Anda di halaman 1dari 167

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Hukum Skripsi Sarjana

2018

Penerapan Justice Collaborator dalam


Pemidanaan Pelaku Tindak Pidana
Narkotika Berdasarkan Sema No. 4
Tahun 2011 (Analisis Putusan
Pengadilan Negeri No.
231/PID.SUS/2015/PN.PMS dan No. 683/PID.SUS

Sembiring, David Christian


Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/7149
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PENERAPAN JUSTICE COLLABORATOR DALAM
PEMIDANAAN PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA
BERDASARKAN SEMA NO. 4 TAHUN 2011
(ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI
NO.231/PID.SUS/2015/PN.PMS DAN
NO. 683/PID.SUS/2016/PN.PBR)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk


Mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH

DAVID CHRISTIAN SEMBIRING


NIM: 140200550
Departemen Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
i

Universitas Sumatera Utara


i

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas karunia-Nya yang maha pemurah lagi maha penyayang, penulis dapat
menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) di Fakultas
Hukum Sumatera Utara dengan judul penelitian yaitu,” PENERAPAN JUSTICE
COLLABORATOR DALAM PEMIDANAAN PELAKU TINDAK PIDANA
NARKOTIKA BERDASARKAN SEMA NO. 4 TAHUN 2011 (ANALISIS
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NO.231/PID.SUS/2015/PN.PMS DAN
NO. 683/PID.SUS/2016/PN.PBR)”. Penelitian ini dapat dikerjakan dengan baik
dan tepat pada waktunya.
Sehubungan dengan ini dengan kerendahan hati yang tulus dan ikhlas,

penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr.

Budiman Ginting, S.H., M.Hum

2. Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak

Prof. Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum

3. Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Ibu

Puspa Melati, S.H., M.Hum

4. Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak

Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum

5. Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara, Bapak Dr. H.M. Hamdan, S.H., M.H.

6. Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, Ibu Liza Erwina, S.H., M.Hum

Universitas Sumatera Utara


7. Terima kasih kepada Pembimbng I Bapak Dr. Edi Yunara, S.H, M.Hum

yang telah banyak memberikan petunjuk serta saran yang bermanfaat dan

sangat mendukung dalam penyelesaian Skripsi ini

8. Terima kasih kepada Pembimbng II Ibu Rafiqoh Lubis, S.H, M.Hum yang

telah banyak memberikan petunjuk serta saran yang bermanfaat dan sangat

mendukung dalam penyelesaian Skripsi ini.

9. Bapak/ Ibu dosen pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara yang telah berjasa menyumbangkan Ilmunya yang sangat berarti

bagi masa depan saya,

10. Dalam kesempatan ini, dengan penuh sukacita, penulis mengucapkan

terima kasih kepada orangtua tercinta ayahanda Jhoni Sembiring, S.H juga

Ibunda Yosefine Margaretha Pintauli Lumbantobing, S.E atas segala jerih

payah dan pengorbanannya yang tiada terhingga dalam mengasuh,

mendidik, membimbing penulis sejak lahir, serta senantiasa mengiringi

penulis dan keluarga dengan doa yang tiada putus.

11. Terimakasih kepada saudara/i penulis Krisman Perdamen Sembiring, S.P,

Sofia Rehulina Sembiring S.E, dan dr.Theresia Sri Rezeki Sembiring yang

selalu menyemangati penulis dalam pengerjaan skripsi.

12. Terimakasih kepada Benteng Basketball Club, yang menjadi sarana bagi

penulis untuk menyalurkan hobi dan mengisi kegiatan diluar kegiatan

akademik kampus. Kepada Coach Donald Marpaung, Bang Govi sebagai

pengurus harian tim, Finkel, Tieto, Johan, Vicky, Nanda, Mike, Jefri,

ii

Universitas Sumatera Utara


Robocop, Rahul Aldy, Roby, dan rekan setim lainnya yang tidak

dicantumkan penulis satu-persatu.

Demikianlah sebagai kata pengantar, mudah-mudahan penelitian ini

memberi manfaat bagi semua pihak dalam menambah dan memperkaya wawasan

Ilmu Pengetahuan. Khusus kepada penulis, mudah-mudahan dapat memadukan

dan mengimplementasikan ilmu serta mampu menjawab tantangan atas

perkembangan hukum yang ada dalam maasyarakat.

Penulis menyadari pula, bahwa substansi Skripsi ini tidak luput dari

berbagai kekhilafan, kekurangan dan kesalahan, dan tidak akan sempurna tanpa

bantuan, nasehat, bimbingan, arahan, kritikan. Oleh karenanya, apapun yang

disampaikan dalam rangka penyempurnaan Skripsi ini, penuh sukacita Peneliti

terima dengan tangan terbuka.

Semoga Skripsi ini dapat memenuhi maksud penulisannya, dan dapat

bermanfaat bagi semua pihak, sehingga Ilmu yang telah diperoleh dapat

dipergunakan untuk kepentingan bangsa.

Medan, Mei 2018


Penulis,

David Christian Sembiring

iii

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Dr. Edi Yunara, S.H., M.Humi


Rafiqoh Lubis , S.H., M.Humii
David Christian Sembiringiii

Pemberantasan Tindak Pidana Narkotika, selain peran aparat penegak hukum


diperlukan juga pihak-pihak lain yang turut bekerjasama agar kasus peredaran narkotika
dapat di ungkap sampai kepada akarnya. Berdasarkan Sema No.4/2011 Justice
Collaborator disebutkan sebagai salah satu pelaku tindak pidana tertentu. Penerapan
serta peran sebagai Justice Collaborator tentu bukanlah suatu keputusan yang mudah
untuk diambil oleh seorang pelaku tindak pidana. Suatu pengungkapan atau kesaksian
kebenaran dalam suatu scandal crime ataupun Serious Crime oleh Justice Collaborator
jelas merupakan ancaman nyata bagi pelaku kejahatan. Perumusahan permasalahan dalam
penelitian ini, yaitu 1) Bagaimanakah perkembangan pengaturan Tindak Pidana
Narkotika Di Indonesia?, 2) Bagaimanakah pengaturan saksi pelaku (Justice
Collaborator) di Indonesia? 3) Bagaimanakah penerapan Justice Collaborator dalam
pemidanaan pelaku Tindak Pidana Narkotika melalui putusan pengadilan?
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif ini digunakan
dengan maksud untuk mengadakan pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat
dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku, dokumen-dokumen dan berbagai
teori. Pendekatan yuridis normatif dalam penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti
sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian, yang meliputi penelitian
terhadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang
bersifat teoritis ilmiah yang dapat menganalisa permasalahan yang akan dibahas.
Kesimpulan yaitu, Perkembangan pengaturan tindak pidana narkotika di
Indonesia merupakan masalah yang sangat kompleks, upaya pemberantasan peredaran
narkotika yang dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan antara aparat penegak
hukum dan institusi terkait, diharapkan dapat meminimalisasi jumlah tindak pidana
narkotika yang mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pengaturan Justice
Collaborator di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 Tentang
Perlindungan Saksi dan Korban Jo Undang-undang No. 31 Tahun 2014 tentang
perlindungan saksi dan Korban serta tentang perlindungan bagi saksi pelaku (Justice
Collaborator) berdasarkan Surat Edaran Mahkamaah Agung No. 4 Tahun 2011.
Saran, yaitu, Pemerintah Republik Indonesia seharusnya dalam perkembangan
Pengaturan Tindak Pidana narkotika perlu diperjelas dan dipertegaskan mengenai
pengaturan dalam Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika. Pemerintah
Indonesia mengenai pengaturan justice collaborator dalam Surat Edaran Mahkamah
Agung harus dipertegas dan/atau diperjelas lebih spesifikasi agar kedepannya bisa
dipergunakan untuk para penegak hukum. Pemerintah Indonesia dalam penerapan justice
collaborator dalam pemidanaan perlu kerjasama kepada para penegak hukuman agar
kedepannya penerapan mengenai saksi pelaku (justice collaborator) benar-benar
diterapkan dalam tindak pidana narkotika.

Kata Kunci : Justice Collaborator,Narkotika, Pemidanaan, Undang-Undang, SEMA

i
Dosen Pembimbing I, Depertemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara
ii
Dosen Pembimbing II, Depertemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara
iii
Mahasiswa Depertemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
iv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


ABSTRAK ............................................................................................................ iv
DAFTAR ISI......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii

BAB I : PENDAHULUAN .............................................................................. 1


A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ....................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan....................................................... 6
D. Keaslian Penulisan ......................................................................... 7
E. Tinjauan Kepustakaan .................................................................... 8
1. Pengertian Tindak Pidana, Pemidanaan Serta
Pertanggungjawaban Pidana ...................................................... 8
2. Pengertian Narkotika dan Penggolongan Narkotika .................. 24
3. Pengertian Justice Collabolator Dan Peran Justice
Collabborator Dalam Pengungkapan Tindak Pidana................ 27
F. Metode Penelitian .......................................................................... 33
G. Sistematika Penulisan .................................................................... 36

BAB II : PERKEMBANGAN PENGATURAN TINDAK PIDANA


NARKOTIKA DI INDONESIA ....................................................... 40

A. Perkembangan Penyebaran dan Penyalahgunaan Narkotika


Di Indonesia .................................................................................. 40
B. Pengaturan Tindak Pidana Narkotika Sebelum Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 ..................................................... 44
1. Undang-Undang Nomor 9 tahun 1976 Tentang Narkotika ...... 44
2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang
Narkotika.................................................................................. 49

Universitas Sumatera Utara


C. Pengaturan Tindak Pidana Narkotika Menurut Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika ...................... 59

BAB III : PENGATURAN JUSTICE COLLABOLATOR DALAM


TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA ...................... 64

A. Pengaturan Saksi Pelaku (Justice Collabolator) Menurut


Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Jo Undang-undang
Nomor 31 Tahun 2014 ................................................................... 64
B. Pengaturan Tentang Saksi Pelaku (Justice Collabolator)
Berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM
Republik Indonesia Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Komisi
Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, dan Ketua
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia
Nomor M.HH-11.HM.03.02.th.2011, Nomor PER-
045/A/JA/12/2011, Nomor 1 Tahun 2011, Nomor KEPB-
02/01-55/12/2011, Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Perlindungan bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku
yang Bekerjasama .......................................................................... 71
C. Pengaturan Tentang Saksi Pelaku (Justice Collabolator)
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 tahun
2011 ................................................................................................ 80

BAB IV : PENERAPAN JUSTICE COLLABORATOR DALAM


PEMIDANAAN PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA
MELALUI PUTUSAN PENGADILAN .......................................... 91

A. Posisi Kasus ................................................................................... 91


1. Kronologis ................................................................................. 91
2. Dakwaan .................................................................................... 96
3. Tuntutan ..................................................................................... 114
4. Fakta-fakta Hukum .................................................................... 122
5. Pertimbangan Hakim ................................................................. 125
vi

Universitas Sumatera Utara


6. Putusan Hakim ........................................................................... 127
B. Analisa Kasus ................................................................................. 130

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 150


A. Kesimpulan .................................................................................... 150
B. Saran .............................................................................................. 152
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 154

vii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Laporan Pertanggungjawaban Badan Narkotika Nasional dari Tahun


2010 sampai Tahun 2017…......……………………………….. 43

viii

Universitas Sumatera Utara


1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Persoalan Narkotika merupakan masalah klasik tetapi masih menjadi ganjalan

besar dalam penegakan hukum dan perkembangan bangsa.Tindak pidana tidak

lagi dilakukan secara sembunyi-sembunyi tetapi sudah sangat terang-terangan

yang dilakukan oleh pemakai dan pengedar dalam menjalankan operasi barang

berbahaya tersebut. Dari fakta yang dapat disaksikan hampir setiap hari baik

melalui media cetak maupun elektronik, ternyata barang haram tersebut telah

merebak kemana-mana tanpa pandang bulu,terutama di antara generasi remaja

yang sangat diharapkan menjadi generasi penerus bangsa di masa mendatang. 4

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa

narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang

pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan

di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan

apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa adanya pengawasan yang ketat.

Narkotika apabila dipergunakan secara tidak teratur menurut takaran/dosis akan

dapat menimbulkan bahaya fisik dan mental bagi yang menggunakan serta dapat

menimbulkan ketergantungan pada pengguna itu sendiri.5

4
Irwan Tarigan, Narkotika dan Penanggulangannya, (Yogyakarata: CV.Budi Utama, 2012), hal 2
5
A. W. Widjaya, Masalah Kenakalan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotika, (Bandung:
Armico, 1995), hal 26

1
Universitas Sumatera Utara
2

Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini kian

mengkhawatirkan bangsa-bangsa beradab hingga saat ini. Geliat mafia seakan tak

mampu terbendung oleh gebrakan aparat penegak hukum di berbagai belahan

dunia meski dengan begitu gencarnya memerangi kejahatan ini.Kita sering

mendengar pernyataan tentang membangun komitmen bersama memberantas

narkotika oleh seluruh dunia.Tak sedikit badan-badan dunia yang terlibat, namun

1 terus merajalela.
ternyata peredaran gelap narkotika Berbagai indikasi

menunjukkan bahwa kejahatan narkotika merupakan extraordinary crime.

Adapun pemaknaannya adalah sebagai suatu kejahatan yang berdampak besar dan

multi dimensional terhadap sosial, budaya, ekonomi dan politik serta begitu

dahsyatnya dampak negatif yang ditimbulkan oleh kejahatan ini. Untuk itu

extraordinary punishment kiranya menjadi relevan mengiringi model kejahatan

yang berkarakteristik luar biasa yang dewasa ini kian merambahi ke seantero

bumi ini sebagai transnational crime6

Kejahatan Narkotika dari hari kehari yang selalu meningkat disebabkan indikasi

hubungan Narkotika sebagai Tindak Pidana kejahatan dalam bisnis erat sekali.

Bisnis Narkotika memang sangat menjanjikan keuntungannya. Dari pengakuan

pecandu sekaligus pengedar Narkotika mengatakan,1 butir ekstacy yang ia beli

seharga RP.60.000,-/RP 75.000,-dapat ia jual dengan seharga Rp.100.000-Rp

125.000,- 1 gram sabu seharga 350.000 dapat dijual kembali seharga Rp.500.000,-

/Rp.600.000. keuntungan yang diperoleh bahkan bisa menjadi bertambah besar

6
A. Kadarmanta, Kejahatan narkotika: Extraordinary crime dan extraordinary punishment,
http://kejahatan-narkotika-extraordinary-crime.html, diakses pada tanggal 8 April 2018.

Universitas Sumatera Utara


3

ketika para pengedarnya menjual dalam bentuk sekali pakai atau disebut paket

hemat Rp.150.000,-/Rp20.000,- dan terkadang ketika barangnya langka, maka

hargapun dapat mencapai dua kali lipat. Inilah bisnis yang menjanjikan

keuntungan7

Bentuk tindak pidana narkotika yang umum dikenal antara lain adalah sebagai

berikut :8

1. Penyalahgunaan / melebihi dosis

2. Pengedaran narkotika

3. Jual beli narkotika

Membantu aparat penegak hukum dalam hal mengungkap adanya tindak pidana

narkotika yang terjadi merupakan suatu kewajiban setiap warga negara, namun di

lain pihak apabila melaporkan peristiwanya, tidak tertutup kemungkinan orang-

orang yang terlibat peristiwa itu merasa tidak senang atau marah kepada orang

yang bersaksi. Pada umumnya orang yang terlibat dalam peredaran gelap

narkotika tidak bertindak sendirian, mereka berkawan, berkelompok atau

diperkirakan tindak pidana ini juga terorganisasi, dimana ada yang bertindak

sebagai pemasok bahan bakunya, ada yang bertindak sebagai produsen, bandar

dan pengedar. Kalau sampai dilaporkan dan merasa akan terbongkar seluruh

kegiatannya, besar kemungkinan mereka yang terlibat bukan hanya tidak senang

7
Heriadi Willy, Berantas Narkoba tak cukup hanya Bicara (Tanya Jawab & Opini),
(Yogyakarta:UII press, 2005), hal 161
8
Moh. Taufik Makarao Cs , Tindak Pidana Narkotika, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), hal 45

Universitas Sumatera Utara


4

dan marah saja, akan tetapi lebih dari itu, mereka akan main hakim sendiri dengan

mengambil tindakan yang berakibat nasib buruk bagi saksi yang diketahuinya 9

Pemberantasan Tindak Pidana Narkotika, selain peran aparat penegak hukum

diperlukan juga pihak-pihak lain yang turut bekerjasama agar kasus peredaran

narkotika dapat di ungkap sampai kepada akarnya. Berdasarkan Sema No.4/2011

Justice Collaborator disebutkan sebagai salah satu pelaku tindak pidana

tertentu, bukan pelaku utama kejahatan, yang mengakui kejahatan yang

dilakukannya, serta memberikan keterangannya sebagai saksi dalam proses

peradilan. Ada pun whistle blower merupakan pihak yang mengetahui dan

melaporkan tindak pidana tertentu dan bukan merupakan bagian dari pelaku

kejahatan yang dilaporkannya.

Pengungkapan suatu perkara pidana, mulai dari tingkat penyelidikan, penyidikan,

hingga pemeriksaan di persidangan, keberadaan dan peran saksi sangatlah penting

bahkan seringkali menjadi faktor penentu dalam pengungkapan kasus tersebut.

Saksi, sebagai salah satu pihak yang terlibat dalam hukum acara pidana (dramatis

personae) memiliki peran yang sangat penting yang mana tanpanya sistem

peradilan pidana akan berhenti berfungsi.Hampir tidak ada perkara pidana yang

dalam pembuktiannya tidak menggunakan alat bukti keterangan saksi karena

keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti yang paling utama dalam

pembuktian perkara pidana.10

9
Gatot Supranomo, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1995), hal 102
10
M, Yahya. Harahap, Pembahasan dan Penerapan Masalah KUHAP Pemeriksaan Sidang
Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kebali, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal 286

Universitas Sumatera Utara


5

Justice Collaborator merupakan langkah baru yang dimunculkan untuk

memudahkan mengungkapkan perilaku dan tindakan pidana narkotika. Hal ini

dikarenakan perkembangan modus tindak pidana narkotika semakin berkembang.

Untuk itu perlu didorong upaya yang lebih mengena dalam mengungkap kasus-

kasus narkotika. Dengan peran dari Justice Collaborator diharapkan akan

membantu pihak penegak hukum dalam mengungkap praktik dan modus korupsi

dari orang-orang terdekat pelaku tersebut. Sehingga informasi, data, modus serta

praktik tindak pidana narkotika dapat diungkapkan.

Peran sebagai Justice Collaborator tentu bukanlah suatu keputusan yang mudah

untuk diambil oleh seorang pelaku tindak pidana. Suatu pengungkapan atau

kesaksian kebenaran dalam suatu scandal crime ataupun Serious Crime oleh

Justice Collaborator jelas merupakan ancaman nyata bagi pelaku kejahatan.

Pelaku kejahatan akan menggunakan berbagai cara untuk membungkam dan

melakukan aksi pembalasan sehingga kebijakan perlindungan seharusnya bersifat

prevensial (mencegah sebelum terjadi). Kehadiran Justice Collaborator memang

sulit dibantah dapat menjadi alat bantu, sekalipun seorang Justice Collaborator

berani mengambil resiko yang sangat berbahaya bagi keselamatan fisik maupun

psikis dirinya, dan keluarganya, resiko terhadap pekerjaan dan masa depannya.11

Keadaan seperti inilah yang memberikan dorongan kuat bagi penulis untuk

membahas skripsi tentang “Penerapan Justice Collaborator Dalam Pemidanaan

Pelaku Tindak Pidana Narkotika Berdasarkan SEMA No. 4 Tahun 2011

11
Firman Wijaya,Whistle Blower dan Justice Collaborator Dalam Perspektif Hukum, (Jakarta:
Penaku, 2004), hal 17

Universitas Sumatera Utara


6

(Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 231/Pid.Sus/2015/PN.PMS dan No.

683/Pid.Sus/2016/PN.PBR)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan

dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perkembangan pengaturan Tindak Pidana Narkotika Di

Indonesia?

2. Bagaimanakah pengaturan saksi pelaku (Justice Collaborator) di Indonesia?

3. Bagaimanakah penerapan Justice Collaborator dalam pemidanaan pelaku

Tindak Pidana Narkotika melalui putusan pengadilan?

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah yang penulis telah kemukakan di atas, maka

tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan jawaban dan arah atas

permasalahan yang ada, yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perkembangan pengaturan Tindak Pidana Narkotika di

Indonesia

2. Untuk mengetahui peraturan-peraturan apakah terkait Justice Collaborator

dalam perkara pidana di Indonesia

Universitas Sumatera Utara


7

3. Untuk mengetahui penerapan Justice Collaborator terhadap terdakwa tindak

pidana narkotika pada putusan No. 58/Pid.Sus/2015/PN.BLK, putusan

No.231/Pid.Sus/2015/PN Pms, dan putusan No.683/Pid.Sus/2016/PN Pbr

Adapun yang menjadi manfaat dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Secara Teoritis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran secara

teoritis kepada disiplin ilmu hukum pidana di Indonesia terutama tentang

Penerapan saksi pelaku (Justice Collaborator) dalam tindak pidana narkotika

sehingga dapat mengungkap kasus narkotika sampai kepada akarnya

2. Secara Praktis

a. Dengan mempelajari penerapan hukum terhadap saksi pelaku (Justice

Collaborator) masyarakat dapat menilai status Justice Collaborator telah

sesuai dengan bukti-bukti serta fakta-fakta hukum yang diungkap dalam

persidangan.

b. Bagi aparat penegak hukum agar dapat menerapkan Undang-Undang No.35

Tahun 2009 tentang Narkotika serta Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4

Tahun 2011 secara berkesinambungan dalam rangka mengusut Tindak

Pidana Narkotika sampai kepada gembongnya.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi yang berjudul “Penerapan Justice Collaborator Dalam Pemidanaan Pelaku

Tindak Pidana Narkotika Berdasarkan SEMA No. 4 Tahun 2011 (Analisis

Universitas Sumatera Utara


8

Putusan Pengadilan Negeri No. 231/Pid.Sus/2015/PN.PMS dan No.

683/Pid.Sus/2016/PN.PBR)”.Sepanjang pengamatan dan penelusuran penulis di

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara belum ada yang membahasnya

ataupun pembahasan dengan judul yang sama. Penulisan ini berdasarkan hasil

penelitian dilapangan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan penerapan

Justice Collaboratordalam Pemidanaan Pelaku Tindak Pidana Narkotika.Tulisan

ini merupakan sebuah karya asli dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur,

rasional, objektif dan terbuka. Semua ini merupakan hasil implikasi etis dari

proses kebenaran ilmiah sehingga tulisan ini dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Tindak Pidana, Pemidanaan Serta Pertanggungjawaban

Pidana

Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya asas-asas hukum pidana di

Indonesia istilah “tindak pidana” berasal dari bahasa Belanda strafbaar feit, yang

sebenarnya merupakan istilah resmi dalam Strafwetboek atau Kitab Undang-

undang Hukum Pidana, yang sekarang berlaku di Indonesia. Ada istilah dalam

bahasa asing, yaitu delict. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya

dapat dikenai hukum pidana dan pelaku ini dapat dikatakan merupakan “subjek”

tindak pidana.

Istilah tindak pidana pada hakikatnya berasal dari istilah yang dikenal dalam

hukum pidana Belanda (WVS) yaitu strafbaarfeit. Strafbaarfeit ini diterjemahkan

Universitas Sumatera Utara


9

dalam berbagai terjemahan dalam Bahasa Indonesia. Tetapi tidak ada penjelasan

resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaarfeit itu. Oleh karena itu, para

ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu. Sayangnya

sampai kini belum ada keseragaman pendapat. Beberapa istilah yang pernah

digunakan, baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam literatur

hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaarfeit ini adalah sebagai berikut:12

a) Tindak Pidana, dapat dikatakan berupa istilah resmi dalam perundang-

undangan pidana kita. hampir seluruh peraturan perundang-undangan

menggunakan istilah tindak pidana. Ahli hukum yang menggunakan istilah

ini seperti Wirdjono Prodjodikoro

b) Peristiwa Pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum, misalnya Tresna

dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana, H.J.Van Schravendijk dalam

buku pelajaran tentang hukum pidana, Zainal Abiding, dalam buku beliau

Hukum Pidana

c) Delik, yang sebenarnya berasal dari bahasa latin delictum juga digunakan

untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaarfeit

Para sarjana Barat merumuskan istilah strafbaarfeit ini mempunyai pemikiran

yang berbeda-beda, maka didapat pengertian atau batasan yang berbeda pula,

seperti :13

a) Simons

12
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana: Stelsel Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas
Berlakunya Hukum Pidana, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal 68
13
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya,
(Jakarta: Storia Grafika, 2002), hal 204

Universitas Sumatera Utara


10

Simons merumuskan bahwa: Een strafbaarfeit adalah suatu handeling (tindakan

atau perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan

dengan hukum (onrechtmatig) dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh

seseorang yang mampu bertanggungjawab. Kemudian beliau membaginya dalam

dua golongan unsur, yaitu :unsur-unsur objektif yang berupa tindakan yang

dilarang/diharuskan, akibat keadaan/masalah tertentu dan unsur subjektif yang

berupa kesalahan (schuld) dan kemampuan bertanggungjawab

(toerekeningsvatbaar) dari petindak.

b) Van Hamel

Van Hamel merumuskan strafbaarfeit itu sama dengan yang dirumuskan oleh

Simons hanya ditambahkannya dengan kalimat “tindakan mana bersifat dapat

pidana”.

c) VOS

Vos merumuskan strafbaarfeit adalah suatu kelakuan (gedrading) manusia yang

dilarang dan oleh undang-undang diancam dengan pidana.

d) Pompe

Pompe merumuskan strafbaarfeit adalah suatu pelanggaran kaidah

(penggangguan ketertiban hukum), terhadap mana pelaku mempunyai kesalahan

untuk mana pemidanaan adalah wajar untuk menyelenggarakan ketertiban hukum

dan menjamin kesejahteraan umum. Apabila pengertian pemidanaan diartikan

secara luas sebagai suatu proses pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim,

maka dapat dikatakan bahwa sistem pemidanaan mencakup keseluruhan ketentuan

perundang-undangan yang mengatur bagaimana hukum pidana itu ditegakkan atau

Universitas Sumatera Utara


11

dioperasionalkan secara konkret sehingga seseorang dijatuhi sanksi (hukum

pidana).

Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan setidak-tidaknya dari dua sudut

pandang, yakni: (1) dari sudut teoritis; dan (2) dari sudut undang-undang. Teoretis

artinya berdasarkan pendapat para ahli hukum, yang tercemin pada bunyi

rumusannya. Sementara itu, sudut undang-undang adalah bagaimana kenyataan

tindak pidana tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang ada.

Ada beberapa pendapat teoritis tentang unsur-unsur tindak pidana, antara lain :

1. Moeljatno

Menurut Moeljatno, unsur tindak pidana adalah :

a. Perbuatan;

b. Yang dilarang (oleh aturan hukum);

c. Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan).

Perbuatan manusia saja yang boleh dilarang, oleh aturan hukum. Berdasarkan kata

majemuk perbuatan pidana, maka pokok pengertian ada pada perbuatan itu, tapi

tidak dipisahkan dengan orangnya.Ancaman (diancam) dengan pidana

mengggambarkan bahwa tidak mesti perbuatan itu dalam kenyataannya benar-

benar dipidana. Pengertian diancam pidana merupakan pengertian umum, yang

artinya pada umumnya dijatuhi pidana. Apakah inkongrito orang yang melakukan

perbuatan itu dijatuhi pidana ataukah tidak merupakan hal yang lain dari

pengertian perbuatan pidana.14

2. R. Tresna

14
Adami Chazawi, Op.Cit, hal 79

Universitas Sumatera Utara


12

Dari rumusan R. Tresna dimuka tindak pidana terdiri dari unsur-unsur, yakni:

a. Perbuatan/rangkaian perbuatan (manusia);

b. Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

c. Diadakan tindakan penghukuman.

Dari unsur yang ketiga, kalimat diadakan tindakan penghukuman, terdapat

pengertian bahwa seolah-olah setiap perbuatan yang dilarang itu selalu diikuti

dengan penghukuman (pemidanaan). Berbeda dengan Moeljatno, karena kalimat

diancam pidana berarti perbuatan itu tidak selalu dan tidak dengan demikian

dijatuhi pidana.

3. Vos

Menurut bunyi rumusan yang dibuat Vos, dapat ditarik unsur-unsur tindak pidana

adalah:

a. Kelakuan manusia;

b. Diancam dengan pidana;

c. Dalam peraturan perundang-undangan.

Dapat dilihat bahwa pada unsur-unsur dari tiga batasan penganut paham dualisme

tersebut, tidak ada perbedaan, yaitu bahwa tindak pidana itu adalah perbuatan

manusia yang dilarang, dimuat dalam undang-undang, dan diancam dipidana bagi

yang melakukannya. Dari unsur-unsur yang ada jelas terlihat bahwa unsur-unsur

tersebut tidak menyangkut diri si pembuat atau dipidananya pembuat, semata-

mata mengenai perbuatannya. 15

4. Jonkers

15
Ibid, hal 80

Universitas Sumatera Utara


13

Unsur-unsur tindak pidana menurut Jonkers:

a. Perbuatan (yang);

b. Melawan hukum (yang berhubungan dengan);

c. Kesalahan (yang dilakukan oleh orang yang dapat);

d. Dipertanggungjawabkan.

5. Schravendijk

Sementara itu, Schravendijk dalam batasan yang dibuatnya secara panjang lebar

itu, jika dirinci terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

a. Kelakuan (orang yang);

b. Bertentangan dengan keinsyafan hukum;

c. Diancam dengan hukuman;

d. Dilakukan oleh orang (yang dapat);

e. Dipersalahkan/kesalahan

Unsur Rumusan Tindak Pidana dalam Undang-undang Buku II KUHP memuat

rumusan-rumusan perihal tindak pidana tertentu yang massuk dalam kelompok

kejahatan, dan Buku III memuat pelanggaran. Ternyata ada unsur yang selalu

disebutkan dalam setiap rumusan, yaitu mengenai tingkah laku/perbuatan

walaupun ada perkecualian seperti Pasal 351 (Penganiayaan). Unsur kesalahan

dan melawan hukum kadang-kadang dicantumkan, dan seringkali juga tidak

dicantumkan; sama sekali tidak dicantumkan mengenai unsur kemampuan

bertanggung jawab. Disamping itu, banyak mencantumkan unsur-unsur lain baik

sekitar/mengenai objek kejahatan maupun perbuatan secara khusus untuk rumusan

tertentu.

Universitas Sumatera Utara


14

Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP itu, dapat diketahui

adanya 11 unsur tindak pidana, yaitu:16

a.Unsur tingkah laku;


b. Unsur melawan hukum;
c.Unsur kesalahan;
d. Unsur akibat konstitutif;
e.Unsur keadaan yang menyertai;
f. Unsur syarat tambahan untuk dapat dituntutnya pidana;
g. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana;
h. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana;
i. Unsur objek hukum tindak pidana;
j. Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana;
k. Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.

Pengertian pemidanaan sering juga digunakan dengan istilah hukuman,

penghukuman, penjatuhan pemidanaan, dan hukuman pidana. Moeljatno

mengatakan istilah hukuman yang berasal dari kata “straf” dan istilah “dihukum”

yang berasal dari perkataan “woedt gestraft” merupakan istilah-istilah yang

konvensional. Beliau tidak setuju dengan istilah-istilah itu dan menggunakan

istilah non konvensional, yaitu pidana untuk menggantikan kata “straf” dan

“diancam dengan pidana” untuk menggantikan kata “wordt gestraf”.non

konvensional, yaitu pidana untuk menggantikan kata “straf” dan “diancam dengan

pidana” untuk menggantikan kata “wordt gestraf”.17

Pemidanaan adalah suatu upaya terakhir dalam penyelesaian masalah.

Penggunaan pidana pun harus dibatasi dan harus diupayakan untuk terlebih

dahulu menerapkan sanksi-sanksi lain yang tidak bersifat pidana. Pemidanaan

seharusnya diadakan hanya jika suatu norma begitu penting bagi kehidupan dan

16
Ibid, hal 82
17
Marlina, Hukum Penitensier, (Bandung: Refika Aditama, 2011), hal 12

Universitas Sumatera Utara


15

kemerdekaan anggota masyarakat atau bagi berfungsinya secara wajar kehidupan

masyarakat itu. Suatu hal yang lebih penting, bahwa pelanggaran terhadap norma

itu tidak dapat dilawan dengan cara yang lain, kecuali dengan pemidanaan.18

Ada beberapa pendapat para tentang pemidanaan yaitu :

a) Jan Remmelink19

Pemidanaan adalah pengenaan secara sadar dan matang suatu azab oleh instansi

penguasa yang berwenang kepada pelaku yang bersalah melanggar suatu aturan

hukum.

b) Roeslan Saleh20

Pada hakekatnya ada dua poros yang menentukan garis-garis hukum pidana,

yaitu:

(1) Segi Prevensi, yaitu bahwa hukum pidana adalah hukum

sanksi, suatu upaya untuk dapat mempertahankan dengan

pencegahan kejahatan.

(2) Segi Pembalasan, yaitu bahwa hukum pidana sekaligus merupakan

pula penentuan hukum, merupakan koreksi dari dan reaksi atas

sesuatu yang bersifat tidak hukum.

c) Sahetapy21

18
Abul Khair dan Mohammad Ekaputra, Pemidanaan, (Medan: USUPress, 2011), hal 6-7.
19
Jan Remmelink, Hukum Pidana, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal 7
20
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung:Alumni, 1981), hal17-20
21
Sudarto, Ibid, hal 20

Universitas Sumatera Utara


16

Dikemukakan bahwa pemidanaan bertujuan “pembebasan”. Pidana harus dapat

membebaskan si pelaku dari cara atau jalan yang keliru yang telah diempuhnya.

Makna membebaskan menghendaki agar si pelaku bukan saja dibebaskan dari

alam pikiran yang jahat, yang keliru, melainkan ia harus dibebaskan pula dari

kenyataan sosial dimana ia terbelenggu.

d) Konsep KUHP

Dalam Konsep KUHP TAHUN 1999/2000, tujuan pemidanaan adalah sebagai

berikut :

(1) Dengan mengadakan pembinaan, sehingga menjadi mencegah

dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum

demi pengayoman masyarakat.

(2) Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,

memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam

masyarakat.

(3) Memasyaratkan terpidana orang yang lebih baik dan berguna.

(4) Penderitaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan

merendahkan martabat manusia.

Setiap pelaksanaan pemidanaan pada pelaku tindak pidana mempunyai tujuan

yang ingin dicapai atau diperoleh. Pencapaian tujuan dari suatuteori pemidanaan

dari sejak zaman klasik sampai pada perkembangan hukum pidana saat ini dapat

diuraikan dari beberapa teori yaitu:

Universitas Sumatera Utara


17

1. Teori Retributif 22

Teori retributif melegitimasi pemidanaan sebagai sarana pembalasan atas

kejahatan yang telah dilakukan seseorang. Kejahatan dipandang sebagai perbuatan

yang amoral dan asusila di dalam masyarakat, oleh karena itu pelaku kejahatan

harus dibalas dengan menjatuhkan pidana. Tujuan pemidanaan dilepaskan dari

tujuan apapun, sehingga pemidanaan hanya mempunyai satu tujuan yaitu

pembalasan.

Menurut teori ini yang menjadi dasar hukum dijatuhkannya pidana adalah

kejahatan itu sendiri. Teori ini berfokus pada hukuman/pemidanaan sebagai suatu

tuntutan mutlak untuk mengadakan pembalasan (vergelding) terhadap orang-

orang yang telah melakukan perbuatan jahat. Teori retributif dalam tujuan

pemidanaan didasarkan pada alasan bahwa pemidanaan merupakan morally

justified (pembenaran secara moral), karena pelaku kejahatan dapat dikatakan

layak untuk menerima hukuman atas kejahatan yang dilakukan. Asumsi

pembenaran untuk menghukum pelaku tindak pidana sebagai respon terhadap

suatu kejahatan karena pelaku kejahatan telah melakukan pelanggaran terhadap

moral tertentu. Pelanggaran moral yang mendasari aturan hukum yang dilakukan

secara sengaja dan sadar dalam hal ini merupakan bentuk dari tanggung jawab

moral dari kesalahan hukum si pelaku.

Ciri pokok atau karakteristik teori retributif, yaitu :23

a. Tujuan pidana adalah semata-mata untuk pembalasan;

22
Marlina, Op.Cit., hal41
23
Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, (Bandung: PT. Rafika
Aditama, 2009), hal22

Universitas Sumatera Utara


18

b. Pembalasan adalah tujuan utama dan di dalamnya tidak mengandung


sarana-sarana untuk tujuan lain misalnya untuk kesejahteraan
masyarakat;
c. Kesalahan merupakan satu-satunya syarat untuk adanya pidana;
d. Pidana harus disesuaikan dengan kesalahan si pelanggar;
e. Pidana melihat ke belakang, ia merupakan pencelaan yang murni dan
tujuannya tidak untuk memperbaiki, mendidik atau memasyarakatkan
kembali si pelanggar.

2. Teori Relatif (Detterence)

Teori ini memandang pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan si

pelaku, tetapi sebagai sarana mencapai tujuan bermanfaat untuk melindungi

masyarakat menuju kesejahteraan. Dari teori ini muncul tujuan pemidanaan

sebagai sarana pencegahan, yaitu pencegahan umum yang ditujukan pada

masyarakat. Berdasarkan teori ini, hukuman yang dijatuhkan untuk melaksanakan

maksud atau tujuan dari hukuman itu, yakni memperbaiki ketidakpuasan

masyarakat sebagai akibat kejahatan itu. Tujuan hukuman harus dipandang secara

ideal, selain dari itu, tujuan hukuman adalah untuk mencegah (prevensi)

kejahatan.24

Adapun ciri pokok atau karakteristik teori relatif (utilitarian), yaitu :25

a. Tujuan pidana adalah pencegahan (prevention);


b. Pencegahan bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk
mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat ;
c. Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan
kepada si pelaku saja (misal karena sengaja atau culpa) yang
memenuhi syarat untuk adanya pidana ;
d. Pidana harus ditetapkan berdasar tujuannya sebagai alat untuk
pencegahan kejahatan ;
e. Pidana melihat ke muka (bersifat prospektif), pidana dapat
mengandung unsur pencelaan, tetapi unsur pembalasan tidak dapat

24
Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal 106
25
Dwidja Priyanto,Op.Cit, hal25

Universitas Sumatera Utara


19

diterima apabila tidak membantu pencegahan kejahatan untuk


kepentingan kesejahteraan masyarakat.

3. Teori Treatment (Teori Pembinaan/Perawatan)

Teori Treatment sebagai tujuan dari pemidanaan adalah bahwa pemidanaan sangat

pantas diarahkan kepada pelaku kejahatan bukan kepada perbuatannya.

Pemidanaan yang dimaksudkan adanya untuk memberikan tindakan perawatan

dan perbaikan kepada pelaku kejahatan sebagai pengganti dari penghukuman. 26

Teori treatment, mengemukakan bahwa pemidanaan sangat pantas diarahkan

kepada pelaku kejahatan, bukan kepada perbuatannya. Teori ini memiliki

keistimewaan dari segi proses re-sosialisasi pelaku sehingga diharapkan mampu

memulihkan kualitas sosial dan moral masyarakat agar dapat berintegrasi lagi ke

dalam masyarakat. Menurut Albert Camus, pelaku kejahatan tetap human

offender, namun demikian sebagai manusia, seorang pelaku kejahatan tetap bebas

pula mempelajari nilai-nilai baru dan adaptasi baru. Oleh karena itu, pengenaan

sanksi harus mendidik pula, dalam hal ini seorang pelaku kejahatan membutuhkan

sanksi yang bersifat treatment.27

4. Teori Gabungan (Teori Integratif)

Teori gabungan (integratif) mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas

tertib pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu menjadi

dasar dari penjatuhan pidana. Pada dasarnya teori gabungan adalah gabungan teori

26
Marlina, Op.Cit., hal 59
27
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana (Kajian Kebijakan
Kriminalisasi dan Dekriminalisasi), (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal 96-97

Universitas Sumatera Utara


20

absolut dan teori relatif.Gabungan kedua teori itu mengajarkan bahwa penjatuhan

hukuman adalah untuk mempertahankan tata tertib hukum dalam masyarakat dan

memperbaiki pribadi si penjahat.28

5. Teori Perlindungan Masyarakat (Social Defence)

Teori perlindungan sosial (social defense) merupakan perkembangan lebih lanjut

dari aliran modern dengan tokoh terkenalnya Filippo Gramatica, tujuan utama dari

teori ini adalah mengintegrasikan individu ke dalam tertib sosial dan bukan

pemidanaan terhadap perbuatannya. Hukum perlindungan sosial mensyaratkan

penghapusan pertanggungjawaban pidana (kesalahan) digantikan tempatnya oleh

pandangan tentang perbuatan anti sosial, yaitu adanya seperangkat peraturan-

peraturan yang tidak hanya sesuai dengankebutuhan untuk kehidupan bersama

tapi sesuai dengan aspirasi-aspirasi masyarakat pada umumnya.29

M. Sholehuddin menyebutkan tiga perspektif filsafat tentang pemidanaan, yaitu:30

1. Perspektif eksistensialisme tentang pemidanaaan. Penganut paham ini


berpendapat bahwa eksistensi individu ditandai oleh adanya
kebebasan. Albert Camus salah satu tokohnya mengatakan bahwa
kebebasan mutlak tidak pernah ada, kebebasan dalam pelaksanaannya
harus selalu dikaitkan dan memperhatikan kebebasan individu lain.
Hukum dan pidana merupakan sarana untuk memelihara dan
meningkatkan kebebasan individu dalam masyarakat. Hak untuk
menjaga dan memelihara kebebasan itu diserahkan kepada negara
untuk memidana.
Menurut Camus, pelaku kejahatan tetap menjadi human offender, dan sebagai
manusia dia selalu bebas mempelajari nilai-nilai baru dan adaptasi baru.
28
Leden Marpaung, Op.Cit.,hal 107
29
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung:Alumni,2010),
hal 2
30
M. Sholehuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2003),
hal 7

Universitas Sumatera Utara


21

Pengenaan sanksi dapat dibenarkan hanya apabila diperhitungkan memiliki


kemampuan untuk mendidik kembali seorang pelanggar dan dengan cara begitu
akan mengembalikannya ke dalam masyarakat sebagai manusia utuh. Oleh karen
itu, menurut Camus pemidanaan bersifat rehabilitasi yaitu dengan pendidikan
kembali (re-edukasi). Pemidanaan berusaha melindungi dan menjaga guna
mengurangi kebebasan pelaku kriminal.
2. Perspektif Sosialisme tentang Pemidanaan. Menurut paham ini,
pemidanaan berpangkal tolak dari kepentingan negara, bukan individu.
Hukum Pidana Soviet menetapkan kepentingan negara dan ideologi
sebagai dasar kewenangan untuk memidana. Pandangan ini
menekankan aspek negara dibanding individu warganya.
Gerber dan Mc Anany menyebutkan, tidak adanya perbedaan antara pelanggaran
yang dilakukan karena kelalaian maupun kesengajaan, karena hukum Soviet
menyatukan seluruh perbuatan yang dapat dipidana menjadi satu kategori, yaitu
perbuatan berbahaya dalam massyarakat. Hakim dibiarkan membedakan kelalaian
dan kesengajaan dan menjatuhkan sanksi dalam hukum pidana menurut sosial.
3. Pemidanaan ditinjau dari perspektif Pancasila. Negara Indonesia
menganut paham ini. Falsafah Indonesia adalah Pancasila yang
menuntut keseimbangan dan keselarasan antara kepentingan individu,
masyarakat, bangsa dan negara. Tanggungg jawab pemidanaan tidak
dapat dibedakan secara serta merta kepada pelaku kejahatan karena
pada dasarnya kejahatan itu sendiri tidak dapat dilepaskan dari relitas
kehidupan suatu masyarakat. Menurut paham ini hukum pidana
(termasuk pemidanaan) di Indonesia harus berorientasi kepada
kepentingan individu (pelaku kejahatan) dan kepentingan masyarakat,
termasuk korban kejahatan.

Pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban orang terhadap tindak

pidana yang dilakukannya.Tegasnya, yang dipertanggungjawabkan orang itu

adalah tindak pidana yang dilakukannya. Dengan demikian, terjadinya

pertanggungjawaban pidana karena telah ada tindak pidana yang dilakukan oleh

seseorang.31

Van Hamel tidak memberikan definisi pertanggungjawaban pidana, melainkan

memberi pengertian mengenai pertanggungjawaban. Secara lengkap van Hamel

menyatakan:

31
Saefudien, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana,(Bandung:Citra Aditya Bakti, 2001), hal 76

Universitas Sumatera Utara


22

“Toerkeningsvatbaarheid….. een staat van psychischen normaliteit en rijpheid


welke drieerleigeschiktheid medebrengt: 1) die om fetelijke strekking der eigen
handelingen te begrijpen; 2) die om het maatschappelijk on geoorloofde van die
handelingen te beseffen; 3) die om te aanzien van die handelingen den wil te
bepalen32”.

(Pertanggungjawaban adalah suatu keadaan normal psikis dan kemahiran yang


membawa tiga macam kemampuan, yaitu 1) mampu untuk dapat mengerti makna
serta akibat sungguh-sungguh dari perbuatan-perbuatan sendiri; 2) mampu untuk
menginsyafi bahwa perbuatan-perbuatan itu bertentangan dengan ketertiban
masyarakat; 3) mampu untuk menentukan kehendak berbuat)

Menurut Roeslan Saleh33 tidaklah ada gunanya untuk mempertanggungjawabkan

terdakwa atas perbuatannya apabila perbuatannya itu sendiri tidak bersifat

melawan hukum, maka lebih lanjut dapat pula dikatakan bahwa terlebih dahulu

harus ada kepastian tentang adanya perbuatan pidana, dan kemudian semua unsur-

unsur kesalahan harus dihubungkan pula dengan perbuatan pidana yang

dilakukan, sehingga untuk adanya kesalahan yang mengakibatkan dipidanannya

terdakwa maka terdakwa haruslah :

1) Melakukan perbuatan pidana;

2) Mampu bertanggung jawab;

3) Dengan kesengajaan atau kealpaan, dan

4) Tidak adanya alasan pemaaf

Jika ke empat unsur ini terletak pada diri si pelaku tindak pidana, maka pelaku

mempunyai petanggungjawaban pidana dan tentu saja dapat dipidana. Orang yang

32
Eddy O.S. Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, (Yogyakarta:Cahaya Atma Pustaka, 2016),
hal 155
33
Roeslan Saleh, Pikiran-pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana, (Jakarta:Ghalia Indonesia,
1982), hal 10

Universitas Sumatera Utara


23

dapat dituntut dimuka pengadilan dan dijatuhi pidana, haruslah melakukan tidak

pidana dengan kesalahan. Kesalahan dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu:

1) Kemampuan bertanggungjawab

Kemampuan bertanggungjawab dalam KUHP tidak dirumuskan secara positif,

melainkan secara negatif. Pasal 44 KUHP menyatakan:

Tidak mampu bertanggung jawab:

(a) Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat


dipertanggungjawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat
dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana
(b) Jika ternyata bahwa perbuatan tidak dapat dipertanggungjawabkan
padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau
terganggu penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya
orang itu dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa, paling lama satu
tahun sebagai waktu percobaan.
(c) Ketentuan tersebut dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah
Agung, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.

Berdasarkan ketentuan Pasal 44 KUHP dapat ditarik beberapa kesimpulan.

Pertama, kemampuan bertanggungjawab dilihat dari sisi si pelaku berupa keadaan

akal atau jiwa yang cacat pertumbuhan atau terganggu karena penyakit. Kedua,

penentuan kemampuan bertanggungjawab dalam konteks yang pertama harus

dilakukan oleh seorang psikiater. Ketiga, ada hubungan kausal antara keadaan

jiwa dan perbuatan yang dilakukan. Keempat, penilaian terhadap hubungan

tersebut merupakan otoritas hakim yang mengadili perkara. Kelima, sistem yang

dipakai dalam KUHP adalah deskriptif normatif karena di satu sisi,

menggambarkan keadaan jiwa oleh seorang psikiater, namun di sisi lain secara

Universitas Sumatera Utara


24

normatif hakim akan menilai hubungan antara keadaan jiwa dan perbuatan yang

dilakukan.34

2) Sengaja (dolus/opzet) dan lalai (culpa/alpa);

3) Tidak ada alasan pemaaf.

2. Pengertian Narkotika dan Penggolongan Narkotika

a. Pengertian Narkotika

Jika kita mengambil dari sudut bahasa, maka kata Narkotika berasal dari bahasa

Yunani yaitu “narkan” atau “narke” yang berarti menjadi kaku, lumpuh, dan
35
dungu . Di dalam dunia kedokteran dikenal dengan narcose atau narcosis yang

berarti dibiuskan terutama dalam peristiwa pembedahan (narcotikum/obat bius

dalam bahasa latin)36.

Secara umum, yang dimaksud dengan narkotika adalah sejenis zat yang dapat

menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi orang-orang yang

menggunakannya, yaitu dengan cara memasukkan kedalam tubuh.37

Peraturan perundang-undangan Indonesia juga memberikan definisi tentang

Narkotika. Pada Undang –undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang narkotika

memberikan pengertian narkotika sebagai berikut :

“Narkotika adalah ;

34
Eddy O.S. Hiariej, Op.Cit, hal 165
35
Wison Nadack, Korban Ganja dan Masalah Narkotika, (Bandung:Indonesia Publishing House,
1983), hal 122
36
Susi Adisti, Belenggu Hitam Pergaulan “Hancurnya Generasi Akibat Narkoba”, (Jakarta:Restu
Agung, 2007), hal 24
37
M.Taufik Makaro Cs, Op.Cit, hal 16

Universitas Sumatera Utara


25

a. Bahan –bahan yang disebut dalam angka 2 sampai angka 3.


b. Garam –garam dan turunan –turunan dan morfhine dan kokaina.
c. Bahan –bahan lain namun alamiah sintesa maupun semi sintesa yang
belum disebutkan yang dapat dipakai sebagai pengganti morfhine atau
kokaina yang ditetapkamn oleh Menteri Kesehatan sebagai narkotika,
bilamana disalahgunakan dapat menimbulkan ketergantungan yang
merugikan, sepertimorfina dan kokaina.
d. Campuran-campuran yang sedian –sedian mengandung
bahan yang tersebut dalam huruf a,b, danc”.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika menyebutkan yaitu

“narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman sintesis maupunsemi

sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya

rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan

ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan –golongan sebagaimana

terlampir dalam Undang-undang ini atau yang kemudian ditetapkan dengan

keputusan Menteri Kesehatan.

Pengertian narkotika menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 yaitu :

“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.”

b. Penggolongan Narkotika

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1976 tentang narkotika yang

mulai berlaku sejak tanggal 26 Juli 1976. Pada penggolongan narkotika di dalam

Undang-Undang nomor 9 tahun 1976 tidak adanya penggolongan tersebut hanya

tetapi didalam Undang-Undang nomor 9 tahun 1976 hanya mengenai pengaturan

Universitas Sumatera Utara


26

penggunaan narkotika dan ketentuan-ketentuan pertanggungjawaban dan

penetapan pidana bagi siapa saja yang menyalahgunakan narkotika.

Menurut angka 1 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 yang jenis-

jenisnya disebut pada angka 2 sampai dengan 13 mengandung unsur-unsur :

1. Garam-garam dan turunan-turunan dari Morfina dan Kokaina;

2. Bahan lain, baik alamiah, sintetis maupun semi sintetis yang belum

disebut yangdapat dipakai sebagai pengganti Morfina atau Kokaina

yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan sebagai Narkotika, apabila

penyalahgunaannya dapat menimbulkan akibat ketergantungan yang

merugikan seperti Morfina dan Kokaina;

3. Campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan-

bahan tersebut diatas

Penggolongan Narkotika menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 22

Tahun 199738bahwajenis narkotika dibagi dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu:

1) Narkotika golongan I adalah narkotika yang paling berbahaya. Daya


adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini tidak boleh digunakan untuk
kepentingan apa pun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan.
Contohnya adalah Ganja, Heroin, kokain, morfin, opium, dan lain-lain.
2) Narkotika golongan II adalah narkotika yang memiliki daya adiktif
kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya
adalah petidin, dan turunannya, benzetidin, betametadol, dan lain-lain.
3) Narkotika golongan III adalahnarkotika yang memiliki daya adiktif
ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya
kodein dan keturunanya.

38
Undang-Undang Republik IndonesiaNo. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika

Universitas Sumatera Utara


27

Penggolongan Narkotika Menurut Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang

narkotika diterbitkan dan dilanjutkan dengan dikeluarkannya Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan

Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Berdasarkan Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dapat

dibedakan kedalam 3 golongan yaitu:

1. Narkotika Golongan I

Dalam penggolongan Narkotika, zat atau obat golongan I mempunyai potensi

yang sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Oleh karena itu didalam

penggunaannya hanya diperuntukkan untuk tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan dan tidak dipergunakan dalam terapi. Pengertian pengembangan

ilmu pengetahuan, termasuk didalamnya untuk kepentingan pendidikan, pelatihan,

keterampilan dan penelitian serta pengembangan. Dalam penelitian dapat

digunakan untuk kepentingan medis yang sangat terbatas.

2. Narkotika Golongan II

Narkotika pada golongan ini adalah Narkotika yang berkhasiat terhadap

pengobatan dan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat dipergunakan dalam

terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan.Narkotika

golongan ini mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

3. Narkotika Golongan III

Narkotika golongan ini adalah Narkotika yang berkhasiat dalam pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan

serta mempunyai potensi ringan menyebabkan ketergantungan.

Universitas Sumatera Utara


28

3. Pengertian Justice Collaborator Dan Peran Justice Collaaborator Dalam

Pengungkapan Tindak Pidana

Sebelum kita sampai kepada pengertian Justice Collaborator, terlebih dahulu kita

harus mengetahui bahwa Justice Collaborator dan Whistle Blowers adalah dua

istilah yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Justice

Collaborator dan Whistle Blower menjadi populer dikarenakan kejahatan yang

bersifat terorganisasi semakin meluas serta modus pelaksanaan kejahatan tersebut

juga semakin canggih. Kedua istilah diatas merupakan terobosan baru dalam

hukum pidana karena cara-cara konvensional dirasa sulit untuk mengungkap

kasus semacam ini.

Bertolak pada pendapat Quentin Dempster, pengertian Whistle Blowers adalah

orang yang mengungkapkan fakta kepada publik mengenai sebuah skandal,

bahaya mal praktik, atau korupsi. Mardjono Reksodiputro mengartikan Whistle

Blowers adalah pembocor rahasia atau pengadu. Ibarat sempritan wasit (peniup

pluit), Mardjono mengharapkan kejahatan dan pelanggaran hukum yang terjadi

berhenti dengan cara mengundang perhatian publik. Sementara informasi yang

dibocorkan berupa informasi yang bersifat rahasia di kalangan lingkungan

informasi itu berada.Baik tempat dan informasi berada maupun jenis informasi

bermacam-macam.39

Menurut sudut pandang Hadistanto, Whistle Blowers merupakan istilah bagi

karyawan, mantan karyawan, atau pekerja anggota suatu institusi atau organisasi

39
Firman Wijaya, Op.Cit, hal. 7

Universitas Sumatera Utara


29

yang melaporkan suatu tindakan yang dianggap melwan ketentuan kepada pihak

yang berwenang. Ketentuan yang dilanggar merupakan ancaman bagi kepentingan

publik. Contoh Whistle Blowers misalnya orang yang melaporkan perbuatan yang

diduga tindak pidana korupsi kepada publik di lingkungan dia bekerja.40

Berikut ini beberapa pengertian tentang Justice Collaborator, yaitu:

1) Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, Jaksa

Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia,

Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, dan Ketua Lembaga

Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia Nomor M.HH-

11.HM.03.02.th.2011, Nomor PER-045/A/JA/12/2011, Nomor 1 Tahun 2011,

Nomor KEPB-02/01-55/12/2011, Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlindungan

bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Pasal 1

angka 3):

“Saksi Pelaku yang Bekerjasama adalah saksi yang juga sebagai pelaku suatu
tindak pidana yang bersedia membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap
suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu tindak pidana untuk
mengembalikan aset-aset atau hasil suatu tindak pidana kepada negara dengan
memnberikan informasi kepada aparat penegak hukum serta memberikan
kesaksian di dalam proses peradilan.”

2) Council of Europe Committee of Minister

Collaborator of Justice adalah seseorang yang juga berperan sebagai pelaku

tindak pidana, atau secara meyakinkan adalah merupakan bagian dari tindak

pidana yang dilakukan secara bersama-sama maupun kejahatan organisir dalam

segala bentuknya, atau merupakan bagian dari kejahatan terorganisir, namun yang

40
Ibid, hal 8

Universitas Sumatera Utara


30

bersangkutan bersedia bekerjasama dengan aparat penegak hukum untuk

memberikan kesaksian mengenai suatu tindak pidana yang dilakukan secara

bersama-sama atau terorganisir, atau mengenai berbagai bentuk tindak pidana

yang berkaitan dengan kejahatan terorganisir maupun kejahatan serius lainnya. 41

3) Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-

undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.Pasal

1 angka 2 Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban menyebutkan:

“Saksi Pelaku adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama
dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang
sama.”

4) Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum

Justice Collaborator sebagai pelaku yang bekerjasama yaitu (baik dalam status

saksi, pelapor, maupun informan) yang memberikan bantuan kepada penegak

hukum dalam bentuk, misalnya pemberian informasi penting, bukti-bukti yang

kuat, atau keterangan/kesaksian dibawah sumpah, yang dapat mengungkapkan

suatu tindak pidana dimana orang tersebut terlibat di dalam tindak pidana yang

dilaporkannya tersebut (atau bahkan suatu tindak pidana lainnya) 42

Jika dilihat dari beberapa pengertian diatas hampir tidak bisa dibedakan mana

yang merupakan Whistle Blower dan mana yang disebut Justice Collaborator. Hal

yang dapat dijadikan sebagai pembeda antara keduanya yaitu Whistle Blower

tidak telibat didalam tindak pidana yang dilaporkannya sedangkan Justice

Collaborator ikut terlibat didalam tindak pidana yang diungkapnya. Namun

41
Abdul Haris Semendawa, Penanganan dan Perlindungan Justice Collaborator dalam Sistem
Hukum Pidana di Indonesia, hal 29
42
Aditya Wisnu Mulyadi, Perlindungan Hukum Terhadap Whistle Blower dan Justice
Collaboraor dalam Tindak Pidana Korupsi, (Bali: UNUD, 2015), hal 85

Universitas Sumatera Utara


31

seorang Justice Collaborator bukanlah pelaku utama dari tindak pidana yang

diungkapnya tersebut.

Justice Collaborator merupakan bentuk peran serta masyarakat yang tumbuh dari

suatu kesadaran membantu aparat hukum mengungkap kejahatan atau tindak

pidana yang tidak banyak diketahui orang dan melaporkan hal tersebut kepada

aparat penegak hukum. Justice Collaborator sebenarnya lahir dari kondisi negara

yang berangkat dari kesulitan penyidik dan penuntut umum dalam mengungkap,

mengusut, dan menghukum para pelaku kejahatan terorganisir yang sangat

merugikan kepentingan negara dan kepentingan umum. Para pelaku kejahatan

terorganisir begitu sulit dijangkau secara hukum karena rapi dan canggihnya suatu

tindak kejahatan sehingga hampir-hampir “tidak meninggalkan jejak

pembuktian”. Belum lagi pelaku kejahatan memiliki jaringan yang luas hampir di

semua sektor kekuasaan, termasuk kekuasaan hukum, dan para pelaku kejahatan

terorganisir tidak segan-segan untuk menghabisi siapa saja dengan tindakan

balasan (retaliation).43

Peran saksi dalam proses penyelesaian perkara selama ini sangat jauh dari

perhatian masyarakat dan penegak hukum. Adanya perkara-perkara yang tidak

terungkap dan tidak terselesaikan disebabkan oleh karena keengganan saksi untuk

memberikan keterangan saksi kepada penegak hukum karena mendapat ancaman

dari pihak-pihak tertentu. Padahal, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

43
Firman Wijaya, Op.Cit, hal. 17.

Universitas Sumatera Utara


32

mewajibkan seorang saksi untuk memberikan keterangan dan diancam sanksi

pidana jika tidak memenuhi kewajibannya.44

Peranan dalam penanganan tindak pidana tertentu, terkait dengan istilah saksi,

kini muncul istilah whistleblower dan justice collaborator. LPSK berpandangan

Susno Duadji sebagai „peniup peluit‟ atau whistleblower mesti dilindungi secara

fisik dan pemenuhan hak hukum. Berkaitan dengan itu, Pasal 10 ayat (1) dan (2)

UUNo. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dapat diterapkan

terhadap Susno.45

Peran para instansi penegak hukum dalam mengungkap sebuah kasus besar,

sehingga secara tidak langsung akan berdampak positif terhadap kondisi sistem

peradilan pidana kita yang mengalami kesulitan dalam menyeret para pelaku

tindak pidana narkotika ke dalam pengadilanyang sekaligus menghukum

parapelaku ke dalam sel tahanan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas

apayang telah mereka lakukan.

Menurut Barda Nawawi Arief dikatakan bahwa Sistem Peradilan Pidana (SPP)

pada hakikatnya merupakan sistem kekuasaan menegakkan hukum pidana atau

sistem kekuasaan kehakiman di bidang hukum pidana,yang diwujudkan atau

diimplementasikan dalam 4 (empat) sub-sistem; yaitu: (1) kekuasaan

”penyidikan” oleh badan atau lembaga penyidik; (2)kekuasaan ”penuntutan” oleh

badan atau lembaga penuntut umum; (3)kekuasaan “mengadili dan menjatuhkan

putusan atau pidana” oleh badanpengadilan; (4) kekuasaan “pelaksanaan putusan

44
Pasal 224
45
“Susno Tetap dalam Perlindungan LPSK”, http://www.hukumonline.com/berita/baca/
lt4d47d6096983a/susno-tetap-dalam-perlindungan-lpsk, diakses pada tanggal 20 Mei 2018

Universitas Sumatera Utara


33

atau pidana” olehbadan/aparat pelaksana atau eksekusi. Keempat tahab sub-sistem

itumerupakan satu kesatuan sistem penegakan hukum pidana yang integralatau

sering dikenal dengan istilah Sistem Peradilan Pidana Terpadu(Integrated

Criminal Justice Sistem).

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian skripsi ini dilakukan adalah penelitian hukum normative (Juridis

Normative) dikarenakan penelitian skripsi ini lebih menekankan pada penggunaan

norma-norma hukum secara tertulis. Penelitian ini berfokus untuk mengkaji

norma-norma hukum terhadap penerapan Justice Collaborator dalam pemidanaan

pelaku tindak pidana narkotika di Indonesia berdasarkan Surat Edaraan

Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011, Undang-undang Nomor 31

Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006

Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Peraturan Bersama tentang

Perlindungan bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama,

dan beberapa peraturan lainnya. Hal ini ditempuh dengan melakukan penelitian

kepustakaan.

Oleh karena penelitian skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum

normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-

undangan.Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua

undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang

Universitas Sumatera Utara


34

ditangani.46Dalam penelitian ini, maka pendekatan tersebut melakukan pengkajian

peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penerapan Justice

Collaborator dalam pemidanaan pelaku tindak pidana narkotika dalam upaya

memberantas tindak pidana narkotika di Indonesia.

2. Jenis Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder yang diperoleh dari:

a. Bahan Hukum Primer:

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya

mempunyai otoritas.Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan,

catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan dalam pembuatan perundang-

undangan dan putusaan hakim.47

Bahan hukum primer dalam tulisan ini berupa dokumen peraturan perundang-

undangan yang tertulis yang ada dalam ketentuan perundang-undangan dan

kerangka hukum nasional Indonesia, yakni diatur dalam Surat Edaraan Mahkamah

Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011, Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014

tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang

Perlindungan Saksi dan Korban, Peraturan Bersama tentang Perlindungan bagi

Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama, Undang-undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan sebagainya.

b. Bahan Hukum Sekunder:

46
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta:Prenadamedia Grup,2005), hal 133
47
Ibid, hal 181

Universitas Sumatera Utara


35

Bahan hukum sekunder merupakan semua publikasi tentang hukum yang bukan

merupakan dokumen-dokumen resmi.48Dalam penulisan skripsi ini penulis

menggunakan bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang berkaitan erat

dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk menganalisis dan

memahami bahan hukum primer yang ada serta memberikan petunjuk kepada

penulis didalam memulai penulisan. Adapun bahan hukum sekunder yang penulis

gunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu semua dokumen yang dapat menjadi

sumber informasi dalam penulisan skripsi ini, yaitu buku-buku ilmu hukum,

jurnal-jurnal ilmu hukum, skripsi, tesis, laporan penelitian ilmu hukum, artikel

ilmiah hukum, dan bahan seminar, lokakarya, dan juga sumber-sumber lain yakni

internet dan situs-situs terpercaya yang memiliki relevansi dengan apa yang

penulis bahas dalam penulisan skripsi ini.

c. Bahan Hukum Tertier:

Bahan hukum tertier meliputi semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan

ketertangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan sekunder

seperti kamus, artikel, ensiklopedi dan lain-lain.

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

studi kepustakaan. Studi kepustakaan dikenal juga dengan istilah library research

(penelitian kepustakaan), yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai

literatur untuk memperoleh bahan teoritis ilmiah yang dapat digunakan sebagai

48
Ibid

Universitas Sumatera Utara


36

dasar analisis terhadap substansi pembahasan dalam penulisan skripsi ini. Atau

sering juga disebut sebagai telaah pustaka, yaitu sumber inspirasi bagi penulis

untuk merumuskan permasalahan penelitiannya.

Adapun tujuan dari penelitian kepustakaan ini adalah untuk memperoleh data-data

sekunder yang meliputi peraturan perindang-undangan, buku-buku, surat kabar,

artikel para sarjana dan berita-berita yang penulis dapatkan dari internet yang

terpercaya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

4. Analisis Data

Data dalam skripsi ini diperoleh dari penelusuran kepustakaan kemudian

dianalisis dengan cara kualitatif. Analisis kualitatif yaitu dengan melakukan

pengumpulan terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan juga

bahan hukum tertier dan seluruh literatur lain yang berkaitan dengan penulisan

skripsi ini lalu kemudian dilakukan analisis melalui data yang diperoleh menurut

kualitas dan kebenarannya lalu diorganisasikan dalam pendapat atau tanggapan

sehingga diperoleh data sebagai jawaban yang menjawab permasalahan tentang

penerapa Justice Collaborator dalam pemidanaan pelaku tindak pidana nakotika

berrdasarkan SEMA No. 4 Tahun 2011 yang akan dibahas dalam skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Dengan maksud memudahkan dalam menelaah penulisan skripsi dengan judul

“Penerapan Justice Collaborator Dalam Pemidanaan Pelaku Tindak Pidana

Narkotika Berdasarkan SEMA No. 4 Tahun 2011 (Analisis Putusan Pengadilan

Negeri No. 231/Pid.Sus/2015/PN.PMS dan No. 683/Pid.Sus/2016/PN.PBR)”,

Universitas Sumatera Utara


37

maka penulis menguraikan terlebih dahulu sistematika yang merupakan gambaran

dari skripsi ini sebagai berikut:

BAB 1: PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penulisan,keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan yang

meliputi: Tindak Pidana, Pemidanaan, Pertanggungjawaban Pidana, Pengertian

Narkotika, Penggolongan Narkotika, Pengertian Justice Collaborator, dan peran

Justice Collaborator dalam Pengungkapan Tindak Pidana, dan terakhir

sistematika penulisan

BAB 2: PERKEMBANGAN PENGATURAN TINDAK PIDANA

NARKOTIKA DI INDONESIA

Pada bab ini penulis akan memaparkan tentang perkembangan penyebaran dan

penyalahgunaan narkotika di Indonesia, selain itu penulis juga akan membahas

mengenai pengaturan tindak pidana narkotika yang dimulai sejak dikeluarkannya

Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika, di amandemen menjadi

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, dan sampai kepada

amandemen terakhir yaitu Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika.

BAB 3: PENGATURAN SAKSI PELAKU (JUSTICE COLLABORATOR)

DI INDONESIA

Pada Bab ini penulis akan menjelaskan tentang pengaturan saksi pelaku (Justice

collaborator) berdasarkan Undang-undang nomor 13 tahun 2006 Jo Undang-

undang Nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi daan Korban,

Universitas Sumatera Utara


38

pengaturan tentang saksi pelaku (Justice collaborator) berdasarkan Peraturan

Bersama Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik

Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Ketua Lembaga

Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia Nomor M.HH-11-

HM.03.02.TH.2011, Nomor PER-045/A.JA/12/2011, Nomor 1 Tahun 2011,

Nomor KEPB-02/01-55/12/2011, Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlindunngan

Bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama, serta

pengaturan saksi pelaku (Justice collaborator) menurut Surat Edaran Mahkamah

Agung (SEMA) Nomor 4 tahun 2011

BAB 4: PENERAPAN JUSTICE COLLABORATOR DALAM

PEMIDANAAN PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA MELALUI

PUTUSAN PENGADILAN

Dalam Bab ini akan membahas mengenai penerapan saksi pelaku (justice

collaborator) dalam pemidanaan pelaku tindak pidana narkotika dalam putusan

pengadilan, dan menganalisis kasus dengan Nomor: 231/Pid.Sus/2015/PN.PMS

serta Nomor: 683/Pid.Sus/2016/PN.PBR

BAB 5: KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan penutup, yang memaparkan apa yang menjadi kesimpulan dan

saran penulis atas apa yang telah ditulis dalam skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


39

BAB II
PERKEMBANGAN PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA
DI INDONESIA

A. Perkembangan Penyebaran dan Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia

Pada zaman prasejarah di Negeri Mesopotamia (sekitar Irak sekarang), dikenal

suatu barang yang namanya “Gil” artinya “Bahan yang menggembirakan” Gil ini

lazimnya digunakan sebagai obat sakit perut, kemampuan Gil sangat terkenal

pada saat itu, dan Gil menyebar di dunia barat sampai Asia dan Amerika.49

Di Tiongkok bahan sejenis Gil disebut dengan candu yang sudah dikenal sejak

tahun 2735 sebelum Masehi. Candu pernah menghancurkan Tiongkok pada tahun

1840-an yaitu dipergunakan sebagai subversif oleh inggris, sehingga

menimbulkan suatu perang yang terkenal dalam sejarah, yaitu Perang Candu (The

Opium War) pada tahun 1839-1842, yang dimenangkan oleh Inggris setelah

berhasil merusak mental lawannya melalui candu. Proses pengolahan candu pada

zaman dahulu masih sangat sederhana, salah satu prosesnya ialah menghilangkan

bau, yakni dengan cara dicampur dengan air sulingan dan disimpan dalam guci 8

(delapan) sampai 12 (dua belas) bulan, setelah kering baru dipergunakan

untukkeperluan pengobatan.50

Sejalan dengan perkembangan kolonialisasi maka perdagangan candu semakin

tumbuh besar dan pemakaian candu secara besar-besaran dilakukandikalangan

49
Badan Penyebaran dan Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia, Menanggulangi Bahaya
Narkotika, (Jakarta:Redaksi Alda, 1985), hal 31
50
Ibid, hal 30

40
Universitas Sumatera Utara
40

ethnis China, terutama di Negara-negara jajahan ketika itu, termasuk Indonesia

yang berada di bawah kekuasaan pemerintah colonial Belanda.51

Maraknya pengedaran dan penggunaan narkotika akhir-akhir ini menyebabkan

timbulnya kekhawatiran di kalangan masyarakat.Sasaran peredaran dan

penggunanya bukan hanya tempat-tempat hiburan malam, tetapi sudah merambah

kedaerah pemukiman kampus dan bahkan kesekolah-sekolah.Beberapa pengamat

pendidikan meyakini di Indonesia tidak ada lagi satupun kampus terbebas dari

peredaran narkotika.52

Perkembangan penyalahgunaan narkotika yang sudah sampai kepada lingkungan

kampus dan sekolah-sekolah dapat dilihat dari beberapa contoh kasus sebagai

berikut:

1. Kasus Narkotika di Kendari yang menewaskan pelajar kelas 6 SD 53

2. Kasus Pelajar di Palopo yang tertangkap menggunakan Sabu 54

3. Kasus 18 remaja di Bogor yang di bekuk saat pesta Ganja 55

Peredaran gelap narkotika di Indonesia melalui beberapa jalur, yakni jalur darat,

jalur udara, jalur laut.Peredaran narkotika lewat jalur darat dapat terjadi karena

lemahnya sistem pengawasan dan keamanan di wilayah perbatasan. Peredaran

51
Sumarmo Ma‟some, Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat,
(Jakarta:CV. Haji Masagung, 1987), hal 5
52
M.Wresiniro, Masalah Narkotika Psikotropika dan Obat-Obat Berbahaya, (Jakarta:Yayasan
Mitra Bintibmas, 1999), hal. 413
53
https://nasional.tempo.co/read/909007/kasus-narkoba-di-kendari-seorang-pelajar-sd-tewas,
diakses pada tanggal 15 April 2018
54
https://nasional.tempo.co/read/755323/isap-sabu-tiga-pelajar-sma-ditangkap-polisi, diakses pada
tanggal 15April 2018
55
https://www.liputan6.com/news/read/601489/gelar-pesta-narkoba-18-remaja-bogor-dibekuk,
diakses pada tanggal 17 April 2018

Universitas Sumatera Utara


41

gelap narkotika melalui laut juga kerap dilakukan. Indonesia yang merupakan

negara kepulauan tentu banyak memiliki lautan yang dapat berfungsi sebagai

pintu masuk kedalam negeri ini.Masalahnya tidak semua wilayah laut yang ada di

Indonesia ini mendapatkan perhatian dan pengawalan yang optimal dari

pemerintah.Luasnya lautan yang dimiliki Indonesia tidak diimbangi dengan

jumlah personel yang mencukupi. Akibatnya beberapa wilayah perbatasan laut

indonesia menjadi tidak terjaga. Celah inilah yang banyak diincar oleh pengedar

narkotika luar untuk dapat membawa masuk narkotika mereka ke Indonesia

melalui jalur laut.

Peredaran gelap narkotika melalui jalur udara juga mengkhawatirkan. Berkali-kali

dinas bea dan cukai bandara menggagalkan penyelundupan narkotika

membuktikan kalau penyelundupan narkotika melalui jalur bandara sangatlah

sering dilakukan. Ketersediaan alat pendeteksi yang canggih mutlak diperlukan

agar penyelundupan narkotika melalui bandara tersebut tidak dapat lolos dari

pemeriksaan, karena cara dan modus yang dilakukan untuk menyelundupkan

narkotika melalui jalur udara ini semakin hari semakin beragam. 56

Perkembangan peredaran narkotika merupakan masalah yang sangat kompleks,

upaya pemberantasan peredaran narkotika yang dilakukan secara terpadu dan

berkesinambungan antara aparat penegak hukum dan institusi terkait, diharapkan

dapat meminimalisasi jumlah tindak pidana narkotika yang mengalami

perkembangan dari waktu ke waktu. Kasus modus baru peredaran di wilayah

indonesia dapat kita lihat sebagai berikut:

56
Ibid, hal 9

Universitas Sumatera Utara


42

1. Kasus Modus Brownies Ganja (di wilayah Jakarta) 57

2. Kasus Dodol Ganja (di wilayah Bandar Lampung Way Hui) 58

3. Kasus ganja yang diselundupkan lewat troli bayi (kereta bayi) 59

Adapun perkembangan penanganan kasus narkotika berdasarkan laporan

pertanggungjawaban Badan Narkotika Nasional.

Tabel 1. Laporan Pertanggungjawaban Badan Narkotika Nasional dari


Tahun 2010 sampai 2017
Tahun Laporan Tersangka Aset yang Disita

2010 2 LKN 8 Rp. 3.628.442.314

2011 9LKN 16 Rp. 33.173.753.301

2012 14 LKN 18 Rp. 24.620.666.864

2013 15 LKN 18 Rp. 52.375.590.387

2014 11 LKN 12 Rp. 83.207.159.514

2015 12 LKN 14 Rp. 85.330.158.337

2016 21 LKN 30 Rp.279.113.413.345

2017 30 LKN 37 Rp. 114.911.000.000

Total 114 LKN 154 Rp. 673.360.184.062

Sumber: Pertanggungjawaban Badan Narkotika Nasional, 2017

57
https://www.google.com/search?q=kasus+brownies+ganja+di+jakarta&ie=utf-8&oe=utf-
8&client=firefox-b-ab, diakses pada tanggal 8 April 2018
58
https://www.google.com/search?q=kasus+dodol+ganja+di+lampung&ie=utf-8&oe=utf-
8&client=firefox-b-ab, diakses pada tanggal 10 April 2018
59
https://www.google.com/search?q=kasus+ganja+di+troli+bayi&ie=utf-8&oe=utf-
8&client=firefox-b-ab, diakses pada tanggal 12 April 2018

Universitas Sumatera Utara


43

Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat diketahui laporan pertanggungjawaban Badan

Narkotika Nasional. Pada Tahun 2010 jumlah tersangka ada delapan (8) orang,

tahun 2011 jumlah tersangka ada enam belas (16) orang, tahun 2012 jumlah

tersangka ada delapan belas (18) orang, tahun 2013 jumlah tersangka ada delapan

belas (18) orang, tahun 2014 jumlah tersangka ada dua belas (12) orang, tahun

2015 jumlah tersangka ada empat belas (14) orang, tahun 2016 jumlah tersangka

ada tiga puluh (30) orang, sedangankan pada tahun 2017 jumlah tersangka ada

tiga puluh tujuh (37), jadi total dari tahun 2010 sampai tahun 2017 berjumlah

seratus lima puluh empat (154) orang.

B. Pengaturan Tindak Pidana Narkotika sebelum Undang-undang No. 35

Tahun 2009

1. Undang-undang No.9 Tahun 1976 tentang Narkotika

Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 9 tahun 1976, istilah narkotika

belum dikenal di Indonesia.Peraturan yang berlaku sebelum ini adalah

Verdovende Middelen Ordonnantie (Staatsblad Nomor 278 Jo. 536 Tahun 1927)

yang diubah tahun 1949 (Lembaran Negara 1949 Nomor 337), tidak

menggunakan istilah “narkotika” tetapi “obat yang membiuskan” (Verdovende

middelen) dan peraturan ini dikenal sebagai Ordonansi Obat Bius. 60

Berdasarkan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol yang

mengubahnya, yang merupakan hasil dari United Nations Conference forAdoption

60
Andi Hamzah, RM. Surachman, Kejahatan Narkotika dan Psikotropika, (Jakarta: Sinar Grafika,
1994), hal 13

Universitas Sumatera Utara


44

of a Single Convention on Narcotic Drug, selanjutnya Pemerintah

Indonesiamenerbitkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1976

tentang Narkotika, Lembaran Negara R.I Tahun 1976 No. 37.61

Hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 secara

umum dapat digambarkan sebagai berikut Perkembangan di bidang farmasi yang

sangat pesat juga membuat Verdovende Midellen Ordonantie tidak efektif lagi

dalam menanggulangi tindak pidana narkotika.

a. Mengatur jenis-jenis narkotika yang lebih terinci. :


b. Pidananya juga sepadan dengan jenis-jenis narkotika tersebut.
c. Mengatur pelayanan tentang kesehatan untuk pecandu dan
rehabilitasinya.
d. Mengatur semua kegiatan yang menyangkut narkotika yakni
penanaman, peracikan, produksi, perdagangan, lalu lintas
pengangkutan serta penggunanaan narkotika.
e. Acara pidananya bersifat khusus.
f. Pemberian premi bagi mereka yang berjasa dalam pembongkaran
kejahatan narkotika.
g. Mengatur kerjasama internasional di bidang penanggulangan
narkotika.
h. Materi pidananya banyak yang menyimpang dari KUHP.
i. Ancaman Pidana lebih berat.62

Berlakunya Undang-Undang baru ini, menyebabkan beberapa perubahan yang

cukup mendasar dalam pengaturan mengenai narkotika.Dengan berlakunya

undang-undang ini maka di buka kemungkinan untuk mengimpor, mengekspor,

menanam, memelihara narkotika bagi kepentingan pengobatandan atau tujuan

61
Siswanto S, Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika (UU Nomor 35 tahun
2009),(Jakarta:Rineka Cipta, 2012), hal 9
62
Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukim Pidana, (Bandung:Mandar Maju,
2003), hal 164

Universitas Sumatera Utara


45

ilmu pengetahuan.Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa pada dasarnya

narkotika masih sangat dibutuhkan bagi pengobatan.63

Adapun uraian dari beberapa jenis tindak pidana tersebut akan dijelaskan dalam

uraian di bawah ini berdasarkan pasal-pasal yang mengatur pemidanaan dalam

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika adalah sebagai berikut :

a. Pemidanaan bagi pelaku penyalahgunaan tindak pidana narkotika

menurutPasal 36

Pasal 36 ini dibagi menjadi 8 (delapan) ayat dimana di dalam pasal ini mengatur

mengenai ketentuan-ketentuan pemidanaan seperti yang telah diatur dalam pasal-

pasal yang telah ada pengaturannya di dalam undang-undang ini. Dalam undang-

undang ini juga telah memperkenalkan jenis hukuman pidana mati dan

pemidanaan yang bersifat kumulasi antara pidana penjara dan pidana denda.

b. Percobaan melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika menurut Pasal

37

Percobaan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36

ayat (1) sampai dengan ayat (7) dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana

penjara bagi tindak pidananya.

c. Kejahatan narkotika yang melibatkan anak di bawah umur menurut Pasal 38

Membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana

sebagaimana tersebut dalam Pasal 36 ayat (1) sampai dengan ayat (7) diancam

dengan pidana sebagaimana dengan yang telah ditentukan dalam pasal tersebut

63
Soedjono Dirjosisworo, Hukum Narkotika Indonesia,(Bandung:PT. Citra Adytia Bakti, 1990),
hal 8

Universitas Sumatera Utara


46

ditambah dengan sepertiganya, dengan ketentuan selama-lamanya 20 (duapuluh)

tahun.

d. Ketentuan bagi narapidana tindak pidana penyalahgunaan narkotika menurut

Pasal 39

Dalam pasal ini mengatur mengenai ketentuan bagi setiap terpidana yang sedang

menjalani pidana melakukan kembali tindak pidana pada waktu menjalani

pemidanaan belum melewati 2 (dua) tahun untuk ditambah sepertiganya dari

pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya.

e. Ketentuan bagi para tenaga medis menurut Pasal 40

Dokter yang dengan sengaja melanggar Pasal 24 dipidana dengan pidana penjara

selama-lamanya 12 (duabelas) tahun dan denda setinggi-tingginya

Rp.20.000.000,- (duapuluh juta rupiah).

f. Ketentuan impor menurut Pasal 41

Importir yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana dalam Pasal 12 ayat

(1), Pasal 18 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu)

tahun dan denda setinggi-tingginya Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).

g. Ketentuan bagi lembaga hukum menurut Pasal 42 sampai Pasal 44)

Ketentuan ini diberlakukan bagi lembaga hukum yang melakukan tindak pidana

penyalahgunaan narkotika sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 1976. Lembaga-lembaga hukum yang dimaksud diatur dalam

Pasal 42 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 untuk pabrik farmasi, pedagang

besar farmasi, apotik, rumah sakit, dokter, lembaga ilmu pengetahuan, lembaga

pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), ayat (3), dan Pasal 19,

Universitas Sumatera Utara


47

dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan denda

setinggi-tingginya Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah). Terhadap pelanggaran

ketentuan-ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42,

dan Pasal 43 dapat dikenakan pidana tambahan yang berupa pencabutan hak

seperti diatur dalam Pasal 35 KUHP Ayat (1) dan Ayat (6).

h. Proses penyidikan menurut Pasal 45

Barangsiapa dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan,

penuntutan dan pemeriksaan di depan pengadilan perkara tindak pidana yang

menyangkut narkotika, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima)

tahun atau denda setinggi-tingginya Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah);

i. Saksi menurut Pasal 46

Saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan perkara yang sedang dalam

pemeriksaan di depan pengadilan yang tidak memenuhi ketentuan tersebut dalam

Pasal 28 dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun. Hal ini

bukan merupakan kejahatan melainkan merupakan pelanggaran.

j. Informasi tindak pidana penyalahgunaan narkotika menurut Pasal 48

Barangsiapa yang mengetahui tentang adanya narkotika yang tidak sah dan tidak

melaporkan kepada pihak yang berwajib dipidana dengan pidana kurungan

selama-lamanya 1 (satu) tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp.1.000.000,-

(satu juta rupiah).

k. Mengenai badan hukum menurut Pasal 49

Jika suatu tindak pidana mengenai tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh

atau atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang

Universitas Sumatera Utara


48

yang lainnya atau suatu yayasan, maka tuntutan pidana dilakukan dan hukuman

pidana serta tindakan tata tertib dijatuhkan baik terhadap badan hukum, perseroan,

perserikatan atau yayasan itu, maupun terhadap mereka yang memberi perintah

melakukan tindak pidana narkotika itu atau yang bertindak sebagai pemimpin atau

penanggung jawab dalam perbuatan atau kelalaian itu, ataupun terhadap kedua-

duanya.

l. Pidana tambahan menurut Pasal 51 sampai dengan 53

Peraturan pemerintah sebagai pelaksana Undang-Undang ini dapat dicantumkan

ancaman pidana dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan atau

denda setinggi-tingginya Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).

Adapun kekurangan dari Undang-undang No. 9 Tahun 1976 adalah terbatasnya

pengertian/definisi dari narkotika itu sendiri sehingga penjatuhan sanksi pidana

bagi pelaku tindak pidana narkotika menjadi kurang proporsional. Dengan

keterbatasan definisi narkotika tersebut,perkembangan teknologi yang

menghasilkan narkotika jenis baru tentu saja tidak dapat dijangkau oleh peraturan

ini sehingga memberikan celah kepada pelaku tindak pidana narkotika untuk

terlepas dari jeratan hukum.Selain itu, peraturan ini kurang memperhatikan tindak

pidana narkotika yang berskala internasional dan hanya fokus terhadap tindak

pidana narkotika di dalam negeri (nasional).

2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika merupakan

penggantidari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika yang

diundangkan pada tanggal 1 September 1997 dimuat dalam Lembaran Negara

Universitas Sumatera Utara


49

Tahun 1997 Nomor 67 serta tambahan Lembaran Negara Nomor 3698. Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika tidak dapat dipertahankan lagi

keberadaannya, karena adanya perkembangan kualitas kejahatan yang sudah

menjadi ancaman yang sangat serius bagi kehidupan manusia.64

Kejahatan-kejahatan narkotika pada umumnya tidak dilakukan oleh perorangan

secara berdiri sendiri, melainkan dilakukan secara bersama-sama bahkan

dilakukan sindikat yang terorganisasi secara mantap, rapi, dan sangat

rahasia.65Lahirnya Undang-undang No. 22 Tahun 1997 dilatar belakangi oleh

kejahatan Narkotika yang sudah bersifat transnasional dan modus kejahatan di

bidang narkotika berkembang dengan sangat pesat. Selain itu, Indonesia juga

terikat pada ketentuan baru dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang

Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988, yang telah diratifikasi dengan

Undang-undang No. 07 Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan

Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika yang

mengharuskan Indonesia menyesuaikan hukum nasionalnya dengan Konvensi

tersebut.

Salah satu perkembangan pengaturan Undang-undang No. 22 Tahun 1997 jika

dibandingkan dengan undang-undang sebelumnya adalah dimana narkotika

diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) golongan antara lain:

a. Narkotika Golongan I;

b. Narkotika Golongan II; dan

64
Gatot Supramono, Op.Cit, hal 155
65
Hari Sasangka, Op.Cit, hal 166

Universitas Sumatera Utara


50

c. Narkotika Golongan III

Adapun penjelasan tentang penggolongan narkotika ini sudah dijelaskan terlebih

dahulu di dalam tinjauan pustaka oleh penulis. Perkembangan lain yang dapat kita

amati didalam Undang-undang No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika adalah

memberikan definisi khusus terkait tentang korporasi dalam Pasal 1 Angka (19)

yaitu:

“Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang dan/atau kekayaan baik


merupakan badan hukum maupun bukan.”

Penggunaan kata korporasi ini disebabkan oleh kurang mengenanya redaksi kata

“Barangsiapa” untuk menggambarkan kejahatan yang dilakukan oleh beberapa

orang secara terorganisasi. Masalah redaksi kata ini bukan merupakan suatu hal

yang krusial karena dalam beberapa pasal secara eksplisit juga disebutkan apabila

delik tersebut dilakukan oleh korporasi, namun pemberian definisi korporasi

sangat membantu terutama bagi aparat penegak hukum dalam membedakan

penjatuhan hukuman antara subjek hukum orang (Natural Person) dan subjek

hukum berupada badan hukum (Legal Person).

Menurut ketentuan-ketentuan pidana yang diatur dalam Bab XII Undang-Undang

No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika dapat dikelompokkan dari segi bentuk

perbuatannya menjadi sebagai berikut:66

a. Kejahatan yang menyangkut produksi narkotika


b. Kejahatan yang menyangkut pengangkutan dan transito narkotika
c. Kejahatan yang menyangkut jual beli narkotika
d. Kejahatan yang menyangkut penguasaan narkotika
e. Kejahatan yang menyangkut penyalahgunaan narkotika
f. Kejahatan yang menyangkut tidak melaporkan pecandu narkotika

66
Gatot Supramono, Op.Cit, hal, 200

Universitas Sumatera Utara


51

g. Kejahatan yang menyangkut label dan publikasi narkotika


h. Kejahatan yang menyangkut jalannya peradilan narkotika
i. Kejahatan yang menyangkut penyitaan dan pemusnahan narkotika
j. Kejahatan yang menyangkut keterangan palsu
k. Kejahatan yang menyangkut penyimpanan fungsi lembaga
l. Kejahatan yang menyangkut pemanfaatan anak dibawah umur

Adapun penjelasan tentang kejahatan narkotika diatas adalah sebagai berikut:

a. Kejahatan yang menyangkut produksi narkotika

Kejahatan yang menyangkut produksi narkotika diatur di dalam Pasal 80 Undang-

Undang No. 22 Tahun 1997 Tentang Nakotika. Hampir sama dengan undang-

undang sebelumnya, kejahatan yang menyangkut produksi ini lebih luas juga

berkaitan dengan kejahatan sejenis berupa mengekstraksi, mengkonversi, merakit,

dan menyediakan narkotika untuk semua golongan.

Kejahatan yang menyangkut produksi narkotika golongan I diancam dengan

pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20

(dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar

rupiah). Kejahatan yang menyangkut produksi narkotika golongan II diancam

dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak

Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah), sedangkan untuk golongan III diancam

denga pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak sebesar

Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

b. Kejahatan yang menyangkut pengangkutan narkotika

Yang termasuk kejahatan dalam pengangkutan narkotika adalah perbuatan

membawa, mengirim, dan mentransito narkotika. Kejahatan yang menyangkut

pengangkutan ini diatur dalam Pasal 81 Undang-Undang No. 22 Tahun 1997

tentang Narkotika. Ancaman pidana untuk kejahatan yang menyangkut

Universitas Sumatera Utara


52

pengangkutan narkotika golongan I yaitu pidana penjara paling lama 15 (lima

belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh

juta ruiah). Kejahatan yang menyangkut pengangkutan narkotika golongan II

diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling

banayak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Sedangkan untuk golongan III

diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling

banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

c. Kejahatan yang menyangkut jual beli narkotika

Kejahatan yang menyangkut jual beli narkotika bukan hanya dalam arti sempit,

tetapi juga termasuk perbuatan ekspor, impor, dan tukar menukar yang mana

diatur dalam pasal 82 Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 Tentang

Narkotika.Berkaitan dengan tindak pidana ini perbuatan menyalurkan dan

menyerahkan termasuk kedalam perbuatan jual beli narkotika, karena peredaran

narkotika sebagaimana dimaksud pada pasal 32 didalamnya terdapat unsur yang

slah satunya meliputi kegiatan dalam rangka perdagangan.

Ancaman pidana untuk kejahatan yang menyangkut jual beli narkotika golongan I

yaitu pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling

lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu

milyar rupiah). Kejahatan yang menyangkut jual beli narkotika golongan II

diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda

paling banyak sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Sedangkan

untuk golongan III diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)

tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).

Universitas Sumatera Utara


53

d. Kejahatan menyangkut penguasaan Narkotika

Kejahatan yang menyangkut penguasaan narkotika , didalam undang-undang

membedakan antaratindak pidana menguasai narkotika golongan I dengan tindak

pidana menguasai narkotika golongan II dan golongan III dilain pihak karena

dipengaruhi adanya penggolongan narkotika tersebut yang memiliki fungsi dan

akibat yang berbeda sehingga pengaturannya diatur didalam pasal yang berbeda.

Pidana menguasai narkotika golongan I diatur dalam pasal 78 Undang-Undang

No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Penguasaan terhadap narkotika golongan I

yang berbentuk tanaman atau tidak berbentuk tanaman diancam dengan pidana

penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.

500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Kemudian untuk narkotika golongan II

dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling

banyak Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan narkotika

golongan III diancam dengan pidana penjara paling alama 5 (lima) tahun dan

denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) diatur dalam pasal 79

Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.

e. Kejahatan menyangkut penyalahgunaan narkotika

Didalam ketentuan umum yaitu Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 22 Tahun

1997, Penyalahguna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa

sepengetahuan dan pengawasan dokter. Tindak pidana penyalahgunaan narkotika

terhadap orang lain diatur dalm pasal 84 Undang-Undang No. 22 Tahun 1997

tentang narkotika. Penyalahgunaan narkotika golongan I terhadap orang lain

diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun penjara dan

Universitas Sumatera Utara


54

denda paling banyak Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Penyalahgunaan terhadap orang lain untuk narkotika golongan II diancam denhan

pidaa penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun penjara dan denda paling banyak

Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Sedangkan untuk golongan III diancam

dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling

abanyak Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Pengaturan tindak pidana penyalahgunaannarkotika untuk diri sendiri diatur

dalam pasal 85 Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Menurut

pasal 85, ancaman pidana yang diberikan kepad penyalahguna narkotika terhadap

diri sendiri yaitu untuk narkotika golongan I diancam dengan pidan penjara paling

lama 4 (empat) tahun, untuk narkotika golongan II diancam pidana penjara paling

lama 2 (dua) tahun dan untuk golongan III diancam dengan pidan penjara paling

lama 1 (satu) tahun.

f. Kejahatan menyangkut tidak melaporkan pecandu narkotika

Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika menghendaki supaya

pecandu narkotika melaporkan diri atau keluarganya yang melaporkan diri sendiri

atau keluarganya yang melaporkan. Hal ini diatur dalam pasal 46, 86 dan pasal 88

Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Ancaman pidana yang

diberikan kepada keluarga dalam hal ini orang tua atau wali yang belum cukup

umur sengaja tidak melapor diancam dengan pidana kurungan paling lama 6

(enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)

sedangkan bagi orang tua atau wali yang telah cuup umur apabila tidak melapor

Universitas Sumatera Utara


55

akan diancam dengan pidana kurungan 6 (enam) bulan atau denda paling banyak

Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).

g. Kejahatan menyangkut label dan publikasi narkotika

Diketahui bahwa pabrik obat diwajibkan mencantumkan kemasan narkotika baik

dalam bentuk obat jadi maupun bahan baku narkotika (pasal 41). Kemudian untuk

dapat dipublikasikanpasal 42 dan pasal 89 Undang-Undang No 22 Tahun 1997

tentang Narkotika syaratnya harus dilakukan pada media cetak ilmiah kedokteran

atau media cetak farmasi. Apabila pabrik obat tidak melaksanakan ketentuan

sebagaiman diatur dalam pasal 89 tersebut akan diancam dengan pidana penjara

paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus

juta rupiah).

h. Kejahatan menyangkut jalannya peradilan narkotika

Yang dimaksud proses peradilan meliputi pemeriksaan perkara ditingkat

penyidikan, penuntutan, pengadilan. Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1997

perbuatan yang menghalang-halangi atau mempersulit jalannya proses peradilan

tersebut merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 92, diancam

dengan pidana penjara 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000,-

(seratus lima puluh juta rupiah).

Menghalang-halangi dengan mempersulit merupakan dua perbuatan yang

berbeda, akan tetapi tujuannya sama yaitu menghendaki supaya jalannya proses

peradilan tidak lancar atau tidak jadi sama sekali. Perbuatan menghalang-halangi

dilakukan sebelum pemeriksaan (di semua tingkat pemeriksaan) dan dapat

dilakukan oleh siapa saja, sedang perbuatan mempersulit dilakukan ketika

Universitas Sumatera Utara


56

pemeriksaan perkara sedang berlangsung dan pelakunya adalah orang yang

sedang di periksa oleh petugas atau pejabat pemeriksa.

i. Kejahatan menyangkut penyitaan dan pemusnahan narkotika

Barang yang ada hubungannya dengan tindak pidana dilakukan penyitaan di

jadikan barang bukti perkara bersangkutan dan barang bukti tersebut harus di

ajukan dalam persidangan pengadilan. Apabila barang bukti tersebut terbukti

dipergunakan dalam tindak pidana maka harus ditetapkan dirampas untuk

dimusnahkan.

Pada perkara narkotika ada kemungkinan barang bukti yang disita berupa tanaman

yang jumlahnya sangat banyak, sehingga tidak mungkin barang bukti tersebut

diajukan ke persidangan semuanya. Berdasarkan Pasal 71 barang bukti yaang

demikian dilakukan penyisihan yang wajar dan selebihnya barang bukti itu

dimusnahkan. Semua tidakan penyidik di atas yang berupa penyitaan, penyisihan

dan pemusnahan wajib dibuat berita acaranya dan dimasukkan dalam berkas

perkara.

Sehubungan dengan hal tersebut dalam perkara narkotika, apabila penyidik tidak

melaksanakan tugasnya dengan baik merupakan tindak pidana berdasarkanPasal

94 Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, dapat diancam dengan

pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda Rp. 1.000.000,- (satu juta

rupiah).

j. Kejahatan menyangkut keterangan palsu

Sebelum seorang saksi memberikan keterangan di muka persidangan, maka saksi

wajib mengucapkan sumpah sesuai dengan agamanya, bahwa ia akan memberikan

Universitas Sumatera Utara


57

keterangan yang sebenarnya (pasal 160 ayat (3) KUHAP). Dengan cara demikian

diharapkan saksi dalam memberikan keterangannya selalu konsekuen dengan

sumpah yang di ucapkannya.

Sejalan dengan hal tersebut, apabila dalam perkara narkotika saksi tidak

memberikan keterangan dengan benar dapat dipidana berdasarkan Pasal 95

Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, dengan ancaman pidana

penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.

300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).

k. Kejahatan menyangkut penyimpangan fungsi lembaga

Lembaga-lembaga yang diberi wewenang oleh Undang-Undang No. 22 Tahun

1997 untuk memproduksi, menyalurkan atau menyerahkan narkotika yang

ternyata melakukan kegiatan narkotika tidak sesuai dengan tujuan penggunaan

narkotika sebagaimana di tetapkan oleh undang-undang, maka pimpinan lembaga

yang bersangkutan di jatuhi pidana dalam Pasal 99 Undang-Undang No. 22 Tahun

1997 tentang Narkotika dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)

tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

l. Kejahatan menyangkut pemanfaatan anak dibawah umur

Kejahatan dibidang narkotika tidak seluruhnya dilakukan oleh orang dewasa,

tetapi ada kalanya kejahatan dilakukan pula bersama dengan anak dibawah umur

(belum genap berusia 18 tahun). Anak-anak yang belum dewasa cenderung mulai

dipengaruhi untuk melakukan perbuatan yang berhubungan dengan narkotika,

karena jiwanya belum stabil akibat perkembangan fisik dan psikis. Oleh karena itu

perbuatan memanfaatkan anak di bawah umur untuk melakukan kegiatan

Universitas Sumatera Utara


58

narkotika merupakan tindak pidana yang diatur dalam pasal 87 Undang-Undang

No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Ancaman pidana yang diatur dalam pasal

87 tersebut adalah diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana

penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan

denda paling sedikit Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) dan paling banayak

Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).

C. Pengaturan Tindak Pidana Narkotika Menurut Undang-undang No. 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 sebagai bagian dari hukum positif telah

dinyatakan mulai berlaku pada tanggal 12 Oktober 2009 dan diundangkan dengan

penempatan dalam Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 143.

Adapun tujuan diciptakannya Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika tercantum didalam pasal 4 undang-undang ini, yaitu:

1. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan

dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan Bangsa Indonesia dari

penyalahgunaan narkotika.

3. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika.

4. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi

penyalahguna dan pecandu narkotika.

Jenis-jenis tindak pidana narkotika yang diatur didalam Undang-Undang No. 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


59

1. Menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau

menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12

(dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.800.000.000,00

(delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan

miliar rupiah) (Pasal 111).

2. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,

menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman,

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling

lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit

Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) (Pasal 112).

3. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,

mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I,

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling

lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) (Pasal 113)

4. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk

dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,

menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana

penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan

paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit

Universitas Sumatera Utara


60

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) (Pasal 114).

5. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika

Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I

untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat

5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda

paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) (Pasal 116).

6. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,

menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan II, dipidana dengan

pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)

tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta

rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) (Pasal

117).

7. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,

mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II,

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling

lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit

Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) (Pasal 118).

8. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk

dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,

menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan

Universitas Sumatera Utara


61

pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua

belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan

ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar

rupiah) (Pasal 119).

9. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,

mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II, dipidana dengan

pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)

tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta

rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) (Pasal

120).

10. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,

menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan III, dipidana dengan

pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun

dan pidana denda paling sedikit Rp400.000.000,00 (empat ratus juta

rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) (Pasal

122).

11. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,

mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III,

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling

lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00

(enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima

miliar rupiah) (Pasal 123).

Universitas Sumatera Utara


62

12. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk

dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,

menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan

pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)

tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta

rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) (Pasal

124).

13. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,

mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III, dipidana dengan

pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun

dan pidana denda paling sedikit Rp400.000.000,00 (empat ratus juta

rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) (Pasal

125).

14. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika

Golongan III tehadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III

untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat

3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling

sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) (Pasal 126).

Universitas Sumatera Utara


63

BAB III
PENGATURAN JUSTICE COLLABORATOR DALAM TINDAK PIDANA
NARKOTIKA DI INDONESIA

A. Pengaturan Saksi Pelaku (Justice Collaborator) Menurut Undang-undang

Nomor 13 Tahun 2006 Jo Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014

Tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Justice Collaborator merupakaan suatu alat/sarana penting dalam pengungkapan

suatu kejahatan yang bersifat terorganisir. Metode kerja dalam sistem hukum

pidana yang ada menunjukkan kelemahan karena seringkali belum mampu

mengungkap, melawan, dan memberantas berbagai kejahatan terorganisir.

Didalam praktek peradilan aparat hukum seringkali menemukan berbagai kendala

yuridis dan nonyuridis untuk mengungkap tuntas dan menemukan kejelasan suatu

tindak pidana, terutama menghadirkan saksi-saksi kunci dalam proses hokum

sejak penyidikan sampai proses pengadilan.67

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Undang-Undang ini bertujuan untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam

mengungkap tindak pidana maka perlu diciptakan iklim yang kondusif dengan

cara memberikan perlindungan hukum dan keamanan kepada setiap orang yang

mengetahui atau menemukan suatu hal yang dapat membantu mengungkap tindak

pidana yang telah terjadi dan melaporkan hal tersebut kepada penegak hukum.

Pelapor yang demikian itu harus diberi perlindungan hukum dan keamanan yang

memadai atas laporannya sehingga ia tidak merasa terancam atau terintimidasi

67
Firman Wijaya, Op.Cit, hal 19

Universitas Sumatera Utara


63
64

baik hak maupun jiwanya dengan jaminan perlindungan hukum dan keamanan

tersebut. Diundangkannya aturan ini diharapkan Justice Collaborator dapat

terbantu yang berbunyi “ Seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang

sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ternyata ia terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan

pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan‟‟, dengan

demikian agar tercipta suatu keadilan dan kedudukan yang sama di mata

hukum,seorang Justice Collaborator meskipun telah membantu aparat dari hasil

tindak pidana narkotika tertentu akan menjalani masa tahanan.

Menjadi seorang saksi pelaku (Justice Collaborator) bukan merupakan pilihan

yang dapat diambil dengan mudah oleh seorang pelaku tindak pidana, karena ada

beberapa resiko yang harus diperhatikan apabila ia membocorkan suatu kejahatan

yang bersifat terorganisir tersebut, antara lain :

1. Resiko Internal

a. Saksi pelaku (Justice Collaborator) akan dimusuhi oleh rekan-rekannya

sendiri.

b. Aka nada kemungkinan jiwa dari keluarga seorang saksi pelaku (Jusice

Collaborator) akan terancam.

c. Saksi pelaku (Justice Collaborator) akan dihabisi karier dan mata

pencahariannya.

d. Saksi Pelaku (Justice Collaborator) akan mendapat ancaman pembalasan

fisik yang mengancam keselamatan jiwanya.

2. Resiko Eksternal

Universitas Sumatera Utara


65

a. Saksi pelaku (Justice Collaborator) akan berhadapan dengan kerumitan

dan berbelit-belitnya rentetan proses hokum yang harus dilewati.

b. Saksi pelaku (Justice Collaborator) akan mendapat resiko hukum

ditetapkan status hukumnya sebagai tersangka, atau bahkan terdakwa,

dilakuukan upaya paksa penangkapan dan penahanan, dituntut, diadili, dan

divonis hukuman berikut ancaman denda dang anti rugi yang beratnya sama

seperti pelaku lain.

Predikat Justice Collaborator tidak dapat dengan mudah disematkan kepada

pelaku kejahatan yang bersedia menjadi saksi terutama pelaku utama, dan tidak

semua saksi pelaku dapat menjadi saksi Justice collaborator. Adapun syarat-

syarat yang harus dipenuhi untuk seseorang dapat dikatakan sebagi saksi Justice

Collaborator adalah: 68

1. Tindak pidana yang diungkapkan merupakan tindak pidana yang serius

dan/atau terorganisir, seperti korupsi, pelanggaran HAM berat, narkoba,

terorisme, TPPU, Human Trafficking, kehutanan. Jadi untuk tindak pidana

ringan tidak mengenal hal ini.

2. Keterangan yang diberikan signifikan, relevan, dan andal. Keterangan

yang diberikan benar-benar dapat dijadikan petunjuk bagi aparat penegak

hukum dalam mengungkapkan suatu tindak pidana sehingga memudahkan

kinerja aparat penegak hukum.

68
Sigit Artantoaji, Perlindungan Terhadap Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator)
oleh Lembaha Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), (Jakarta: Universitas Indonesia, 2010), hal
90

Universitas Sumatera Utara


66

3. Orang yang berstatus Justice Collaborator bukanlah pelaku utama dalam

perkara tersebut karena kehadirannya sebagai Justice Collaborator adalah

untuk mengungkapkan siapa pelaku utama dalam kasus tersebut. Dia hanya

berperan sedikit didalam terjadinya perkara itu tetapi mengetahui banyak

tentang perkara pidana yang terjadi itu.

4. Dia mengakui perbuatannyadi depan hukum dan bersedia

mengembalikan aset yang diperolehnya dengan kejahatan itu secara tertulis.

5. Jaksa Penuntut Umum didalam tuntutannya menyatakan bahwa yang

bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat

signifikan sehingga penyidik dan/atau penuntut dapat mengungkap tindak

pidana yang dimaksud secara efektif, mengungkap pelaku-pelaku lain yang

memiliki peran lebih besar dan/atau mengembalikan aset-aset/hasil suatu

tindak pidana.

Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi

dan Korban. Perlindungan hukum bagi seorang Justice Collaborator adalah suatu

hal yang mutlak untuk diterapkan, karena peranannya sebagai seorang informan

dalam mengungkap kasus yang ia terlibat di dalamnya dan juga untuk

mengungkap pelaku utama dari kasus tersebut. Hal ini dapat pula menjadi

preseden baik dan mendorong bagi pihak-pihak lain untuk mengungkapkan

perkara korupsi lain dengan jaminan yang pasti atas perlindungan dirinya. Itikad

baik dari seorang Justice Collaborator yang melaporkan kejahatan berbau skandal

dan bersifat serius, sekalipun dia sendiri merupakan bagian dari mata rantai

Universitas Sumatera Utara


67

kejahatan yang dilaporkannya, seharusnya mendapat apresiasi hukum dan respon

positif dari aparat penegak hukum dan bukan sebaliknya justru mendapat

perlakuan yang tidak layak. Penghargaan/ insentif bagi Justice Collaborator harus

diwujudkan dalam bentuk pengurangan pidana yang signifikan, pemberian remisi

istimewa, dan pelepasan bersyarat yang dipercepat.69

Jangan sampai seorang terdakwa tidak mau mengambil peran sebagai Justice

Collaborator karena tidak adanya reward dan punishment yang diberikan

berkaitan dengan perannya padahal dengan dia mengambil peran tersebut banyak

ancaman yang menunggu untuk dilakukan oleh para terdakwa yang lain. Oleh

karena itu perlindungan bagi Justice Collaborator sangat penting untuk dilakukan

yang terkait dengan peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban karena

merupakan sarana jitu yang mampu memberikan pemecahan atas macetnya upaya

prosedural dan kelemahan substansial/ materiil sistem hukum pidana dalam

mengungka berbagai kejahatan dimensional dengan segala motifnya. Sehebat

apapun scientific crime investigation tanpa ada keberanian seseorang yang

mengambil resiko sebagai Justice Collaborator mustahil kejahatan berbau skandal

dapat dibongkar.70

Perluasan Pihak yang berhak mendapatkan perlindungan, sesuai dengan nature-

nya saksi, saksi Pelaku yang Bekerjasama secara otomatis dapat memperoleh

perlindungan selayaknya saksi lain, dengan mempertimbangkan kondisi serta

69
Firman Wijaya, Op. Cit, hal 43
70
Ibid, hal 131

Universitas Sumatera Utara


68

batasan-batasan tertentu dengan mengingat statusnya sebagai pelaku (calon

terdakwa dan terpidana).71

Perlindungan saksi dan korban sebgaimana dimaksud di atas, diatur dalam

Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban dimana diatur sebagai berikut:

Pasal 5
(1) Saksi dan Korban berhak:
a. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, Keluarga, dan
harta bendanya, serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan
kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya;
b. ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk
perlindungan dan dukungan keamanan;
c. memberikan keterangan tanpa tekanan;
d. mendapat penerjemah;
e. bebas dari pertanyaan yang menjerat;
f. mendapat informasi mengenai perkembangan kasus;
g. mendapat informasi mengenai putusan pengadilan;
h. mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan;
i. dirahasiakan identitasnya;
j. mendapat identitas baru;
k. mendapat tempat kediaman sementara;
l. mendapat tempat kediaman baru;
m. memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan
kebutuhan;
n. mendapat nasihat hukum;
o. memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai bataswaktu
Perlindungan berakhir; dan/atau
p. mendapat pendampingan.
(2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Saksi dan/
atau Korban tindak pidana dalam kasus tertentu sesuai dengan
Keputusan LPSK.
(3) Selain kepada Saksi dan/atau Korban, hak yang diberikan dalam kasus
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diberikan kepada
Saksi Pelaku, Pelapor, dan ahli, termasuk pula orang yang dapat
memberikan keterangan yang berhubungan dengan suatu perkara
pidana meskipun tidak ia dengar sendiri, tidak ia lihat sendiri, dan tidak
ia alami sendiri, sepanjang keterangan orang itu berhubungan dengan
tindak pidana.

71
Abdul Haris Semendawai, Op.Cit , hal 11

Universitas Sumatera Utara


69

Megenai perlindungan yang diberikan kepada seorang Saksi Pelaku yang

Bekerjasama berkaitan dengan terciptanya rasa aman dan keamanan yang harus

dirasakan oleh saksi Pelaku tersebut. Soebroto Brotodiredjo mengambil istilah

keamanan adalah suasana yang menciptakan individu manusia dan masyarakat

suatu perasaan berikut:72

1. perasaan bebas dari gangguan baik fisik dan psikis;

2. adanya rasa kepastian dan bebas dari kekhawatiran, keraguan,

ketakutan;

3. perasaan dilindungi dari segala macam bahaya;

4. perasaan kedamaian, ketentraman lahiriah dan batiniah.

Pasal 10 A

(1) Saksi Pelaku dapat diberikan penanganan secara khusus dalam proses
pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikan.
(2) Penanganan secara khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara
Saksi Pelaku dengan tersangka, terdakwa, dan/atau narapidana yang
diungkap tindak pidananya;
b. pemisahan pemberkasan antara berkas Saksi Pelaku dengan berkas
tersangka dan terdakwa dalam proses penyidikan, dan penuntutan
atas tindak pidana yang diungkapkannya; dan/atau
c. memberikan kesaksian di depan persidangan tanpa berhadapan
langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya.
(3) Penghargaan atas kesaksian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a. keringanan penjatuhan pidana; atau
b. pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Saksi
Pelaku yang berstatus narapidana.
(4) Untuk memperoleh penghargaan berupa keringanan penjatuhan pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, LPSK memberikan

72
Siswanto. S, Viktimologi dalam Sissterm Peradilan Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004),
hal23

Universitas Sumatera Utara


70

rekomendasi secara tertulis kepada penuntut umum untuk dimuat dalam


tuntutannya kepada hakim.
(5) Untuk memperoleh penghargaan berupa pembebasan bersyarat, remisi
tambahan, dan hak narapidana lain sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf b, LPSK memberikan rekomendasi secara tertulis kepada
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum.
Dalam penjelasan Pasal 10 A ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 tahun 2014

tentang Perlindungan saksi dan korban disebutkan:yang dimaksud dengan

“keringanan penjatuhan pidana” mencakup pidana percobaan, pidana bersyarat

khusus, atau penjatuhan pidana yang paling ringan di antara terdakwa lainnya.

B. Pengaturan Tentang Saksi Pelaku (Justice Collaborator) Berdasarkan


Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia,
Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, dan
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia
Nomor M.HH-11.HM.03.02.th.2011, Nomor PER-045/A/JA/12/2011,
Nomor 1 Tahun 2011, Nomor KEPB-02/01-55/12/2011, Nomor 4 Tahun
2011 tentang Perlindungan bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi
Pelaku yang Bekerjasama

Perlindungan terhadap Justice Collaborator dalam rangka pengungkapan tindak

pidana serius dan terorganisir tidak akan berhasil apabila dipusatkan pada satu

lembaga penegak hukum saja. Demi keberhasilan pengungkapan tersebut

dibutuhkan kerjasama dan sinergitas antara para penegak hukum melalui upaya

mendapatkan informasi dari masyarakat yang bersedia menjadi Justice

Collaborator. Dalam melakukan kerjasama tersebut dibutuhkan suatu pedoman

untuk menyamakan pandangan dan persepsi agar para penegak hukum dapat

melakukan koordinasi secara tepat dalam memberikan perlindungan terhadap

pelapor, saksi pelapor, dan/atau saksi pelaku yang bekerjasama.73

73
Maria Yudithia, Op.Cit, hal 97

Universitas Sumatera Utara


71

Peraturan Bersama tentang Perlindungan bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi

Pelaku yang Bekerjasama, terdapat tiga subyek yang menjadi target perlindungan,

yaitu Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama. Terhadap

ketiga subyek ini, aparat penegak hukum diwajibkan melaksanakan perlindungan,

yaitu segala upaya pemenuan hak, dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa

aman dan penghargaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.74

Untuk disebut sebagai Pelapor, seseorang haruslah mengetahui dan memberikan

laporan serta informasi tentang terjadinya, atau akan terjadinya suatu tindak

pidana tertentu kepada penegak hukum dan bukan merupakan bagian dari pelaku

kejahatan yang dilaporkannya.75Pelapor ini berbeda dengan Saksi Pelapor. Saksi

Pelapor atau Whistleblower tidak hanya mengetahui suatu tindak pidana saja,

namun melihat, mendengar, mengalami atau terkait dengan tindak pidana dan

melaporkan dugaan tentang terjadinya suatu tindak pidana kepada pejabat yang

berwenang.

Target Perlindungan selanjutnya adalah Justice Collaborator atau yang disebut

sebagai Saksi Pelaku yang Bekerjasama yang merupakan saksi yang juga sebagai

pelaku suatu tindak pidana yang bersedia membantu aparat penegak hukum untuk

mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu tindak pidana untuk

mengembalikan aset-aset atau hasil suatu tindak pidana kepada Negara dengan

memberikan informasi kepada aparat penegak hukum serta memberikan kesaksian

didalam proses peradilan.

74
Pasal 1 butir 5 Peraturan Bersama Perlindungan Bagi Pelapor
75
Pasal 1 butir 1 Peraturan Bersama Perlindungan Bagi Pelapor

Universitas Sumatera Utara


72

Pengaturan tentang perlindungan dalam Peraturan Bersama tentang Perlindungan

bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama diatur dalam:

Pasal 6

(1) Saksi Pelaku yang Bekerjasama berhak mendapatkan:

a. perlindungan fisik dan psikis;

b. perlindungan hukum;

c. penanganan secara khusus; dan

d. penghargaan.

(2) Perlindungan fisik, psikis dan/atau perlindungan hukum sebagaimana


dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b diberikan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Penanganan secara khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c


dapat berupa:
a. pemisahan tempat penahanan, kurungan atau penjara dari
tersangka, terdakwa dan/atau narapidana lain dari kejahatan yang
diungkap dalam hal Saksi Pelaku yang Bekerjasama ditahan atau
menjalani pidana badan;
b. pemberkasan perkara sedapat mungkin dilakukan terpisah dengan
tersangka dan/atau terdakwa lain dalam perkara pidana yang
dilaporkan atau diungkap;
c. penundaan penuntutan atas dirinya;
d. penundaan proses hukum (penyidikan dan penuntutan) yang
mungkin timbul karena informasi, laporan dan/atau kesaksian yang
diberikannya; dan/atau
e. memberikan kesaksian di depan persidangan tanpa menunjukkan
wajahnya atau tanpa menunjukkan identitasnya.

(4) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa:


a. keringanan tuntutan hukuman, termasuk menuntut hukuman
percobaan; dan/atau
b. pemberian remisi tambahan dan hak-hak narapidana lain sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku apabila Saksi Pelaku
yang Bekerjasama adalah seorang narapidana.

Universitas Sumatera Utara


73

Berdasarkan Pasal 6 ayat (2) Peraturan Bersama tentang perlindungan bagi

Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama, perlindungan fisik,

psikis, dan/atau perlindungan hukum diberikan sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Perlindungan fisik, psikis, dan/atau

perlindungan hukum yang berhak didapatkan oleh Saksi Pelaku yang

Bekerjasama pada dasarnya sama dengan yang berhak didapatkan oleh saksi,

yaitu hak-hak yang diberikan oleh Pasal 5 UU No. 13 Tahun 2006. Perlindungan

fisik tersebut adalah:

a. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta

bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian

yang akan, sedang, atau telah diberikannya;

b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan

dan dukungan keamanan;

c. Mendapat identitas baru;

d. Mendapatkan tempat kediaman baru;

e. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan;

f. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu

perlindungan berakhir.

Berdasarkan Pasal 6 ayat (3) Peraturan Bersama tentang perlindungan bagi

Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama, penanganan secara

khusus bagi Saksi Pelaku yang Bekerjasama dapat berupa:

(1) pemisahan tempat penahanan, kurungan atau penjara dari tersangka,


terdakwa dan/atau narapidana lain dari kejahatan yang diungkap dalam hal
Saksi Pelaku yang Bekerjasama ditahan atau menjalani pidana badan;

Universitas Sumatera Utara


74

Pemisahan tempat penahanan, kurungan atau penjara seperti yang diatur dalam

peraturan ini merupakan salah satu hal penting yang tidak diatur dalam peraturan-

peraturan lainnya, baik dalam UU No. 13 Tahun 2006 maupun SEMA No. 04

Tahun 2011. Pemisahan ini penting untuk menjamin keamanan dan keselamatan

Saksi Pelaku yang Bekerjasama, serta menghindari adanya kemungkinan upaya

dari pihak yang akan diungkap tindak pidananya untuk mempengaruhi

pengungkapan tindak pidana yang akan dilakukan Saksi Pelaku yang

Bekerjasama.76

(2) pemberkasan perkara sedapat mungkin dilakukan terpisah dengan


tersangka dan/atau terdakwa lain dalam perkara pidana yang dilaporkan
atau diungkap;

Pemisahan perkara merupakan wewenang dari jaksa yang diatur dalam Pasal 142

KUHAP, Yaitu dalam hal penuntut umum menerima satu berkas perkara yang

memuat beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka

yang tidak termasuk dalam ketentuan penggabungan perkara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 141 KUHAP. Pemisahan atau pemecahan penuntutan

perkara (splitsing) ini biasanya dilakukan dengan membuat berkas perkara yang

baru atau terpisah dan demikian akan dilakukan pemeriksaan baru, baik terhadap

terdakwa maupun saksi.77Dalam prakteknya sering terjadi pemisahan berkas

perkara diluar yang disyaratkan ketentuan Pasal 142 KUHAP karena pemisahan

76
United Nation Office on Drugs and Crimes, Op.Cit, hal 21
77
Djoko Prakoso, Op.Cit, hal. 113

Universitas Sumatera Utara


75

berkas perkara pada dasarnya harus didasarkan kepada kepentingan pemeriksaan

semata-mata.78

Pemberkasan perkara yang terpisah ini penting untuk dilakukan demi kepentingan

kedua belah pihak, baik kepentingan aparat penegak hukum maupun kepentingan

Saksi Pelaku yang Bekerjasama itu sendiri. Di satu sisi, dengan pemberkasan

yang terpisah ini diharapkan salah satu dari mereka dapat dijadikan saksi yang

mau bekerjasama. Di sisi lain, pemisahan berkas perkara akan mempermudah

penuntut hukum dan hakim untuk mengajukan dan memberikan tuntutan dan

hukuman yang tepat bagi Saksi Pelaku yang Bekerjasama. Hal ini dikarenakan

pada saat penuntutan terhadap Saksi Pelaku yang Bekerjasama sudah diketahui

hukuman yang dijatuhkan bagi pelaku yang diungkap tindak pidananya sehingga

penuntut umum dan hakim dapat menentukan tuntutan tuntutan dan hukuman

yang tepat bagi Saksi Pelaku yang Bekerjasama.79

(3) penundaan penuntutan atas dirinya;

Berdasarkan Pasal 140 ayat (2) KUHAP, penuntut umum berwenang untuk

menghentikan penuntutan suatu perkara, dalam arti hasil pemeriksaan penyidikan

tindak pidana yang disampaikan oleh penyidik tidak dilimpahkan penuntut umum

ke pengadilan.80 Alasan Penghentian penuntutan tersebut adalah apabila perkara

tersebut tidak memiliki cukup bukti sehingga kemungkinan besar terdakwa akan

dibebaskan hakim, lalu karena peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana

78
Martiman Prodjohamidjojo, Komentar Atas KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana), Cet.3.,(Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1990), hal 82
79
Satuan Tugas Pemerantasan mafia hukum, Op.Cit, hal 15
80
M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal. 436

Universitas Sumatera Utara


76

atau karena perkara ditutup demi hukum. Alasan hukum yang menyebabkan suatu

perkara ditutup demi hukum dapat didasarkan karena tersangka/terdakwa

meninggal dunia, atas alas an ne bis in idem atau karena daluwarsa.81Penghentian

penuntutan tidak dengan sendirinya menurut hukum melenyapkan hak dan

wewenang penuntut umum untuk melakukan penuntutan kembali perkara

tersebut. Penuntut umum dapat melakukan penuntutan kembali pada tersangka

apabila kemudian ada alasan baru (Pasal 140 ayat (2) huruf d) atau dengan adanya

penetapan praperadilan yang menyatakan bahwa penghentian tersebut tidak sah.

Dengan demikian, dapat dilihat bahwa penghentian penuntutan itu merupakan

suatu penangguhan sementara yang tidak bersifat permanen.82

Berdasarkan penjelasan resmi Pasal 77 KUHAP, penghentian penuntutan tidak

termasuk pengenyampingan perkara untuk kepentingan umum (deponering).

Penjelasan resmi Pasal 77 KUHAP dan Pasal 8 Undang-Undang No. 15 Tahun

1961 tentang Pokok Kejaksaan, secara tegas mengakui eksistensi dari perwujudan

asas oportunitas, yaitu kepada Jaksa Agung selaku penuntut umum tertinggi

berwenang untuk tidak menuntut suatu perkara pidana di muka persidangan agar

kepentingan umum tidak lebih dirugikan.83Tidak seperti penghentian penuntutan,

81
Ibid, hal. 437
82
Ibid, hal. 440
83
Menurut KUHAP, penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara
pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menuntut cara yang diatur dalam
undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di siding
pengadilan. Sehubungan dengan wewenang penuntutan ini, didalam hukum acara pidana dikeal
dua asas penuntutan, antara lain adalah asas legalitas dan asas oportunitas. Asas Legalitas adalah
asas yang mewajibkan penuntut umum untuk menuntut orang-orangyang telah dianggap cukup
alas an bahwa yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran hukum. Sedangkan asas
oportunitas adalah bahwa penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan suatu

Universitas Sumatera Utara


77

pengenyampingan perkara untuk kepentingan umum ini sifatnya permanen.

Terhadap perkara yang dikesampingkan demi kepentingan umum, penuntut umum

tidak berwenang melakukan penuntutan terhadap tersangka dalam perkara

tersebut di kemudian hari.84Penundaan penuntutan yang dimaksud dalam

Peraturan Bersama tentang Perlindungan bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi

Pelaku yang Bekerjasama bukan lah bentuk penerapan asas oportunitas.Tidak

seperti Amerika Serikat yang mengenal pemberian kekebalan dari penuntutan

(immunity of prosecution) sebagai kewenangan penuntut umum berdasarkan

diskresinya, penundaan penuntutan ini menggunakan konsep protection of

cooperating persons.85Perkara Saksi Pelaku yang Bekerjasama bukan

dikesampingkan demi kepentingan umum, melainkan ditunda sebagai imbalan

atas kerjasamanya dengan penegak hukum.

(4) penundaan proses hukum (penyidikan dan penuntutan) yang mungkin

timbul karena informasi, laporan dan/atau kesaksian yang diberikannya;

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006, dimungkinkan whistleblower dan justice

collaborator disidangkan lebih dahulu dari orang yang dilaporkan atau

disidangkan bersamaan. Hal ini dikarenakan adanya frasa “.....tidak dapat

dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan

tindak pidana jika menurut pertimbangannya apabila orang tersebut dituntut akan membawa akibat
kerrugian bagi kepentingan umum. Jadi, jika menurut pendapat penuntut umum kepentingan
Negara menuntut adanya penuntutan di muka hakim pidana, maka ia wajib untuk menuntut.
Sebaliknya walaupun sesorang itu benar melakukan tindak pidana namun kepentingan umum tidak
menghendaki adanya penuntutan atas orang tersebut, maka penuntutan wajibb dikesampingkan.
84
Djoko Prakoso, Op.Cit, hal. 41
85
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Op.Cit, hal. 84

Universitas Sumatera Utara


78

meyakinkan bersalah....” pada Pasal 10 ayat (2) yang bersifat ambigu dan

menimbulkan multitafsir. Menurut Eddy O.S Hiariej dalam keterangannya sebagai

ahli dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-VIII/2010, Pasal 10

ayat (2) tidak memenuhi prinsip lex certa dalam hukum pidana dan cenderung

contra legem dengan ketentuan Pasal 10 ayat (1) yang pada hakekatnya

menyatakan bahwa saksi, korban dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum

baik pidana maupun perdata atas laporan kesaksian yang akan, sedang atau telah

diberikannya.86

(5) memberikan kesaksian di depan persidangan tanpa menunjukkan


wajahnya atau tanpa menunjukkan identitasnya.

Peraturan Bersama tentang Perlindungan bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi

Pelaku yang Bekerjasama tidak menjelaskan mengenai apa dan bagaimana cara-

cara yang boleh dilakukan dalam rangka memberikan perlindungan kepada Saksi

Pelaku yang Bekerjasama untuk memberikan kesaksian di depan persidangan

tanpa menunjukkan wajahnya atau tanpa menunjukkan identitasnya. Jika merujuk

pada pengalaman berbagai negara yang telah diteliti oleh UNODC, secara umum

upaya perlindungan yang bersifat prosedural dapat dikelompokkan ke dalam tiga

kategori umum sesuai dengan tujuannya, yaitu:87

1. Upaya untuk mengurangi rasa takut dengan

menghindari konfrontasi langsung dengan terdakwa, termasuk upaya

berikut.

86
Mahkamah Konstitusi, ,Loc.Cit.
87
United Nation office on Drugs and Crimes, Op. Cit, hal. 32

Universitas Sumatera Utara


79

a. Memperbolehkan penggunaan pre-trial

statement atau pernyataan pra-persidangan (baik pernyataan tertulis

maupun rekaman audio ataupun video) sebagai alternatif kesaksian di

persidangan;

b. Memindahkan terdakwa dari ruang sidang;

c. Memperbolehkan saksi memberikan keterangan

melalui CCTV (closed circuit television) atau hubungan audio-video,

seperti videoconference;

2. Upaya untuk mempersulit atau mencegah terdakwa

atau kelompok terorganisir untuk melacak identitas saksi, termasuk upaya

berikut ini:

a. Melindungi saksi yang sedang memberi keterangan di persidangan

dengan menggunakan layar, tirai atau kaca dua arah;

b. Memperbolehkan saksi memberikan keterangan tanpa nama (anonim);

3. Upaya untuk membatasi keterbukaan saksi kepada

publik dan stres psikologis:

a. Mengubah lokasi persidangan dan tanggal sidang;

b. Memindahkan atau mengeluarkan publik dari

ruang sidang;

c. Menghadirkan seorang pendamping sebagai

pendukung saksi.

Universitas Sumatera Utara


80

C. Pengaturan Saksi Pelaku (Justice Collaborator) Menurut Surat Edaran

Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011

Sadar bahwa ketentuan dalam Pasal 10 Undang-Undang No. 13 Tahun 2006

masih memerlukan pedoman lebih lanjut di dalam penerapannya, maka

Mahkamah Agung sebagai salah satu lembaga Negara pemegang kekuasaan

kehakiman melaksanakan fungsi pengaturannya dengan mengeluarkan Surat

Edaran Mahkamah Agung No. 04 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor

Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice

Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu (selajutnya disebut

SEMA No. 04 Tahun 2011). SEMA No. 04 Tahun 2011 juga lahir dengan

mengadopsi nilai-nilai moralitas hukum dari UNTOC dan UNCAC yang

keduanya telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia. Pasal 37 UNCAC dan

Pasal 26 UNTOC telah memerintahkan kepada negara peserta untuk

mempertimbangkan memberikan keringanan hukuman atau kekebalan dari

penuntutan kepada Justice Collaborator. Selain itu kelahiran SEMA No. 04

Tahun 2011 didorrong pula pasca Penandatanganan Pernyataan Bersama Terkait

Perlindungan untuk Whistleblower dan Justice Collaborator (Pelaku yang

Bekerjasama) di Jakarta pada Juli 2011. Ketua Mahkamaah Agung RI Harifin A.

Tumpa, turut menandatangani pernyataan bersama tersebut bersama dengan

Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, Jaksa Agung Basrie Arif, Kepala

Kepolisian Republik Indonesia Jendelar (Pol) Timur Pradopo, Ketua Komisi

Universitas Sumatera Utara


81

Pemberantasan Korupsi Muhammad Busyro Muqqodas, dan Ketua Lembaga

Perlindungan Saksi dan Korban Abdul Haris Semendawai.88

Berdasarkan Pasal 9 huruf b SEMA No. 04 Tahun 2011, Mahkamah Agung

meminta kepada para Hakim untuk memberikan perlakuan khusus jika dalam

mengadili suatu perkara menemukan Whistle Blower dan Justice Collaborator

antara lain dengan memberikan perlindungan berupa keringanan pidana dan/atau

perlindungan lainnya. Kepada Justice Collaborator, Hakim berdasarkan nilai-nilai

keadilan di masyarakat dapat mempertimbangkan untuk:

1. Menjatuhkan pidana percobaan bersyarat khusus; dan/atau

2. Menjatuhkan pidana berupa pidana penjara yang paling ringan di

antara terdakwa lainnya yang terbukti bersalah dalam perkara yang

dimaksud.

Hakim dapat memberikan keringanan pidana kepada terdakwa yang pribadinya

dinilai sebagai seorang Justice Collaborator. Dalam Hukum Acara Pidana di

Indonesia keadaan pribadi terdakwa memang merupakan salah satu aspek dari

rangkaian alasan hakim dalam menjatuhkan putusan.89Dalam memutus suatu

perkara pidana, hakim dalam putusannya salah satunya harus mencantumkan

pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau

tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari

putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan meringankan. Ketentuan ini

diatur dalam Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP yang apabila tidak dipenuhi,

88
Maria Yudithia, Konsep dan Ketentuan mengenai Justice Collaborator dalam Sistem Peradilan
Pidana Indonesia, (Depok:UI,2012), hal 91
89
Oemar Seno Adji, Hukum Hakim Pidana, (Jakarta:Erlangga, 1980), hal 133

Universitas Sumatera Utara


82

maka berdasarkan ayat (2) pasal ini akan mengakibatkan putusan batal demi

hukum. Keadaan yang memberatkan dan meringankan yang dimaksud disini

berkaitan dengan pertimbangan putusan tentang penjatuhan hukuman atau

pemidanaan (sentencing atau straftoemeting).90 Berat ringannya pidana yang akan

dijatuhkan hakim kepada terdakwa ini berdasarkan Pasal 28 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, juga harus

didasarkan pada sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.

Sejalan dengan bunyi Butir 9 Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2011

yaitu :

Pedoman untuk menentukan seseorang sebagai Saksi Pelaku yang Bekerjasama

(Justice Collaborator) adalah sebagai berikut:

a. Yang Bersangkutan merupakan salah satu pelaku tindak pidana

tertentu sebagaimana dimaksud dalam SEMA ini, mengakui kejahatan

yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta

memberikan keterangan sebagai saksi dalam proses peradilan;

b. Jaksa Penuntut Umum didalam tuntutannya menyatakan bahwa yang

bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang

sangat signifikan sehingga penyidik dan/atau penuntut umum dapat

mengungkap tindak pidana dimaksud secara efektif, mengungkap

pelaku-pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar dan/atau

mengembalikan aset/hasil-hasil suatu tindak pidana.

90
M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal 363

Universitas Sumatera Utara


83

Mengapresiasi pelapor dan saksi pelaku yang bekerjasama, Mahkamah Agung

Republik Indonesia menerbitkan surat edaran guna melindungi hak-hak yang

berkenaan dengan perlindungan bagi mereka yang membantu dalam proses

peradilan, yaitu:91

Dalam upaya menumbuhkan partisipasi publik guna mengungkap tindak pidana

sebagaimana dimaksud pada butir ke satu diatas, harus diciptakan iklim yang

kondusif antara lain dengan cara memberikan perlindungan hukum serta

perlakuan khusus kepada setiap orang yang mengetahui, melaporkan, dan/atau

menemukan suatu hal yang dapat membantu aparat penegak hukum untuk

mengungkap dan menangani tindak pidana dimaksud secara efektif.

Tindak pidana yang dimaksud adalah tindak pidana yang bersifat serius seperti

tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana

pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana lainnya yang bersifat

terorganisir, telah menimbulkan masalah, dan ancaman yang serius terhadap

stabilitas dan keamanan masyarakat sehingga meruntuhkan lembaga serta nilai-

nilai demokrasi, etika, dan keadilan serta membahayakan pembangunan

berkelanjutan dan supremasi hukum.

Saksi pelaku (justice collaborator) sebagaimana diatur dalam Surat Edaran

Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 menyatakan beberapa pedoman yaitu

yang bersangkutan merupakan salah satu tindak pidana tertentu, mengembalikan

aset-aset dari suatu hasil tindak pidana dan mengakui kejahatan yang dilakukan

serta bukan pelaku utama. Jaksa dalam menuntut akan memberikan tuntutan yang
91
Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak
Pidana (whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama Dalam Perkara TindakPidana
Tertentu, butir 2.

Universitas Sumatera Utara


84

ringan dengan menyerahkan keputusan pada majelis hakim. Sesuai dengan aturan

SEMA diatas maka pemberian kekebalan hukum belum berlaku selain hanya

putusan yang meringankan terdakwa.92

Saksi pelaku (justice collaborator) dalam sistem peradilan pidana di Indonesia

kini diatur dalam SEMA nomor 4 tahun 2011 dan peraturan bersama tentang

perlindungan bagi pelapor, saksi pelapor, dan saksi pelaku yang bekerjasama.

Peraturan ini pada pokoknya lahir dari Undang-undang nomor 13 tahun 2006

yang bertujuan memberikan jaminan perlindungan atas hak-hak saksi dan korban

demi memberikan keterangan pada setiap proses peradilan pidana.

Saksi pelaku (justice collaborator) secara yuridis dapat ditemukan dalam surat

edaran Mahkamah Agung (SEMA) No 4 Tahun 2011 tentang perlakuan bagi

whistle blower dan justice collaborator.Pada SEMA tersebut justice collabotaror

dimaknai sebagai seorang pelaku tindak pidana tertentu tetapi bukan pelaku

utama, yang mengakui perbuatannya dan kemudian bersedia menjadi saksi dalam

proses peradilan.

Perlindungan saksi sebagaimana tercantum dalam Undang-undang nomor 13

tahun 2006, saksi dipandang sebagai unsur yang sangat menentukan dalam proses

peradilan pidana. Saksi sebagai salah satu pihak yang terlibat dalam hukum acara

pidana (dramatis personae)93memiliki peran yang sangat penting yang mana

tanpanya sistem peradilan pidana akan berhenti fungsi. Hampir tidak ada perkara

pidana yang dalam pembuktiannya tidak menggunakan alat bukti keterangan saksi

92
Jurnal Hukum “Lex et Societatis”, Vol. I/No.3/Juli/2013, hal 97
93
Sutyono Sutarto, Hukum Acara Pidana Jilid I, (Semarang:Penerbit UNDIP, 1991), hal 12

Universitas Sumatera Utara


85

karena keterangan saksi sebagai alat bukti yang paling utama dalam pembuktian

perkara pidana.94

Saksi pelaku (justice collaborator) sesuai SEMA No. 4 Tahun 2011 ada beberapa

pedoman, yaitu : Yang bersangkutan merupakan salah satu pelaku tindak pidana

tertentu sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Mahkamah Agung ini,

mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan

tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi didalam proses peradilan.

Jaksa penuntut umum dalam tuntutannya menyatakan bahwa yang bersangkutan

telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat signifikan sehingga

penyidik mengungkapkan pelaku-pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar

dan/atau mengembalikan kekayaan Negara dari hasil kejahatan. Atas bantuannya

tersebut maka terhadap saksi pelaku yang bekerja sama sebagaimana dimaksud

diatas, hakim dalam menetukan pidana yang akan dijatuhkan dapat

mempertimbangkan hal-hal penjatuhan pidana sebagai berikut:95

1. Menjatuhkan pidana percobaan bersyarat khusus dan/ atau

2. Menjatuhkan pidana berupa penjara yang paling ringan diantara

terdakwa lainnya yang terbukti bersalah atas perkara yang dimaksud.

94
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang
Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, (Jakarta:,Sinar Garfika, 2008), hal 286
95
Jurnal Hukum “Lex et Societatis”, Vol. I/No.3/Juli/2013, hal 100

Universitas Sumatera Utara


86

Dalam pemberian perlakuan khusus dalam bentuk keringanan pidana hakim tetap

wajib mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat karena adanya rasa yang

timbul dari hati untuk kesadaran hukum yang tinggi. 96

Saksi pelaku (justice collaborator) saat ini menjadi istilah yang semakin akrab

ditelinga kita akhir-akhir ini. Konsep ini berkaitan erat dengan konsep pemukul

keuntungan whistle blower serta berujung pada program perlindungan saksi dan

korban atau pelapor (whitness protection program). Itulah sebabnya Mahkamah

Agung mengeluarkan suatu Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011

tentang perlakuan bagi pelapor tindak pidana dan saksi pelaku yang bekerja sama

dalam perkara tindak pidana tertentu. Dari terjemahan SEMA yang lebih dulu

disampaikan diatas, jelas tergambar persamaan dan perbedaan konsep keduanya.

Persamaannya baik pemukul keuntungan maupun pelaku yang bekerja sama

sebagai saksi sama-sama mengetahui dan memiliki informasi terkait suatu

kejahatan yang terjadi. Namun perbedaannya, whistle blower adalah saksi pelapor,

sedangkan justice collaborator adalah saksi pelaku. Saksi pelapor mengetahui ada

suatu kejahatan dan melaporkannya kepada aparat yang berwenang. Dalam hal ini

ia tidak ikut serta melakukan kejahatan, dia hanya mengetahui sehingga dia bukan

pelaku kejahatan itu sendiri

Ibarat wasit dalam pertandingan olahraga dia mengetahui adanya pelanggaran,

lalu membunyikan peluit. Karena itu bisa juga diberikan istilah peniup peluit.

96
Konsultasi dan bantuan hukum online “pengertian justice collaborator”
(http://konsultanhukumonline.blogspot.com/2012/04/pengertian-justice-collaborator.html), diakses
Pada Tanggal 13 Mei 2018

Universitas Sumatera Utara


87

Dengan memiliki fungsi untuk menandakan adanya suatu bahaya berbagai

kejahatan.Sekaligus juga lebih mempunyai nuansa Indonesia.

Disatu sisi lainnya saksi pelaku yang bekerja sama tidak hanya memiliki

informasi atas suatu kejahatan sama dengan saksi korban, namun dia juga pernah

terlibat pada kejahatan tertentu itu sendiri. Ada juga konsep lain mengenai saksi

yang disebut sebagai saksi mahkota yang melakukan kejahatan oleh karena telah

membantu dan terbatas pada hal itu saja.

Saksi pelaku (justice collaborator) tidaklah bersifat pasif ketika sudah ada

putusan pengadilan yang mengubah statusnya menjadi terpidana tapi membantu

penegak hukum dan menjadi pintu pembuka bagi terungkapnya semua pelaku

kejahatan yang sama. Itu sebabnya peran dari saksi pelaku (justice collaborator)

seringkali menjadi sangat strategis.97

Tujuan utamanya dalam mengungkap kejahatan-kejahatan terorganisasi

(organized crimes) yaitu tindak pidana tertentu yang bersifat sangat serius dan

sangat merusak seperti korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana

pencucian uang, perdagangan orang serta lainnya. Hal-hal seperti ini biasanya

dilakukan oleh pelaku berdasi atau kejahatan kerah putih (white collar crime).

Dalam kejahatan yang terorganisasi demikian, pembuktian lebih sulit dan menjadi

barang langkah karena pelaku mengorganisasi kejahatannya dengan sangat rapi

atau bahkan bekerja sama secara kolektif dengan aparat penegak hukum,

membentuk jejaring mafia dan komplotan yang sulit, sehingga sulit juga diungkap

97
“Badan Pembinaan Hukum Nasional”
(http://www.bphn.go.id/index.php?action=public&id=2012050813512713) diakses pada tanggal
13 Mei 2018

Universitas Sumatera Utara


88

tindakan kriminalnya. Komplotan inilah maka hadir paranoid solidarity

(solidaritas ketakutan) yang menjadi jejaring yang sangat efektif untuk saling

melindungi.

Maka itu salah satu cara untuk membongkar tindak kejahatan yang demikian

adalah dengan mengganggu solidaritas para pelaku dan dengan konteks itulah

peran pelaku yang bekerja sama menjadi sangat vital dan strategis. Karena

sentralnya peran seorang pelaku yang bekerja sama untuk mengungkap tuntas

suatu kejahatan yang dilakukan banyak orang atau oleh suatu indikasi yang

bersangkutan wajar mendapatkan insentif.

Diantara insentif itu dalam konteks penanganan kasusnya ialah pengurangan

hukuman atau bahkan kekebalan dari penuntutan bagi saksi pelaku (justice

collaborator)yang memberikan kerjasama substansial dalam penyelidikan dan

penuntutan suatu tindak pidana terorganisasi. Diberikannya insentif atau

perlakuan istimewa yang sebelumnya jarang diterima oleh setiap orang mengenai

kekebalan hukum selain hanya pejabat diplomat yang berdasarkan konvensi

internasional agar tidak di tuntut oleh pengadilan tentu dapat mengundang

parsitipasi dari para calon-calon saksi pelaku (justice collaborator) yang lain

nantinya. Hanya saja lembaga perlindungan saksi dan korban yang melindungi

saksi dan korban yang dilaksanakan secara undang-undang masih

memperkenankan pelaku kejahatan dipidana sekalipun tuntutan itu ringan namun

hidup itu masih berada dibalik jeruji besi.98

98
I Dewa GD. Saputra Valentino Pujana, “Jaminan Kekebalan Hukum Bagi Saksi Pelaku (justice
collaborator)” jurnal Lex et Societatis, Vol. I/No.3/Juli/2013, hal 110

Universitas Sumatera Utara


89

Undang-undang nomor 13 tahun 2006 Pasal 10 Ayat (2) berbunyi : seorang saksi

dan juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan

pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi

kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana

yang akan dijatuhkan.99

Munculnya rasa kerancuan disini ialah dibentuknya surat edaran mahkamah

agung dengan nomor 4 tahun 2011 mengenai perlakuan bagi saksi pelaku (justice

collaborator) dan whistle blower mengacuh pada ratifikasi konvensi PBB tentang

Anti Korupsi dan ratifikasi konvensi PBB tentang Anti Kejahatan Transnasional

dan terorganisir. Masing-masing kedua konvensi tersebut telah menjdi undang-

undang sebagai hukum positif dinegara Indonesia.

Dalam hal untuk melakukan perlindungan saja saat ini sesuai aturan dari undang-

undang beserta surat edaran nyatanya ada banyak kekurangan, bagaimana jika

pelaksanaan pemberian jaminan kekebalan hukum diterapkan nanti oleh

pemerintah lewat peraturan nampaknya sangat sulit diharapkan.Yang terutama

disini ialah kesadaran hukum yang tinggi tidak hanya harus berlaku bagi pelaku

kejahatan yang ingin membantu lembaga penegakan hukum tapi juga ada pada

pemerintah yang secara komprehensi. Dengan maksud untuk tujuan kebaikan dan

keselamatan Negara kita Indonesia.

99
Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban (UU RI. No. 13 Tahun 2006), cetakan pertama
(Jakarta:Sinar Grafika, 2006), hal 5

Universitas Sumatera Utara


90

BAB IV
PENERAPAN JUSTICE COLLABORATOR DALAM PEMIDANAAN
PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA MELALUI
PUTUSAN PENGADILAN

A. Posisi Kasus

1. Kronologis
Kronologis perkara nomor No.231/Pid.Sus/2015/PN.Pms, Terdakwa Atan

Makmur Als Ong, pada hari Kamis tanggal 28 Mei 2015 sekira pukul 08.00 Wib

atau setidak-tidaknya pada bulan Mei tahun 2015 bertempat di Jalan Narumonda

Bawah No. 30 Kelurahan Kebun Sayur Kecamatan Siantar Timur Pematang

Siantar, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam

daerah hukum Pengadilan Negeri Pematang Siantar, yang berwenang untuk

memeriksa dan mengadili perkaranya, yang tanpa hak atau melawan hukum

menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli,

menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I yang dalam bentuk

tanaman beratnya melebihi 1 (Satu) kilogram atau melebihi 5 (Lima) batang

pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (Lima) gram.

Pada hari Kamis tanggal 28 Mei 2015 sekira pukul 08.00 Wib, saksi From Pimpa

Siahaan, saksi Dedi Fahlian Damanik, saksi Yanser L. Tobing (Masing-masing

anggota Polri Polres Pematang Siantar) sedang menyelidiki Tindak Pidana

Narkotika di Kecamatan Siantar Timur Pematang Siantar, kemudian saksi-saksi

mendapat informasi bahwa saksi Jhon Esra Ginting (Terdakwa dalam berkas

terpisah) sering menyimpan Narkotika jenis Shabu dan sedang berada disebuah

Warung di Jalan Narumonda Bawah No. 30 Kelurahan Kebun Sayur Kecamatan

Universitas Sumatera Utara


91
91

Siantar Timur Pematang Siantar, kemudian saksi-saksi menuju TKP (Tempat

Kejadian Perkara) dan melihat saksi Jhon Esra Ginting (Terdakwa dalam berkas

terpisah) yang merupakan Residivis perkara Narkotika.

Kemudian saksi-saksi melakukan penangkapan terhadap saksi Jhon Esra Ginting

(Terdakwa dalam berkas terpisah) dan menyita barang bukti berupa : 1 (Satu)

paket Narkotika jenis Shabu, 1 (Satu) buah Handphone merk Nokia warna hitam,

1 (Satu) buah kotak didalamnya terdapat 1 (Satu) buah bong, 1 (Satu) buah

sumbu, 1 (Satu) buah pipa kaca, dan 1 (satu) buah sendok terbuat dari potongan

pipet, kemudian saksi Jhon Esra Ginting (Terdakwa dalam berkas terpisah)

mengakui memperoleh Narkotika jenis Shabu dari terdakwa, kemudian saksi-

saksi menyuruh saksi Jhon Esra Ginting (Terdakwa dalam berkas terpisah)

menghubungi terdakwa agar datang ketempat tersebut, setelah dihubungi saksi

Jhon Esra Ginting (Terdakwa dalam berkas terpisah) tidak berapa lama kemudian

terdakwa datang ke Warung tersebut.

Saksi-saksi langsung menangkap terdakwa dan menemukan barang bukti dari

terdakwa berupa 1 (Satu) unit HP merk Nokia warna putih, 1(Satu) buah dompet

berisi uang sebesar Rp. 1.140.000,. (Satu juta seratus empat puluh ribu rupiah),

dan 1 (Satu) paket berisi Narkotika jenis Shabu yang dibungkus dengan kertas

koran, kemudian saksi-saksi membawa terdakwa kerumahnya untuk melakukan

penggeledahan dan dari dalam rumah terdakwa disita berupa : 1 (Satu) buah

timbangan digital, 1(Satu) buah brankas merk President, dimana setelah brankas

digerenda/dibongkar didalam brankas ditemukan barang bukti berupa : 1(Satu)

bungkusan plastik warna hitam berisi 1 (Satu) paket Narkotika jenis Shabu,

Universitas Sumatera Utara


92

1(Satu) buah kotak bekas minuman teh botol berisi 2 (Dua) paket Shabu,

kemudian saksi-saksi membawa terdakwa ke Polres Pematang Siantar.

Terdakwa melakukan perbuatannya tanpa ijin dari pihak yang berwenang.

Terdakwa memperoleh Narkotika jenis Shabu dari Apin Lehu (DPO), yang

memerintahkan anggotanya yang bernama Riko Damanik (DPO), pada hari yang

tidak diingat lagi sekira bulan April 2015, dimana Apin Lehu (DPO)

memerintahkan Riko Damanik (DPO) untuk menitipkan kepada terdakwa

Narkotika jenis Shabu tersebut untuk dijual kepada pemesannya.

Berdasarkan Penelitian Laboratorium Forensik Bareskrim Polri Cabang Medan

yang dituangkan dalam Berita Acara Analisis Laboratorium Barang Bukti

Narkotika No.LAB : 5300/NNF/2015 tanggal 09 Juni 2015 menerangkan 4

(Empat) bungkus plastik klip berisi kristal berwarna putih dengan berat bruto

108,39 (Seratus delapan koma tiga puluh sembilan) gram Narkotika milik

terdakwa Atan Makmur Als Ong adalah benar mengandung Metamfetaminadan

terdaftar dalam Golongan I (Satu) nomor urut 61 Lampiran I UU RI Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika. Barang Bukti yang dilakukan penelitian oleh

Pihak Laboratorium merupakan barang bukti yang disita dari terdakwa Atan

Makmur Als Ong, padahal terdakwa tidak mempunyai ijin yang sah untuk

melakukan perbuatan tersebut.

Sedangkan kronologis untuk putusan Pengadilan Negeri Nomor

683/Pid.Sus/2016/PN.Pbr, yaitu:

Terdakwa Ridwan Jonson Maruli, pada tanggal 03 April2016 sekitar pukul 12.00

wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan April tahun dua ribu

Universitas Sumatera Utara


93

enam belas, bertempat di di Jl. Kubang rayaPanam kec. Tampan Pekanbaru atau

setidak-tidaknya pada suatu tempatyang termasuk daerah hukum Pengadilan

Negeri Pekanbaru, yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk

dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar,

menyerahkan atau menerima narkotika Golongan I, Perbuatan mana terdakwa

lakukan dengan cara-cara dan perilaku.

Sebagaimana waktu dan tempat sebagaimana tersebut diatasterdakwa membeli

Narkotika jenis daun ganja pada tanggal 03 April 2016 sekitar pukul 12.00 wib di

Jl. Kubang raya Panam kec. Tampan dan terdakwamembeli narkotika daun ganja

tersebut dari Saksi Karmila, sebayak 1 (satu)Kg seharga Rp. 1.800.000 (satu juta

delapan ratus ribu rupiah) ganja tersebut terdakwa jual lagi kepada orang lain,

untuk mendapatkan keuntungan, danterdakwa telah membeli dari saksi karmila

sebanyak 3 kg , dan menjual ke saksi Carlinton Purba paket Rp. 50.000 dan ke

saksi Dirgantara Rambe Purba paketRp. 20.000.

Terdakwa tidak ada memiliki izin dari Menteri Kesehatan RI atau pejabat lain

yang berwenang untuk menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,

menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan atau menerima

narkotika Golongan I

Berdasarkan Berita Acara Penimbangan dan Penyegelan dari PegadaianCabang

Pekanbaru Nomor : 186/BB/P/IV/180500/2015 tanggal 27 April 2016bahwa berat

bersih ganja 321,29 gram. Berita Acara analisis Laboratorium Barang Bukti dan

Urine dari Laboratorium Forensik Polri Cabang Medan No. LAB :

5682/NNF/2015 tanggal03 Mei 2016 yang dibuat dan ditandatangani atas

Universitas Sumatera Utara


94

kekuatan sumpah jabatan oleh Zulni Erma dan Deliana Naiborhu diketahui oleh

Waka LaboratoriumForensik Cabang Medan Dra. Melta Tarigan, M.Si, dari

analisisnya antara laindisimpulkan bahwa ganja dengan berat bersih 321,29 gram

adalah positif ganja dan terdaftar dalam Golongan I nomor urut 8 Lampiran I

Undang-undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Perbuatan terdakwa Ridwan Jonson Maruli sebagaimana diatur dan diancam

pidana dalam Pasal 114 Ayat 1 UURI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Terdakwa Ridwan Jonson Maruli, pada hari Sabtu tanggaltanggal 23 April 2016

sekitar pukul 13.00 Wib atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan April

tahun dua ribu dua belas , bertempat di Jl. Palas Pastoran Rt. 002 rw. 003 Kel.

Palas Kec. Rumbai Kota Pekanbaru atau setidak-tidaknya pada tempat lain yang

termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Pekanbaru, tanpa hak atau melawan

hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, mengusai, atau

menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman Perbuatan mana

terdakwa lakukan dengan cara-cara dan perilaku.

Pada hari Sabtu tanggal 23 April 2016 sekitar pukul 13.00 wib disamping rumah

Jl. Palas Pastoran Rt. 002 rw. 003 Kel. Palas Kec. Rumbai Kota Pekanbaru saksi

Rinaldi (anggota Polsek Rumbai) bersama teman saksi Rinaldi yang bernama

Bripka Frans Utama, SH dan Brigadir Mhd. Akari Faisal mendapatkan informasi

dari masyarakat bahwa Jl.Palas Pastoran Rt. 002 rw. 003 Kel. Palas Kec. Rumbai

Kota Pekanbaru tepatnya dirumah terdakwa Ridwan Jonson Maruli sering

terjadinya transaksi jual beli narkotika jenis daun ganja, Pada hari minggu tanggal

24April 2016 sekitar pukul 13.00 wib Kapolsek Rumbai kota Pekanbaru

Universitas Sumatera Utara


95

merintahkan Anggotanya melalui kanit reskrim Polsek Rumbai menunjuk Bripka

Rinaldi, Brika Frans Utama, SH dan Brigadir Mhd. Akari Faisal, SH untuk

melakukan penyelidikan di sekitar rumah terdakwa Ridwan Jonson Maruli, Pada

Pukul 18.20 wib Bripka Rinaldi, Brika Frans Utama, SH dan Brigadir Mhd. Akari

Faisal, SH melakukan penangkapan terhadap Ridwan Jonson Maruli disamping

rumah dan yang mana terdakwa dari arah belakang rumah dan Brika Frans Utama,

SH dan Brigadir Mhd. Akari Faisal, SH dari arahdepan rumah selain terdakwa

Ridwan Jonson Maruli juga ikut diamankan pada waktu itu yaitu Saksi Carlinton

Purba, Saksi Dirgantara Rambe Purba, dan Daniel Tambunan, (dalam berkas

terpisah) setelah itu Bripka Rinaldi melakukan pemeriksaan di belakang rumah

milik terdakwa Ridwan Jonson Maruli tepat di samping pintu belakang ada 1

(satu) kaleng cat yang ditutup warna kuning lalu kaleng cat tersebut dibuka dan

ditemukan daun ganja kering yang terbungkus dengan kantong plastik warna putih

dan kantong plastik warna hitam setelah ituterdakwa Ridwan Jonson Maruli

dibawa ketempat ditemukan daun ganja tersebut dan terdakwa Ridwan Jonson

Maruli mengakui bahwadaun ganja tersebut adalah miliknya terdakwa Ridwan

Jonson Maruli.

2. Dakwaan

Dakwaan nomor No.231/Pid.Sus/2015/PN.Pms, Terdakwa Atan Makmur Als

Ong, pada hari Kamis tanggal 28 Mei 2015 sekira pukul 08.00 Wib atau setidak-

tidaknya pada bulan Mei tahun 2015 bertempat di Jalan Narumonda Bawah No.

30 Kelurahan Kebun Sayur Kecamatan Siantar Timur Pematang Siantar, atau

setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum

Universitas Sumatera Utara


96

Pengadilan Negeri Pematang Siantar, yang berwenang untuk memeriksa dan

mengadili perkaranya, yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk

dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar,

menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I yang dalam bentuk tanaman

beratnya melebihi 1 (Satu) kilogram atau melebihi 5 (Lima) batang pohon atau

dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (Lima) gram.

Pada hari Kamis tanggal 28 Mei 2015 sekira pukul 08.00 Wib, saksi From Pimpa

Siahaan, saksi Dedi Fahlian Damanik, saksi Yanser L. Tobing (Masing-masing

anggota Polri Polres Pematang Siantar) sedang menyelidiki Tindak Pidana

Narkotika di Kecamatan Siantar Timur Pematang Siantar, kemudian saksi-saksi

mendapat informasi bahwa saksi Jhon Esra Ginting (Terdakwa dalam berkas

terpisah) sering menyimpan Narkotika jenis Shabu dan sedang berada disebuah

Warung di Jalan Narumonda Bawah No.30 Kelurahan Kebun Sayur Kecamatan

Siantar Timur Pematang Siantar, kemudian saksi-saksi menuju TKP (Tempat

Kejadian Perkara) dan melihat saksi Jhon Esra Ginting (Terdakwa dalam berkas

terpisah) yang merupakan Residivis perkara Narkotika.

Kemudian saksi-saksi melakukan penangkapan terhadap saksi Jhon Esra Ginting

(Terdakwa dalam berkas terpisah) danmenyita barang bukti berupa : 1 (Satu)

paket Narkotika jenis Shabu, 1 (Satu)buah Handphone merk Nokia warna hitam, 1

(Satu) buah kotak didalamnya terdapat 1 (Satu) buah bong, 1 (Satu) buah sumbu,

1 (Satu) buah pipa kaca,dan 1 (satu) buah sendok terbuat dari potongan pipet,

kemudian saksi Jhon Esra Ginting (Terdakwa dalam berkas terpisah) mengakui

memperoleh Narkotika jenis Shabu dari terdakwa, kemudian saksi-saksi

Universitas Sumatera Utara


97

menyuruh saksi Jhon Esra Ginting (Terdakwa dalam berkas terpisah)

menghubungi terdakwa agar datang ketempat tersebut, setelah dihubungi saksi

Jhon Esra Ginting (Terdakwa dalam berkas terpisah) tidak berapa lama kemudian

terdakwa datang ke Warung tersebut.

Saksi-saksi langsung menangkapterdakwa dan menemukan barang bukti dari

terdakwa berupa 1 (Satu) unit HPmerk Nokia warna putih, 1(Satu) buah dompet

berisi uang sebesar Rp.1.140.000,. (Satu juta seratus empat puluh ribu rupiah),

dan 1 (Satu) paket berisi Narkotika jenis Shabu yang dibungkus dengan kertas

koran, kemudiansaksi-saksi membawa terdakwa kerumahnya untuk melakukan

penggeledahandan dari dalam rumah terdakwa disita berupa : 1 (Satu) buah

timbangan digital,1 (Satu) buah brankas merk President, dimana setelah brankas

digerenda/dibongkar didalam brankas ditemukan barang bukti berupa : 1(Satu)

bungkusan plastik warna hitam berisi 1 (Satu) paket Narkotika jenis Shabu,1

(Satu) buah kotak bekas minuman teh botol berisi 2 (Dua) paket Shabu, kemudian

saksi-saksi membawa terdakwa ke Polres Pematang Siantar.

Barang bukti dan terdakwa melakukan perbuatannya tanpa ijin dari pihak yang

berwenang. Terdakwa memperoleh Narkotika jenis Shabu dari Apin Lehu

(DPO),yang memerintahkan anggotanya yang bernama Riko Damanik (DPO),

padahari yang tidak diingat lagi sekira bulan April 2015, dimana Apin Lehu

(DPO) memerintahkan Riko Damanik (DPO) untuk menitipkan kepada terdakwa

Narkotika jenis Shabu tersebut untuk dijual kepada pemesannya.

Kemudian berdasarkan Penelitian Laboratorium Forensik Bareskrim Polri

Universitas Sumatera Utara


98

Cabang Medan yang dituangkan dalam Berita Acara Analisis Laboratorium

Barang Bukti Narkotika No.LAB : 5300/NNF/2015 tanggal 09 Juni 2015

menerangkan 4 (Empat) bungkus plastik klip berisi kristal berwarna putih dengan

berat bruto 108,39 (Seratus delapan koma tiga puluh sembilan) gram Narkotika

milik terdakwa Atan Makmur Als Ong adalah benar mengandung Metamfetamina

dan terdaftar dalam Golongan I (Satu) nomor urut 61 Lampiran I UU RI Nomor

35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Barang Bukti yangdilakukan penelitian oleh

Pihak Laboratorium merupakan barang bukti yangdisita dari terdakwa Atan

Makmur Als Ong, padahal terdakwa tidak mempunyai ijin yang sah untuk

melakukan perbuatan tersebut.

Dakwaan Penuntut Umum, Terdakwa dan Penasehat Hukum Terdakwa tidak

mengajukan keberatan. Untuk membuktikan dakwaannya Penuntut Umum telah

mengajukan saksi-saksi kepersidangan sebagai berikut:

1. Yanser L. Tobing, berjanji pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:

a) Saksi kenal dengan Terdakwa setelah melakukan penangkapanterhadap


terdakwa;
b) Saksi adalah anggota Kepolisian Polres Pematangsiantar;
c) Pada hari Kamis tanggal 28 Mei 2015 sekitar pukul 08.00 wibbertempat di
Jalan Narumonda Bawah No. 30 Kelurahan Kebun SayurKecamatan
Siantar Timur Kota Pematangsiantar telah melakukanpenangkapan
terhadap terdakwa tepatnya di rumah terdakwa Jhon EsraGinting (berkas
terpisah) atas kepemilikan Narkotika jenis Shabu;
d) Awalnya saksi dan rekan saksi sesama Anggota Kepolisian
PolresPematangsiantar yaitu saksi From Pimpa Siahaan dan saksi Dedi
FahlianDamanik mendapat informasi dari masyarakat tentang
keberadaanterdakwa Jhon Esra Ginting yang sering mengkonsumsi
Narkotika jenisShabu;
e) Terdakwa Jhon Esra Ginting merupakan seorang residivisterhadap
pengguna Shabu;
f) Selanjutnya saksi bersama dengan rekan saksi menuju ketempatkejadian
dan setelah melakukan pengintaian selama 1 (satu) minggu,Terdakwa Jhon
Esra Ginting ditangkap dirumahnya;

Universitas Sumatera Utara


99

g) Saksi-saksi melakukan pengembangan dengan menanyakankepada


Terdakwa Jhon Esra Ginting memperoleh Shabu yangdipakainya;
h) Terdakwa Jhon Esra Ginting mengatakan dirinya mendapatShabu dari
Terdakwa Atan makmur Alias Ong;
i) saksi-saksi meminta Terdakwa Jhon Esra Ginting untukmenguhubungi
Terdakwa Atan Makmur memesan Shabu danmengantarkannya kepada
Terdakwa Jhon Esra Ginting dirumahnya;
j) Lebih kurang 15 menit, Terdakwa Atan Makmur datang
menjumpaiTerdakwa Jhon Esra Ginting dan saksi-saksi menangkap
terdakwa AtanMakmur;
k) penangkapan Terdakwa ditemukan barang bukti berupa 1(satu) unit
Handphone Merek Nokia Warna Putih dan 1 (satu) buahdompet berisi
uang sebesar Rp. 1.140.000.- (satu juta seratus empatpuluh ribu rupiah)
serta dari kantong celana Terdakwa ditemukan 1 (satu)paket berisi
Narkotika jenis Shabu;
l) Saksi-saksi juga melakukan pengembangan kerumah TerdakwaAtan
Makmur Alias Ong dan setelah melakukan penggeledahanditemukan 1
(satu) timbangan Digital dan 1 (satu) Brankas Merk Presidenterbuat dari
besi;
m) Brankas Merk Presiden tidak diberitahu oleh Terdakwa nomorPinnya,
maka saksi-saksi membawa Brankas tersebut ke KantorKepolisian Polsek
Pematangsiantar;
n) Brankas dibuka secara paksa dengan menggunakan MesinGrenda dengan
disaksikan Terdakwa dan di dalamnya ditemukan 1 (satu) bungkus plastic
warna hitam berisi 1 (satu) paket Shabu dan 1(satu) buah kotak bekas
minuman teh botol berisi 2 (dua) paket Shabu;
o) Terdakwa tidak mengakui barang bukti adalah miliknya melainkanmilik
dari Apin Lehu (DPO) yang meminta Rico Damanik (DPO)menitipkan
kepada Terdakwa untuk dijual kepada pemesannya.

Atas keterangan saksi, terdakwa membenarkannya sebahagian dan mengatakan

terdakwa kenal dengan saksi dan sering memberikan uang kepada Anggota

Kepolisian dan Terdakwa bekerja kepada Apin Lehu.

2. From Pimpa Siahaan,berjanji pada pokoknya menerangkan sebagaiberikut:

a) Saksi kenal dengan Terdakwa setelah melakukan penangkapanterhadap


terdakwa;
b) Saksi adalah anggota Kepolisian Polres Pematangsiantar danketerangan
saksi adalah sama dengan keterangan saksi Yanser L.Tobing yang sama-
sama melakukan penangkapan terhadap Terdakwa;
c) Pada hari Kamis tanggal 28 Mei 2015 sekitar pukul 08.00 wibbertempat di
Jalan Narumonda Bawah No. 30 Kelurahan Kebun SayurKecamatan
Siantar Timur Kota Pematangsiantar telah melakukanpenangkapan

Universitas Sumatera Utara


100

terhadap terdakwa tepatnya di rumah terdakwa Jhon EsraGinting (berkas


terpisah) atas kepemilikan Narkotika jenis Shabu;
d) Awalnya saksi dan rekan saksi sesama Anggota Kepolisian
PolresPematangsiantar yaitu saksi yanser L. Tobing dan saksi Dedi
FahlianDamanik mendapat informasi dari masyarakat tentang
keberadaanterdakwa Jhon Esra Ginting yang sering mengkonsumsi
Narkotika jenisShabu;
e) Terdakwa Jhon Esra Ginting merupakan seorang residivisterhadap
pengguna Shabu;
f) Selanjutnya saksi bersama dengan rekan saksi menuju ketempatkejadian
dan setelah melakukan pengintaian selama 1 (satu) minggu,Terdakwa Jhon
Esra Ginting ditangkap dirumahnya;
g) saksi-saksi melakukan pengembangan dengan menanyakankepada
Terdakwa Jhon Esra Ginting memperoleh Shabu yangdipakainya;
h) Terdakwa Jhon Esra Ginting mengatakan dirinya mendapatShabu dari
Terdakwa Atan makmur Alias Ong;
i) Saksi-saksi meminta Terdakwa Jhon Esra Ginting untukmenguhubungi
Terdakwa Atan Makmur memesan Shabu danmengantarkannya kepada
Terdakwa Jhon Esra Ginting dirumahnya;
j) Lebih kurang 15 menit, Terdakwa Atan Makmur datang
menjumpaiTerdakwa Jhon Esra Ginting dan saksi-saksi menangkap
terdakwa AtanMakmur;
k) Penangkapan Terdakwa ditemukan barang bukti berupa 1(satu) unit
Handphone Merek Nokia Warna Putih dan 1 (satu) buahdompet berisi
uang sebesar Rp. 1.140.000.- (satu juta seratus empat puluh ribu rupiah)
serta dari kantong celana Terdakwa ditemukan 1 (satu)paket berisi
Narkotika jenis Shabu;
l) Saksi-saksi juga melakukan pengembangan kerumah TerdakwaAtan
Makmur Alias Ong dan setelah melakukan penggeledahanditemukan 1
(satu) timbangan Digital dan 1 (satu) Brankas Merk Presidenterbuat dari
besi;
m) Brankas Merk Presiden tidak diberitahu oleh Terdakwa nomorPinnya,
maka saksi-saksi membawa Brankas tersebut ke KantorKepolisian Polsek
Pematangsiantar;
n) Brankas dibuka secara paksa dengan menggunakan MesinGrenda dengan
disaksikan Terdakwa dan di dalamnya ditemukan 1(satu) bungkus plastic
warna hitam berisi 1 (satu) paket Shabu dan 1(satu) buah kotak bekas
minuman teh botol berisi 2 (dua) paket Shabu;
o) Terdakwa tidak mengakui barang bukti adalah miliknya melainkanmilik
dari Apin Lehu (DPO) yang meminta Rico Damanik (DPO)menitipkan
kepada Terdakwa untuk dijual kepada pemesannya.

Universitas Sumatera Utara


101

Atas keterangan saksi, terdakwa membenarkannya sebahagian dan mengatakan

terdakwa kenal dengan saksi dan sering memberikan uang kepada Anggota

Kepolisian dan Terdakwa bekerja kepada Apin Lehu.

3. Jhon Esra Ginting,berjanji pada pokoknya menerangkan sebagaiberikut:

a) Saksi kenal dengan Terdakwa namun tidak mempunyai hubungansedarah


dengan Terdakwa;
b) Pada hari Kamis tanggal 28 Mei 2015 sekitar pukul 08.00 wibbertempat di
Jalan Narumonda Bawah No. 30 Kelurahan Kebun SayurKecamatan
Siantar Timur Kota Pematangsiantar tepatnya di sebuahwarung saksi telah
ditangkap oleh Kepolisian Polres PematangSiantaratas kepemilikan
Narkotika jenis Shabu;
c) Saksi ditemukan barang bukti berupa 1 (satu) paket Narkotikajenis Shabu,
1 (satu) Handphone Nokia Warna Hitam dan 1 (satu) buahkotak
didalamnya terdapat 1 (satu) buah Bong, 1 (satu) buah sumbu, 1(satu)
buah pipa kaca dan 1 (satu) buah sendok terbuat dari potonganpipet;
d) Setelah saksi ditangkap, saksi-saksi dari pihak Kepolisianmenanyakan
darimana saksi mendapat Shabu tersebut dan setelah mengetahui saksi
mendapat Shabu dari terdakwa Atan Makmur Aliasong, yang selanjutnya
meminta kepada saksi untuk menghubungiTerdakwa Atan Makmur
dengan memesan Narkotika jenis Shabu danmembawanya ke rumah saksi;
e) Lebih kurang 15 menit, Terdakwa Atan Makmur datang menjumpaisaksi
dan saksi-saksi dari Kepolisian Polres menangkap terdakwa AtanMakmur;
f) Narkotika jenis Shabu tersebut sebelumnya saksi minta dari ApinLehu
yang saksi ketahui adalah seorang Bandar Narkoba KotaPematangsiantar
dan Simalungun;
g) Atas keterangan saksi, terdakwa membenarkannya sebahagian dan
tidakmengetahui sebahagian;
h) Pada hari Kamis tanggal 28 Mei 2015 sekitar pukul 08.00 wibbertempat di
Jalan Narumonda Bawah No. 30 Kelurahan Kebun SayurKecamatan
Siantar Timur Kota Pematangsiantar, Terdakwa telahditangkap pihak
Kepolisian Polres Pematangsiantar tepatnya di rumahterdakwa Jhon Esra
Ginting (berkas terpisah) atas kepemilikan Narkotikajenis Shabu;
i) Sebelum kejadian terdakwa Jhon Esra Ginting meneleponTerdakwa dan
mengatakan memesan “Buah” kepada Terdakwa yangartinya adalah
(Shabu) dan diantarkan ke rumah Terdakwa Jhon EsraGinting;
j) Lebih kurang 15 menit, Terdakwa datang untuk menjumpaiTerdakwa Jhon
Esra Ginting dan saksi-saksi dari Polres Pematang Siantarmenangkap
Terdakwa;
k) Terdakwa digeledah dan ditemukan barang bukti berupa 1 (satu)unit
Handphone Merek Nokia Warna Putih dan 1 (satu) buah dompetberisi
uang sebesar Rp. 1.140.000.- (satu juta seratus empat puluh riburupiah)

Universitas Sumatera Utara


102

serta dari kantong celana Terdakwa ditemukan 1 (satu) paketberisi


Narkotika jenis Shabu;
l) Terdakwa juga dibawa kerumah Terdakwa dan ditemukan 1
(satu)timbangan Digital dan 1 (satu) Brankas Merk Presiden terbuat dari
besi;
m) Brankas Merk Presiden di bawa ke Kantor Kepolisian PolresPematang
Siantar serta dibuka secara paksa dengan menggunakan MesinGrenda
dengan disaksikan Terdakwa dan di dalamnya ditemukan 1(satu) bungkus
plastik warna hitam berisi 1 (satu) paket Shabu dan 1(satu) buah kotak
bekas minuman teh botol berisi 2 (dua) paket Shabu;
n) Terdakwa tidak mengakui barang bukti adalah milik Terdakwamelainkan
milik dari Apin Lehu (DPO) yang dititipkan kepada RicoDamanik (DPO)
dan menitipkan kepada Terdakwa untuk dijual kepadapemesan;
o) Terdakwa bekerja dengan Apin Lehu yang merupakan BandarNarkoba
Kota PematangSiantar-Simalungun dan telah bekerja selama 2(dua) tahun;
p) Sistem kerja Terdakwa mengumpulkan penjualan dari anggotadan
menyetorkannya kepada orangtua Apin Lehu dan setiap harinyaberomzet
lebih kurang Rp. 200.000.000.- (dua ratus juta rupiah) sampaiRp.
300.000.000.- (tiga ratus juta rupiah);
q) Terdakwa menyetor uang kepada Apin Lehu selama 2 atau3 hari bisa
mencapai Rp. 1 (satu) Milyar Rupiah;
r) Terdakwa juga sering menyelesaikan masalah apabila rekanterdakwa
tertangkap pihak Kepolisian dalam hal penjualan Narkotika;
s) Ada juga yang Terdakwa urus setelah tertangkap di lokasikejadian supaya
selesai;
t) Untuk penyelesaiannya Terdakwa memberikan sejumlah uangkepada
pihak Kepolisian Polres Pematangsiantar dan diserahkan kepadaResbon
Gultom;
u) Setiap penyetoran kepada pihak Kepolisian PolresPematang Siantar
biasanya Terdakwa menyetor sebesar Rp. 29.000.000.-(dua puluh
Sembilan juta rupiah);
v) Terdakwa juga beberapa kali menyetor uang kepada KasatNarkoba dengan
cara mentranpernya melalui Bank dan juga Terdakwaada membelikan
Sepeda Motor Honda Beat kepada BambangSuryawaskito sebesar Rp
14.790.000.- (empat belas juta tujuh ratusSembilan puluh ribu rupiah);
w) Penangkapan terhadap diri Terdakwa sudah diketahuisebelumnya dari
pihak Badan Narkotika Nasional (BNN) KotaPematangsiantar, dimana
apabila Terdakwa ditangkap maka akandibantu oleh Apin Lehu namun
kenyataannya tidak dibantu oleh Apin Lehu, lalu Terdakwa bekerjasama
dengan pihak BNN untuk membantumengungkap keterlibatan Apin Lehu
dan peredaran Narkotika diPematang Siantar dan terdakwa menduga Apin
Lehu yang menangkapTerdakwa melalui pihak Kepolisian Polres
Pematang Siantar setelahmengetahui Terdakwa bekerja sama dengan
Pihak BNN Kota Pematang Siantar.

Universitas Sumatera Utara


103

Sedangkan dakwaan untuk putusan Pengadilan Negeri Nomor

683/Pid.Sus/2016/PN.Pbr, yaitu:

Terdakwa diajukan ke persidangan oleh Penuntut Umum didakwa berdasarkan

surat dakwaan.

Terdakwa Ridwan Jonson Maruli, pada tanggal 03 April 2016 sekitar pukul 12.00

wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalambulan April tahun dua ribu

enam belas, bertempat di di Jl. Kubang raya Panam kec. Tampan Pekanbaru atau

setidak-tidaknya pada suatu tempat yang termasuk daerah hukum Pengadilan

Negeri Pekanbaru, yang tanpa hakatau melawan hukum menawarkan untuk dijual,

menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar,

menyerahkan atau menerima narkotika Golongan I Perbuatan mana terdakwa

lakukan dengan cara-cara dan perilaku.

Sebagaimana waktu dan tempat sebagaimana tersebut diatas terdakwa membeli

Narkotika jenis daun ganja pada tanggal 03 April 2016sekitar pukul 12.00 wib di

Jl. Kubang raya Panam kec. Tampan dan terdakwa membeli narkotika daun ganja

tersebut dari Saksi Karmila, sebayak 1 (satu) Kg seharga Rp. 1.800.000 (satu juta

delapan ratus ribu rupiah) ganja tersebut terdakwa jual lagi kepada orang lain,

untuk mendapatkan keuntungan, dan terdakwa telah membeli dari saksi karmila

sebanyak 3 kg, dan menjual ke saksi Carlinton Purba paket Rp. 50.000 dan ke

saksi Dirgantara Rambe Purba paketRp. 20.000.

Terdakwa tidak ada memiliki izin dari Menteri Kesehatan RI atau pejabat lain

yang berwenang untuk menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,

Universitas Sumatera Utara


104

menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan atau menerima

narkotika Golongan I

Berdasarkan Berita Acara Penimbangan dan Penyegelan dari Pegadaian Cabang

Pekanbaru Nomor : 186/BB/P/IV/180500/2015 tanggal 27 April 2016 bahwa

berat bersih ganja 321,29 gram. Berita Acara analisis Laboratorium Barang Bukti

dan Urine dari Laboratorium Forensik Polri Cabang Medan No. LAB :

5682/NNF/2015 tanggal03 Mei 2016 yang dibuat dan ditandatangani atas

kekuatan sumpah jabatan oleh Zulni Erma dan Deliana Naiborhu diketahui oleh

Waka Laboratorium Forensik Cabang Medan Dra. Melta Tarigan, M.Si, dari

analisisnya antara lain disimpulkan bahwa ganja dengan berat bersih 321,29 gram

adalah positif ganjadan terdaftar dalam Golongan I nomor urut 8 Lampiran I

Undang-undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Perbuatan terdakwa Ridwan Jonson Maruli sebagaimana diaturdan diancam

pidana dalam Pasal 114 Ayat 1 UURI No. 35 Tahun 2009 tentangNarkotika.

Terdakwa Ridwan Jonson Maruli, pada hari Sabtu tanggal tanggal 23 April 2016

sekitar pukul 13.00 Wib atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan April

tahun dua ribu dua belas , bertempat di Jl. Palas Pastoran Rt. 002 rw. 003 Kel.

Palas Kec. Rumbai Kota Pekanbaru atau setidak-tidaknya pada tempat lain yang

termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Pekanbaru, tanpa hak atau melawan

hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, mengusai, atau

menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman Perbuatan mana

terdakwa lakukan dengan cara-cara dan perilaku.

Universitas Sumatera Utara


105

Pada hari Sabtu tanggal 23 April 2016 sekitar pukul 13.00 wib disamping rumah

Jl. Palas Pastoran Rt. 002 rw. 003 Kel. Palas Kec. Rumbai Kota Pekanbaru saksi

Rinaldi (anggota Polsek Rumbai) bersama teman saksi Rinaldi yang bernama

Bripka Frans Utama, SH dan Brigadir Mhd. Akari Faisal mendapatkan informasi

dari masyarakat bahwa Jl.Palas Pastoran Rt. 002 rw. 003 Kel. Palas Kec. Rumbai

Kota Pekanbaru tepatnya dirumah terdakwa Ridwan Jonson Maruli sering

terjadinya transaksi jual beli narkotika jenis daun ganja, Pada hari minggu tanggal

24 April 2016 sekitar pukul 13.00 wib Kapolsek Rumbai kota Pekanbaru

merintahkan Anggotanya melalui kanit reskrim Polsek Rumbai menunjuk Bripka

Rinaldi, Brika Frans Utama,SH dan Brigadir Mhd. AkariFaisal, SH untuk

melakukan penyelidikan di sekitar rumah terdakwa Ridwan Jonson Maruli, Pada

Pukul 18.20 wib Bripka Rinaldi, Brika Frans Utama, SH dan Brigadir Mhd. Akari

Faisal, SH melakukan penangkapan terhadap Ridwan Jonson Maruli

disampingrumah dan yang mana terdakwa dari arah belakang rumah dan Brika

Frans Utama,SH dan Brigadir Mhd. Akari Faisal, SH dari arah depan rumah

selain terdakwa Ridwan Jonson Maruli juga ikut diamankan pada waktu itu yaitu

Saksi Carlinton Purba, Saksi Dirgantara Rambe Purba, dan Daniel Tambunan,

(dalam berkas terpisah) setelah itu Bripka Rinaldi melakukan pemeriksaan di

belakang rumah milik terdakwa Ridwan Jonson Maruli tepat di samping pintu

belakang ada 1 (satu) kaleng cat yang ditutup warna kuning lalu kaleng cat

tersebut dibuka dan ditemukan daun ganja kering yang terbungkus dengankantong

plastik warna putih dan kantong plastik warna hitam setelah itu terdakwa Ridwan

Jonson Maruli dibawa ketempat ditemukan daun ganja tersebut dan terdakwa

Universitas Sumatera Utara


106

Ridwan Jonson Maruli mengakui bahwa daun ganja tersebut adalah miliknya

terdakwa Ridwan Jonson Maruli.

Terdakwa tidak ada memiliki izin dari Menteri Kesehatan RI atau pejabat lain

yang berwenang untuk menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, mengusai,

atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman jenis daun ganja.

Berdasarkan Berita Acara Penimbangan dan Penyegelan dari Pegadaian Cabang

Pekanbaru Nomor : 186/BB/P/IV/180500/2015 tanggal 27 April 2016 bahwa

berat bersih ganja 321,29 gram. Berita Acara analisis Laboratorium Barang Bukti

dan Urine dari Laboratorium Forensik Polri Cabang Medan No. LAB :

5682/NNF/2015tanggal 03 Mei 2016 yang dibuat dan ditandatangani atas

kekuatan sumpah jabatan , oleh Zulni Erma dan Deliana Naiborhu diketahui oleh

Waka Laboratorium Forensik Cabang Medan Dra. Melta Tarigan, M.Si, dari

analisisnya antara lain disimpulkan bahwa ganja dengan berat bersih 321,29 gram

adalah positif ganja dan terdaftar dalam Golongan I nomor urut 8 Lampiran I

Undang-undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentangNarkotika.

Perbuatan terdakwa Ridwan Jonson Maruli, sebagaimana diatur dan diancam

pidana dalam Pasal 111 Ayat 1 UURI No. 35 Tahun 2009tentang Narkotika.

Untuk membuktikan dakwaannya Penuntut Umum telah mengajukan Saksi-saksi

sebagai berikut:

1. Rinaldi, dibawah sumpah menurut agama Islam pada pokoknya menerangkan

sebagai berikut:

a) Saksi pernah diperiksa oleh penyidik dan saksi menanda tangani Berita
Acara Pemeriksaan.
b) Terdakwa Ridwan Jonson Maruli ditangkap pada hariMinggu tanggal 24
April 2016 sekitar pukul 18.20 wib di samping rumahJl. Palas Pastoran Rt.

Universitas Sumatera Utara


107

002 rw. 003 Kel. Palas Kec. Rumbai KotaPekanbaru dan yang melakukan
penangkapan pada saat itu adalahsaksi bersama Saksi Bripka Frans
Utama,SH dan Saksi Brigadir Mhd. Akari Faisal.
c) Saksi melakukan penangkapan bersama rekan saksi. Saksi Bripka FRANS
Utama,SH dan Brigadir Mhd. Akari Faisal terhadap terdakwa Ridwan
Jonson Maruli adalahdikarenakan saksi bersama teman saksi mendapatkan
informasi darimasyarakat bahwa Jl. Palas Pastoran Rt. 002 rw. 003 Kel.
Palas Kec.Rumbai Kota Pekanbaru tepatnya dirumah Terdakwa sering
terjadinyatransaksi jual beli narkotika jenis daun ganja setelah itu Saksi
bersamateman Saksi melakukan pengrebekan terhadap rumah Terdakwa,
yangmana sewaktu dilakukan pengrebekan pada waktu Terdakwa
bersamatemannya yang bernama Saksi Carlinton Purba, Saksi Dirgantara
Rambe Purba dan Sdr. Daniel Tambunan beradadi samping rumah, setelah
itu dilakukan pemeriksaan di belakang rumahmilik Terdakwa tepat di
samping pintu belakang ada 1 (satu) kaleng catyang ditutup warna kuning
lalu kaleng cat tersebut dibuka danditemukan daun ganja kering yang
terbungkus denggan kantong plastikwarna putih dan kantong plastik warna
hitam setelah itu Terdakwamengakui bahwa daun ganja tersebut adalah
miliknya
d) Sewaktu dilakukan penangkapan terhadap Terdakwa, padawaktu itu ada
juga ikut diamankan Saksi Carlinton Purba, Saksi Dirgantara Rambe
Purba, dan Daniel Tambunan.
e) Adapun 1 (satu) kaleng cat yang ditutup warna kuning lalukaleng cat
tersebut dibuka dan ditemukan daun ganja kering yangterbungkus denggan
kantong plastik warna putih dan kantong plastic warna hitam ditemukan
dibelakang rumah tepatnya di samping pintubelakang.
f) Setelah dilakukan penangkapan terhadap Terdakwa laluTerdakwa
mengakui bahwa 1 (satu) kaleng cat yang ditutup warnakuning lalu kaleng
cat tersebut dibuka dan ditemukan daun ganja keringyang terbungkus
dengan kantong plastik warna putih dan kantongplastik warna hitam
adalam miliknya (Terdakwa dan keterangan Terdakwa bahwa ianya
mendapatkandaunganja kering dari Saksi Karmila.
g) Daun ganja kering yang ditemukan didalam kaleng catterbungkus dengan
plastik warna putih dan plastik hitam tersebut.
h) Pada hari Sabtu tanggal 23 April 2016 sekitar pukul 13.00wib di samping
rumah Jl. Palas Pastoran Rt. 002 rw. 003 Kel. Palas Kec. Rumbai Kota
Pekanbaru Saksi bersama teman Saksiyang bernama Saksi Bripka Frans
Utama.SH dan Saksi Brigadir Mhd. Akari Faisal mendapatkan informasi
darimasyarakat bahwa Jl. Palas Pastoran Rt. 002 Rw. 003 Kel. PalasKec.
Rumbai Kota Pekanbaru tepatnya dirumah Terdakwa seringterjadinya
transaksi jual beli narkotika jenis daun ganja. Pada hariminggu tanggal 24
April 2016 sekitar pukul 13.00 wib KapolsekRumbai kota Pekanbaru
memerintahkan Anggotanya melalui kanitReskrim Polsek Rumbai
menunjuk saksi, saksi Frans Utama.SH dan saksi Brigadir Mhd. Akari
Faisal,SH untuk melakukan penyelidikan di sekitar rumah terdakwa
Ridwan Jonson Maruli, Pada Pukul 18.20 wib saksi Bripka Rinaldi, saksi

Universitas Sumatera Utara


108

Bripka Frans Utama.SH dan saksi Brigadir Mhd. Akari Faisal, SH


melakukan penangkapanterhadap terdakwa Ridwan Jonson Maruli
disamping rumahdan yang mana Saksi dari arah belakang rumah terdakwa
dansaksi Bripka Frans Utama.SH dan Saksi Brigadir Mhd. Akari Faisal,
SH dari arah depan rumah selain Terdakwa juga ikut diamankan pada
waktu itu yaitu Saksi Carlinton Purba,Saksi Dirgantara Rambe Purba, dan
Daniel Tambunan,setelah itu saksi RINALDI melakukan pemeriksaan di
belakangrumah milik Terdakwa tepat di samping pintu belakang ada
1(satu) kaleng cat yang ditutup warna kuning lalu kaleng cattersebut
dibuka dan ditemukan daun ganja kering yang terbungkusdenggan kantong
plastik warna putih dan kantong plastik warnahitam setelah itu Terdakwa
dibawa ketempat ditemukan daunganja tersebut dan Terdakwa mengakui
bahwa daun ganjatersebut adalah milik terdakwa.
i) Adapun barang bukti yang ditemukan pada saat dilakukanpenangkapan
terhadap Saksi Carlinton Purba, Saksi Dirgantara Rambe Purba, dan
Daniel Tambunan.
j) Saksi CARLINTON PURBA berupa Daun ganja kering yang
terbungkusdengan kertas buku tulis dengan jumlah Paket Rp. 50.000 (lima
puluh riburupiah) dan 1 (satu) bungkus rokok Dunhill yang berisikan 4
(empat) batangrokok Dunhill.
k) Saksi Dirgantara Rambe Purba berupa Sisa Daun ganja kering
yangterbungkus dengan kertas buku tulis dengan jumlah Paket Rp. 20.000
(duapuluh ribu rupiah) dan 1 (satu) batang/ linting rokok yang
didugatembakaunyasudah dicampur diduga daun ganja kering dibalut
dengan kertas rokok yangsudah dibakar.
l) Sdr. Daniel Tambunan tidak ditemukan barang bukti.

Melakukan penangkapan terhadap Saksi Karmila adalah anggota Polresta

Pekanbaru akan tetapi dari hasil pengembangan Saksi bersama teman Saksi

melakukan penangkapan terhadap Saksi Karmila dirumahnya tidak ditemukan

Saksi Karmila akan tetapi terlebih dahulu meminta izin sama Pak RT. Pak Rw dan

warga setempat untuk melakukan penggeledahan lalu diizinkan oleh Pak RT, Pak

Rw dan warga setempat untuk melakukan penggeledahan didalam rumah

disaksikan juga oleh anak-anak Saksi Karmila setelah dilakukan pengeledahan

ditemukan 17 (Tujuh belas) bungkus besar daun ganja kering yang didapat dari 6

(Enam) karung plastik warna putih yang berisi kapas. Tanggapan Terdakwa

Universitas Sumatera Utara


109

membenarkan keterangan para saksi, namun teradakwa mengatakan ada dilakukan

pemaksaan ketika memberikan keterangan di Polsek Rumbai

2. Mhd. Akari Faisal, Dibawah sumpah menurut agama Islam pada pokoknya

menerangkan sebagai berikut:

a) saksi pernah diperiksa oleh penyidik dan saksi menanda tanganiBerita


Acara Pemeriksaan.
b) terdakwa Ridwan Jonson Maruli ditangkap pada hari Minggutanggal 24
April 2016 sekitar pukul 18.20 wib di samping rumah Jl. PalasPastoran Rt.
002 rw. 003 Kel. Palas Kec. Rumbai Kota Pekanbaru dan yangmelakukan
penangkapan pada saat itu adalah saksi bersama Saksi BripkaFrans
Utama,SH dan Saksi Brigadir Mhd. Akari Faisal.
c) Sebab saksi melakukan penangkapan bersama rekan saksi.Saksi Bripka
Frans Utama,SH dan Rinaldi terhadap terdakwa Ridwan Jonson Maruli
adalah dikarenakan saksi bersama teman saksimendapatkan informasi dari
masyarakat bahwa Jl. Palas Pastoran Rt. 002 rw.003 Kel. Palas Kec.
Rumbai Kota Pekanbaru tepatnya dirumah Terdakwa seringterjadinya
transaksi jual beli narkotika jenis daun ganja setelah itu Saksibersama
teman Saksi melakukan pengrebekan terhadap rumah Terdakwa,
yangmana sewaktu dilakukan pengrebekan pada waktu Terdakwa
bersamatemannya yang bernama Saksi Carlinton Purba, Saksi Dirgantara
Rambe Purba dan Sdr. Daniel Tambunan berada di samping rumah,setelah
itu dilakukan pemeriksaan di belakang rumah milik Terdakwa tepat
disamping pintu belakang ada 1 (satu) kaleng cat yang ditutup warna
kuning lalukaleng cat tersebut dibuka dan ditemukan daun ganja kering
yang terbungkusdengan kantong plastik warna putih dan kantong plastik
warna hitam setelahitu Terdakwa mengakui bahwa daun ganja tersebut
adalah miliknya.
d) Sewaktu dilakukan penangkapan terhadap Terdakwa, pada waktu ituada
juga ikut diamankan Saksi Carlinton Purba, Saksi Dirgantara Rambe
Purba, dan Daniel Tambunan.
e) Adapun 1 (satu) kaleng cat yang ditutup warna kuning lalu kaleng
cattersebut dibuka dan ditemukan daun ganja kering yang terbungkus
dengan kantong plastik warna putih dan kantong plastik warna hitam
ditemukandibelakang rumah tepatnya di samping pintu belakang.
f) Setelah dilakukan penangkapan terhadap Terdakwa lalu
Terdakwamengakui bahwa 1 (satu) kaleng cat yang ditutup warna kuning
lalu kaleng cattersebut dibuka dan ditemukan daun ganja kering yang
terbungkus dengankantong plastik warna putih dan kantong plastik warna
hitam adalam miliknya(Terdakwa)
g) Dari keterangan Terdakwa bahwa ianya mendapatkan daunganjakering
dari Saksi Karmila.

Universitas Sumatera Utara


110

h) Daun ganja kering yang ditemukan didalam kaleng cat terbungkusdengan


plastik warna putih dan plastik hitam tersebut.
i) Pada hari Sabtu tanggal 23 April 2016 sekitar pukul 13.00 wib disamping
rumah Jl. Palas Pastoran Rt. 002 rw. 003 Kel. Palas Kec. Rumbai
KotaPekanbaru Saksi bersama teman Saksi yang bernama Saksi Bripka
Frans Utama,SH dan Saksi Brigadir Mhd. Akari Faisal mendapatkan
informasidari masyarakat bahwa Jl. Palas Pastoran Rt. 002 Rw. 003 Kel.
Palas Kec.Rumbai Kota Pekanbaru tepatnya dirumah Terdakwa sering
terjadinya transaksijual beli narkotika jenis daun ganja. Pada hari minggu
tanggal 24 April 2016sekitar pukul 13.00 wib Kapolsek Rumbai kota
Pekanbaru memerintahkanAnggotanya melalui kanit Reskrim Polsek
Rumbai menunjuk saksi, saksi Frans Utama.SH dan saksi Brigadir Mhd.
Akari Faisal, SHuntuk melakukan penyelidikan di sekitar rumah terdakwa
Ridwan Jonson Maruli, Pada Pukul 18.20 wib saksi Bripka Rinaldi, saksi
Bripka Frans Utama,SH dan saksi Brigadir Mhd. Akari Faisal, SH
melakukanpenangkapan terhadap terdakwa Ridwan Jonson Maruli
disamping rumahdan yang mana Saksi dari arah belakang rumah terdakwa
dan saksi Bripka Frans Utama.SH dan Saksi Brigadir Mhd. Akari Faisal,
SH dari arahdepan rumah selain Terdakwa juga ikut diamankan pada
waktu itu yaitu Saksi Carlinton Purba, Saksi Dirgantara Rambe Purba, dan
Daniel Tambunan, setelah itu saksi Rinaldi melakukan pemeriksaan di
belakangrumah milik Terdakwa tepat di samping pintu belakang ada 1
(satu) kaleng catyang ditutup warna kuning lalu kaleng cat tersebut dibuka
dan ditemukan daunganja kering yang terbungkus denggan kantong plastik
warna putih dan kantongplastik warna hitam setelah itu Terdakwa dibawa
ketempat ditemukan daun ganja tersebut dan Terdakwa mengakui bahwa
daun ganja tersebut adalah milikterdakwa
j) Adapun barang bukti yang ditemukan pada saat dilakukanpenangkapan
terhadap Saksi Carlinton Purba, Saksi Dirgantara Rambe Purba, dan
Daniel Tambunan.
k) Saksi Carunton Purbaberupa Daun ganja kering yang terbungkusdengan
kertas buku tulis dengan jumlah Paket Rp. 50.000 (lima puluh riburupiah)
dan 1 (satu) bungkus rokok DUNHILL yang berisikan 4 (empat)
batangrokok Dunhill.
l) Saksi Dirgantara Rambe Purba berupa Sisa Daun ganja kering
yangterbungkus dengan kertas buku tulis dengan jumlah Paket Rp. 20.000
(duapuluh ribu rupiah) dan 1 (satu) batang / linting rokokyang
tembakaunya sudah dicampur daun ganja kering dibalut dengan
kertasrokok yang sudah dibakar.
m) Sdr. Daniel Tambunan tidak ditemukan barang bukti.

Melakukan penangkapan terhadap Saksi Karmila adalah anggota Polresta

Pekanbaru akan tetapi dari hasil pengembangan Saksi bersama teman Saksi

Universitas Sumatera Utara


111

melakukan penangkapan terhadap Saksi Karmila dirumahnya tidak ditemukan

Saksi Karmila akan tetapi terlebih dahulu meminta izin sama Pak RT, Pak Rw dan

warga setempat untuk melakukan penggeledahan lalu diizinkan oleh Pak RT, Pak

Rw dan warga setempat untuk melakukan penggeledahan didalam rumah

disaksikan juga oleh anak-anak Saksi Karmila setelah dilakukan pengeledahan

ditemukan 17 (Tujuh belas) bungkus besar daun ganja kering yang didapat dari 6

(Enam) karung plastik warna putih yang berisi kapas.

Tanggapan Terdakwa membenarkan keterangan para saksi, namun terdakwa

mengatakan ada dilakukan pemaksaan ketika memberikan keterangan diPolsek

Rumbai.

3. Frans Utama, SH, Dibawah sumpah menurut agama Islam pada pokoknya

menerangkan sebagai berikut:

a) saksi pernah diperiksa oleh penyidik dan saksi menanda tangani Berita
Acara Pemeriksaan.
b) Terdakwa Ridwan Jonson Maruli ditangkap pada hari Minggutanggal 24
April 2016 sekitar pukul 18.20 wib di samping rumah Jl. PalasPastoran Rt.
002 rw. 003 Kel. Palas Kec. Rumbai Kota Pekanbaru dan yangmelakukan
penangkapan pada saat itu adalah saksi bersama Saksi Rinaldi dan Saksi
M. Akari Faisal.
c) Sebab saksi melakukan penangkapan bersama rekan saksi
terhadapterdakwa Ridwan Jonson Maruli adalah dikarenakan saksi
bersamateman saksi mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa Jl.
Palas PastoranRt. 002 rw. 003 Kel. Palas Kec. Rumbai Kota Pekanbaru
tepatnya dirumahTerdakwa sering terjadinya transaksi jual beli narkotika
jenis daun ganja setelahitu Saksi bersama teman Saksi melakukan
pengrebekan terhadap rumahTerdakwa, yang mana sewaktu dilakukan
pengrebekan pada waktu Terdakwabersama temannya yang bernama Saksi
Carlinton Purba, Saksi Dirgantara Rambe Purba dan Sdr. Daniel
Tambunan berada disamping rumah, setelah itu dilakukan pemeriksaan di
belakang rumah milikTerdakwa tepat di samping pintu belakang ada 1
(satu) kaleng cat yang ditutupwarna kuning lalu kaleng cat tersebut dibuka
dan ditemukan daun ganja keringyang terbungkus denggan kantong plastik
warna putih dan kantong plastic warna hitam setelah itu Terdakwa
mengakui bahwa daun ganja tersebut adalahmiliknya.

Universitas Sumatera Utara


112

d) sewaktu dilakukan penangkapan terhadap Terdakwa, pada waktu ituada


juga ikut diamankan Saksi Carlinton Purba, Saksi Dirgantara Rambe
Purba, dan Daniel Tambunan.
e) Adapun 1 (satu) kaleng cat yang ditutup warna kuning lalu kaleng
cattersebut dibuka dan ditemukan daun ganja kering yang terbungkus
dengankantong plastik warna putih dan kantong plastik warna hitam
ditemukandibelakang rumah tepatnya di samping pintu belakang.
f) Setelah dilakukan penangkapan terhadap Terdakwa lalu
Terdakwamengakui bahwa 1 (satu) kaleng cat yang ditutup warna kuning
lalu kaleng cattersebut dibuka dan ditemukan daun ganja kering yang
terbungkus dengan kantong plastik warna pulih dan kantong plastik warna
hitam adalam miliknya(Terdakwa)
g) dari keterangan Terdakwa bahwa ianya mendapatkan daunganjakering dari
Saksi Karmila.
h) Daun ganja kering yang ditemukan didalam kaleng cat terbungkusdengan
plastik warna putih dan plastik hitam tersebut.
i) Pada hari Sabtu tanggal 23 April 2016 sekitar pukul 13.00 wib disamping
rumah Jl. Palas Pastoran Rt. 002 rw. 003 Kel. Palas Kec. Rumbai
KotaPekanbaru Saksi bersama teman Saksi mendapatkan informasi dari
masyarakatbahwa Jl. Palas Pastoran Rt. 002 Rw. 003 Kel. Palas Kec.
Rumbai KotaPekanbaru tepatnya dirumah Terdakwa sering terjadinya
transaksi jual belinarkotika jenis daun ganja. Pada hari minggu tanggal 24
April 2016 sekitar pukul13.00 wib Kapolsek Rumbai kota Pekanbaru
memerintahkan Anggotanyamelalui kanit Reskrim Polsek Rumbai
menunjuk saksi, saksi Rinaldi dan saksi. Saksi Brigadir Mhd. Akari Faisal,
SH untuk melakukan penyelidikandi sekitar rumah terdakwa Ridwan
Jonson Maruli, Pada Pukul 18.20 wibsaksi Bripka Rinaldi, saksi Bripka
Frans Utama,SH dan saksi Brigadir Mhd. Akari Faisal. SH melakukan
penangkapan terhadapterdakwa Ridwan Jonson Maruli disamping rumah
dan yang mana Saksidari arah belakang rumah terdakwa dan saksi Bripka
Frans Utama,SH dan Saksi Brigadir Mhd. Akari Faisal SH dari arah depan
rumah selainTerdakwa juga ikut diamankan pada waktu itu yaitu Saksi
Carunton Purba.Saksi Dirgantara Rambe Purba, dan Daniel Tambunan.
setelah itusaksi Rinaldi melakukan pemeriksaan di belakang rumah milik
Terdakwa tepatdi samping pintu belakang ada 1 (satu) kaleng cat yang
ditutup warna kuninglalu kaleng cat tersebut dibuka dan ditemukan daun
ganja kering yangterbungkus denggan kantong plastik warna putih dan
kantong plastik warnahitam setelah itu Terdakwa dibawa ketempat
ditemukan daun ganja tersebutdan Terdakwa mengakui bahwa daun ganja
tersebut adalah milik terdakwa
j) Adapun barang bukti yang ditemukan pada saat dilakukanpenangkapan
terhadap Saksi Carunton Purba. Saksi Dirgantara Rambe Purba, dan
Daniel Tambunan.
k) Saksi Carunton Purba berupa Daun ganja kering yang terbungkusdengan
kertas buku tulis dengan jumlah Paket Rp. 50.000 (lima puluh ribu rupiah)

Universitas Sumatera Utara


113

dan 1 (satu) bungkus rokok Dunhill yang berisikan 4 (empat) batangrokok


Dunhill.
l) Saksi Dirgantara Rambe Purba berupa Sisa Daun ganja kering
yangterbungkus dengan kertas buku tulis dengan jumlah Paket Rp. 20.000
(duapuluh ribu rupiah) dan 1 (satu) batang/ linting rokok yang diduga
tembakaunyasudah dicampur diduga daun ganja kering dibalut dengan
kertas rokok yangsudah dibakar.
m) Saksi Daniel Tambunan tidak ditemukan barang bukti.

Melakukan penangkapan terhadap Saksi Karmila adalah anggota Polresta

Pekanbaru akan tetapi dari hasil pengembangan Saksi bersama teman Saksi

melakukan penangkapan terhadap Saksi Karmila dirumahnya tidak ditemukan

Saksi Karmila akan tetapi terlebih dahulu meminta izin sama Pak RT, Pak Rw dan

warga setempat untuk melakukan penggeledahan lalu diizinkan oleh Pak RT, Pak

Rw dan warga setempat untuk melakukan penggeledahan didalam rumah

disaksikan juga oleh anak-anak Saksi Karmila setelah dilakukan pengeledahan

ditemukan 17 (Tujuh belas) bungkus besar daun ganja kering yang didapat dari 6

(Enam) karung plastik warna putih yang berisi kapas.

Tanggapan Terdakwa membenarkan keterangan para saksi, namun terdakwa

mengatakan ada dilakukan pemaksaan ketika memberikan keterangan di Polsek

Rumbai

3. Tuntutan

Pengadilan Negeri Pematang Siantar yang mengadili perkara pidana dengan acara

pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama menjatuhkan putusan sebagai berikut

dalam perkara Terdakwa:

Nama lengkap : Atan Makmur Alias Ong;


Tempat lahir : PematangSiantar;
Umur/Tanggal lahir : 37 Tahun/28 Juni 1977;
Jenis kelamin : Laki-laki;

Universitas Sumatera Utara


114

Kebangsaan : Indonesia;
Tempat tinggal : Jalan Durian Gang Pulut Hitam I Kelurahan MarihatJaya
Kecamatan Siantar Marihat Pematang Siantar/Jalan Pane No. 1 Belakang
Kelurahan KaroKecamatan Siantar Selatan Pematang Siantar.
Agama : Budha;
Pekerjaan : Wiraswasta

Terdakwa ditahan dalam Rumah Tahanan Negara oleh:

1. Penyidik, No.Pol:SP.Han/40/V/2015/Res.Narkoba, sejak tanggal 30 Mei2015


sampai dengan tanggal 18 Juni 2015;
2. Perpanjangan Penuntut Umum, Nomor: B-1133/N.2.12/Euh.1/6/2015,
sejaktanggal 19 Juni 2015 sampai dengan tanggal 28 Juli 2015;
3. Perpanjangan Ketua Pengadilan Negeri Pematangsiantar
Nomor281/Pen.Pid/2015/PN-PMS, sejak tanggal 29 Juli 2015 sampai
dengantanggal 27 Agustus 2015;
4. Penuntut Umum, Nomor:PRINT-73/N.2.12/Euh.2/08/2015, sejak tanggal
20Agustus 2015 sampai dengan tanggal 08 September 2015;
5. Perpanjangan Ketua Pengadilan Negeri Pematangsiantar
Nomor341/Pen.Pid/2015/PN-PMS, sejak tanggal 09 September 2015
sampaidengan tanggal 08 Oktober 2015;
6. Hakim Pengadilan Negeri Pematang Siantar, Nomor
367/Pid.Sus/2015/PNPMS,sejak tanggal 22 September 2015 sampai dengan
tanggal 21 Oktober2015;
7. Perpanjangan Ketua Pengadilan Negeri Pematang Siantar, Nomor
368/Pid.Sus/2015/PN-PMS sejak tanggal 22 Oktober 2015 sampai dengan
tanggal 20 Desember 2015;
8. Perpanjangan Ketua Pengadilan Tinggi Medan I, Nomor
2819/Pen.Pid/2015/PT-MDN, sejak tanggal 21 Desember 2015 sampai dengan
tanggal 19 Januari 2016;
9. Perpanjangan Ketua Pengadilan Tinggi Medan II, Nomor
67/Pen.Pid/2016/PT-MDN, sejak tanggal 20 Januari 2016 sampai dengan
tanggal 18 Pebruari 2016.

Terdakwa didampingi oleh Penasihat Hukum yaitu Besar Banjarnahor,SH, Ronal

Alexander Hutagaol, SH, Muflih Sinaga, SH dan Harfin GunawanSiagian, SH,

Advokat/Penasehat Hukum dari Kantor Lembaga Bantuan Hukum Siantar-

Simalungun (LBH S-S) beralamat di Jalan Viyata Yudha Perum Kodam BTN No.

60 Pematang Siantar berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 30 September

2015.

Universitas Sumatera Utara


115

Pengadilan Negeri tersebut, Setelah membaca:

1. Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Pematang Siantar Nomor

231/Pid.Sus/ 2015/PN-Pms, tanggal 2 September 2015 tentang

penunjukan Majelis Hakim;

2. Penetapan Majelis Hakim Nomor 231/Pid.Sus/2015/PN-Pms, tanggal

23 September 2015 tentang penetapan hari sidang;

3. Berkas perkara dan surat-surat lain yang bersangkutan;

Pembacaan tuntutan pidana Nomor Reg. Perkara :PDM-74/PSIAN/Euh.2/08/2015

yang dibacakan pada tanggal 05 Januari 2016pada pokoknya sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa Atan Makmur Alias Ong terbukti secara sahmelakukan


perbuatan “Yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki,menyimpan,
menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman yang
beratnya melebihi 5 (lima) gram” sebagaimana dalam Dakwaan kedua
melanggar Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang RI No. 35Tahun 2009 Tentang
Narkotika;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Atan Makmur Alias Ong selama 15
(lima belas) tahun penjara dikurangi selama terdakwa ditahandengan perintah
agar terdakwa tetap ditahan, Denda sebesar Rp.1.000.000.000.- (satu milyar
rupiah) Subsidair 1 (satu) tahun penjara;
3. Menetapkan barang bukti berupa:
a) 1 (satu) bungkus plastic klip berisi Narkotika jenis Shabu dibungkus kertas
koran;
b) 1 (satu) bungkus plastik warna hitam berisi Narkotika jenis Shabu;
c) 1 (satu) buah bekas minuman Teh Botol yang didalamnya terdapat 2(dua)
paket Shabu, dimana berat seluruhnya 108,39 (seratus delapankoma tiga
puluh sembilan) gram, berdasarkan Daftar Hasil Penimbanganatas
permintaan : Polres Pematang Siantar yang dikeluarkan oleh
PerumPegadaian tertanggal 30 Mei 2015;
d) 1 (satu) HP Merk Nokia Warna Putih;
e) 1 (satu) timbangan Digital;
f) 1 (satu) Buah Brankas Merek Presiden;
Masing-masing dirampas untuk dimusnakan;
a) 1 (satu) dompet didalamnya terdapat uang sebesar Rp. 1.140.000.-
(satujuta seratus empat puluh ribu rupiah);
Dirampas untuk Negara;

Universitas Sumatera Utara


116

4. Menetapkan supaya Terdakwa Atan Makmur Alias Ong dibebanimembayar


biaya perkara sebesar Rp. 1.000, (seribu rupiah)

Setelah mendengar pembelaan Terdakwa secara tertulis tertanggal 12Januari 2016

yang dibacakan dipersidangan pada pokonya Terdakwa mengaku bersalah atas

perbuatannya dan Terdakwa telah membantu pihak BNN Pematang Siantar

mengungkap keterlibatan pihak Polres Pematang Siantar menerima sejumlah

setoran dari Terdakwa dan keterlibatan beberapa Anggota Kepolisian Polres

Pematang Siantar yang memakai Shabu sehingga aparat penegak hukum

khususnya Kepolisian tidak mendukung program pemerintah dalam

pemberantasan Narkotika serta telah membantu pemerintah didalam

pengungkapan sejumlah peredaran uang dari Bandar Narkotika ke Aparat

Kepolisan Pematang Siantar dengan mengajukan bukti-bukti surat serta foto

danvideo yang terlampir di dalam pembelaan, begitu juga dengan

PenasehatHukum Terdakwa mengajukan Pembelaan (Pledoi) secara tertulis

tertanggal 12 Desember 2015 yang pada pokoknya bahwa terdakwa telah

mengakui perbuatannya serta permohonan tentang perlindungan bagi terdakwa

selaku Justice Collaborator dalam pengungkapan pelaku utama Bandar Narkotika

sesuai dengan SEMA No. 4 Tahun 2011 angka 9 huruf c selanjutnya meminta

kepada Majelis untuk menjatuhkan putusan percobaan bersyarat khusus atau

penjatuhan pidana penjara paling ringan kepada terdakwa.

Setelah mendengar tanggapan Penuntut Umum (replik) terhadap pembelaan

Terdakwa dan Kuasa Hukumnya secara tertulis tertanggal 18 Januari 2015 yang

pada pokoknya menolak pembelaan terdakwa dan Penasehat Hukum Terdakwa

dan tetap pada tuntutannya semula, begitu pula Terdakwa dan Penasehat Hukum

Universitas Sumatera Utara


117

Terdakwa pada tanggapannya (duplik) secara tertulis masing-masing tertanggal 21

Januari 2016 yang menyatakan tetap pada permohonannya semula.

Terdakwa diajukan ke persidangan oleh Penuntut Umum berdasarkan surat

dakwaan Nomor Register Perkara: PDM-74/PSIAN/Euh.2/08/2015 yang

dibacakan tanggal 30 September 2015.

Sedangkan tuntutan untuk putusan Pengadilan Negeri Nomor

683/Pid.Sus/2016/PN.Pbr, yaitu:

Pengadilan Negeri Pekanbaru yang mengadili perkara pidana denganacara

pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama menjatuhkan putusan sebagai berikut

dalam perkara Terdakwa :

Nama Lengkap : Ridwan Jonson Maruli


Tempat Lahir : Pekanbaru
Umur/Tgl Lahir : 38 Tahun /14 Juli 1978
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Jl. Palas Pastoran RT 002 RW 003 Kel. PalasKec. Rumbai
Kota Pekanbaru
Agama : Kristen
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMA (Tamat)

Terdakwa ditahan dalam tahanan Rumah Tahanan Negara oleh :

1. Penyidik sejak tanggal 29 April 2016 sampai dengan tanggal 18 Mei2016;

2. Penyidik Perpanjangan Oleh Penuntut Umum sejak tanggal 20 Mei2016

sampai dengan tanggal 28 Juni 2016;

Universitas Sumatera Utara


118

3. Penuntut Umum sejak tanggal 29 Juni 2016 sampai dengan tanggal 18Juli

2016;

4. Majelis Hakim sejak tanggal 14 Juli 2016 sampai dengan tanggal 12Agustus

2016;

5. Perpanjangan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Pekanbaru sejak tanggal13

Agustus 2016 sampai dengan tanggal 11 Oktober 2016;

Terdakwa didampingi oleh Penasihat Hukum Herbet Sirait, SH dan RubiRaj, SH

beralamat di Jalan Gurami Blok A No.2 Kampar, berdasarkan Surat Kuasa

Khusus Nomor 003/L0-HS/Pid/V/ tanggal 12 Mei 2016.

Pengadilan Negeri tersebut, setelah membaca:

1. Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor

683/Pid.Sus/2016/PN Pbr tanggal 14 Juli 2016 tentang penunjukan

Majelis Hakim;

2. Penetapan Majelis Hakim Nomor 676/Pid/B/2016/PN Pbr tanggal 16

Juli 2016 tentang penetapan hari sidang;

3. Berkas perkara dan surat-surat lain yang bersangkutan;

Setelah mendengar pembacaan tuntutan pidana yang diajukan oleh Penuntut

Umum yang pada pokoknya sebagai berikut:

1. Menyatakan terdakwa Ridwan Jonson Maruli secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana "tanpa hak atau melawan hukum menjual

dan membeli Narkotika Golongan I " sebagaimana dalam Dakwaan Pertama

Universitas Sumatera Utara


119

melanggar Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang

Narkotika.

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ridwan Jonson Maruli, dengan pidana

penjara selama 10 (Sepuluh) Tahun, dikurangi selama menjalani penahanan

sementara, dengan perintah agar terdakwa tetapditahan dan denda sebesar Rp

1.000.000.000 (Satu Milyar Rupiah), subsider 6 (Enam) bulan penjara.

3. Menyatakan barang bukti berupa :

a) 1 kaleng cat warna putih yang berisikan daun ganja yangterbungkus dalam
kantong plastik warna putih
b) dan kantong plastik warna hitam dengan berat bersih 321,29 gram
c) Daun ganja yang telah dimusnahkan 302,29 gram
d) 1 gram daun ganja barang bukti telah diperiksa dipersidangan
e) 2 bungkus plastik putih dan warna hitam sebagai pembungkusbarang bukti
seberat 32,40 gram
f) Daun ganja yang dibawa untuk pemeriksaan ke Puslabsfor PolriCabang
Medan dengan berat 18 gram
g) dan dikembalikan 1 plastik daun ganja dengan berat netto 15 gram
h) 1 tutup kaleng cat warna kuning bertuliskan JOTUN
i) Masing-masing barang bukti dirampas untuk dimusnahkan
j) 1 lembar uang Pecahan Rp. 50.000 (Lima Puluh Ribu Rupiah)
k) 1 lembar uang Pecahan Rp. 20.000 (dua Puluh Ribu Rupiah)
Masing-masing barang bukti dirampas untuk negara

4. Menetapkan agar terpidana membayar biaya perkara sebesar Rp.2.000.- (dua

ribu rupiah).

Setelah mendengar pembelaan Terdakwa dan atau Penasihat Hukum Terdakwa

yang pada pokoknya sebagai berikut:

1. Terdakwa merupakan Justice Collaborator sebagaimanadiatur dalam SEMA


Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Perlakuan BagiPelapor Tindak Pidana (Whistle
blower) Dan Saksi Pelaku YangBekerjasama (Justice Collaborator) Didalam
Perkara Tindak PidanaTertentu. Mal tersebut berdasarkan keterangan Saksi
Verbalisant RudiGunawan di depan persidangan yang menerangkan bahwa
Pihak PolisiBerterima Kasih kepada Ridwan Jonson Maruli karena berkat
keteranganRidwan Jonson Maruli dan dilakukan pengembangan oleh Polisi

Universitas Sumatera Utara


120

makatertangkaplah Pelaku sebenarnya yaitu Saksi Karmila dalam


berkasterpisah. Berdasarkan keterangan tersebut pada saat itu KetuaMajelis
Hakim memerintahkan Panitera Perkara a quo untuk dicatatsebagai bahan
pertimbangan bahwa Terdakwa Merupakan Justice Collaborator dan
keterangan tersebut telah tercatat dalam catatanPanitera Perkara Aquo.
2. Ada kejanggalan dan ketidakadilan yang terjadi dalam perkaraaquo yaitu pada
waktu penangkapan. Pihak polisi diduga "tebang pilih"mengingat pada saat itu
selain terdakwa masih ada beberapa orang yangturut ditangkap oleh pihak
Polisi dari Polsek Rumbai yaitu CarlintonPurba, Dirgantara Rambe Purba dan
Daniel Tambunan namun Faktanyadiduga pihak polisi berlaku "khusus"
terhadap orang-orang tersebut. Olehpihak Polisi mereka dijadikan hanya Saksi
padahal yang tertangkap biladianalisa secara hukum keterlibatannya maka
patut diduga merekamelanggar Pasal 114 ayat 1 UU No 35 Tahun 2009 tetang
Narkotika.Demi keadilan Dengan ini kami mohon kepada majelis hakim
yangmemeriksa dan memutus perkara aquo untuk membatalkan
assesmenterhadap saksi Carlinton Purba dan Saksi Dirgantara Rambe
Purbakarena assesmen tersebut cacat hukum serta memerintahkan
danmenetapkan kepada Pihak Penyidik Polsek Rumbai untuk
memeriksakembali para saksi.
3. Terdakwa mengakui secara terus terang tentang tindak pidana
yangdilakukannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.
4. Terdakwa adalah sebagai tulang punggung untuk mencari nalkah
bagikeluarganya.
5. Terdakwa menyesalinya dan berjanji tidak akan mengulangiperbuatannya.
6. Terdakwa masih ada kesempatan untuk merobah perbuatannya.
7. Terdakwa tidak berbelit-belit dan berlaku sopan dipersidangan.
8. Terdakwa belum pernah dihukum.

Berdasarkan hal tersebut di atas Kami Penasehat Hukum Terdakwa Atas Nama

Ridwan Jonson Maruli, Mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa,

mengadili dan memutuskan perkara ini untuk Memberikan Hukuman yang

Seringan-ringannya kepada Terdakwa. Setelah mendengar permohonan Terdakwa

yang pada pokoknya menyatakan terdakwa menyesali, berjanji tidak akan

mengulangi lagi dan mohon hukuman yang seringan-ringannya; Setelah

mendengar tanggapan Penuntut Umum terhadap pembelaan Terdakwa yang pada

pokoknya Penuntut Umum tetap pada tuntutan yang telah dibacakan pada sidang

yang lalu.

Universitas Sumatera Utara


121

4. Fakta-fakta Hukum

Berdasarkan alat bukti yang diajukan diperoleh fakta-fakta hukum sebagai

berikut:

1) Pada hari Kamis tanggal 28 Mei 2015 sekitar pukul 08.00 wibbertempat di
Jalan Narumonda Bawah No. 30 Kelurahan Kebun SayurKecamatan
Siantar Timur Kota Pematangsiantar, Terdakwa telahditangkap pihak
Kepolisian Polres Pematangsiantar tepatnya di rumahJhon Esra Ginting
(berkas terpisah) atas kepemilikan Narkotika jenisShabu;
2) setelah Terdakwa Jhon Esra Ginting ditangkap, saksi-saksi dariPihak
kepolisan Polres pematangsiantar meminta Jhon Esra Gintingmemesan
Narkoitika kepada Terdakwa dan diantarkan ke rumahTerdakwa Jhon Esra
Ginting;
3) Lebih kurang 15 menit, Terdakwa datang untuk menjumpaiTerdakwa Jhon
Esra Ginting dan saksi-saksi dari Polres Pematang Siantarmenangkap
Terdakwa;
4) Terdakwa digeledah dan ditemukan barang bukti berupa 1 (satu)unit
Handphone Merek Nokia Warna Putih dan 1 (satu) buah dompetberisi
uang sebesar Rp. 1.140.000.- (satu juta seratus empat puluh riburupiah)
serta dari kantong celana Terdakwa ditemukan 1 (satu) paketberisi
Narkotika jenis Shabu;
5) Terdakwa juga dibawa kerumah Terdakwa dan ditemukan 1
(satu)timbangan Digital dan 1 (satu) Brankas Merk Presiden terbuat dari
besi;
6) Brankas Merk Presiden di bawa ke Kantor Kepolisian PolresPematang
Siantar serta dibuka secara paksa dengan menggunakan MesinGrenda
dengan disaksikan Terdakwa dan di dalamnya ditemukan 1 (satu) bungkus
plastic warna hitam berisi 1 (satu) paket Shabu dan 1(satu) buah kotak
bekas minuman teh botol berisi 2 (dua) paket Shabu;
7) Terdakwa tidak mengakui barang bukti adalah milik Terdakwa melainkan
milik dari Apin Lehu (DPO) yang dititipkan kepada Rico Damanik (DPO)
dan menitipkan kepada Terdakwa untuk dijual kepadapemesan;
8) Terdakwa bekerja dengan Apin Lehu yang merupakan Bandar Narkoba
Kota Pematang Siantar-Simalungun dan telah bekerja selama 2 (dua)
tahun dengan mendapat upah sebesar Rp. 15.000.000.- (lima belasjuta
rupiah) setiap bulannya;
9) Sistem kerja Terdakwa mengumpulkan penjualan dari anggotadan
menyetorkannya kepada orangtua Apin Lehu dan setiap harinyaberomzet
lebih kurang Rp. 200.000.000.- (dua ratus juta rupiah) sampaiRp.
300.000.000.- (tiga ratus juta rupiah);
10) Terdakwa menyetor uang kepada Apin Lehu selama 2 atau3 hari bisa
mencapai Rp. 1 (satu) Milyar Rupiah;

Universitas Sumatera Utara


122

11) Terdakwa juga sering menyelesaikan masalah apabila rekanterdakwa


tertangkap pihak Kepolisian dalam hal penjualan Narkotika;
12) Ada juga yang Terdakwa urus setelah tertangkap di lokasikejadian supaya
selesai;
13) untuk penyelesaiannya Terdakwa memberikan sejumlah uangkepada pihak
Kepolisian Polres Pematangsiantar dan diserahkan kepadaResbon Gultom
Kepala Bagian Operasional Satuan Narkoba (KBO)Polres Kota
PematangSiantar;
14) Setiap penyetoran kepada pihak Kepolisian PolresPematang Siantar
biasanya Terdakwa menyetor sebesar Rp. 29.000.000.-(dua puluh
Sembilan juta rupiah);
15) Terdakwa juga beberapa kali menyetor uang kepada KasatNarkoba dengan
cara mentranpernya melalui Bank dan juga Terdakwaada membelikan
Sepeda Motor Honda Beat kepada BambangSurya Waskito yang
merupakan Kepala Satuan Narkoba (Kasat Narkoba)Polres Pematang
Siantar sebesar Rp 14.790.000.- (empat belas juta tujuhratus Sembilan
puluh ribu rupiah);
16) Penangkapan terhadap diri Terdakwa sudah diketahuisebelumnya dari
pihak Badan Narkotika Nasional (BNN) KotaPematang Siantar, dimana
apabila Terdakwa ditangkap maka akandibantu oleh Apin Lehu namun
kenyataannya tidak dibantu oleh Apin Lehu, lalu Terdakwa bekerjasama
dengan pihak BNN untuk membantumengungkap keterlibatan Apin Lehu
dan peredaran Narkotika diPematang Siantar dan terdakwa menduga Apin
Lehu yang menangkapTerdakwa melalui pihak Kepolisian Polres
Pematang Siantar setelahmengetahui Terdakwa bekerja sama dengan
Pihak BNN Kota pematangsiantar.

Berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut diatas, Terdakwa dapat dinyatakan telah

melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.Terdakwa telah didakwa

oleh Penuntut Umum dengan Dakwaan berbentuk Alternatif. Dakwaan Pertama

melanggar Pasal 114ayat (2) Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, Atau Kedua

melanggar Pasal112 ayat (2) Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika. Terhadap bentuk Dakwaan Penuntut Umum tersebut, sesuai dengan

ketarangan saksi-saksi dan terdakwa serta fakta hukum, maka Majelis dapat

memilih Dakwaan yang sesuai dengan perbuatan terdakwa yaitu Dakwaan

Universitas Sumatera Utara


123

Alternatif Kedua yaitu melanggar Pasal 112 ayat (2) Undang-undang RI No. 35

Tahun 2009 tentang Narkotika yang unsur-unsurnya sebagai berikut:

1. Setiap orang;

2. Tanpa hak atau melawan hukum;

3. Unsur memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika

Golongan I bukan tanaman dengan berat melebihi 5 gram

Sedangkan fakta-fakta hukum untuk putusan Pengadilan Negeri Nomor

683/Pid.Sus/2016/PN.Pbr, yaitu:

Berdasarkan alat bukti dan barang bukti yang diajukan diperoleh fakta-fakta

hukum sebagai berikut:

1) Terdakwa membeli Narkotika jenis daun ganja pada tanggal 03 April 2016
sekitar pukul 12.00 wib di Jl. Kubang raya Panam kec. Tampan dan terdakwa
membeli narkotika daun ganja tersebut dari Saksi Karmila,
2) 1 (satu) Kg seharga Rp. 1.800.000 (satu juta delapan ratus ribu rupiah) ganja
tersebut terdakwa jual lagi kepada orang lain, untuk mendapatkan keuntungan,
terdakwa telah membeli dari saksi karmila sebanyak 3 kg
3) Terdakwa menjual ke saksi Carlinton Purba paket Rp. 50.000 dan ke
saksiDirgantara Rambe Purba paket Rp. 20.000.
4) Berdasarkan Berita Acara Penimbangan dan Penyegelan dari Pegadaian
Cabang Pekanbaru Nomor : 186/BB/P/IV/180500/2015 tanggal27 April 2016
bahwa berat bersih ganja 321,29 gram
5) Berdasarkan Berita Acara analisis Laboratorium Barang Bukti dan Urine dari
Laboratorium Forensik Polri Cabang Medan No. LAB : 5682/NNF/2015
tanggal 03 Mei 2016 yang dibuat dan ditandatangani atas kekuatan sumpah
jabatan , oleh Zulni Erma dan Deliana Naiborhu diketahui oleh Waka
Laboratorium Forensik Cabang Medan Dra. Melta Tarigan, M.Si, dari
analisisnya antara lain disimpulkan bahwa ganja dengan berat bersih 321,29
gram adalah positif ganja dan terdaftar dalam Golongan I nomor urut 8
Lampiran I Undang-undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.
6) Pengembangan lebih lanjut saksi Karmila dapat ditangkap berdasarkan
keterangan dari Terdakwa, sehingga terdakwa dapat dianggap sebagai ”justice
collabolator” dalam perkara ini.

Universitas Sumatera Utara


124

7) Terdakwa tidak ada memiliki izin dari Menteri Kesehatan RI atau pejabat lain
yang berwenang untuk menawarkan untuk dijual, menjual, menyerahkan atau
menerima narkotika Golongan I.

Selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah berdasarkan fakta-

fakta hukum tersebut diatas,Terdakwa dapat dinyatakan telah melakukan tindak

pidana yang didakwakan kepadanya. Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut

Umum dengan dakwaan yang berbentuk alternatif, sehingga Majelis Hakim

dengan memperhatikan fakta-fakta hukum tersebut diatas memilih langsung

dakwaan alternatif Pertama, sebagaimana diatur dalam Pasal 114 Ayat (1)

Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang unsur-unsurnya

adalah sebagai berikut:

1. Unsur setiap orang

2. Unsur yang tanpa hak atau melawan hukum

3. Unsur menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,

menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan atau

menerima narkotika Golongan I.

5, Pertimbangan Hakim

Mengenai barang bukti yang diajukan dalam persidangan akan dipertimbangkan

dalam amar putusan ini. Terdakwa dijatuhi pidana, maka haruslah dibebani pula

untuk membayar biaya perkara. Untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa,

makaperlu dipertimbangkan hakim terlebih dahulu keadaan yang memberatkan

dan yangmeringankan Terdakwa.

1) Hal-hal yang memberatkan yaitu:

Universitas Sumatera Utara


125

a. Terdakwa sebelumnya terlibat dalam peredaran Narkotika

2) Hal-hal yang meringankan yaitu:

a) Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya, dan berjanji tidak

akanmelakukan tindak pidana dikemudian hari;

b) Terdakwa bersikap sopan dipersidangan;

c) Terdakwa belum pernah dihukum;

d) Terdakwa telah mengungkap pelaku Bandar Narkotika;

Sedangkan pertimbangan hakim untuk putusan Pengadilan Negeri Nomor

683/Pid.Sus/2016/PN.Pbr, yaitu:

Terhadap barang bukti yang diajukan di persidangan untuk selanjutnya

dipertimbangkan. Barang bukti berupa Narkotika berupa Ganja yang telah

dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan dikhawatirkan akan dipergunakan

dikhawatirkan akan merusak kesehatan orang/generasi muda, maka perlu

ditetapkan agar barang bukti tersebut dimusnahkan, sebagaimana dalam amar

putusan. Untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa, maka perlu

dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang

meringankan Terdakwa;

1. Keadaan yang memberatkan:

a. Perbuatan terdakwa tidak menunjang program pemerintah dalam

memberantas penyalahgunaan Narkotika.

2. Keadaan yang meringankan:

a) Terdakwa belum pernah dihukum;

b) Terdakwa mengakui perbuatannya;

Universitas Sumatera Utara


126

Terdakwa dijatuhi pidana maka haruslah dibebani pula untuk membayar biaya

perkara. Oleh karena sebelumnya telah dikabulkan permohonan Terdakwa tentang

pembebasan pembebanan biaya perkara, maka biaya perkara dibebankan kepada

negara. Memperhatikan, Pasal 114 Ayat (1) Undang-undang RI No. 35

Tahun2009 tentang Narkotika dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan lain yang

bersangkutan.

4. Putusan Hakim

Putusan hakim menyatakan Terdakwa Atan Makmur Alias Ong telah terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ”Tanpa hak

menguasai Narkotika Golongan I bukan tanaman dengan berat diatas 5(lima)

gram”. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Atan Makmur Alias Ongdengan

pidana penjara selama 8 (delapan) Tahun dan denda sebesar Rp.1.000.000.000.-

(satu milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka

akan diganti dengan pidana penjara selama 3(tiga) bulan. Menetapkan lamanya

terdakwa berada dalam tahanan dikurangkanseluruhnya dari pidana yang

dijatuhkan. Memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan.

Menyatakan barang bukti berupa:

1) 1 (satu) bungkus plastik klip berisi Narkotika jenis Shabu dibungkus


kertakoran;
2) 1 (satu) bungkus plastik warna hitam berisi Narkotika jenis Shabu;
3) 1 (satu) buah bekas minuman Teh Botol yang didalamnya terdapat
2(dua) paket Shabu, dimana berat seluruhnya 108,39 (seratus
delapankoma tiga puluh sembilan) gram, berdasarkan Daftar Hasil
Penimbanganatas permintaan : Polres Pematang Siantar yang
dikeluarkan oleh PerumPegadaian tertanggal 30 Mei 2015;

Universitas Sumatera Utara


127

4) 1 (satu) HP Merk Nokia Warna Putih;


5) 1 (satu) timbangan Digital;
6) 1 (satu) Buah Brankas Merek Presiden;
7) Masing-masing dirampas untuk dimusnakan;
8) 1 (satu) dompet didalamnya terdapat uang sebesar Rp. 1.140.000.-
(satujuta seratus empat puluh ribu rupiah);
9) Dirampas untuk Negara;

Menghukum terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000.-(seribu

rupiah). Demikian diputuskan dalam permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan

Negeri Pematang Siantar pada hari Senin tanggal 25 Januari 2016,oleh

PastiTarigan, SH., MH selaku Hakim Ketua Fitra Dewi Nasution, SH., MHdan

Muhammad Nuzuli, SH, masing-masing sebagai Hakim Anggota, yangdiucapkan

dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal 28 Januari 2016 oleh

Hakim Ketua dengan didampingi para Hakim Anggota tersebut, dibantu oleh

Salomo Simanjorang, SH., MH, Panitera Pengadilan Negeri Pematang Siantar,

serta dihadiri oleh Secsio Jimec Nainggolan, SH Penuntut Umum pada Kejaksaan

Negeri Pematang Siantar serta dihadapan Terdakwa dan Penasehat Hukumnya.

Sedangkan putusan hakim untuk putusan Pengadilan Negeri Nomor

683/Pid.Sus/2016/PN.Pbr, yaitu:

Menyatakan Terdakwa Ridwan Jonson Maruli terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ tanpa hak atau melawan hukum

menjual dan membeli Narkotika Golongan I Jenis Ganja sebagaimana dalam

dakwaan Pertama Pasal 114 Ayat 1 UURI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara

selama 7 (tujuh) tahun dan denda sejumlah Rp.1.000.000.000,-(Satu Milyar

rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan

Universitas Sumatera Utara


128

pidana kurungan/penjara selama 3 (tiga) bulan. Menetapkan masa penangkapan

dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana

yang dijatuhkan.

Menetapkan Terdakwa tetap ditahan, serta memerintahkan barang bukti berupa:

1) 1 kaleng cat warna putih yang berisikan daun ganja yang


terbungkusdalam kantong plastik warna putih dan kantong plastik
warna hitamdengan berat bersih 321,29 gram
2) Daun ganja yang telah dimusnahkan 302,29 gram
3) 1 gram daun ganja barang bukti telah diperiksa dipersidangan
4) 2 bungkus plastik putih dan warna hitam sebagai pembungkus
barangbukti seberat 32,40 gram
5) Daun ganja yang dibawa untuk pemeriksaan ke Puslabsfor Polri
CabangMedan dengan berat 18 gram
6) dan dikembalikan 1 plastik daun ganja dengan berat netto 15 gram
7) 1 tutup kaleng cat warna kuning bertuliskan Jotun
Masing-masing barang bukti dimusnahkan
8) 1 lembar uang Pecahan Rp. 50.000 (Lima Puluh Ribu Rupiah)
9) 1 lembar uang Pecahan Rp. 20.000 (dua Puluh Ribu Rupiah)
Masing-masing barang bukti dirampas untuk negara

Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sejumlah Rp. 2.000,-

(dua ribu rupiah). Demikian diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis

Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru, pada hari Rabu, tanggal 05 Oktober 2016,

olehAbdul Aziz, S.H.,M.Hum., sebagai Hakim Ketua, Khamozaro Waruwu, SH.,

M.H., dan Juli Handayani, S.H., M.Hum., masing-masing sebagai Hakim

Anggota, putusan mana diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari

Kamis, tanggal 06 Oktober 2016 oleh Hakim Ketua dengan didampingi para

Hakim Anggota tersebut, dibantu oleh Sumarni, Panitera Pengganti pada

Pengadilan Negeri Pekanbaru, serta dihadiri oleh Novri Yetty,S.H., Penuntut

Umum dan Penasehat Hukum Terdakwa serta Terdakwa.

Universitas Sumatera Utara


129

B. Analisa Kasus
Analisa kasus putusan Pengadilan Negeri nomor No.231/Pid.Sus/2015/PN.Pms,

Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan Dakwaan berbentuk

Alternatif, Dakwaan Pertama melanggar Pasal 114ayat (2) Undang-Undang RI

No. 35 Tahun 2009, Atau Kedua melanggar Pasal112 ayat (2) Undang-Undang RI

No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Terhadap bentuk Dakwaan Penuntut Umum tersebut,sesuai dengan keterangan

saksi-saksi dan terdakwa serta fakta hukum, maka menurut penulis karena Majelis

dapat memilih Dakwaan yang sesuai dengan perbuatan terdakwa yaitu Dakwaan

Alternatif Kedua yaitu melanggar Pasal 112 ayat (2) Undang-undangRI No. 35

Tahun 2009 tentang Narkotika yang unsur-unsurnya sebagai berikut:

1. Setiap orang;

2. Tanpa hak atau melawan hukum;

3. Unsur memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika

Golongan I bukan tanaman dengan berat melebihi 5 gram

Terhadap unsur-unsur tersebut,sebagai berikut:

1. Unsur setiap orang;

Bahwa yang dimaksud dengan kata “setiap orang“ dalam ketentuan pasal ini

adalah ditujukan kepada orang perseorangan dan atau korporasi sebagai subjek

hukum yang diduga telah melakukan suatu perbuatan yang diancam pidana

sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan pasal ini, dan terhadapnya dapat

dimintai pertanggung jawaban hukum. Dalam perkara ini, Penuntut Umum telah

Universitas Sumatera Utara


130

menghadapkan Terdakwa kedepan persidangan yaitu Terdakwa Atan Makmur

Alias Ong dan setelah diperiksa ternyata Terdakwa mengaku dan membenarkan

semua identitasnya sebagaimana yang diuraikan di dalam surat dakwaan, dan

ternyata pula Terdakwa sehat jasmani maupun rohani serta mampu

mengemukakan segala kepentingannya di persidangan, sehingga kepada

Terdakwa dapat dimintakan pertanggung jawaban atas perbuatan yang telah

dilakukannya, oleh karena itu unsur setiap orang telah terpenuhi dalam perbuatan

Terdakwa.

2. Unsur tanpa hak atau melawan hukum.

Bahwa dari perspektif teoritis dan praktik, konsepsi perbuatan melawan hukum

dikenal dalam dimensi hukum perdata dan hukum pidana. Dari aspek etimologis

dan terminologi maka perbuatan melawan hukum dalam bahasa Belanda dikenal

dengan terminologi “wederrechtelijk” dalam ranah hukum pidana dan terminologi

“onrechmatige daad” dalam ranah hukumperdata. Akan tetapi pengertian dan

terminologi “wederrechtelijk” dalam hukum pidana tersebut diartikan pula

sebagai bertentangan dengan hukum, atau melanggar hak orang lain, dan ada juga

yang mengartikan sebagai tidak berdasarkan hukum, tanpa hak atau tanpa

kewenangan.

Berdasarkan fakta hukum yang ditemukan dipersidangan bahwa adanya perbuatan

materil yang dilakukan terdakwa yaitu memiliki, menyimpan, menguasai atau

menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman dengan berat melebihi 5

gram, dimana dalam melakukan perbuatannya tersebut terdakwa tidak memiliki

hak ataupun izin sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun

Universitas Sumatera Utara


131

2009 tentang Narkotika, maka dalam perkara ini telah dapat dibuktikan terdakwa

telah melakukan perbuatan hukum, dengan demikian unsur ini telah terbukti dan

terpenuhi.

3. Unsur memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika

Golongan I bukan tanaman dengan berat melebihi 5 gram

Unsur tersebut diatas terdiri dari beberapa elemen-elemenunsur yaitu memiliki,

menyimpan, menguasai atau menyediakan dimana elemen-elemen unsur tersebut

adalah bersifat alternatif, oleh karena itu apabila salah satu elemen unsur tersebut

terpenuhi dalam perbuatan Terdakwa, maka unsur ini telah terbukti pula. Pasal 1

angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika,

mendefinisikan Narkotika sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau

bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang

dibedakan ke dalam golongan-golongan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang narkotika.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tersebut, maka zat

metamfetamina diklasifikasikan sebagai Narkotika Golongan I, sebagaimana

Undang-Undang tersebut dalam daftar Narkotika Golongan I angka 60 .

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan sesuai dengan keterangan

saksi-saksi dan terdakwa bahwa pada hari Kamis tanggal 28 Mei 2015 sekitar

pukul 08.00 wib bertempat di Jalan Narumonda Bawah No. 30 Kelurahan Kebun

Sayur Kecamatan Siantar TimurKota Pematang Siantar tepatnya di rumah

Universitas Sumatera Utara


132

Terdakwa Jhon Esra Ginting (Berkasterpisah), awalnya saksi-saksi dari pihak

Kepolisian Polres Pematang Siantar yaitu saksi Yanser L. Tobing dan saksi From

Pimpa Siahaan telah melakukan penangkapan terhadap Terdakwa Jhon Esra

Ginting atas kepemilikan Narkotika jenis Shabu atas informasi dari masyarakat

tentang keberadaan Terdakwa Jhon Esra Ginting yang sering mengkonsumsi

Narkotika jenis Shabu yang juga merupakan seorang residivis terhadap pengguna

Shabu dan setelah melakukan pengintaian selama 1 (satu) minggu, Terdakwa Jhon

Esra Ginting ditangkap dirumahnya.

Selanjutnya saksi-saksi menanyakan kepadaTerdakwa Jhon Esra Ginting

memperoleh Shabu yang dipakainya danmengatakan dirinya mendapat Shabu dari

Terdakwa Atan Makmur Alias Ong sehingga dilakukan pengembangan dan

meminta Terdakwa Jhon Esra Ginting menguhubungi Terdakwa Atan Makmur

memesan Shabu dan mengantarkannya kepada Terdakwa Jhon Esra Ginting

kerumah dan setelah menunggu lebih kurang 15 menit, Terdakwa Atan Makmur

datang menjumpai Terdakwa Jhon Esra Ginting dan saksi-saksi langsung

menangkap Terdakwa Atan Makmur ditemukan barang bukti berupa 1 (satu) unit

Handphone Merek Nokia WarnaPutih dan 1 (satu) buah dompet berisi uang

sebesar Rp. 1.140.000.- (satu jutaseratus empat puluh ribu rupiah) serta dari

kantong celana Terdakwa ditemukan1 (satu) paket berisi Narkotika jenis Shabu.

Saksi-saksi juga melakukan pengembangan kerumahTerdakwa Atan Makmur

Alias Ong dan setelah melakukan penggeledahan ditemukan 1 (satu) timbangan

Digital dan 1 (satu) Brankas Merk Presiden terbuat dari besi yang setelah dibuka

secara paksa dengan menggunakan Mesin Grenda dengan disaksikan Terdakwa

Universitas Sumatera Utara


133

dan di dalamnya ditemukan 1(satu) bungkus plastic warna hitam berisi 1 (satu)

paket Shabu dan 1 (satu) buah kotak bekas minuman teh botol berisi 2 (dua) paket

Shabu.

Atas barang bukti yang ditemukan dari tangan Terdakwa dan juga yang

ditemukan di dalam rumah terdakwa berupa brankas mengakui barang bukti yang

didapatkan adalah milik dari Apin Lehu (DPO) yang merupakan Bandar Narkoba

Kota Pematang Siantar dan Simalungun yang menitipkan kepada Rico Damanik

(DPO) dan menyerahkannya kepada Terdakwa untuk dijual kepada pemesannya.

Terdakwa menguasai Narkotika jenis Shabu yang didapatkan dari Terdakwa serta

dari rumah Terdakwa adalah tanpa adanya izin dari pihak yang

berwenang.Terdakwa bekerja kepada Apin Lehu yang mendapat upah

perbulannya sebesar Rp. 15.000.000.- (lima belas juta rupiah) dan sistem kerja

Terdakwa mengumpulkan hasil penjualan dari anggota dan menyetorkannya

kepada orangtua Apin Lehu dan setiap harinya beromzet lebih kurang Rp.

200.000.000.- (dua ratus juta rupiah) sampai Rp. 300.000.000.- (tiga ratus juta

rupiah) dan Terdakwa menyetor uang kepada Apin Lehu selama 2 atau 3 hari bisa

mencapai Rp. 1 (satu) Milyar Rupiah.

Selain itu Terdakwa juga menyelesaikan masalah apabila rekan terdakwa

tertangkap pihak Kepolisian dalam hal penjualan Narkotika dan Terdakwa

mengurus setelah tertangkap di lokasi kejadian agar perkara selesai ditempat

dengan memberikan sejumlah uang kepada Resbon Gultom yakni Kepala Bagian

Operasional Satuan Narkoba (KBO) Polres Kota Pematang Siantar yang mana

Universitas Sumatera Utara


134

setiap penyetoran kepada pihak Kepolisian Polres Pematang Siantar biasanya

Terdakwa menyetor sebesar Rp. 29.000.000.- (dua puluh Sembilan juta rupiah).

Terdakwa juga beberapa kali menyetor uang kepada Kasat Narkoba Pematang

Siantar dengan cara mentransper melalui Bank dan pernah membelikan Sepeda

Motor Honda Beat kepada Bambang Suryawaskito yang merupakan Kepala

Satuan Narkoba (Kasat Narkoba) Polres Pematang Siantar sebesar Rp

14.790.000.- (empat belas juta tujuh ratus sembilan puluh ribu rupiah). Dengan

adanya keterangan Terdakwa dipersidangantentang keterlibatan pihak Kepolisian

Polres PematangSiantar yang melihatserta mengalami sendiri bahwa pihak

Kepolisian Polres Pematang Siantar ikut serta melindungi pekerjaan Terdakwa

dan terlihat betapa masifnya peredaran Narkotika di Pematang Siantar serta hal

tersebut memperlihatkan semakin sulitnya pemberantasan Narkoba di tengah-

tengah masyarakat khususnya masyarakat Kota Pematang Siantar.

Terhadap barang bukti Narkotika dalam perkara ini, telah dilakukan Penimbangan

Nomor : 088/BAP-01200/V/2015, tanggal 30 Mei 2015 berikut lampirannya

berupa Daftar Hasil Penimbangan dari Kantor Pegadaian Cabang Pematang

Siantar, telah melakukan penimbangan berupa :108,39 (seratus delapan koma tiga

puluh sembilan) gram diduga Narkotika jenisshabu, disita dari Terdakwa An.

Atan Makmur Alias Ong. Begitu pula dengan Berita Acara

PenelitianLaboratorium Forensik Bareskrim Polri Cabang Medan yang

dituangkan dalamBerita Acara Analisis Laboratorium Barang Bukti Narkotika

No.LAB :5300/NNF/2015 tanggal 09 Juni 2015 menerangkan 4 (Empat) bungkus

plastik klip berisi kristal berwarna putih dengan berat bruto 108,39 (Seratus

Universitas Sumatera Utara


135

delapan koma tiga puluh sembilan) gram Narkotika milik terdakwa Atan Makmur

Als Ong adalah benar mengandung Metamfetamina dan terdaftar dalam Golongan

I (Satu) nomor urut 61 Lampiran I UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika. Barang Bukti yang dilakukan penelitian oleh Pihak Laboratorium

merupakan barang bukti yang disita dari terdakwa Atan Makmur Als Ong.

Sesuai dengan pertimbangan diatas bahwa telah jelas terdakwa telah menyimpan

dan menguasai Narkotika Golongan I bukan tanaman yakni Sabu dan terhadap

berat barang bukti Narkotika jenis Sabu sesuai dengan barang bukti dipersidangan

tidak akan menghapuskan kesalahan terdakwa menguasai Narkotika Golongan I

tersebut dalam ketentuan hukum mengancam dengan pidana bagi orang yang

menyimpan atau menguasai, dan dihubungkan dengan fakta dipersidangan

terdakwa menguasai sabu tersebut pada waktu terdakwa ditangkap, sehingga

dengan demikian unsur tersebut diatas telah terbukti dan terpenuhi dalam

perbuatan Terdakwa.

Berdasarkan uraian pertimbangan tersebut diatas, maka Majelis Hakim telah

memperoleh keyakinan akan kesalahan Terdakwa, dan selama proses persidangan

perkara ini, Majelis Hakim tidak memperoleh adanya hal-hal ataupun keadaan-

keadaan yang dapat dijadikan sebagai alasan pembenar maupun alasan pemaaf

atas perbuatan Terdakwa yang dapat mengecualikan ataupun menghapuskan

pemidanaan atas diri Terdakwa, maka oleh karena itu Terdakwa haruslah

dinyatakan bersalah serta harus pula dijatuhi hukuman yang setimpal dengan

kesalahannya berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 112 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang dikualifikasi

Universitas Sumatera Utara


136

sebagai orang yang tanpa hak menguasai Narkotika Golongan I bukan tanaman

yaitu sabu dengan berat melebihi 5 gram.

Dipersidangan Terdakwa maupun Penasehat Hukum Terdakwa dalam

Pembelaannya (Pledoi) yang dibacakan dipersidangan tertanggal 12 Januari 2016

dan mengajukan bukti-bukti foto keterlibatan Anggota Kepolisian Polres

Pematang Siantar serta Apin Lehu (DPO) yangsedang memakai Shabu bukti

nama-nama yang ikut terlibat dalam sindikat peredaran Narkotika di Pematang

Siantar dan yang menerima suap dari hasil penjualan Shabu yang melibatkan

Anggota kepolisian Polres Pematang Siantar sehingga Penasehat Hukum

Terdakwa meminta kepada Majelis untuk memutus perkara dengan seadil-adilnya

dengan mempertimbangan perlindungan hukum bagi justice collaborator yaitu

seorang saksi pelaku yang telah mengungkap pelaku utama Bandar Narkotika dan

jaringan yang terlibat peredaran Narkotikadi wilayah Pematang Siantar dan

Simalungun sesuai dengan SEMA No. 4 Tahun 2011 angka 9 huruf c.

Atas Pembelaan Terdakwa serta Penasehat Hukumya Majelis mempertimbangkan

sebagai berikut Whistle Blower dan Justice Collaborator diatur dalam Surat

Edaran mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011, Dalam SEMA dijelaskan bahwa

prinsip Whistle Blower dan Justice Collaborator tidak hanya diterapkan dalam

kasus korupsi saja, tetapi juga bisa diterapkan pada tindak pidana pencucian uang,

perdagangan orang, Narkotika dan kejahatan Terorganisir lain yang sulit untuk

diungkap dan dibuktikan.

Keadaan ini partisipasi publik sangat diharapkan untuk membongkar jejaringan

kejahatan yang sanagat solid. Pedoman dari SEMA ini adalah Pasal 37 ayat (2)

Universitas Sumatera Utara


137

dan ayat (3) konvensi PBB Anti Korupsi Tahun 2003 yang diratifikasi Indonesia

melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 2006 menyebutkan bahwa setiap Negara

peserta wajib mempertimbangkan,memberikan kemungkinan dalam kasus-kasus

tertentu untuk mengurangi hukuman dari seorang pelaku yang memberikan

kerjasama yang substansial dalam penyelidikan atau penuntutan suatu tindak

pidana yang ditetapkan berdasarkan konvensi ini. Selanjutnya pada ayat (3)

disebutkan setiap Negara peserta wajib mempertimbangkan kemungkinan sesuai

prinsip dasar hukum nasionalnya untuk memberikan kekebalan dari penuntutan

bagi orang yang memberikan kerjasama substansial dalam penyelidikan atau

penuntutan suatutindak pidana yang ditetapkan berdasarkan konvensi ini,

ketentuan yang sama seperti yag diatur pada konvensi PBB anti kejahatan

transnasional yang terorganisir (disahkan oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun

2009).

Perbedaan keduanya dapat dilihat pada defenisi yang diaur dalam SEMA tersebut,

dimana whistle Blower merupakan orang yang mengetahui dan melaporkan tindak

pidana tertentu yang disebutkan dalam SEMA tersebut tetapi bukan bagian dari

pelaku kejahatan sedangkan Justice Collaborator adalah pelaku kejahatan yang

disebut dalam SEMA tersebut dimana ia telah mengakui kejahatan yang

dilakukannya dan bukan sebagai pelaku utama serta bersedia memberikan

keterangan sebagai saksi di dalam proses persidangan.

Perbedaan berikutnya terletak pada bentuk hak yangdiberikan pada Pasal 10

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan saksi dan korban

menyebutkan Whistle Blower tidak dapat dituntut secara hukum pidana maupun

Universitas Sumatera Utara


138

perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikan, kemudian

ditambahkan lagi pada Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM RI, Jaksa

Agung RI, Kepala Kepolisian RI,Komisi Pemberantasan Korupsi RI, dan Ketua

Lembaga Perlindungan saksi dankorban RI bahwa diberikan juga perlindungan

secara fisik, psikis dan/atau perlindungan hukum, dan dalam hal Whistle Blower

kemudian dilaporkan balik oleh terlapor, maka proses laporan dari Whistle Blower

yang didahulukan sampai ada putusan yang bersifat inkracht, sedangkan pada

Justice Collaborator, berdasarkan peraturan bersama tersebut diatas, selain

perlindungan yang meliputi perlindungan fisik dan fisikis, serta perlindungan

hukum, terhadap Justice Cllaborator juga diberikan hak berupa :

1. Pemisahantempat penahanan, kurungan atau penjara dari tersangka,


terdakwa dan/ataunarapidana lain dari kejahatan yang diungkap dal hal
ia ditahan atau menjalanipidana badan,
2. Pemberkasan perkara sedapat mungkin dilakukan terpisahdengan
tersangka dan/atau terdakwa lain dalam perkara pidana yang
dilaporkanatau diungkap,
3. Penundaan penuntutan atas dirinya,
4. Penundaan proseshukum (penyidikan dan penuntutan) yang mungkin
timbul karena informasi,laporan dan/atau kesaksian yang diberikannya,
5. Memberikan kesaksiandipersidangan tanpa menunjukkan wajahnya
atau tanpa menunjukkanidentitasnya,
6. Keringanan tuntutan hukum dan
7. Pemberian remisi tambahandan hak-hak narapidana lain apabila yang
menjadi Justice Collaborator adalahseorang narapidana.

Penguatan Instrumen Whistle Blower dan Justice Collaborator dalam pencegahan

dan pemberantasan korupsi semakin dipertegas melalui Instruksi Presiden Nomor

2 Tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014

yang mengamanatkan Kementrian/Lembaga, termasuk diantaraya Kementrian

Hukum dan HAM untuk setidaknya menyediakan standart Operating Procedur

(SOP) yang menjamin perlindungan dan kerahasiaan Whistle Blower, Unit/Tim

Universitas Sumatera Utara


139

pelaksanaaWhistle Blower yang kredibel, Whistle Blowingsystem online, serta

laporan danevaluasi dari pelaksanaanWhistle Blowing. Justice Collaborator

sendiri, Inpres tersebut menginstruksikan agar perlindungan dan jaminan terhadap

para Justice Collaborator diberikan tersebut diatur dan Undang-undang dan

Peraturan Bersama.

Syarat-syarat yang dapat dijadikan Justice Collaborator terhadap tindak pidana

yaitu:

1. Pelaku mengakui kejahatannya

2. Pelaku bukan pelaku utama,

3. Pelaku memberikan kesaksian keterlibatan pihak lain dan

4. Memberikan bukti sangat signifikan sehingga mengungkap tindak

pidana secara efektif;

Demikian juga dalam kasus a quo bahwa terdakwa Atan Makmur Alias ong

keterlibatannya di dalam tindak pidana Narkotika ini adalah didasarkan atas

penawaran dari Apin Lehu (DPO) selaku Bandar Narkotka Pematang Siantar-

Simalungun yang menawarkan terdakwa untuk bekerja sebagai pengantar

Narkotika. Terlebih lagi terdakwa di dalam memberikan keterangan dipersidangan

telah menyebutkan pelaku utama di dalam perkara a quo yaitu Apin Lehu serta

keterlibatan Instansi lainnya di dalam peredaranNarkotika dan memberikan serta

melampirkan bukti-bukti di dalam Pledoinya tentang keterlibatan instansi lain di

dalam peredaran Narkotika, sehingga Majelis memandang perbuatan terdakwa

telah sesuai dengan syarat-syarat yang dapat digolongkan dengan Justice

Collaborator sesuai dengan SEMA No. 4 tahun 2011.

Universitas Sumatera Utara


140

Sesuai dengan pertimbangan diatas maka majelis sependapat dengan Penasehat

Hukum Terdakwa tentang penggunaan istilah Justice Collaborator yang akan

diterapkan dalam perkara a quo dan tidak sependapat dengan tuntutan penuntut

umum, maka Majelis mempertimbangkan putusan yang sesuai dengan perbuatan

Terdakwa. Tentang keberatan Jaksa Penuntut Umum terhadap Terdakwa sebagai

Justice Collaborator dan sebagaimana yang telah dipertimbangkan tersebut diatas

maka keberatan Jaksa Penuntut Umum haruslah ditolak.

Dalam perkara ini terhadap Terdakwa telah dikenakan penahanan yangsah, maka

masa penahanan tersebut harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang

dijatuhkan, oleh karena Terdakwa ditahan dan penahanan terhadap Terdakwa

dilandasi alasan yang cukup, maka perlu ditetapkan agar Terdakwa tetap berada

dalam tahanan. Mengenai barang bukti yang diajukan dalam persidangan akan

dipertimbangkan dalam amar putusan ini, oleh karena Terdakwa dijatuhi pidana,

maka haruslah dibebani pula untuk membayar biaya perkara.

Selanjutnya untuk menganalisa kasus putusan Pengadilan Negeri Nomor

683/Pid.Sus/2016/PN.Pbr, yaitu Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum

dengan dakwaan yang berbentuk alternatif, sehingga Majelis Hakim dengan

memperhatikan fakta-fakta hukum tersebut diatas memilih langsung dakwaan

alternatif Pertama, sebagaimana diatur dalam Pasal 114 Ayat (1) Undang-undang

RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang unsur-unsurnya adalah sebagai

berikut:

1. Unsur setiap orang;

2. Unsur yang tanpa hak atau melawan hukum; dan

Universitas Sumatera Utara


141

3. Unsur menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,

menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan atau

menerima narkotika Golongan I.

Terhadap unsur-unsur tersebut sebagai berikut:

1. Unsur setiap orang

Bahwa yang dimaksud dengan setiap orang adalah subjek hukum berwujud

berupa setiap manusia/orang yang telah melakukan perbuatan pidana

danperbuatan pidana tersebut dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, serta pada

diri orang yang telah melakukan perbuatan pidana itu tidak terdapat hal-hal yang

yang menghapuskan kesalahannya.

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan yakni alat bukti

Keterangan saksi Rinaldi, Fran Utama Mhd. Akari Faisal, saksi Dirgantara Rambe

Purba, saksi Carlinton Purba, saksi Karmila dan saksi Rudi

Gunawan(verbalisant), diperkuat alat bukti Surat yakni Berdasarkan Berita Acara

Penimbangan dan Penyegelan dari Pegadaian Cabang Pekanbaru

Nomor:186/BB/IV/0205000/2016 tanggal 27 April 2016 bahwa berat bersih

ganja321,29 gram Berdasarkan Berita Acara analisis Laboratorium Barang

Bukti,Urine dan Darah dari Laboratorium Forensik Polri Cabang Medan No. LAB

:5682/NNF/2016 tanggal 03 Mei 2016 yang dibuat dan ditandatangani atas

kekuatan sumpah jabatan, oleh Zulni Erma dan Deliana Naiborhu diketahuioleh

Waka Laboratorium Forensik Cabang Medan Dra. Melta Tarigan, M.Si,dari

analisisnya antara lain disimpulkan bahwa ganja dengan berat bersih321,29 gram

Universitas Sumatera Utara


142

adalah positif ganja dan terdaftar dalam Golongan I nomor urut 8Undang-undang

Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Alat bukti petunjuk dan keterangan terdakwa persesuaikan alat bukti,barang bukti

di dalam perkara ini, dengan sangat jelas telah menunjuk subjek hukum subjek

hukum yang telah melakukan perbuatan pidana dalam perkara iniyakni terdakwa

Ridwan Jonson Maruli, dengan identitas lengkap sebagaimana telah disebutkan

pada awal surat tuntutan, terdakwa adalah subjek hukum yang mampu

bertanggung jawab, serta pada diri terdakwa tidak ditemukan hal-hal yang

menghapuskan kesalahannya. Berdasarkan hal tersebut, maka unsur setiap orang

telah terpenuhi.

2. Unsur yang tanpa hak atau melawan hukum

Ajaran sifat melawan hukum materiiil mengatakan bahwa disamping memenuhi

syarat-syarat formal yaitu memadukan semua unsur yang tercantum dalam

rumusan delik, perbuatan itu harus benar-benar dirasakan masyarakat sebagai

perbuatan yang tidak patut dan tercela.

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan yakni alat bukti

Keterangan saksi Rinaldi, Fran Utama Mhd. Akari Faisal, saksi DirgantaraRambe

Purba, saksi Carlinton Purba, saksi Karmila dan saksi Rudi

Gunawan(verbalisant),diperkuat alat bukti Surat yakni Berdasarkan Berita

AcaraPenimbangan dan Penyegelan dari Pegadaian Cabang Pekanbaru Nomor

:186/BB/IV/0205000/2016 tanggal 27 April 2016 bahwa berat bersih ganja321,29

gram Berdasarkan Berita Acara analisis Laboratorium Barang Bukti,Urine dan

Darah dari Laboratorium Forensik Polri Cabang Medan No. LAB

Universitas Sumatera Utara


143

:5682/NNF/2016 tanggal 03 Mei 2016 yang dibuat dan ditandatangani atas

kekuatan sumpah jabatan, oleh Zulni Erma dan Deliana Naiborhu diketahui

olehWaka Laboratorium Forensik Cabang Medan Dra. Melta Tarigan, M.Si,dari

analisisnya antara lain disimpulkan bahwa ganja dengan berat bersih321,29 gram

adalah positif ganja dan terdaftar dalam Golongan I nomor urut 8 Undang-undang

Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Alat bukti petunjuk dan keterangan terdakwa persesuaian alat bukti,barang bukti

di dalam perkara ini bahwa terdakwa membeli dan menjual daun ganja tanpa

seijin pejabat yang berwenang Dengan demikian unsur " tanpa hak atau melawan

hukum " ini telah dapat dibuktikan secara sah dan menyakinkan menurut hukum

3. Unsur menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi

perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan atau menerima narkotika

Golongan I

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan yakni alat bukti

Keterangan saksi Rinaldi, Fran Utama Mhd. Akari Faisal, saksi Dirgantara Rambe

Purba, saksi Carlinton Purba, saksi Karmila dan saksi Rudi Gunawan

(verbalisant), diperkuat alat bukti Surat yakni Berdasarkan Berita Acara

Penimbangan dan Penyegelan dari Pegadaian Cabang Pekanbaru Nomor

:186/BB/IV/0205000/2016 tanggal 27 April 2016 bahwa berat bersih ganja321,29

gram Berdasarkan Berita Acara analisis Laboratorium Barang Bukti,Urine dan

Darah dari Laboratorium Forensik Polri Cabang Medan No. LAB

:5682/NNF/2016 tanggal 03 Mei 2016 yang dibuat dan ditandatangani atas

kekuatan sumpah jabatan, oleh Zulni Erma dan Deliana Naiborhu diketahuioleh

Universitas Sumatera Utara


144

Waka Laboratorium Forensik Cabang Medan Dra. Melta Tarigan, M.Si,

darianalisisnya antara lain disimpulkan bahwa ganja dengan berat bersih 321,29

gram adalah positif ganja dan terdaftar dalam Golongan I nomor urut 8 Undang-

undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Alat bukti petunjuk dan keterangan terdakwa persesuaian alat bukti,barang bukti

di dalam perkara ini bahwa terdakwa ditangkap di karenakan terdakwa kedapatan

di rumah terdakwa memiliki ditemukan 1 (satu) kaleng cat warna putih yang

berisikan daun ganja kering yang terbungkus dengan kantong Plastik warna putih

dan kantong plastik warna hitam pada hari minggu tanggal 24 April 2016 sekitar

pukul 18.20 wib di samping rumah terdakwa Jl. Palas Pastoran Kel. Palas Kec.

Rumbai Kota Pekanbaru dekat samping pintu belakang.

Selanjutnya terdakwa membeli Narkotika jenis daun ganja pada tanggal 03 April

2016 sekitar pukul 12.00 wib di Jl. Kubang raya Panam kec.Tampan dan terdakwa

membeli narkotika daun ganja tersebut dari Saksi Karmila lalu Narkotika jenis

daun ganja tersebut dari saksi Karmila pada tanggal 03 April 2016 sekitar pukul

12.00 wib di Jl. Kubang raya Panam kec.Tampan sebayak 1 (satu) Kg seharga Rp.

1.800.000 (satu juta delapan ratusribu rupiah).

Kemudian daun ganja kering yang terdakwa beli dari saksi Karmila lalu terdakwa

jual lagi kepada orang lain termasuk kepada saksi Carlinton Purba, saksi

Dirgantara Rambe, sdr Daniel Tambunan dengan paketRp. 20.000 (Dua Puluh

Ribu Rupiah), dan Rp. 50.000 dan terdakwa mendapatkan keuntungan.

Selanjutnya terdakwa menjual narkotika jenis daun ganja kering yang terdakwa

beli dari saksi Karmila sebanyak 3 (tiga) Kg daribulan januari s/d Maret 2016 Dan

Universitas Sumatera Utara


145

1 (satu) lembar uang pecahan Rp. 50.000(lima puluh ribu rupiah), 1 (satu) lembar

uang pecahan Rp. 20.000 (dua puluh ribu rupiah) merupakan hasil dari penjualan

terdakwa Narkotika Golongan I.

Berdasarkan Berita Acara Penimbangan dan Penyegelan dari Pegadaian Cabang

Pekanbaru Nomor : 186/BB/IV/0205000/2016 tanggal 27April 2016 bahwa berat

bersih ganja 321,29 gram. Berdasarkan Berita Acara analisis Laboratorium

Barang Bukti, Urinedan Darah dari Laboratorium Forensik Polri Cabang Medan

No. LAB :5682/NNF/2016 tanggal 03 Mei 2016 yang dibuat dan ditandatangani

ataskekuatan sumpah jabatan, oleh Zulni Erma dan Deliana Naiborhu diketahui

oleh Waka Laboratorium Forensik Cabang Medan Dra. Melta Tarigan, M.Si, dari

analisisnya antara lain disimpulkan bahwa ganja dengan berat bersih 321,29 gram

adalah positif ganja dan terdaftar dalam Golongan I nomor urut 8 Undang-undang

Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentangNarkotika. Dengan demikian

Unsur Narkotika Golongan I telah terpenuhi.

Dengan demikian unsur" Menjual dan membeli Narkotika Golongan I " ini telah

terbukti secara sah dan menyakinkan menurut hukum. Oleh karena semua unsur

dari Pasal 114 Ayat (1) Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

telah terpenuhi, maka Terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan

meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan

alternatif.

Terdakwa merupakan justice collaborator sebagaimana diatur dalam SEMA

Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle

blower) Dan Saksi Pelaku Yang Bekerjasama (Justice Collaborator) Didalam

Universitas Sumatera Utara


146

Perkara Tindak Pidana Tertentu. Hal tersebut berdasarkan keterangan Saksi

Verbalisant Rudi Gunawan di depan persidangan yang menerangkan bahwa Pihak

Polisi Berterima Kasih kepada Ridwan Jonson Maruli karena berkat keterangan

Ridwan Jonson Maruli dan dilakukan pengembangan oleh Polisi maka

tertangkaplah Pelaku sebenarnya yaitu Saksi Karmila dalam berkas terpisah.

Berdasarkan keterangan tersebut pada saat itu Ketua Majelis Hakim

memerintahkan Panitera Perkara a quo untuk dicatat sebagai bahan pertimbangan

bahwa Terdakwa Merupakan justice collaborator dan keterangan tersebut telah

tercatat dalam catatan Panitera Perkara a quo.

Pedoman untuk menentukan seseorang sebagai Saksi Pelaku yang Bekerjasama

(Justice Collaborator) adalah sebagai berikut:

1. Yang bersangkutan merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu


sebagaimana dimaksud dalam SEMA ini. mengakui kejahatan yang
dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan
keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan;
2. Jaksa Penuntut Umum di dalam tuntutannya menyatakan bahwa yang
bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat
signifikan sehingga penyidik dan/atau penuntut umum dapat mengungkap
tindak pidana dimaksud secara efektif, mengungkap pelaku-pelaku lainnya
yang memiliki peran lebih besar dan/atau mengembalikan aset-aset/hasil suatu
tindak pidana;
3. Atas bantuannya tersebut, maka terhadap Saksi Pelaku yang Bekerjasama
sebagaimana dimaksud di atas, hakim dalam menentukan pidana yang akan
dijatuhkan dapat mempertimbangkan hal hal penjatuhan pidana sebagai
berikut:
a. menjatuhkan pidana percobaan bersyarat khusus; dan/atau
b. menjatuhkan pidana berupa pidana penjara yang paling ringan diantara
terdakwa lainnya yang terbukti bersalah dalam perkara
yangdimaksud.Dalam pemberian perlakuan khusus dalam bentuk
keringanan pidanahakim tetap wajib mempertimbangkan rasa keadilan
masyarakat.
4. Ketua Pengadilan di dalam mendistribusikan perkara memperhatikan hal-
halsebagai berikut:
a. Memberikan perkara-perkara terkait yang diungkap Saksi Pelakuyang
Bekerjasama kepada majelis yang sama sejauhmemungkinkan; dan

Universitas Sumatera Utara


147

b. Mendahulukan perkara-perkara lain yang diungkap oleh SaksiPelaku yang


Bekerjasama.

Selama persidangan berlangsung bahwa terdakwa berdasarkan keterangan Rudi

Gunawan di depan persidangan yang menerangkan bahwa Pihak Polisi Berterima

Kasih kepada Ridwan Jonson Maruli karena berkat keterangan Ridwan Jonson

Maruli dan dilakukan pengembangan oleh Polisi maka tertangkaplah Pelaku

sebenarnya yaitu Saksi Karmila dalam berkas terpisah, dengan demikian oleh

Majelis dapat dipertimbangkan untuk memberikan keringanan hukuman bagi

Terdakwa, sebagaimana tercantum dalam amar putusan perkara ini.

Dalam persidangan, Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat

menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan

atau alasan pemaaf, maka Terdakwa harus mempertanggungjawabkan

perbuatannya. Karena Terdakwa mampu bertanggung jawab, maka harus

dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. Dalam perkara ini terhadap Terdakwa

telah dikenakan penangkapan dan penahanan yang sah, maka masa penangkapan

dan penahanan tersebut harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang

dijatuhkan.

Karena Terdakwa ditahan dan penahanan terhadap Terdakwa dilandasi alasan

yang cukup, maka perlu ditetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan.

Terhadap barang bukti yang diajukan di persidangan untuk selanjutnya

dipertimbangkan. Barang bukti berupa Narkotika berupa Ganja yang telah

dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan dikhawatirkan akan dipergunakan

dikhawatirkan akan merusak kesehatan orang/generasi muda, maka perlu

ditetapkan agar barang bukti tersebut dimusnahkan.

Universitas Sumatera Utara


148

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penjelasan yang tertuang dalam bab-bab dimuka maka dapat diambil

beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut:

1. Perkembangan pengaturan tindak pidana narkotika di Indonesia merupakan

masalah yang sangat kompleks, upaya pemberantasan peredaran narkotika

yang dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan antara aparat penegak

hukum dan institusi terkait, diharapkan dapat meminimalisasi jumlah tindak

pidana narkotika yang mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika tidak dapat dipertahankan

lagi keberadaannya, karena adanya perkembangan kualitas kejahatan yang

sudah menjadi ancaman yang sangat serius bagi kehidupan manusia. Lahirnya

Undang-undang No. 22 Tahun 1997 dilatar belakangi oleh kejahatan

Narkotika yang sudah bersifat transnasional dan modus kejahatan di bidang

narkotika berkembang dengan sangat pesat. Berlakunya Undang-Undang

nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, menyebabkan beberapa

perkembangan perubahan yang cukup mendasar dalam pengaturan mengenai

narkotika. Dengan berlakunya undang-undang ini maka di buka kemungkinan

untuk mengimpor, mengekspor, menanam, memelihara narkotika bagi

kepentingan pengobatan dan atau tujuan ilmu pengetahuan.

2. Pengaturan Justice Collaborator di Indonesia, ada beberapa pengaturan justice

collaborator di Indonesia, yaitu:

148 Universitas Sumatera Utara


149

a) Pengaturan tentang perlindungan bagi saksi pelaku (Justice Collaborator)

berdasarkan Undang-undang No. 31 Tahun 2014 tentang perlindungan

saksi dan Korban;

b) Pengaturan tentang perlindungan bagi saksi pelaku (Justice Collaborator)

berdasarkan Surat Edaran Mahkamaah Agung No. 4 Tahun 2011 Tentang

Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku

yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana

Tertentu;

c) Pengaturan Tentang Perlindungan bagi Saksi Pelaku (Justice

Collaborator) Berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM

Republik Indonesia, Jaksa Agusng Republik Indonesia, Kepala Kepolisian

Negara Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi Republik

Indonesia, dan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Republik

Indonesia Nomor M.HH-11.HM.03.02.th.2011, Nomor PER-

045/A/JA/12/2011, Nomor 1 Tahun 2011, Nomor KEPB-02/01-

55/12/2011, Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlindungan bagi Pelapor,

Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama

3. Penerapan justice collaborator terhadap Putusan Pengadilan Negeri nomor

No.231/Pid.Sus/2015/PN.Pms, dalam bentuk Dakwaan Penuntut Umum

tersebut, sesuai dengan keterangan saksi-saksi dan terdakwa serta fakta

hukum, maka Majelis dapat memilih Dakwaan yang sesuai dengan perbuatan

terdakwa yaitu Dakwaan Alternatif Kedua yaitu melanggar Pasal 112 ayat (2)

Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sedangkan

Universitas Sumatera Utara


150

terhadap Putusan Pengadilan Negeri nomor 683/Pid.Sus/2016/PN.Pbr, yaitu

Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang

berbentuk alternatif, sehingga Majelis Hakim dengan memperhatikan fakta-

fakta hukum tersebut, maka Majelis Hakim memilih langsung dakwaan

alternatif Pertama, sebagaimana diatur dalam Pasal 114 Ayat (1) Undang-

undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

B. Saran

1. Pemerintah Republik Indonesia seharusnya dalam perkembangan Pengaturan

Tindak Pidana narkotika perlu diperjelas dan dipertegaskan mengenai

pengaturan dalam Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika

agar mengenai pelaksanaan hukuman atau sanksi yang di berikan kepada

pelaku tindak pidana narkotika mengakibatkan efek jera kepada pelaku,

sehingga tidak ada kembali residivis-residivis yang lain.

2. Pemerintah Republik Indonesia khususnya tentang pengaturan justice

collaborator dalam tindak pidana narkotika harus dibuat Undang-undang

tersendiri. Pemerintah Indonesia mengenai pengaturan justice collaborator

dalam Surat Edaran Mahkamah Agung harus dipertegas dan/atau diperjelas

lebih spesifikasi agar kedepannya bisa dipergunakan untuk para penegak

hukum.

3. Pemerintah Indonesia dalam penerapan justice collaborator dalam

pemidanaan perlu kerjasama kepada para penegak hukuman agar kedepannya

penerapan mengenai saksi pelaku (justice collaborator) benar-benar

Universitas Sumatera Utara


151

diterapkan dalam tindak pidana narkotika, sehingga tindak pidana narkotika

dapat ditanggulangi atau ditangani oleh pihak penegak hukum pada masa

mendatang.

Universitas Sumatera Utara


152

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku;
Adisti, Susi, “Belenggu Hitam Pergaulan “Hancurnya Generasi Akibat
Narkoba”, Jakarta: Restu Agung, 2007

Adji, Oemar Seno, “Hukum Hakim Pidana”, Jakarta: Erlangga, 1980

Artantoaji, Sigit, “Perlindungan Terhadap Saksi Pelaku yang Bekerjasama


(Justice Collaborator) oleh Lembaha Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)”,
Jakarta: Universitas Indonesia, 2010

Chazawi, Adami, “Pelajaran Hukum Pidana: Stelsel Pidana, Teori-Teori


Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana”, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2005

Dirjosisworo, Soedjono, “Hukum Narkotika Indonesia”, Bandung: PT. Citra


Adytia Bakti, 1990

E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, “Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya”, Jakarta: Storia Grafika, 2002

Harahap, M. Yahya, “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP


Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali”,
Jakarta:,Sinar Garfika, 2008

Hiariej, Eddy O.S., “Prinsip-Prinsip Hukum Pidana”, Yogyakarta: Cahaya Atma


Pustaka, 2016

Hamzah, Andi, RM. Surachman, “Kejahatan Narkotika dan Psikotropika”,


Jakarta: Sinar Grafika, 1994

Khair, Abul dan Mohammad Ekaputra, “Pemidanaan”, Medan: USU Press, 2011

Makarao, M. Taufik Cs, “Tindak Pidana Narkotika”, Jakarta: Ghalia Indonesia,


2003

Ma‟some, Sumarmo, “Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan


Obat”, Jakarta: CV. Haji Masagung, 1987

Marlina, “Hukum Penitensier”, Bandung: Refika Aditama, 2011

Marpaung, Leden, “Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana”, Jakarta: Sinar Grafika,


2009

Universitas Sumatera Utara


152
153

Marzuki, Peter Mahmud, “Penelitian Hukum”, Jakarta: Prenadamedia Grup, 2005

Muladi dan Barda Nawawi Arief, “Teori-Teori dan Kebijakan Pidana”, Bandung:
Alumni,2010

Mulyadi, Aditya Wisnu, “Perlindungan Hukum Terhadap Whistle Blower dan


Justice Collaboraor dalam Tindak Pidana Korupsi”, Bali: UNUD, 2015

Nadack, Wison, “Korban Ganja dan Masalah Narkotika”, Bandung: Indonesia


Publishing House, 1983

Priyanto, Dwidja, “Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia”, Bandung:


PT. Rafika Aditama, 2009

Prasetyo, Teguh dan Abdul Halim Barkatullah, “Politik Hukum Pidana (Kajian
Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi)”, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2005

Prodjohamidjojo, Martiman, “Komentar Atas KUHAP (Kitab Undang-Undang


Hukum Acara Pidana)”, cet.3., Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1990

Remmelink, Jan, “Hukum Pidana”, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003

S, Siswanto., “Viktimologi dalam Sissterm Peradilan Pidana”, Jakarta: Sinar


Grafika, 2004

-----------------, “Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika (UU Nomor


35 tahun 2009)”, Jakarta: Rineka Cipta, 2012

Saefudien, “Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana”, Bandung: Citra Aditya


Bakti, 2001

Saleh, Roeslan, “Pikiran-pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana”, Jakarta:


Ghalia Indonesia, 1982

Sasangka, Hari, “Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukim Pidana”, Bandung:


Mandar Maju, 2003

Semendawa, Abdul Haris, “Penanganan dan Perlindungan Justice Collaborator


dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia”, Jakarta:UI, 2005

Sholehuddin, M., “Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana”, Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama, 2003

Sudarto, “Kapita Selekta Hukum Pidana”, Bandung: Alumni, 1981

Universitas Sumatera Utara


154

Sutarto, Sutyono, “Hukum Acara Pidana Jilid I”, Semarang:Penerbit UNDIP,


1991

Supranomo, Gatot, “Hukum Narkoba Indonesia”, Jakarta: Djambatan, 1995

Tarigan, Irwan, “Narkotika dan Penanggulannya”, Yogyakarata: CV.Budi


Utama, 2012

Widjaya, A. W., “Masalah Kenakalan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotika”,


Bandung: Armico, 1995

Willy, Heriadi, “Berantas Narkoba tak cukup hanya Bicara (Tanya Jawab &
Opini)”, Yogyakarta:UII press, 2005

Wijaya, Firman, “Whistle Blower dan Justice Collaborator Dalam Perspektif


Hukum”, Jakarta: Penaku, 2004

Wresiniro, M.,”Masalah Narkotika Psikotropika dan Obat-Obat Berbahaya”,


Jakarta: Yayasan Mitra Bintibmas, 1999

Yudithia, Maria, “Konsep dan Ketentuan mengenai Justice Collaborator dalam


Sistem Peradilan Pidana Indonesia”, Depok:UI, 2012

B. Undang-Undang;

Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika

Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika

Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Konvensi PBB Anti Kejahatan


Transnasional Terorganisir

Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi
Pelapor Tindak Pidana (whistleblower) dan Saksi Pelaku (justice
collaborator)yang Bekerjasama Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.

Universitas Sumatera Utara


155

C. Makalah; Jurnal; Artikel;


Badan Penyebaran dan Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia, “Menanggulangi
Bahaya Narkotika”, Jakarta: Redaksi Alda, 1985

Jurnal Hukum “Lex Crimen”Vol. II/No. 7/November/2013

I Dewa GD. Saputra Valentino Pujana, “Jaminan Kekebalan Hukum Bagi Saksi
Pelaku (justice collaborator)” Jurnal Hukum Lex et Societatis, Vol.
I/No.3/Juli/2013

D. Internet;
Kadarmanta,A., Kejahatan narkotika: Extraordinary crime dan extraordinary
punishment, http://kejahatan-narkotika-extraordinary-crime.html, diakses pada
tanggal 8 April 2018

https://www.google.com/search?q=kasus+brownies+ganja+di+jakarta&ie=utf-
8&oe=utf-8&client=firefox-b-ab, diakses pada tanggal 8 April 2018

https://www.google.com/search?q=kasus+dodol+ganja+di+lampung&ie=utf-
8&oe=utf-8&client=firefox-b-ab, diakses pada tanggal 10 April 2018

https://www.google.com/search?q=kasus+ganja+di+troli+bayi&ie=utf-8&oe=utf-
8&client=firefox-b-ab, diakses pada tanggal 12 April 2018

https://nasional.tempo.co/read/909007/kasus-narkoba-di-kendari-seorang-pelajar-
sd-tewas, diakses pada tanggal 15 April 2018

https://nasional.tempo.co/read/755323/isap-sabu-tiga-pelajar-sma-ditangkap-
polisi, diakses pada tanggal 15April 2018

https://www.liputan6.com/news/read/601489/gelar-pesta-narkoba-18-remaja-
bogor-dibekuk, diakses pada tanggal 17 April 2018

Gatot Goei, Kebijakan Remisi Bagi Kejahatan Korupsi, Teroris, dan Narkotika :
Suatu Kajian Hukum dan HAM, Diakses dari
http://gatotgoeish.wordpress.com/2011/11/04/kebijakan-remisi-bagi-kejahatan-
korupsi-teroris-dan-narkotika-suatu-kajian-hukum-dan-ham/, diakses pada tanggal
04 Mei 2018

http: //www.coe.int/t/dlapil/codexter/Source/pcpw_questionnaireReplies, diakses


pada tanggal 07 Mei 2018

Universitas Sumatera Utara


156

“Badan Pembinaan Hukum Nasional”


(http://www.bphn.go.id/index.php?action=public&id=201205081351271), diakses
pada tanggal 13 Mei 2018

Konsultasi dan bantuan hukum online “pengertian justice collaborator”


(http://konsultanhukumonline.blogspot.com/2012/04/pengertian-justice-
collaborator.html), diakses pada tanggal 13 Mei 2018

“Susno Tetap dalam Perlindungan LPSK”,


http://www.hukumonline.com/berita/baca/ lt4d47d6096983a/ susno-tetap-dalam-
perlindungan-lpsk, diakses pada tanggal 20 Mei 2018

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai