SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Ujian Komprehensif Pada Bagian
Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya
OLEH:
SULY SRI SULANTI
02011281419495
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN MENGIKUTI UJIAN
KOMPREHENSIF SKRIPSI
JUDUL
ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PUTUSAN
TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGEDARAN SEDIAAN FARMASI
TANPA IZIN EDAR
Indralaya, 2018
Dr.Hj.Nashriana, S.H.,M.Hum
NIP 196509181991022001
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
KAMPUS INDRALAYA
Saya yang betanda tangan dibawah ini :
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini tidak memuat bahan – bahan yang sebelumnya
telah diajukan untuk memperoleh gelar diperguruan tinggi maupun tanpa mencantumkan
sumbernya. Skripsi ini juga tidak memuat bahan – bahan yang sebelumnya sudah
dipublikasikan atau ditulis oleh siapapun tanpa mencantumkan sumbernya dalam teks.
Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Apabila terbukti bahwa
saya telah melakukan hal – hal dengan pernyataan ini , saya bersedia menanggung segala
akibat yang timbul dikemudian hari sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Indralaya, 2018
Kupersembahkan Kepada:
Kedua Orang tuaku tercinta
- Ayahanda Joko Sutopo
- Ibunda Sepriyati
Saudara-saudaraku tercinta:
- My Best Brother “Masican”
- Adek Amy
- Adek Afy
Terkhusus Almarhumah Nenekku tercinta, Rusjannah
Aldhan Rinaldy
Almamaterku
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-NYA yang bergitu besar sehingga penulis dapat
menyusun dan menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Pertimbangan Hakim
Farmasi Tanpa Izin Edar” yang merupakan syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum
Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca serta
perkembangan di Indonesia.
hal tersebut dikarenakan terbatasnya kemampuan yang penulis miliki. Semoga Allah
SWT dapat melimpahkan rahmat dan karunia-Nya untuk kita semua serta penulis
Indralaya, 2018
Karena atas berkat dan rahmatnya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Pidana Pengedaran Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar”, sebagai salah satu syarat dalam
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa begitu banyak pihak yang telah turut
membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Melalui kesempatan ini, dengan segala
kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT, atas berkah rahmat-Nya sehingga tercipta lah skripsi ini.
2. Kedua orang tuaku tercinta ayahanda Joko Sutopo dan Ibunda Sepriyati yang selalu
mengalirkan doa-doanya untuk saya, serta kakanda tercinta Masican tersayang yang
telah banyak memotivasi dan dukungan yang tiada hentinya, Adek Amy dan Adek
Rafy yang selalu memberikan semangat serta doa sehingga penulis dapat
3. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Anis Saggaff, MSCE, selaku Rektor Universitas Sriwijaya;
4. Bapak Dr. Febrian, S.H., MS, sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya;
5. Bapak Dr. Firman Muntaqo, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Sriwijaya.
6. Bapak Dr. Ridwan, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas
Sriwijaya.
7. Bapak Prof. Dr. H. Abdullah, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Sriwijaya.
8. Ibu Dr.Hj.Nashriana, S.H.,M.Hum, selaku Kepala Bagian Program Kekhususan Studi
9. Bapak Dr. H. Ruben Achmad, S.H., M.H. sebagai Dosen Pembimbing I yang telah
10. Ibu Vera Novianti, S.H.,M.Hum, sebagai Dosen Pembimbing II yang telah
11. Bapak Dr. Firman Muntaqo, S.H., M.Hum, sebagai Dosen Pembimbing Akademik
Indralaya;
12. Semua Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama penulis
13. Seluruh Staf administratif Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya yang selama ini
15. Sahabat terbaik sejak SMA Deva Eka Putri dan Septa Ayu Hastuti yang selalu ada
16. Yang tersayang Aldhan Rinaldy yang telah membantu, menemani dan meberi support
Yessy, kak Aris, Cek Redho, Uda Arifandi, Sawal, Fajar, Barlian, Tri Mekar, terima
kasih kerjasamanya;
18. Sahabat seperjuangan di Fakultas Hukum Unsri Indralaya, Eka Aprianti, Amrina
Rossada, Gita Tri Olanda, Dewi Anggraini, Pranita Nastiti, Musarofatul Alfiyah,
Wulansari, Widya, Nindi Anggraini, Yessy Egga Mayasari, Bella, Luki, Rosmita,
Deca, Nopriyanti, Reymondo, Adli, Ramadhoni, Mustofa, Azwir, Tara, Sangap, dan
masih banyak lagi nama-nama yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih
19. Keluargaku Wisma Nando, Kak Rori, Kak Arya, Deva, Citra, Cikita, Weni, kak Aris,
Cek Redho, Yeti, Mbak Tri, Eka, Kak Fendy, Fitri, Ali, yang telah menemani hari-
20. Adik-adiku di fh unsri, Mery Astuti, Irena, Alfi dan Cendani, terimakasih bantuan dan
21. Organisasiku LPM Media Sriwijaya, B.O. Ramah, HMI cabang FH Unsri,
berharga disana;
22. Keluargaku di KKN Unsri-88 Desa Karang Agung, fabela, siti rahayu. Faudrine, Ocy,
mbak Novi, Ode, Dika, Putri, Widya, Marisa, Linda, Regina, Yuli, Hardin, Rudi,
Anton, Habib, Ridho, Memei, Purwo, Toton, dan Aha, yang satu atap selama 40 hari
selama Kuliah Kerja Nyata dan memberikan pengalaman berharga sekali seumur
23. Sahabat tercinta Eki Julianti dan Ressa, yang memberikan semangat dan support
kepada saya;
24. Sahabat seperjuangan Forum Alumni Smanpala (FORMAT) terima kasih selalu
Universitas Sriwijaya yang tidak bisa disebutkan satu per satu, atas dukungan,
26. Dan keluarga besar tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, semangat dan
dorongan serta do’a sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis,
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………..
i
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………………
ii
LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………………………...
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN…………………………………………………….
iv
KATA PENGANTAR………………………………………………………………....
v
UCAPAN TERIMA KASIH…………………………………………………………..
vi
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..........
x
ABSTRAK…………………………………………………………………………….
xiii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………................
1
A. Latar Belakang…………………………………...…………………………….
1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………...…
13
C. Tujuan Penelitian……………………………………………………..…….….
14
D. Manfaat Penelitian………………………………………………………...…...
14
E. Ruang Lingkup………………………………………………………..…….…
15
F. Kerangka Teori……………………………………………………..………….
15
G. Metode Penelitian……………………………………………………………...
17
1. Jenis Penelitian…………………………………………………..………...
17
2. Pendekatan Penelitian………………………………………….………….
18
3. Sumber Bahan Penelitian………………………………………….………
19
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum………………………………………
20
5. Analisis Bahan Hukum……………………………………………….……
20
6. Teknik Penarikan Kesimpulan……………………………………………..
21
H. Sistematika Penulisan…………………………………………………………..
22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………..........
24
A. Tinjauan Umum Terhadap Tindak Pidana Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar…….
24
1. Tindak Pidana Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar………………………….….
24
2. Pertanggungjawaban Tindak Pidana Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar……....
39
Manusia……………………………………………………..……………...
39
3. Sanksi Pidana Terhadap Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar………………..…..
45
B. Teori Putusan Hakim dalam Vonis Sanksi Pidana………………………….……...
52
1. Tinjauan Umum Tentang Hakim……………………………...………………..
52
a. Pengertian Hakim…………………………………………………………..
52
b. Peranan Hakim di Pengadilan……………………………………………...
53
2. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim……………………………………...
53
a. Pengertian Putusan Hakim…………………………………………….…...
53
b. Macam-macam Putusan Hakim……………………………………………
57
59
65
D. Tinjauan Umum Terhadap Upaya Penanggulangan Kejahatan…………………….
70
70
83
85
1. Pengertian Obat………………………………………………………..……….
85
2. Penggolongan Obat…………………………………………………………...
86
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN…………………..………………………...
89
89
1. Putusan Pengadilan Negeri Kediri Nomor 197/Pid.Sus./2012/PN.Kdi………..
90
2. Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor 558/ pid. B/ 2015/ PN. Jmr……….
102
3. Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor 299/ Pid.Sus/ 2015/ PN.Plg......
113
B. Penjatuhan Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Pengedaran Sediaan Farmasi
Tanpa Izin Edar Berdasarkan Asas Kepastian, Keadilan Hukum, Dan Kemanfaatan
Hukum................................................................................................
125
a. Asas Kepastian Hukum…………………..…….……………..…………………
125
b. Asas Keadilan Hukum…………………………………………………….……..
127
c. Asas Kemanfaatan Hukum……………………………………………………….
129
BAB IV PENUTUP……………………………….………………………………………
140
A. Kesimpulan……………………………………………….………...………………
140
B. Saran…………………………………………………………………....…………..
142
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Analisis Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Putusan terhadap
Pelaku Tindak Pidana Pengedaran Sediaan Farmasi tanpa Izin Edar dalam perspektif
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Penelitian skripsi ini
dilatarbelakangi dengan adanya peristiwa tindak pidana sediaan farmasi yang beredar
dimasyarakat dengan tidak memiliki izin edar. Dirumuskan beberapa permasalahan yang
akan dibahas, yaitu bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana
terhadap orang yang melakukan tindak pidana pengedaran sediaan farmasi tanpa izin edar
dan apakah penjatuhan putusan oleh hakim dalam tindak pidana pengedaran sediaan
farmasi tanpa izin edar telah sesuai dengan asas kepastian, keadilan, dan kemanfaatan
hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif.
Sumber bahan hukum penelitian menitikberatkan pada studi kepustakaan baik berupa
bahan hukum primer, sekunder maupun tersier. Berdasarkan hasil analisis penulis yaitu
pada: 1. putusan No: 558/ pid. B/ 2015/ PN. Jmr; 2. putusan No: 197/ pid. sus/ 2012/ PN.
Kdi; dan 3. putusan No. 299/ Pid.Sus/ 2015/ PN.Plg dalam pertimbangan yuridisnya
disimpulkan bahwa terdakwa terbukti bersalah dengan melakukan tindak pidana sediaan
farmasi tanpa izin edar, terdakwa melanggar pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, hakim menjatuhkan vonis
kepada terdakwa berbeda-beda dalam tiap putusan yaitu, 1. Terdakwa atas nama Sutrisno
Als. Patrek Bin Loso divonis pidana penjara selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan dari
tuntutan jaksa penuntut umum 1 (satu) tahun dan 4 (empat) bulan penjara; 2. Terdakwa
atas nama Hari Laksono Bin Giman divonis pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dari
tunututan jaksa penuntut umum 10 (sepuluh) bulan penjara; 3. Terdakwa atas nama Indra
Bin Syamsuar divonis pidana penjara selama 3 (tiga) bulan dari tuntutan jaksa penuntut
umum 5 (lima) bulan penjara. Aparat penegak hukum khususnya hakim harus jeli dalam
memutus suatu perkara terhadap terdakwa sehingga dalam suatu perkara hukum yang
telah diputus dapat memberikan suatu kepastian hukum, kemanfaatan bagi para pihak dan
mencerminkan keadilan serta nilai-nilai kemanusiaan.
Kata Kunci: Sediaan Farmasi, Pertimbangan Hakim, Asas Kepastian, Kemanfaatan
dan Keadilan Hukum.
Pembimbing Utama, Pembimbing Pembantu,
Dr.Hj.Nashriana, S.H.,M.Hum
NIP 196509181991022001
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan
keragaman mata pencarian yang beragam sehingga memengaruhi tingkat ekonomi yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
keadilan sosial.
Dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia, hukum berperan penting
sebagai alat pengawas terhadap tatanan sosial yang ada di dalam masyarakat. Hukum ada
dimana masyarakat itu ada, sehingga setiap apa yang dilakukan orang atau badan hukum
(subyek hukum) yang menimbulkan hak dan kewajiban yang dapat memengaruhi orang
lain adalah perbuatan hukum dimana jika terjadi di masyarakat dan menimbulkan
perkembangan globalisasi, hukum juga ikut berkembang bersama masyarakat dan tatanan
didalamnya.
Perbuatan hukum dapat dibagi dalam perbuatan yang sesuai hukum dan yang
tidak sesuai dengan hukum atau yang bertentangan dengan hukum. Terhadap perbuatan
hukum yang tidak sesuai dengan hukum, akan diberikan sanksi atau ganjaran yang
bersifat negatif. Akan tetapi sampai sejauh manakah hukum atau sanksi yang diberikan
“Negara Indonesia adalah negara hukum” hal ini berarti bahwa setiap warga Negara
Indonesia harus tunduk dan patuh dalam sistem hukum yang berlaku di Negara Indonesia
yang mengatur segala aspek kehidupan manusia dan juga membatasi kepentingan-
apabila ditinjau dari segi hukum tentunya ada perilaku yang dapat dikategorikan sesuai
sesuai dengan norma (hukum) yang berlaku, tidak menjadi masalah. Terhadap perilaku
yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat menimbulkan permasalahan dibidang
masyarakat agar sesuai dengan pengaturan hukum itu sendiri. Dalam kaitannya dengan
sanksi negatif maka hukum pidana mengambil posisi sebagai solusi yang efektif
mengatasi masalah di atas. Dengan adanya hukum pidana tersebut diharapkan dapat
memberi rasa aman dalam masyarakat baik kepada individu maupun kelompok dalam
Kesehatan, menjelaskan bahwa: “kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.”4 Hal ini dapat dikatakan bahwa kesehatan merupakan
bagian terpenting dalam hidup manusia, yang dimana sehat artinya tidak cacat, tidak
terkena penyakit baik fisik maupun psikis dan bisa menjalani kehidupan sosial dengan
mewujudkan kesejahteraan umum serta kemanusiaan yang adil dan beradab. Sesuai
dengan ketentuan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 bahwa: “Negara
2 Bambang Waluyo. Pidana dan Pemidanaan. Jakarta, Sinar Grafika, 2004, hlm. 1.
3 Chazawi, Adami. Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori Pemidanaan & Batas Berlakunya
Hukum Pidana. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.. hlm. 121.
4Republik Indonesia, Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan
mental maupun sosial ekonomi. Dalam perkembangan pembangunan kesehatan selama ini, telah
terjadi perubahan orientasi baik tata nilai maupun pemikiran terutama mengenai upaya
pemecahan masalah dibidang kesehatan yang dipengaruhi oleh politik, ekonomi, sosial budaya,
pertahanan keamanan serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan orientasi tersebut akan
pengawas dari segala tatanan sosial dalam masyarakat. Adapun tiga pandangan tentang hukum
dan kemudian dicoba untuk mengemukakan hubungannya dengan masa pembangunan sekarang
1. Pandangan Legalitas
3. Pandangan Kritis.
a. Ajaran Legalisme
status quo.8
hukum disatu pihan endapan dari perbandingan kekuatan yang nyata dan
Beberapa pandangan hukum diatas dapat disimpulkan bahwa hukum selalu ada
mengatur segala sesuatunya yang berupa nilai dan norma sebagai pedoman dan aturan
bagi masyarakat itu sendiri dan harus diaati oleh masyarakat tersebut. Apabila hukum
tidak ditaati atau dapat dikatakan menyimpang dari aturan nilai dan norma yang berlaku,
maka akan dikenakan sanksi bagi pelaku yang melakukan kejahatan tersebut.
Undang – Undang Pokok Kesehatan Tahun 1960 menegaskan, bahwa kesehatan
rakyat adalah salah satu modal pokok dalam rangka pertumbuhan dan kehidupan bangsa
sejahtera; dan karean kesejahteraan umum termasuk kesehatan, maka haruslah diusahan
pelaksanaan cita – cita Bangsa Indonesia yang tercantum dalam alenia keempat
Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945, yaitu mewujudkan suatu tata masyarakat
yang adil dan makmur, material dan spiritual berdasarkan pancasila. Bagi suatu
masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera, soal kesehatan merupakan suatu
dalam penyediaan (pengolahan) bahan sumber alam dan bahan sintesis yang cocok dan
suatu penyakit. Farmasi meliputi pengetahuan tentang identifikasi, kombinasi, analisa dan
standarisasi obat dan pengobatan, termasuk pula sifat-sifat obat dan distribusinya yang
aman dan pula dalam penggunaannya, baik penyerahan obat atas dasar dengan resep
dokter, dokter gigi, dan dokter hewan maupun pada penjualan bebas. Apoteker adalah
Tentang Kesehatan, Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan
kosmetika. Pengertian Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi
yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki system fisiologi atau keadaan
10 CST. Kansil, Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1991, hlm. 5.
11 Moh. Anief, Farmasetika, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007), hlm. 1.
12 Republik Indonesia, Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2017
Tentang Apotek.
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
keprihatinan yang besar bagi kehidupan bangsa ini karena kesehatan merupakan suatu hal
yang vital bagi manusia terhadap kelangsungan hidupnya. Hal ini menunjukan bahwa
tingkat kesadaran masyarakat akan hukum masih sangat rendah sehingga cenderung
melakukan tindak pidana. Banyak sekali oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab
melanggar aturan hukum yang ada dengan mengedarkan obat-obatan sediaan farmasi
prioritas kebutuhan kesehatan serta memenuhi standar mutu, keamanan dan khasiat obat
pelayanan kesehatan yang tidak memiliki izin edar, jelas keamanan dan khasiat nya tidak
terjamin, maka masyarakat harus lebih teliti dalam membeli obat-obatan baik sediaan
farmasi, obat-obatan tradisional maupun obat jenis lainnya yang dikonsumsi untuk
kesehatan. Untuk meghindari peredaran obat-obatan sediaan farmasi tanpa izin edar, serta
menjamin keamanan mutu obat, pemerintah turut serta mengawasinya melalui lembaga
dan makanan. sesuai dengan ketentuan Pasal 2 angka (1) Peraturan Presiden Republik
14 World Health Organization, Pemastian Mutu Obat, terj. Mimi V. Syahputri, (Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2005), hlm. 1.
tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.”15
Adapun fungsi BPOM dalam melaksanakan tugas pengawasan Obat dan
Makanan berdasarkan Pasal 3 angka (1) Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017,
yakni:16
a. Penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
b. Pelaksanaan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
c. Penyusunan dan penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
lingkungan BPOM.
Pengawasan terhadap obat-obatan haruslah ketat karena semakin banyaknya
penjualan obat-obatan bebas tanpa adanya resep dokter baik di apotek maupun toko obat.
Biasanya obat bebas dapat mendorong untuk pengobatan sendiri atau perawatan penyakit
tanpa pemeriksaan dokter dan tanpa analisa dokter. Penjualan obat secara bebas inilah
yang kemudian menjadi salah satu faktor adanya pihak-pihak yang memproduksi dan
mengedarkan obat atau sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar bahkan palsu.
15 Republik Indonesia, Pasal 2 angka (1) Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 Tentang
Badan Pengawas Obat dan Makanan.
16 Republik Indonesia, Pasal 3 angka (1) Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 Tentang
Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Tentunya untuk menjualkan produksi sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar
maupun palsu tersebut tidak memiliki izin edar karena obat-obatan yang memiliki izin
edar harus sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh BPOM.
Pada dasarnya, penggunaan obat bertujuan untuk memperoleh kesembuhan dari
penyakit yang diderita. Dalam penggunaan obat harus sesuai ketentuan-ketentuan, sebab
apabila salah, penggunaan obat dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
Dikatakan bahwa obat dapat memberi kesembuhan dari penyakit bila digunakan untuk
penyakit yang cocok dengan dosis yang tepat dan cara pemakaian yang tepat pula. Jika
tidak, akan memperoleh kerugian bagi badan bahkan dapat mengakibatkan over dosis
bahkan kematian.
Jika dilihat dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa peredaran obat-obatan
farmasi tanpa izin edar sebenarnya telah melanggar Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam ketentuan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36
menyebutkan:18
“Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat
izin edar.”
17 Republik Indonesia, Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
18 Republik Indonesia, Pasal 106 Undang-Undang Nomor 36 Thun 2009 Tentang Kesehatan.
Berdasarkan ketentuan peraturan yang telah dimuat, peredaran atau menjual
obat-obatan yang tidak memiliki izin edar telah jelas merupakan suatu tindak pidana.
Walaupun telah dilakukan upaya oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan seperti
melakukan pemantauan dan juga pemberian pengarahan serta bimbingan kepada pelaku
1. Putusan No: 558/ pid. B/ 2015/ PN. Jmr, di Pengadilan Negeri Jember dengan perkara
pidana dalam tingkat pertama dengan dengan acara biasa, hakim mengadili dengan
amar putusan menyatakan bahwa terdakwa Hari Laksono bin Giman melakukan
tindak pidana “Dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar”.
dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dan menjatuhkan pula pidana denda
2. Putusan No: 197/ pid. sus/ 2012/ PN. Kdi di Pengadilan Negeri Kediri perkara pidana
khusus dalam tingkat pertama dengan dengan acara pemeriksaan khusus, hakim
mengadili dengan amar putusan menyatakan bahwa terdakwa Sutrisno Als. Praktek
mengedarkan sediaan farmasi berupa obat yang tidak memiliki izin edar”,
hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan penjara selama 2 (dua) tahun 6
3. Putusan No. 299/ Pid.Sus/ 2015/ PN.Plg di Pengadilan Negeri Palembang yang
mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama.
Hakim menyatakan bahwa terdakwa Indra Bin Syamsuar melakukan tindak pidana
menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan
1. Setiap orang
Adalah siapa saja yang menjadi subyek hukum sebagai pelaku tindak pidana
perbuatannya.
2. Adanya unsur kesengajaan
Dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/ atau alat
kesehatan yang tidak memenuhi standart dan/ atau persyaratan keamanan, khasiat
atau kemanfaatan dan mutu. Dengan sengaja dimaksudkan juga bahwa pelaku benar-
benar mengetahui sesuaru perbuatan atau akibat dari perbuatan tersebut terjadi.
Adapun perbedaan yang siginifikan dalam beberapa putusan diatas, yakni pada
putusan No: 197/ pid. sus/ 2012/ PN. Kdi dengan hukuman pidana penjara selama 2 (dua)
tahun 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan putusan
sebenarnya tidak terpisahkan satu sama lain. Menurut Almack, hubungan antara ilmu dan
penelitian seperti hasil dan proses. Penelitian adalah proses, sedangkan hasilnya adalah
ilmu. Sedangkan Whitney, berpendapat bahwa ilmu dan penelitian adalah sama-sama
proses, sehingga ilmu dan penelitian adalah proses yang sama. Hasil dari proses tersebut
adalah kebenaran (truth).19 Maka dari itu, penulis perlu melakukan penelitian dengan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
yang melakukan tindak pidana pengedaran sediaan farmasi tanpa izin edar?
2. Apakah penjatuhan putusan oleh hakim dalam tindak pidana pengedaran sediaan
farmasi tanpa izin edar telah sesuai dengan asas kepastian, keadilan, dan kemanfaatan
hukum?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini, yaitu:
penjatuhan pidana terhadap tindak pidana pengedaran sediaan farmasi tanpa izin edar.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan asas keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum
hakim dalam memutus perkara pidana terhadap sediaan farmasi tanpa izin edar.
Ketiga asas tersebut menunjang sebagai landasan dalam mencapai tujuan hukum.
D. Manfaat Penelitian
ilmu hukum, khususnya mengenai tindak pidana pengedaran sediaan farmasi tanpa
izin edar. Dengan hasil penelitian ini, peneliti dapat menambah pengetahuan dan
19 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 2007),
hlm. 29.
memahami bagaimana cara penerapan sanksi pidana, tujuan hukum mengenai asas
2. penelitian ini juga untuk mengembangkan pola pikir dinamis sekaligus untuk
perkuliahan. Selain itu, penelitian ini juga untuk melengkapi syarat akademis guna
mencapai jenjang sarjana ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.
Hasil penelitian ini diharapkan berguna secara praktis dalam upaya memberikan
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pembahasan masalah skripsi ini, dibatasi pada ruang lingkup penelitian
hukum guna mendapatkan jawaban yang di inginkan. Maka dari itu penelitian ini hanya
membahas penerapan tindak pidana terhadap pelaku pengedaran sediaan farmasi tanpa
izin edar dan mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam memutuskan tindak pidana
c. Tidak ada konsekuensi terhadap pribadi hakim dalam menjalankan tugas dan
fungsi yudisialnya.
Menurut Mackenzei ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat digunakan oleh
hakim dalam memperimbangakan penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu sebagai
berikut.21
a. Teori Keseimbangan
yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya
kepentingan korban.
20 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Presfektif Hukum Progresif, (Jakarta:
Sinar Geafika, 2010), Hlm. 104.
21 Ibid, hlm. 106.
b. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi
dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim
akan melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara
putusan, lebih ditentukan oleh insting atau intuisi dari pada pengetahuan dari
hakim.
Teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakuakan
secara sistematik dan penuh kehati – hatian khususnya dalam kaitan dengan
dalam memutus seuatu perkara, hakim tidak boleh semata – mata atas dasar
insting atau intuisi semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan
hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara
relavan dengan pokok perkara yang disangketakan sebagai dasar hukum dalam
jelas untuk menegakan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang
berperkara.
pendekatan keilmuan yaitu bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakuakan secara
sistematik dan penuh kehati – hatian khususnya dalam kaitannya dengan putusan –
putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim. bahwa dalam
memutus seuatu perkara, hakim tidak boleh semata – mata atas dasar insting atau intuisi
semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian secara umum dapat digolongkan dalam beberapa jenis, dan pemilihan jenis
penelitian tersebut. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini
Penelitian hukum normatif adalah metode yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka yang ada. penelitian yang mengkaji studi dokumen, yakni menggunakan
apakah hukum itu telah sesuai untuk diterapkan atau dengan kata lain hukum secara
nyata dilaksanakan atau dipatuhi oleh masayarakat guna menyeleaikan suatu perkra
tertentu.
2. Pendekatan Penelitian
hukum lainnya yang memiliki keterkaitan dengan tema atau isu hukum yang sedang
dikaji. Peraturan hukum lainnya yang dimaksudkan tersebut berupa peraturan hukum
yang bersifat nasional dan pendekatan kasus (Case Approach) yang dilakukan dengan
menelaah kasus – kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. Kasus-
kasus yang ditelaah merupakan kasus yang telah memperoleh putusan pengadilan
Penelitian hukum normatif menitikberatkan studi kepustakaan, oleh karena itu maka
data yang dijadikan bahan penelitian adalah data sekunder atau bahan pustaka yang
mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier,
diantaranya:25
Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang digunakan
Tentang Apotek
penjelasan mengenai bahan hukum primer yang meliputi dokumen, karya tulis
ilmiah, buku – buku ilmiah, maupun artikel – artikel dari suatu media cetak yang
erat hubungannya dengan pokok bahasan ini. Bahan hukum sekunder juga
meliputi semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen yang tidak
resmi.26
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Data tersier
dapat berupa kamus bahasa hukum, ensiklopedi, majalah, media massa dan
internet.
Karena penelitian ini menitikberatkan pada data sekunder, maka teknik pengumpulan
masyarakat terhadap suatu kasus yang diteliti, pendekatan yang dilakukan yaitu
kualitatif yang merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif. 28
Penulis melakukan penelitian dengan tujuan untuk menarik azas – azas hukum
Teknik penarikan kesimpulan dalam penulisan skripsi ini dilakukan secara deduktif
yakni penarikan kesimpulan yang berawal dari pengertian umum yang kebenarannya
sudah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat lebih khusus. 30
Hasil penelitian ini merupakan penerapan hal-hal yang bersifat umum terlebih dahulu
H. Sistematika Penulisan
27 Jhoni Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang, 2006, hlm.
47.
28 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1986, hlm. 32.
29 Ibid, hlm. 252.
30 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 2007),
hlm. 10.
31 Ibid, hlm. 31.
Secara keseluruhan pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari 4 (empat) bagian yaitu
sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Penulisan Skripsi.
Pada bab ini membahas mengenai pengertian tindak pidana, sejarah tindak
pidana farmasi, pengertian dan ruang lingkup tindak pidana, sejarah farmasi di
umum tentang tindak pidana farmasi tanpa izin edar, pertanggung jawaban
Pada bab ini membahas tentang dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
farmasi tanpa izin edar dan apakah pertimbangan hakim tersebut telah sesuai
Pada bab ini berisikan kesimpulan dari pembahasan skripsi yang ditulis serta
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Terhadap Tindak Pidana Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar
1. Tindak Pidana Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar
Tindak pidana atau strafbaarfeit di dalam Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana tidak terdapat penjelasan mengenai apa strafbaarfeit itu. Tindak pidana
biasanya disinonimkan dengan istilah delik yang dalam bahasa latin disebut
delictum.32
Moeljatno mengartikan hukum pidana sebagai bagian dari keseluruhan hukum
yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk:33
a. Menentukan perbuatan – perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan yang
dilarang dengan disertai ancaman atau sanksi pidana tertentu bagi siapa saja yang
melanggarnya.
b. Menentukan kapan dan dalam hal apa saja kepada mereka yang telah melakukan
larangan – larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang
diancamkan.
c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan
yang lebih luas, tidak hanya berkaitan dengan hukum pidana materiil (poin 1 dan 2),
tetapi juga hukum pidana formil (poin 3). Hukum pidana tidak hanya berkaitan
dengan penentuan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan sanksi pidana serta
kapan orang yang melakukan perbuatan pidana itu dijatuhi pidana, tapi juga proses
32 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2012, hlm. 47.
33 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Jakarta, Sinar Grafika, 2012, hlm. 2.
34 Ibid., hlm. 5.
35 P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, PT Citra Aditya Bakti,
2011, hlm. 10.
“Hukum pidana material itu menunjukkan asas-asas dan peraturan-
algemene deel dan bagian khusus atau bijzonder deel. Bagian umum itu memuat asas-
asas umum atau apa yang juga disebut algemene leerstuken, hingga pada dasarnya ia
hanya terbatas pada apa yang telah diatur didalam Buku ke-1 KUHP, sedang bagian
itu dapat dibagi menjadi hukum pidana biasa atau algemen strafrecht dengan hukum
pidana khusus atau bijzonder strafrecht. Hukum pidana umum adalah hukum pidana
yang dengan sengaja telah dibentuk untuk diberlakukan bagi setiap orang pada
umumnya, sedang hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang dengan sengaja
telah dibentuk untuk diberlakukan bagi orang-orang tertentu saja, misalnya bagi
telah ditolak didalam suatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku
yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang
perbuatan manusia yang bertentangan dengan hukum, diancam dengan pidana oleh
yang dilarang dan diancam dengan pidana, terhadap barang siapa melanggar larangan
tersebut. Perbuatan itu harus pula dirasakan oleh masyarakat sebagai suatu hambatan
Jika dilihat dari pengertian ini, maka disitu dalam pokoknya ternyata:40
a. Bahwa feit dalam strafbaarfeit berarti handeling, kelakuan atau tingkah laku;
b. Bahwa pengertian strafbaarfeit dihubungkan dengan kesalahan orang yang
memenuhi syarat tertentu suatu akibat pidana. Sejalan dengan hal ini maka Kitab
negara menyatakan kepada umum dan juga kepada para penegak hukum,
modern, reaksi ini tidak hanya berupa pidana akan tetapi juga apa yang disebut
38 Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib, Hukum Pidana Indonesia, Palembang: Penerbit Universitas
Sriwijaya, 2007, hlm. 67.
39 Erdianto Effendi, opcit., hlm. 98.
40 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hlm. 60.
41 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Jakarta, Sinar Grafika, 2012, hlm. 3.
Istilah hukum pidana pada dasarnya tercakup beberapa pengertian. Pertama,
(substantive criminal law), yaitu aturan hukum yang berisi ketentuan mengenai
seseorang dapat dikenai tindakan hukum tertentu berupa pidana atau tindakan karena
telah melakukan perbuatan yang dilarang itu dan berisi ketentuan mengenai sanksi
hukum berupa ancaman pidana, baik berupa sanksi pidana maupun sanksi tindakan.
Ketiga hal tersebut dalam khazanah teori hukum pidana lazim tersebut dengan
(punishment/treatment).42
Kedua, istilah hukum pidana juga bermakna sebagai hukum pidana formil
(law of criminal procedure), yaitu aturan hukum yang berisi ketentuan mengenai tata
cara atau prosedur penjatuhan sanksi pidana atau tindakan bagi seseorang yang
diduga telah melanggar aturan dalam hukum pidana materiil. Makna yang kedua ini
disebut juga dengan hukum acara pidana. Ketiga, istilah hukum pidana juga diartikan
sebagai hukum pelaksanaan pidana (law of criminal execution), yaitu aturan hukum
yang berisi ketentuan mengenai bagaimana suatu sanksi pidana yang telah dijatuhkan
meliputi:44
a. Perbuatan manusia baik aktif maupun pasif;
b. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang;
c. Perbuatan itu dianggap melawan hukum;
d. Perbuatan tersebut dapat dipersalahkan;
42 Ibid., hlm. 5.
43 Ibid.
44 Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, Bandung: PT. Rafika Aditama,
2011, hlm. 99.
e. Pelakunya dapat dipertanggungjawabkan.
Sementara, menurut EY. Kanter dan SR. Sianturi, unsur-unsur tindak pidana
adalah:45
a. Subjek;
b. Kesalahan;
c. Bersifat melawan hukum (dan tindakan);
d. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/perundangan
Adapun mengenal yang kedua, hal itu berbeda juga dengan “perbuatan pidana” sebab
pidana bagi orang yang melakukan perbuatan pidana. Perbuatan pidana hanya
menunjuk kepada sifat perbuatan saja, yaitu sifat yang dilarang dengan ancaman
dengan pidana kalau dilanggar. Apakah yang benar-benar dipidana seperti yang
sudah diancamkan, ini tergantung kepada keadaan batinnya dan hubungan batinnya
Setelah mengetahui definisi dan pengertian yang lebih mendalam dari tindak
pidana itu sendiri, maka di dalam tindak pidana tersebut terdapat unsur-unsur tindak
pidana yaitu:47
a) Unsur obyektif
Unsur yang terdapat di luar si pelaku. Unsur-unsur yang ada hubungannya dengan
45 Ibid.
46 Ibid., hlm. 62.
47 Teguh Prasetyo, op.cit., hlm 50.
1) Sifat melanggar hukum;
3) Kausalitas.
b) Unsur subjektif
Unsur yang terdapat atau melekat pada diri si pelaku, atau yang dihubungkan
dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terkandung
Ilmu hukum pidana adalah ilmu atau pengetahuan mengenai suatu bagian
khusus dari hukum, yaitu hukum pidana. Objek daru ilmu ini adalah aturan-aturan
hukum pidana yang berlaku di suatu negara, bagi kita hukum pidana Indonesia.
Hukum pidana yang berlaku dinamakan hukum pidana positif. Tujuannya ialah
die wissenschaft vom obyektiven sinn despositiven Rechts”, demikian Prof. Radbruch
48 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 2008, hlm. 11.
Penyelidikan tersebut melalui tiga fase, tiga Stufen, yaitu:49
1. Interpretasi;
2. Konstruksi;
3. Sistematik.
dengan pengertian subjektif dari pejabat-pejabat ketika membuat aturan. Sebab jika
tidak demikian dan tetap mengikuti pengertian pada saat lahirnya, maka aturan-aturan
tadi tidak dapat digunakan untuk waktu yang keadaan masyarakatnya jauh berlainan
dari ketika aturan-aturan dibuat, sehingga tidak dapat mengikuti kehidupan dan
pertumbuhan rakyat. Akibatnya ialah bahwa aturan-aturan hukum lalu dirasa sebagai
Kontruksi adalah bentukan yuridis yang terdiri atas bagian-bagian atau unsur-
unsur tertentu, dengan tujuan agar apa yang termaktub dalam bentukan itu merupakan
pengertian jelas dan terang. Rumusan-rumusan delik misalnya adalah suatu kontruksi
yuridis. Misalnya: pencurian dalam pasal 362 KUHP dirumuskan “mengabil barang
orang lain, dengan maksud memilikinya secara melawan hukum (secara tidak sah)”.
Semua perbuatan yang dapat dimasukkan dalam kontruksi ini yang menurut hukum
khususnya atau seluruh bidang hukum pada umumnya. Maksudnya ialah agar
peraturan-peraturan yang banyak dan beraneka warna itu, tidak merupakan hutan
belukar yang sukar lagi berbahaya untuk diambil kemanfaatannya, tetapi merupakan
tanaman yang teratur dan indah sehingga memberi kegunaan yang maksimal kepada
masyarakat.
Dengan mengerti akan makna objektif dari hukum pidana yang berlaku serta
(toepassen) hukum itu, baik sebagai pegawai kepolisian, pamongpraja, jaksa, hakim
maupun sebagai pengacara dan pembela, orang lalu bukan saja tahu akan adanya
aturan hukum yang berlaku, tetapi juga tahu akan maksudnya, baik sebagai suatu
aturan khusus, maupun dalam rangkaiannya dengan lain-lain aturan yang merupakan
bentukan atau kontruksi hukum tertentu, dengan tujuan yang tertentu pula, ataupun
justru sebagai pengecualian dari aturan-aturan lain. Sebab alasan-alasan yang dipakai
subjektif, menurut keinginan atau kehendak sendiri, yang tergantung dari keadaan
pembangunan keshatan. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, setiap kegiatan
berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sember daya manusia,
1. Pasal 196
“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standard an/atau
persyaratan keamanan khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,-
(satu milyar rupiah).”
Unsurnya:
- Setiap orang;
- Dengan sengaja;
- Memproduksi atau mengederkan sediaan farmasi dan/ atau alat kesehatan;
kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan
ayat (3);
- Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
(catatan: Pasal 98 ayat (2) setiap prang yang tidak memiliki keahlian dan
mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat. Ayat (3) ketentuan mengenai
dan alat kesehatan harus memenuhi standar mutu pelayanan farmasi yang
Pasal 196 ini merupakan jenis tindak pidana formil yakni menghukum perbuatan
berupa pidana pokok yakni pidana penjara dan pidana denda. Dengan demikian,
pidana yang dilakukan pada orang berdasarkan pada asas “Tiada Pidana Tanpa
Kesalahan” atau Keine Strafe ohne Schuld atau Gen straf zonder Schuld atau
2. Pasal 197
“setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/ atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana
54 Ibid, hlm 244.
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,- (satu
milyar lima ratus juta rupiah)”
Unsurnya:
- Setiap orang;
- Dengan sengaja;
- Memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/ atau alat kesehatan;
- Tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1);
- Dipidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
(catatan: Pasal 106 ayat (1) sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat
Pasal 197 ini merupakan jenis tindak pidana formil yakni menghukum perbuatan
berupa pidana pokok yakni pidana penjara dan pidana denda. Dengan demikian,
pidana yang dilakukan pada orang berdasarkan pada asas “Tiada Pidana Tanpa
Kesalahan” atau Keine Strafe ohne Schuld atau Gen straf zonder Schuld atau
3. Pasal 198
“Setiap orang yang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk
melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat
(1) dipidana dengan Dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.
100.000.000,- (seratus juta rupiah).”
Unsurnya:
- Setiap orang;
- Tidak memiliki keahlian dan kewenangan;
- Untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
ripiah).
(catatan: Pasal 108 ayat (1) praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan
pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat, obat tradisional
Dalam pasal 198 ini juga merupakan jenis tindak pidana formil yakni menghukum
orang, seseorang dapat dihukum karena kesalahannya. Hanya saja hukuman yang
dikenakan dalam pasal ini berupa pidana pidana pokok yaitu denda. Dengan
jawab pidana yang dilakukan pada orang berdasarkan pada asas “Tiada Pidana
55 Ibid,.
Tanpa Kesalahan” atau Keine Strafe ohne Schuld atau Gen straf zonder Schuld
Dari rumusan tindak pidana diatas. Berdasarkan Pasal 196, Pasal 197, dan Pasal
jelaskan bahwa Pasal 197 lebih berkaitan dengan studi putusan yang diteliti.
Manusia
Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,
melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang
pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan
Asas pertanggungjawaban dalam hukum pidana adalah tiada pidana jika tanpa
kesalahan (Geen straf zonder schuld; Actus non facit reum nisi mens sistrea). Asas ini
tidak disebut dalam hukum tertulis, tetapi asas ini dianut dalam penerapan hukum di
bahwa telah dilakukan suatu perbuatan pidana.58 Asas kesalahan tersebut menyangkut
perbuatannya.
56 Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta.
2001. hlm. 22.
57 Leden Marpaung, Unsur-Unsur Perbuatan Yang Dapat Dihukum, Sinar Grafika Jakarta, 1991,
hlm. 165.
58 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana, Aksara Baru, Jakarta,
1983, hlm. 32.
“Suatu perbuatan yang oleh hukum diancam dengan pidana, bertentangan dengan
hukum, dilakukan oleh seorang yang bersalah dan orang itu dipandang bertanggung
Dalam bahasa Latin ajaran kesalahan ini dikenal dengan sebutan mens rea.
Suatu perbuatan tidak mengakibatkan seorang bersalah seorang kecuali jika orang
yang bersalah itu jahat. Doktrin mens rea itu dilandaskan pada maxim actus nonfacit
reum nisi mens sit rea, yang berarti “suatu perbuatan tidak mengakibatkan seseorang
subjektif ini dibagi dua, yaitu bentuk kesalahan (kesengajaan dan kealpaan) dan
Konsep kesalahan geen straf zonder schuld (tiada pidana tanpa kesalahan)
menguntungkannya.
pidana menjurus kepada perbuatan pelaku tindak pidana, apabila ia telah melakukan
suatu tindak pidana, apabila ia telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi
unsur yang telah ditentukan dalam rumusan undang-undang, maka perbuatan tersebut
dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan delik yang telah dilakukannya.
tersebut melawan hukum dan tidak ada peniadaan alasan pembenar untuk itu.
objektif yang ada pada perbuatan pidana dan secara subjektif ada memenuhi syarat
untuk dapat dipidana karena perbuatannya itu. Dasar adanya perbuatan pidana adalah
asas legalitas, sedangkan dasar dapat dipidananya pembuat adalah asas legalitas. Ini
berarti bahwa pembuat perbuatan pidana hanya akan dipidana jika ia mempunyai
Konsekuensi yuridis pembuktian unsur-unsur tindak pidana adalah jika salah satu
unsur tindak pidana itu tidak terbukti, maka orang tidak dapat dipidana dengan
pemikiran bahwa KUHP itu sendiri berorientasi kepada sifat individualisasi dari
perbuatan itu sendiri. Ini berarti untuk dipidananya perbuatan atau tindak pidana,
Konsekuensi yuridis pembuktian unsur-unsur tindak pidana ini adalah jika salah satu
unsur tindak pidana itu tidak terbukti, maka orang tidak dapat dipidana dan dengan
telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan
dan tidak dibenarkan (an objective breach of a penal provision), namun hal tersebut
dipertanggungjawabkan, orang tersebut masih perlu adanya syarat bahwa orang yang
perbuatannya atau jika dilihat dari sudut perbuatannya, perbuatannya harus dapat
65 Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib, Hukum Pidana (Tindak Pidana, Pertanggungjawaban,
Pidana dan Pemidana an), Palembang: Universitas Sriwijaya, 2014., hlm. 194.
dewasa ini disebut sebagai Sculdstrafrecht, artinya bahwa penjatuhan pidana
KESALAHAN” atau Keine Strafe ohne Schuld atau Gen straf zonder Schuld atau
Pasal 196
“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standard an/atau
persyaratan keamanan khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,-
(satu milyar rupiah).”
Pasal 197
“setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/ atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,- (satu
milyar lima ratus juta rupiah)”
Pasal 198
“Setiap orang yang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk
melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat
(1) dipidana dengan Dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.
100.000.000,- (seratus juta rupiah).”
Pertanggungjawaban yang terdapat dalam Pasal 196, Pasal 197, dan Pasal 198
yang dimana orang merupakan subjek hukum dalam ketiga Pasal tersebut diatas
menyebutkan kata “setiap orang”. Dalam KUHP terdapat dalam tiap-tiap pasal dalam
Buku II dan Buku III, bahwa subjek hukum pidana adalah natuurlijke person atau
66 Fajrin, 2012, Kitabpidana.blogspot.co.id, diakses tanggal 23 Mei 2018 pukul 06.15 WIB
Pasal 196, Pasal 197, dan pasal 198 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 adalah
manusia.
pidana. Ada dua suku kata yang terkandung dalam sanksi pidana yaitu sanksi dan
pidana.67
2009 menyebutkan:69
“Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat
izin edar.”
Ketentuan yang tercantum di dalam Pasal tersebut telah jelas bahwa pasal
tersebut merupakan ketentuan pidana yang mengatur bahwa setiap orang yang
mengedarkan obat-obatan yang tidak memiliki izin edar akan dikenakan sanksi
67 Rodliyah dan Salim HS, 2017, Hukum Pidana Khusus (Unsur dan Sanksi Pidananya), Depok,
Rajawali Pers, hlm. 17.
68 Republik Indonesia, Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
69 Republik Indonesia, Pasal 106 Undang-Udang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
pidana dan hal tersebut merupakan perbuatan yang dilarang oleh hukum dan diancam
dengan pidana.
Stelsel pidana maksudnya adalah susunan pidana yang ada dalam pasal 10
a. Pidana Pokok:
1. Pidana Mati
2. Pidana Penjara
3. Kurungan
4. Denda
b. Pidana Tambahan:
70 Pasal 10 KUHP
Didalam hal ini seseorang melakukan beberapa perbuatan yang
akan dijatuhkan satu pidana saja, yaitu pidana terberat ini seolah
diancamkan.71
semuanya.74
Tahun 2009 Tentang Kesehatan, maka strafshoort yakni jenis-jenis pidana yang ada
dalam stelsel tersebut termasuk dalam pidana pokok berupa pidana penjara dan denda.
Begitu pula dengan strafmaat yakni berat ringannya pidana yang dikenakan dari pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,-
(satu milyar rupiah). Sedangkan strafmodus yakni bentuk pengenaan pidana dalam pasal
kumulasi karena pengancaman dikenakan dengan kata "dan", dikenakan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar
rupiah).
Tahun 2009 Tentang Kesehatan, maka strafshoort yakni jenis-jenis pidana yang ada
dalam stelsel tersebut termasuk dalam pidana pokok berupa pidana penjara dan denda.
Begitu pula dengan strafmaat yakni berat ringannya pidana yang dikenakan dari pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00
(satu miliar lima ratus juta rupah). Sedangkan strafmodus yakni bentuk pengenaan pidana
dalam pasal 197 Undang-Undang Kesehatan ini adalah menggunakan bentuk pengenaan
pidana kumulasi karena pengancaman dikenakan dengan kata "dan", dikenakan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00
74 Ibid
Dengan meninjau stelsel pidana dalam Pasal 198 Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan, maka strafshoort yakni jenis-jenis pidana yang ada
dalam stelsel tersebut termasuk dalam pidana pokok berupa pidana denda paling banyak
Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Sedangkan strafmodus yakni bentuk pengenaan
pidana dalam pasal 198 Undang-Undang Kesehatan ini adalah menggunakan bentuk
pengenaan pidana Tunggal karena hanya satu jenis pidana yang dikenakan kepada
1. Pidana Penjara
LAPAS dilakukan dengan pasal 270 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
masa pidananya.
tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat
putusan kepadanya.”
Pidana penjara sebagai bagian dari prevensi umum dan khusus serta tolak
ukur penjeraan sebagai salah satu sarana nasional dalam menanggulangi kejahatan.
offenders, pidana penjara masih tetap dapat dipertahankan hanya perlu dibatasi
modern, pidana sebagai proses untuk merubah tingkah laku, maka pidana penjara
masih dapat dipertahankan dan dilihat dari upaya pengamanan masyarakat, pidana
penjara merupakan salah satu dari pemidanaan yang lebih manusiawi dibandingkan
Eksistensi pidana penjara dilihat dari sudut efektivitas sanksi harus dapat
dilihat dari dua segi aspek pokok tujuan pemidanaan yakni aspek perlindungan
sedangkan aspek perbaikan si pelaku meliputi berbagai tujuan antara lain melakukan
75 Syaiful Bakhri, Perkembangan Stelsel Pidana Indonesia, Total Media, Yogyakarta, 2009, hlm.
78.
Berkenaan dengan tindak pidana penjara, telah diatur juga dalam RUU-
2. Pidana penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk waktu tertentu;
minimum khusus;
4. Jika dapat dipilih antara pidana mati dan pidana seumut hidup atau jika
ada pemberatan pidana atas tindak pidana yang dijatuhkan pidana penjara
15 (lima belas tahun), maka pidana penjara untuk waktu tertentu dapat
5. Dalam hal bagaimanapun, pidana penjara untuk waktu tertentu tidak boleh
2. Pidana Denda
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pidana denda diatur dalm Pasal 30
76 Pasal 69 RUU-KUHP
4) Dalam putusan hkim lamanya kurungan pengganti ditetapkan
demikian: jika dendanya lima puluh sen atau kurang, dihitung satu
hari, demikian pula sisanya yang tidak cukup lima puluh sen.
denda itu.
dendanya.
Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada dibawahya dalam
77 Pasal 31 Undang-Undang No.4 Tahun 2004 (yang sudah di ganti dengan Undang-Undang
No.48 Tahun 2009) Tentang Kekuasaan Kehakiman.
lingkungan peradilan umum.78 Menurut pendapat Abdul Kadir Muhammad,
Hakim adalah pegawai negeri sipil yang diangkat sebagi pejabat penegak hukum
mengadili perkara berdasarkan syarat syarat dan prosedur yang ditetapkan oleh
menerima, memeriksa, dan memutus perkara berdasarkan asas bebas, jujur, dan
tidak memihak disidang pengadilan dalam hal dan menurut tata cara yang diatur
dalam Undang-Undang.80
b. Peranan Hakim di Pengadilan
Soerjono Soekanto menyatakan peranan mempunyai arti perbuatan
dalam suau kelompok sosial atau kedudukan berarti juga tempat seseorang dalam
decide what is justice and for the public weal without any knowledge of history
and precedent is an egoist and an ignoranmus artinya seorang hakim yang siap
78 Pasal 1 Ayat (5) Undang-Undang No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
79 Fence M.Wantu, Kepastian Hukum Keadilan dan Kemanfaatan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,
2011, hlm. 24-25.
80 Ibid, hlm. 26.
81 Fence M. Wantu, Idee Des Recht Kepastian Hukum, Keadilan, dan Kemanfaatan
(Implementasi Dalam Proses Peradilan Perdata., Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2011, hlm.20
82 Ibid, hlm 40
Putusan Hakim merupakan tindakan akhir dari Hakim di dalam
Hakim adalah pernyataan dari seorang hakim dalam memutuskan suatu perkara di
dalam persidangan dan memiliki kekuatan hukum tetap. Berlandaskan pada visi
perkara pidana yang terbuka untuk umum setelah melalui proses dan prosedural
hukum acara pidan pada umumnya berisikan amar pemidanaan atau bebas atau
pelepasan dari segala tuntutan hukum dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan
menyelesaikan perkara.”84
diucapkan dalam siding yang terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas
atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur
dalam Undang-Undang ini”.85 Sedangkan untuk jenis putusan sendiri ada dua
jenis yaitu putusan sela dan putusan akhir. Perbedaan dari keduanya terletak pada
Berdasarkan Pasal 191 dan 193 KUHAP dapat diketahui bahwa ada dua
1. Putusan pemidanaan;
83 Lilik Mulyadi, Kompilasi Hukum Pidana Dalam Perspektif Teoritis Dan Praktik Peradilan,
Jakarta, Mandar Maju, 2007, hlm. 127.
84 Pasal 191 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
85 Karjadi, R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Politea, Bogor, 1997.
86 Yuli Isnandar, Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatukan Putusan Pidana Bersyarat
(Study di Pengadilan Negeri Karang Anyar), Malang, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2008, hlm.
30.
2. Putusan yang bukan pemidanaan, yang dibagi menjadi dua macam, yaitu:
putusan bebas dari segala dakwaan dan putusan lepas dari segala tuntutan
hukum.
memutuskan suatu perkara. Jika argumen hukum itu tidak benar dan tidak
sepantasnya (proper), maka orang kemudian dapat menilai bahwa putusan itu
hakim mencakup irah-irah dan kepala putusan, pertimbangan, dan amar. Dari
cakupan itu, yang dipandang sebagai dasar putusan adalah pertimbangan. Alasan-
alasan yang kuat dalam pertimbangan sebagai dasar putusan membuat putusan
Dalam Pasal 183 KUHAP, ”hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
87 S.M. Amin, Hukum Acara Pengadilan Negeri, Jakarta, Pradnya Paramita, 2009, hlm 41.
88 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Yogyakarta, Liberty, 2005, hlm
22.
89 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Yogyakarta, Laksana, 2014, hlm. 634.
e. Keterangan terdakwa.
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
(1) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyakatan disidang
pengadilan.
(2) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa
keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan
saksi itu ada. Hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga
sungguh-sungguh memperhatikan:
a. Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;
b. Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti yang lain;
c. Alasan yang mungkin dioergunakan oleh saksi untuk memberi
keterangan tertentu;
d. Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada
lain tidak merupakan alat bukti namun apabila keterangan itu sesuai dengan
keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan
Pasal 186 KUHAP, “keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan
disidang pengadilan.
Putusan bebas terdapat dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP menyebutkan:
terdakwa atas perbuatan yang dilakukan kepadanya tidak terbukti secara sah dan
secara sah dan meyakinkan” adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim
atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti yang sah menurut
terbukti, tetapi itu merupakan suatu tindak pidana maka terdakwa diputus dari
a. Pasal 44 KUHAP, yaitu tentang orang yang sakit jiwa atau cacat jiwanya
Undang-Undangan;
e. Pasal 51 KUHP, yaitu melakukan perintah yang diberikan oleh atasan yang
sah.
bersifat umum. Di samping itu dikatakan pula terdapat yang menghapus pidana
secara khusus dalam Pasal tertentu dalam Undang-Undang, antara lain yaitu Pasal
Terdapat dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan bahwa: “Jika
91 Rusli Muhammad, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada,
2006, hlm. 137
Dengan demikian hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa yaitu
meyakinkan, yang telah ditentukan oleh Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum
suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang hendak
melakukannya.
dan diadili oleh seorang hakim. Hakim memberikan keputusannya mengenai hal-hal
sebagai berikut:92
dipidana.
Teori dasar pertimbangan hakim, yaitu putusan hakim yang baik, dan sempurna
hendaknya putusan tersebut dapat diuji dengan 4 kriteria dasar pertanyaan (the four
perbuatan yang dituduhkan kepadanya. Dalam daftar tersebut dimuat hal-hal bersifat
92 Sudarto. Hukum dan Hukum Pidana, Alumni. Bandung. 1986. hlm 74.
93 Lilik Mulyadi, Kekuasaan Kehakiman, Bina Ilmu. Surabaya. 2007. hlm 136.
butir-butir tersebut diharapkan penjatuhan pidana lebih proporsional dan lebih
Proses atau tahapan penjatuhan putusan oleh hakim, dalam perkara pidana,
Pada saat hakim menganalisis, apakah terdakwa melakukan perbuatan pidana atau
tidak, yang dipandang primer adalah segi masyarakat, yaitu perbuatan tersebut sebagai
Hakim akan menjatuhkan pidana bila unsur-unsur telah terpenuhi dengan melihat pasal
Menurut Getherd Robbes secara kontektual ada tiga (3) esensi yang
yaitu:96
94 Muladi & Barda Nawawi Arif, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung. 1998,
hlm 67
95 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Presfektif Hukum Progresif, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2010), hlm 96.
c. Tidak ada konsekuensi terhadap pribadi hakim dalam menjalankan tugas dan
fungsi yudisialnya.
a. Teori Keseimbangan
yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya
kepentingan korban.
dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim
akan melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara
putusan, lebih ditentukan oleh insting atau intuisi dari pada pengetahuan dari
hakim.
97 Ibid, hlm. 106.
c. Teori Pendekatan Keilmuan
Teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakuakan
secara sistematik dan penuh kehati – hatian khususnya dalam kaitan dengan
dalam memutus seuatu perkara, hakim tidak boleh semata – mata atas dasar
insting atau intuisi semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan
hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara
dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang
relavan dengan pokok perkara yang disangketakan sebagai dasar hukum dalam
jelas untuk menegakan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang
berperkara.
Berdasarkan teori-teori tersebut diatas, penulis akan menggunakan teori
pendekatan keilmuan yaitu bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakuakan secara
putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim. bahwa
dalam memutus seuatu perkara, hakim tidak boleh semata – mata atas dasar insting
atau intuisi semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga
wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputuskan.
Dalam memutus suatu perkara pidana, seorang hakim harus memutus dengan
seadil-adilnya dan harus sesuai dengan aturan yang berlaku. Menurut Van Apeldoorn,
hakim haruslah:98
itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat
dipidana;
98 E. Utrecht & Moch Saleh Djindang, Pengantar Dalam Hukum Indonesi, Sinar Harapan,
Jakarta, 1983, hlm 204
c. Keputusan mengenai pidananya, apabila terdakwa dapat dipidana. Fungsi utama
dari seorang hakim adalah memberikan putusan terhadap perkara yang diajukan
kepadanya, dimana dalam perkara pidana hal itu tidak terlepas dari sistem
bahwa suatu hak atau peristiwa atau kesalahan dianggap telah terbukti, disamping
obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
peredaran adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan
melalui percobaan hewan dan uji klinis atau bukti-bukti lain yang sesuai
b) Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai Cara
terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi yang sahih;
103 Republik Indonesia, Pasal 4 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010 Tahun 2008 tentang
Registrasi Obat.
Pemerintah memberi bimbingan dalam perkembangan dan pengawasan
mempergunakan obat asli Indonesia, maka dapat dijaga jangan sampai penggunaan obat
asli Indonesia membahayakan. Kecuali itu kepribadian Indonesia didalam bidang farmasi
Didalam pasal ini ditetapkan usaha-usaha yang konkret yang harus dilaukan dalam
mendefinisikan dan lain-lain, tubuh manusia baik dalam bungkusan maupun tidak ,
yang ditetapkan oleh Secretaris Van Staat, Hoofd van het Departement van
Gezondheid.107
104 CST. Kansil, Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia, Jakarta, PT Rineka Cipta, 1991, hlm.
102.
105 Ibid.
106 Ibid.,
107 Abdullah Cholil, dkk., Hukum Kesehatan Indonesia, Jakarta, Perhuki, 1987, hlm. 15.
Dalam rangka memperoleh izin edar harus dilakukan registrasi terlebih
dahulu. Registrasi obat tertuang dalam Pasal 5 Peraturan Kepala Badan Pengawas
Makanan dan Obat-obatan (BPOM) Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas
tahun 2001 tentang kriteria dan tata laksana registrasi obat, yaitu :108
a. Registrasi baru;
c. Registrasi ulang.
2) Registrasi baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas :
Product (SBP).
terdiri atas :
108 Republik Indonesia, Pasal 5 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 3
Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2001 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.
b. Kategori 5 : registrasi variasi minor yang memerlukan
persetujuan (VaMi-B).
A).
Merujuk pada definisi yang diberikan oleh para ahli, bahwa tindak pidana
adalah peraturan yang dilarang oleh peraturan hukum dan diancam dengan pidana,
dimana pengertian perbuatan disini adalah selain bersifat aktif (melakukan yang
sebenarnya dilakukan oleh hukum) juga merupakan peribatan yang bersifat pasif
2009 menyebutkan:
“Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat
izin edar.”
Ketentuan yang tercantum di dalam Pasal tersebut telah jelas bahwa pasal tersebut
merupakan ketentuan pidana yang mengatur bahwa setiap orang yang mengedarkan obat-
merupakan perbuatan yang dilarang oleh hukum dan diancam dengan pidana.
suatu ancaman yang nyata atau ancaman terhadap norma-norma sosial yang
satu usaha pencegahan dan pengendalian kejahatan itu ialah dengan menggunakan
Penggunaan upaya hukum, termasuk hukum pidana, sebagai salah satu upaya
untuk mengatasi masalah sosial termasuk dalam bidang kebijakan penegakan hukum.
pada umumnya, maka kebijakan penegakan hukum itupun termasuk dalam bidang
kebijakan sosial, yaitu segala usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat.112
Dikemukakan olehnya, bahwa”Penal Policy” adalah ilmu sekaligus seni yang pada
dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada
undang dan juga kepada penyelenggara negara atau pelaksana putusan pengadilan.113
Pengertian kebijakan atau politik hukum pidana dapat dilihat dari politik
hukum maupun dari politik kriminal. Menurut Prof. Sudarto, “Politik Hukum”
adalah:114
dari berbagai disiplin ilmu sosial lainnya dan pendekatan integral dengan kebijakan
masyarakat yang harus juga mendapat perhatian dalam penegakan hukum pidana
yaitu:116
merugikan dan membahayakan masyarakat. Bertolak dari aspek ini, maka wajar
oleh karena itu, wajar pula apabila penegakan hukum pidana bertujuan
tingkah lakunya agar kembali patuh pada hukum dan menjadi warga masyarakat
atau reaksi dari penegak hukum maupun dari masyarakat pada umumnya. Oleh
karena itu wajar pula apabila penegakan hukum pidana harus mencegah
berbagai kepentingan dan nilai yang terganggu sebagai akibat adanya kejahatan.
Oleh karena itu wajar pula apabila penegakan hukum pidana harus dapat
Penegakan hukum pidana, apabila dilihat dari suatu proses kebijakan maka
beberapa tahap. Pertama, tahap formulasi yaitu tahap penegakan hukum in abstracto
oleh badan pembuat undang-undnag. Tahap ini disebut tahap legislatif. Kedua, tahap
aplikasi, yaitu tahap penerapan hukum pidana oleh aparat-aparat penegak hukum
mulai dari kepolisian sampai pengadilan. Tahap kedua ini dapat pula disebut sebagai
tahap kebijakan yudikatif. Ketiga, tahap eksekusi yaitu tahap pelaksanaan hukum
pidana secara kongkrit oleh aparat penegak hukum. Tahap ini dapat disebut sebagai
nilai tahap akhir untuk menciptakan kedamaian pergaulan hidup. Tegaknya hukum
ditandai oleh beberapa faktor yang saling berkait sangat erat yaitu hukum dan aturan
sendiri.118 Penegakan hukum tidak hanya mencakup law enforcement tetapi juga
penyesuaian antara nilai-nilai, kaidah-kaidah dan pola perilaku nyata, yang bertujuan
keadilan.119
sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut.
menerapkan hukum;
diterapkan;
e) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya cipta dan rasa yang didasarkan
Ruang lingkup dari istilah “Penegak Hukum” adalah luas sekali, oleh karena
Apabila terjadi suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana, alat
negara sebagai penegak hukum (penyidik, penuntut umum, dan hakim) wajib
119 M. Faal, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1991, hlm.
98.
120 Soerjono Soekanto, opcit., hlm. 8.
kepada mereka untuk melakukan tindakan-tindankan yang pada hakekatnya
Apabila terjadi suatu tindak pidana yaitu suatu peristiwa yang oleh
penyidikan.
penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk
tersangkanya.122
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau
merupakan tahap awal dari kegiatan pengusutan dan apabila peristiwa tersebut
polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini
1. Penyidik adalah :
2. Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur
untuk:124
pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
124 Syarifuddin Pettanasse, Hukum Acara Pidana, Palembang: Unsri, 2015, hlm., 80.
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
dari tersangka;
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. Mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan;
i. Mengadakan penghentian penyidikan;
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab
(Pasal 7 KUHAP).
2. Penangkapan
waktu kebebasan tersangka dan terdakwa, dan apabila cukup bukti guna
kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta
adalah :
1) Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik
berwenang melakukan penangkapan.
2) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu
berwenang melakukan penangkapan.
3. Penahanan
Menurut Pasal 1 angka 21, yang dimaksud dengan Penahanan adalah :
4. Penuntutan
yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan
umum, yaitu :
126 Ibid., hlm. 59-60.
a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau
penyidik pembantu;
b. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan
dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan
penyidik;
c. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau
dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada
terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah
ditentukan;
g. Melakukan penuntutan;
h. Menutup perkara demi kepentingan hukum;
i. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggungjawab
“tindakan lain” ialah antara lain meneliti identitas tersangka, barang bukti dengan
memperhatikan secara tegas batas wewenang dan fungsi antara penyidik. penuntut
segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib
belum. Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum
mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk hal yang harus
dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal
5. Putusan Pengadilan
yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa peniadaan
bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang
KUHAP.129
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk
128 Ibid.
129 Nurdin Romli, Modul Materi PLKH Hukum Acara Pidana (SUPPLEMENT), Palembang:
Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, 2013., hlm 110.
itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya. Yang dimaksud
dengan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap ialah putusan
tersebut tidak dapat dilawan lagi dengan upaya hukum yang ada (rechtsmiddelen)
seperti banding dan kasasi. Dalam ketentuan Pasal 271 KUHAP, dalam hal pidana
undang-undang. Pasal 273 ayat (1) KUHAP mengatur jika putusan pengadilan
menjatuhkan pidana denda, dalam putusan acara pemeriksaan cepat yang harus
segera dilunasi. Sedangkan dalam Pasal 274 KUHAP menjelaskan dalam hal
menurut tata cara putusan perdata. Apabila lebih dari satu orang dipidana, maka
secara seimbang.130
punishment/mass media).
dibagi dua, yaitu lewat jalur “penal” (hukum pidana) dan lewat jalur “nonpenal”
130 Ruben Achmad dan Artha Febriansyah, Modul Klinik Hukum Pidana, Palembang: Fakultas
Hukum Universitas Sriwijaya, 2013., hlm. 82.
131 Nurdin Romli, op.cit., hlm. 44.
(bukan/di luar hukum pidana). Dalam pembagian G.P. Hoefnagels di atas, upaya yang
disebut dalam butir (b) dan (c) dapat dimasukkan ke dalam kelompok upaya
kondusif itu antara lain, berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial
secara makro dan global, maka upaya-upaya nonpenal menduduki posisi kunci dan
strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal dan menanggulangi sebab-sebab yang
menimbulkan kejahatan.133
sosial tertentu, namun secara tidak kangsung mempunyai pengaruh preventif terhadap
masyarakat lewat kebijakan sosial dan dengan menggali berbagai potensi yang ada di
dalam masyarakat itu sendiri, dan pula upaya nonpenal itu digali dari berabgai sumber
Obat memiliki pengertian yaitu yang dibuat dari bahan-bahan yang didapat
langsung dari bahan-bahan alamiah Indonesia, terolah secara sederhana atas dasar
biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
badan manusia.138
2. Penggolongan Obat
Penggolongan obat diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
obat.
Penggolongan jenis-jenis obat adalah sebagai berikut : 139
a. Obat bebas, yaitu obat yang dapat dijual bebas di toko-toko obat atau
apotek dan dapat dibeli tanpa menggunakan resep dokter. Obat yang
dengan resep dokter. Obat yang termasuk golongan ini ditandai dengan
Putusan hakim merupakan mahkota dari puncak dari suatu perkara yang sedang
diperiksa dan diadili oleh hakim. Oleh karena itu hakim dalam membuat putusan harus
sedikit mungkin kekeliruan baik yang bersifat formal maupun materiil sampai dengan adanya
kecakapan teknik membuatnya. Dalam menjatuhkan suatu putusan hakim selalu berusaha
agar putusannya dapat diterima masyarakat, hakim akan merasa lega apabila putusannya
dapat memberikan kepuasan pada semua pihak dalam suatu perkara, dengan alasan-alasan
atau pertimbangan yang sesuai dengan nilai-nilai kebenaran dan keadilan. 140 Hakim dalam
kebebasannya akan berpikir terhadap dirinya sendiri, pidana apa yang akan dijatuhkan
dikatakan hakim bebas dalam mengambil keputusan, namun terikat pada apa yang didakwaan
penuntut umum, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana diluar dakwaan penuntut umum.
140 Ahmad Rifai, 2011, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Agresif,
Yogyakarta,Sinar Grafika,Hlm. 94.
Putusan hakim yang dijatuhkan kepada terdakwa berdasarkan kualitas kesalahan
dengan melihat latar belakang dari pada tindak pidana dimana sanksi yang telah
dijatuhkan telah sesuai dengan Pasal 197 UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Proses pemidanaan dalam kasus tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi dan/ atau
alat kesehatan yang tidak memilik izin edar adalah sebagai berikut:
197/Pid.Sus./2012/PN.Kdi
A. Kasus Posisi
pada hari Jum’at, tanggal 29 Juni 2012 sekira jam 04.00 WIB atau setidak-
tidaknya pada suatu waktu yang masih termasuk dalam tahun 2012, bertempat
Kediri atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam
izin edar, sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (1) UURI No. 36
bahwa di Dusun Templek Desa Puncu, Kab. Kediri sedang marak peredaran
narkoba atau pil koplo, setelah dilakukan penyelidikan pada hari Jum’at
tanggal 29 Juni 2012 pukul 04.00 wib menangkap terdakwa Sutrisno Als.
Paterk Bin Loso dirumahnya di Dusun Templek Desa Gadungan Kec. Puncu
Kab. Kediri, ditemukan menyimpan 4.500 (empat ribu lima ratus) butir pil
jenis LL yang disimpan dibawah kursi, dan diakui milik terdakwa Sutrisno als.
mendapatkan pil jenis LL tersebut pada hari Rabu tanggal 27 Juni 2012 sekira
pukul 21.00 wib bertempat di tepi jalan umum Dusun Templek Desa
Gadungan Kec. Puncu Kab. Kediri, dari Sdr. Agus (DPO) dengan cara
(empat ribu lima ratus) butir pil jenis LL, dan rencananya pil jenis LL tersebut
akan dijual setiap 90 (sembilan puluh) butir pil jenis LL dijual dengan harga
sudah ditangkap Petugas Kepolisian Resort Kediri. Barang bukti pil jenis LL
Surabaya dengan nomor : LAB : 4922 / NOF / 2012 pada hari Kamis tanggal
12 Juli 2012, yang diperiksa oleh Arif Andi Setyawan S.Si, MT, Imam Mukti
S.Si, Apt, Luluk Muljani, didapatkan kesimpulan bahwa terhadap barang bukti
nomor = 4788 / 2012 / NOF –berupa tablet warna putih logo LL tersebut
diatas adalah benar tablet dengan bahan aktif triheksifinidil HCI (tidak
Surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat suatu perumusan
dari tindak pidana yang dituduhkan, yang sementara dapat disimpulkan dari
melakukan pemeriksaan.141
Setelah melihat Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri Nomor
Alternatif.
Dakwaan Alternatif dipergunakan oleh penuntut umum apabila tindak
pidana yang akan didakwakan pada terdakwa hanya satu tindak pidana akan
tetapi penuntut umum belum yakin benar tentang tindak pidana apa tang
paling tepat didakwakan pada terdakwa. Tentang kualifikasi atau pasal yang
tepat untuk diterapkan pada tindak pidana tersebut dan untuk memperkecil
umum dimaksud kan juga untuk memberikan pilihan kepada hakim dalam
141 A. Hamzah dan Irdan Dahlan, 2010, Surat Dakwaan, PT. Alumni, Bandung, hlm. 17.
142 Paul Sinlaeloe, 2015, Memahami Surat Dakwaan, Penyelia Aksara, Kupang, hlm. 23.
1. Dakwaan Pertama, bahwa terhadap barang bukti tersebut tidak dapat
berbunyi:
farmasi dan / atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standard dan / atau
diatur dalam pasal 197 UURI No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan;
dan Denda sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta ribu rupiah) Subsidair selama
3. Menyatakan barang bukti berupa : 4500 (empat ribu lima ratus) butir pil
C. Pertimbangan Hakim
a. Bahwa kejadian dalam perkara ini pada hari Jum’at, tanggal 29 Juni 2012
(empat ribu lima ratus) butir dibungkus plastik sediaan farmasi pil jenis
LL memiliki ciri-ciri bentuknya bulat, kecil, warna putih dan ada tulisan
21.00 Wib bertempat ditepi jalan umum Dusun Templek Desa Gadungan
(empat ribu lima ratus) butir dan akan terdakwa jual atau edarkan dan
minum 3 (tiga) butir dan tidak mempunyai izin dalam menjual atau
berupa: Sediaan farmasi berupa pil jenis LL sebanyak 4490 (empat ribu
d. Bahwa benar menurut saksi ahli sediaan farmasi adalah obat, bahan baku
obat, obat tradisional dan kosmetik, menurut keterangan saksi ahli sesuai
e. Bahwa benar yang berhak mengedarkan sediaan farmasi yang berupa obat
perundang-undangan.
didakwa dengan dakwaan Alternatif yaitu Pertama Pasal : 197 UURI No.
36 Tahun 2009 Atau Kedua Pasal 196 UURI No. 36 Tahun 2009 Atau
Ketiga Pasal 3 (1) UU Obat Keras (St. No. 419 tgl. 22 Desember 1949) .
alternatif untuk memilih dakwaan mana yang Majelis anggap lebih tepat
1. Setiap orang.
Setiap orang adalah siapa saja yang menjadi subyek hukum dan
Als. PATREK Bin LOSO adalah subyek hukum dimaksud dan mampu
mempertanggungjawabkan perbutannya serta selama persidangan
sediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standart
berwenang.
b. Bahwa sediaan farmasi jenis pil milik terdakwa menurut saksi ahli
tidak memiliki ijin edar dari yang berwenang dan jika diedarkan
/ 2012 pada hari Kamis tanggal 12 Juli 2012, yang diperiksa oleh
Arif Andi Setyawan S.Si, MT, Imam Mukti S.Si, Apt, Luluk
tahanan.
mengulangi lagi.
D. Putusan Hakim
(dua) tahun 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta
rupiah), apabila denda tersebut tidak dibayar maka dapat diganti dengan
untuk dimusnahkan;
E. Analisis Putusan
pidana itu sendiri dan juga memberi manfaat pembelajaran untuk orang lain
agar takut melakukan tindak pidana, sehingga terciptanya keamanan dan
yang terlaksana disini adalah putusan hakim yang telah inkracht. Sediaan
farmasi berupa pil jenis LL sebanyak 4490(empat ribu empat ratus sembilan
puluh) butir merupakan barang bukti yang dimana pil tersebut akan diedarkan
dengan jumlah yang tidak sedikit, serta bisa membahayakan bagi orang lain
karena penjualan yang tidak sesuai aturan pakai, sehingga tidak menutup
2. Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor 558/ pid. B/ 2015/ PN. Jmr
a. Kasus Posisi
Bahwa terdakwa atas nama HARI LAKSONO Bin GIMAN pada hari
Minggu tanggal 21 Juni 2015 sekitar pukul 17.00 WIB atau setidak-tidaknya pada
waktu lain yang masih termasuk bulan Juni tahun 2015 bertempat dirumah
terdakwa Dsn.Loncatan Desa Mangaran Kec. Ajung Kab. Jember atau setidak-
tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum
Pengadilan Negeri Jember, yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini,
atau kemanfaatan dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan
ayat (3), perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut:
Bahwa pada awalnya saksi VIVIN MUJIANTO dan saksi MEIKA
PUTRA (keduanya merupakan anggota Polisi dari Satuan Reserse Narkoba Polres
LAKSONO Bin GIMAN telah menjual atau mengedarkan obat warna putih logo
plastik klip yang berisikan obat warna putih berlogo Y dengan jumlah 62 butir dan
5 (lima) plastik klip obat warna kuning dengan jumlah 60 butir, serta ditemukan
terlarang tersebut sebesar Rp.10.000.- (sepuluh ribu rupiah) dari sdr. SAMSUL
putih dan warna kuning adalah tergolong obat keras dan tidak ada ijin dari yang
keras yang dilarang tersebut dengan cara menunggu dirumahnya dan para
pembeli/pengguna berdatangan tanpa ada resep dari dokter, namun cara terdakwa
tablet warna putih logo “Y” adalah benar tablet dengan bahan aktif
tergolong obat bebas terbatas sesuai dengan aturan, tidak termasuk Narkotika
yang dibuat dan ditandatangani oleh ABDUL MUNIF selaku yang memberikan
keterangan Ahli dan mengetahui Atas Nama Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Dra.Widiajaningsih, Apt.
2015/ PN. Jmr, bentuk dakwaan penuntut umum adalah dakwaan Alternatif.
a. Bahwa pada hari Minggu tanggal 21 Juni 2015 sekitar jam 17.00
butir dan 5 (lima) plastik klip obat warna kuning dengan jumlah
Bahwa pada hari Minggu tanggal 21 Juni 2015 sekitar jam 17.00 WIB
Ajung Kabupaten Jember pada waktu itu saksi bersamasama dengan Vivin
menemukan barang bukti berupa 9 (Sembilan) plastik klip yang berisikan obat
warna putih berlogo Y dengan jumlah keseluruhan 62 (enam puluh dua ) butir
dan 5 (lima) plastik klip obat warna kuning dengan jumlah keseluruhan 60
(enam puluh) butir dan uang sebesar Rp.10.000,- (Sepuluh ribu rupiah).
pemakaiannya harus dengan resep dokter disarana kesehatan yang berizin dan
hanya dapat dilakukan oleh apotek dan penjualan oleh apotek harus dengan
resep dokter, sehingga obat tersebut tidak dapat dijual secara bebas dan tidak
dapat dijual tanpa dengan resep dokter, sedangkan untuk jenis obat
jumlah sesuai dosis Terapy ( 3xsehari 1-2 tablet) tanpa resep dokter
Penggolongan Obat.
189/ JEMBER/10/2015 yang pada pokoknya menuntut agar Majelis Hakim yang
Negara;
c. Pertimbangan Hakim
Penuntut Umum telah disita secara sah menurut hukum dan barang bukti tersebut
dibenarkan oleh para saksi dan Terdakwa maka barang bukti tersebut dapat
oleh Terdakwa tersebut diatas telah sesuai dengan perbuatan yang didakwakan
oleh Penuntut Umum dengan dakwaan Alternatif kesatu melanggar Pasal 196
tentang Kesehatan.
1. Barang siapa.
benar Hari Laksono bin Giman yang telah didakwa Penuntut Umum
sebagai pelaku tindak pidana dalam dakwaannya, hal ini terbukti dari
perkara ini dalam makna salah mendakwa orang sebagai pelaku tindak
pidana.
terpenuhi.
pada hari Minggu tanggal 21 Juni 2015 sekitar jam 17.00 WIB di rumah
Terdakwa Dusun Loncatan Desa Mangaran Kecamatan Ajung Kabupaten
saat itu Terdakwa telah menjual obat warna putih berlogo Y secara bebas
putih berlogo Y dan apabila semua obat tersebut laku terjual Terdakwa
menjual obat warna putih berlogo Y tanpa dilengkapi surat ijin edar disita
dari tangan Terdakwa 9 (sembilan) plastik klip yang berisikan obat warna
nomor 558/ pid. B/ 2015/ PN. Jmr dalam perkara HARI LAKSONO Bin
generasi muda.
mengulangi perbuatannya.
d. Putusan Hakim
tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 (delapan ) bulan.
puluh ribu rupiah ) apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti
e. Analisis Putusan
rendah dari batas minimal dan juga tidak boleh menjatuhkan hukuman yang
lebih tinggi dari pada batas maksimal hukuman yang telah ditentukan oleh
oleh pelaku kejahatan haruslah memberi manfaat bagi orang yang melakukan
tindak pidana itu sendiri dan juga memberi manfaat pembelajaran untuk orang
lain agar takut melakukan tindak pidana, sehingga terciptanya keamanan dan
yang terlaksana disini adalah putusan hakim yang telah inkracht. Sediaan
farmasi berupa 2 (dua) buah kantong plastik kecil masing-masing isi 60 (enam
puluh) butir tablet warna kuning dan 62 (enam puluh dua) butir warna putih
merupakan barang bukti yang dimana pil tersebut akan diedarkan dengan
sebelumnya memang pengedaran sediaan farmasi tanpa izin edar ini lebih
serta bisa membahayakan bagi orang lain karena penjualan yang tidak sesuai
3. Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor 299/ Pid.Sus/ 2015/ PN. Plg
a. Kasus Posisi
Bahwa terdakwa INDRA Bin SYAMSUAR, pada hari Kamis tanggal 07 Juni
2012 sekira pukul 12.20 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam
bulan Juni di tahun 2012 bertempat di Toko Indra milik terdakwa di Pasar
dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar. Perbuatan tersebut
INDRA yang dikelola oleh terdakwa lalu para saksi langsung menjelaskan
dan dalam lemari yang berada diruang tengah toko tersebut berupa 15
(lima belas) macam kelompok produk kosmetik tanpa izin edar yang
terdakwa membeli kosmetik tanpa izin edar dari sales prilance yang
lanjut.
macam produk kosmetik tidak memiliki izin edar sehingga tidak dapat
agar terdakwa selaku pemilik toko Indra supaya membeli produk kosmetik
dari sumber yang resmi jangan membeli dari orang yang tidak jelas dan
tidak bisa dipertanggung jawabkan namun tetap saja terdakwa tidak
dengan tetap menjual obat tradisional, kosmetika, maupun obat yang tidak
kembali 15 (lima belas) macam produk kosmetik tidak memiliki izin edar
299/ Pid.Sus/ 2015/ PN. Plg, bentuk dakwaan Penutut umum dibuat
dengan dakwaan tunggal yaitu melanggar Pasal 197 jo Pasal 106 ayat
197 Jo Pasal 106 ayat (1) UU Nomor 36 tahun 2009 yang berbunyi:
2009;
dimusnahkan.
Pasal 197 jo Pasal 106 ayat (1) UU No. 36 tahun 2009 tentang
i. Barang siapa;
salah satu dari perbuatan yang terdapat dalam unsur ini terpenuhi
dipertimbangkan lagi.
Menimbang, bahwa untuk membuktikan unsur ini Majelis
edar dari Balai Besar POM, dan hal ini terjadi pada hari
Palembang;
berikut:
dikemudian hari.
d. Putusan Hakim
bulan;
e. Analisis Putusan
perkara ini, karena dalam hal ini jenis edaran farmasi yang dimaksud adalah
kosmetik yang tidak memiliki izin edar, jadi tidak berpengaruh pada kematian.
pidana itu sendiri dan juga memberi manfaat pembelajaran untuk orang lain
yang terlaksana disini adalah putusan hakim yang telah inkracht. Sediaan
farmasi berupa jenis kosmetik merupakan barang bukti yang dimana kosmetik
tersebut akan diedarkan dengan jumlah yang tidak sedikit, jika dilakukan
orang lain karena penjualan yang tidak sesuai aturan pakai, sehingga tidak
bangsa.
Tanpa Izin Edar Berdasarkan Asas Kepastian, Keadilan Hukum, Dan Kemanfaatan
Hukum.
a. Asas Kepastian Hukum
Kepastian hukum adalah salah tujuan utama dari sistem peradilan hukum
sebagian orang beranggapan bahwa keadilan itu adalah kepastian hukum. Dan
kepastian hukum dapat tercapai setelah proses peradilan telah selesai (adanya
putusan pengadilan). Kepastian hukum adalah “sicherkeit des Rechts selbst” yang
bermakna kepastian tentang hukum itu sendiri. Ada empat hal yang berhubungan
dengan makna kepastian hukum. Pertama, bahwa hukum itu positif, artinya
hukum itu didasarkan pada fakta (Tatsachen), bukan suatu rumusan tentang
penilaian yang nanti akan dilakukan oleh hakim, seperti “kemauan baik”,
“kesopanan”. Ketiga, bahwa fakta itu harus dirumuskan dengan cara yang jelas
dijalankan. Keempat, hukum positif itu tidak boleh sering diubah-ubah. Berbicara
mengenai kepastian, maka seperti dikatakan Radbruch, yang lebih tepat adalah
kepastian dari adanya peraturan itu sendiri atau kepastian peraturan (sicherkeit
des Rechts).145
Indikator
145 Rahmi Purnama Melati, 2015, “Asas Kepastian Hukum dalam Peradilan di Indonesia”
dikutip dari http://amiyorizakaria.blogspot.com/2015/11/asas-kepastian-hukum-dalam-peradilan-di.html,
diakses pada tanggal 29 Mei 2018 pukul 21.18 WIB.
Lon Fuller dalam bukunya the Morality of Law mengajukan 8 (delapan)
asas yang harus dipenuhi oleh hukum, yang apabila tidak dipenuhi maka hukum
akan gagal untuk disebut sebagai hukum atau dengan kata lain harus terdapat
6. Tidak boleh menuntut suatu tindakan yang melebihi apa yang bisa
dilakukan;
putusan 1 (satu), putusan 2 (dua), dan putusan 3 (tiga) telah adanya kepastian
hukum, karena putusan dalam perkara ini hakim tidak semata menggunakan
dan putusan diumumkan pada publik sehingga penulis dapat dan khalayak dapat
mengetahui tentang putusan perkara ini serta putusan dapat dipahami oleh hukum.
Hakim dalam 3 (tiga) perkara ini, memutus telah sesuai dengan Undang-Undang
yang berlaku yaitu bertolak ukur pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan
ketika membicarakan hukum tidak terlepas dengan keadilan dewi keadilan dari
Yunani. Dari zaman yunani hingga zaman modern para pakar memiliki disparitas
konsep keadilan, hal ini disebabkan pada kondisi saat itu. Sesungguhnya konsep
keadilan sangat sulit mencari tolak ukurnya karena adil bagi satu pihak belum
tentu dirasakan oleh pihak lainnya. Kata keadilan berasal dari kata adil, yang
bukan berarti bahwa tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama. Jika hukum
memberi tiap-tiap orang apa yang patut diterimanya, maka ia tak dapat
peraturan umum, bertulis atau tidak bertulis adalah tidak mungkin. Tak adanya
yang disebut adil atau tidak adil. Ketidaktentuan itu akan menyebabkan
147 Dardji Darmohardjo, Shidarta., 2006, Pokok-pokok filsafat hukum: apa dan bagaimana
filsafat
hukum Indonesia, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, hlm. 155.
148 Algra, dkk., 1983, Mula Hukum, Jakarta: Binacipta, hlm. 7.
menyamaratakan. Keadilan melarang menyamaratakan; keadilan menuntut supaya
jadi makin tepat dan tajam peraturan hukum itu, makin terdesaklah keadilan.
Itulah arti summum ius, summa iniuria, keadilan yang tertinggi adalah
cepat, sederhana, dan biaya ringan. Sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (2) UU
No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman yaitu berupa peradilan dilakukan
Indikator
1. Keadilan bukan berarti persamarataan, adil tidak harus sama rata, hal ini
Hakim telah memutus dengan pertimbangan yang cukup adil, hanya saja
hukum yang seharusnya dijatuhkan pada putusan 1 (satu) seharusnya bisa lebih
149 L.J. Van Apeldoorn, 1993, Pengantar Ilmu Hukum, terj. Oetarid Sadino, Jakarta: Pradnya
Paramita, hlm. 11.
150 Romy Gumilar, “Penyelesaian Perkara Dengan Sederhana, Cepat, dan Biaya
Ringan” Dikutip dari http://www.romygumilar.wordpress.com diakses 28 mei 2018 pukul 22.00 WIB.
tinggi karena perbuatan terdakwa dengan mengederkan ribuan butir pil tergolong
obat keras adalah memiliki tingkat bahaya yang cukup tinggi terhadap
sedikitnya barang bukti terhadap pengedaran sediaan farmasi tanpa izin edar.
Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 adalah berupa penjara paling
lama 15 tahun (lima belas tahun) dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00
(satu miliar lima ratus juta rupiah) dengan memutus perkara berdasarkan
dibebankan kepada terdakwa adalah ringan yaitu dalam putusan 1 (satu) biaya
yang dibebankan adalah Rp 2.000,- (dua ribu rupiah), biaya yang dibebankan
dalam putusan 2 (dua) juga sebesar Rp 2.000,- (dua ribu rupiah) dan biaya yang
mencapai cita-cita masyarakat yang adil dan makmur. Bagi Hans Kelsen
hukum. Hukum itu untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakkan
hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai
Indikator
bertolak ukur pada keadilan yang notabenenya harus memiliki manfaat bagi setiap
individu yang berperkara terutama pada terdakwa. Apakah dalam putusan hakim
ini memberikan manfaat atau tidak kepada terdawa, hal ini tergantung pada
hukuman yang diberikan oleh hakim kepada terdakwa diharapkan dapat memberi
manfaat berupa efek jera pada si pelaku. Tentunya hukuman yang diberikan
hakim tidak boleh melebihi batas maksimal dan minimal hukuman tersebut
kemanfaatan hukum:
154 Cekli Setya Pratiwi, dkk., 2016, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), Malang,
Cakrawala Surya Prima, hlm. 63.
1) Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri Nomor
197/Pid.Sus./2012/PN.Kdi
diatas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak Pidana
(satu) bulan;
Analisis:
hakim dalam putusan ini berupa “pidana penjara selama 2 (dua) tahun 6 (enam)
bulan dan denda sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah), apabila denda tersebut
tidak dibayar maka dapat diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan”
dari lamanya hukuman maksimal penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)
maka seharusnya keadilan penjatuhan hukuman atas sanksi harus diberikan lebih
berat sehingga menimbulkan efek jera terhadap terdakwa. Dilihat dari asas
manfaat bagi orang yang melakukan tindak pidana itu sendiri dan juga memberi
manfaat pembelajaran untuk orang lain agar takut melakukan tindak pidana,
dan bernegara. Kepastian hukum yang terlaksana disini adalah putusan hakim
yang telah inkracht. Sediaan farmasi berupa pil jenis LL sebanyak 4490(empat
ribu empat ratus sembilan puluh) butir merupakan barang bukti yang dimana pil
tersebut akan diedarkan dengan jumlah yang tidak sedikit, serta bisa
membahayakan bagi orang lain karena penjualan yang tidak sesuai aturan pakai,
generasi bangsa.
2) Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor 558/ pid. B/ 2015/ PN. Jmr
tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan.
Menjatuhkan pula pidana denda sebesar Rp.250.000,- ( Dua ratus lima puluh
ribu rupiah ) apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan
3. Menetapkan masa penangkapan dan masa penahanan yang telah dijalani oleh
masing-masing isi 60 (enam puluh) butir tablet warna kuning dan 62 (enam
puluh dua) butir warna putih dirampas untuk dimusnahkan dan uang tunai
Analisis:
2015/ PN. Jmr, termasuk kedalam hukum pidana khusus karena hukuman dari
kedalam hukum pidana umum, padahal harusnya kasus ini termasuk kedalam
pidana khusus. Sanksi pidana yang dijatuhkan berupa “pidana penjara selama 8
(delapan) bulan dan pidana denda sebesar Rp.250.000,- ( Dua ratus lima puluh
ribu rupiah ) apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00
(satu miliar lima ratus juta rupiah) sesuai dengan ketentuan Pasal 197 Undang-
diberikan lebih berat sehingga menimbulkan efek jera terhadap terdakwa. Dilihat
haruslah memberi manfaat bagi orang yang melakukan tindak pidana itu sendiri
dan juga memberi manfaat pembelajaran untuk orang lain agar takut melakukan
adalah putusan hakim yang telah inkracht. Sediaan farmasi berupa 2 (dua) buah
kantong plastik kecil masing-masing isi 60 (enam puluh) butir tablet warna
kuning dan 62 (enam puluh dua) butir warna putih merupakan barang bukti yang
dimana pil tersebut akan diedarkan dengan jumlah yang tidak sedikit, walaupun
jika dibandingkan dengan putusan sebelumnya memang pengedaran sediaan
farmasi tanpa izin edar ini lebih sedikit, hanya saja jika dilakukan secara
dikonsumsi oleh masyarakat, serta bisa membahayakan bagi orang lain karena
penjualan yang tidak sesuai aturan pakai, sehingga tidak menutup kemungkinan
3) Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor 299/ Pid.Sus/ 2015/ PN. Plg
dijatuhkan;
berikut :
1. SP Special Super Asli Rp.10.000,-/pot 82 pot
Analisis:
PN. Plg, termasuk kedalam hukum pidana khusus karena hukuman dari tindak
KUHP yang bersanski pidana. Sanksi pidana yang dijatuhkan berupa “pidana
penjara selama 3 (tiga) bulan dan denda sebesar Rp 5.000.000,00,- (Lima juta
rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan
pidana kurungan selama (dua) bulan”, dari lamanya hukuman maksimal penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00
(satu miliar lima ratus juta rupiah) sesuai dengan ketentuan Pasal 197 Undang-
perkara ini, karena dalam hal ini jenis edaran farmasi yang dimaksud adalah
kosmetik yang tidak memiliki izin edar, jadi tidak berpengaruh pada kematian.
Dilihat dari asas kemanfaatannya, hukuman yang diterima oleh pelaku kejahatan
haruslah memberi manfaat bagi orang yang melakukan tindak pidana itu sendiri
dan juga memberi manfaat pembelajaran untuk orang lain agar takut melakukan
adalah putusan hakim yang telah inkracht. Sediaan farmasi berupa jenis
diedarkan dengan jumlah yang tidak sedikit, jika dilakukan secara berkelanjutan
akan menimbulkan bahaya terhadap penjualan obat tersebut jika dikonsumsi oleh
masyarakat, serta bisa membahayakan bagi orang lain karena penjualan yang
tidak sesuai aturan pakai, sehingga tidak menutup kemungkinan berdampak
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut diatas, maka penulis dapat menarik
sediaan farmasi tanpa izin edar pada kasus putusan nomor: 197/Pid.Sus./2012/PN.Kdi
dalam perkara SUTRISNO Als. PATREK Bin LOSO, putusan nomor 558/ pid. B/
2015/ PN. Jmr dalam perkara HARI LAKSONO Bin GIMAN, dan putusan nomor
299/ Pid.Sus/ 2015/ PN. Plg dalam perkara INDRA bin SYAMSUAR, Dari hasil
a. Alasan Yuridis dari ketiga putusan yaitu semua alat bukti serta keterangan
saksi menunjukan bahwa benar terdakwa telah terbukti sah dan meyakinkan
pasal yang sama yakni Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
sediaan farmasi dan atau alat keehatan yang tidak memenuhi standar dan atau
terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sediaan farmasi tanpa
izin edar.
LOSO, putusan nomor 558/ pid. B/ 2015/ PN. Jmr dalam perkara HARI
LAKSONO Bin GIMAN, dan putusan nomor 299/ Pid.Sus/ 2015/ PN. Plg
terlarang dan obat keras. adapun hal-hal yang meringankan trdakwa mengaku
mengulanginya lagi.
2. Putusan hakim dalam perkara sediaan farmasi tanpa izin edar dengan putusan nomor:
putusan nomor 558/ pid. B/ 2015/ PN. Jmr dalam perkara HARI LAKSONO Bin
GIMAN, dan putusan nomor 299/ Pid.Sus/ 2015/ PN. Plg dalam perkara INDRA bin
kepastian hukum, asas keadilan hukum dan asas kemanfaatan hukum dimana
hukum yang mana kepastian hukum terhadap hukuman terdakwa berdasarkan Pasal
197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 adalah berupa penjara paling lama 15
tahun (lima belas tahun) dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,- (satu miliar
lima ratus juta rupiah) dengan memutus perkara berdasarkan keadilan yang seadil-
sediaan farmasi tanpa izin tersebut tidak terlalu banyak. Hukuman yang adil diberikan
hakim kepada terdakwa dapat memberikan manfaat untuk memberi efek jera kepada
untuk orang lain agar takut melakukan tindak pidana, sehingga terciptanya keamanan
B. SARAN
Penulis memberikan saran-saran bagi semua pihak khususnya Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) dan aparat penegak hukum yang berwenang, yakni sebagai berikut:
1. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) seharusnya lebih teliti dalam
memerhatikan atas penjualan pengedaran sediaan farmasai tanpa izin edar baik
berupa obat, makanan, kosmetik, maupun obat-obatan jenis lain yang seharusnya
DAFTAR PUSTAKA
Buku – Buku
Website