Tindakan atau praktek preman dalam melakuan pungutan liar tersebut, secara
tidak langsung telah melakukan perbuatan penipuan ringan dan penggelapan ringan
kepada masyarakat dan daerah dengan cara menipu identitas selaku tukang parkir resmi
dan mengambil dana-dana hasil pungutan liar, diantaranya dana hasil pemungutan
parkir, dana hasil pungutan polisi-polisi cepek, dana hasil pungutan dari lapak-lapak
kaki lima di pasar, dana hasil pungutan di terminal-terminal bis, dan dana hasil pungutan
sebagai derek liar di Jalan Tol, yang kesemuanya seharusnya disetorkan kepada
pemerintah sebagai dana kas daerah, namun dalam kenyataannya digunakan untuk
keuntungan pribadi maupun golongan tertentu, dengan alasan bahwa hasil pungutan
tersebut nilainya rata-rata berkisar antara Rp. 4.000,00 (empat ribu rupiah) sampai
yang semakin memburuk dan kolusi antar preman dan petugas keamanan setempat
dari kemiskinan dan pengangguran, tidak berarti premanisme dibiarkan tumbuh subur
premanisme dalam melakukan aksinya berupa melakukan pungutan liar yang dilakukan
oleh masyarakat.
Pemerintah bukannya tidak mengetahui persoalan akut ini, akan tetapi belum ada
upaya serius untuk memberantas pungutan liar yang dilakukan oleh masyarakat atau
menghukum pelaku pungutan liar tersebut. Pungutan liar yang dilakukan oleh
para pengusaha dan masyarakat pengguna jalan. Adanya pungutan liar, mengakibatkan
kerugian bagi para pengusaha, sehingga para pengusaha harus mencari akal dengan
menekan ongkos (sebagai biaya operasional usahanya). Bagi masyarakat pengguna jalan
kerugian secara materiil, juga menimbulkan rasa ketidaknyamanan dan tidak aman
dalam perjalanan.
hukum Polres Langkat Sumatera Utara merupakan salah satu jenis kejahatan
konvensional yang sulit diberantas secara total. Faktor kejahatan ini muncul meningkat
4
https://id.wikipedia.org/wiki/Premanisme, di akses pada tanggal 15 Mei 2017.
5
Hadiman, Polri Siap Memberantas Aksi Premanisme dan Mengamankan Pemilu 2009, (Jakarta:
Badan Kerjasama Sosial Usaha Pembinaan Warga Tama “Bersama”, 2009), hlm. 15
faktor ekonomi, sosial, dan faktor internal dari sisi diri pelaku sendiri. Pada tahun 2015-
2017 terdapat 140 kasus premanisme khususnya praktek pungutan liar yang terjadi di
wilayah hukum Polres Langkat. Hal ini terlihat dalam tabel 2, 3 dan 4 data premanisme
khususnya praktek pungutan liar pada Polres Langkat pada tahun 2015-2017, sebagai
berikut:
Tabel 2.
TAHUN 2015
1. Januari-Maret 4
2. April-Juni 6
3. Juli-September 6
4. Oktober-Desember 5
Berdasarkan data Polres Langkat Tahun 2015, mulai bulan Januari sampai
dengan bulan Maret telah melakukan penindakan perkara punguran liar sebanyak 4
perkara, kemudian bulan April sampai dengan bulan Juni sebanyak 6 perkara,
sedangkan bulan Juli sampai dengan bulan September sebanyak 6 perkara dan bulan
TAHUN 2016
1. Januari-Maret 3
2. April-Juni 10
3. Juli-September 14
4. Oktober-Desember 5
Data Polres Langkat Tahun 2016, pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret
telah melakukan penindakan perkara punguran liar sebanyak 3 perkara, kemudian bulan
April sampai dengan bulan Juni sebanyak 10 perkara, sedangkan bulan Juli sampai
dengan bulan September sebanyak 14 perkara dan bulan Oktober sampai dengan bulan
1. Januari-Maret 18
2. April-Juni 46
3. Juli-September 18
4. Oktober-Desember 4
Data pada Polres Langkat di 2017 (sampai dengan tanggal 4 Oktober 2017),
bulan Januari sampai dengan bulan Maret terdapat 18 perkara pungutan liar, kemudian
bulan April sampai dengan bulan Juni sebanyak 46 perkara, sedangkan bulan Juli
sampai dengan bulan September sebanyak 18 perkara dan bulan Oktober (sampai
Selama ini dinas Perhubungan, aparat penengak hukum dan pemerintah daerah
hukum untuk memerangi pungutan liar yang dilakukan oleh masyarakat. Tidak ada
gerakan serentak dan serius untuk memeranginya. Pungutan liar yang selanjutnya
merupakan kejahatan terhadap norma-norma hukum yang harus ditafsirkan atau patut
tidak boleh dibiarkan terus berlanjut tanpa adanya suatu penyelesaian hukum atas
praktek pungutan liar tersebut. Oleh karenanya, setiap tindak pidana yang dilakukan
oleh siapapun harus ditindak secara tegas tanpa memandang status, walaupun pelakunya
Permasalahan lain terhadap adanya pungutan liar di jalan raya yang dilakukan
oleh masyarakat tersebut tidak bisa maksimal dilakukan penindakan, mengingat dalam
prakteknya penerapan hukum yang telah dipengaruhi dengan peraturan lain selain KUH
Pidana yang dinilai berdasarkan jumlah kerugiannya atau berdasarkan nilai barang atau
jumlah uang yang menjadi objek perkara. Dalam hal ini tindak pidana juga harus dapat
tengah masyarakat.
Kepolisian dalam hal ini berkaitan dengan fungsi dan perannya sebagai
premanisme dan diharapkan mampu mengambil tindakan yang tepat dalam menyikapi
masalah premanisme yang ada dan terjadi di dalam masyarakat. Salah satu bentuk dari
dengan pasal 368 KUH Pidana (Kitab Undang Undang Hukum Pidana). Delik
Republik Indonesia (MA RI) menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor
2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batas Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda
dalam KUH Pidana. Isi Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 2 Tahun 2012
mengatur pasal-pasal dalam KUH Pidana yaitu Pasal 364 KUH Pidana (pencurian
ringan), Pasal 373 KUH Pidana (penggelapan ringan), Pasal 379 KUH Pidana (penipuan
ringan), Pasal 384 KUH Pidana (melakukan penipuan penjualan yang menerima
keuntungan), Pasal 407 KUH Pidana (pengrusakan ringan), dan Pasal 482 KUH Pidana
(penadah ringan), secara jelas menyebut sebuah perkara bisa dikategorikan tindak
pidana ringan (tipiring), jika menyangkut nilai kerugian di bawah Rp 250,00 (dua ratus
lima puluh rupiah) dibaca menjadi Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Perlakuan terhadap pelakunya tidak dapat ditahan dan harus diadili dengan acara
pemeriksaan cepat, sedangkan dengan nilai sekecil itu, sesungguhnya KUH Pidana tidak
Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 tersebut, tidak mengikat kepada
Penyidik maupun Jaksa Penuntut Umum. Oleh karena itu, Penyidik dan Jaksa Penuntut
Penuntut Umum.
6
http://m.suaramerdeka.com, oleh Agus Riewanto,”Pembatasan Tipiring dan Revisi KUH
Pidana”, di akses pada tanggal 15 Mei 2017.
menjadikan semua tindak pidana yang nilai objeknya dibawah Rp. 2.500.000,00 (dua
juta lima ratus ribu rupiah) menjadi tindak pidana ringan. Penyidik dan Jaksa Penuntut
Umum harus memahami unsur-unsur pasal yang dikenakan dan fakta-fakta yang terjadi.
Suatu tindak pidana (misalnya pencurian) meskipun nilai objeknya tidak mencapai Rp.
2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), tetapi perbuatan tersebut mengandung
unsur perbuatan yang berulang, atau menjadi pencaharian pelaku atau terjadi
pengrusakan barang, maka tindakan tersebut sudah merupakan delik, sehingga tidak bisa
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 bila ditinjau secara akademik
Indonesia. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tersebut telah mengubah nilai
yang ditetapkan dalam KUH Pidana yang kedudukannya lebih tinggi dari Peraturan
Mahkamah Agung RI. Mengingat bahwa KUH Pidana kedudukannya adalah sebagai undang-
undang, maka perubahan KUH Pidana semestinya dengan peraturan yang setingkat yakni
Peraturaan Mahkamah Agung yang hirarkhinya lebih rendah dari undang-undang atau
Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP dalam
7
Ningrum N.S, dkk, Prosiding Seminar Nasional Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan
Jumlah Denda dalam KUH Pidana, (Medan-Indonesia: USU press, 2013), hlm. 49-51
pada perbedaan pendapat dalam menerapannya, sebagai contoh bahwa pada saat
2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), Jaksa Penuntut Umum tidak mau
menerima perkara tersebut, mengingat kerugiannya dibawah Rp. 2.500.000,00 (dua juta
lima ratus ribu rupiah), dan menyarankan untuk disidangkan melalui acara pemeriksaan
cepat, namun Penyidik tidak bisa menerima saran begitu saja dari Jaksa Penuntut
(dua juta lima ratus ribu rupiah) tidak termasuk kedalam katagori pasal-pasal yang
tertera dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2012 tentang Penyesuaian
Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP. Apabila dikaji lebih
dalam maksud dari Peraturan Mahkamah Agung tersebut, sesungguhnya dapat dipahami
kerugiannya dibawah Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), baik mulai dari
tingkat penyidik maupun sampai dengan tingkat hakim sebagai pemutus perkara.
Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP, bila dikaitkan dengan
penegakan hukum tindak pidana terhadap praktek punguntan liar, ada keterkaitan
kadang ada juga yang dikait-kaitkan, sebagai contoh preman yang melakukan aksinya di
terminal bus yang memungut pungutan liar dari sopir-sopir, kemudian preman yang ada
di pasar yang memungut pungutan liar dari lapak-lapak kaki lima, preman berkedok
sebagai tukang parkir di ATM, toko, dll, preman berkedok taksi di Stasiun Gambir, yang
taksi, preman yang menjadi derek Liar di jalan tol, preman yang berperan sebagai Polisi-
polisi cepek (pengatur lalu lintas palsu), yang apabila dilihat kaitannya yaitu bahwa
secara tidak langsung pelaku-pelaku pungutan liar tersebut telah melakukan penipuan
ringan dan penggelapan ringan terhadap masyarakat dan pemerintah, perbuatan tersebut
termasuk ke dalam Pasal 379 KUH Pidana dan Pasal 373 KUH Pidana, namun apabila
berkisar antara Rp. 4.000,00 (empat ribu rupiah) sampai dengan Rp. 70.000,00 (tujuh
puluh ribu rupiah), maka Penyidik dan Jaksa Penuntut Umum selalu dikaitkan dengan
Peraturan Mahkamah Agung RI yang kerugiannya hanya berpatokan pada nilai yang ada
dibawah Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), padahal sebenarnya bisa
diproses sesuai dengan mekanisme proses penanganan tindak pidana pada umumnya,
yaitu setelah dari penyidik dikirim berkas perkaranya kepada Jaksa Penuntut Umum,
sedangkan terhadap pelaku pungutan liar yang mengatur jalan di persipangan selain
dapat di jerat dengan KUHP, juga dapat dijerat dengan Undang-Undang nomor 22 tahun
mata pencaharian oleh pelaku pungutan liar, maka diproses penangananannya tidak lagi
diproses dengan cara tindak pidana ringan, melainkan diproses melalui mekanisme
penanganan tindak pidana umum yaitu setelah di berkas perkara pengiriman dari
terhadap para pelaku dengan harapan dapat memberi tindakan sebagai efek jera untuk
tidak melakukan kembali, dan sebagai gambaran data di wilayah hukum Polres Langkat.
penegakan hukum, seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan 8. Dari ketiga struktur,
Kepolisianlah yang merupakan struktur yang terdepan dan menyentuh secara langsung
lapisan masyarakat.
Dari berbagai uraian di atas, maka penulis berkeinginan untuk meneliti lebih
dalam tentang keberadaan Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 tahun 2012 tentang
Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP terhadap
penegakan hukum pada pelaku pungutan liar yang berasal dari masyarakat bukan dari
oknum Kepolisian ataupun oknum instansi terkait dan penulis sajikan dalam bentuk
Polres Langkat)”.
B. Rumusan Masalah
8
Ahmad Ali, Keterpurukan Hukum Di Indonesia Penyebab Dan Solusinya, Cetakan Kedua, (Ciawi-
Bogor: Ghlmia Indonesia, 2005), hlm. 1
2012?
3. Bagaimana dampak hukum praktek pungutan liar di jalan raya yang dilakukan
C. Tujuan Penelitian
pungutan liar di jalan raya dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung Nomor
2 Tahun 2012.
c. Untuk mengetahui dampak hukum praktek pungutan liar di Jalan raya yang
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan
1. Manfaat Teoritik
yang mengatur larangan praktek pungutan liar oleh masyarakat di wilayah hukum
pengetahuan hukum.
b. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Pasca Sarjana
d. Untuk mendalami teori-teori yang telah calon peneliti peroleh selama menjalani
kuliah strata dua di Fakultas Hukum Universitas Negeri Sumatera Utara serta
2. Manfaat Praktis
pembuat kebijakan, praktisi ilmu hukum, aparat penegak hukum dalam penegakan
hukum terhadap praktek pungutan liar oleh masyarakat, serta dapat memberikan
masukan juga bagi masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal
penegakan hukum.
Tesis ini merupakan hasil karya asli dan bukan duplikasi. Hal ini dapat
dibandingkan dengan penelitian yang pernah dilakukan yaitu judul penelitian/tesis yang
berjudul “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi pungutan liar (Studi
Kasus Pungutan Liar di Jembatan Tambang Sibolangit Sumatera Utara)” oleh Iwan
mekanisme penanganan perkara tindak pidana korupsi kasus pungutan liar dalam kasus
penegakan hukum oleh Polres Langkat terhadap praktek pungutan liar di jalan raya yang
hukum terhadap praktek pungutan liar di jalan raya dengan adanya Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 2 Tahun 2012. Dan ketiga, mengetahui dampak hukum praktek pungutan
liar di jalan raya yang dilakukan oleh masyarakat dikaitkan dengan adanya Peraturan
kerangka teori berbeda dengan penelitian sebelumnya. Oleh sebab itu, judul dan
permasalahan di dalam penelitian ini dinyatakan masih asli dan jauh dari unsur plagiat
1. Kerangka Teori
Pada dasarnya kerangka teori berisi tentang pengkajian terhadap teori-teori dan
definisi definisi tertentu yang dipakai sebagai landasan pengertian dan landasan
sesuai atau tidak dengan teori yang digunakan dan/atau akan mengubah dan
Untuk menggali lebih jauh aturan hukum, tidak cukup dilakukan penelitian,
tetapi harus lebih mendalami lagi memasuki teori hukum. Isu hukum mengenai
fakta hukum yang dihadapi, dalam penelitian tatanan teori hukum, isu hukum harus
mengandung konsep hukum. Konsep hukum dapat dirumuskan sebagai suatu gagasan
secara tertib. 10
Dalam membahas permasalahan, teori yang digunakan pada penulisan tesis ini
adalah teori penal policy (kebijakan hukum pidana), legal system menurut teori
9
Salim HS, Erlis Septiana Nurbani, Penerapan Teori hukum Pada Penelitian Tesis dan Desertasi,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hlm 1.
10
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2007),
hlm 72.
bahwa “modern criminal science” terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu; “criminology”,
“criminal law”, “penal policy”. Marc Ancel juga pernah mengemukakan mengenai
kebijakan hukum pidana “penal policy” sebagaimana yang dikutif oleh Barda Nawawi
Arief, bahwa “penal policy” adalah suatu ilmu sekaligus seni yang mempunyai tujuan
praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan
untuk memberi pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga
Pengertian kebijakan atau politik hukum pidana dapat dilihat dari politik
hukum maupun dari politik kriminal. Menurut Sudarto yang dikutip oleh Barda
pidana (penal policy) dan kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana penal (hukum
11
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti (Bandung,
2010), hlm : 21.
pidana, dan sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar. 12
efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum,
yakni struktur hukum (struktur of law), substansi hukum (substance of the law) dan
budaya hukum (legal culture). Struktur hukum menyangkut aparat penegak hukum,
merupakan hukum yang hidup (living law) yang dianut dalam suatu masyarakat. 13
hukum (penal policy) dan sistem hukum (legal system) yaitu mulai dari struktur hukum,
substansi hukum serta budaya hukum, diantaranya terhadap praktek pungutan liar.
Praktek pungutan liar ditinjau dari hukum pidana bagi pelaku pungutan liar harus
mentaati peraturan pidana, istilah pungutan liar atau disingkat pungli, belum pernah
didengar adanya tindak pidana pungli atau delik pungli. Sesungguhnya, pungutan liar
adalah sebutan semua bentuk pungutan yang tidak resmi, yang tidak mempunyai
landasan hukum.
kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap pihak yang berada dalam posisi lemah,
karena adanya kepentingan, sering juga pelaku pungutan liar disebut sebagai preman.
12
http://www.suduthukum.com. ›hukum pidana, “kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy)”,
diakses pada tanggal 27 Juli 2017.
13
http://zenhadianto.blogspot.co.id>2014/01, “Teori System Hukum Lawrence M. Friedman”,
diakses pada tanggal 27 Juli 2017.
dalam hukum pidana merupakan perbuatan yang dilarang atau tindak pidana.
Pungutan liar juga merupakan upaya yang dilakukan pihak pemberi dalam hal
memberikan sesuai atau memenuhi suatu permintaan, karena ada sesuatu yang ingin
dicapai kedua belah pihak baik pemberi maupun penerima, atau kadang ada sesuatu
yang ditakutkan bagi pihak yang lemah dalam hal ini pemberi, selain itu pungutan liar
tersebut kadang secara tidak langsung telah terjadi penipuan ringan dan penggelapan
ringan oleh pelaku terhadap masyarakat, karena dana dari hasil pungutan seharusnya
pribadi dan golongan tertentu, dan secara tidak langsung pelaku pungutan liar seolah-
olah beridentitas sebagai petugas parkir resmi, namun dalam kenyataannya bukan
merupakan petugas parkir resmi, karena tidak memiliki identitas petugas parkir yang
Gejala pungutan liar yang dilakukan oleh masyarakat, sebenarnya tidak disadari
oleh pemerintah. Dalam praktek pungutan liar yang dilakukan oleh masyarakat tersebut,
akan selalu ada imbal tukar (trade off) antara beban pungutan dengan iklim investasi dan
pungutan resmi dan atau pembiaran pungutan tidak resmi terjadi di tengah-tengah
masyarakat, maka semakin besar dampak kerugian ekonomi yang diterima. Oleh karena
itu, diperlukan penegakan hukum yang tegas bagi siapapun yang melakukan pengutan
liar.
Pada dimensi sosial, gejala pungutan liar yang dilakukan oleh masyarakat ini
tampaknya telah menjadi aturan sosial yang diformalkan. Apalagi pemahaman terhadap
semakin sulit membedakan mana yang retribusi, pungutan liar, pengemis dan
premanisme. Dengan kondisi ini, pungutan liar itu menjadi semacam organized crime
yang muncul dalam bentuk pengemis yang premanistik. Maka, dengan melihat gejala ini
caranya tidak lain adalah penegakan hukum yang tegas, khususnya terhadap pungutang
dalam pelaksanaannya hanya dilakukan oleh penegak hukum. Hukum dan penegakan
hukum merupakan sebagian faktor yang tidak bisa diabaikan. Jika diabaikan akan
beranggapan bahwa hukum itu suatu keharusan dan penting bagi masyarakat. 15 Plato
menyebutkan ada tiga kekuatan sosial yang mempengaruhi stabilitas suatu negara. Tiga
kekuatan sosial itu adalah penegak hukum, kaum intelektual, dan kaum interpreneur
(pengusaha). 16
Penegakan hukum pada prinsipnya harus dapat memberi manfaat dan berdaya
untuk mencapai suatu keadilan. Apa yang dianggap berguna belum tentu adil, begitu
juga sebaliknya, apa yang dirasakan adil belum tentu berguna bagi masyarakat.
Masyarakat hanya menginginkan adanya suatu kepastian hukum, yaitu adanya suatu
peraturan yang dapat mengisi kekosongan hukum tanpa menghiraukan apakah hukum
14
Soerjono Soekanto, Op.cit., hlm 2
15
Plato, Op. cit., hlm 143.
16
Sanoesi, Almanak Kepolisian Republik Indonesia,Berdasarkan Kadislitbang Polri No. Pol.
B/394/IX/Dislitbang, (Jakarta: PT Dutarindo, 1987), hlm 342.
peraturan secara praktis dan pragmatis. Akibatnya kurang menjamin kepastian hukum
hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum bersifat umum, mengikat setiap orang,
bersifat menyamaratakan. Adil bagi seseorang belum tentu dirasakan adil bagi orang
hukum terhadap pelaku tindak pidana dengan cara melakukan pungutan liar di jalan.
Kepastian hukum juga diharapkan dapat memberikan keadilan bagi pelaku yang
melakukan tindak pidana dengan cara melakukan praktek pungutan liar, dimana
Dalam penelitian ini, tidak terlepas dari peran dari pihak Kepolisian Polres
Langkat dan jajaran Polsek-Polsek selaku penindak, pihak Kejaksaan Stabat dalam hal
ini Jaksa selaku Penuntut Umum dan pihak Pengadilan Stabat dalam hal ini Hakim
selaku pemutus. Peran ketiga institusi tersebut, bekerja dalam sebuah sistem yang tidak
dapat dipisahkan antara satu sama lain untuk mencapai tujuan tegaknya hukum pidana.
jika salah satu elemen dari tiga komponen tersebut di atas tidak bekerja dengan baik,
maka elemen lainnya akan terganggu, sehingga mengakibatkan hukum tidak efektif.
Komponen-komponen sistem hukum di atas dipertegas oleh Soerjono Soekanto 17, yang
merupakan bagian faktor-faktor penegakan hukum yang tidak bisa diabaikan karena jika
17
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum, (Jakarta:
Rajawali, 1983), hlm 5.
hubungan koordinasi ketiga institusi tersebut merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh lembaga peradilan yang terkait dalam sistem peradilan pidana. Tugas dan
wewenang sub sistem tersebut saling terkait satu sama lain, dalam arti adanya suatu
pelaksanaan. Oleh sebab itu, maka hubungan koordinasi instansional dalam sub sistem
tersebut dapat berupa rapat kerja gabungan antar instansi aparat penegak hukum dan
2. Landasan Konsepsional
Dalam penelitian ini, landasan konseptual yang digunakan terdiri dari beberapa
istilah untuk menafsirkan definisi atau pengertian. Landasan koseptual yang dimaksud
sebagai berikut:
a. Penegakan hukum adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum
dalam kerangka SPP (Sistem Peradilan Pidana) baik dalam lingkup full enforcement,
enforcement secara max, maupun dalam actual enforcement yaitu redusi (sisa) dan
melalui penegakan hukum pidana, yang rasional yaitu memenuhi rasa keadilan dan
18
M.Yahya Harahap, Op. cit., hlm. 116.
19
Muladi dan Barda Nawawi Arief (III), Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, cetakan ke II
(Bandung; Alumni, 1998), hlm. 148.
reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun
non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. 20
c. Tindak Pidana adalah Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan
mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa
d. Preman adalah Preman adalah orang/individu dan atau kelompok orang yang tidak
berpenghasilan tetap, tidak punya pekerjaan yang pasti, mereka hidup atas dukungan
f. Pungutan liar adalah suatu tindakan yang sengaja dilakukan untuk pemungutan biaya
dalam jumlah tertentu, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi dan
secara hukum hal tersebut merupakan tindakan illegal yang merugikan perorangan
maupun masyarakat. 24 Pungutan liar ini hanya sebatas pungutan liar yang dilakukan
oleh masyarakat, tidak dilakukan oleh oknum petugas kepolisian atau oknum petugas
20
Sudarto. Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1986) Hlm 22-23.
21
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1987) Hlm 54.
22
Ida Bagus Pujaastawa, dalam Ali Mustofa Akbar. 2011. Premanisme Dalam Teori Labeling.
http://www.eramuslim.com.Hlm. 5
23
Ibid
24
https://pengertianmenurutparaahli.org › PENGERTIAN pungutan liar, diakses tanggal 5
Agustus 2017
i. Sanksi adalah ancaman hukuman, merupakan suatu alat pemaksa guna ditaatinya
undang 25.
j. Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai
negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan. 26
suatu asas yang memberikan kewenangan kepada pejabat Kepolisian untuk bertindak
dan tidak bertindak menurut penilaian sendiri, dalam rangka kewajiban umumnya 28.
G. METODE PENELITIAN
Metode adalah suatu cara yang teratur dan terpikir dengan bak-baik untuk
dan konsisten. Maksud dari metodologis adalah harus sesuai dengan metode dan cara
tertentu, sedangkan sistematis adalah berdasarkan pada suatu sistem, konsisten berarti
25
J.C.T. Simongkir, Rudy T. Erwin dan Aj. T. Prasetyo, Kamus Hukum, (Jakarta: Madjapahit, 2000)
Hlm 152
26
Pasal 1 angka 1 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP)
27
Pasal 18 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
28
https://krisnaptik.com> hukum-Kepolisian, diakses tanggal 5 Agustus 2017.
29
Salim HA, Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hlm 18.
Penelitian hukum adalah penelitian yang diterapkan atau diberlakukan khusus pada ilmu
hukum. 31 Metode penelitian hukum adalah upaya ilmiah untuk memahami dan
1. Jenis Penelitian
yaitu suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum
30
Soejono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm
42.
31
F. Sugeng Susanto, Penelitian Hukum, (Yogyakarta: CV Ganda, 2007) hlm 29.
32
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jumetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1988) hlm. 9.
serta penelitian terhadap asas-asas hukum yang akan digunakan untuk meneliti
tesis ini digunakan untuk mengumpulkan dan menemukan data serta informasi
2. Sifat Penelitian
pelaksanaan. 34
33
Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: Rajawali Pers Jakarta, 1985), hlm 52.
34
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), hlm.
120.
hukum terhadap praktek pungutan liar di jalan raya oleh masyarakat dikaitkan
dengan peraturan Mahkamah Agung nomor 2 tahun 2012 (Studi Kasus Di Polres
a. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari hasil penelitian
Jalan Raya;
hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum
primer yang terdiri dari peraturan-peraturan dan ketentuan yang diperoleh dari
buku, jurnal, hasil penelitian, majalah, surat kabar, internet, makalah terkait
c. Data tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan
terhadap hukum primer dan sekunder, 35 berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia,
penegakan hukum terhadap praktek pungutan liar di Jalan raya yang dilakukan
2012.
(2). Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara studi lapangan (field study).
35
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003),
hlm 114.
5. Analisis Data
Dalam penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk
bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan
kompleks yang terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi
(keragaman).
pungutan liar di jalan raya yang dilakukan oleh masyarakat dikaitkan dengan
Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 tahun 2012. Bahan hukum primer, bahan
data dilakukan secara kualitatif yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma,
pengadilan. 36
36
Zaenuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafindo, 2010), hlm 105.
MASYARAKAT
Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari strafbaar feit, di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak terdapat penjelasan mengenai apa yang
dimaksud dengan strafbaar feit itu sendiri. Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan
delik, yang berasal dari bahasa latin yakni kata delictum. Dalam kamus Bahasa Indonesia
Berdasarkan rumusan yang ada maka delik (strafbaar feit) memuat beberapa
unsur yakni:
(2). Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang;
Menurut pendapat beliau istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna adanya suatu
kelakuan manusia yang menimbulkan akibat tertentu yang dilarang hukum di mana
gerak-gerik jasmani seseorang. Hal-hal tersebut terdapat juga seseorang untuk tidak
berbuat, akan tetapi dengan tidak berbuatannya seseorang tersebut, maka telah
melakukan tindak pidana. Kata tindak pidana yang dipergunakan para ahli hukum
pidana Indonesia adalah bermacam-macam, antara lain tindak pidana, perbuatan pidana,
Dari berbagai pengertian tersebut, terdapat pengertian dari tindak pidana yang
undang-undang sudah tetap dalam pemakaian istilah tindak pidana, dan beliau lebih
condong memakai istilah tindak pidana seperti yang telah dilakukan oleh pembentuk
merupakan perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, di mana
pengertian perbuatan di sini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yan
sebenarnya dilarang oleh hukum), juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu
37
Ibid, Hlm.48.
seperti KUH Pidana dan peraturan di bidang hukum pidana, tidak ditemukan pengertian
tindak pidana. Tiap-tiap pasal undang-undang tersebut hanya menguraikan unsur-unsur tindak
pidana yang berbeda dan bahkan ada yang hanya menyebut kualifikasi tindak pidana. Secara
umum tindak pidana dapat diartikan sebagai perbuatan yang tercela yang pembuatnya dapat
dipidana.
pidana, membawa konsekuensi bahwa unsur-unsur itu harus dimuat di dalam dakwaan
Penuntut umum dan harus pula dibuktikan di depan sidang pengadilan negeri. Hal itu
tidak berarti bahwa hanya unsur yang disebut secara expressis verbis (tegas) di dalam
undang-undang itu saja yang merupakan unsur-unsur tindak pidana. Ada unsur-unsur
tindak pidana yang sering tidak disebut dalam undang-undang, namun diakui sebagai
unsur misalnya unsur melawan hukum yang materil dan tidak disebut dalam undang-
undang bisa dinamakan unsur diam-diam yang tidak perlu dimuat dalam dakwaan
Penuntut umum dan tidak perlu dibuktikan. Unsur diam-diam perlu diterima sebagai
dari:
38
Andi Zainal Abidin Farid, Asas-Asas Hukum Pidana (Bagian Pertama), (Bandung: Alumni,
1987), hlm. 220.
Unsur melawan hukum yang menunjuk kepada keadaan lahir atau objektif
yang menyertai perbuatan.
1. Perbuatan manusia, baik dalam arti perbuatan positif (berbuat) maupun negatif
(tidak berbuat). Dalam hal ini dimaksudkan bahwa dengan handeling tidak saja
perbuatan, akan tetapi melalaikan atau tidak berbuat, seseorang yang tidak berbuat
atau melalaikan dapat dikatakan bertanggung jawab atas perbuatan pidana. Dalam
39
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rikena Cipta, 2008), Hlm.87.
2. Diancam Pidana
3. Melawan hukum
Setelah mengetahui defenisi dan pengertian dari ahli di atas lebih mendalam
dapat diketahui unsur-unsur tindak pidana. Unsur-unsur tindak pidana tersebut dapat
a. Unsur objektif
Yaitu unsur yang terdapat di luar si pelaku. Unsur-unsur yang ada hubungannya
40
Togot, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan,
(Bandung:UMM Pres, 2009), Hlm.105
b. Unsur Subjektif
Yaitu unsur yang terdapat atau melekat pada diri si pelaku, atau yang dihubungkan
dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terkandung di
2) Maksud pada suatu percobaan, seperti ditentukan dalam Pasal 53 ayat (1)
KUHP;
4) Merencanakan terlebih dahulu, seperti tercantum dalam Pasal 340 KUHP, yaitu
unsur yang terdapat dalam suatu perbuatan tindak pidana sangat menentukan jenis
hukum yang akan dijatuhkan bagi pelakunya. Istilah pidana sering diartikan sama
dengan istilah hukuman. Hukuman adalah suatu pengertian umum dan lebih luas, yaitu
sebagai suatu sanksi yang tidak mengenakan yang sengaja ditimpakan kepada
merupakan suatu hal yang selalu menggejala baik di kalangan ilmuan maupun praktisi
dengan penjatuhan pidana untuk orang tertentu dalam kasus tertentu. Pada hakekatnya
kriminologi bagian dari tindak pidana yang merupakan ilmu pengetahuan yang
(P.Topinard, 1830-1911) seorang ahli antropologi Prancis, secara harfiah berasal dari
kata “Crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat, dan “Logos” yang berarti ilmu
pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau penjahat.
ditangkap secara jelas. Dikatakan demikian karena, dalam mempelajari kejahatan tidak
terlepas dari berbagai pengaruh dan sudut pandang, ada yang memandang atau
mempelajari kriminologi itu dari suatu latar belakang timbulnya kejahatan dan adapula
yang memandang kriminologi dari sudut perilaku yang menyimpang dari norma-norma
yang berlaku dimasyarakat. Semuanya tidak dapat terlepas dari campur tangan berbagai
di atas, nampak mempunyai persamaan satu sama lainnya, walaupun variasi bahasa
mencari sebab orang melakukan kejahatan dan meneliti mengapa orang menjadi jahat,
tentang fenomena kejahatan, sebab dilakukannya kejahatan dan upaya yang dapat
Menurut Wood bahwa kriminologi secara ilmiah dapat dibagi atas 3 (tiga) bagian,
yaitu: 42
yang menjadi objek pembahasan ilmu hukum pidana dan acara hukum pidana;
41
Moeljatno, Op.cit. hlm.6
42
Abdul Salam. 2007. Kriminologi. (Jakarta: Restu Agung,2007), hlm.6.
yang menjadi inti pembahasan kriminologi dalam arti sempit, yaitu sosiologi dan
biologi;
kejahatan sedang dari segi sosiologi (pergaulan) bukan kejahatan. Inilah yang disebut
kejahatan yuridis. Sebaliknya bisa terjadi suatu tindakan dilihat dari segi sosiologis
merupakan kejahatan, sedang dari segi yuridis bukan kejahatan. Inilah yang disebut
pelaku kejahatan tidak terlepas dari interaksi sosial, artinya kejahatan menarik perhatian
karena pengaruh perbuatan tersebut yang dirasakan dalam hubungan antar manusia.
43
Topo Santoso, “Kriminologi”, (Jakarta: PT. Raja Garafindo, 2003), hlm. 23.
2. Pelaku kejahatan
terhadap pelakunya.
dalam sejarahnya tidak dapat dipisahkan dari hukum pidana, fungsi kriminologi ini
1. Fungsi klasik
pidana, dimana dua disiplin ilmu ini saling berhubungan dan saling bergantung
2. Fungsi modern.
hukum pidana (ilmu pembantu), dan sekarang hal tersebut tidak dapat dipertahankan
lagi, karena perkembangan kriminologi sudah menjadi disiplin yang berdiri sendiri.
sehingga diibaratkan sebagai “dua sisi diantara satu mata uang”, dimana hukum pidana
pada dasarnya menciptakan kejahatan (kejahatan formal) dan rumusan kejahatan yang
dimuat dalam hukum pidana itulah yang menjadi kajian pokok kriminologi. Sedangkan
44
Ibid, hlm. 12
negara semenjak dahulu dan pada hakikatnya merupakan produk dari masyarakat
sendiri. Kejahatan dalam arti luas, menyangkut pelanggaran dari norma-norma yang
Suatu perbuatan baru dapat dikatakan sebagai kejahatan bila ia mendapat reaksi
dari masyarakat. Kejahatan menurut pengertian orang banyak sehari-hari adalah tingkah
laku atau perbuatan yang jahat yang tiap-tiap orang dapat merasakan bahwa itu jahat
seperti pemerasan, pencurian, penipuan dan lain sebagainya yang dilakukan manusia. 45
Tentang definisi dari kejahatan itu sendiri tidak terdapat kesatuan maupun
kejahatan secara yuridis dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi
yuridis, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan
dengan undang-undang. Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan
kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga
ketertiban.
dirasakan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum. Setiap orang yang
45
Rusli Efendy,Teori Hukum.(Ujung Pandang: Hasanuddin University Press, 1991), hlm 1.
bahwa: 46
Ciri pokok dari kejahatan adalah pelaku yang dilarang oleh negara karena merupakan
perbuatan yang merugikan bagi negara dan terhadap perbuatan itu negara bereaksi
“Secara sosiologi kejahatan merupakan suatu perilaku manusia yang diciptakan oleh
masyarakat, walaupun masyarakat memiliki berbagai macam perilaku yang berbeda-
beda akan tetapi didalamnya bagian-bagian tertentu yang memiliki pola yang sama”.
keteransingan); dan
46
J.E. Sahetapi. 1989. Bunga Rampai Viktimisasi, (Bandung: Eresco, 1989) hlm 11
47
Topo Santoso, Op.cit, hlm. 17.
48
Ibid, hlm. 15.
49
Made Darma Weda, 1996.Kriminologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm.76.
1. Adanyaniatdaripelaku;
Niatmerupakansuatufaktor yang
berasaldaridiripelakusebeluminginmenjalankanaksinya.
daripelakudisebabkanberasaldaridalamdiripelaku.
2. Adanyakesempatan.
Kesempatanadalahsuatufaktor yang
justrutidakberasaldaridalamdiripelakumelainkanberasaldaridalamdirikorban
(internal korban)
mengemukakanbahwa:
Terdapatbeberapacarauntukmenanggulangikejahatan, yaitu:
1. Menyadaribahwaakanadanyakebutuhan-kebutuhanuntukmengembangkandorongan-
dorongansosialatautekanan-tekanansosialdantekananekonomi yang
dapatmempengaruhitingkahlakuseseorangkearahperbuatanjahat.
2. Memusatkanperhatiankepadaindividu-individu yang
menunjukkanpotensialitaskriminalatausosial,
sekalipunpotensialitastersebutdisebabkangangguan-
Pidana merupakan suatu reaksi atas delik (punishemnt) dan berwujud suatu
nestapa yang dengan sengaja ditimpakan (sifat negatif) oleh negara atau lembaga negara
terhadap pembuat delik. Nestapa hanya merupakan suatu tujuan yang terdekat saja,
bukanlah suatu tujuan terakhir yang dicita-citakan sesuai dengan upaya pembinaan
(treatment). 51
Pidana merupakan suatu pengertian khusus yang berkenaan dengan sanksi dalam
hukum pidana. Walaupun ada juga persamaannya dengan pengertian umum, yaitu
sebagai suatu sanksi yang berupa tindakan yang menderitakan atau suatu nestapa. 52
Akan tetapi hukuman dari perbuatan tersebut dikatakan dengan pemidanaan atau sanksi
Menurut Prof. Moelyatno istilah hukuman atau disebut dengan straf merupakan
istilah konvensional. Istilah yang benar atau inkonvensional untuk menggantikan straf
adalah pidana. Hal tersebut sesuai dengan istilah “strafrecht” yang selama ini digunakan
sebagai terjemahan dari “hukum pidana”. Dengan demikian, maka istilah pidana
merupakan istilah yang lebih khusus yang dipakai dalam hukum pidana.
50
Soedjono Dirdjosisworo, Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention), (Bandung: Alumni,
1983), hlm. 79.
51
Aruan Sakidjo, Bambang Poernomo, Hukum Pidana, Dasar Aturan Umum Hukum Pidana
Kodifikasi, (Jakarta:Ghalia Indonesia, 1990), Hlm.69
52
Andi Hamza, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia dari retribusi ke reformasi.(Jakarta:
Pradnya Paramita, 1985), Hlm.32.
tentang sanksi. Pengertian sanksi oleh para pakar adalah sebagai berikut:
a. Menurut Utrecht sanksi dalam hukum pidana adalah sebagai akibat suatu perbuatan atau
suatu reaksi dari pihak lain yang dilakukan oleh manusia atau organisasi sosial.
b. Menurut Hoefnagels sanksi dalam hukum pidana adalah semua reaksi terhadap
tersangka dan penuntutan terdakwa sampai pada penjatuhan vonis oleh hakim.
c. Menurut Hambali Thalib sanksi dalam hukum pidana adalah sanksi hukum dalam arti
sanksi negatif yang unsur-unsurnya dapat dirumuskan sebagai reaksi terhadap akibat atau
konsekuensi terhadap pelanggaran atau penyimpangan kaidah sosial, baik kaidah hukum
d. Menurut Poernomo sanksi dalam hukum pidana adalah mengandung inti berupa
suatu ancaman pidana dan mempunyai tugas agar norma yang telah ditetapkan dalam
hukum dan undang-undang ditaati sebagai akibat hukum atas pelanggaran norma.
e. Menurut Sudikno sanksi dalam hukum pidana adalah suatu tujuan untuk memulihkan
Kekhususan lain dari istilah pidana termasuk dalam hal bentuk atau jenis sanksi
atau hukumannya, dimana sifat nestapa atau penderitaan lebih menonjol bila
dibandingkan dengan bentuk hukuman yang dimiliki oleh aspek hukum lain.
53
Hambali, Sanksi Pemidanaan Dalam Konflik Pertanahan, (Makassar: Umitoha Ukhuwah
Grafika, 2005),Hlm.23
hukum sanksi istimewa. Dikatakan pula bahwa hukum pidana merupakan sistem sanksi
yang negatif yang artinya yaitu suatu nestapa yang sifatnya mencelakakan atau
Pungutan liar adalah suatu tindakan yang sengaja dilakukan untuk pemungutan
liar dalam jumlah tertentu, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi dan
secara hukum hal tersebut merupakan tindakan illegal yang merugikan perorangan
Pungutan liar merupakan sebutan semua bentuk pungutan yang tidak resmi, yang
tidak mempunyai landasan hukum, maka tindakan tersebut dinamakan pungutan liar
(pungli). Dalam bekerjanya, pelaku pungutan liar kadang diikuti dengan tindakan
kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap pihak yang berada di dalam posisi yang
lemah karena adanya suatu kepentingan. 56 Pungutan liar dapat di kategorikan dalam
bentuk tindak pidana pemerasan yang dilakukan seseorang atau berkelompok untuk
mencari penghasilan dengan cara cepat melalui pemerasan dalam bentuk penyediaan
54
Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana. (Bandung: Alumni, 1986), hlm.41.
55
https://pengertianmenurutparaahli.org › PENGERTIAN pungutan liar, diakses tanggal 5
Agustus 2017
56
www.hukumonline.com. diakses tanggal 19 Oktober 2017
Terhadap pelaku pungutan liar yang berada di persimpangan jalan raya atau
polisi cepek, selain memiliki sisi positif juga terdapat sisi negatif. Sisi positif keberadaan
pelaku pungutan liar (Polisi cepek) yaitu dapat menggantikan peran polisi dalam
mengatasi simpang siurnya kendaraan dalam kemacetan. Sedangkan sisi negatif dari
keberadaan pelaku pungutan liar (Polisi cepek) yaitu maraknya pelaku pungutan liar
(Polisi cepek) yang membantu pengendara kendaraan bermotor untuk melanggar marka
jalan dan pelaku pungutan liar (Polisi cepek) yang memeras pengendara kendaraan
bermotor, sehingga apabila setiap hari hal ini terjadi dan bertambah banyak, maka dapat
Pasal 200 ayat (1) (2) Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
Polisi tidaklah benar, karena walaupun masyarakat ikut andil dalam mewujudkan dan
memelihara keamanan lalu lintas, perlu pembinaan sejak dini mengenai lalu lintas serta
harus ada sosialisasi dan internalisasi tata cara dan etika berlalu lintas serta program
keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, sehingga walaupun pelaku
pungutan liar (polisi cepek) tersebut memperoleh uang cuma-cuma dari pengendara
kendaraan bermotor, yang pemberian tersebut tanpa paksaan dan merupakan inisiatif
Dilihat dari sisi Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Raya, apabila terbukti bahwa pelaku pungutan liar dalam hal ini polisi
cepek, yang melakukan pemerasan di jalan serta tidak dapat menunjukan surat
keterangan sebagai masyarakat peduli keamanan lalu lintas, maka dapat di jerat dengan
Pasal 275 ayat (1) (2) Undang- Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada
fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas,
fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima
puluh ribu rupiah).
(2) Setiap orang yang merusak Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi
Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan
Pasal 28 ayat (1), (2) Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
(1) Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi
dengan perlengkapan Jalan berupa:
a. RambuLaluLintas;
b. Marka Jalan;
c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
d. Alat penerangan Jalan;
e. Alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan;
f. Alat pengawasan dan pengamanan Jalan;
g. Fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat; dan
h. Fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berada
di Jalan dan di luar badan Jalan.
praktek pungutan liar, bahwa terhadap pelaku praktek pungutan liar yang mengatur di
persimpangan atau jalan rusak dapat dijerat dengan pelanggaran lalu lintas yang dapat
dikatagorikan tindak pidana ringan, namun tidak ada keterkaitan dengan Peraturan
Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 dan proses sama dengan Perma tersebut yaitu
tersebut dengan Acara Pemeriksaan Cepat yang diatur dalam Pasal 205 KUHAP sampai
dengan Pasal 210 KUHAP dan Ketua Pengadilan tidak menetapkan penahanan ataupun
perpanjangan penahanan.
wilayah Kabupaten Langkat, selain dapat dijerat dengan pasal penipuan ringan, juga
dapat dijerat dengan sanksi pidana penggelapan, karena pelaku tersebut tidak
Tindak pidana ringan atau Tipiring adalah perkara yang diancam dengan pidana
penjara atau kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya
Rp. 75.000,00 (tujuh puluh lima ribu rupiah) dan penghinaan ringan kecuali pelanggaran
lalu lintas. Pada praktek pungutan liar dapat dijerat dengan beberapa pasal dalam pidana
kekerasan untuk mendapatkan uang, Pasal 373 KUHP apabila dana hasil pungutan
parkir tersebut tidak disetorkan ke kas daerah sesuai yang diatur dalam Perda, melainkan
digunakan sendiri atau disetorkan ke oknum ormas atau oknum tertentu dan Pasal 379
KUHP apabila pelaku pungutan liar tersebut telah melakukan penipuan dengan
menggunakan identitas palsu sebagai tukang parkir resmi. Terhadap pasal penipuan dan
penggelapan pada praktek pungutan liar tersebut dapat dikatagorikan ringan, karena
nilai barang atau uang yang menjadi objek perkaranya di bawah Rp. 2.500.000,00 (dua
juta lima ratus ribu rupiah), kecuali apabila dilakukan secara berulang-ulang atau sudah
Penyelesaian Batasan Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dan jumlah denda dalam KUHP.
1. Pasal 1 dijelaskan bahwa kata-kata “dua ratus lima puluh rupiah” dalam Pasal
364 KUHP, Pasal 373 KUHP, Pasal 379 KUHP, Pasal 384 KUHP, Pasal 407
KUHP, dan Pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp. 2.500.000,00 atau dua juta
memperhatikan nilai barang atau uang yang menjadi objek perkara dan
memperhatikan Pasal 1.
bernilai tidak lebih dari Rp. 2.500.000,00, ketua pengadilan segera menetapkam
dengan Acara Pemeriksaan Cepat yang diatur dalam Pasal 205 KUHAP sampai
dengan Pasal 210 KUHAP dan Ketua Pengadilan tidak menetapkan penahanan
dikalikan 10 ribu dari tiap-tiap denda. Sebagai contoh Rp. 250,00 menjadi Rp.
KUHP yang dapat dijatukan pidana denda, hakim wajib memperhatikan Pasal 3
di atas.
6. Pasal 5, Peraturan Mahkamah Agung ini mulai berlaku pada hari ditetapkan.
tentang nilai uang pada Tipiring dalam KUHP. Apabila dihubungkan dengan praktek
pungutan liar dengan Perma tersebut, ada keterkaitan, yaitu terutama pada penerapan
Pasal 373 KUHP dan Pasal 379 KUHP, kecuali perbuatan tersebut dilakukan secara
berulang dan merupakan mata pencaharian. Pasal 373 Kitab Undang-undang Hukum
“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu,
dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain
untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang
maupun menghapuskan piutang, jika barang yang diserahkan itu bukan ternak
dan harga daripada barang, hutang atau piutang itu tidak lebih dan dua puluh
lima rupiah diancam sebagai penipuan ringan dengan pidana penjara paling lama
tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.”
Terhadap pelaku pungutan liar apabila dalam prakteknya tersebut disertai dengan
ancaman kekerasan dapat dijerat dengan Pasal 368 ayat (1) KUHP. Pasal 368 ayat (1)
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebgaian
adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang
maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana
penjara maksimum 9 tahun”
pemerasan, yaitu:
1. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Dalam hal ini
tindakan seseorang melakukan pemerasan tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi
4. Untuk memberikan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan
korban atau kepunyaan orang lain atau supaya membuat hutang atau menghapus
piutang.
a. Unsur objektif
mengambil barang orang lain dengan cara kekerasan atau ancaman kekerasan
rahasia korban
b. Unsur Subjektif
2) Menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dimana perbuatan ini dilakukan
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, sebagaimana dijelaskan dalam
pasal pemerasan.
Selain pelaku tersebut dapat dijerat dengan Pasal 368 KUHP bagi pelaku yang
melakukan ancaman dan kekerasan, bila dilihat dari aturan Lalu lintas, terhadap pelaku
pungutan khususnya pelaku Polisi cepek dapat dijerat dengan pasal 275 ayat (1), (2)
Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya,
sedangkan bagi pelaku pungutan liar yang memungut uang parkir, selain dapat dijerat
dengan pidana penipuan ringan karena telah melalukan penipuan identitas, juga dapat
dijerat dengan pidana penggelapan, yang seharusnya dana hasil pemungutan tersebut
tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam
KUHP.
Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana
Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Pasal 1 Perma tersebut menetapkan
penyesuaian nilai uang yang terdapat dalam Pasal 364 KUHP, Pasal 373 KUHP, Pasal
kata Rp. 250,00 (dua ratus lima puluh rupiah) dalam pasal-pasal tersebut dibaca menjadi
Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Selanjutnya dalam Pasal 2, diatur
penadahan dari penuntut umum, maka Ketua Pengadilan wajib memperhatikan nilai
barang atau uang yang menjadi objek perkara dan memperhatikan Pasal 1 Perma yang
telah menyesuaikan nilai uang. Selanjutnya apabila nilai barang atau uang tersebut
bernilai tidak lebih dari Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), maka Ketua
memutus perkara tersebut dengan Acara Pemeriksaan Cepat yang diatur dalam Pasal
205 KUHAP sampai dengan Pasal 210 KUHAP. Apabila terhadap terdakwa sebelumnya
perpanjangan penahanan
Agung (MA), banyaknya perkara-perkara pencurian dengan nilai barang yang kecil
umumnya menilai bahwa sangatlah tidak adil jika perkara-perkara tersebut diancam
dengan ancaman hukuman 5 (lima) Tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP,
oleh karena tidak sebanding dengan nilai barang yang dicurinya. Banyaknya perkara-
perkara tersebut yang masuk ke pengadilan juga telah membebani pengadilan, baik dari
sangatlah tidak tepat didakwa dengan menggunakan Pasal 362 KUHP yang diancam
pidana paling lama 5 (lima) Tahun. Perkara-perkara pencurian ringan seharusnya masuk
dalam kategori tindak pidana ringan dan lebih tepat didakwa dengan Pasal 364 KUHP
yang ancaman pidanannya paling lama 3 (tiga) bulan penjara atau denda paling banyak
Rp. 250,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Jika perkara-perkara tersebut di dakwa
dengan Pasal 364 KUHP tersebut, maka tentunya berdasarkan KUHAP para tersangka
atau terdakwa perkara-perkara tersebut tidak dapat dikenakan penahanan serta cara
Penuntut Umum menggunakan Pasal 362 KUHP dalam menuntut para terdakwa dan
tidak menggunakan Pasal 364 KUHP, disebabkan tidak ada lagi nilai barang yang dicuri
yang berada dibawah Rp. 250,00 (dua ratus lima puluh rupiah). Mahkamah Agung
memandang nilai uang yang didapat dalam KUHP tersebut sudah tidak relevan dengan
kondisi saat ini, sementara menunggu perubahan KUHP memerlukan waktu yang tidak
Oleh karena itu, Mahkamah Agung memandang perlu membuat kebijakan agar
pendapat di tengah masyarakat, baik dari kalangan akademis maupun praktisi hukum.
Sebagian mendukung keberadaan Perma tersebut, sebagai upaya reformasi hukum dan
Agung dan tidak mengikat terhadap penegak hukum lainnya (Kepolisian dan
kasus-kasus pencurian yang meskipun nilai barangnya telah memenuhi ketentuan Pasal
362 KUHP sebesar Rp. 250,00 (dua ratus lima puluh rupiah), disebabkan adanya
penafsiran tentang nilai objek berdasarkan Perma ini. Akibatnya tindak pidana
pencurian yang nilainya telah memenuhi nilai yang ditetapkan Pasal 362 KUHP yakni
sebesar Rp 250,00 tidak dilakukan penahanan oleh penyidik. Hal ini menimbulkan
pandangan bahwa Perma tersebut tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku dan
keamanan dan ketertiban masyarakat. Dewasa ini praktek pungutan liar semakin
meningkat setelah ada beberapa bagian dari anggota masyarakat yang tidak mampu
memiliki keterampilan yang memadai, sehingga mencari jalan pintas dengan cara
ditegakkan dan keadilan dan hak warga negara juga sulit untuk ditegakkan jika
kecil. Hal ini disebabkan oleh tekanan hidup dan kebutuhan untuk hidup membuat
mereka menghalalkan segala cara, kadang juga sebagai akibat adanya yang melindungi
dari oknum petugas tertentu, sehingga berani untuk melakukan pemungutan liar
terminal, pedangang kaki lima, di simpang jalan raya atau jalan-jalan yang rusak
Pungutan liar adalah sebutan untuk semua bentuk pungutan yang tidak resmi dan
tidak mempunyai landasan hukum. Dalam bekerjanya, pelaku pungutan liar terkadang
diikuti dnegan tindakan kekerasan atau ancaman terhadap pihak yang berada di posisi
lemah karena adanya kepentingan. Oleh sebab itu, pungutan liar cenderung mengarah
pada tindakan pemerasan. Pungutan liar yang dilakukan di jalan raya dilakukan oleh:
a. Preman
tidak memiliki ikatan pekerjaan dengan pemerintah atau pihak tertentu lainnya.
Dalam ranah sipil, freeman (orang bebas) di sini dalam artian orang yang merasa
tidak terikat dengan sebuah struktur dan sistem sosial tertentu. 57 Preman adalah
orang/individu dan atau kelompok orang yang tidak berpenghasilan tetap, tidak
punya pekerjaan yang pasti, mereka hidup atas dukungan orang-orang yang
hidup, mulanya mereka berbuat apa saja yang dapat menghasilkan uang, namun
karena dia melihat ada orang-orang penakut yang dapat dimintai uang, mereka
juga melakukan penekanan fisik maupun psikis, agar mereka mau mendukung
kebutuhannya. Sikap, tindakan, perilaku para preman itulah yang disebut sebagai
untuk menjadi preman. Selain lingkungan, faktor ekonomi dan keuangan juga
Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-2 yang diterbitkan Balai Pustaka (1993)
memberi arti preman dalam level pertama. Kamus ini menaruh "preman" dalam
dua entri:
1. Preman dalam arti partikelir, bukan tentara atau sipil, kepunyaan sendiri;
2. Preman sebagai sebutan kepada orang jahat (penodong, perampok, dan lain- lain).
57
Ida Bagus Puja Astawa, dalam Ali Mustofa, ibid, hlm. 5.
58
Ibid
59
Kunarto. Kejahatan Berdimensi Baru, (Jakarta: Cipta Manunggal, 1999), hlm. 252.
identitas siapapun. Seseorang atau sekelompok orang bisa diberi label preman
preman merupakan sebuah tendensi tindakan amoral yang dijalani tanpa beban
moral. Premanisme di sini merupakan tendensi untuk merebut hak orang lain
resah, tidak aman dan merugikan lingkungan masyarakat ataupun orang lain.
pimpinan;
60
Neta S. Pane. 2011. Model-Model Premanisme Modern. Presidium Indonesia Police
biasanya bekerja dengan suatu organisasi yang rapi dan secara formal
4. Preman Elit
tertentu dan merasa bangga serta mengandalkan organisasi tertentu, dan atas
b. Masyarakat
Menurut Selo Soermarjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan
61
http://www.kendariekspres.com diakses tanggal 15 September 2017
62
Ida Bagus Pujaastawa, dalam Ali Mustofa Akbar, Op.cit,Hlm. 5
63
Selo Soermarjan, Masyarakat dan Kebudayaan, (Jakarta: Djambatan, 1988), hlm. 15.
64
Soerjono Soekanto, Op.cit, hlm 183.
lain.
Pungutan liar sering melibatkan mereka yang tidak bertanggung jawab dengan
raya. Dalam bekerjanya pungutan liar selalu mengarah pada tindak pemerasan
yang di dalam hukum pidana merupakan perbuatan yang dilarang. Pungutan liar
di jalan raya yang lurus yang sedang dilakukan perbaikan jalan, di parkiran
pertokoan, ATM dan pada acara-acara tertentu seperti acara pernikahan atau
roadrace.
C. Polres Langkat
Kepolisian berasal dari kata Polisi yang mulanya berasal dari bahasa Yunani
yaitu politea yang mempunyai arti pemerintahan negara. Sebelum abad Masehi, negara
Yunani terdiri dari kota-kota yang disebut “Polis”. Pada masa itu pengertian polisi
adalah menyangkut segala urusan pemerintahan atau dengan kata lain polisi adalah
urusan Pemerintahan. 65
menekan dalam rangka Criminal Justice System. Polri adalah alat negara yang
65
Momo Kelana, Op.cit Hlm.1
bawah Presiden, dimana Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan
Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintah negara pada bidang
dicantumkan pada Bab III Undang-Undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Republik Indonesia. Tugas pokok Kepolisian Republik Indonesia, disebutkan pada Pasal
Pada Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang nomor 2 Tahun 2002 dalam menjalankan
Pasal 14 dibidang proses pidana pada Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang nomor 2 tahun
Pasal 16 ayat (2) tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf 1
adalah tindakan penyidikan dan penyelidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat
sebagai berikut:
bahwa:
Untuk itu merupakan tugas aparat penegak hukum khususnya Polri dalam
memberikan rasa aman dan nyaman terhadap masyarakat di sekitarnya. Hal ini sesuai
beberapa Kepolisian Daerah (Polda) dimana salah satunya adalah Kepolisian Daerah
Sumatera Utara (Poldasu) yang merupakan pelaksana tugas Polri di wilayah Sumatera
Utara. Polda Sumut terklasifikasi sebagai Polda tipe A, sehingga Kapolda yang
menjabat haruslah perwira tinggi berpangkat Irjen (bintang dua) yang bertanggung
jawab langsung kepada Kapolri. Polda Sumatera Utara membawahi 27 Polres (termasuk
Polres Langkat memiliki visi dan misi dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Visi
Terwujudnya postur POLRI pada Polres Langkat yang Profesional dan Bermoral dalam
Pelayan dan Sahabat masyarakat yang terpercaya dalam memelihara KAMTIBMAS dan
66
Undang-Undang nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
1. Melaksanakan deteksi dini dan peringatan dini melalui Kegiatan / Operasi Lidik,
Responsif dan tidak Diskriminatif demi terwujudnya rasa aman melalui kerjasama
Masyarakat (POLMAS) yang berbasis pada masyarakat Patuh Hukum (Law Abiding
Citizen).
POLRI dengan Aparat Penegak Hukum pada Instansi terkait, Instansi Pemerintah
Barang.
Integritas (ZI) menuju organisasi POLRI yang handal (Strive For Excellence) dan
Bebas KKN.
Selain visi dan misi, Polres Langkat juga melaksanakan 11 program Kapolri menuju
tersebut adalah:
1. Profesional
2. Modern
3. Terpercaya
Melakukan reformasi internal menuju Polri yang bersih dan bebas dari KKN, guna
berkeadilan.
11 (Sebelas) Program Prioritas Kapolri menuju Polri yang Profesional, Modern, dan
2. Peningkatan pelayanan publik yang lebih mudah bagi masyarakat dan berbasis TI
3. Penanganan kelompok radikal pro kekerasan dan intoleransi yang lebih optimal;
Dalam mendukung 11 (sebelas) program Prioritas Kapolri dan visi misi Polres
Langkat, Polres Langkat melalui Kabagops dan para Kapolsek telah melaksanakan
berbagai progam penindakan serta penertiban terhadap berbagai kejahatan yang terjadi
dan pungutan liar di jalan raya yang dilakukan oleh preman dan masyarakat. Salah satu
pungutan liar yang dilakukan oleh masyarakat, yaitu dengan dibentuknya tim pemburu
langsung dengan Kabupaten Langkat di sebelah barat dan utara serta Kabupaten Deli
Serdang di sebelah timur dan selatan. Binjai merupakan salah satu daerah dalam proyek
pembangunan Mebidang yang meliputi kawasan Medan, Binjai dan Deli Serdang.
Sejarah berdirinya Polres langkat tentu tidak terlepas dari sejarah berdirinya
Indonesia, Sumatera dipimpin oleh seorang Gubernur yaitu MR. T.M. Hasan, sedangkan
Kabupaten Langkat tetap dengan status Keresidenan dengan Asisten Residen-nya atau
Pada tahun 1947 – 1949, terjadi agresi Militer Belanda I dan II, kemudian
1956 secara Administratif Kabupaten Langkat pun ditetapkan menjadi Daerah Otonom
yang berhak untuk mengatur rumah tangganya sendiri dengan Kepala Daerahnya
Wedana (CAMAT) sebagai perangkat akhir, Pada saat itu Kepolisian Resort
Sejalan dengan itu, Polres Langkat pun dibagi menjadi 2 yaitu, Polres Binjai
dengan Mako Polres berada di Binjai dan Polres Langkat dengan Mako Polres berada di
Stabat. Pemisahan itu pun tercatat secara resmi pada tanggal 12 September 2002.
Prasasti Peresmian Polres Langkat ditandatangani Oleh Kapolri Jenderal Polisi Drs.
Da’i Bachtiar, SH. Untuk tahap awal, Mako Polres Langkat pun dibangun di Jalan
Pangeran Diponegoro, Stabat (Kantor Sat Lantas Polres Langkat sekarang). Sejalan
dengan itu, Mako Polres Langkat yang baru pun dibangun di jalan Proklamasi No 53
Setelah selesai dibangun pada bulan Juli 2003, Mapolres Langkat itu pun
diresmikan. Hal tersebut ditandai dengan ditandatanganinya Prasasti oleh Kapolri pada
masa itu yaitu Jenderal Polisi Drs. Da’i Bachtiar, SH yang mana prasasti tersebut dapat
Kapolres Langkat yang pertama dijabat oleh AKBP Drs. ARMAN DEPARI
Kepolisian Resort yang selanjutnya disingkat Polres adalah pelaksana tugas dan
a. Kepala Polres yang selanjutnya disingkat Kapolres adalah pimpinan Polri di daerah
Polres serta memberikan saran pertimbangan dan melaksanakan tugas lain sesuai
perintah Kapolda.
b. Wakapolres adalah pembantu utama Kapolres yang berada di bawah dan bertanggung
satuan organisasi dalam Jajaran Polres dan dalam batas kewenangan memimpin
Polres dalam hal Kapolres berhalangan serta melaksanakan tugas lain sesuai perintah
Kapolres.
pembantu pimpinan di bidang operasional pada tingkat Polres yang berada di bawah
Kapolres.
markas.
pengolahan dan penyajian serta pelaporan data operasi dan pengamanan kegiatan
kontinjensi;
1. Penyusunan perencanaan jangka sedang dan jangka pendek Polres, antara lain
(DIPA), penyusunan penetapan kinerja, Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Term
dan anggaran.
e. Bagian Sumber Daya yang selanjutnya disingkat Bagsumda adalah unsur pengawas
dan pembantu pimpinan di bidang personel, sarana dan prasarana serta hukum pada
a. Pembinaan karir personel Polres antara lain Usulan Kenaikan Pangkat (UKP),
d. Pelatihan fungsi antara lain fungsi teknis kepolisian, keterpaduan antar fungsi
e. Pelayanan kesehatan bagi anggota Polri dan PNS Polri beserta keluarganya.
dan masyarakat;
f. Seksi Pengawasan yang selanjutnya disingkat Siwas adalah unsur pengawas dan
pencapaian kinerja;
profesi personel;
h. Seksi Keuangan yang selanjutnya disingkat Sikeu adalah unsur pengawas dan
bawah Kapolres.
keuangan.
i. Seksi Umum yang selanjutnya disingkat Sium adalah unsur pengawas dan
lingkungan Polres
unsur pelaksana tugas pokok di bidang pelayanan kepolisian pada tingkat Polres
dalam bentuk Laporan Polisi (LP), Surat Tanda Terima Laporan Polisi
STNK;
pelaksana tugas pokok fungsi Intelkam pada tingkat Polres yang berada di bawah
Kapolres.
intelijen;
kegiatan Polres;
lain bentuk pesta (festival, bazar, konser), pawai, pasar malam, pameran,
diskusi panel, dialog interaktif, outward bound, dan kegiatan politik; dan
peledak.
pelaksana tugas pokok fungsi reserse kriminal pada tingkat Polres yang berada di
bawah Kapolres.
perundang-undangan;
perundang-undangan;
hukum Polres.
penyalahgunaan narkoba.
penyalahgunaan narkoba;
unsur pelaksana tugas pokok fungsi pembinaan masyarakat pada tingkat Polres
unsur pelaksana tugas pokok fungsi samapta bhayangkara pada tingkat Polres
Satsabhara;
negosiator, serta pencarian dan penyelamatan atau Search and Rescue (SAR);
p. Satuan Lalu Lintas yang selanjutnya disingkat Satlantas adalah unsur pelaksana
tugas pokok fungsi lalu lintas pada tingkat Polres yang berada di bawah
Kapolres.
pengemudi;
pelaksana tugas pokok fungsi kepolisian perairan pada tingkat Polres yang
r. Satuan Perawatan Tahanan dan Barang Bukti yang selanjutnya disingkat Sattahti
adalah unsur pelaksana tugas pokok fungsi perawatan tahanan dan pemeliharaan
s. Seksi Teknologi Informasi Polri yang selanjutnya disingkat Sitipol adalah unsur
multimedia.
telekomunikasi;
Kapolres.
kebijakan pimpinan.
bawah Kapolsek.
telah dikatakan bahwa menjadi sebuah senjata terakhir apabila upaya lain telah
dilakukan, khususnya melalui sarana non penal, seperti melalui pendidikan baik formal
maupun non formal dan lain. Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk
kenyataan. Jadi penegakan hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide.
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu
hukum yang diharapkan rakyat menjadi kenyataan. Penegakan hukum merupakan suatu
mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap
Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktik
67
Dellyana, Shant, Konsep Penegakan Hukum. (Yogyakarta: Liberty, 1988), hal 32.
sosial, dan sebagainya. Jadi Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan
penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas dari para penegak hukum yang sudah
dikenal secara konvensional, tetapi menjadi tugas dari setiap orang. Meskipun
jawab.
1. Ditinjau dari sudut subyeknya: Dalam arti luas, proses penegakan hukum melibatkan
semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan
aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan
mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan
atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, penegakan hukum hanya
diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan
68
Ibid, hlm.34.
hukum yang mencakup pada nilai-nilai keadilan yang di dalamnya terkandung bunyi
aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang ada dalam bermasyarakat. Dalam arti
sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal
dan tertulis.
rasional, memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna. Dalam rangka menanggulangi
kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku
kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan
satu dengan yang lainnya. Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi
keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang. 69
perlindungan hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana,
dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di dalam
masyarakat beradab. Sebagai proses kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk
69
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung, PT. Citra Aditya Bakti 2002), hlm.
109
kejahatan, menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa
keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana dan mengusahakan mereka yang
pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya. Pada dasarnya tindak
pidana ringan seperti pungutan liar merupakan tindakan yang meresahkan dalam
kehidupan masyarakat. 71
Sebagai suatu proses yang bersifat sistemik, maka penegakan hukum pidana
menampakkan diri sebagai penerapan hukum pidana (criminal law application) yang
hukum. Dalam hal ini penerapan hukum haruslah dipandang dari 3 dimensi:
70
Mardjono Reksodipuro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana Kumpulan Karangan Buku
Kedua, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia,
Jakarta, 1997.
71
Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana, (Bina Aksara,
Yogyakarta, 2002), hlm. 1.
yang mencakup interaksi antara pelbagai aparatur penegak hukum yang merupakan
3. Penerapan hukum pidana merupakan sistem sosial (social system), dalam arti bahwa
pungutan liar juga menjadi budaya dalam kehidupan masyarakat. Hal ini sebagaimana
dalam lingkungan hukum wilayah Polres Langkat, persoalan pungutan liar bukan
menciptakan kehidupan bangsa Indonesia yang aman, damai dan sejahtera. Tanpa
adanya penegakan hukum, maka tidak akan terwujud ketertiban dan kesejahteraan bagi
kehidupan setiap warga negara Indonesia. Maka proses penegakan hukum harus
dilaksanakan secara tegas dan konsisten, karena ketidakpastian hukum dan kemerosotan
wibawa hukum akan melahirkan krisis hukum yang dampaknya dapat berakibat pada
dan negara.
Republik Indonesia adalah salah satu lembaga yang mempunyai wewenang dan
memegang peranan penting dalam upaya penegakan hukum dan ketertiban di dalam
Negara Republik Indonesia, Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintah
Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, tugas pokok Kepolisian
dalam upaya pencegahan tindak pelanggaran hukum dan penegakan hukum itu
sendiri dalam upaya mewujud keamanan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat
Indonesia.
Selain itu persoalan ekonomi dan moral merupakan sebagian contoh masalah
yang dihadapi bangsa Indonesia pada saat ini. Kemiskinan, pengangguran menambah
keterpurukan kondisi bangsa ini, yang akhirnya menimbulkan banyak kejahatan. Faktor
ekonomi merupakan masalah yang sangat sentral saat ini yang dapat menimbulkan
kejahatan, karena banyak orang mengambil jalan pintas dengan menghalalkan segala
cara untuk mendapatkan uang, hal ini menyebabkan terjadinya kejahatan. Menurut G.
yang pantas diberikan bagi pelaku pungutan liar diantaranya yakni Pasal 368 ayat (1)
KUHP tentang pemerasan dan pengancaman yang berbunyi barang siapa dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang
sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Selain Pasal 368 KUHP juga dapat
dijerat dengan Pasal 379 KUHP dan Pasal 373 KUHP dengan melihat dari nilai barang
atau uang yang menjadi objek perkaranya. Sedangkan apabila dilihat dari aturan Lalu
lintas, terhadap pelaku pungutan liar dapat dijerat dengan Pasal 200 dan Pasal 275 ayat
(1) dan ayat (2) Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
telahmembudayadaritingkateselontertinggisampaitingkateselonmasyarakatkecil.
Pemberantasanpungutan liar
72
Esti Ismawati, Pungutan Liar Yang Membudaya Di Indonesia,( Jakarta 2015), Hlm.2.
sebagaitindakanprevektif. 73
mempengaruhipenegakanhukummenurutSoerjonoSoekantoadalah : 74
1. Faktor Hukum
Faktor hukum yaitu praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi
pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi
hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Justru itu,
suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasar hukum merupakan
sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak
kaedah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.
Faktor penegakan hukum yaitu fungsi hukum, mentalitas atau kepribadian petugas
penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi
kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu, salah satu kunci
73
WahyuRahmadhani, PenegakanHukumDalamMenanggulangiPungutan Liar
TerhadapPelayananPublik, FakultasHukum, UniversitasSains Cut NyakDhien,Volume 12, Nomor 2, Juli-
Desember 2017, hlm.3.
74
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, Cetakan Kelima, 2004), hal 42.
Faktor sarana atau fasilitas pendukung yaitu faktor sarana atau fasilitas pendukung
mencakup perangkat lunak dan perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak
adalah pendidikan. Pendidikan yang diterima oleh Polisi dewasa ini cenderung pada
hal-hal yang praktis konvensional, sehingga dalam banyak hal polisi mengalami
komputer, dalam tindak pidana khusus yang selama ini masih diberikan wewenang
kepada jaksa, hal tersebut karena secara teknis yuridis polisi dianggap belum mampu
dan belum siap, walaupun disadari pula bahwa tugas yang harus diemban oleh polisi
4. Faktor Masyarakat
Faktor masyarakat yaitu penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk
sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah taraf
kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya
5. Faktor Kebudayaan
mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur
demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang prilaku yang menetapkan
peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang.
mengenai tindak pidana ringan pungutan liar dipengaruhi oleh faktor-faktor di atas
seperti faktor hukum, faktor penegakan hukum, faktor sarana atau fasilitas hukum,
Reskrim Polres Langkat pada dasarnya tingkat pidana ringan pada praktek pungutan liar
yang paling banyak terjadi akibat faktor masyarakat dan faktor kebudayaan dalam
makapremantersebutdapatdijeratdenganpasalpemerasandanancaman yang
75
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kanit Reskrim Polres Langkat pada tanggal 13
September 2017
Pemerasitupekerjaannyaadalahsebagaiberikut :
4. Memaksanyadenganmemakaikekerasanatauancamankekerasan.
Selain dijerat dengan Pasal 368 KUHP, juga terhadap pelaku pungutan liar dapat
dijerat dengan Pasal 275 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada
fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas,
fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima
puluh ribu rupiah).
(2) Setiap orang yang merusak Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi
Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan
sehingga tidak berfungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling
banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
(1) Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi
dengan perlengkapan Jalan berupa:
a. RambuLaluLintas;
b. Marka Jalan;
c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
d. Alat penerangan Jalan;
e. Alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan;
f. Alat pengawasan dan pengamanan Jalan;
g. Fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat; dan
h. Fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berada di Jalan
dan di luar badan Jalan.
Memaksa adalah melakukan tekanan pada orang sehingga orang itu melakukan
sesuatu yang berlawanan dengan kehendak sendiri. Memaksa orang lain untuk
menyerahkan barangnya sendiri itu masuk pula pemerasan. Sedangkan yang dimaksud
hukum. 76
terhadap praktek pungutan liar di jalan raya yang dilakukan Polres Langkat dapat dilihat
Tabel 5
Upaya Penegakan Hukum Bagi Pelaku Tindak pidana terhadap Praktek pungutan
liar Di Jalan Raya Pada Polres Langkat
No. Upaya Penegakan Hukum Bagi Pelaku Tindak pidana dengan cara
melakukan praktek pungutan liar Pada Polres Langkat
1. Apabila dikehaui adanya pelaku pungli di jalan raya di wilayah hukum Polres
Langkat, selanjutnya dilakukan penangkapan oleh Polres Langkat. Hal ini
karena tindakan pungutan liar merupakan sebagai tindak pidana ringan yang
menggangu kenyaman masyarakat.
76
R.Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, hlm.256.
4. Setelah dilakukan kesepakatan antara Polres Langkat dan Pelaku Tindak Pidana
Pungli bahwa tidak mengulangi perbuatannya lagi. Terdapat sanksi lain yang
harus dilakukan pelaku pungutan liar yakni wajib lapor sebagaimana ditentukan
Polres Langkat. Pada dasarnya wajib lapor tersebut selama 1 (satu) minggu.
tindak pidana ringan berupa pungutan liar tidak memberikan akibat hukum yang
pungutan liar dalam wilayah hukum Polres Langkat, kasus pungutan liar dalam kurun
waktu pertahun mengalami peningkatan. Peningkatan kasus tindak pidana ringan berupa
pungutan liar pertahunnya di wilayah hukum Polres Langkat, yang kemudian dianalisa
berupa pungutan liar di wilayah hukum Polres Langkat adalah sebagai berikut: 77
1. Pada hakekatnya meskipun telah dilakukan proses hukum serta pembinaan terhadap
pelaku tindak pidana ringan berupa praktek pungutan liar di wilayah hukum Polres
Langkat tidak memberikan timbul efek jera pada pelaku pungutan liar;
2. Apabila di proses pelaku tindak pidana ringan berupa praktek pungutan liar pada
dasarnya pelaku sering lari pada saat proses pemeriksaan dan pada proses
3. Pelaku tindak pidana pungutan liar kerap sekali kembali lagi untuk melakukan tindak
4. Pungutan liar berulang-ulang dilakukan oleh pelaku tindak pidana ringan, karena ada
pembenaran dalam pola pikir pelaku bahwa tindakan pungutan liar merupakan
pungutan liar, karena pelaku tidak punya kemampuan atau jiwa untuk
bahwa tindakan pungutan liar merupakan cara yang instan dan mudah dilakukan
6. Terhadap pelaku pungutan liar itu sendiri, secara tidak langsung menanamkan
terhadap dirinya untuk tidak memiliki jiwa/daya pejuang atau jiwa/daya bersaing
77
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasat Reskrim Polres Langkat pada tanggal 13
September 2017
pelaku tindak pidana ringan berupa pelaku pungutan liar. Dalam konteks pergaulan
hidup di antara para subyek hukum, hukum berperan sedemikian rupa, sehingga segala
sesuatunya berjalan dengan tertib dan teratur, sebab hukum menentukan dengan tegas
hak dan kewajiban mereka masing-masing. Ketentuan hukum yang mengatur dan aparat
penegakan hukum snagat penting dalam menangulangi pelaku tindak pidana dalam
Pada hakekatnya fungsi hukum menurut Hasan Basry dan Imam Suyitno dalam
bukunya, yang mengatakan bahwa dengan mengingat tujuan hukum, maka dapat dirinci
1. Hukum berfungsi sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat. Fungsi ini
diperbolehkan oleh hukum dan mana yang dilarang olehnya, sehingga masing-
masing anggota masyarakat tahu apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Kalau
mereka menyadari dan melaksanakan baik perintah maupun larangan yang tercantum
dalam hukum, kita yakin bahwa fungsi hukum sebagai alat ketertiban masyarakat
dapat direalisir.
2. Hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir bathin.
Hukum yang bersifat mengikat dan memaksa serta dapat dipaksakan oleh alat negara
pelanggaran sehingga mereka takut dan segan untuk melakukan hal itu karena takut
siapa saja yang bersalah. Mereka yang melakukan kesalahan mungkin dihukum
penjara, didenda, diminta membayar ganti rugi, disuruh membayar hutangnya, maka
mengikat dan memaksa dapat dimanfaatkan sebagai alat otoritas untuk mengarahkan
masyarakat kearah yang lebih maju. Fungsi demikian adalah fungsi hukum sebagai
4. Hukum berfungsi sebagai alat kritik (fungsi Kritis). Fungsi ini berarti bahwa hukum
para pejabat pemerintah, para penegak hukum maupun aparatur pengawasan sendiri.
Dengan demikian semuanya harus bertingkah laku menurut ketentuan yang berlaku.
Jika demikian halnya, maka ketertiban, kedamaian, dan keadilan dalam masyarakat
dapat diwujudkan dan fungsi kritis hukum dapat berjalan dengan baik.
kemudian dipopulerkan lebih lanjut oleh dunia jurnalis. Di dalam dunia hukum (pidana),
istilah ini tidak dijumpai. Belum pernah kita mendengar adanya tindak pidana pungutan
liar atau delik pungutan liar. Ugan Gandaika mengemukakan bahwa, “Pungutan Liar
adalah sebutan semua bentuk pungutan yang tidak resmi, yang tidak mempunyai
landasan hukum, maka tindakan pungutan tersebut dinamakan sebagai pungutan liar”.
78
Muhammad Sayadi, Tinjauan Hukum Pungutan Liar Terhadap Pengemudi Angkutan Kota
Antar Daerah Di Kabupaten Wajo, Dosen FIS Universitas Negeri Makassar, hlm.4
konsep kejahatan jabatan dijabarkan bahwa “pejabat demi menguntungkan diri sendiri
atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri”. Dalam hal ini pelaku pungutan
liar merupakan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana yang merugikan
dan mengganggu kenyaman banyak orang. Perbuatan pungutan liar tersebut pada
ringan.
hukum. Keinginan-keinginan hukum itu adalah isi dari hukum itu sendiri yang merupakan
substansi hukum. Substansi hukum merupakan isi dari hukum itu sendiri yang merupakan
aturan bagaimana seharusnya (das sollen). Pada saat aturan bagaimana seharusnya (das
sollen) itu dilanggar, maka pada saat itu terjadilah kenyataan alamiah yang merupakan
mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap
hidup. 79
mempengaruhinya. Faktor tersebut mempunyai arti netral sehingga dampak positif dan
Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra mengatakan suatu kesatuan sistem besar yang
tersusun atas sub-sub sistem kecil yaitu sub sistem pendidikan, pembentukan hukum,
penerapan hukum, dan lain-lain. 81 Hukum akan mampu dan efektif di masyarakat
dalam bidang penegakan hukum. Unsur sistem hukum atau sub sistem sebagai faktor
penentu apakah suatu sistem hukum dapat berjalan dengan baik atau tidak. 82 Komponen
sistem hukum merupakan bagian faktor-faktor penegakan hukum yang tidak bisa
79
Soerjono Soekanto, Op.cit, hlm 5
80
ibid, hlm7-8.
81
Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Op.cit, hlm.151.
82
Lawrence M. Friedman dalam Achmad Ali, Op.cit.,hlm. 204.
yang diharapkan. 83
Dalam hal penegakan hukum terhadap kasus yang mengacu pada Perma nomor 2
Tahun 2012 tentang penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda dalam
penadahan Ketua Pengadilan wajib memperhatikan nilai barang atau uang yang menjadi
objek perkara. Jika nilai barang atau uang tersebut tidak lebih dari Rp. 2.500.000,00
(dua juta lima ratus ribu rupiah), maka Ketua Pengadilan segera menetapkan hakim
tunggal untuk memeriksa dan mengadili serta memutus perkara. Pada praktek pungutan
a. Pelimpahan dan pemeriksaan perkara tipiring tanpa dicampuri dan diikuti oleh
Penuntut Umum. Penyidik atas kuasa Penuntut Umum, dalam waktu 3 (tiga) hari
barang bukti, saksi, ahli dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan.
b. Lebih lanjut dijelaskan bahwa semua perkara tipiring yang diterima pengadilan segera
disidangkan pada hari itu juga. Pemeriksaan tipiring diperiksa dan diadili oleh hakim
83
Soerjono Soekanto, Op.cit., hlm.5
dalam mengadili menurut acara pemeriksaan cepat tersebut tidak diperlukan surat
dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum seperti untuk pemeriksaan dengan acara
biasa, melainkan tindak pidana yang didakwakan cukup ditulis dalam buku register
tersebut.
d. Saksi tidak mengucapkan sumpah atau janji kecuali hakim menganggap perlu. 84
preman tersebut telah menimbulkan tindak pidana seperti perbuatan pemerasan tentunya
disertai dengan ancaman kekerasan atau perbuatan yang dilakukan secara berulang yang
dijadikan sebagai bahan mata pencaharian. Preman yang disidangkan melalui proses
pengadilan, maka hukumannya mencakup akan diputus pidana penjara, pidana kurungan,
ataupun pidana denda. Akan tetapi pada kebanyakan kasus, perlakuan terhadap preman yang
tidak melakukan tindak pidana yang diancamkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP atau undang-undang sejenis), seperti melakukan pemungutan liar dalam
bentuk memungut dana parkir atau memungut dengan tidak disertai pemerasan atau ancaman,
maka hanya diberi pengarahan dan pembinaan serta diharuskan membuat surat pernyataan
84
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang
Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali). (Jakarta: Sinar Grafika), 2010. hlm.52.
apa manfaat mereka ditangkap dan apa efeknya bagi preman-preman tersebut. Setelah
mengingat tidak ada sistim untuk melakukan pengawasan secara ketat dan sistim pendataan
yang terintegrasi dengan wilayah lainnya terhadap mereka yang telah dilakukan pembinaan
oleh Kepolisian, dan tidak menutup kemungkinan akan ditangkap kembali di daerah lain
untuk melakukan kegiatan yang serupa, dan apabila sudah ditangkap diperlakukan hal yang
serupa yaitu dilakukan pembinaan serta diharuskan membuat pernyataan, setelah itu
dilepaskan kembali.
tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP,
perbuatan tindak pidana dengan cara melakukan pungutan liar dengan jumlah nilai
barang atau objek perkara dibawah nilai Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu
rupiah). Pada dasarnya dalam prakteknya sebagaimana pada Polres Langkat tidak
dilakukan melalui mekanisme acara pemeriksaan cepat sesuai dengan yang diatur dalam
Pasal 205 KUHAP sampai dengan Pasal 210 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana) melainkan melalui proses diskresi kepolisian dalam hal ini terhadap
pelaku pungutan liar dilakukan pembinaan sesuai dengan yang diatur dalam pasal 18
Banyaknya kasus premanisme di wilayah hukum Polres Langkat pada tahun 2015-2017
TAHUN 2015
JUMLA BARANG
JUMLAH BUKTI TINDAKAN
H
NO. PERIODE PERKAR TERHADAP
PELAK (RANGE
A PELAKU
U Rp)
JUMLAH 21 21orang
Pada kasus premanisme (khususnya perkara pungutan liar) Polres Langkat tahun
2015 periode bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2015 terdapat 4 (empat) perkara
dengan jumlah pelaku 4 (empat) orang dan terdapat barang bukti dengan range Rp.
terdapat 6 (enam) perkara dengan pelaku berjumlah 6 (enam) orang dan terdapat barang
bukti Rp. 7.000,00 sampai dengan Rp. 25.000,00. Periode bulan Juli sampai dengan
bulan September 2015 berjumlah 6 (enam) perkara dengan jumlah pelaku 6 (enam)
orang dan terdapat barang bukti dengan range Rp. 9.000,00 sampai Rp. 25.000,00.
Periode Oktober sampai dengan Desember 2015 terdapat 5 (lima) perkara dengan
jumlah pelaku 5 (lima) orang dan terdapat barang bukti dengan range Rp. 15.000-Rp.
51.000,00. Tindakan terhadap 21 (dua puluh satu) pelaku pungutan liar. Berdasarkan
data di atas, terdapat 21 kasus pungutan liar pada tahun 2015, dimana jumlah barang
bukti tertinggi yakni Rp. 51.000,00 sedangkan pungutan paling rendah yakni Rp.
7.000,00. Dengan demikian berdasarkan kasus pungutan liar tahun 2015 dapat dilihat
bahwa pungutan liar yang dilakukan pelaku dibawah Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima
ratus ribu rupiah). Akibat tindakan pungutan liar, maka dilakukan pembinaan oleh
Polres Langkat yang bekerjasama dengan Dinas Sosial, TNI-AD, dan TNI-AL.
TAHUN 2016
JUMLA BARANG
BUKTI TINDAKAN
NO JUMLAH H
PERIODE THDP
. PERKARA PELAK (RANGE PELAKU
U Rp)
JUMLAH 32 32 orang
Tahun 2016 periode bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2015 terdapat 3 (tiga)
perkara dengan jumlah pelaku 3 (tiga) orang dan terdapat barang bukti dengan range Rp.
14.000,00 sampai Rp. 40.000,00. Pada periode bulan April sampai dengan bulan Juni
barang bukti Rp. 7.000,00 sampai dengan Rp. 44.000,00. Periode bulan Juli sampai
dengan bulan September 2016 berjumlah 14 (empat belas) perkara dengan jumlah
pelaku 4 (empat) orang dan terdapat barang bukti dengan range Rp. 8.000,00 sampai Rp.
35.000,00. Periode Oktober sampai dengan Desember 2016 terdapat 5 (lima) perkara
dengan jumlah pelaku 5 (lima) orang dan terdapat barang bukti dengan range Rp. 5.000-
Rp. 10.000,00. Berdasarkan data di atas, terdapat 32 kasus pungutan liar pada tahun
2016, dimana jumlah barang bukti tertinggi yakni Rp.44.000,00, sedangkan pungutan
paling rendah yakni Rp. 5.000. Dengan demikian berdasarkan kasus pungutan liar tahun
2016 dapat dilihat bahwa pungutan liar yang dilakukan pelaku dibawah Rp.
2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Akibat tindakan pungutan liar, maka
dilakukan pembinaan oleh Polres Langkat yang bekerjasama dengan Dinas Sosial, TNI-
TAHUN 2017
BARANG
BUKTI TINDAKAN
NO JUMLAH JUMLAH
PERIODE THDP
. PERKARA PELAKU (RANGE PELAKU
Rp)
JUMLAH 86 90 orang
tahun 2017, periode bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2017 terdapat 18
(delapan belas) perkara dengan jumlah pelaku 18 (delapan belas) orang dan terdapat
barang bukti dengan range Rp. 5.000,00 sampai Rp. 21.000,00. Pada periode bulan
April sampai dengan bulan Juni terdapat 46 (empat puluh enam) perkara dengan pelaku
berjumlah 50 (lima puluh) orang dan terdapat barang bukti Rp. 2.000,00 sampai dengan
Rp. 7.000,00. Periode bulan Juli sampai dengan bulan September 2017 berjumlah 18
(delapan belas) perkara dengan jumlah pelaku 18 (delapan belas) orang dan terdapat
barang bukti dengan range Rp. 2.000,00 sampai Rp. 30.000,00. Periode Oktober sampai
dengan Desember 2017 terdapat 4 (empat) perkara dengan jumlah pelaku 4 (empat)
orang dan terdapat barang bukti dengan range Rp. 5.000-Rp. 10.000,00. Berdasarkan
data di atas, terdapat 86 kasus pungutan liar pada tahun 2017, dimana jumlah barang
bukti tertinggi yakni Rp. 70.000,00 sedangkan pungutan paling rendah yakni Rp. 2.000.
Dengan demikian berdasarkan kasus pungutan liar tahun 2017 dapat dilihat bahwa
praktek pungutan liar yang dilakukan pelaku dibawah Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima
ratus ribu rupiah). Akibat tindakan pungutan liar, maka dilakukan pembinaan oleh
Polres Langkat yang bekerjasama dengan Dinas Sosial, TNI-AD, dan TNI-AL.
Pada dasarnya tujuan diberikan pembinaan kepada pelaku pungutan liar, agar
pelaku tidak mengulangi lagi perbuatannya kembali untuk melakukan pemungutan uang
dari pengguna jalan baik melalui sarana perparkiran dipertokoan, ATM dan lain-lain,
pengaturan dipersimpangan maupun pungutan liar pada tempat atau sarana umum
lainnya dengan cara-cara yang tidak baik, diantaranya tidak merampas hak orang lain
Pungutan liar merupakan tindak pidana ringan. Tindakan pungutan liar banyak
dilakukan dalam lingkungan kehidupan masyarakat. Berbagai kasus pungutan liar dalam
kehidupan masyarakat terjadi demi keuntungan pribadi. Hal ini dilakukan demi
mendapatkan uang yang cepat demi kelangsungan hidup. Berbagai modus kasus
tindakan pungutan liar dalam wilayah hukum Polres Langkat adalah, sebagai berikut:
pengutipan uang kepada supir bus angkutan umum. Modus Operandi MS dalam
penipuan ringan, mengingat uang tersebut, seharusnya dikutip oleh petugas terminal
untuk disetorkan ke kas daerah, melainkan dalam prakteknya uang hasil pungutan
penggelapan ringan, karena secara tidak langsung telah melakukan penipuan ringan
dan penggelapan ringan terhadap para sopir bus, selain itu disebabkan nilai barang
85
Berdasarkan Klasifikasi Perkara Pungutan liar Tahun 2016 Polres Langkat dari Kasat Reskrim
tanggal 13 September 2017.
2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Hal ini sebagaimana dijelaskan
dalam ketentuan KUHP mengenai tindak pidana ringan yang telah disesuaikan
wiraswasta yang beralamat di Dusun III Desa Paya Perupuk Kec. Tanjung Pura
Jalan Tanjung Pura arah Pangkalan Berandan Dusun II Desa Paya Perupuk pada
hari Selasa, tanggal 30 Mei 2017 pukul 01.00 WIB. Tindak pidana dengan cara
Polres Langkat, yaitu dengan cara melakukan pengutipan uang kepada supir bus
angkutan umum.
melakukan pungli sebagai alasan upah keamanan di pangkalan halte bus saat tempat
pemberhentian bus terakhir. MS mengutip uang kepada supir bus sebesar Rp.
86
Berdasarkan wawancara dengan Kasat Reskrim Polres Langkat tanggal 13 September 2017
87
AKP Dedy Dharma adalah Kasat Reskrim Polres LangkatPada tanggal 13 September 2017.
yang bersangkutan mengaku baru melakukan pungutan liar di terminal bus di Jalan
pungutan liar tersebut, karena MS tidak mempunyai pekerjaan yang tetap sehingga
untuk memperoleh uang dengan cepat, maka tersangka melakukan pungutan liar. 88
pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatan pemungutan liar kembali, dan wajib
lapor selama 1 (satu) minggu. Dalam kasus ini dilakukan pembinaan oleh Polres
Langkat bekerjasama dengan Dinas Sosial dan TNI (petugas koramil Tanjung pura)
terhadap pelaku pungutan liar. Pembinaan ini dilakukan agar yang bersangkutan
diharapkan timbul efek jera untuk tidak mengulanginya perbuatannya kembali yaitu
melakukan tindakan pungutan liar kembali yang dapat meresahkan masyarakat pada
Dinas Sosial bertujuan agar Dinas Sosial turut berperan dalam melaksanakan tugas
dan kewenangannya yaitu memberikan solusi jalan keluarnya bagi pelaku, dan atas
peran dari Dinas Sosial terhadap MS, maka MS diberikan pekerjaan sebagai Satpam
88
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kanit Reskrim Polsek Bandan Polres pada tanggal 13
September 2017
pungutan liar berupa pengutipan uang kepada para pedagang di pajak (pasar)
Tanjung Langkat Kec. Salapian, Kab. Langkat. Modus Operandi yang dilakukan
seharusnya dikutip oleh petugas pajak (pasar) untuk disetorkan ke kas daerah,
melainkan dalam prakteknya uang hasil pungutan tersebut, digunakan sendiri oleh
dikatagorikan tindak pidana penipuan ringan, karena secara tidak langsung telah
melakukan penipuan ringan terhadap pedagang, selain itu disebabkan nilai barang
atau uang yang menjadi objek perkara hasil pungutan tersebut katagori di bawah
Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Hal ini sebagaimana dijelaskan
dalam ketentuan KUHP mengenai tindak pidana ringan yang telah disesuaikan
kepada para pedagang di pasar tradisional atau lebih dikenal dengan pajak. BS
Setiap harinya para pedangang yang berjualan di pajak Tanjung Langkat harus
hari para pedangan memberikan uang cuma-cuma kepada BS tanpa usaha keras
untuk bekerja.
dan tidak nyaman dengan kegiatan pungutan liar dilakukan BS setiap harinya.
terhadap pedangan di Pajak Tanjung Langkat tersebut sebagai biaya keamanan bagi
diperoleh hasil berupa uang yang merupakan barang bukti sebesar Rp.
pedagang buah di Pajak Tanjung Mulia. BS juga mengaku bahwa pada dasarnya
pedagang di Pajak Tanjung Mulia banyak protes dan kerap kali bertengkar saat BS
meminta uang pungutan liar yang dijadikannya alasan keamanan. Namun BS tetap
tidak mempunyai pekerjaan yang tetap, sehingga untuk memperoleh uang dengan
kepada BS, yang bersangkutan kemudian diberikan arahan dan pembinaan fisik,
serta membuat surat pernyataan yang isinya untuk tidak melakukan kegiatan
melakukan praktek pungutan liar kembali. Pola penindakan yang dilakukan Polsek
Salapian, bekerjasama dengan Dinas Sosial bertujuan agar Dinas Sosial turut
jalan keluarnya bagi pelaku, dan atas peran dari Dinas Sosial terhadap BS, dan BS
bidang tersebut.
Cepek atau Polisi Palsu) dan Jalan Lurus yang mengalami Kerusakan.
pungutan liar berupa pengutipan uang kepada para supir yang melintas di
persimpangan jalan. Modus Operandi yang dilakukan oleh Icik dalam melakukan
pungutan liar tersebut, yaitu berpura-pura bertugas sebagai polisi cepek atau polisi
palsu untuk mendapatkan uang sebagai imbalan. Tindakan pungutan liar yang
penipuan ringan, mengingat yang melakukan tugas seharusnya polisi dengan tidak
memungut uang, melainkan dalam prakteknya dilakukan oleh preman dan meminta
dana sebagai dana pengaturan lalu lintas sebagai Polisi cepek atau polisi palsu dan
terkait dengan lalu lintas bukanya jadi tertib melainkan tambah semerawut (menjadi
tambah macet) dan dana hasil pungutan tersebut digunakan sendiri oleh Icik untuk
pidana penipuan ringan, karena secara tidak langsung telah melakukan penipuan
ringan terhadap daerah dan masyarakat yang telah memberikan dana untuk
identitas palsu yaitu sebagai petugas pengatur lalu lintas, selain itu disebabkan nilai
barang atau uang yang menjadi objek perkara hasil pungutan tersebut katagori
pidana ringan yang telah disesuaikan menurut Peraturan Mahkamah Agung nomor 2
Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringsan Dan Jumlah
Denda Dalam KUHP. Pekerjaan meminta atau memungut uang kepada supir yang
telah diberikan jalan untuk melintas di jalan yang rusak atau menyebrang di sebuah
persimpangan merupakan hal yang menjadi perhatian khusus saat ini. Banyak
dipersimpangan jalan raya atau pada saat melintas dijalan yang rusak, yang saat itu
pelaku sambil berpura-pura untuk memperbaiki Jalan yang berlubang dengan cara
menutup lubang tersebut dengan bahan dari sisa-sisa bongkahan bangunan atau
untuk melakukan pemungutan uang sebagai pungutan liar di jalan raya sambil
imbalan atau berpura-pura sambil melakukan perbaikan atau pengurugan jalan yang
berlubang sambil memungut uang dari pengendara yang melintas. Pada dasarnya
pidana ringan, akan tetapi dapat digolongkan ke dalam tindak pidana apabila
meminta uang.
secara liar, yang bertujuan agar tidak terjadi kemacetan panjang. Akan tetapi
dipaksa untuk memberikan uang atau berpura-pura perbaikan jalan yang rusak
dengan tujuan untuk mendapatkan uang, dan apabila pengendara yang melintas
tersebut tidak memberikan dana dan pihak pelaku pungutan liar melakukan tindakan
yang diluar aturan berupa ancaman atau cercaan yang tidak wajar, ini menjadi tidak
Sekitar tanggal 10 Januari 2017, sekitar jam 12.00 WIB Polres Langkat
persimpangan jalan raya. Jalan raya tersebut, yang menjadi tempat kejadian perkara
adalah jalan umum simpang 4 Perkuburan, Kel. Pekan. Tanjung Pura, Kab.
Langkat. Icik merupakan seorang yang berumur 20 Tahun yang memiliki status
pekerjaan tidak jelas alias mocok-mocok yang beralamat di Jalan Sekata Desa
Pekubuan, Kec. Tanjung Pyra, Kab. Langkat. Barang bukti yang diperoleh saat
premanisme yang tentu tidak memberikan kenyaman bagi para pengendara di jalan
raya. Akibat perbuatannya tersebut Polres Langkat menangkap dan memeriksa Icik.
mempunyai pekerjaan yang tetap, sehingga untuk memperoleh uang dengan cepat,
maka ia melakukan pungutan liar tersebut. Sesuai dengan hasil pemeriksaan Icik,
dan pembinaan fisik serta pelaku membuat surat pernyataan dengan isinya, yang
menyatakan bahwa Icik tidak boleh melakukan kegiatan pungutan liar kembali dan
dilakukan pembinaan oleh Polsek Tanjung Pura, dan bekerjasama dengan Dinas
Sosial dan Koramil Tanjung Pura. Pembinaan ini dilakukan agar yang bersangkutan
tindakan pungutan liar kembali. Pola penindakan yang dilakukan Polsek Tanjung
Pura, bekerjasama dengan Dinas Sosial bertujuan agar Dinas Sosial turut berperan
keluarnya bagi pelaku dengan cara memberikan pelatihan, dan atas peran dari Dinas
Sosial terhadap Icik, maka Icik diberikan pekerjaan sebagai pekerja bagunan di
sebuah perumahan. Hal ini karena sebelumnya Icik pernah bekerja sebagai pekerja
91
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kanit Reskrim Polsek Tanjung pura pada tanggal 13
September 2017
pungutan liar berupa pengutipan uang parkir kepada masyarakat datang untuk
berkunjung ke acara pernikahan ataupun acara tertentu seperti acara roadrace atau
acara saat kegiatan lainnya. Modus Operandi yang dilakukan oleh IZ dalam
mengingat yang melakukan tugas, seharusnya petugas parkir dan hasil pungutannya
harus disetorkan ke kas daerah atau petugas keamanan yang tidak memungut uang,
melainkan dalam prakteknya dilakukan oleh IZ tersebut meminta dana sebagai dana
parkir dan dari dana hasil pungutan tersebut digunakan IZ untuk kepentingan
pribadi dan golongan tertentu, dan perbuatan atas memungut parkir tersebut
dikatagorikan tindak pidana penipuan ringan dan tindak pidana penggelapan ringan,
karena secara tidak langsung telah melakukan penipuan ringan dan penggelapan
ringan terhadap masyarakat yang menggunakan fasilitas parkir dan daerah, selain
itu disebabkan nilai barang atau uang yang menjadi objek perkara hasil pungutan
tersebut katagori dibawah Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Hal ini
yang telah disesuaikan menurut Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012
tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam
KUHP.
pengunjung yang datang untuk mengikuti atau melihat atau datang ke acara
event atau kegiatan baik acara pernikahan maupun acara kegiatan tertentu seperti
event roadrace merupakan hal yang menjadi perhatian khusus saat ini.
pemungutan secara liar sebagai uang parkir kepada masyarakat baik masyarakat
sebagai penyelenggara event atau acara pernikahan atau acara kegiatan tertentu
seperti acara roadrace. Sedangkan aturan untuk setiap kegiatan yang dilakukan baik
acara pernikahan atau event kegiatan tertentu seperti roadrace, sebelumnya telah
meminta izin terlebih dahulu dari pihak aparat setempat dan dinas terkait untuk
sebagai pengunjung yang datang untuk mengikuti atau melihat atau datang ke acara
kegiatan.
dikatagorikan sebagai tindak pidana penipuan serta penggelapan. Dalam kasus ini
alias mocok-mocok yang beralamat di Dusun Siswo Mulia Timur Desa Klawa
Begumit Kec. Stabat Kab. Langkat, sekitar tanggal 20 Januari 2017 jam 14.00 WIB.
berupa melakukan pemungutan uang parkir kepada masyarakat yang datang untuk
sebesar Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah). Polres Langkat melakukan
karena IZ tidak mempunyai pekerjaan yang tetap sehingga untuk memperoleh uang
pembinaan fisik serta membuat surat pernyataan yang isinya untuk tidak melakukan
kegiatan pungutan liar dan wajib lapor selama 1 (satu) minggu. Berdasarkan kasus
dengan Dinas Sosial dan melibatkan TNI dalam hal ini Koramil Stabat. Pembinaan
ini dilakukan agar yang bersangkutan mempunyai keahlian dan dapat memperoleh
92
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasat Reskrim Polres Langkat pada tanggal 13
September 2017
pungutan liar yaitu pengutipan uang parkir kepada masyarakat yang memarkir
dalam melakukan pungutan liar tersebut, yaitu menjadi petugas parkir yang tidak
resmi pada pertokoan. Tindakan pungutan liar yang dilakukan ES tersebut dapat
melakukan tugas seharusnya petugas parkir yang resmi dan hasil pungutannya di
dana parkir dan dana hasil pungutan tersebut digunakan ES untuk kepentingan
terhadap masyarakat pengguna fasilitas parkir dan daerah, dan atas perbuatan
penggelapan ringan, disebabkan nilai barang atau uang yang menjadi objek perkara
katagori dibawah Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Hal ini
yang telah disesuaikan menurut Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012
tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringsan Dan Jumlah Denda Dalam
KUHP.
mestinya dan pemungutan biaya parkir tersebut dianggap sah apabila dilakukan oleh
petugas parkir yang sudah ditetapkan oleh pihak yang berwenang dan hasilnya
disetorkan ke kas daerah sebagai dana PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)
sesuai dengan aturan yang berlaku yang ditetapkan dari pemerintah. Dan terhadap
keamanan serta ketertiban atas kendaraan yang diparkir tersebut sudah menjadi
tanggung jawab dari petugas parkir untuk menjaga keamanan kendaraan yang
petugas parkir yang illegal dengan meminta atau memungut uang parkir secara
dikatagorikan sebagai praktek pungutan liar, karena telah memungut uang parkir
Gebang, Kec. Gebang, Kab. Langkat, yang berumur 24 tahun dan memiliki status
pekerjaan tidak jelas alias mocok-mocok. Sekitar tanggal 22 Februari 2017 pukul
15.00 WIB. Saat Petugas Polres Langkat melakukan razia di jalanan Pajak Baru
Stabat, petugas Kepolisian dari Polres Langkat merasa curiga dengan status
pekerjaan ES sebagai penjaga parkir yang resmi. Hal ini karena tidak ada yang
sebagai penjaga parkir yang resmi. Selanjutnya Petugas Polres Langkat melakukan
pemungut parkir liar di jalanan Pajak Baru Stabat dan diperoleh barang bukti berupa
rupiah).
tidak memberikan kenyaman bagi petugas parkir yang resmi dan bagi
masyarakat tersebut hilang sudah barang tentu ES tidak akan bertanggung jawab
atas kejadian tersebut. Hasil dari pemeriksaan terhadap ES bahwa yang menjadi
kepada ES, terhadap yang bersangkutan diberikan arahan dan pembinaan fisik
serta membuat surat pernyataan yang isinya agar tidak melakukan kegiatan
dilakukan pembinaan oleh Polres Langkat bekerjasama dengan Dinas Sosial dan
melibatkan pihak TNI dalam hal ini koramil Stabat. Pembinaan ini dilakukan agar
tetap sehingga ES diharapkan tidak melakukan praktek pungutan liar lagi. Atas atas
93
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasat Reskrim Polres Langkat pada tanggal 13
September 2017
Apabila dilihat dari sisi Aparat penegak hukum, terdapat kendala yang
1. Masih banyak Aparat penegak hukum masih kurang memahami akan Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 yang dikeluarkan oleh Kehakiman. Sebagai
masih terbatas atau berpatokan pada nilai barang atau uang yang menjadi objek
perkara hasil dari pungutan liar rata-rata dibawah Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima
ratus ribu rupiah), tidak melihat kadang perbuatan pungutan liar tersebut dilakukan
dengan ancaman kekerasan atau merupakan kegiatan yang berulang dan menjadi
walaupun nilai barang atau uang yang menjadi objek perkara hasil pungutan liar
dibawah Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), tidak dapat diterapkan
kekerasan atau dilakukan secara berulang dan menjadi mata pencahariannya. Masih
banyak perkara pungutan liar hanya dilakukan pembinaan, disebabkan nilai uang
Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012, walaupun pelaku pungutan liar
Perma tersebut, sehingga saya perintahkan untuk dilakukan pembinaan dan diberi
tindakan fisik serta saya suruh membuat pernyataan untuk tidak mengulangi lagi,
disamping korbannya tidak mau membuat laporan dan tidak bersedia untuk
diperiksa. 94
2. Apabila proses penegakan hukum terhadap praktek pungutan liar dijalankan sesuai
dengan aturannya yaitu melalui mekanisme proses acara pemeriksaan cepat yang
diatur dalam Pasal 205 KUHAP sampai dengan Pasal 210 KUHAP, maka prosesnya
memerlukan waktu yang lama, disamping apabila terjadi pelakunya lari karena tidak
baik ditingkat Polres maupun ditingkat Polsek di wilayah hukum Polres Langkat.
Dan dari Jumlah personil Polres Langkat apabila dilihat dari jumlah masyarakatnya,
maka tidak sebanding antara jumlah personil Polisi dengan jumlah masyarakat
di jalan raya pada Polsek Salapian, diberi tindakan pembinaan, karena untuk
koordinasi dengan Jaksa Penuntut umum terlalu jauh dan memerlukan biaya tidak
sedikit belum lagi waktu yang harus terbuang dan jumlah personilnyapun terbatas,
karena memerlukan waktu seharian kalau akan melakukan koordinasi dengan Jaksa
94
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kapolsek Tanjung pura pada tanggal 13 September
2017.
nilai uangnya sebesar Rp. 5.000,00 (lima ribu rupiah), selain itu biaya ke stabatnya
Tabel 9
1 2 3 4
2. Sat Intelkam 30
3. Sat Reskrim 59
5. Sat Lantas 98
7. Sat Binmas 11
8. Sat Polair 17
Jumlah 457
95
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kapolsek Salapian pada tanggal 13 September 2017
1 2 3 4
1. Polsek Stabat 39
2. Polsek Hinai 32
Polsek Tanjung
3. 32
Pura
4. Polsek Gebang 30
Polsek Pangkalan
5. 29
Brandan
Polsk Pangkalan
6. 29
Susu
7. Polsek Besitang 33
8. Polsek Kuala 42
9. Polsek Salapian 33
Polsek Padang
11. 41
Tualang
Jumlah 402
pembinaan itu sendiri. Pengawasan itu sendiri belum maksimal baik yang dilakukan
oleh Polres Langkat maupun oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat, walaupun
terbatas di beberapa titik dan tidak menjangkau ke seluruh wilayah, serta layar
kegiatan masyarakat melalui kamera CCTV. Terhadap pelaku pungutan liar yang
sudah dilakukan pembinaan, sulit untuk di awasi, mengingat waktu dan personil
terbatas, juga wilayahnya Langkat ini juga luas, sedangkan untuk CCTV hanya ada
beberapa dan itupun hanya dilokasi tertentu, dan pusat monitornyapun berada di
4. Terbatasnya pendataan dan tidak terintegrasi antara satu wilayah dengan wilayah
lain baik ditingkat Polsek maupun tingkat Polres, sehingga tidak dapat memonitor
terhadap pelaku yang melakukan kembali pungutan liar di luar wilayah langkat.
Pendataan terhadap pelaku pungutan liar yang sudah diberikan pembinaan hanya di
96
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasat Lantas Polres Langkat pada tanggal 13 September
2017
5. Dalam perkara praktek pungutan liar di Jalan raya yang dilakukan oleh masyarakat,
masih terbatas dalam melakukan koordinasi baik antar Polsek maupun antar Polres,
sehingga apabila ada pelaku pungutan liar yang sudah diberi pembinaan, saat
melakukan kembali di daerah lain tidak akan terdata, dan masih dianggap belum
dilakukan oleh masyarakat. Tindakan yang dilakukan terhadap pelaku pungutan liar
yaitu hanya sebatas pembinaan dengan melibatkan dinas sosial Kabupaten Langkat,
dan Koramil stempat, kemudian setelah dilakukan pembinaan, di ambil datanya serta
dilaporkan ke Polres Langkat melalui Kasat Reskrim, Kasat Sabhara, dan data
6. Dari segi biaya atau anggaran perkara dalam penanganan perkara, bahwa terhadap
dalam satu perkara, sedangkan terhadap penanganan kasus pungutan liar dilihat dari
segi anggaran tidak sebanding dengan nilai barang atau uang yang menjadi objek
perkara yang merupakan hasil dari pungutan liar tersebut, dan lebih besar biaya
penanganan perkara bila dibandingkan dengan nilai barang atau besaran uang yang
97
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasat Reskrim Polres Langkat, Kasat Sabhara Polres
Langkat dan Kapolsek Stabat pada tanggal 13 September 2017.
98
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kapolsek Stabat pada tanggal 13 September 2017.
liar tersebut. 99
7. Pendataan yang dilakukan antara Polres Langkat dan Polres yang lainnya tidak
terdata secara sistematis. Dimana setiap Polres tidak memiliki data yang online
antara Polres Langkat dengan yang lainnya, sehingga secara otomatis khususnya
berkaitan dengan pelaku pungutan liar yang telah dilakukan pembinaan. Perbuatan
tindak pungutan liar dalam hal ini memberikan dampak negatif yang sangat besar,
dimana pelaku pungutan liar dapat berpindah ke wilayah lain untuk melakukan
praktek pungutan liar. Hal ini disebabkan karena tidak terdatanya secara sistematis
di setiap Polres bagi pelaku pungutan liar yang pernah melakukan tindak pidana
pungutan liar. Pungutan liar merupakan tindak pidana ringan yang sering
dikesampingkan dan apabila dilihat dampaknya bahwa praktek pungutan liar sangat
memberikan dampak yang cukup besar terutama dapat menimbulkan kerugian yang
pembinaan terhadap para pelaku pungutan liar, Polres Langkat hanya melakukan
pendataan secara manual, tidak didatakan secara online antar Polsek maupun Polres
lainnya, karena fasilitasnya belum ada, selain itu perkara pungutan liar oleh
masyarakat dianggap perkara tidak menonjol dan merupakan perkara ringan. 100
99
Berdasarkan hasil wawancara Kasat Reskrim Polres Langkat pada tanggal 13 September 2017.
100
Berdasarkan hasil wawancara Kasat Reskrim Polres Langkat dan Kasat Sabhara Polres
Langkat pada tanggal 13 September 2017.
terhadap praktek pungutan liar tersebut hanya diberikan hukuman yang ringan, sehingga
akan semakin menjamur terhadap praktek pungutan liar dalam lingkungan masyarakat.
Hambatan dari sisi perundang-undangan dapat dilihat dari sisi hierarki peraturan
(KUHP), sehingga seolah-olah kedudukan Peraturan Mahkamah Agung lebih tinggi dari
(tiga) setelah Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan
Perma ada terdapat dalam ketentuan Pasal 8 Undang Undang nomor 12 tahun 2011
jenis dan khirarkie perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 7 Undang Undang
lingkungan hakim atau pengadilan, namun dalam prakteknya dapat berdampak terhadap
masyarakat, karena sulitnya untuk memproses perkara pungutan liar dan bagi pelaku
yang melakukan pengutipan di jalan raya tersebut, tidak akan menimbulkan efek jera,
karena Peraturan Mahkamah Agung tersebut telah membatasi nilai objek dan nilai uang
yang dijadikan objek perkara, dan dalam perkara tersebut telah dijelaskan bahwa hasil
perbuatan berupa nilai barang atau uang yang dijadikan objek perkaranya dibawah Rp.
2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) merupakan tindak pidana ringan, dan
terhadap pelaku tindak pidana ringan tidak dilakukan penahanan, sehingga pelaku akan
penerapan hukum lainnya terhadap pelaku pungutan liar khususnya pelaku Polisi cepek
seperti dijerat dengan Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Raya, selain itu belum adanya sanksi hukuman yang berat serta
membuat efek jera bagi pelaku pungutan liar, seperti sanksi hukuman cambuk dan/atau
sanksi hukuman wajib mengerjakan pekerjaan sosial dalam kurun waktu tertentu.
Terhadap pelaku pungutan liar di jalan hanya diterapkan pembinaan dengan melibatkan
Koramil setempat dan Marinir Tangkahan Alagan Pangkalan Brandan, tidak diproses
101
Berdasarkan hasil wawancara Kasat Reskrim Polres Langkat dan Kasat Sabhara Polres
Langkat pada tanggal 13 September 2017.
Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya. 102
dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung tersebut, dari sisi budaya hukum, masih
banyak masyarakat yang kurang memahami tentang hukum itu sendiri, sehingga
menimbulkan banyaknya masyarakat yang kurang sadar akan hukum. Hal ini yang
yang dibiarkan praktek pungutan liar itu sendiri berkembang. Selain tidak memahami
mengenai hukum, banyak masyarakat yang merasa ketakutan untuk melawan terhadap
praktek premanisme khususnya pungutan liar yang dilakukan oleh masyarakat. Pada
saat dilakukan penindakan terhadap pelaku pungutan liar di persimpangan jalan, pihak
masyarakat hanya melihat saja, kadang ada juga yang berusaha membantu untuk
rasa persatuan untuk melawan praktek premanisme itu sendiri (khususnya pungutan
liar), serta masih menganggap bahwa keamanan masih merupakan tanggung jawab dari
aparat penegak hukum saja, bukan merupakan tanggung jawab bersama dari semua
elemen/lapisan masyarakat, selain dari aparat penegak hukum itu sendiri. Praktek
102
Berdasarkan hasil wawancara Kasat Reskrim Polres Langkat dan Kasat Sabhara Polres
Langkat pada tanggal 13 September 2017.
103
Berdasarkan hasil wawancara Kapolsek Tanjung Pura pada tanggal 13 September 2017.
tertentu, pemungutan di terminal bus, dan lain-lain, dimana pelaku yang merupakan
preman, mereka meminta secara paksa ataupun tidak ada unsur paksaan kepada korban
dalam hal ini masyarakat pengendara ataupun masyarakat pengguna jalan raya, terhadap
dana yang diberikan tersebut dianggap sebagai uang keamanan atau sebagai uang parkir.
diuntungkan, mengingat perlakukan terhadap pelaku itu sendiri tidak maksimal, karena
terbatasnya pengawasan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait khususnya bagi pelaku
yang sudah diberikan pembinaan, tidak dapat dilakukan penahanan, dan lain sebagainya,
sehingga masih banyak celah bagi pelaku untuk tetap melakukan praktek pungutan liar.
terhadap pelaku yang baru melakukan ataupun pelaku yang sudah berulang-ulang
Pengkatagorian tersebut merupakan hal yang sangat penting mengingat ada perlakuan
khusus bagi pelaku dalam praktek pungutan liarnya sudah dilakukan berulang-ulang
atau sudah menjadi mata pencahariannya. Perlakuan khusus terhadap pelaku tersebut
tidak dapat diberlakukan lagi Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 tahun 2012,
lainnya. Bahwa terhadap pelaku pungutan liar yang sudah diamankan tidak dapat
ribu dan dana hasil pemungutan tersebut digunakan untuk digunakan sendiri atau
Terhadap pelaku pungutan liar dapat dijerat dengan tindak pidana penipuan
ringan kepada penggendara dan dapat juga dijerat dengan tindak pidana penggelapan
identitas sebagai tukang parkir dan telah melakukan penggelapan dana parkir, padahal
yang bersangkutan bukan sebagai tukang parkir yang resmi, dan terhadap hasil pungutan
pribadi ataupun kelompok, dan anggapan dari masyarakat yang memberi bahwa dana
tersebut akan disetorkan ke kas daerah. Dengan tidak disetorkan ke kas daerah secara
tidak langsung selain telah melakukan penipuan ringan kepada para pengendara juga
telah melakukan penggelapan ringan terhadap pemerintah daerah. Selain dapat dijerat
dengan KUHP juga dapat dijerat dengan Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang
Jika korban merupakan pelaku bisnis yang pada hakikatnya menghendaki adanya
efisiensi waktu dan biaya yang minim, sedang adanya aturan dan prosedur birokrasi
pungutan liar seperti supir bus, masih mementingkan efisiensi waktu dan keamanan.
104
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kanit Reskrim Polsek Tanjung Pura, Kanit Pidana
Umum Reskrim Polres Langkat.
takut untuk melawan pelaku pungutan liar, korbanpun tidak bersedia untuk melaporkan
akan adanya kejadian pemungutan liar yang menimpa pada dirinya, karena masih ada
sebagian beranggapan bahwa apabila melapor terhadap praktek pungutan liar kepada
pihak Kepolisian, maka terhadap keamanan dirinya ataupun jiwanya akan terancam,
selain itu ada anggapan lain bahwa apabila melaporkan atas kejadian yang menimpa
dirinya, maka akan banyak membuang waktunya dalam mencari keuntungan (bisnis)
dan ada juga beranggapan harus mengeluarkan biaya lagi. Di satu sisi masyarakat
premanisme sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan masyarakat tidak pernah berfikir
terhadap kendala yang dihadapi polisi dalam menindak lanjuti proses praktek pungutan
liar sesuai ketentuan yang berlaku, disebabkan kesulitan dalam melakukan pemeriksaan
terhadap pelapor. Selain bahwa pelapor itu sendiri tidak mau melaporkan akan kejadian
yang dialaminya dan sulit untuk bekerjasama dengan polisi. Bahwa Polri sulit untuk
menindaklanjuti terhadap pelaku pungutan liar, karena para korban tidak mau
melaporkan ke Kepolisian, selain takut apabila di proses, pihak pelaku akan membalas
dan apabila di proses akan menyita waktu dari korban serta secara tidak langsung akan
105
Berdasarkan hasil wawancara dari Kasat Reskrim Polres Langkat pada tanggal 13 September
2017.
disebabkan karena adanya desakan faktor ekonomi untuk bertahan hidup dan praktek
pungutan liar tersebut dianggap merupakan cara termudah untuk mendapatkan uang.
Terkadang yang menjadi alasan lain sebagai dasar pelaku untuk tetap melakukan
praktek pungutan liar tersebut, bahwa pelaku dituntut untuk menyetorkan sebagian hasil
pungutannya kepada oknum tertentu sehingga secara tidak langsung pelaku tersebut
merasa aman dan terlindungi oleh oknum tersebut untuk tetap melakukan praktek
106
Berdasarkan hasil wawancara dari Kasat Reskrim Polres Langkat pada tanggal 13 September
2017.
2012
Pungutan liar adalah suatu tindakan yang sengaja dilakukan untuk pemungutan
biaya dalam jumlah tertentu, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi dan
secara hukum hal tersebut merupakan tindakan illegal yang merugikan perorangan
maupun masyarakat. Pungutan liar sebuah sebutan semua bentuk pungutan yang tidak
resmi, yang tidak mempunyai landasan hukum, maka tindakan tersebut dinamakan
Dalam bekerjanya, pelaku pungutan liar selalu diikuti dengan tindakan kekerasan
atau ancaman kekerasan tehadap pihak yang berada di dalam posisi yang lemah, karena
adanya suatu kepentingan. Pungutan liar dapat di kategorikan dalam bentuk tindak
mana dalam konsep kejahatan jabatan dijabarkan bahwa pejabat demi menguntungkan
diri sendiri atau orang lain, menyalahgunakan kekuasaannya untuk memaksa seseorang
potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Berdasarkan ketentuan
Pasal 368 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) merumuskan:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagaian
adalah kepunyaan orang itu atau orang laim, atau supaya membuat hutang
maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana
penjara maksimum 9 tahun”
pemerasan, yaitu:
1. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Dalam hal ini
tindakan seseorang melakukan pemerasan tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi
kepunyaan korban atau kepunyaan orang lain atau supaya membuat hutang atau
menghapus piutang.
dijerat dengan Pasal 275 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada
fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas,
fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima
puluh ribu rupiah).
(2) Setiap orang yang merusak Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi
Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan
sehingga tidak berfungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling
banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 28 ayat (1), (2) Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
(1) Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi
dengan perlengkapan Jalan berupa:
a. RambuLaluLintas;
b. Marka Jalan;
c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
d. Alat penerangan Jalan;
e. Alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan;
f. Alat pengawasan dan pengamanan Jalan;
g. Fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat; dan
h. Fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
berada di Jalan dan di luar badan Jalan.
penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda dalam KUHP, maka dalam
Pengadilan wajib memperhatikan nilai barang atau uang yang menjadi objek perkara.
Jika nilai barang atau uang tersebut tidak lebih dari Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima
ratus ribu rupiah), maka ketua pengadilan segera menetapkan hakim tunggal untuk
Pelaku jika tertangkap tangan melakukan pungutan liar, maka ia akan ditangkap
terdekat. Pelaku tersebut selanjutnya diperiksa untuk diminta keterangan dan diharuskan
membuat surat pernyataan yang isinya agar tidak mengulangi lagi perbuatannya. Selain
itu, terhadap Pelaku pungutan liar akan diperintahkan untuk wajib lapor selama 1 (satu)
dengan harapan agar pelaku mempunyai pekerjaan yang tetap. 107 Terhadap pelaku
pungutan liar tersebut, kebanyakan tidak dapat dilakukan penahanan, karena adanya
Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 yaitu tentang Penyesuaian Batasan
Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP, yang menyatakan bahwa nilai
barang atau uang yang menjadi objek perkara hasil dari pungutan liar rata-rata dibawah
Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Apabila pelaku tersebut telah
melakukan perbuatan yang berulang atau sudah menjadi mata pencahariannya maka
Dilihat dari sisi masyarakat terhadap praktek pungutan liar tersebut, masyarakat
membiarkan terjadinya praktek pungutan liar, masyarakat takut akan bertindak terhadap
praktek pungutan liar, serta menganggap bahwa praktek pungutan liar tersebut
merupakan tanggung jawab Polisi saja dalam melakukan penindakannya, dan bukan
praktek-praktek pungutan liar menjadi marak dan terus berkembang serta menimbulkan
wacana bahwa pungutan liar tersebut dianggap suatu pembenaran. Pihak Satuan
Reskrim Polres Langkat sulit menindak pelaku pungutan liar disebabkan pada saat
tersebut. 108
107
Berdasarkan hasil wawancara dari Kasat Reskrim Polres Langkat pada tanggal 13 September
2017.
108
Berdasarkan hasil wawancara dari Kasat Reskrim Polres Langkat pada tanggal 13 September
2017.
penindakan tersebut tidak menimbulkan efek jera bagi para pelaku itu sendiri dan pelaku
bersangkutan dilakukan penangkapan ataupun di lokasi yang berlainan, selain itu bagi
pelaku pungutan liar tersebut, telah terbiasa dengan cara yang mudah untuk
mendapatkan uang, tidak perlu melakukan pengorbanan dan secara tidak langsung juga
pungutan liar, karena mereka sering berpindah-pindah lokasi sehingga sulit untuk
diawasi dan mereka telah terbiasa dengan mudahnya mendapatkan uang, pada akhirnya
di dalam jiwa mereka terbentuk jiwa pemalas dan tidak adanya daya juang. 109
Bagi pelaku pungutan liar yang berhasil ditangkap oleh Sat Reskrim Polres
Langkat dan jajaran Polsek pada Polres Langkat, selanjutnya diberikan Pembinaan.
Pembinaan terhadap pelaku pungutan liar yang dilakukan oleh polisi bekerjasama
dengan Dinas Sosial untuk memberikan keterampilan atau keahlian, dengan harapan
agar dengan keahlian yang telah mereka peroleh, dapat menghasilkan sesuatu yang
dapat dijadikan usaha sebagai mata pencaharian yang menghasilkan pendapatan bagi
109
Berdasarkan hasil wawancara dari Kasat Reskrim Polres Langkat pada tanggal 13 September
2017.
tidak akan melakukan pungutan liar kembali. Di samping melibatkan Dinas Sosial
Kabupaten Langkat, Polres Langkat dan Jajaran Polsek pada Polres Langkat juga
bekerjasama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat dalam hal ini
Koramil setempat maupun TNI Angkatan Laut dalam hal ini Marinir Tangkahan Alagan
adanya perubahan mental yang lebih baik terhadap pelaku pungutan liar tersebut. Hal
tersebut di atas seperti yang disampaikan oleh Kasat Reskrim Polres Langkat AKP Dedi
Dharma, SH.
Menurut pendapat beliau istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna adanya suatu
kelakuan manusia yang menimbulkan akibat tertentu yang dilarang hukum di mana
gerak-gerik jasmani jasmani seseorang. Hal-hal tersebut terdapat juga seseorang untuk
tidak berbuat, akan tetapi dengan tidak berbuatannya dia, maka telah melakukan tindak
pidana. Kata tindak pidana yang dipergunakan para ahli hukum pidana Indonesia adalah
undang-undang sudah tetap dalam pemakaian istilah tindak pidana, dan lebih condong
memakai istilah tindak pidana seperti yang telah dilakukan oleh pembentuk undang-
undang. Melalui pemahaman di atas dapat diartikan bahwa tindak pidana merupakan
perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, di mana pengertian
perbuatan di sini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yan sebenarnya
dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang
seperti KUH Pidana dan peraturan di bidang hukum pidana, tidak ditemukan pengertian
tindak pidana. Tiap-tiap pasal undang-undang tersebut hanya menguraikan unsur-unsur tindak
pidana yang berbeda dan bahkan ada yang hanya menyebut kualifikasi tindak pidana. Secara
umum tindak pidana dapat diartikan sebagai perbuatan yang tercela yang pembuatnya dapat
dipidana.
Istilah pidana sering diartikan sama dengan istilah hukuman. Hukuman adalah
suatu pengertian umum dan lebih luas, yaitu sebagai suatu sanksi yang tidak
mengenakan yang sengaja ditimpakan kepada seseorang. Pada dasarnya hukum tersebut
yang dinyatakan pemidanaan. Berbicara mengenai pidana dan pemidanaan dalam tataran
kalangan ilmuan maupun praktisi hukum terlebih dahulu di masyarakat, karena ini
merupakan persoalan yang selalu menjadi perbincangan dan selalu mungkin terjadi.
pungutan liar telah diatur dalam KUHP dengan adanya keterkaitan pada Peraturan
Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 serta diatur dalam Undang-Undang nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya. Namun jika dilihat
berdasarkan aturan yang terdapat dalam Peraturan Mahkamah Agung belum terlaksana
masyarakat.
untuk tidak melakukan praktek pungutan liar. Sejauh ini berdasarkan hasil pengamatan
kepastian untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan
situasi. Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk menetapkan
mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang
dicita-citakan belum terlaksana dan selaras dalam maksud dan tujuan peraturan tersebut.
Tujuan dan maksud dari hukum tersebut juga berlaku dalam Peraturan
Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 dimana pada prakteknya masih menimbulkan
1. Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 dijadikan alasan untuk tidak
menahan pelaku tindak pidana pencurian dengan alasan nilai dan jumlah objek tindak
tidak mencapi nilai Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), tanpa
mengkaji lebih dalam bahwa tindak pidana tersebut adalah tindak pidana pencurian
yang berulang atau perbuatan tersebut menjadi pencaharian pelaku tindak pidana.
2. Batasan nilai objek kejahatan sebesar Rp.2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu
Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 sehingga pelaku tidak ditahan dan
3. Para pelaku tindak pidana pungutan ringan akan cenderung mengunakan batasan
Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 untuk menghindari diri dari
4. Sejauh ini diharapkan Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 dicabut
Indonesia. Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 telah mengubah nilai
yang ditetapkan dalam KUHP yang kedudukannya lebih tinggi dari Peraturan
110
Ningrum Natasya Sirait, dkk, Op.Cit, hlm.49
secara historis penyesuaiannya harus sesuai dengan nilai yang terkandung dalam
KUHP. Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 tidak dimaksudkan untuk
menjadikan semua tindak pidana yang nilai objeknya dibawah Rp. 2.500.000,00 (dua
juta lima ratus ribu rupiah), menjadi tindak pidana ringan, Dalam hal ini ketentuan
Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 harus jelas mengaturnya. Apabila
terjadinya tindak pungutan liar yang objeknya dibawah Rp.2.500.000,00 (dua juta
lima ratus ribu rupiah), maka tidak sesuai dengan ketentuan Perma. Hal ini akan
memberikan pengaturan yang jelas agar memberikan pemahaman yang benar yang
tidak serta merta menjadikan tindak pidana sebagai tindak pidana ringan dengan
Berdasarkan uraian di atas, sampai saat ini adanya Peraturan Mahkamah Agung
nomor 2 Tahun 2012 harus dilakukan perubahan demi terciptanya peraturan yang dapat
Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 dapat terlaksana sesuai dengan
harapan, maka harus dilakukan dengan kinerjanya yang sebaik-baiknya terutama bagi
aparat penegak hukum. Dalam kehidupan masyarakat perbuatan yang dilarang tidak
Peran penegak hukum sangat berpengaruh pada tindak pidana ringan terutama
tindak pungutan dalam masyarakat. Hal ini sangat memberikan dampak kerugian bagi
2. Memberikan pengarahan dan sosialisasi lebih intensif serta optimal bagi aparat
Penyesuaian Batas Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP.
3. Perlu adanya perubahan Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 tahun 2012 menjadi
terhadap sanksi hukuman yang berat bagi pelaku pungutan liar serta sanksi
sidang di tempat khususnya bagi pelaku pungutan liar yang dapat dikenakan
terhadap Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan Raya.
pungutan liar.
8. Menindak pelaku pungutan liar secara maksimal. Dalam hal ini menindak pelaku
b. Proses diskresi atau pembinaan bagi tindak pungutan liar, baik secara mental
Pada dasanya salah satu dapat mencegah dan mengurangi tindak pidana ringan
pungutan liar melalui sistem peradilan pidana yang efektif. Penegakan hukum melalui
Sistem peradilan pidana merupakan sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari: 111
a. Lembaga Kepolisian;
b. Kejaksaan;
c. Pengadilan; dan
d. Permasyarakatn terpidana.
Tujuan dari sistem peradilan pidana adalah mencegah masyarakat menjadi korban
bahwa keadilan telah ditegakkan dan terhadap pelaku yang bersalah dapat dipidana dan
kejahatannya.
manusia, baik sebagai subjek maupun objek, sehingga dapat dikatakan bahwa
persyaratan utama agar sistem peradilan pidana tersebut dapat bersifat rasional. Sistem
atau masyarakat manusia baik yang berada dalam kerangka sistem maupun berada di
luar sistem. Setiap komponen dan sistem peradilan dituntut untuk bekerjasama. Hal ini
111
Soejono Soekanto, Faktor-faktor yang mempengaharui penegakan hukum, (Jkaarta: Raja
Grafindo Persada, 2002), hlm.3.
PENUTUP
A. Kesimpulan
berikut:
1. Penegakan hukum oleh Polres Langkat terhadap praktek pungutan liar di jalan raya
yang dilakukan oleh preman dan masyarakat adalah kasus pungutan liar kepada
supir bus di Terminal, pungutan liar kepada pedagang kaki lima, pungutan liar
kepada supir yang melintas di persimpangan (polisi cepek atau polisi palsu) dan
jalan lurus yang mengalami kerusakan, pungutan liar kepada parkir masyarakat
yang mendatangi acara kegiatan pernikahan ataupun acara tertentu, dan pungutan
liar kepada parkir kendaraan di pertokoan atau ATM yaitu dengan diberikan
untuk tidak mengulangi perbuatan pungutan liar kembali, dan wajib lapor selama
1 (satu) minggu. Dalam kasus pungutan liar tersebut, terhadap pelaku diberikan
pembinaan yang dilakukan oleh Polres Langkat bekerjasama dengan Dinas Sosial,
serta melibatkan TNI-AD yaitu Koramil setempat dan TNI AL dalam hal ini
Marinir Tangkahan Alagan Brandan, dengan harapan ada perbaikan mulai dari
di jalan raya dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012
tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam
antara satu wilayah dengan wilayah lain, masih terbatasnya koordinasi khusus
terkait dengan penindakan terhadap praktek pungutan liar antara Polres satu
dengan yang lainnya, karena masih dianggap belum terlalu penting serta tidak
penanganan kasus pungutan liar dilihat dari segi anggaran tidak sebanding
dengan nilai barang atau uang yang menjadi objek perkara, berikut tidak
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya terhadap pelaku pungutan liar
bagi pelaku pungutan liar seperti sanki hukuman cambuk dan/atau sanksi
Dari sisi masyarakat, bahwa masih terbatasnya kesadaran hukum serta tidak
memahami akan tindak pidana terutama dalam praktek pungutan liar yang
terjadi baik yang dilakukan oleh preman maupun yang dilakukan oleh
masyarakat itu sendiri. Selain itu tidak adanya kesadaran dari pihak
tindakan dan masih ada anggapan bahwa tanggung jawab terhadap tindak
rasa kompak dan bersatu untuk melawan tindak pidana khususnya terhadap
3. Dampak Hukum Praktek Pungutan Liar Di Jalan Raya dikaitkan dengan adanya
praktek pungutan liar, dan masyarakat takut akan bertindak terhadap praktek
pungutan liar, serta menganggap bahwa terhadap praktek pungutan liar tersebut
menjadi marak dan terus berkembang serta menimbulkan wacana bahwa pungutan
liar tersebut dianggap suatu pembenaran. Sedangkan dari sisi pelaku pungutan liar
tidak menimbulkan efek jera dan akan mengulangi perbuatannya kembali, selain
itu bagi pelaku pungutan liar itu sendiri telah terbiasa dengan cara yang mudah
untuk mendapatkan uang, tidak perlu melakukan pengorbanan dan secara tidak
hidup. Sedangkan dari kebijakan hukum pidana terhadap praktek pungutan liar
bahwa praktek pungutan liar telah diatur dalam KUHP dan Perma No. 2 tahun
2012 serta UU No. 22 Tahun 2009, pelaku pungutan liar dapat dilakukan
penindakan sesuai dengan ketentuan baik secara proses hukum maupun dapat
baik dan perbaikan kinerja dari aparat penegak hukum serta terhadap Perma itu
permasalahan dalam proses penengakan hukum pada praktek pungutan liar yang
System (CJS), akan harapan dan tujuan pada sistim peradilan pidana, dapat
tersebut sebagai pembenaran serta bagi pelaku itu sendiri akan timbul mental yang
baik serta timbul jiwa untuk berjuang atau jiwa untuk berusaha.
B. Saran
1. Bagi aparat penegak hukum agar memahami secara benar terkait dengan
penerapan pasal-pasal tindak pidana ringan dan peraturan lainnya, sehingga akan
tersebut, secara benar dan tidak bertentangan dengan KUHP dan KUHAP,
dengan mencantumkan sanksi hukuman yang berat bagi pelaku pungutan liar
3. Bagi pelaku pungutan liar, apabila telah ditangkap pihak Kepolisian dapat
moral dengan melibatkan Dinas Sosial dan TNI AD dalam hal ini koramil serta
jera, dan dapat merubah mental pelaku menjadi lebih baik serta pelaku dapat
melakukan pekerjaan yang lebih baik dan tidak ada anggapan lagi dari
A. BUKU
Ahmad, Ali.2005. Keterpurukan Hukum Di Indonesia Penyebab Dan Solusinya,
Cetakan Kedua. Ciawi-Bogor: Ghlmia Indonesia.
Ali, Zaenuddin. 2010. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafindo, 2010.
Efendy, Rusli. 1991. Teori Hukum. Ujung Pandang: Hasanuddin University Press.
Hadi, Utomo Warsito. 2005. Hukum Kepolisian Di Indonesia. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Hadiman. 2009. Polri Siap Memberantas Aksi Premanisme dan Mengamankan Pemilu
2009, Jakarta: Badan Kerjasama Sosial Usaha Pembinaan Warga Tama
“Bersama”.
Andi Hamzah. 1985. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia dari retribusi ke
reformasi.Jakarta: Pradnya Paramita.
Hanitijo, Ronny Soemitro. 1988. Metode Penelitian Hukum dan Jumetri. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Muladi dan Barda Nawawi Arief (III). 1998. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, cetakan
ke II Bandung; Alumni, 1998.
Nawawi, Barda Arief. 2010. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti.
Salim, Erlis Septiana Nurbani. 2014. Penerapan Teori hukum Pada Penelitian Tesis dan
Desertasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Simongkir, J.C.T, Rudy T. Erwin dan Aj. T. Prasetyo. 2000. Kamus Hukum. Jakarta:
Madjapahit.
Zainal, Andi Abidin Farid. 1987. Asas-Asas Hukum Pidana (Bagian Pertama).
Bandung: Alumni.
E.Z.Leasa, “Penerapan Sanksi Pidana dan Sanksi tindakan (Double Track System)
dalam Kebijakan “legislasi”, Jurnal Sasi, Vol 16, Nomor 4, Tahun 2010, hlm. 51.
Fransiska Novita Eleanora, “White Collar Crime Hukum dan Masyarakat”, Forum
Ilmiah, Vol.10. Nomor 2, Tahun 2013.
TAP MPR nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya.
Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak
Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.