TESIS
OLEH:
RICA GUSMARANI
157005013/HK
TESIS
OLEH
RICA GUSMARANI
157005013/HK
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang
tesis yang berjudul “Penerapan Pidana Mati Dalam Hukum Positif Di Indonesia
junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari
Dalam penyelesaian tesis ini banyak tantangan dan hambatan yang dihadapi,
tetapi semua itu dapat diatasi berkat bantuan dan motivasi dari berbagai pihak yang
terkait, sehingga tesis ini dapat dapat diselesaikan secara efektif dan efesien, sesuai
dengan waktu yang direncanakan. Penulis dengan segala kerendahan hati menyadari
bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak terdapat kekurangan yang disebabkan
keterbatasan-keterbatasan yang dimilki. Untuk itu, penulis tidak menutup diri dan
akan sangat berterima kasih atas kritik dan saran yang bermanfaat dan mebangun di
besarnya atas bimbingan, bantuan, motivasi dan kerja sama yang telah penulis terima
Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
3. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi
4. Bapak Prof. Dr. Ediwarman, S.H., M.Hum, selaku Ketua Komisi Pembimbing
5. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
telah banyak memberikan bimbingan dan masukan dalam penyelesaian tesis ini.
sehingga dapat menyelesaikan tesis ini sesuai dengan target yang direncanakan.
7. Ibu Dr. Marlina, S.H., M.Hum, selaku Penguji I saya di Universitas Sumatera
Utara.
8. Bapak Dr. Eka M.Putra, S.H., M.Hum, selaku Penguji II saya di Universitas
Sumatera Utara.
9. Para Dosen yang telah bersusah payah memberikan khazanah ilmu pengetahuan
1. Kedua orang tua yang tercinta: Razali I dan Sumarni, yang telah memberikan
kasih sayang selama ini, baik nasehat, bimbingan, motivasi maupun doa tulus
2. Buat temen-temen yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, dan semua
pihak yang terkait lainnya yang telah banyak mebantu selama ini, terima kasih
atas semua kebaikan, motivasi dan doanya. Semoga persaudaraan kita tetap abadi
Akhirul kalam kepada allah SWT jualah dimohon petunjuk, karena hanya
dengan hidayah-Nya kita dapat menemukan kebenaran, dan hanya dengan karunia-
Nya pula kita mampu menegakkannya. Penulis berharap semoga tesis yang berjudul
Medan,Juli 2017
Penulis
Rica Gusmarani
157005013
Halaman
ABSTRAK ............................................................................................................... i
B. PerumusanMasalah............................................................................ 18
C. TujuanPenelitian................................................................................ 18
D. ManfaatPenelitian.............................................................................. 19
E. KeaslianPenelitian ............................................................................... 20
F. KerangkaTeoridanKerangkaKonsep ................................................. 22
1. KerangkaTeori ............................................................................. 22
2. KerangkaKonsep ......................................................................... 37
G. MetodePenelitian ............................................................................... 41
1. SpesifikasiPenelitian ..................................................................... 42
2. MetodePendekatan ........................................................................ 42
3. LokasiPenelitiandanPopulasi....................................................... 43
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
hukum, apabila manusia ingin hidup aman, tentram, adil dan makmur. Karena hukum
dalam arti luas menerobos masuk ke dalam seluruh kehidupan manusia, baik dalam
hal-hal yang paling elementer, sederhana, maupun ke dalam hal-hal yang paling
kompleks dan rumit. Makna hukum yang demikian itu seajalan dengan watak
(karakter) norma hukum yang berbeda-beda, terkadang tampak lembut dan terkadang
tampak keras, bergantung pada aspek dan tujuan hukum yang hendak dicapai.
Sebaliknya, watak hukum tampak garang dan keras antara lain tampak pada norma
hukum pidana, misalnya “hukuman mati”, hukuman penjara seumur hidup, dan lain-
lain. Namun demikian, yang pasti bahwa dalam masyarakat atau negara yang
bagaimanapun bentuknya, tidak akan lepas dari hukum, karena hukum bertujuan
1
Abdur Rahim, Asruddin Azwar, Muhammad Hafiz dan Satrio Wirataru, Hukuman Mati
Problem Legalitas dan Kemanusiaan, Intrans Institue, Marjosari, Malang, Jatim, Edisi No.10/2015,
halaman 21.
hidup manusia, dia timbul berdasarkan rasa kesadaran manusia itu sendiri. Sebagai
norma hukum mempunyai ciri kekhususan, yaitu hendak melindungi, mengatur, dan
kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan
bertindak, sebagai perantara hukum utama dalam hubungan sosial antar masyarakat
umum. Sebagai hukum publik, hukum pidana mengandung banyak norma, yaitu
larangan, dan suruhan yang disertai ancaman hukuman pidana atas pelanggarannya. 2
2
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: PT. Refika
Aditama, Agustus 2013, halaman 1-3.
sehat. Jika dijelaskan lebih lanjut, maka hal tersebut diuraikan menjadi dua poin,
yakni: 3
tidak baik;
2. Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik
Hukum pidana yang tergambar ini dapat berwujud tiga macam, yaitu: 4
pelanggarannya;
sudah ada atau yang masih akan diadakan dalam Undang-Undang lain.
Sifat dari hukum pidana terlihat pada terlaksananya hukum pidana yang
dirugikan, tetapi terserah kepada pemerintah sebagai wakil dari kepentingan umum.
Ini terjadi karena pada perbuatan yang mengganggu keseimbangan masyarakat sanksi
yang dikenakan kerap kali tidak sepadan dengan akibat yang diderita oleh korban.
3
R. Abdul Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, edisi revisi, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, cetakan ke-17 September 2011, halaman 173.
4
Wirjono Prodjodikoro, op.cit., halaman 4.
mengancamnya atau bahkan merugikannya baik itu datang dari perseorangan maupun
Hukum pidana hendaknya dipertahankan sebagai salah satu sarana untuk sosial
pembalasan atas tindak pidana yang terjadi atau merupakan tujuan yang layak dari
proses pidana adalah pencegahan tingkah laku yang anti sosial. Pemidanaan
pemidanaan teori tentang tujuan pemidanaan yang berkisar pada perbedaan hakekat
masing-masing mempunyai implikasi moral yang berbeda satu sama lain, yakni
5
Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, cetakan ke-
1, Jakarta: PT. Fajar Interpratama Mandiri Juni 2014, halaman 11.
ynag dilakukan atas dasar tanggung jawab moralnya masing-masing. Pandangan ini
melihat pemidanaan dari segi manfaat atau kegunaannya dimana yang dilihat adalah
situasi atau keadaan yang ingin dihasilkan dengan dijatuhkannya pidana itu. Di satu
terpidana dan di pihak lain pemidanaan itu juga dimaksudkan untuk mencegah orang
lain dari kemungkinan melakukan perbuatan yang serupa. Pandangan ini dikatakan
(detterence). 6
meningkat hal ini juga selaras dengan perkembangan dari pola-pola masyarakat yang
ada di dalamnya salah satunya terkait dengan masalah yang dihadapi. Berdasarkan
beragambentuknya, oleh karena itu hendaklahharus pula ditangani dengan segera dan
Adanya ancaman pidana mati adalah sebagai suatu social defence, menurut
Hartawi A.M “Pidana mati merupakan suatu alat pertahanan sosial untuk
menghindarkan masyarakat umum dari bencana dan bahaya ataupun ancaman bahaya
besar yang mungkin terjadi dan yang akan menimpa masyarakat yang telah atau
dan bernegara”. 8 Dalam hubungan antara HAM, dan Sanksi (pidana dan tindakan),
a. Perumusan pidana mati sebagai pidana pokok yang bersifat khusus. Pidana ini
hanya dijatuhkan terhadap tindak pidana yang berat. Pengaturan semacam ini
Pasal 6 ayat (2) dinyatakan tetap dimungkinkan untuk “the most serious crime”.
pelaksanaan pidana mati” (resolusi Ecosoc PBB 1984/50 jo. Resolusi 1989/64
of the Rights of Those Facing the Death Penalty”). Dalam Resolusi Commision
7
Ochaerudin, Victimologi, Beberapa Aspek Korban Kejahatan, 1977, Fakultas Hukum
Universitaslslam As-Syafi'iyah.
8
Hartawi. A.M, dalam Andi Hamzah dan A. Sumangelipu, Pidana Mati di Indonesia, Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1983, halaman 29.
pidana mati jangan dijatuhkan kecuali untuk “the most serious crimes” (dengan
consequences”) 9.
c. Penegasan tujuan pemidanaan, baik atas dasar tujuan prevensi sosial, prevensi
bahwa pidana tidak boleh menderitakan dan tidak boleh merendahkan martabat
Kebijakan kriminal tidak dapat dilepaskan dari masalah nilai, terlebih bagi
Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Apabila pidana akan digunakan sebagai sarana
tentu sangat diperlukan. Hal ini penting tidak hanya karena tindak pidana narkoba itu
pada hakikatnya masalah kemanusiaan, tetapi juga karena hakikatnya pidana itu
9
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Hukum Pidana dalam perspektif kajian
perbandingan,Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005, halaman 291-292.
sanksi pidana, tidak hanya berarti bahwa pidana yang dikenakan pada si pelanggar
harus sesuai dengan nillai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab; tetapi juga harus
Pidana mati dapat dikatakan sebagai salah satu jenis pidana tertua dan paling
kontroversial di dunia. Pidana mati adalah salah satu pidana yang tepat untuk
dijatuhkan terhadap kejahatan yang berat dan luar biasa (extra ordinary crime) yang
tidak dapat diampuni. Dalam penerapan hukuman mati baik di Indonesia maupun di
Dari segi kelompok yang pro terhadap pemberlakuan hukuman mati ini
1. pidana mati menjamin bahwa penjahat tidak akan berkutik lagi, masyarakat tidak
akan diganggu lagi oleh orang tersebut sebab mayatnya telah terkubur sehingga
2. Pidana mati merupakan suatu alat represi yang kuat bagi pemerintah, terutama
10
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2005, halaman. 37.
11
Loc, cit.
tercapai.
4. Dengan adanya alat represi yang kuat ini sekaligus berfungsi sebagai prevensi
melakukan kejahatan.
6. Dengan dijatuhkan serta dilaksanakan pidana mati itu, diharapkan adanya seleksi
buatan, sehingga masyarakat dibersihkan dari unsur-unsur jahat dan buruk, dan
dasar tertinggi, serta UU UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
menyatakan secara tegas bahwa hak untuk hidup adalah hak asasi manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Indonesia juga telah meratifikasi
12
Eliza Oktaliana Sari , Hukuman Mati Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia (Dalam
Perkara Nomor 176K/Pid/1998), Fakutas Hukum USU, 2009, halaman 4.
13
Pendidikanmu, Aturan Hukuman Mati di Indonesia Dan Alasannya,
http://www.pendidikanmu.com, diunggah pada 26 Mei 205, diakses pada tanggal 22 Maret 2017.
hak yang melekat kepada setiap individu, tanpa memandang perbedaan status
kewarganegaraan.
2. Hukuman mati salah satu bentuk penghukuman yang kejam dan tidak manusiawi.
Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR, praktik eksekusi hukuman mati
persidangan, tiadanya suara bulat untuk suatu putusan hukuman mati, kurangnya
mekanisme banding yang efektif, serta kebutuhan atas suatu proses peradilan
keadilan restoratif (restorative justice). Secara formal hal ini seperti mengemuka
di dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA),
Rancangan KUHAP yang akan segera dibahas oleh pemerintah dan DPR.
5. Efek jera yang ditimbulkan hukuman mati hanya mitos belaka. Menurut
yang dilakukan oleh PBB, pada 1988 dan 1996, menemukan fakta tiadanya bukti
ilmiah yang menunjukan bahwa eksekusi hukuman mati memiliki efek jera yang
lebih besar dari hukuman penjara seumur hidup. Mayoritas panulis dan hadirin
pada OHCHR Event on Abolishing the Death Penalty 2012 bahkan mengatakan,
alasan efek jera adalah sebagai suatu hal yang dibesar-besarkan selama beberapa
dekade terakhir.
Penderitaan yang dialami dalam pemberian hukuman mati tidak hanya dialami
korban atau orang yang dieksekusi semata (terpidana), tetapi juga oleh
mulai dari shock, emosi, depresi dan kesepian, gejala fisik distress, panik,
Kementerian Luar Negeri mencatat sedikitnya 229 WNI terancam hukuman mati
di luar negeri. Dari jumlah tersebut 131 orang diantaranya terjerat kasus
mati, tentu akan berdampak besar dan mempengaruhi upaya advokasi untuk
negara Brasil dan Belanda mengakibatkan penarikan diri Duta Besar Brasil dan
kepercayaan Duta Besar Designate Indonesia untuk Brasil oleh Presiden Brasil.
Tidak hanya itu, pemberian predikat “E” sebagai predikat terburuk dari Komite
HAM PBB juga menjadi bukti konkrit bahwa komunitas internasional memiliki
mati, baik secara hukum (de jure) maupun secara praktik (de facto). Sedangkan
negara.
Perdebatan mengenai pidana mati juga terkait dengan hak hidup yang dalam
instrumen hukum internasional maupun dalam UUD 1945 masuk dalam kategori
hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (non derogable
penting. Pertama, pidana mati bukan lagi merupakan pidana pokok, melainkan
dapat dijatuhkan dengan masa percobaan selama sepuluh tahun yang apabila terpidana
berkelakuan terpuji dapat diubah dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
20 tahun. Ketiga, pidana mati tidak dapat dijatuhkan terhadap anak-anak yang belum
dewasa. Keempat, eksekusi pidana mati terhadap perempuan hamil dan seseorang
yang sakit jiwa ditangguhkan sampai perempuan hamil tersebut melahirkan dan
Bila dilihat dari hukum positif, pelaksanaan pidana mati memang sangat
mencemaskan, karena setelah pidana mati dijatuhkan maka tidak ada lagi upaya hukum
14
Eko Budi, Efektifitas Hukuman Mati, http://ditpolairdajambi.blogspot.co.id, diunggah pada
04 Juli 2011, diakses pada 22 Maret 2017.
pandang hak asasi manusia, maka hal ini bertolak belakang dengan UUD 1945 yang telah
diamandemen, dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Dalam UUD 1945
mengenai hak asasi manusia telah dituangkan dalam batang tubuh yang dijabarkan dalam
pasal 27, pasal 28A s/d 28J, pasal 29, 30 dan 34.15
Hak hidup dijamin dalam Pasal 28A Undang-Undang Dasar 1945 yang
berbunyi: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya”. Dasar hukum yang menjamin hak untuk hidup di Indonesia juga
terdapat dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
kehidupannya. Hak atas kehidupan ini bahkan juga melekat pada bayi yang belum
lahir atau orang yang terpidana mati. Dalam hal atau keadaan yang sangat luar biasa
yaitu demi kepentingan hidup ibunya dalam kasus aborsi atau berdasarkan putusan
pengadilan dalam kasus pidana mati. Maka tindakan aborsi atau pidana mati dalam
hal dan atau kondisi tersebut, masih dapat diizinkan. Hanya pada dua hal tersebut
15
Makalah: Ediwarman, Pidana Mati Ditinjau Dari Sudut Pandang Hak Asasi Manusia.
diketahui bahwa dalam kondisi tertentu seperti pidana mati, hak untuk hidup dapat
dibatasi.
Telah diakui bahwahak untuk hidup merupakan hak asasi manusia yang
paling mendasar. Bahkan dapat dikatakan hak untuk hidup merupakan sumber dari
hak asasi manusia lainnya, dan karena itu patut menjadi hak yang paling dihormati.
Berkaitan dengan masalah penghargaan terhadap hak asasi manusia, hal itu dapat
dilihat dengan semakin banyaknya tindak pidana yang mencakup sebagian besar
narkotika yang dapat merusak generasi bangsa hingga perampasan hak hidup
seseorang atau pembunuhan. Oleh karena itu perlu, perlu adanya hukum yang jelas
dan tegas untuk mengatsai masalah tersebut. Meskipun demikian, tetap saja kadang
kala hukum yang tegas justru malah ditentang karena dianggap tidak manusiawi dan
adalah tindak pidana narkoba. Data dari BNN menyebutkan bahwa dari tahun ke
pengungkapan tindak pidana narkoba oleh polisi . Berdasarkan data BNN di tahun
angka penggunaan narkoba menurut Kepala BNN justru meningkat signifikan dalam
periode Juni hingga November 2015 sebesar 1,7 juta jiwa. Di bulan Juni 2015 angka
16
Eliza Oktaliana Sari, op.cit., halaman 12.
tahun 2016 BNN masih menangkap para penyelundup kakap yang coba
sumber: http//:hukum.kompasiana.com
kejahatan yang paling serius (the most serious crime) didasarkan atas masifnya angka
transaksi peredaran narkotika di wilayah ASEAN yang mencapai sekitar Rp. 110
triliun dan di Indonesia sendiri berkisar Rp. 48 Triliun. Posisi Indonesia menduduki
peringkat teratas dalam peredaran narkotika juga tidak lepas dari jumlah pecandu
yang mencapai empat juta jiwa, ditambah lagi per tahun jumlah pecandu yang
meninggal dunia mencapai sekitar 15 ribu orang per tahun atau berkisar 40-50 korban
17
Coconut Indonesia, Data BNN Menunjukkan Peningkatan Besar Pengguna Narkotika Pasca
Eksekusi Mati Pengedar Tahun lalu, http://indonesia.coconuts.co/2016/04/19/data-bnn-menunjukkan-
peningkatan-besar-pengguna-narkoba-pasca-eksekusi-mati-pengedar, diunggah pada tanggal 19 april
2016, diakses pada tanggal 31 januari 2017.
Widodo menyatakan negara dalam kondisi darurat narkoba dan perang terhadap
narkoba.
untuk menjatuhkan hukuman pidana mati bagi tersangka kasus narkoba dalam hal ini
adalah Bandar dan Pengedar yang nyatanya memberikan efek destruktif terhadap
masa depan pemuda Indonesia. Interprestasi tersebut tentunya sesuai dengan hukum
(ICCPR) atau perjanjian internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, tertuang
dalam Paal 6 ayat (2) sebagaimana telah diratifikasi ke dalam hukum nasional melalui
hukuman mati untuk kejahatan yang serius atau memberikan efek destruktif . Pidana
mati, sebagai pilihan sanksi terakhir dengan maksud pemberian efek jera (deterren
effect) dan sebagai sarana menjaga ketentraman secara normatif masih legal dalam
mencantumkan sanksi-sanksi pidana yang dapat diberikan kepada para pelaku tindak
18
Abdur Rahim, Asruddin azwar, Muhammad Hafiz dan Satrio Wirataru, op.cit., halaman 8-9.
penjabaran pasal diatas penerapan pidana mati masih ada dalam produk hukum
maka demikian halnya dengan ketentuan pidana tentang narkotika yang ada dalam
B. Perumusan Masalah
Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan mengkaji aturan pidana mati dalam hukum positif di
Indonesia.
19
Soedjono Dirdjosisworo, Segi Hukum Tentang Narkotika di lndonesia, 1976, Bandung: PT.
Karya Nusantara, halaman 14.
395/Pid.Sus/2016/PT.Mdn.
D. Manfaat Penelitian
memberikan kontribusi baik teoritis kepada disiplin ilmu hukum yang ditekuni oleh
peneliti maupun praktis kepada praktisi hukum. Disini dapat dijelaskan kegunaan
secara teoritis dan praktis bagi pengembangan ilmu pengetahuan maupun praktek.
1. Manfaat yang besifat teoritis adalah mengharapkan bahwa hasil penelitian ini
disiplin ilmu hukum serta dapat menjadi kajian lebih lanjut untuk melahirkan
upaya deternce yang bersifat publik untuk menimbulkan rasa takut terhadap
kejahatan serupa.
2. Manfaat yang bersifat praktis adalah hasil penilitian ini nantinya dapat
diterapkan atau tidak dan disamping itu hasil penelitian ini dapat mengungkapkan
E. Keaslian Penelitian
Seperti diketahui kegiatan hidup manusia itu berkembang dengan pesat yang
seiring diikuti oleh perkembangan hukum, oleh karena itu diperlukan penelitian
ada beberapa judul yang berkaitan dengan “Penerapan Pidana Mati Dalam Hukum
Positif Di Indonesia Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia dalam perkara nomor
1. Hukuman Mati Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia (Dalam Perkara Nomor
hukuman mati?
20
Ediwarman, Monograf Metodologi Penelitian Hukum Panduan Penulisan Skripsi. Tesis
Dan Disertasi, Cetakan Ketiga, Yogyakarta: GENTA Publishing, 2016, halaman 63.
Narkoba (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan) oleh Agustina Wati
Nainggolan.
b. Mengapa putusan Hakim tidak membuat efek jera terhadap pelaku tindak
pidana narkoba?
c. Apakah putusan hakim dalam tindak pidana narkoba telah mencapai tujuan
3. Analisis Tentang Pidana Mati Dalam Hukum Pidana Indonesia Dan Hukum
a. Bagaimana aspek filosofis pidana mati dalam hukum pidana Indonesia dan
Sedangkan judul penelitian yang akan dikaji “Penerapan Pidana Mati Dalam
Hukum Positif Di Indonesia Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia dalam perkara
Indonesia?
395/Pid.Sus/2016/PT.Mdn?
Jadi dilihat dari judul penelitian yang ditemukan di perpustakaan dengan judul
penelitian yang akan diteliti belum pernah dilakukan. Maka penelitian ini dapat
1. Kerangka Teori
Teori merupakan tujuan akhir dari ilmu pengetahuan. Hal tersebut dapat
dimaklumi, karena batasan dan sifat hakikat suatu teori adalah seperangkat konstruk
(konsep), batasan, dan proposisi yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang
menjelaskan fenomena. Penjelasan itu diajukan dengan cara menunjuk secara rinci
Rumusan teori yang dikemukakan oleh Karlinger di atas masih terlalu abstrak,
demikian Soerjono Soekanto, agar lebih konkret, beliau mengajukan kriteria teori
yang ideal seperti yang dikemukakan oleh James S. Black dan Dean J. Champion,
sebagai berikut: 21
1. Suatu teori secara logis harus konsisten, artinya tidak ada hal-hal yang saling
tersebut;
5. Suatu teori harus dapat diuji di dalam penelitian. Mengenai hal ini ada asumsi-
asumsi tertentu, yang membatasi diri pada pernyataan, bahwa pengujian tersebut
Pemidanaan berasal dari kata “pidana” yang sering diartikan pula dengan
hukuman. Jadi pemidanaan dapat pula diartikan dengan penghukuman. Kalau orang
21
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Edisi 1, Cetakan ke-,
7, Jakarta:Rajawali Pers, 2013, halaman 42-44.
diberikan kepada orang yang melanggar hukum pidana. Pemidanaan atau pengenaan
apabila menyangkut kepentingan benda hukum yang paling berharga bagi kehidupan
sebagaimana yang sudah disusun pada rumusan masalah. Maka penelitian ini akan
menggunakan teori dari Lawrence M.Friedmen tentang tiga unsur sistem hukum
(Three elements of Legal System). Pada teori ini disampaikan bahwa sistem hukum
terdiri dati tiga unsur yaitu legal structure (struktur hukum), legal substance
sistem yang ada akan bisa berjalan dengan baik atau justru sebaliknya. 23 Aparatur
Indonesia 24 yang merupakan alat-alat negara yang menjalankan sistem hukum akan
22
Djoko Prakoso dan Nurwachid, Studi Tentang Pendapat-Pendapat Mengenai Efektivitas
Pidana Mati Di Indonesia Dewasa Ini,Jakarta: Ghalia Indonesia, Cetakan Kedua Februari 1985,
halaman 13.
23
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta:Raja
Grafindo Persada, 2004, halaman 7.Apai oleh hukum itu sendiri.
24
Ediwarman, Penegakan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kriminologi, Yogyakarta: Genta
Publishing, 2004, halaman 48.
structure of a system is its skeletal frame work it is the permanent shape, the
kerangkanya itu adalah bentuk yang tetap, badan lembaga dari suatu sistem, struktur
hukum ini meliputi organisasi dan tata laksana serta personalia aparatur hukum serta
kelembagaan hukum.
pidana mati setelah UUD 1945 diamandemen, maka lembaga legislatif sebagai
pidana mati yang ada dalam undang-undang yang sudah dibuat maupun undang-
undang yang akan dibuat degan menghapuskan ancaman pidana mati di dalam
kebijakan hukum perlu ditata kembali dengan adanya perubahan UUD 1945 tersebut
hukum yang dijatuhkan oleh hakim harus bersumber kepada hukum yang tertinggi,
sehingga pidana mati tersebut tidak mutlak dijatuhkan kepada seseorang yang
25
Makalah: Ediwarman, Analisis Hukum Mengenai Pidana Mati Dalam Perspektif HAM Di
Indonesia.
sejarah bangsa Indonesia yaitu Politik, Ekonomi dan HAM. Di dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang ancaman pidana mati baik yang diatur
di dalam KUHPidana maupun diliar KUHPidana substansi dari hukum tersebut perlu
UUD 1945 tersebut merupakan payung hukum tetringgi di Indonesia, jika para ahli
hukum pidana masih mempertahankan pidana mati yang merupakan pidana yang
bersifat khusus dalam konsep KUHP yang baru, jelas tidak sesuai lagi dengan ide
dasar dari UUD 1945 setelah amandemen karena dalam konsep KUHP ysng baru
masih mencantumkan hukuman mati, tetapi dalam kejahatan khusus yang sangat
Budaya hukum adalah unsur dari sikap sosial dan nilai. Budaya hukum ini
ke dalam bentuk hukum kebiasaan (customary law) atau kebiasaan hukum (legal
26
Ibid.
27
Ibid.
masyarakat sederhana. Kebiasaan hukum merupakan aturan yang tidak dibentuk oleh
legislatif atau hakim, melainkan lahir dari opini-opini populer dan diperkuat oleh
sanksi yang bersifat kebiasaan yang telah berkembang lama. Selanjutnya menurut M.
sosial. Perubahan sosial perlu ditafsirkan melalui pendekatan budaya, apalagi dalam
hal-hal yang bertalian dengan kepercayaan dan keyakinan dan nilai-nilai luhur
masyarakat setempat.
Dengan demikian pidana mati yang ada dalam stelsel KUHPidana meupun
yang berada di luar KUHPidana tidak sesuai lagi untuk diterapkan di Indonesia
aparatur hukum yang merupakan alat-alat negara yang menjalankan sistem hukum
tersebut di atas yang memerlukan suatu skill yang profesional sehingga dalam
memberikan suatu keputusan pidana mati kepada orang yang melanggar hukum itu
benar-benar dirasakan adil oleh kedua belah pihak yang mencari keadilan dan tidak
melanggar HAM.
dijalankan secara seimbang dan tidak bisa satu sistem hukum saja yang diperbaharui
28
Ibid.
berjalan dengan baik. Maka dalam perubahan sistem pidana mati dalam sistem
peraturan perundang-undangan di Indonesia baik yang ada dalam KUHP dan yang
ada diluar KUHP perlu pembaharuan secara komperehensif sesuai dengan amanat
b. Teori Pemidanaan
Apa hakekat dan apa tujuan pemidanaan itu, menimbulkan beberapa teori.
Diantara para penulis barat dianut pelbagai teori hukum pidana atau Strafrechts
Teori-teori hukum pidana ini ada hubungan erat dengan subjecttief strafrecht
(jus puniendi), sebagai hak strafrecht atau wewenang untuk menentukan dan
subjectief strafrecht dan objectief strafrecht ini dapat dimungkinkan, oleh karena
recht mempunyai dua arti. Kesatu sebagai “hak” atau “wewenang” dan kedua
sebagai “peraturan hukum”. Dengan adanya pengertian subjectief strafrecht atau hak
memidana ini lebih menonjol persoalan tersebut yang menjadi dasar pikiran dari
teori-teori hukum pidana, yaitu bergeser pada persoalan: Mengapa alat-alat Negara
29
Andi Hamzah dan Siti Rahayu, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan Di Indonesia,
Edisi pertama, cetakan pertama, Jakarta akdemika Pressindo, Nopember 1983, halaman 24-25.
membaginya menjadi dua teori dan ada juga yang membaginya menjadi tiga teori
pemidanaan. 30
L.J. van Apeldoorn membagi teori pemidanaan menjadi tiga golongan, yang
meliputi: 32
kelompok, yakni: 33
30
Salim dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Disertasi dan
Tesis, ed.1, cet.1, Jakarta: Rajawali Pers, Mei 2016, halaman 140.
31
N.E. Algra, dkk, Mula Hukum, Jakarta: Binacipta, 1983, halaman 303.
32
L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 1985, halaman
343-344.
33
Muladi, Lembaga Pidana Masyarakat, Bandung: Alumni, 2002, halaman 29-32.
demikian, teori-teori pidana ini dapat digolongkan kedalam 3 golongan atau aliran,
Teori-teori ini dikenal sejak lahir abad ke-18 yang sebagian besar dianut oleh
ahli-ahli filsafat Jerman. Pokoknya, dianggap sebagai dasar hukum pidana itu adalah
Menurut teori-teori absolut ini setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana,
tidak boleh tidak, tanpa tawar menawar. Seorang mendapat pidana oleh karena telah
untuk memidana suatu kejahatan. Kepuasan hatilah yang dikejar lain tidak. Apabila
ada seseorang oknum yang langsung kena atau menderita karena kejahatan itu, maka
kepuasan hati itu terutama pada si oknum itu. Dalam hal pembunuhan kepuasan hati
meluasnya kepuasan hati pada sekumpulan orang, maka akan mudah juga meluapkan
sasaran dari pembalasan pada orang-orang lain dari pada si penjahat, yaitu pada
34
M. Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib, Hukum Pidana, Setara Press, Maret 2015, halaman
53.
dimengerti tidak selalu dapat tepat menjadi ukuran untuk penetapan suatu pidana.
masyarakat dan tujuan pidana untuk mencegah kejahatan. Teori relatif juga disebut
sebagai teori relasi atau teori tujuan. Hal ini karena relasi antara keadilan dan pidana
tujuan yang hendak dicapai pidana, yaitu perlindungan kebendaan hukum dan
penangkal ketidakadilan. 35
Menurut teori-teori ini suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti dengan
suatu pidana. Untuk itu tidaklah cukup adanya suatu kejahatan melainkan harus
dipersoalkan pula dan manfaatnya suatu pidana bagi masyarakat atau bagi sipenjahat
itu sendiri. Tidak saja dilihat pada masa lampau, melainkan juga masa depan. Maka
35
Eddy O.S. Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka,
2014, halaman 33.
Tujuan ini pertama-tama harus diarahkan kepada usaha agar dikemudian hari
kejahatan yang telah dilakukan itu, tidak terulang lagi (prevensi). Adapun tentang
tidaklah ada kesepakatan ahli-ahli teori ini. Teori-teori ini dinamakan teori
Teori ini adalah teori yang paling tua, dan telah dianut sejak zaman Romawi,
Teori ini timbul pada zaman Aufklarung. Menurut teori ini untuk
umum, oleh karena itu ancaman pidana itu harus diketahui oleh orang banyak
yang terkenal “Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali” (tidak
36
M. Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib, op.cit., halaman 54-56.
dalam Undang-Undang).
Bila setiap orang telah mengehatui akan diancam pidana berat, maka
akibatnya secara psikologi orang akan takut berbuat jahat, karena ancaman
pidana itu merupakan penekan jiwa. Penganjur teori ini ialah Anselm von
(tekanan jiwa).
ancaman konkrit. Apalah gunanya suatu ancaman yang berat, jika hakim
mempidana ringan. Maka justru penjatuhan pidana itulah yang terpenting untuk
Menurut teori ini-teori ini, tujuan pidana ialah menahan niat buruk si
Cara-caranya adalah:
1. Menakuti si penjahat.
2. Memperbaiki si penjahat.
mati.
disamping pidana dikenal juga tindakan yang juga untuk menjamin agar
3. Teori Gabungan
Aliran ini menggabungkan aliran absolut dan aliran relatif diatas. Menurut
a. Teori-teori Pembalasan/Vergeldingstheori:
membalas: nyawa dibalas nyawa, gigi dibalas gigi) tidak selamanya adil.
b. Teori-teori tujuan/doeltheorieen
benar.
c. Teori Keadilan
Dalam hal pemidanaan “Model Keadilan” yang dikatakan Sue Titus Reid
sebagai Justifikasi modern untuk pemidanaan. Model ini disebut pendekatan keadilan
atau model just desert (ganjaran setimpal) yang didasarkan atas dua teori (tujuan)
menganggap bahwa pelanggar akan dinilai dengan sanksi yang patut diterima oleh
bahwa sanksi yang tepat akan mencegah para kriminal itu melakukan tindakan-
tindakan kejahatan lagi dan juga mencegah orang-orang lain melakukan kejahatan.
memusatkan pada kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan kriminal pelanggar dan
alasan retribusi yang mendasari bukan balas dendam, namun lebih tepatnya adalah
pidana yang didasarkan atas keyakinan bahwa orang-orang yang bertindak sebagai
akibat dari kehendak bebas bertanggung jawab, berkemauan dan bercita-cita. Seluruh
proses agen sistem peradilan pidana akan dilakukan dalam bidang keadilan. 38
Penetapan sanksi dalam hukum pidana, apa pun jenis dan bentuk sanksinya
pemidanaan ditetapkan, barulah jenis dan bentuk sanksi apa yang paling tepat bagi
pelaku kejahatan ditentukan. Penetapan sanksi pada tahap kebijakan legislasi ini
menurut Barda Nawawi Arief dalam Teguh Prasetya harus merupakan tahap
pada tahap-tahap berikutnya, yaitu tahap penerapan pidana dan tahap pelaksanaan
pidana.
perumusan tujuan pemidanaan, maka tampak jelas adanya keterkaitan yang sangat
hukum pidana yang dianut mendominasi pemikiran dan kebijakan kriminal (criminal
Penerapan pidana mati bagi pelaku kejahatan narkotika yang diputuskan oleh
hakim, berarti hakim telah mengambil hak hidup manusia. Dalam konsepsi HAM,
38
Teguh Prasetya, Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana, Cetakan II, Bandung:Nusa Dua,
Oktober 2011, halaman 105-106.
39
Ibid, halaman 84-85.
dimana hak ini tidak dapat dikurangi dalam bentuk apapun. Bahkan negara harus
menjamin keberlangsungan hak ini. Dalam ketentuan tersebut, dinyatakan bahwa bagi
negara yang belum menghapuskan pidana mati, masih dapat menerapkan hukuman
mati tetapi hanya dapat diberlakukan terhadap kejahatan yang paling serius (most
dalam penjatuhan tindak pidana tetapi ada pidana seumur hidup, pidana 20 tahun.
2. Kerangka Konsep
konsep-konsep yang akan diteliti. Konsep (concept) adalah kata yang menyatakan
abstraksi yang digenarilisikan dari gejala-gejala tertentu. Salah satu cara untuk
menjelaskan kosep adalah defenisi. Defenisi merupakan suatu pengertian yang relatif
lengkap tentang suatu istilah, dan biasanya defenisi bertitik tolak pada referensi.
Dengan demikian, defenisi harus mempunyai ruang lingkup yang tegas, sehingga
40
Warih anjari, Penjatuhan Pidana Mati Di Indonesia Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia,
E-Journal WIDYA YustisiaFH UTA 45 Jakarta, Volume 1 Nomor 2 Maret 2015.
41
Amiruddin dan Zainal Asikin, op.cit., halaman 47-48.
maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. 42
b. Pidana mati
Pidana mati adalah pidana yang merampas satu kepentingan hukum, yakni
jiwa atau nyawa manusia. Pidana ini sepanjang sejarahnya, ada yang setuju dan ada
Pidana mati adalah pidana yang terberat dari semua pidana, sehingga diancam
kepada kejahatan-kejahatan yang amat berat saja. Tentang perlu atau tidaknya pidana
c. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sitensis maupun semi sitensis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan
42
K Maria, Pengertian Penerapan, http://eprints.uny.ac.id, diunggah pada Maret 2012, diakses
pada tanggal 29 Maret 2017.
43
M. Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib, op.cit., halaman 295.
44
Andi Hamzah dan Siti Rahayu, op.cit., halaman 32.
45
Yon Artiono Arbai’i, Aku Menolak Hukuman Mati Telaah Atas Penerapan Pidana Mati,
Jakarta:KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), Cetakan Pertama, Mei 2012, halaman 66.
46
Amiee43Diksatrasia, Tindak Pidana Narkotika,
http://amiee43.blogspot.co.id/2013/05/tindak-pidana-narkotika.html, diunggah pada tanggal 18 Mei
2015, diakses pada tanggal 31 Januari 2017.
dimaksud dengan:
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam
Undang-Undang ini. 47
menggunakan narkotika tidak hanya pengedar dan produksi narkotika, akan tetapi
semua pihak yang terlibat dan berperan dalam kegiatan tersebut termasuk kedalam
kejahatan narkotika. Hal ini termaktub dalam Pasal 1 ayat (18) Undang-Undang
perbuatan dua orang atau lebih yang bersekongkol atau bersepakat unyuk
47
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.
48
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.
yang menyangkut produksi dan jual beli disini bukan hanya dalam arti sempit,
akan tetapi termasuk pula perbuatan ekspor impor dan tukar menukar narkotika.
narkotika. Selain itu, ada juga tindak pidana di bidang pengangkutan narkotika
yang khusus ditujukan kepada nahkoda atau kapten penerbang karena tidak
melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar diatur dalam Pasal 139 UU
Narkotika.
5. Tindak pidana yang menyangkut tidak melaporkan pecandu narkotika orang tua
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak dasar yang dimilki setiap individu
sejak lahir, dan hak tersebut telah diakui oleh dunia dan agamanya. 49
Hak asasi manusia adalah hak hak-hak yang melekat pada setiap manusia
yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. Miriam Budiarjo
mengemukakan: “hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah
49
Yon Artiono Arba’i, op.cit., halaman 49-50.
kehidupan masyarakat”. 50
adalah hak-hak yang bdiberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai hak
yang kodrati”. 51
“Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugrahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan marwah dan martabat manusia”.
memberi tempat yang wajar kepada kemanusiaan, adanya hak pada seseorang berarti
seseorang bahwa diminta dari padanya suatu sikap yang sesuai dengan keitimewaan
G. Metode Penelitian
akan dibahas, dimana metode penelitian merupakan cara utama yang bertujuan untuk
50
Nelvita Purba dan Sri Sulistyawati, Pelaksanaan Hukuman Mati Perspektif Hak Asasi
manusia dan Hukum Pidana Di Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, Cetakan pertama, 2015, halaman
106.
51
Ibid, halaman 106.
52
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999.
53
Nelvita Purba dan Sri Sulistyawati, loc.cit., halaman 106.
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka atau data sekunder (bahan keperpustakaan). Penelitian ini
mencakup atas:
asas hukum dan sejarah hukum yang ternyata masih ada pelaksanaan pidana mati
diterapkan.
2. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang akan diterapkan dalam penelitian hukum yang akan
dilakukan oleh peneliti ialah metode pendekatan yuridis normatif, yang secara
deduktif dimulai analisis terhadap pasal-pasal yang mengatur hal-hal yang menjadi
54
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Jakarta:Rajawali, 1985, halaman 17.
dijadikan sample penelitian. Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah
Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri yang sama.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah mengenai kasus hukum yang
395/Pid.Sus/2016/PT.Mdn.
Adapun yang penulis gunakan dalam penelitian ini ialah penelitian hukum
sekunder. Data sekunder yang peneliti gunakan ialah data yang bersifat publik yaitu
data resmi arsip berupa putusan dari Pengadilan Negeri Medan. Pada penelitian
Bahan hukum primer yang penulis gunakan dalam penelitian tesis diperoleh
melalui studi lapangan (field research) yang dilakukan untuk memperoleh data
mengenai bahan hukum primer, yang diperoleh dari buku teks, rancangan KUHP,
Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum,
ensiklopedia, internet serta bahan-bahan di luar bidang hukum yang relevan dan
dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini.
Agar diperoleh informasi yang terbaru dan berkaitan erat dengan permasalahan,
maka kepustakaan yang dicari dan dipilih harus relevan dan mutakhir. 55
Prosedur pengambilan dan pengumpulan data dalam penelitian ini, data dan
informasi yang diperlukan bersifat kualitatif. Hal itu sejalan dengan arah penelitian
55
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996,
halaman 113.
sistematis dan konsisten dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data dan analisis
data. Karena bentuk penelitian ini library reserach, maka dalam pengumpulan data
terhadap berbagai sumber melalui tahap pengumpulan data, penilaian data, penafsiran
dan penyimpulan.
didukung dengan field research dengan melakukan studi kasus ke Pengadilan Negeri
Medan guna memperoleh data yang lebih baik mengenai hukuman mati terhadap
kejahatan narkotika.
6. Analisis Data
yang menitikberatkan dalam rumusan masalah yang akan diuraikan secara deskriptif
analitis, yaitu pendapat dan tanggapan para informan, serta hasil dari studi
kepustakaan diteliti dan dipelajari secara universal. Kemudian hasil analisis data ini
dideskripsikan secara detail dari aspek-aspek tertentu, dikaji dengan memakai metode
induktif dalam hal ini konklusi dengan menghasilkan dari hal yang khusus ke hal
56
Burhan Ashsofa, Metode Penelitian Hukum, cetakan ke III, Jakarta:Rineka Cipta, 2001,
halaman 12.
demikian, alasan bahwa hukuman mati tercantum dalam KUHP pada waktu
rasial. 57
a. Makar dengan membunuh kepala negara. Pasal 104 menyebutkan makar dengan
maksud membunuh presiden atau wakil presiden atau dengan maksud merampas
diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana
b. Mengajak/ menghasut negara lain menyerang Indonesia (Pasal 111 ayat 2).
57
J.E Sahetapy, Pidana Mati Dalam Negara Pancasila, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007,
halaman 38.
58
Yon Artiono Arba’i, op.cit., halaman 105-107.
46
e. Pembunuhan yang direncanakan lebih dahulu (Pasal 140 ayat 3 dan Pasal 340).
f. Pencurian dengan kekerasan oleh dua orang atau lebih berkawan pada waktu
malam dengan merusak rumah yang mengakibatkan orang luka berat atau mati
g. Pembajakan di laut, di tepi laut, di pantai, di sungai sehingga ada orang yang
para pakar terdahulu, yaitu Andi Hamzah, Indriyanto Seno Adji, Rudy Satryo, Daud
Rasyid, dan Adi Suyatno. Sejumlah pakar tersebut menilai Ketentuan yang diatur
dalam Pasal 140 dan Pasal 110 ayat (1) dan ayat (2), khususnya Pasal 110 ayat (1)
dan ayat (2), perlu diberi perhatian besar karena tidak menutup kemungkinan
ancaman pidana matinya terlalu tinggi apabila dianalisis dari sisi kekuatan hukum
a. Tindakan makar dipandang telah terjadi (selesai atau sempurna) selagi ancaman
pidana masih dalam kondisi diperingan 1/3, namun dalam Pasal 104 KUHP
pelaksaan, namun pidananya sama dengan apabila telah masuk dalam tahap
permulaan pelaksanaan.
tersebut justru diperingan 1/3, sedangkan tindak pidana yang diatur dalam Pasal
biasa. Oleh karena itu, Pasal 104 dan pasal-pasal lainnya dalam KUHP bisa saja
1) Kejahatan terhadap negara (Pasal-Pasal 104, 111 ayat (2), 124 ayat (3), 140 ayat
(3) KUHP. 60
Negara, memuat tindak pidana yang bersifat mengganggu kedudukan negara sebagai
berikut:
kenegaraan atau struktur pemerintahan yang ada, termasuk juga tindak pidana
terhadap kepala negara, jadi mengenai kemanan intern (invendige veiligheid) dari
negara.
kemanan negara terhadap serangan dari luar negeri, jadi mengenai keamanan
59
Djoko Prakoso dan Nurwachid, op.cit., halaman 27.
60
Ibid, halaman 28-29.
di atas, seolah-olah tidak diadakan perbedaan antara dua macam tindak pidana itu.
Akan tetapi ternyata, “Oleh pembentuk KUHP diadakan sekedar perbedaan yaitu
berlaku di Indonesia, berlaku juga pada setiap orang, jadi tidak hanya warga negara
Indonesia, yang di luar wilayah Indonesia melakukan salah satu dari kejahatan-
kejahatan yang termuat dalam Pasal-Pasal 104,106,107, 108, 110. Sedang Pasal-Pasal
121, 124, dan 126 yang terang mengenai pengkhianatan ekstern menurut Pasal 5 ke-1
hanya juga berlaku bagi warga negara Indonesia, yang melakukan tindak pidana di
luar negeri.
c. Kejahatan terhadap negara sahabat, kepala negaranya atau wakil kepala negara
sahabat,
d. Memberontak,
Jadi tindak pidana yang termuat di dalam pasal tersebut di atas, ialah makar
presiden atau wakil presiden Republik Indonesia, atau dengan tujuan akan
Dari uraian Pasal 104 KUHP tersebut, kini ada tiga macam tindak pidana,
ialah:
a. Makar yang dilakukan dengan tujuan (oogmerk) untuk membunuh keoala negara;
negara;
c. Makar yang dilakukan dengan tujuan untuk menjadikan kepala negara, tidak
Jadi, tindak pidana dari Pasal 111 KUHP berupa mengadakan perubungan
a. Akan membujuk supaya negara asing itu melakukan perbuatan permusuhan atau
c. Akan menyanggupkan bantuan dalam hal ini kepada negara asing, atau
“ (1) Barangsiapa dalam masa perang dengan sengaja memberi bantuan kepada
musuh atau merugikan negara terhadap musuh, diancam dengan pidana
penjara lima belas tahun.
(2) Diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu
paling lama dua puluh tahun jika si pembuat:
Ke-1: memberikan atau menyerahkan kepada musuh peta, rencana, gambar
ataupun penulisan mengenai bangunan-bangunan tentara;
Ke-2: menjadi mata-mata musuh, atau memberi pemondokan kepadanya.
(3) pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama
dua puluh tahun dijatuhkan jika si pembuat:
Ke-1: memberitahu atau menyerahkan kepada musuh, menghancurka atau
merusak sesuatu tempat atau pos yang diperkuat atau diduduki, suatu
alat penghubung, gudang persediaan perang, atau kas perang ataupun
angkatan laut, angkatan darat, atau bagian dari padanya, merintangi,
menghalang-halangi atau menggagalkan suatu usaha untuk
menggenangi air atau usaha tentara lainnya yang direncanakan atau
dielenggarakan untuk menangkis atau menyerang.
Ke-2: menyebabkan atau memperlancar timbulnya huru-hara pemberontakan
atau desersi dikalangan angkatan perang.
sengaja memberi bantuan kepada negara musuh atau merugikan negara Indonesia
terhadap musuh. Pidana maksimum lima belas tahun penjara pada tindak pidana ini,
menurut ayat (2) dinaikkan menjadi pidana penjara seumur hidup atau selama dua
a. Memberi kepada musuh peta, rencana, gambar dan sebagainya dari bangunan
b. Bekerja sebagai mata-mata dari musuh atau menerima di rumah atau menolong
Dalam ayat (3) pidananya dinaikkan lagi menjadi pidana mati atau pidana
penjagaan yang diperkuat atau diduduki, atau gudang atas suatu simpanan
Tindak pidana yang termuat dalam Pasal 140, adalah senada dengan tindak
pidana dari Pasal 104, hanya kini dilakukan terhadap kepala suatu negara
104. Kini beratnya hukuman digantungkan pada beberapa hal. Menurut ayat (1)
penjara sumur hidup atau selama dua puluh tahun, apabila berakibat matinya si
(voorbedechteraad), menurut ayat (3) menjadi hukuman mati atau penjara seumur
hidup atau selama dua puluh tahun apabila perbuatan dilakukan dengan dirancang
lebih dulu dan lagi mengakibatkan matinya korban atau apabila perbuatan dilakukan
dengan:
Untuk lebih jelasnya di bawah ini penulis kutipkan rumusan dari Pasal 140
“ (1) makar terhadap atau kemerdekaan raja yang memerintahkan atau kepala
negara lainnya dari negara sahabat, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima belas tahun,
(2) jika makar tehadap nyawa dilakukan dengan rencana atau berakibat maut
diancam dengan pidana penjara paling lama dua puluh tahun,
(3) jika makar terhadap nyawa dilakukan dengan rencana serta berakibat maut,
diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
Adapun bunyi Pasal 340 KUHP mengancam dengan pidana yang sebelumnya
peristiwa itu terjadi atau sesudah ada iat itu, terdakwa dengan tenang telah
Adapun bunyi Pasal 340 KUHP adalah sebagai berikut: “ Barangsiapa dengan
sengaja dan dengan rencana lebih dulu merampas nyawa orang lain diancam, karena
seumur hidup atau selama waktu rertentu, paling lama dua puluh tahun.”
orang lain atau setelah memikirkan siasat-siasat yang akan dipakai untuk
sebagai yang disebut dalam Pasal 369 ayat (4) dan Pasal 368 ayat (2) KUHP.
Di dalam KUHP tindak pidana pencurian adalah masuk dalam bab XXII buku
Pasal 365 KUHP, ialah tentang pidana bagi pencurian berat, yang bunyi
“ (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian
yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau
mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk
memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk
tetap menguasai barang yang dicurinya.
(2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:
Ke-1: jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah
atau perkaranya tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau
dalam kereta api atau tren yang sedang berjalan;
Ke-2: jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan
bersekutu;
61
Ibid, halaman 34.
Pasal 368 KUHP adalah hampir sama dengan tindak pidana pencurian dengan
mengambil barang yang dicuri, sedang dalam hal pemerasan, si korban, setelah
tengah jalan raya seorang A di todong dengan pistol oleh B, yang kemudian
mengambil sendiri dompet berisi uang dari saku si A, maka yang terjadi ialah
menyerahkan dompetnya yang berisi kepada B, maka yang terjadi ialah perampasan
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini kutipan rumusan dari Pasal 368 KUHP,
ialah sebagai berikut: Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri
62
Ibid, halaman 34-35.
sebagian adalah kepunyaan orang itu ada orang lain, atau supaya memberi hutang
maupun menghapus piutang, diancam karena kekerasan dengan pidana penjara paling
Ketentuan Pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi kejahatan
ini. Pasal 368 ayat (1) KUHP menentukan, bahwa pemerasan itu dapat dipidana yang
lebih berat lagi, apabila si terdakwa dalam melakukan pemerasan itu juga disertai
pidananya, seperti yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, atau masuknya terdakwa
memakai kunci palsu, surat perintah palsu, atau pakaian seragam palsu, atau apabila
pemerasan itu telah mengakibatkan orang lain mendapatkan luka berat atau mati. Di
sini dinyatakan dengan tegas ketentuan Pasal 365 ayat (2), (3), dan (4) berlaku bagi
Di dalam KUHP kejahatan pelayaran diatur dalam bab XXIX buku II dan
terutama pelayaran di laut, dan bersifat berat yaitu hampir semua merupakan
yang diklasifikasikan sebagai pembajakan laut (zeeroof) dan dirumuskan sebagai dua
a. Masuk bekerja atau bekerja sebagai nahkoda pada suatu kapal, dengan diketahui,
bahwa kapal itu ditujukan atau dipergunakan untuk ditengah laut melakukan
barang yang ada di kapal-kapal itu, tanpa untuk itu diberi kuasa oleh suatu negara
yang sedang berperang atau dengan tidak turut masuk angkatan laut dari suatu
b. Masuk bekerja menjadi anak kapal pada suatu kapal dengan diketahui tujuan atau
penggunaan kapal itu seperti tersebut di atas, atau setelah diketahuinya, tetap
Pidana maksimum untuk tindak pidana pada sub a adalah penjara lima belas
tahun dan untuk tindak pidana sub b adalah penjara dua belas tahun.
Lain halnya dengan tiga tindak pidana lain yang termuat dalam Pasal-Pasal
439, 440 dan 441 KUHP, yang tiga-tiganya dirumuskan sebagai perbuatan kekerasan
dan tiga-tiganya masing-masing diancam dengan pidana maksimum lima belas tahun
penjara.
444 KUHP dinaikkan menjadi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
tersebut mengakibatkan matinya orang yang diserang atau yang ada pada kapal yang
diserang. Untuk lebih jelasnya perumusan bunyi Pasal 444 KUHP adalah sebagai
berikut:
seseorang di kapal yang diserang atau seseorang yang diserang itu mati, maka
nahkoda panglima atau pimpinan kapal mereka yang turut serta melakukan perbuatan
kekerasan diancam dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana
Selain dalam KUHP, masih ada tindak pidana yang diancam dengan hukuman
64
Ibid, halaman 39-41.
65
Wawasan Pendidikan, Pidana Mati Dalam KUHP dan Diluar KUHP,
http://www.wawasanpendidikan.com, diunggahpada tanggal 0-01-2016, diakses pada tanggal 9-04-
2017.
6. UU No. 5 Tahun 1997 Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2) Tentang Psikotropika
1) Barang siapa:
a. Menggunakan Psikotropika golongan I selain dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2); atau
b. Memproduksi dan/atau menggunakan dalam proses produksi psikotropika
golongan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; atau
c. Mengendarkan Psikotropika golongan I tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 12 ayat (3); atau
d. Mengimpor Psikotropika golongan I selain untuk kepentingan ilmu
pengetahuan; atau
e. Secara tanpa hak milik, menyimpan dan/atau membawa Psikotropika
golongan I
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun, paling
lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.
150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah), dan paling banyak Rp.
750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
terorganisir dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara 20 tahun (dua puluh) tahun dan dikenakan pidana denda
sebesar Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
7. UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No.
20 Tahun 2001 Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
(empat) tahun dan atau denda paling sdikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta
Pasal 2 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2001 tentang revisi atas UU No. 31 Tahun
1999 menegaskan bahwa apabila suatu tindak pidana korupsi dilakukan terhadap
penanggulangan tindak pidana korupsi maka para pelaku tersebut dapat dipidana
mati.
Terorisme.
Pasal 119 ayat (2), Pasal 121 ayat (2) Tentang Narkotika
b. Pasal 114ayat (2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau
menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5
(lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima)
gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup,
atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditambah 1/3 (sepertiga).
c. Pasal 116ayat (2) Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau
pemberian Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen,
pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah 1/3 (sepertiga).
f. Pasal 121ayat (2) Dalam hal penggunaan Narkotika terhadap orang lain atau
pemberian Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen,
pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah 1/3 (sepertiga).
10. Penpres No. 5 Tahun 1959 Tentang Wewenang Jaksa Agung/ Jaksa Tentara
Agung
Penpres ini diundangkan pada 27 Juli 1959 dalam Lembaran Negara 1959 No.
80.
1959 No. 130. Adapun bunyi Pasal 2 Undang-Undang No. 21 (Prp) Tahun
Yang berbunyi:
12. Penpres RI No. 2 Tahun 1964 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang
KUHP 1999/2000. Sampai saat ini (tahun 2006) Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia RI telah mengeluarkan RUU KUHP tahun 2004 sebagai revisi RUU KUHP
1999/2000. Dengan demikian dapat dilihat bahwa para pakar hukum di Indonesia
paling tidak telah membuat Rancangan KUHP sebanyak 13 kali (termasuk revisinya)
66
Yon Artino Arba’i, loc.cit., halaman 107-108.
kajian akademis dari tim pakar hukum. Pakar hukum yang tergabung dalam Tim
Perumus RUU KUHP Tahun 2004 ini diketuai oleh Muladi, seorang guru besar
hukum pidana dan mantan Rektor Universitas Diponegoro Semarang serta mantan
Menteri Kehakiman pada masa pemerintahan Habibie. Tim Perumus ini dibawah
Manusia. 67
Tahun 1999-2000 pada bagian kedua pidana paragraf I. Jenis pidana Pasal 60 ayat (1)
terdiri atas pidana penjara, pidana tutupan, pidana pengawasan, pidana denda, dan
pidana kerja sosial. Dari Pasal 60 ayat (1) tersebut tidak ditemukan pidana mati
sebagai pidana pokok. Sangat berbeda bila dibandingkan dengan KUHP Bab II Pasal
pokok. KUHP ini dengan tegas menyebut pidana mati sebagai salah satu pidana
pokok. Fenomena meraik dari pentas pengadilan yang banyak menyita perhatian
publik akhir-akhir ini adalah meningkatnya jumlah vonis hukuman mati yang
diputuskan pengadilan. Pada 2003, misalnya, para pelaku Bom Bali I (Amrozi CS)
dijatuhi hukuman mati. Sebelumnya Fabianus Tibo, Domingus da Silva dan Marinus
67
RUU KUHP Tahun 2004 Diserahkan Pada Departemen Hukum dan HAM Pada
pertengahan bulan Mei 2005.
tersisa adalah layak atau tidak mempertahankan hukuman mati ditengah gencarnya
isu penegakan HAM. Eksistensi dan efektivitas penerapan hukuman mati sebagai
salah satu bentuk pemidanaan sering menjadi perdebadatan yang makin ramai seiring
menguatnya isu HAM yang makin berpengaruh pula terhadap kebijakan pemidanaan
termasuk salah satu negara yang masih menerapkan ancaman hukuman mati dalam
sistem hukum pidananya. Jumlah terpidana yang dihukum mati pun terbilang cukup
tinggi setelah Cina, Amerika Serikat, Kongo, Arab Saudi dan Iran. Menurut data yang
Indonesia pada Maret 2007 sejumlah 93 orang. Kenyataan ini mengandung perhatian
hukuman mati terhadap beberapa orang yang grasinya ditolak Presiden. Lembaga
tersebut menentang hukuman mati dan maminta otoritas untuk mencari jalan yang
lebih manusiawi.
dan HAM beserta para pakar hukum, penerapan ancaman hukuman mati
pidana tidak jelas, apakah berdasarkan dampak kejahatan atau lebih melihat tindak
genosida hanya diancam dengan hukuman minimum khusus dan maksimum 3-15
tahun. Jika dilihat dari tingkat kejahatan dan dampaknya, kejahatan ini lebih berat.
Dalam Statuta Roma pun kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida
Pemidanaan dalam RUU KUHP pada Tahun 1999-2002 yang diancam dengan
menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau
atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan
atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis atau lingkungan hidup
atau fasilitas umum atau fasilitas internasional, diancam dengan pidana mati atau
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
68
Yon Artiono Arba’i, lo.cit., halaman 111-112.
69
Ibid, halaman 113.
diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat lima tahun dan paling lama dua puluh tahun”.
melakukan tindak pidana terorisme, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 s/d
246, diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat lima tahun dan paling lama dua puluh tahun”.
terorisme, dipidana dengan pidana yang sama sebagai pembuat tindak pidana,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 sampai dengan Pasal 246 RUU KUHP”.
e) Pasal 250 ayat (1) mengenai perluasan pidana terorisme yang mana dipidana
karena terorisme setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 258 dengan pidana mati. Pasal 258 adalah Pasal tentang
Pesawat.
g) Pasal 262 ayat (2) mengenai tindak pidana perbuatan yang membahayakan
keselamatan penerbangan bahwa tindak pidana Pasal 262 ayat (1) mengakibatkan
h) Pasal 269 ayat (2) mengenai tindak pidana makar terhadap kepala negara sahabat
bahwa makar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu melakukan makar
i) Pasal 505 mengenai tindak pidana penyalahgunaan narkotika yaitu bahwa tanpa
j) Pasal 506 tindak pidana penyalahgunaan narkotik yaitu tanpa hak dan melawan
k) Pasal 511 tindak pidana penyalahgunaan narkotik di luar wilayah Indonesia yaitu
dalam Pasal 503 ayat (1), Pasal 504 sampai dengan Pasal 506 di luar wilayah
negara Indonesia bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana psikotropika
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 513 ayat (1) dan Pasal 514 di luar wilayah
o) Pasal 574 mengenai tindak pidana pembunuhan berencana yaitu dengan rencana
berencana dipidana dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, atau pidana
penjara paling singkat lima tahun dan paling lama dua puluh tahun.
Adapun konsep KUHP pidana mati pada tahun 2004 diancamkan pada 16
pasal perbuatan pidana (Naskah Akademik RUU KUHP)antara lain adalah: Pasal 244
RUU KUHP Terorisme Menggunakan Bahan-Bahan Kimia, Pasal 247 RUU KUHP
Penggerakan, Pemberian Bantuan dan Kemudahan untuk Terorisme, Pasal 249 RUU
KUHP Terorisme, Pasal 250 RUU KUHP Perluasan Pidana Terorisme, Pasal 251
RUU KUHP Terorisme, Pasal 262 ayat (2) RUU KUHP Perbuatan yang
Membahayakan Keselamatan Penerbangan, Pasal 269 ayat (2) RUU KUHP Makar
terhadap Kepala Negara Sahabat, Pasal396-399 RUU KUHP Kejahatan Perang dan
Narkotika di luar Wilayah Negara Indonesia, Pasal 515 RUU KUHP Penyalahgunaan
Ketentuan pidana mati dalam RUU KUHP diatur dalam Pasal 87, 88, 89, dan
90 RUU KUHP. Pasal 87 RUU KUHP mengatur pidana mati merupakan pidana
pokok yang bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif'. Hukuman mati
sebagai klausul hukuman alternatif adalah menjadi hukuman seumur hidup atau
Pasal 88 RUU KUHP mengatur tata cara pelaksanaan pidana mati. Pidana
Pelaksanaan pidana mati terhadap wanita hamil atau orang yangsakit jiwa ditunda
sampai wanita tersebut melahirkan atau orangyang sakit jiwa tersebut sembuh. Pidana
Presiden.
terhadap terpidana tidak terlalu besar, terpidana menunjukkan rasa menyesal dan ada
harapan untuk diperbaiki, kedudukan terpidana dalam penyertaan tindak pidana tidak
terlalu penting, dan ada alasan yang meringankan. Jika terpidana selama masa
percobaan menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji maka pidana mati dapat
diubah menjadi pidana seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh)
70
Trisno Raharjo, Kebijakan Formulasi Pidana Mati Dalam Pembaharuan Hukum Pidana
Indonesia, https://hukum.ump.ac.id, diakses pada tanggal 10 April 2017.
Sebaliknya, jika terpidana tak berubah, maka pidana mati dapat dilaksanakan
atas perintah Jaksa Agung. Pasal 90 RUU KUHP menegaskan jika permohonan grasi
terpidana mati ditolak dan pidana mati tidak dilaksanakan selama 10 (sepuluh) tahun
bukan karena terpidana melarikan diri, maka pidana mati tersebut dapat diubah
Adapun konsep KUHP pidana mati pada tahun 2015 diancamkan pada 19
pasal perbuatan pidana (Naskah Akademik RUU KUHP) antara lain adalah:Pasal
223 RUU KUHP Makar Terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pasal 235
ayat (2) RUU KUHP Pengkhinatan Terhadap Negara dan Pembocoran Rahasia
Negara, Pasal 249 RUU KUHP Terorisme, Pasal 252 RUU KUHP Terorisme dengan
Menggunakan Bahan Kimia, Pasal 254, Pasal 256 RUU KUHP Pendanaan untuk
Kemudahan untuk Terorisme, Pasal 267 ayat (2) RUU KUHP Makar Terhadap
Kepala Negara Sahabat, Pasal 400 RUU KUHP Genosida, Pasal 401 RUU KUHP
Tindak Pidana Terhadap Kemanusiaan, Pasal 402 RUU KUHP Tindak Pidana dalam
Masa Perang atau Konflik Bersenjata, Pasal 403 RUU KUHP Tindak Pidana dalam
Masa Perang atau Konflik Bersenjata, Pasal 507, Pasal 510 ayat (2), Pasal 512 ayat
(2), Pasal 514 ayat (2), Pasal 515 ayat (2), Pasal 517 ayat (2) RUU KUHP Tindak
Korupsi. 71
Ketentuan pidana mati dalam RUU KUHP diatur dalam Pasal 14 ayat (3)
RUU KUHP Pemufakatan Jahat, Pasal 67 RUU KUHP, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91,
Pasal 92 RUU KUHP Pidana Mati. Pasal 14 ayat (3) mengenai pemufakatan jahat
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur
hidup, dipidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun. Pasal 67 RUU KUHP mengenai
pidana mati merupakan pidana pokok yang bersifat khusus dan selalu diancam secara
alternatif. Pasal 89 RUU KUHP menegaskan pidana mati secara alternatif dijatuhkan
Pasal 90 RUU KUHP ayat (1) mengenai pidana mati dapat dilaksanakan
setelah permohonan grasi bagi terpidana ditolak Presiden. Ayat (2) mengenai
pelaksanaan pidana mati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan di
muka umum. Ayat (3) pidana mati dilaksankan dengan menembak terpidana sampai
mati oleh regu tembak. Ayat (4) pelaksanaan pidana mati terhadap wanita hamil atau
orag yang sakit jiwaditunda sampai wanita tersebut melahirkan atau orang yang sakit
Pasal 91 RUU KUHP ayat (1) pelaksanaan pidana mati dapat ditunda dengan
terpidana tidak terlalu besar, terpidana menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan
71
RUU KUHP Tahun 2015, Jakarta 05 Juni 2015.
penting, dan ada alasan yang meringankan. Ayat (2) mengenai jika terpidana selama
masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan
perbuatan yang terpuji maka pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup
atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dengan keputusan menteri
manusia. ayat (3) jika terpidana selama masa pecobaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan
untuk diperbaiki maka pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung.
ditolak dan pidana mati tidak dilaksanakan selama 10 (sepuluh) tahun bukan karena
terpidana melarikan diri maka pidana mati tersebut dapat diubah menjadi pidana
Asasi Manusia yang berbunyi sebagai berikut: “setiap orang yang melakukan
dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau hukuman penjara paling lama
72
Nelvita Purba dan Sri Sulistyawati, Pelaksanaan Hukuman Mati Perspektif Hak Asasi
manusia dan Hukum Pidana Di Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, Cetakan pertama, 2015, halaman
139.
seluruh atau sebagaian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama
dengan cara:
a) Membunuh kelompok.
anggota kelompok.
kelompok atau;
lain.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang
dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang
sipil berupa: 74
a) Pembunuhan
73
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Penadilan Hak Asasi Manusia.
74
Ibid, halaman 140.
c) Perbudakan
Internasional.
f) Penyiksaan
didasari persamaan paham politi, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis
kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang
j) Kejahatan apartheid.
Pidana mati masih tetap digunakan dalam sistem hukum pidana Indonesia: 75
sila yang satu dengan sila lainnya. Namun apabila Pancasila dilihat secara parsial
(menitikberatkan pada salah satu sila), maka ada pendapat yang menyatakan
75
Inspirasi Hukum, Eksistensi Pidana Mati Dalam Rancangan KUHP Nasional Ditinjau Dari
Pasal 28I, http://pembaharuan-hukum.blogspot.co.id, diunggah pada tanggal 19 Desember 2008,
diakses pada tanggal 22 Maret 2017.
dan menerima pidana mati, sama-sama mendasarkan pada Pancasila. Bahwa “ada
kecenderungan di antara mereka yang pro dan kontra (terhadap pidana mati),
2. Hak untuk hidup (Pasal 28A jo Pasal 28 I UUD1945 dan Pasal 9 ayat 1 jo Pasal 4
UU HAM) dan hak untuk bebas dari penghilangan nyawa (Pasal 33 UU HAM)
“pidana mati”. Hal ini sama dengan hak kebebasan pribadi (Pasal 4 UU HAM)
atau hak atas kemerdekaan (Pembukaan UUD 1945) yang juga tidak dapat
kemerdekaan/kebebasan”.
3. Pernyataan dalam UUD 1945 dan UU HAM bahwa “setiap orang berhak untuk
hidup”, identik dengan Pasal 6 ayat (1) ICCPR yang menyatakan, bahwa “every
human being has the right to life”. Namun di dalam Pasal 6 (1) ICCPR,
pernyataan itu dilanjutkan dengan kalimat tegas, bahwa “No one shall be
arbitrarily deprived of his life”. Jadi walaupun Pasal 6 ayat (1) ICCPR
menyatakan, bahwa “setiap manusia mempunyai hak untuk hidup”, tetapi tidak
berarti hak hidupnya itu tidak dapat dirampas. Yang tidak boleh adalah
untuk “the most serious crimes”. Selanjutnya bahkan diatur pula dalam berbagai
Resolusi Ecosoc PBB 1984/50 jo Resolusi 1989/64 dan Resolusi 1996/15 yang
HAM PBB) 1999/61 juga masih ada penegasan, bahwa pidana mati jangan
menyatakan: “Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-Undang ini hanya
bangsa. Pasal 73 UU HAM identik dengan Pasal 28J UUD 1945 amandemen ke-
2 Tahun 2000.
hukum pidana dan peradilan hukuman.Oleh karena itu, proses, aktivitas, dan
bukan saja harus sesuai hukum acara, namun juga berkaitan dengan keadilan,
kepastian hukum, HAM, tujuan pemidanaan, dan politik kriminal serta kebijakan
sosial suatu Negara. Menurut Muladi, dalam penjatuhan sanksi hukuman terdapat
beberapa indicator yang harus dikembangkan. Namun, sebenarnya ada lima hal yang
harus menjadi perhatian, yaitu hal-hal objektif yang berkaitan dengan perbuatan,
faktor-faktor subjektif, besar kecilnya kerugian atau korban kejahatan, dan prediksi
Aspek penting lain dalam penerapan hukuman mati terletak pada hakikat dan
tujuan pemidanaan, yang tidak lepas dari lingkup teori-teori yang berkembang seperti
teori klasik, teori pembalasan, teori relatif atau teori gabungan. Di samping itu,
76
Muladi, Hak Azasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, 1995, halaman 157.
83
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
yang lebih bersifat preventif dan teori gabungan antara pembalasan dan prevensilah
yang lebih banyak dijadikan dasar dalam penerapan hukuman mati. Teori ini paling
relevan karena ternyata perkembangan teori-teori baru lain tidak dapat menghindari
Indonesia dapat dirumuskan sebagai pidana perkecualian yang bersifat khusus, sesuai
beberapa modifikasi. 78
patu memperoleh kajian dengan meninjau kembali unsur-unsur yang termuat dalam
mengenai keadilan, yang notabene menimbulkan pro dan kontra yang tidak mungkin
77
Bambang Poernomo, Hukum Pidana, Kumpulan Karangan Ilmiah, Jakarta: Bina Aksara,
1982, halaman 9.
78
Muladi, loc.cit.,halaman 156.
Ditinjau dari sejarah pemidanaan, hukuman mati lahir bersama dengan lahirya
manusia di muka bumi, dengan budaya hukum retaliasi hukuman berdasarkan teori
serigala.Pidana mati dapat dikatakan sebagai salah satu pidana tertua, disamping
pidana ganti kerugian (denda) dan pidana fisik (dicambuk, anggota tubuh dipotong,
Pidana mati telah digunakan pada abad 18 Sebelum Masehi (SM) dalam
hukum yang diberlakukan oleh Raja Hammurabi dari Babilonia, terdapat 25 kasus
kejahatan yang dijatuhi pidana mati. Pada abad 14 SM hingga 5 SM, pidana mati juga
Pidana mati tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang cukup keji dalam
Pada abad ke-10, hukuman mati dengan cara digantung menjadi metode yang
digunakan di dataran Inggris. Pada abad berikutnya, Raja William tidak mengizinkan
hukuman mati kecuali dalam kondisi perang. Akan tetapi, pada abad ke-16 kondisi ini
kemudian berbalik. Dibawah rezim Raja Henry ke-16, diperkirakan sekitar 72 ribu
dipisahkan anggota tubuhnya dengan cara ditarik dan lain-lain. Hukuman ini
Pada saat yang sama, kondisi yang tidak jauh berbeda terjadi saat terjadi
Corpus), banyak kaum oposisi yang dianggap sebagai penentang revolusi Perancis
terutama kalangan bangsawan dan kalangan gereja dihukum mati dengan cara
dipenggal di guillotine. Salah satu cara yang masih digunakan sampai saat ini adalah
dengan hukum gantung. hukuman ini masih dijalankan atau diberlakukan di Irak,
Arab Saudi, Indonesia dan Malaysia. Dengan alasan untuk mengurangi rasa sakit
yang dialami oleh mereka yang menjalaninya, pidana mati kemudian dilakukan
termasuk Indonesia. Pada tahun 1890, Negara bagian New York, Amerika Serikat
mengembangkan kursi listrik dan awalnya dilakukan di pada tahun 1890 untuk
mengeksekusi Raja William. Sampai saat ini, hanya negara bagian Nebraska yang
memberlakukan kursi listrik sebagai metode. Pada tahun 1924, negara bagian Nevada
kemudian menggunakan kamar gas dengan sianida. Terakhir, hukuman ini digunakan
pada tahun 1999. Terakhir adalah dengan suntik mati. Negara bagian Oklahoma
hukuman tersebut pada tahun 1982 kepada Charles Brooks. Cara terakhir ini
kemudian mulai dijadikan oleh beberapa negara sebagai metode hukuman mati.
hampir tidak mempunyai tempat pada masyarakat yang demokratis dan berbudaya.
terhadap Hak Sipil dan Politik tahun 1989 yang bertujuan untuk menghapuskan
hukuman mati merupakan pengakuan yang sangat jelas oleh masyarakat internasional
terhadap kebutuhan untuk menghilangkan penggunakan pidana mati secara total dan
keseluruhan”. 79
Sejak awal abad ke-20 banyak Negara yang menghapuskannya. Ada pula
Negara yang tidak menghapus hukuman mati, namun tidak pernah melaksanakannya,
misalnya penghapusan hukuman mati secara de facto di Belgia.Ada juga Negara yang
yang ditunda, seperti yang dilakukan Cina. Pada umumnya Negara-negara maju,
79
Jurnal hukum, Penelitian Hukuman Mati dan Hak, http://jurnalhukum.blangspot.com,
diunggah pada tanggal 11 Mei 2007, diakses pada tanggal 19 Aptil 2017.
kerajaan yang terkenal pada waktu itu adalah kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit
a. Hukuman mati
c. Hukuman denda
a. Tebusan
b. Penyitaan
mematuhi peraturan;
b. Hukum adat ada kalanya tidak mampu untuk menyelesaikan suatu perkara
persoalan pembuktian;
suatu kejahatan, menurut hukum yang berlaku merupakan kejahatan yang harus
diberikan hukuman.
hukum pidana adat dalam hukum pidana masa kini. Hukuman mati sudah lama
lain:
c. Dicap bakar
d. Dipukul
kejam seperti di Aceh, seorang istri yang berzinah dibunuh. Ketika Sultan berkuasa
disana, boleh dijatuhkan lima jenis hukuman yang utama antara lain:
3) Dipalang di pohon
Setelah tanggal 1 Januari 1918 Wetboek van Strafrecht (WvS) berlaku hukum
pidana bagi golongan Eropa maupun yang bukan. Sejak itu terdapat unifikasi hukum
b. Peradilan Swapraja;
c. Peradilan Pribumi.
1942 berlaku bahwa undang-undang ini zaman penjajahan Belanda masih tetap
Presiden Nomor 2 Tahun 1945 peraturan-peraturan pidana yang berwenang pada saat
itu adalah undang-undang yang pada tanggal 8 Maret 1942. Di dalam kitab Undang-
80
Nelvita Purba dan Sri Sulistyawati, op.cit.,halaman 21-24.
a. Hukuman Mati
b. Hukuman Penjara
c. Hukuman Kurungan
d. Hukuman Denda
Hukum Pidana yaitu hukuman mati dijalankan oleh algojo (orang yang menjalankan
terhukum dan meningkatkan jerat itu pada tiang penggantungan dan menjatuhkan di
tenpat pelaku hukuman mati berdiri. Pada tahun 1964 berdasarkan Penetapan
Presiden Nomor 2 Tahun 1964 tentang pelaksanaan pidana mati Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana di Indonesia dilakukan dengan ditembak sampai mati di suatu
tingkat pertama. 81
mati dengan cara mengurung terhukum dalam peti besi dan menusuknya dengan
pelanggaran agama.Kemudian, pada 1814 tiga anak laki-laki yang berusia sekitar 8-
11 tahun dijatuhi hukuman mti hanya karena melakukan pelanggaran hak milik
mencuri sepasang sepatu. Masi di Inggris, menurut Marvin Hume Bovee dalam
bukunya, Reasons for Abolishing Capital Punishment (1873), 72.000 tindak pidana
pencurian kecil dan berat dihukum mati pada zaman Henry VIII. Bahkan, pada 1533
Henry VIII menghukum mati 37 warga Protestan hanya karena tidak mau
Pada 1497 sebanyak 18 orang Yahudi dibakar sampai mati di Bukit Yahudi
karena membunuh 4 anak pemeluk agama Kristen. Pada akhir abad ke-18 dan
jahat. Menyembelih, mengeluarkan isi perut, memenggal kepala, dan merobek tubuh
menjadi empat bagian juga merupakan cara eksekusi hukuman mati yang digunakan
penyeraangan, perbuatan cabul dan asusila, perzinahan, serta inses umunya dikirm ke
barang/uang yang nilainya lebih dari satu guldenpun dikirm ke tiang gantung,
Zaman modern hingga abad ke-20 sejalan 1888 pemerintah Amerika Serikat
menggunakan kursi listrik untuk mengeksekusi terpidana mati. Sampai tahun 1925
menggunakan gas maut. Menurut data tahun 1985, dari 42 terpidana mati 24
cara-cara yang dianut oleh negara bagian tempat hukuman mati diputuskan.
tertutup bagi publik, hanya dilihat para saksi.hukuman mati di Cina dilakukan dengan
berumur 18 tahun pada saat kejahatan dilakukan atau pada wanita hamil pada saat
putusan hakim. Jika tindak pidana yang dilakukan termasuk kasus berat, terpidana
yang telah mencapai usia 16 tahun tetapi belum genap 18 tahun dapat dipidana mati
dengan penundaan eksekusi selama dua tahun. Hal ini tercantum dalam Pasal 44 dan
hukuman mati. Pada 8 Desember 1977, Sidang Manjelis Umum PBB mendorong
Negara-negara untuk membatasi hukuman mati, yakni untuk kasus-kasus khusus saja.
mati.Kemudian pada 1995, Konvensi PBB tentang Hak Anak mulai berlaku yang
pada Pasal 37 (a) melarang penjatuhan hukuman mati terhadap orang yang berusia di
bawah 18 tahun pada saat dilakukannya kejahatan. Selanjutnya, pada Februari 2002
yang secara resmi mengikat untuk dilakukannya penghapusan hukuman mati dalam
bentuk apa pun tanpa terkecuali. Sejak perjanjian ini diresmikan pada Mei 2002,
putusannya dengan pengertian hakim juga manusa biasa yang tidak lepas dari
kekeliruan.
asas kemanusiaan.
tidak dimungkinkan.
5. Bila hukuman itu dipandang dari sudut tujuan hukuman, yaitu untuk menakut-
itu oleh beberapa negara sering diubah menjadi hukuman seumur hidup atau
mengurangi atau menghilangkan sama sekali hak–hak asasi manusia. Namun didalam
Setiap tindakan yang diperbuat oleh warga negaranya, apabila perbuatan itu
melenceng dari undang-undang yang berlaku maka orang itu akan menerima hukuman
sistem hukum mati melalui ekstra hati-hati dan tidak boleh dilakukan dengan sesuka
hati, namun harus melalui tahap-tahap yang cukup ketat dan penuh hati-hati
1) Pelaku kejahatan tersebut telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan yaitu
82
Yon Artiono Arba’I, op.cit.,halaman 8-11.
dan terpaksa tidak akan dipertanggung jawabkan sebagai perbuatan kejahatan dan
Bila lima unsur di atas telah dipenuhi oleh setiap pelaku kejahatan, maka
ketertiban dan jaminan keselamatan hidup manusia, bila lima unsur diatas tidak
dipenuhi, maka pelaksanaan hukuman mati tidak dapat dilaksanakan terhadap pelaku
satu wujud dari ajaran Islam yang sangat menghargai dan menjunjung tinggi
mengaitkan bahwa merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang berkaitan dengan
“hak untuk hidup” berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Universal
yang berat dan merupakan kejahatan yang membahayakan generasi bangsa untuk itu
harus dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan dan harus dilihat sebagai orang yang
membahayakan “hak untuk hidup orang lain dan masyarakat”. Karena hukum harus
melindungi kepentingan orang banyak yaitu “kepentingan untuk meindungi dari hak
terutama generasi penerus bangsa yang telah menjadi korban dari pelaku kejahatan
narkotika, karena kejahatan narkotika ini merupakan suatu hal menakutkan dan
sangat meresahkan orangtua yang mempunyai anak-anak usia sekolah dan masih
remaja. Para pelaku pengedar narkotika pada dasarnya telah menghilangkan “hak
melakukan penyiksaan yang luar biasa kepada korban dari pengedar narkotika
ketagihan akibat dari telah memakai/konsumen narkotika yang pada gilirannya fapat
melanggar hak asasi manusia orang lain, karena dampak perbuatannya telah
sangat mendasar dan seyogianya jangan dikaitkan dengan jenis kejahatan yang
dilakukan oleh si pelaku. Sekali dikaitkan pidana mati berdasarkan apakah perbuatan
itu sangat kejam, kurang, atau tidak sadis, kurang, atau tidak berperi-kemanusiaan,
kurang atau tidak dan sebagainya. 84Pidana Mati Dalam Hukum Adat dan Hukum
Islam Pidana mati sudah dikenal oleh hampir semua suku di Indonesia. Berbagai
palu dan lain-lain. Berdasarkan UndangUndang Nomor 2 Pnps Tahun 1964 diatur
a) Dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam sebelum saat pidana mati itu
83
Nelvita Purba dan Sri Sulistyawati, op.cit, halaman 162-163.
84
J.E.Sahetapy, op.cit., halaman 119- 120.
pesannya itu diterima oleh jaksa tinggi atau oleh jaksa tersebut.
pelaksanaan dari pidana mati harus ditunda hingga anak yang dikandungnya
telah lahir.
berganti nama menjadi Menteri Hukum dan Ham), yakni di daerah hukum dari
bersangkutan.
pelaksanaan pidana mati tersebut setelah mendengar nasihat dari jaksa tinggi atau
dari jaksa yang telah melakukan penuntutan pidana mati atau peradilan tingkat
pertama.
e) Pelaksanaan pidana mati itu dilakukan oleh suatu regu penembak polisi di bawah
f) Kepala polisi dari daerah yang bersangkutan (atau perwira yang ditunjuk) harus
menghadiri pelaksanaan dari pidana mati itu, sedang pembela dari teridana atas
sahabat terpidana, dann harus dicegah pelaksanaan dari penguburan yang sifat
i) Setelah pelaksanaan dari pidana mati itu selesai dikerjakan, maka jaksa tinggi
atau jaksa yang bersangkutan harus membuat berita acara mengenai pelaksanaan
dari pidana mati tersebut, dimana isi dari berita acara tersebut kemudian harus
Menurut The Indonesian Human Rights Watch, terdapat tiga alasan utama
lain: 86
1. Hasil penerapan ancaman hukuman mati digunakan oleh rezim kolonial Belanda,
kemudian dalam prakteknya terus digunakan sampai rezim orde baru untuk
memberikan rasa takut bahkan menghabiskan lwan politik. Hal ini dapat dilihat
membenahi sistem hukum yang korup. Padahal ancaman pidana mati tidak
narkotika.
85
Effendi Erdianto, Hukum Pidana Indonesia- Suatu Pengantar, Bandung: PT. Refika
Aditama, 2011, halaman 153-154.
86
Waluyadi, Kejahatan, Pengadilan dan Hukum Pidana, Bandung: Mandar Maju, 2009.
Halaman 57-58.
pelaku.
Dipilihnya atau ditetapkannya pidana mati sebagai salah satu sarana untuk
menetapkan suatu kebijakan, bisa saja orang berpendapat pro atau kontra terhadap
policy), kebijakan formulasi pidana mati itu tentunya diharapkan dapat diterapkan
hukuman mati tidak bertentangan dengan konstitusi karena hak untuk hidup dalam
semangat UUD 1945 dan sejarah konstitusi Indonesia tidak dimaksudkan sebagai hak
yang mutlak dan underogable atau hak yang bisa dibatasi. Meski demikian, MK
kemudian dalam putusan tersebut memberikan arahan agar konstruksi pidana mati.
Dalam hal ini pemeberian sanksi pidana mati dalam UU Nomor 35 Tahun 2009
tentang tindak pidana narkotika, sudah amat cukup jelas bahwa pidana mati adalah
jalan akhir karena dalam penerapannya sanksi pidana mati amat sangan menakutkan
bagi siapapun, dengan tujuan memberi efek jera pada si calon pelaku agar
memperbaiki diri bila tidak ingin bernasip sama pada terpidana mati lain.
87
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kajian
Perbandingan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2011, halaman 306.
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yang berbunyi sebagai berikut: “setiap
a,b,c,d,e atau j dihukum dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau
a) Membunuh kelompok.
anggota kelompok.
kelompok atau
lain.
3. Kejahatan Kemanusiaan 89
88
Nelvita dan Sri Sulisyawati, op.cit., halaman 139.
89
Ibid, halaman 140.
perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau
a. Pembunuhan
b. Pemusnahan
c. Perbudakan
Internasional.
f. Penyiksaan
didasari persamaan paham politi, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis
kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang
merupakan suatu pembicaraan yang bersifat pro dan kontra, karena masih banyak
diantara para pakar yang mempersoalkannya dengan berpangkal tolak dari pandangan
yang berbeda. Para ahli hukum meninjau masalah pidana mati ini dari segi yuridis
dogmatis dan dari perkembangan hukum pidana yang berorientasi pada berbagai
aspek ilmu pengetahuan kemasyarakatan, di antaranya tujuan dari segi agama, hak
Ada beberapa kalangan yang tidak setuju dengan adanya hukuman mati ada
pula yang masih setuju dengan penerapan hukuman mati. Mereka yang setuju
mengajukan pendapat bahwa hanya Allah yang berhak menyabut nyawa orang dan
agar hukuman mati dihapuskan. Sebagian berpendapat bahwa dalam hal-hal tertentu,
dapat dibenarkan adanya hukuman mati itu, yaitu apabila si pelaku telah
bagi masyarakat, dan oleh karena itu harus dibuat tidak berbahaya lagi dengan
Beberapa ahli filsafat yang lain memandang tujuan penghukuman atau pidana
sebagai bentuk pembalasan dan pemberi rasa takut atau efek pencegah (deterrent
effect) bagi orang lain agar tidak melakukan kejahatan serupa di kemudian hari. Di
sisi lain, ada pula yang memandang hukuman sebagai cara untuk memperbaiki dan
Perwakilan Rakyat (DPR), hukuman mati bagi Indonesia masih dianggap perlu
Belanda bahwa ”negara mempunyai segala hak, yang tanpa itu negara tidak dapat
komitmen yang kuat untuk melaksanakan isi yang terdapat di dalam setiap peraturan
Menurut Yap Thian Hien salah satu pakar yang setuju pidana mati dihapuskan
mengatakan bahwa: 91
Sangat menarik ketika pro kontra atas eksistensi pidana mati dikaitkan dengan
hak asasi manusia. Sebagaimana diketahui bahwa di satu sisi setiap manusia memiliki
hak untuk hidup, sedangkan di sisi lain manusia harus dihadapkan dengan adanya
90
Wirjono Projodikoro, op.cit.,halaman176.
91
Aruan Sakidjo dan Bambang Poernomo, Hukum Pidana: Dasar Aturan Umum Hukum
Pidana Kodifikasi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990, halaman 79.
dalam pernyataan umum hak asasi manusia yaitu Universal Declaration of Human
Rights yang telah ditetapkan oleh Majelis Umum PBB pada 10 Desember 1948 yang
tanggal 28 Oktober 1998, dikatakan bahwa hak hidup merupakan salah satu hak asasi
manusia.
Berbagai macam peraturan yang melindungi hak asasi manusia bukan berarti
menjadikan hak asasi manusia menjadi alat untuk bisa melakukan apa saja dengan
semena-mena. Walaupun hak asasi manusia tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun
juga. Di Indonesia, sampai saat ini pidana mati masih diterapkan dengan acuan utama
adalah KUHP, akan tetapi Indonesia juga sudah mengeluarkan Undang-undang yang
mengatur masalah hak asasi manusia yaitu dalam Undang Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia yang dalam Pasal 1 butir 1 disebutkan Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Sedangkan dalam Pasal 4 disebutkan Hak untuk hidup, hak untuk tidak
disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk
tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum,
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
beberapa pasal didalam DUHAM yang tidak memperbolehkan hukuman mati, antara
lain:
hidup ini ialah pembunuhan atau melukai jasmani atau rohani dari seseorang
ataupun dari kelompok. Hukuman mati jelas telah melanggar pasal ini, dimana
adalah hukuman yang sangat melanggar hak untuk hidup bagi manusia sebagai
makluk ciptaan Tuhan.Dapat dilihat banyak orang yang telah dijatuhi hukuman
mati, antara lain koruptor di Cina, Saddam Hussein, ataupun lainnya. Namun
seperti kasus Rwanda dan Yugoslavia pelaku pelanggaran HAM hanya diganjar
dengan hukuman maksimal pidana seumur hidup, karena hukuman mati di jaman
modern ini mulai ditinggalkan oleh negara-negara di dunia, meskipun masih ada
b. Jika pidana mati ditinjau menurut Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil
politik yaitu Pasal 6 ayat (1) Pada setiap insan manusia melekat hak untuk hidup.
Pasal 3 DUHAM bahwa pelaksanaan eksekusi mati, telah melanggar pasal 6 ayat
(1), eksekusi mati pada dasarnya menimbulkan kesakitan fisik dan dirampasnya
hak hidup dari seseorang, dan ini yang bertentangan dengan Pasal 6 ayat (1)
hukuman mati antara lain Indonesia, Cina dan negara Irak belum menghapuskan
hukuman mati, yang menjadi permasalahan adalah tidak adanya pemenuhan dan
pengaturan yang jelas terhadap pelaksanaan pidana hukuman tersebut baik itu
persidangan, sehingga hal tersebut bertentangan dengan konsep the rule of law
muka hukum dan juga terdapatnya peradilan yang bebas dan tidak memihak yang
c. Pasal 6 ayat (2) Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil Politik menyatakan
dapat diberikan hanya untuk kejahatan yang paling berat, sesuai dengan undang-
undang yang berlaku pada waktu kejahatan demikian dilakukan, dan tanpa
melanggar suatu ketentuan dari Kovenan ini dan Konvensi Tentang Pencegahan
Lebih lanjut Pasal 6 ayat (4) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil Politik
pengampunan, atau keringanan hukuman mati dapat diberikan dalam segala bab.
Dalam hal ini menurut uraian diatas memperhatikan beberapa aspek, karena
meskipun dalam HAM hukuman mati dilarang karena tidak sesuai dengan Pasal 3
DUHAM dan juga banyak dari negara di dunia yang telah menghapuskan hukuman
mati.
Di samping pengaturan tentang hak dasar yaitu hak untuk hidup yang diatur
dalam DUHAM tersebut yang dalam hal ini dihubungkan dengan hukuman mati,
pemahaman mendalam terhadap adanya derogable rights, yaitu dalam hal yang
pertama ”a public emergency which treatens the life of nation” dapat dijadikan dasar
kondisi keadaan darurat (public emergency) tersebut harus diumumkan secara resmi
Hal tersebut diatur secara limitatif dalam Kovenan Internasional Tentang Hak
Sipil dan Politik, dalam Pasal 4 ayat (1) ICCPR menyatakan, dalam keadaan darurat
umum yang mengancam kehidupan bangsa dan terdapatnya keadaan darurat tersebut
telah diumumkan secara resmi, negara-negara pihak pada kovenan ini dapat
negara pihak itu menurut hukum internasional, dan tidak menyangkut diskriminasi
berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, dan asal-usul sosial,
sehingga vonis mati yang dijatuhkan terhadap Saddam tidak bertentangan dengan
Pasal 3 DUHAM, karena kejahatan yang dilakukan adalah kejahatan HAM berat dan
memenuhi ketentuan Pasal 4 ICCPR. Dalam hal ini hakim telah mengambil hak
hidup seseorang yang mana hakim dapat mempertangung jawabkan putusan yang
yang kita tahu bahwa hak hidup seseoang hanya bisa di ambil oleh Tuhan. Hak untuk
hidup merupakan hak yang paling utama dan hak lain berada di bawah hak tersebut.
Hak ini diatur khusus dalam UDHR 1948 dan ICCPR 1966. Perampasan terhadap
Jika dari cara pelaksanaan pidana mati ternyata terpidana masih tersiksa,
meregang dan bahkan mengeram karena kesakitan sebelum menemui ajalnya maka
sudah barang tentu tata cara itu melanggar hak asasi manusia untuk tidak disiksa.
Nomor 2/Pnps/1964 adalah ditembak tepat pada jantung terpidana mati. Hal ini
berdasarkan asumsi bahwa jantung sebagai tanda hidup yang utama dalam kehidupan
manusia, maka tembakkan tepat pada jantung manusia adalah sasaran yang sangat
92
Muladi, op.cit., halaman 105.
mati, baru kemudian ditembak pada bagian kepalanya. Tembakkan pada bagian
2) Tembakan tepat pada kepala terpidana mati tidak diperlukan, apabila tembakkan
pengakhir dan hanya dilakukan apabila tembakkan pada jantung tidak langsug
tersebut, dimaksudkan agar terpidana mati tidak mengalami proses sakit yang
terlalu lama. 93
b. Suntik Mati 94
Suntik mati sudah banyak dipakai di negara di dunia ini dan menurut ahli ada
beberapa yang harus dikritisi. Di Amerika Serikat yang melakukan bukan dokter dan
bukan perawat. Oleh karena dokter dan perawat terikat oleh etika, sehingga yang
93
Penjelasan Pemerintah atas Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964
tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati, ”Kutipan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia”, Majalah Konstitusi, XXV (Oktober-November, 2008), halaman. 53
94
Sun Sunatrio, ”Kutipan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia”, Majalah
Konstitusi, XXV (Oktober-November, 2008).
infus melalui vena, satu bagian sebagai cadangan (back up) kemungkinan satu
sebelah kiri dan satu sebelah kanan. Setelah dipasang infus dengan Na Sl fisiologis
kemudian dimasukkan obat bius yang namanya Topental sebanyak 5 gram. Perlu
diketahui, kalau ahli membius hanya untuk sekedar membuat tidur maka hanya
demikian dosis 5 (lima) gram hampir dipastikan akan terbius, apalagi dosisnya toxic
artinya orang yang diberikan dosis 5 (lima) gram tersebut langsung pingsan dan
Setelah nafasnya berhenti dan pingsan dimasukkan obat kedua yaitu obat
miligram yang biasanya dosis yang dipakai adalah 4 milligram untuk orang dewasa.
Dengan 8 (delapan) milligram sudah pasti semua otot rangkanya berhenti. Otot
rangka adalah otot lurik yaitu otot yang diperintah tetapi otot polos dan otot jantung
tidak berhenti. Andaikata terjadi kesalahan oleh karena yang menyuntik bukan
Kalau obatnya keluar dan menembus otot bisa sakit sekali tetapi dalam waktu
beberapa menit terpidana akan lemas, tidak kelihatan sakitnya walaupun mungkin
dia masih sadar karena dosisnya kurang. Sebab orang yang menjelang kematian
sangat tegang sekali dan dosis adrenalin yang dikeluarkan tubuh tinggi sekali,
sehingga susah ditidurkan dibandingkan orang biasa. Jadi, ada kemungkinan orang
tersebut masih sadar dan menurut penelitian di Amerika ada beberapa yang
pada waktu otot 65 menjadi lemas, tidak bisa bernafas, perasaannya tercekik
adalah potassium chloride (potasium klorida) dengan dosis 50 (lima puluh) cc,
Jika pada waktu disuntikkan potasium klorida terpidana belum tertidur maka
akan dirasakan sakit sekali seperti serangan jantung karena mekanismenya sama
yaitu tidak adanya oksigen dalam jantung. Mengenai adanya orang yang masih sadar
ketika disuntik potasium klorida juga diyakini oleh majalah Land Health di Amerika
Serikat bahwa setelah memeriksa kadar benetol dalam darah diyakini ada beberapa
yang mungkin sekali sadar. Dibandingkan dengan tata cara hukuman mati yang
lainnya, disuntik mati kelihatannya lebih elegan. Asal benar caranya. Akan tetapi
agak sulit oleh karena dokter dan perawat tidak boleh terlibat dalam proses tersebut,
Dipenggal leher memiliki rasa sakit hanya sebentar yaitu dalam hitungan
detik antara 7 (tujuh) sanpai 12 (dua belas) detik. Kalau ditembak mati memiliki
waktu bervariasi. Jika tidak terkena jantung bias setengah jam tetapi kalau tepat
yang sama. 95
d. Gantung (Hanging)
Merupakan keadaan dimana leher dijerat dengan ikatan, daya jerat ikatan
tersebut memanfaatkan berat badan tubuh atau kepala. 96Cara digantung kalau
dilakukan secara benar yaitu posisi tinggi rendahnya dan talinya juga harus diukur
sama dengan dipenggal leher, tetapi kenyataannya jarang terjadi oleh karena
mungkin ototnya kuat sehingga tidak langsung patah dan akhirnya hanya seperti
orang dicekik.
Kalau orang dicekik, maka akan tetap sadar kira-kira sampai 5 (lima) menit
membuang air besar, mata melotot, lidah terjulur dan sebagainya. 97Pada pelaksanaan
hukuman gantung, kematian terjadi dengan seketika. Pada korban yang dihukum
gantung, keadaanya tali yang menjerat leher cukup panjang, kemudian korbannya
fraktur atau diskolasi vertebrata servikalis yang akan menekan medull oblongata dan
95
Ibid.
96
P. Vijay Chada, Catatan Kuliah Ilmu Forensik dan Toksiologi, Jakarta: Widya Medika,
1995, halaman 103.
97
Sun Sunatrio,op.cit.,halaman 57.
Metode seperti ini dilakukan dengan cara terpidana didudukan pada alat
pengalir listrik, diikat dan kemudian di aliri listrik. Metode seperti ini berlaku
sebagai opsi hukuman mati di Amerika Serikat untuk beberapa Negara bagian saja,
Gas beracun hingga mati. Lama proses kematiannya tergantung ketahanan tubuh
terpidana. Metode seperti ini berlaku di Negara Mexico, Negara bagian Colorado,
North Carolina. 98
98
Karya Ilmiah: Fuad Hasan, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tata CaraPelaksanaan
Pidana Mati Di Indonesia, Fakultas Syari’ah Institut agama Islam Negeri Walisongo, Semarang,
2010.
A. Kasus Posisi
Bahwa Ayau pada tanggal 28 Oktober 2015 ditangkap oleh petugas BNN
karena Ayau bersalah melakukan tindak pidana pemufakatan jahat untuk menerima
Narkotika Golongan I dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 (lima)
gram, sebagaimana telah melanggar Pasal 114ayat (2) jo 132 ayat (1) UU RI no. 35
Tahun 2009. Atas perbuatannya tersebut, Ayau dihukum dengan pidana mati. Hal ini
Negeri Medan dalam hal ini menghukum terpidana dengan pidana mati.
1. Kronologis
Identitas Terpidana:
116
Agama : Budha;
Pekerjaan : Wiraswasta
2015;
Februari 2016;
5. Majelis Hakim sejak tanggal 01 Februari 2016 sampai dengan tanggal 01 Maret
2016;
8. Perpanjangan kedua Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Medan sejak tanggal 31 Mei
9. Penahanan oleh Hakim Pengadilan Tinggi Medan sejak tanggal 27 Juni 2016
10. Perpanjangan penahanan oleh Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Medan sejak
Daud als Athiam (dilakukan penuntutan terpisah) mengadakan pertemuan dengan Lau
Lai An als Aan als Mr. Jecky (DPO) di Hotel Ck Malaka. Pada pertemuan tersebut
Lau Lai An als Aan als Mr. Jecky menyampaikan kepada saksi Daud als Athiam
bahwa akan ada pengiriman Narkotika jenis sabu dari Tiongkok (China) ke Medan
dan untuk pengiriman narkotika jenis sabu tersebut Lau Lai An als Aan al Mr. Jecky
telah mentrasfer uang sebesar Rp. 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) dan
selanjutnya saksi Daud als Athiam bertemu dengan terdakwa Ayau dan Irwan Toni
(DPO) untuk mencari importir dan gudang di Medan dan saksi Daud als Athiam
mentransfer uang sebesar Rp. 114.000..000 (seratus empat belas juta rupiah) rekening
BCA saksi Daud als Athiam ke rekening BCA Irwan Toni setelah mengirim uang
kemudian saksi Daud als Athiam mentransfer kembali uang sebesar rp. 55.000.000
(lima puluh lima juta) ke rekening Jimi Saputra untuk membeli mobil Cerry Pik up
dan mobil tersebut digunakan untuk mengangkit narkotika jenis sabu kristal dan saksi
narkotika jenis sabu dan uangnya sudah terdakwa transfer ke rekening Irawan Toni
terpisah) diberitahukan oleh saudara Irawan Toni barang berupa narkotika jenis
kristal (sabu) akan masuk dari Malaysia menuju ke Medan lalu Irwan Toni, saksi
Lukmansyah dan terdakwa Ayau pergi ke Medan dengan mengendarai mobil kijak
kapsul warna hijau dengan nopol BM 1439 JL, untuk melihat gudang yang akan
dijadikan tempat menyimpan barang berupa narkotika jenis sabu pada hari minggu
tanggal 27 September 2015 sekitar jam 13.00 WIB saksi Jimi Saputra dilakukan
penuntutan secara terpisah menjemput saksi Lukmansyah dan Irwan Toni berangkat
menuju gudang di daerah Belawan Medan dan bertemu dengan saksi Muhammad
kontrak gudang pada saat di notaris saksi Lukmansyah melihat sdr Muhammad
Taufik yang menandatangani sutrat perjanian lalu sdr Irwan Toni memberikan uang
ke saksi Lukmansyah sebesar rp. 70.000.000 (tujuh pulu juts rupiah) lalu uang
selama 1 Tahun yang berlamat di komplek Pergudangan JADE CITY SQUARE Jl.
Yos Sudarso Km. 11,5 Kel. Titipapan Kec. Medan Deli Kodya Medan Sumatera
Utara.
membawa dari Dumai ke Medan dan setiap membawa narkotika jenis sabu untuk
operasionalnya tersangka diberi uang sebesar Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah)
dan ditansfer dari rekening Daud als Athiam ke rekening tersangka selanjutnya
setelah di mEdan tersangka memasukan barang ke dalam motor maupun mobil yang
sudah dipersiapkan dan barang tersebut tersangka bawa ketempat tujuan atau
ketempat pembeli yang sudah disepakati yang untuk mendapat pembelinya Daud als
menghubungi no. Telpon tersebut dan jangan mengatakan kunci dan mobil disimpan
di tempat lain dan orang tersebut mengambilnya dan tersangka tidak beretmu dan
untuk pembayarannya tersangka tidak tahu hanya Daud als Athiam yang tahu.
Untuk Daud als Athiam dalam peredaran narkotika jenis shabu kristal adalah
sebagai atasan tersangka orang yang memerintahkan tersangka dan yang memberikan
mencari gudang dan ikut mengantar barang berupa narkotika jenis shabu kristal dan
sebagai penyapu jalan yang mana apabila tersangka bersama dengan Irwan Toni
membawa narkotika jenis shabu kristal dalam satu mobil maka Lukmansyah berada
di mobil yang lainnya di depan mobil tersangka. Tugasnya apabila ada razia dari
dibelakangnya dan ikut juga mencari gudang serta mencari mobil untuk mengangkut
Untuk Jimi Saputra dalam peredaran narkotika jenis sabu kristal tugasnya
mencari motor dan mobil untuk membawa narkotika jenis sabu kristal hotel menjadi
Bahwa pada bulan Oktober 2015 ada informasi dari masyarakat, akan ada
pengiriman barang berupa narkotika di daerah Medan Sumatera Utara dan Dumai
Bahwa kemudian pada hari Jumat tanggal 16 Oktober 2015 sekitar 20.00
WIB, saksi Jimi Saputra dihubungi oleh sdr Irwan Toni bahwa besok pagi (sabtunya)
ada barang kiriman dari Dumai datang dan agar saksi Jimi Saputra dan saksi
Muhammad Taufik menunggu digudang untuk menerima barang milik Irwan Toni,
dan yang memerintahkan Truck mengangkut narkotika jenis shabu adalah Irwan Toni
dan Terdakwa Ayau, pada hari sabtu tanggal 17 Oktober 2015sekitar jam 10.00 WIB
saksi mengajak saksi Dicky Nugraha Syahputra datang ke Gudang JADE CITY
masuk ke area gudang, dan saksi Jimi Saputra mengawasi dari pintu gerbang, sedang
saksi Muhammad Taufik sedang membicarakan dengan tukang bongkar muat, sedang
beberapa orang yang seperti petugas maka saksi Jimi Saputra membilang kepada
saksi Dicky Nugraha Syahputra menyuruh masuk ke dalam mobil soluna dan
menyalakan mesin, dan ada orang yang mendekati Dicky Nugraha Saputra, saksi Jimi
saputra langsung keluar pintu Gudang lari kejalan raya dan dikejar oleh pihak
beberapa petugas hingga akhirnya saksi Jimmi Saputra ditangkapoleh petugas BNN
RI saksi Jimi Saputra dibawa masuk ke gudang untuk menyaksikan Truk Fuso
membongkar muatannya dan terdapat 8 tengki air stanlis, 45 dus yang didalamnya
berisi 265 (dua rattus enam puluh lima ) tabung filter air warna biru, yang didalmnya
berisi narkotika jenis shabu dengan berat brutto 270.227,8 gram untuk memasukkan
dua puluh juta rupiah) uang tersebut dari saksi Daud als athiam, apabila jenis
narkotika jenis shabu tersebut berhasil dikerjakan, imbalan yang dijanjikan Daut als
Athiam sebesar Rp. 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) dan akan dibagikan
bersama-sama, terdakwa pernah mengirim narkotika jenis shabu setidaknya lebih dari
sekali.
Pada tanggal 10 Oktober 2015 saksi Aji Supangkat petugas bea cukai Dumai
kedatangan petugas ekspedisi Muatan Kapal laut yang memuat barang import dari
Malaysia Dumai ke Medan yang melaporkan bahwa ada sebuah gudang yang
dikelolanya dicurigai adanya barang import berupa saringan filter air kemudian
setelah pengecekan ada 45 karton kemudian diambul satu kardus ditemukan di dalam
filter air warna biru setelah dibuka berisi kristal dalam bungkus plastik bening dan
kemudian melaporkan kepada pihak BNN RI di Jakarta saksi Anton Siagiaan dan
saksi Edward MP petugas Bea Cukai bersama dengan petugas BNN RI melakukan
masing-masing berisi 6 buah tabung filter air hingga total ada 265 tabung setelah
dibuka biasanya berisi kertas dan karbon aktif yang digubakab sebagai penyaring air
diganti isinya kristal bening dalam kemasan plastik setelah diambil sampelnya dan
dilakukan Narcotic Identifikasi system dengan jenis Marquest tes benar mengandung
tersebut atas nama Toni di Komplek Blok DD No. 88 Jade Square Jl. Yos Sudarso
Km 11.5 Medan.
Pada hari Juamt tanggal 16 Oktober 2015 sekitar jam 1.00 WIB. Jasa
pengiriman Ekspedisi muatan kapal laut yang menangani barang impor yang dikirim
dari Malaysia Dumai Ke Medan segera dimuat dalam truk dengan pengawasan Tim
Controle Delevery BNN saksi Anton Siagiaan untuk ikut menumpang truk serta
didampingi petugas Bea Cukai untuk disampaikan kepada penerima sesuai alamat
tersebut.
Dan pada tanggal 17 Oktober 2015 saksi Ady Suryono mendapat kabar dari
petugas BNN yang ada di Medan Sumatera Utara telah menangkap saksi Jimi Saputra
Medan Sumatera Utara, karena telah menerima barang bukti berupa narkotika jenis
shabu kristal dengan berat brutto 270.227,8 gram, didalam maenerima narkotika jenis
shabu tersebut saksi Jimi Saputra tidak sendiri bersama Lukmansyah (dilakukan
penuntutan secara terpisah) , Irwan Toni (DPO), terdakwa Ayau dan Saksi Daud als
Athiam.
Kemudian pada hari rabu tanggal 28 Oktober 2015 sekitar jam 14.00 WIB,
sewaktu saksi Ady Suryono sedang dinas di Polsek Merbau mendapat telepon dari
Bripka Irdian anggota Res Narkoba Polres Dumai bahwa ada DPO yang diterbitkan
dari BNN RI Jakarta, bahwa seorang laki-laki yang bernama Ayau Saat itu sedang
berada di Selat Akar Kec. Tasik Putri Puyu kab. Kep. Meranti Riau. Sekitar jam
16.00 WIB saksi Ady Suryono mendaptkan informasi bahwa terdakwa ada di rumah
mertua terdakwa Ayau di Selat akar Kec. Tasik Putri Puyu Kab. Kep. Meranti Riau,
kemudian saksi Ady Suryono bersama rekannya menuju ketempat tinggal mertua
Ayau, selanjutnya sekitar jam 17.30 WIB saksi Ady Suryono melihat terdakwa Ayau
lalu mengamankan terdakwa dan membawa terdakwa dan barang bukti berupa 1
(satu) unit mobil Daihatsu Xenia warna silver BG 1349 QA, 1 (satu) lembar STNK
mobil Xenia warna silver BG 1349 QA berikut kunci kontaknya dan 1 (satu) buah
SIM C atas nama Ayau ke Polsek Merbau Jl. Yosudarso Teluk Belitung Kec. Merbau
Pada hari kamis tanggal 29 Oktober 2015, sekitar jam 07.00 WIB Ady
Suryono membawa terdakwa Ayau ke Polres Kep. Meranti di Jl. Pembangunan Selat
langsung melakukan serah terima DPO atas nama terdakwa Ayau dan langsung
dibawa ke Polres Dumai untuk diserahkan ke BNN Jakarta. Dan terdakwa telah
Narkotika dan Presekutor Narkotika, sebagaimana Pasal 114 ayat (2), secara tanpa
hak dan melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi
sebagaimana dimaksud ayat (1) yang dalam bentuk bukan tanaman jenis shabu
beratnya melebihi 5 (lima) gram tidak ada ijin dari pihak yang berwenang.
Primair:
perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 114 ayat (2)
jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika.
Subsidair:
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 113 ayat (2)
jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 112 ayat (2)
jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika.
Primair melanggar Pasal 114 ayat (2) jo pasal 132 ayat (1) UU RI No. 35 Tahun
1. 265 filter air warna biru yang didalamnya terdapat masing-masing 1 bungkus
14. 1 buah STNK mobil toyota Soluna warna coklat metalik No Pol BK 1826 XH
an Jodi Candra
Saputra
16. 1 buah buku ATM BRI Nomor 6013 0103 8186 4892
20. 1 (satu) buah buku tabungan BRI Simpedes an. Lukmasnyah No. Rek 5444-
24. Uang tunai 2 (dua) lembar 1 RM, 1 (satu) lembar 10 RM, 2 (dua) lembar 20
25. 1 buah mobil toyota soluna warna coklat metalik No Pol BK 1654 RI berikut
kunci kontak
30. 1 (satu) unit sepeda motor honda beat warna putih No.Pol BM 3364 HF dan
kunci kontak
31. 1 (satu) buah STNK sepeda motor honda beat warna putih No. Pol BM 3364
32. 1 (satu) unit mobil Daihatsu Xenia warna silver metalik No.Pol BG 1349 QA,
33. 1 (satu) buah STNK mobil daihatsu Xenia warna silver metalik No. Pol BG
3. Fakta-Fakta Hukum
maupun keterangan terdakwa (baik dalam posisi sebagai saksi bagi terdakwa
lainnya maupun dalam posisi untuk dirinya sendiri) yang termuat dalam BAP
penyidik, diketahui bahwa terdakwa Ayau bersama Daud alias Athiam dan
Irwan Toni alias Toni, bertempat di kedai nkopi di Mall Ramayana Dumai,
operasional adalah Rp. 120.000.000 di berikan oleh Daud als Athiam, dan
Irwan Toni, Jimi Saputra Bin Rusli dan Lukmansyah Bin Nasrul, pernah
60.000.000 juta rupiah dan uang tersebut telah digunakan oleh terdakwa
Ayau untuk membeli 1 (satu) unit mobil Daihatsu Xenia, warna silver
sebutan shabu, adalah membawa dari Dumai ke Medan dan setiap membawa
sejumlah Rp. 300.000.000 juta rupiah yang ditransfer dari rekening Daud
tempat pembeli yang sudah disepakati, Daud als Athiam mengirim no.
d. Dari rekening koran Bank BCA atas nama Daud terdapat transaksi
pentransferan uang ke dalam rekening BCA atas nama Ayau sekitar bulan
September 2015 samapai dengan Oktober 2015, dengan nilai berkisar Rp.
e. Barang bukti berupa 265 bungkus plastik berisi kristal diduga Narkotika
f. Barang bukti yang diterima satu buah amplop warna coklat berlak segel
berisikan kristal putih dengan berat netto 0,6817 gram, 1 (satu) bungkus
plastik benig kode 2F berisikan kristal putih dengan berat netto 1,7004 gram,
1 (satu) bungkus plastik bening kode 3C berisikan kristal putih dengan berat
netto 0,6700 gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 4A berisikan kristal
putih dengan berat netto 0,7015 gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode
5F berisikan kristal putih dengan berat netto 0,8102 gram, 1 (satu) bungkus
plastik bening kode 6F berisikan kristal putih dengan berat netto 0,7901
gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 7D berisikan kristal putih dengan
berat netto 0,7893 gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 8B berisikan
kristal putih dengan berat netto 0,7981 gram, 1 (satu) bungkus plastik bening
kode 9D berisikan kristal putih dengan berat netto 0,7810 gram, 1 (satu)
bungkus plastik bening kode 10 E berisikan kristal putih dengan berat netto
0,7909 gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 11B berisikan kristal
putih dengan berat netto 0,8047 gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode
12D berisikan kristal putih dengan berat netto 0,7394 gram, 1 (satu) bungkus
gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 15C berisikan kristal putih
dengan berat netto 0,8632 gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 16A
berisikan kristal putih dengan berat netto 0,7770 gram, 1 (satu) bungkus
plastik bening kode 17D berisikan kristal putih dengan berat netto 0,7364
gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 18A berisikan kristal putih
dengan berat netto 0,7785 gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 19D
berisikan kristal putih dengan berat netto 0,7702 gram, 1 (satu) bungkus
plastik bening kode 20C berisikan kristal putih dengan berat netto 0,7770
gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 21F berisikan kristal putih
dengan berat netto 0,8431 gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 22C
berisikan kristal putih dengan berat netto 0,7479 gram, 1 (satu) bungkus
plastik bening kode 23E berisikan kristal putih dengan berat netto 0,7964
gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 24F berisikan kristal putih
dengan berat netto 0,8016 gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 25F
berisikan kristal putih dengan berat netto 0,7310 gram, 1 (satu) bungkus
plastik bening kode 26A berisikan kristal putih dengan berat netto 0,8229
gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 27F berisikan kristal putih
dengan berat netto 0,7571 gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 28F
berisikan kristal putih dengan berat netto 0,7674 gram, 1 (satu) bungkus
plastik bening kode 29F berisikan kristal putih dengan berat netto 0,7811
gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 30E berisikan kristal putih
berisikan kristal putih dengan berat netto 0,7479 gram, 1 (satu) bungkus
plastik bening kode 32B berisikan kristal putih dengan berat netto 0,8126
gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 33A berisikan kristal putih
dengan berat netto 0,7475 gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 34F
berisikan kristal putih dengan berat netto 0,8010 gram, 1 (satu) bungkus
plastik bening kode 35C berisikan kristal putih dengan berat netto 0,7418
gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 36B berisikan kristal putih
dengan berat netto 0,6207 gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 37D
berisikan kristal putih dengan berat netto 0,7739 gram, 1 (satu) bungkus
plastik bening kode 38C berisikan kristal putih dengan berat netto 0,7584
gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 39C berisikan kristal putih
dengan berat netto 0,7669 gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 40C
berisikan kristal putih dengan berat netto 0,7902 gram, 1 (satu) bungkus
plastik bening kode 41B berisikan kristal putih dengan berat netto 0,7695
gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 42F berisikan kristal putih
dengan berat netto 0,8346 gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 43F
berisikan kristal putih dengan berat netto 0,7663 gram,1 (satu) bungkus
plastik bening kode 44E berisikan kristal putih dengan berat netto 0,7542
gram, 1 (satu) bungkus plastik bening kode 45E berisikan kristal putih
Narkotika;
4. Putusan
memperhatikan Pasal 114 ayat (2) jo pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Republik
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta Peraturan Perundang-Undangan lain
yang bersangkutan;
MENGADILI
Penuntut Umum;
peradilan yang dalam tingkat Banding sebesar Rp. 2.500,; (dua ribu lima ratus
ribu rupiah).
Pengadilan Tinggi Medan pada hari Senin tanggal 29 Agustus 2016 oleh kami:
tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Senin tanggal 5
September 2016 oleh Ketua Majelis didampingi Hakim Anggota, serta dibantu oleh
ukur dari hakikat filsafat pemidanaan yang juga berorientasi pada “model keadilan”
yang ingin dicapai dalam suatu sistem peradilan pidana. Konkritnya, bagaimana
hakim sebagai pengendali kebijakan aplikatif dalam hal menjatuhkan putusan juga
berorientasi kepada dimensi secara teoritik serta pula harus mengacu kepada nilai-
Putusan dari Hakim merupakan sebuah hukum bagi terdakwa pada khususnya
dan menjadi sebuah hukum yang berlaku luas apabila menjadi sebuah yurisprudensi
yang akan diikuti oleh para hakim dalam memutus suatu perkara yang sama. Apabila
suatu perkara yang diputus sudah keliru dan pada akhirnya menjadi sebuah
pengadilan. 99
hukuman mati pada seseorang bukanlah sesuatu yang luar biasa. Sebab, hukuman
sebagaimana halnya dengan pidana penjara, pidana kurungan dan pidana denda
(Pasal 10 KUHP). Namun yang perlu digarisbawahi adalah, pada saat sebagian
menjunjung tinggi hak asasi manusia, adanya pendapat pro dan kontra dalam
pertama dalam jenis pidana pokok yang dalam praktiknya Undang-Undang masih
99
Jurnal: Syaiful Asmi, Ediwarman, Marlina, Edy Ikhsan, Formulasi TentangPerlindungan
Negara Terhadap anak Yang Melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi Kasus di
Pengadilan negeri Medan), USU Law JournalVol. 4 No. 2, Maret 2016.
100
Waluyadi, Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2000, halaman 186.
101
Ibid, halaman 179.
102
Bambang Poernomo, op.cit., halaman 17.
memperbaikinya.
terdapat ketertiban hukum, maka kepentingan yang lain tidak dapat dilaksanakan.
menjatuhkanpidana mati.
4. ilmu pengetahuan tentang tujuan hukum pidana mati danpemidanaan tidak dapat
peristiwanya.
demikian maka pidana mati pada hakekatnya tidak bertentangan dengan Pancasila.
Tindak pidana narkotika termasuk dalam jenis tindak pidana khusus maka
dua jenis pidana pokok sekaligus, misalnya pidana penjara dan pidana denda atau
pidana mati dan pidana denda. Dalam KUHP, penjatuhan dua hukuman pokok
sekaligus memang tidak dimungkinkan sehingga tidak ada hukuman yang dijatuhkan
berupa pidana penjara dan pidana denda karena KUHP hanya menghendaki salah
satu pidana pokok saja. Namun demikian, sebagai tindak pidana yang bersifat
khusus, maka untuk tindak pidana narkoba dan psikotropika, hakim diperbolehkan
untuk menghukum terdakwa dengan dua pidana pokok sekaligus yang pada
umumnya berupa pidana badan (berupa pidana mati, pidana seumur hidup atau
pidana penjara) dengan tujuan agar pemidanaan itu memberatkan pelakunya agar
Indonesia pidana mati merupakan hukuman yang paling berat dari sekian banyak
103
Ibid, halaman 23.
mengedarkan 270 Kg narkoba jenis shabu dapat merusak segala aspek kehidupan
hukuman mati tersebut diletakkan kepada akibat yang dapat menimbulkan dari
pengaruh narkoba. Dalam hal ini yang dilakukan oleh terdakwa sebagai pemufakatan
jahat adalah perbuatan dua orang atau lebih yang bersekongkol atau bersepakat untuk
mati kepada terdakwa dilakukan dengan menggunakan teori gabungan dimana disatu
terdakwa karena memiliki dan mengedarkan narkoba jenis shabu seberat 270 Kg
dalam bentuk hukuman mati dan disatu sisi hukuman mati yang dijatuhkan kepada
kepada masyarakat.
Menurut Prof. Dr. Roeslan Saleh dalam bukunya “Suatu Reorientasi dalam
Hukum Pidana” dalam Waluyadi mengemukakan bahwa pada hakekatnya pidana itu
dengan melakukan pencegahan kejahatan dan sebagai koreksi serta reaksi atas suatu
yang bersifat tindak hukum. Bahwa untuk terpidana mati, maka sangat tidak
mungkin akan tercapai tujuan dan maksud dari pemidanaan bagi seseorang. Yang
mungkin adalah efek bagi pihak lain yang mungkin akan membuat manusia lain
berfikir dua kali untuk melakukan kejahatan yang sama, ssementara kemungkinanan
yang lebih besar yang mungkin berguna bagi masyarakat adalah tercapainya rasa
aman sehingga keseimbangan hidupnya akan sedia kala. Oleh karena itu, untuk
sementara dapat disimpulkan bahwa maksud dan tujuan pemidanaan akan sangat
oleh narkoba tersebut sudah sepantasnya si pelaku dibalas dengan hukuman mati.
Jadi dalam hal ini ada keseimbangan antara akibat yang timbul dari perbuatan
masyarakat seperti gangguan mental, anti sosial, dan asusila serta pendidikan
menjadi terganggu dan masa depan suram dan kelam bila tidak dilakukan
Berdasarkan putusan di atas terdakwa yang dihukum mati oleh hakim, ialah
bahwa hakim telah mengambil hak hidup seseorang yang mana hakim dapat
yang ia miliki, walaupun sebagaimana yang kita tahu bahwa hak hidup seseoang
hanya bisa di ambil oleh Tuhan. Hak untuk hidp merupakan hak yang paling utama
dan hak lain berada di bawah hak tersebut. Hak ini diatur khusus dalam UDHR 1948
dan ICCPR 1966. Perampasan terhadap hak untuk hidup merupakan pengingkaran
masalah HAM di Indonesia, pengaturan pidana mati terhadap tindak pidana tertentu
yang termasuk kategori kejahatan paling serius dalam undang-undang jelas bukan
No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengakui ada pembatasan dalam
tersebut. Hak hidup mereka dibatasi karena dalam melakukan aksi kejahatan mereka
105
Muladi, Hak Asasi Manusia Hakekat, Konsep dan Implikasi dalam Perspektif Hukum dan
Masyarakat, Bandung: PT. Refika Aditaman, cetakan ketiga, Maret 2009, halaman 105.
106
Abdur Rahim, Asruddin Azwar, Muhammad Hafiz dan Satrio Wirataru, op.cit., halaman
33.
A. Kesimpulan
Pidana Mati Dalam Hukum Positif Di Indonesia Kaitannya Dengan Hak Asasi
begitu juga pengaturan pidana mati diluar KUHP seperti tindak pidana ekonomi,
ketentuan pokok tenaga atom, serta dalam Rancangan KUHP dan dalam
mati.
2. Hukuman mati lahir bersama dengan lahirya manusia di muka bumi, dengan
dikatakan sebagai salah satu pidana tertua. Pidana mati dalam pandangan HAM
bertentangan dengan ketentuan DUHAM terutama Pasal 3yaitu hak untuk hidup,
namun terdapat pengecualian dari pasal tersebut yaitu Pasal 4 ayat (1) ICCPR
B. Saran
kejahatan ini sangat luar biasa yang bisa merusak fisik dan mental generasi muda
Bangsa Indonesia.
keadilan dan ketertiban, karena dengan tertibnya hukum dapat tercipta suatu
3. Hukuman mati akan tetap menjadi pro dan kontra selama masih adanya
A. Buku:
Apeldorn, L.J. Van, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 1985.
Arbai’I, Yon Artiono, Aku Menolak Hukuman Mati Telaah Atas Penerapan
Pidana Mati, Jakarta:KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), Cetakan
Pertama, Mei 2012.
Ariman, M. Rasyid dan Raghib, Fahmi, Hukum Pidana, Setara Press, Maret 2015.
Chada, P Vijay, Catatan Kuliah Ilmu Forensik dan Toksiologi, Jakarta: Widya
Medika, 1995.
Erdianto, Effendi, Hukum Pidana Indonesia- Suatu Pengantar, Bandung: PT. Refika
Aditama,2011.
Gunadi, Ismu dan Efendi, Jonaedi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana,
cetakan ke-1, Jakarta: PT. Fajar Interpratama Mandiri, Juni, 2014.
Hamzah, Andi dan Rahayu, Siti, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan Di
Indonesia, Edisi pertama, Cetakan pertama, Jakarta Akademika Pressindo,
Nopember 1983.
Muladi, Hak Asasi Manusia Hakekat, Konsep dan Implikasi dalam Perspektif Hukum
danMasyarakat, Bandung: PT. Refika Aditaman, cetakan ketiga, Maret 2009.
Sakidjo, Aruan dan Poernomo Bambang, Hukum Pidana: Dasar Aturan Umum
Hukum PidanaKodifikasi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990.
Sahetapy, J.E, Pidana Mati Dalam Negara Pancasila, Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2007.
Salim dan Nurbani, Erlies Septiana, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian
Disertasi dan Tesis, ed.1, cet.1, Jakarta: Rajawali Pers, Mei, 2016.
Sunggono Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1996.
B. Peraturan Perundang-undangan:
Eliza Oktaliana Sari, Hukuman Mati Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia
(Dalam Perkara Nomor 176K/Pid/1998), Fakultas Hukum USU, 2009.
Fuad Hasan, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tata CaraPelaksanaan Pidana Mati
Di Indonesia, Fakultas Syari’ah Institut agama Islam Negeri Walisongo,
Semarang, 2010.
Warih anjari, Penjatuhan Pidana Mati Di Indonesia Dalam Perspektif Hak Asasi
Manusia, E-Journal WIDYA YustisiaFH UTA 45 Jakarta, Volume 1
Nomor 2 Maret 2015.
Ediwarman, Pidana Mati Ditinjau Dari Sudut Pandang Hak Asasi Manusia.
E. Internet: