NOMOR:37/PID.SUS.TPK/2014/PN.Amb.
YANG MEMBEBASKAN TERDAKWA TINDAK
PIDANA KORUPSI.
OLEH
SKRIPSI
LEMBARAN PENGESAHAN
JUDUL
Oleh:
SKRIPSI
Ambon,
Menyetujui,
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Pattimura,
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Hukum Universitas Pattimura,
PERNYATAAN
NIM : 201621254
Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan bukan
merupakan plagiat dan setiap sumber acuan telah ditulis sesuai dengan kaidah
penulisan karya ilmiah. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini adalah
plagiat, saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai ketentuan yang berlaku di
Ambon,
Yang menyatakan,
Materai Rp 6.000
Fitria Wally
201621254
iii
Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang
Maha Esa, atas limpahan berkat dan rahmat serta hidayah-Nyalah hingga penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif serta saran dari semua
pihak guna melengkapi penulisan ini kepada ke depan dan dapat berguna bagi
ini, tidak terlepas dari bantuan baik moril maupun materil dari berbagai pihak.
Dengan segala kerendahan hati secara khusus penulis persembahkan pula ucapan
Universitas Pattimura selain itu juga telah memberikan ilmu kepada penulis
Pattimura yang mana telah memberikan banyak ilmu kepada penulis selama
7. Dr. E. R. M. Toule, SH., MS, selaku ketua program studi Ilmu Hukum
Universitas Pattimura.
ini.
v
10. Dr. Hendry J. Piries, SH., MH selaku Mentor yang selalu memberikan
nasihat, arahan, dan perhatian terkait studi terutama masalah indeks prestasi
11. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Pattimura terkhusus
Dosen Bagian Hukum Pidana; Bapak Dr. J. D. Pasalbessy, SH., M.Hum, Ibu
Dr. D. Hehanussa, SH., M.Hum, Ibu Dr. Hadibah Zachra Wadjo, SH., MH,
Ibu Dr. Margie Gladies Sopacua, SH., MH, Bapak Dr. Julianus E.
Latupeirissa, SH., MH, Bapak Dr. Reimon Supusepa, SH., MH, Ibu Dr.
Sherly Adam, SH., MH, Ibu L. Lokollo, SH., MH, Bapak Elias Z. Leasa,
SH.,MH, Bapak Jacob Hattu, SH., MH, Bapak Iqbal Taufik., SH., MH,
Bapak Denny Latumaerissa, SH., MH, Ibu Jetty M. Patty, SH., MH, Bapak
S. Makaruku., SH., MH, Ibu C. Tuhumury, S.Th., SH., MH, Ibu Juddy M.
Saimima., SH., MH, Ibu Yonna B. Salamor, SH., MH serta Bpk/ibu Dosen
lainnya yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu demi satu, atas
12. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Pattimura yang telah
banyak membantu dan memberikan ilmu hukum kepada penulis mulai dari
13. Pegawai Fakultas Hukum Universitas Pattimura yang tidak sempat penulis
sebutkan satu demi satu, yang mana telah banyak membantu penulis dalam
14. Kepada kedua orang tuaku tercinta (Alm) Bapak Hasan Wally dan Mama
semangat, dorongan dan motivasi. Terima kasih atas do’a yang tak henti-
15. Saudara/saudariku tercinta kakak Wa Ona Waly, Wa Ola Waly, Arman Waly,
Tomas Waly dan Wa Jumi Waly, yang tidak pernah bosan memberi
16. Keluarga besar Waly, dimana saja berada terima kasih atas dukungan selama
17. Sahabat-sahabatku yang selalu ada dalam suka maupun duka. Mariam Soel,
memberkati dan menyertai langkah juang kita dalam meraih masa depan
yang baik.
Hanya ucapan terima kasih sajalah yang dapat penulis ucapkan untuk
membalas kebaikan, bantuan, dukungan, perhatian, kasih sayang dan doa yang
telah secara tulus dicurahkan kepada penulis, semoga Allah SWT membalas
kebaikan kita semua, dan semoga karya yang sederhana ini dapat membawa
FITRIA WALLY
NIM 2016-21-254
viii
Abstrak
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 127 dan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157 dan Tambahan
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134 dan Tambahan Lembaran
Daftar Putusan
DAFTAR ISI
ABSTRAK............................................................................................................viii
DAFTAR PUTUSAN............................................................................................x
DAFTAR ISI.........................................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................8
C. Tujuan Penulisan...........................................................................9
D. Kegunaan Penulisan......................................................................9
E. Konsep Teori.................................................................................9
F. Metode Penelitian.........................................................................10
1. Tipe Penelitian.........................................................................10
2. Pendekatan Masalah................................................................11
3. Bahan Hukum.........................................................................11
A. Kasus Posisi..................................................................................39
2014/ PN.Amb..............................................................................40
BAB IV PENUTUP...........................................................................................73
A. Kesimpulan...................................................................................73
B. Saran..............................................................................................74
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................75
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akan tetapi semua itu belum dapat menjawab akan kebutuhan terhadap
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang
Korupsi adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Karena itu
perlu dihadapi dan ditangani dengan cara-cara yang luar biasa (extra judicial
penegakan hukum dalam kasus korupsi ini yang cukup paradoksal dan masih
2
http://umarsholahudin.com/eksaminasi-publik-terhadap-putusan-pengadilan-kasus-
tindak-pidanakorupsi-dalam-perpesktif-hukum-progresif/diakses pada 10 November 2019|10:12
WIT
3
ringan, bahkan sampai ada beberapa vonis bebas terhadap terdakwa kasus
korupsi.
yang paling penting karena hakimlah yang berhak memutus perkara. Hakim
dalam memutus suatu perkara juga harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip
peradilan yang bebas dan tidak memihak yang tertuang dalam Pasal 1 Undang-
Sebagai salah satu dari pelaksana hukum yaitu hakim diberi wewenang
pidana. Oleh karena itu, hakim dalam menangani suatu perkara harus berbuat
hal yang ada pada dirinya dan sekitarnya karena pengaruh agama, kebudayaan,
tindak pidana korupsi adalah suatu tindakan itu tidak dapat dipisahkan dari
3
Oemar Seno Aji, Hukum Hakim Pidana, Jakarta, Bumi Aksara, 1984, hal. 12.
4
Istilah korupsi berasal dari satu kata dalam bahasa Latin yakni
dalam bahasa Inggris menjadi corruption atau corrupt dalam bahasa Prancis
(korruptie). Agaknya dari bahasa Belanda itulah lahir kata korupsi dalam
4
P. A. F. Laminantang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung,
1990, hal. 4.
5
Andi Hamzah (i), Korupsi di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1991, hal. 7.
6
S. Wojowasito, Kamus Umum Belanda Indonesia, Ichtiar Baru, Jakarta, 1999, hal.
128.
Leden Marpaung, Tindak Pidana Korupsi : Pemberantasan dan Pencegahan, Jakarta,
7
yang lama.8
bahwa putusan Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi ternyata bahwa dari
8
Ibid.
9
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Sinar Grafika 2005, hal. 18.
6
umum;
peristiwa , kejadian atau barang baru, melainkan sudah sering terjadi di masa-
masa lalu, baik sebelum maupun sesudah terbentuknya KPK dan Peradilan
Tindak Pidana Korupsi. Sebagai contoh, kasus korupsi wali kota Tual non-
aktif yang divonis bebas, adalah terdakwa kasus Tindak Pidana Korupsi dalam
Ambon, Senin (8/12/2014). Mahmud dan Adam duduk di kursi pesakitan atas
10
Ibid. hal. 19.
7
Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas kedua terdakwa dipimpin ketua majelis
pada tahun 2003 yang juga untuk biaya asuransi bagi 35 anggota Dewan.
1999 junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 junto Pasal 64 ayat 1 KUHP dengan ancaman
dalam kasus tersebut, belasan telah divonis penjara dan sisanya masih
Berdasarkan apa yang diuraikan diatas maka yang menjadi judul dalam
korupsi.
B. Permasalahan
Beranjak dari apa yang diuraikan pada latar belakang diatas maka yang
C. Tujuan Penelitian
11
https://money.kompas.com/read/2014/12/08/16384451/
Terkait.Korupsi.Wali.Kota.Tual.Jalani.Sidang.Perdana/diakses pada 1 Februari 2020, 12.58 WIT
9
D. Kegunaan Penelitian
E. Kerangka Teoritis
kerangka acuan atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan penelitian ilmiah,
1. Teori Pembuktian
terdakwa.
melihat pada alat-alat bukti yang sah yang telah ditentukan dalam
undang-undang.
F. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
12
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, hal. 247-253.
11
2. Pendekatan Masalah
jawabannya.14
3. Bahan Hukum
hukum primer, sumber bahan hukum sekunder dan sumber bahan hukum
tersier.
13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2005, hal. 35.
14
Ibid. hal. 93.
15
Ibid. hal. 158.
12
Cara yang dilakukan untuk pengumpulan data pada penulisan penelitian ini
deskriptif.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Alat bukti
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yaitu terdapat 5
(lima) alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam pasal 184 Undang-
hukum acara pidana yang terdahulu yakni HIR (Stb. 1941 Nomor 44),
ketentuan mengenai alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184
Sebagaimana diketahui bahwa alat bukti dalam hukum acara pidana diatur
dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yaitu Pasal 184 ayat (1)
1. Keterangan saksi,
2. Keterangan ahli,
3. Surat,
4. Petunjuk, dan
5. Keterangan terdakwa.
Berdasarkan HIR, yaitu Pasal 295 telah dirumuskan 4 (empat) alat bukti
2. Surat-surat,Pengakuan,
3. Tanda-tanda (penunjukan).16
a) Keterangan saksi
Keterangan Saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana
yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan alami sendiri dengan menyebut alasan
sebagai terdakwa.
derajat ketiga.
3. Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-
16
Bambang Waluyo, Sistem Pembuktian dalam Peradilan Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, 1996, hal. 10.
15
pemeriksaan cepat.
didukung satu alat bukti yang sah." Jadi, ini berarti satu saksi, satu
b) Keterangan Ahli
tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana
yang disebut ahli dan apa itu keterangan ahli. Pada penjelasan pasal
"Keterangan seorang ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu
menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu
sumpah (Pasal 160 ayat (3)), tanpa menyebutkan ahli. Tetapi pada Pasal
161 ayat (1) dikatakan: "Dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah
atau janji. Pada penjelasan ayat (2) pasal tersebut dikatakan: "Keterangan
saksi alau ahli yang tidak disumpah atau mengucapkan janji, tidak dapat
c) Surat
bukti maka hanya ada satu pasal saja dalam KUHAP yang mengatur
tentang alat bukti surat yaitu Pasal 187. Pasal 187 KUHAP membedakan
akta autentic, akta dibawah tangan dan surat biasa. Pasal itu terdiri atas 4
ayat :
1. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat
yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas
atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam
resmi daripadanya
4. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi
d. Petunjuk
persesuaiannya baik antara satu dengan yang lain, maupun dengan tindak
pidana itu sendiri menandakan telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa
keterangan terdakwa.
Petunjuk disebut oleh Pasal 184 KUHAP sebagai alat bukti yang
keempat. Jadi, masih mengikuti HIR Pasal 195, HIR Pasal 295. Hal ini
Agung Nomor 1 Tahun 1950 yang telah menghapus petunjuk sebagai alat
bukti.
alat bukti tidak ada artinya. Apabila kita bertitik tolak pada pada esensi alat
menentukan bahwa:
dengan tindak pidan itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu
a) Keterangan saksi
b) Surat
c) Keterangan terdakwa.
e. Keterangan Terdakwa
NJ. 44/45 No. 589. Keterangan terdakwa tidak perlu sama dengan
berikut:
b. Mengaku ia bersalah.
sebagai alat bukti dalam Pasal 184 butir c. Berbeda dengan peraturan
hukum acara yang merupakan hukum publik, maka baik ketentuan tentang
alat bukti dalam hukum acara pidana maupun dalam hukum acara perdata
jenis alat bukti yang sudah diatur dalam pasal tersebut tidak dapat
ditambah atau dikurangi. Hanya saja, tertolong oleh lonceng bahwa, baik
dalam ketentuan alat bukti untuk hukum acara perdata maupun dalam
17
Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian Pidana dan Perdata, PT Citra Aditya Bakti,
Jakarta, 2020, hal. 183.
20
ketentuan dalam hukum acara pidana terdapat model alat bukti yang
ujung tersebut adalah alat bukti persangkaan dalam hukum acara perdata
model pembuktian kejahatan melalui alat canggih yang disebut tes DNA
rill dan alat bukti demonstratif. Yang dimaksud dengan alat bukti riil
alat bukti yang tidak secara langsung membuktikan adanya fakta tertentu,
tetapi alat bukti ini dipergunakan untuk membuat fakta tersebut menjadi
18
Ibid. hal. 184.
19
Ibid. hal. 187.
21
Suatu alat bukti riil dapat pula dibedakan dari alat bukti langsung
(directi) dan alat bukti sirkumstansial. Yang dimaksud alat bukti langsung
adalah alat bukti yang dapat membuktian secara langsung adanya fakta
hanya dapat ditarik dari suatu kesimpulan bahwa fakta tentang objek
bahwa fakta yang lain juga benar adanya. Sebagai contoh, dalam hal
pembuktian anak dari seorang ayah, kemiripan wajah antara anak tersebut
dan wajah sang ayah dapat menjadi bukti sirkumstansial bahwa antara
alat bukti riil, tetapi dari sudut pandang yang lain dia merupakan alat bukti
demonstrative.
yang dipilih oleh salah satu pihak, yang dilaksanakan diluar pengadilan.
menjadi alat bukti demonstrative dan akan tunduk pada hukum tentang alat
22
bukti demonstrative.
2. Teori Pembuktian
yuridis, pembuktian juga merupakan titik sentral hukum acara pidana. Hal
mungkin.
pada Bab IV terdiri atas Pasal 25 sampai dengan Pasal 40 dari UU No. 31
Tahun 1999.
dalam Pasal 123 ayat (1) huruf g dari UU No. 31 Tahun 1997 tentang
persamaan dalam sistem dan cara menggunakan alat bukti, yakni sistem
tercermin dalam Pasal 183 KUHAP dan Pasal 294 ayat (1) HIR.
berimbang.
Teori tradisional
1. Teori Negatief
2. Teori Positief
3. Teori Bebas
a) Teori Negatief
hakim mendapatkan keyakinan dengan alat bukti yang sah, bahwa telah
Teori ini dianut oleh HIR, sebagai ternyata dalam Pasal 294 HIR ayat
kepada:
b) Teori Positief
ini ialah positivitas. Tidak ada bukti, tidak dihukum; ada bukti meskipun
Teori ini dianut oleh KUHAP, sebagaimana ternyata dalam ketentuan Pasal
21
Ibid, hal. 79.
25
183 KUHAP. Pasal 183 KUHAP berbunyi, sebagai berikut: “Hakim tidak
bersalah melakukannya.”
a) Teori Bebas
Teori ini tidak mengikat hakim kepada aturan hukum. Yang dijadian
pengalaman.22
Teori ini tidak dianut dalam system HIR maupun sistem KUHAP.
Teori Modern
hakim dan terkesan hakim sangat bersifat subjektif. Menurut aliran ini
peraturan. Dalam sistem ini, hakim dapat menurut perasaan belaka dan
harus dianggap terbukti itu tidak benar. Sebaliknya, jika tidak dipenuhi
(logika).
ketentuan undang-undang.
Pasal 183 KUHAP (sama dengan Pasal 294 ayat (1) HIR. Pasal 183
perbuatan itu.”
militer; (4) lingkungan peradilan tata usaha negara, serta oleh sebuah
1. Hakim
26
Pusat Bahasa Departemen Pedidikan Nasional, Kamus Besar Besar Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hal. 341.
29
orang bijaksana.
2. Kewajiban Hakim.
dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 ayat (9) KUHAP), ia tidak
boleh menolak perkara dengan alasan tidak ada aturan hukumnya atau
mengetahui hukum CuriaIus Novit. Jika aturan hukum tidak ada ia harus
kurang jelas maka ia harus menafsirkannya dan jika tidak ada aturan
atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan ketua,
No. 48/2009).
dan tergugat atau terdakwa dan saksi (Pasal 153 KUHAP). Di dalam
ditanyakan hakim.
tidak dimengerti oleh terdakwa atau saksi dan mereka tidak bebas
diputuskannya.
doel matigheid perlu di-adilkan. Makna dari hukum de zin van het recht
memberi putusan.
umumnya. Oleh karena itu putusan Hakim pada kasus tertentu tidak
integrum.
Hakim melihat dari segi moral dan religi yang menuntut nilai-nilai
keadilan dalam proses. Perlu diingat dan disadari bahwa mereka yang
kesaksian dalam sidang pengadilan (Pasal 188 ayat (3) KUHAP), sesudah itu
yang didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam
pemeriksaan sidang.
mengajukan pertanyaan dimulai dari Hakim yang termuda sampai Hakim yang
maka keputusan diambil dengan suara terbanyak, apabila tidak juga dapat
himpunan putusan yang disediakan khusus untuk keperluan itu dan isi buku
kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan (Pasal 191 ayat (1)
KUHAP). Terdakwa akan dituntut lepas dari segala tuntutan hukum apabila
terbukti tapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana (Pasal 191
karena baik dalam delik korupsi diterapkan dua sistem sekaligus, yakni
undang.
berimbang.
tentang seluruh harta bendanya dan harta benda isterinya atau suami, anak,
dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai
“terdakwa tidak melakukan tindak pidana korupsi”. Hal itu tidak berarti
output. Antara income sebagai input yang tidak seimbang dengan output,
atau; dengan kata lain input lebih kecil dari output. Dengan demikian
dollar dalam rekening bank, dan lain-lainnya) adalah hasil perolehan dari
Dalam pemerisaan delik korupsi ada dua Hukum Acara Pidana, yakni
hukum acara pidana yang tercermin pada UU No. 31 Tahun 1999, sebagai
penyimpangan dari hukum acara pada KUHAP dan hukum acara pidana
37
Jadi, dalam pembuktian delik korupsi dianut dua teori pembuktian, yakni:
penuntut umum.
bendanya dan harta benda isteri atau suami, anak, dan harta
(5) Dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
38
ayat (3) dan ayat (4), penuntut umum tetap berkewajiban untuk
memuktian dakwaannya.
dalam Pasal 183 KUHAP, yang berbunyi sebagai berikut: “Hakim tidak
bersalah melakukannya.”
berat, yakni:
(1) Minimum dua alat bukti yang yang sah, menurut undang-undang.
BAB III
A. Kasus Posisi
tahun 1999 tanggal 4 Oktober 1999 dan selanjutnya terpilih sebagai wakil
ketua DPRD.
1.410.000.000,- (satu milyar empat ratus sepuluh juta rupiah) dan pada tahun
anggaran 2003 untuk anggaran yang sama meningkat menjadi sebesar Rp.
4.375.000.000,- (empat milyar tiga ratus tujuh puluh lima juta rupiah ). Dana
tersebut telah dibagikan dan diterima oleh para anggota DPRD Kab.
sebesar Rp. 45.000.000,- dan tahun 2003 diakui Terdakwa hanya diterima
yang telah diterima oleh Sopir Terdakwa dan tidak diakui oleh terdakwa telah
diterimanya.
tersebut dinyatakan tidak didukung dengan bukti yang sah yaitu berupa Polis
ke kas daerah.
PN.Amb
1. Menimbang, bahwa dalam perkara ini yang dimaksud setiap orang adalah
unsur “ setiap Orang “ telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan pada
diri terdakwa ;
2002 dan tahun 2003 tersebut tidak terdapat unsur melawan hukum, oleh
41
dalam dakwaan primair tersebut dan oleh karena itu Terdakwa harus
unsur yang sama dalam dakwaan subsidair ini. Dengan demikian Majelis
8. Menimbang, bahwa unsur ini bersifat alternatif artinya tidak harus semua
terpenuhi cukup salah satunya kalau diri sendiri bisa orang lain atau
korporasi;
Menguntungkan Diri Sendiri atau atau Sarana yang ada padanya karena
pihak tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya karena
12. Menimbang, bahwa atas dasar teori tersebut diatas dihubungkan dengan
2002 dan tahun 2003 tersebut telah terbukti sebagaimana dakwaan Jaksa
tindak pidana;
dipertimbangkan lagi;
15. Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan
16. Menimbang, bahwa dalam perkara ini Penuntut Umum mengajukan barang
Jaksa Penuntut Umum dalam perkara yang lain, maka seluruh barang
17. Menimbang bahwa, oleh karena Terdakwa dinyatakan tidak bersalah dan
dilepaskan dari segala tuntutan hukum, maka sesuai dengan Pasal 97 ayat
45
191 ayat (2), Pasal 97 ayat 1 & 2 UU No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP
28
Tjandra Sridjaja Pradjonggo, Sifat Melawan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi,
Indonesia Lawyer Club, Jakarta, 2010, hal. 114.
46
diri terdakwa.
sempit.
hal. 37.
Ny. Komariah Emong Sapardjaja, Ajaran Sifat Melawan Materil Dalam Hukum
30
dibicarakan.
III sebesar Rp. 1.410.000.000,- (satu milyar empat ratus sepuluh juta
rupiah) dan pada tahun anggaran 2003 untuk anggaran yang sama
tahun 2002 dan tahun 2003 telah tercantum secara resmi dalam
tahun 2002 dan 2003 tersebut tidak dilakukan revisi dan ataupun
dana asuransi pada tahun anggaran 2002 dan 2003. Bahwa pada
tahun 2002 dan 2003 dana asuransi tersebut muncul atas dasar
tersebut telah dilakukan audit oleh BPK RI tahun 2004 dengan hasil
Daerah.
apakah dana asuransi tersebut harus berwujud Polis atau tidak karena
tahun 2002 dan 2003 tersebut adalah PP No. 110 Tahun 2000, dalam
tahun 2002 dan tahun 2003 tersebut tidak terdapat unsur melawan
dakwaan tersebut.
1. Setiap orang ;
melakukan perbuatan;
tersebut diambil alih dan dijadikan pula pertimbangan dalam unsur yang
2) Unsur “Dengan Tujuan Menguntungkan Diri Sendiri atau Orang lain atau
cukup salah satunya kalau diri sendiri bisa orang lain atau korporasi;
kehendak atau maksud, sehingga makna dari unsur pertama ini adalah
punya niat atau kehendak itu, terlepas apakah pelaksanaan itu selesai
“Sarana“ berarti segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat dalam
ditekankan pada sisi fungsi pada umumnya dari jabatan dan pekerjaan itu.
sarana tersebut.
Tindak pidana yang diatur dalam pasal ini merupakan bentuk tindak
31
Yandianto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, M2S, Bandung, 1997, hal. 240.
57
pidana korupsi pokok. Ketentuan pasal ini tidak menyebut unsur “secara
Sifat melawan hukum tersebut sudah terhisap pada unsur-unsur yang lain.32
rupa yaitu:
ketua DPRD.
32
Hari Sasangka, Komentar Korupsi, Mandar Maju, Bandung, 2007, hal. 11.
33
OC Kaligis, Korupsi Bibit & Chandra, Indonesia Against Injustice, Jakarta, 2010 hal.
428.
58
Rp. 1.410.000.000,- (satu milyar empat ratus sepuluh juta rupiah) dan pada
sebesar Rp. 4.375.000.000,- (empat milyar tiga ratus tujuh puluh lima juta
rupiah ).
puluh lima juta rupiah) dari bendahara Dewan dan pada tahun 2003
Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah), sedangkan dana sebesar
tenggara tahun 2002 dan tahun 2003 telah tercantum secara resmi dalam
APBD Kab. Maluku tenggara tahun 2002 dan 2003, yaitu Perda tentang
mata anggaran Asuransi dalam APBD Kab. Maluku Tenggara tahun 2002
dan 2003.
diterima oleh Sopir Terdakwa dan tidak diakui oleh Terdakwa telah
diterimanya.
anggaran 2002 dan 2003 tersebut dan dengan diterimanya dana asuransi
Sendiri atau atau Sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
Negara merupakan objek TPK Pasal 2 ayat (1) termasuk juga unsur objek
61
Negara tersebut.34
1.410.000.000,- (satu milyar empat ratus sepuluh juta rupiah) dan pada
sebesar Rp. 4.375.000.000,- (empat milyar tiga ratus tujuh puluh lima juta
rupiah ).
Terdakwa.
tersebut dinyatakan tidak didukung dengan bukti yang sah yaitu berupa
terpenuhi.
d) Unsur “Orang yang melakukan yang menyuruh melakukan atau turut serta
melakukan perbuatan”
disebut dengan mededader (disebut para peserta, atau para pembuat), dan
plegen) dan yang disuruh (pleger). Jadi bukan orang itu sendiri yang
dikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang melakukan (pleger) dan
35
Adami Chazawi, Percobaan dan Penyertaan Pelajaran Hukum Pidana, PT
Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2011, hal. 80.
63
36
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, 1991, hal. 71-72.
64
semua.
tindakan dari pelaku peserta itu dan bukan dengan cara sebagai
diperoleh fakta bahwa pada tahun 2002 tersedia anggaran Asuransi untuk
sebesar Rp. 1.410.000.000,- (satu milyar empat ratus sepuluh juta rupiah)
65
dan pada tahun anggaran 2003 untuk anggaran yang sama meningkat
menjadi sebesar Rp. 4.375.000.000,- (empat milyar tiga ratus tujuh puluh
lima juta rupiah ). Bahwa dana tersebut telah dibagikan oleh Bendahara
diperoleh fakta bahwa pada tahun 2002 tersedia anggaran Asuransi untuk
sebesar Rp. 1.410.000.000,- (satu milyar empat ratus sepuluh juta rupiah)
66
dan pada tahun anggaran 2003 untuk anggaran yang sama meningkat
menjadi sebesar Rp. 4.375.000.000,- (empat milyar tiga ratus tujuh puluh
lima juta rupiah ). Bahwa dana tersebut telah dibagikan oleh Bendahara
dilakukan tahun 2002 dan diulang lagi di tahun 2003. Untuk tahun
sedangkan dana sebesar Rp. 95.000.000,- yang telah diterima oleh Sopir
dasar pemberian dana asuransi tahun 2002 dan 2003 tersebut adalah PP
No. 110 Tahun 2000, dalam PP tersebut tidak diatur secara jelas apakah
Pengaturan secara jelas harus berupa Polis baru muncul dalam PP No. 24
Tugas Pemerintah Daerah dan DPRD dibiayai dari dan Atas Beban
Tenggara tahun anggaran 2002 dan 2003 tersebut telah dilakukan audit
jika tidak ada bukti pendukung maka dana tersebut harus disetor kembali
ke kas Daerah.
Terdakwa mengaku dana yang diterimanya untuk tahun 2002 sebesar Rp.
terhadap dana yang telah diterima oleh sopir Terdakwa tersebut, terlepas
BPK dan dengan demikian kerugian Negara telah dipulihkan. Atas hal
Dengan ungkapan lain, dalam hal diterima fungsi negatif melawan hukum
dalam menerima dana Asuransi tahun 2002 dan tahun 2003 tersebut telah
lagi.
1999-2004.
2004.
1999-2004.
1999-2004
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam penelitian ini masalah pokok yang dianalisis oleh penulis adalah
oleh Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan primair tidak terbukti dan dalam
bukan merupakan tindak pidana maka unsur dalam Pasal 18 ayat 1 huruf b
dipertimbangkan lagi.
B. Saran
keadilan.
75
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Chazawi, A. (2016). Hukum Pidana Korusi (Edisi Revisi). Jakarta: Rajawali Pers.
Artikel
Adami Chazawi, Potensi Masalah Perumusan Tindak Pidana Korupsi Dalam RUU
KUHP (Artikel) Disampaikan Dalam Diskusi Terbatas RUU KUHP,
Diselenggarakan KPK di Surabaya tanggal 22-10-2013.
Internet
http://umarsholahudin.com/eksaminasi-publik-terhadap-putusan-pengadilan-
kasus-tindak-pidanakorupsi-dalam-perpesktif-hukum-progresif/diakses
pada 10 November 2019|10:12 WIT
https://money.kompas.com/read/2014/12/08/16384451/
Terkait.Korupsi.Wali.Kota.Tual.Jalani.Sidang.Perdana/diakses pada 1
Februari 2020, 12.58 WIT