Anda di halaman 1dari 111

SKRIPSI

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA KEPEMILIKAN


SENJATA API ILEGAL (Studi putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN Pdg dan putusan
Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN Kag)

Diajukan Untuk Memenuhi Prasyarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Di Fakultas


Hukum Universitas Andalas

Oleh:

REFA GIANZA HEARVIANO


1510111084

Program Kekhususan: Hukum Pidana (PK IV)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2019

ii
ii
PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA KEPEMILIKAN
SENJATA API ILEGAL
(Studi putusan Nomor 853/Pid.B//2017/PN Pdg dan putusan Nomor

129/Pid.Sus/2016/PN Kag)

Refa Gianza Hearviano, 1510111084, Program Kekhususan Hukum Pidana (PK IV),
Fakultas Hukum Universitas Andalas, 98 Halaman, Tahun 2019

ABSTRAK

Peredaran senjata api di kalangan masyarakat sipil adalah fenomena global. Kurang
tertatanya pengawasan terhadap kepemilikan senjata api baik legal maupun ilegal yang
dimiliki oleh masyarakat sipil merupakan salah satu penyebab timbulnya kejahatan-kejahatan
dengan penyalahgunaan senjata api di Indonesia. Peredaran senjata api yang sangat mudah
untuk didapatkan menyebabkan tidak terkontrolnya peredaran senjata api baik legal mapun
ilegal sehingga menyebabkan kekhawatiran masyarakat dari segi keamanan. Adapun rumusan
masalah yang dibahas dalam skripsi ini yaitu: 1. Bagaimanakah Penerapan Sanksi Pidana
Terhadap Tindak Pidana Kepemilikan Senjata Api Ilegal Dalam Putusan Nomor
853/Pid.B/2017/PN Pdg dan putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN Kag? 2. Apakah yang
Menjadi Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara Tindak Pidana Kepemilikan
Senjata Api Ilegal Dalam Putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN Pdg dan putusan Nomor
129/Pid.Sus/2016/PN Kag? Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis
normative dengan menggunakan pendekatan kasus (case approach). Penelitian ini bersifat
deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data yaitu studi dokumen atau studi kepustakaan
(library research) . Dari hasil penelitian, Penerapan sanksi pidana dalam putusan Nomor
853/Pid.B/2017/PN Pdg dan putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN Kag merupakan tindak
pidana yang telah terbukti dan meyakinkan bagi Majelis Hakim untuk memvonis terdakwa
dengan tindak pidana tanpa hak untuk menyimpan dan membawa senjata api sebagaimana
mestinya yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan terhadap kedua pelaku
dalam putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN Pdg dan putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN
Kag berdasarkan 2 (dua) jenis pertimbangan yaitu pertimbangan yuridis dan pertimbangan
non yuridis. Pertimbangan yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktor-
faktor yang teungkap di dalam persidangan dan oleh Undang-undang telah ditetapkan sebagai
hal yang harus dimuat dalam persidangan. Pertimbangan non yuridis adalah keadaan yang
berkaitan dengan diri terdakwa seperti latar belakang terdakwa dalam melakukan tindak
pidana, dampak dari perbuatan terdakwa, kondisi diri terdakwa, hal-hal yang memberatkan
dan meringankan pidana.

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur atas kehadirat ALLAH SWT

yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Shalawat beriringan salam tak

lupa selalu penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah

membawa kita semua kepada zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan, suri

teladan hingga akhir zaman dan semoga kita mendapat syafa’atnya dan manfaat

darinya di akhirat nanti.

Penulis mencoba menyusun skripsi ini dengan segala kemampuan yang

ada pada penulis, meskipun masih jauh dari kesempurnaan dengan judul:

“PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA

KEPEMILIKAN SENJATA API ILEGAL (Studi putusan Nomor

853/Pid.B/2017/PN Pdg dan putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN Kag)” ini

penulis selesaikan dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Andalas.

Didalam penulisan ini, mulai dari awal sampai akhir, penulis menyadari

banyak sekali pihak-pihak yang turut memberikan bantuan, motivasi, semangat,

saran, ide dan bahkan juga fasilitas moral dan materil. Rasanya penulis tidak

mampu membalas jasa mereka semua, semoga ALLAH SWT senantiasa berkenan

melimpahkan rahmat dan menjadi amal sholeh disisi-Nya. Untuk itu skripsi ini

penulis persembahkan kepada mereka semua terutama kepada kedua orang tua

tercinta dan juga ucapan terimakasih yang sangat mendalam yang telah

iii
tulus ikhlas memberikan kasih sayang, perhatian dan doa, mereka berdua adalah

orang tua terbaik di dunia bagi penulis yakni Zakaria Ismail dan Eva Triyunda.

Selanjutnya penulis menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan

kepada Ibu Dr. Aria Zurnetti, SH., MH. selaku pembimbing I dan Bapak Lucky

Raspati, S.H.,M.H. selaku pembimbing II yang dengan sabar dan tekun, tulus dan

ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya memberikan bimbingan,

motivasi, arahan dan saran-saran sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi ini.

Penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan

pula kepada:

1. Bapak Dr. Busyra Azheri, S.H.,M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Andalas.

2. Bapak Dr. H. Ferdi, S.H.,M.H. selaku Wakil Dekan I, Bapak Rembrandt,

S.H.,M.Pd selaku Wakil Dekan II, Bapak Lerry Pattra,S.H.,M.H. selaku

Wakil Dekan III.

3. Bapak Fadillah Sabri, S.H.,M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana dan

juga kepada Ibu Efren Nova, S.H.,M.H. selaku Sekretariat Bagian Hukum

Pidana.

4. Ibu Dr. Aria Zurnetti, SH., MH. selaku pembimbing I dan Bapak Lucky

Raspati, S.H.,M.H. selaku pembimbing II penulis yang selalu senantiasa

memberikan bimbingan kepada penulis.

iv
5. Ibu Efren Nova, S.H.,M.H. selaku Penguji I dan Bapak Riki Afrizal, SH.,

MH. selaku Penguji II yang telah memberikan kritikan dan saran kepada

penulis agar skripsi ini lebih sempurna lagi.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas yang

telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama

perkuliahan.

7. Seluruh civitas akademi Fakultas Hukum Universitas Andalas yang telah

memberikan bantuan selama penulis menjadi mahasiswa di Fakultas

Hukum Universitas Andalas.

8. Diri penulis sendiri yang telah berjibaku melawan gempuran rasa malas

dan perasaan negatif lainnya, yang selalu bersemangat dalam proses

pembuatan skripsi ini, kau luar biasa diriku.

9. Adik kandung penulis yang sebenarnya tidak berkontribusi apa-apa dalam

penulisan skripsi ini tapi penulis tetap berterima kasih karena telah turut

hadir dalam kehidupan penulis yaitu Dea Permata Evanza dan Rhaka

Berliano Yuza.

10. Individu yang selalu hadir dalam doa penulis dan individu yang selalu

penulis semogakan yaitu Ratna Dianis SH.

11. Teman-teman seperjuangan di Fakultas Hukum Univeristas Andalas

angkatan 2015 tanpa terkecuali.

12. Orang-orang terkasih yang selalu ada disaat penulis butuh dukungan dan

bisa membuat mood penulis menjadi lebih baik yaitu Bucin 01 Kiki

Adevrilisia Utami dan Abdul Halim.

v
13. Golden Pigeons Team yang sudah seperti saudara kandung bagi penulis

yang mengisi hari-hari penulis sekaligus teman mabar PUBG dan Mobile

Legend meskipun kurang kompak sih hehe.

14. Rumah Diskusi Alco Project tempat yang selalu memberikan kenyamanan

dan semangat ekstra kepada penulis dalam proses pembuatan skripsi ini.

15. Seluruh teman-teman dari KKN Unand 2018 Nagari Guguak Malalo yang

telah memberikan dukungan, motivasi dan membantu penulis.

Semoga ALLAH SWT memberikan imbalan yang setimpal atas jasa-jasa

mereka semua. Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih

banyak terdapat kekurangan-kekurangan sehingga penulis mengharapkan adanya

saran dan kritik yang bersifat membangun demi kebaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Padang, 30 September 2019

Penulis

REFA GIANZA HEARVIANO

vi
DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................... 11

C. Tujuan Penelitian .................................................................... 12

D. Manfaat Penelitian .................................................................. 12

E. Kerangka Teoritis dan Konseptual ......................................... 13

F. Metode Penelitian ................................................................... 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Senjata Api, Kepemilikan Senjata Api Legal beserta Pengaturanya dan

Tindak Pidana Kepemilikan Senjata Api Ilegal .................... 26

1. Pengertian Senjata Api ....................................................... 26

2. Kepemilikan Senjata Api Legal beserta pengaturannya .... 29

3. Tindak Pidana Kepemilikan Senjata Api Ilegal ................. 33

B. Pidana dan Pemidanaan ......................................................... 37

1. Pengertian Pidana dan Jenis-jenis Pidana........................... 37

2. Pengertian Pemidanaan dan Tujuan Pemidanaan .............. 41

C. Putusan Hakim........................................................................ 44

D. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara Tindak Pidana

Kepemilikan Senjata Api Ilegal .............................................. 47

1. Pertimbangan yang Bersifat Yuridis .................................. 47

2. Pertimbangan yang Bersifat Non Yuridis .......................... 49


vii
3. Hal-hal yang Memberatkan dan Meringankan Pidana ....... 52

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Kepemilikan

Senjata Api Ilegal dalam putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN Pdg dan

Putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN Kag. .......................... 54

B. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara Tindak Pidana

Kepemilikan Senjata Api Ilegal dalam putusan Nomor

853/Pid.B/2017/PN Pdg dan Putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN

Kag. ........................................................................................ 70

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan.............................................................................. 96

B. Saran ....................................................................................... 97

DAFTAR KEPUSTAKAAN

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara hukum. 1 Sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3), seluruh aspek

kehidupan di negara ini diatur berdasarkan aturan hukum. Hukum

merupakan peraturan atau norma yaitu petunjuk atau pedoman hidup yang

wajib ditaati oleh manusia. 2 Dalam upaya mewujudkan penegakkan

hukum di indonesia diperlukan produk hukum, dalam hal ini undang-

undang yang berfungsi sebagai pengatur segala tindakan masyarakat.

Dengan adanya produk hukum berupa undang-undang maka setiap perkara

yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat dapat diselesaikan melalui

proses pengadilan dengan perantara hakim berdasarkan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku. Dari berbagai macam proses peradilan

yang ada di Indonesia ini, salah satunya adalah Peradilan Pidana. Peradilan

Pidana bertujuan untuk menanggulangi kejahatan yang terjadi di

masyarakat dengan mengajukan para pelaku kejahatan ke pengadilan

sehingga menimbulkan efek jera kepada para pelaku kejahatan dan

membuat para calon pelaku kejahatan berfikir dua kali sebelum melakukan

kejahatan.3

1
Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia.
2
R Soeroso, (2011), Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, hlm.27.
3
Abdussalam dan DPM Sitompul, (2007), Sistem Peradilan Pidana, Jakarta: Restu
Agung, hlm. 4.

9
Terdapat beberapa pengertian hukum pidana yang dikemukakan

oleh beberapa ahli. Sudikno Mertokusumo merumuskan hukum pidana

dengan membedakan menjadi dua jenis, sebagai berikut:4

a. Hukum pidana materil yaitu hukum yang memuat perbuatan-

perbuatan melanggar hukum yang disebut delik dan yang diancam

dengan sanksi.

b. Hukum pidana formil yaitu hukum yang mengatur bagaimana

melaksanakan atau menegakkan hukum pidana materil.

Dalam hukum pidana, apabila seseorang melanggar salah satu

ketentuan dalam hukum pidana maka orang tersebut akan dijatuhi

hukuman berupa sanksi pidana. Sanksi pidana adalah suatu hukuman

sebab akibat, sebab adalah kasusnya dan akibat adalah hukumnya, orang

yang terkena akibat akan memperoleh sanksi baik itu penjara ataupun

terkena hukuman lain dari pihak berwajib. Sanksi pidana merupakan suatu

jenis sanksi yang bersifat nestapa yang diancamkan atau dikenakan

terhadap perbuatan atau pelaku perbuatan pidana yang dapat

membahayakan kepentingan hukum. Sanksi pidana pada dasarnya

merupakan satu penjamin untuk merehabilitasi perilaku dari pelaku

kejahatan tersebut, namun tidak jarang bahwa sanksi pidana diciptakan

sebagai suatu ancaman dari kebebasan manusia itu sendiri.

Pidana adalah penderitaan atau nestapa yang sengaja dibebankan

kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi unsur syarat-

4
Sudikno Mertokusumo, (2003), Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta:
Liberty, hlm. 3.

10
syarat tertentu. 5 Sedangkan Roslan Saleh menegaskan bahwa pidana

adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan

sengaja dilimpahkan Negara kepada si pembuat delik.6

Di Indonesia mengenal 2 (dua) jenis pidana yang diatur dalam

Pasal 10 KUHP yakni :

1. Pidana Pokok

a. Pidana mati;

b. Pidana penjara;

c. Pidana kurungan;

d. Pidana denda;

2. Pidana Tambahan

a. Pencabutan hak-hak tertentu;

b. Perampasan barang-barang tertentu;

c. Pengumuman putusan hakim.

Pemidanaan bisa diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga

tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana. Kata “pidana” pada

umumnya diartikan sebagai hukum, sedangkan “pemidanaan” diartikan

sebagai penghukuman.

Menurut P.A.F. Lamintang terdapat 3 (tiga) tujuan pemidanaan,

yaitu:7

a. Untuk memperbaiki pribadi dari penjahat itu sendiri,

5
Tri Andrisman, (2009), Asas-Asas dan Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandar
Lampung: Unila, hlm. 8.
6
Adami Chazawi, (2011), Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
hlm. 81.
7
P. A. F. Lamintang, (1984), Dasar-Dasar untuk Mempelajari Hukum Pidana yang
Berlaku Di Indonesia, Bandung: Sinar Baru, hlm. 23.

11
b. Menimbulkan efek jera bagi pelaku,

c. Membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak mampu untuk

melakukan kejahatan-kejahatan lain.

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana

Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan

istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak

kejahatan merupakan bentuk tingkah laku yang melanggar undang-undang

pidana. Oleh karena itu setiap perbuatan yang telah diatur dalam undang-

undang harus ditaati dan barang siapa yang melanggarnya maka akan

dikenakan sanksi pidana. Jadi larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban

tertentu yang harus ditaati oleh setiap warga negara wajib dicantumkan

dalam undang-undang maupun peraturan-peraturan pemerintah, baik di

tingkat pusat maupun tingkat daerah.8

Tindak pidana adalah perbuatan melakukan sesuatu yang memiliki

unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan

pidana, dimana penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi

terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.9

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam

undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan

dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan

mempertanggungjawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia

mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada

8
P.A.F Lamintang, (1996), Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT. Citra
Adityta Bakti, hlm. 7.
9
Ibid, hlm. 16.

12
waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan

pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan.10

Tindak pidana terbagi menjadi 2 (dua) ruang lingkup yaitu, Tindak

pidana umum dan Tindak pidana khusus. Tindak pidana umum adalah

tindak pidana yang diatur dalam KUHP dan diberlakukan terhadap setiap

orang pada umumnya sedangkan Tindak pidana khusus adalah tindak

pidana yang diatur diluar KUHP, atau hanya mengatur delik-delik tertentu

saja.11 Tindak pidana khusus tersebut terdiri dari beberapa perbuatan, salah

satunya adalah Tindak pidana kepemilikan Senjata Api Ilegal.

Kejahatan menggunakan senjata api telah banyak terjadi dan sangat

mengancam ketentraman seseorang. Berbagai macam bentuk

penyalahgunaan senjata api ini terjadi ditengah-tengah kehidupan

masyarakat yang menyebabkan adanya rasa takut dan tidak nyaman dalam

aktifitas sehari-hari. Untuk menanggulangi kejahatan yang menggunakan

senjata api ini memang tidak mudah dan memerlukan banyak waktu, dan

juga membutuhkan kesadaran dari seluruh masyarakat tentang

kewenangan kepemilikan senjata api. Terdapat sebagian masyarakat

menganggap bahwa senjata api adalah hak miliknya dalam menjaga

perlindungan dirinya sendiri sehingga cenderung diabaikan. Namun, disisi

lain senjata api ini mempunyai syarat dan prosedur yang mengatur dalam

pemilikan yang wajib dipenuhi.

10
Andi Hamzah, (2001), Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Jakarta:
Ghalia Indonesia, hlm. 22.
11
Ruslan Renggong, (2016), Hukum Pidana Khusus: Memahami Delik-Delik di Luar
KUHP, Jakarta: Kencana, hlm.26.

13
Peredaran senjata api di kalangan masyarakat sipil adalah

fenomena global. Kurang tertatanya pengawasan terhadap kepemilikan

senjata api baik legal maupun ilegal yang dimiliki oleh masyarakat sipil

merupakan salah satu penyebab timbulnya kejahatan-kejahatan dengan

penyalahgunaan senjata api di Indonesia. Di Indonesia, angka tentang

perdagangan senjata api baik legal maupun ilegal sulit diperoleh,

meskipun peredarannya bisa dikatakan sangat tinggi di masyarakat sipil.

Karena beberapa alasan kepemilikan senjata api kurang tertib diawasi,

maka aparat yang berwenang tidak tahu pasti berapa banyak senjata ai

yang beredar di masyarakat, karena kepemilikan senjata api ilegal sangat

sulit sekali untuk dilacak.

Penggunaan senjata api pada awalnya diperuntukkan bagi TNI

(Tentara Republik Indonesia) dan Polri (Polisi Republik Indonesia).

Penggunaan senjata api oleh Polisi merupakan bagian dari tugas

perlindungan warga negara dari segi pendekatan hukum. Senjata

digunakan dalam keadaan terpaksa yang mengancam keselamatan orang

lain. Senjata api bersifat melumpuhkan bukan membunuh oleh karenanya

senjata api Polisi bersifat tembak target dalam arti hanya diarahkan pada

orang tertentu sebagai subjek hukum.

Penggunaan senjata api yang ada pada TNI diarahkan kepada

musuh-musuh yang datang dari negara lain, yang esensinya adalah sebagai

perimbangan kekuatan untuk pertahanan. Sedangkan yang ada pada Polri

diarahkan kedalam wilayah negara dimana sasarannya adalah warga

negara sebagai subjek hukum, atau orang-orang lain yang bukan warga

14
negara Indonesia, tetapi berada di wilayah Indonesia secara sah dan

karenanya wajib dilindungi oleh hukum Indonesia. Senjata yang

diperuntukkan bagi Polri ini yang sejak semula dipersiapkan untuk

penegakan hukum digunakan untuk keamanan, tetapi senjata api hanya

digunakan untuk menghentikan perbuatan kekerasan yang mengancam

jiwa warga negara, dan merupakan jalan terakhir, karena cara-cara Polisi

yang lebih lunak tidak membawa hasil.12

Senjata api adalah senjata yang melepaskan satu atau lebih

proyektil yang didorong dengan kecepatan tinggi oleh gas yang dihasilkan
13
oleh pembakaran suatu propelan. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia pengertian senjata api adalah senjata yang menggunakan bubuk

mesiu.14

Sedangkan menurut Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun

1951 tentang Senjata Api Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 78,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 169, pengertian senjata api dan

munisi termasuk juga segala barang sebagaimana diterangkan dalam Pasal

1 ayat (2) dari Peraturan Senjata Api (vuurwaapenregeling: in, uit, door,

voer en lossing) 1936 (Stbl. 1937 No.170), yang telah diubah dengan

Ordonnantie tanggal 30 Mei 1939 (Stbl. No.278), tetapi tidak termasuk

dalam pengertian itu senjata-senjata yang nyata-nyata mempunyai tujuan

sebagai barang kuno atau barang yang ajaib, dan bukan pula sesuatu

12
James Daniel Sitorus, (2000), Makalah: Teknologi Yang Dibutuhkan Dan Dikuasai
Dalam Angka Pengembangan Wawasan Hankamneg Penegakan Hukum Dan Kinerja TNI-Polri
Dalam Membina Persatuan Dan Kesatuan, Jakarta.
13
http://id.wikipedia.org/wiki/, Senjata, Diakses pada tanggal 16 Juli 2019.
14
https://kbbi.kata.web.id/senjata-api/, Diakses pada tanggal 16 Juli 2019

15
senjata yang tetap tidak dapat terpakai atau dibikin sedemikian rupa

sehingga tidak dapat dipergunakan.15

Mauricio C. Ulep dalam karyanya yang berjudul The Law on

Firearms and Explosives mendefinisikan senjata api sebagai senjata yang

selanjutnya digunakan, mencakup senapan, senapan kuno serdadu,

karabin, senjata laras pendek, revolver, pistol, dan lainnya, yang dapat

mematikan karena tembakan peluru, granat, atau proyektil yang mungkin

dikeluarkan oleh serbuk mesiu atau bahan peledak lainnya.16

Peredaran senjata api yang sangat mudah untuk didapatkan

menyebabkan tidak terkontrolnya peredaran senjata api baik legal maupun

ilegal sehingga menyebabkan kekhawatiran masyarakat dari segi

keamanan. Contoh kasus penyalahgunaan senjata api ilegal yang marak

terjadi adalah perampokan mini market dan pembegalan.

Baru-baru ini terjadi dua kasus penyalahgunaan senjata api, pada

tanggal 14 juni 2019 terjadi aksi koboi yang dilakukan oleh pengemudi

mobil BMW bernama Andy Wibowo (53) di Jakarta Pusat. Andy si koboi

jalanan mengeluarkan senjata api kepada pengendara mobil lain. Saat itu

dia yang melawan arah, yang diancam adalah pengendara tertib yang

berjalan sesuai jalur. Kasus kedua terjadi sehari setelahnya di tempat yang

berbeda, dua orang melakukan perampokan toko emas permata yang

terletak di Kampung Cariu, Desa Talagasari, Kecamatan Balaraja,

Tanggerang, Banten. Mereka berhasil membawa kabur enam kilogram

15
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api
Ilegal.
16
A. Josias Simon Runturambi, Atin Sri Pujiastuti, (2015), Senjata Api dan Penanganan
Tindak Kriminal, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, hlm. 16.

16
emas senilai Rp 1,6 miliar. Para perampok menggunakan senjata tajam

berupa kata dan sebuah pistol.17

Dalam penulisan skripsi ini penulis memilih mengangkat dua kasus

yang telah memiliki kekuatan hukum tetap yang menjadi pembahasan

dalam skripsi ini, yaitu putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN Pdg dan

putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN Kag. Dalam putusan

853/Pid.B/2017/PN Pdg pelaku bernama Andre Mardianto, ia dijatuhi

sanksi pidana berupa pidana penjara selama 2 (dua) tahun karena telah

melanggar pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 12/Drt./ 1951 yang

berbunyi “Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia

membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba

menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya

atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut,

menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia

sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan

hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara

sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.”Pelaku didakwa bersalah

karena telah terbukti melakukan tindak pidana kepemilikan senjata api

ilegal dengan barang bukti berupa :

 1 (satu) pucuk senjata api warna hitam;

 1 (satu) buah amunisi berupa peluru bertuliskan pindad.

Pada putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN Kag, pelaku bernama

Retal Bin Soldi, ia dijatuhi sanksi pidana berupa pidana penjara selama 3

17
https://tirto.id/bukti-pengawasan-senpi-lemah-kasus-koboi-sopir-bmw-perampok-toko-
ecwU, diakses pada tanggal 17 Juli 2019.

17
(tiga) tahun karena telah melanggar pasal 1 ayat (1) Undang-undang

Nomor 12/Drt./ 1951 dengan barang bukti berupa :

 1 (satu) buah tas pinggang warna cokelat;

 1 (satu) buah kunci T;

 3 (tiga) buah senjata api rakitan jenis pistol revolver yang terdiri

dari:

 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis pistol revolver dengan

silinder isi 6 (enam) warna silver bergagang kayu warna

cokelat.

 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis pistol revolver dengan

silinder isi 5 (lima) warna silver bergagang plastik warna

hitam.

 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis pistol revolver type

patahan, warna silver bergagang kayu warna cokelat.

 Berikut 12 (dua belas) butir peluru yang terdiri dari:

 10 (sepuluh) butir peluru amunisi kaliber 9 (sembilan)

 1 (satu) butir peluru amunisi kaliber 38

 1 (satu) butir peluru amunisi kaliber 5,56.

Dari kedua kasus di atas tampak suatu permasalahan yang menurut

penulis tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

pada Undang-undang Nomor 12/Drt./ 1951 dijelaskan bahwa hukuman

kepemilikan senjata api ilegal sangatlah berat berupa hukuman mati atau

penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya

20 tahun, namun dalam kedua kasus tersebut hanya dijatuhi hukuman

18
penjara 2 (dua) tahun untuk kasus yang pertama dan 3 (tiga) tahun penjara

untuk kasus yang kedua. Dalam kedua kasus tersebut juga dijatuhi

hukuman yang berbeda sedangkan objek permasalahan dalam kedua kasus

tersebut sama yaitu kepemilikan senjata api ilegal, ini juga menjadi

pertanyaan menarik bagi penulis dalam pembuatan skripsi ini. Berdasarkan

latar belakang yang telah penulis uraikan, juga karena keresahan dan

kecemasan dari penulis pribadi terhadap kepemilikan senjata api secara

illegal ini, maka penulis tertarik menulis skripsi dengan judul

“PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA

KEPEMILIKAN SENJATA API ILEGAL (Studi putusan Nomor

853/Pid.B/2017/PN Pdg dan putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN

Kag)”

B. Rumusan Masalah

Agar tercapai tujuan dari penulisan maka dalam penelitian ini

penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana

Kepemilikan Senjata Api Ilegal Dalam Putusan Nomor

853/Pid.B/2017/PN Pdg dan putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN

Kag.?

2. Apakah yang Menjadi Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memutus

Perkara Tindak Pidana Kepemilikan Senjata Api Ilegal Dalam Putusan

Nomor 853/Pid.B/2017/PN Pdg dan putusan Nomor

129/Pid.Sus/2016/PN Kag.?

19
C. Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan rumusan masalah yang ada, maka tujuan yang

hendak penulis capai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis Penerapan Sanksi Pidana

Terhadap Tindak Pidana Kepemilikan Senjata Api Ilegal Dalam

Putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN Pdg dan putusan Nomor

129/Pid.Sus/2016/PN Kag.

2. Untuk Mengetahui apa yang menjadi Dasar Pertimbangan Hukum Dari

Hakim Pidana Terhadap Tindak Pidana Kepemilikan Senjata Api

Ilegal Dalam Putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN Pdg dan putusan

Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN Kag.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis:

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu hukum, khususnya untuk memperluas

pengetahuan dan menambah referensi khususnya mengenai hal-

hal yang berkaitan dengan penerapan hukuman pidana terhadap

tindak pidana kepemilikan senjata api ilegal di Indonesia.

b. Untuk mendalami teori-teori yang telah diperoleh selama

menjalani kuliah strata satu di Fakultas Hukum Universitas

Andalas serta memberikan landasan untuk penelitian lebih

20
lanjut mengenai upaya mengantisipasi terjadinya tindak pidana

kepemilikan senjata api ilegal.

2. Manfaat Praktis:

Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah

khususnya aparat penegak hukum mudah-mudahan dapat melakukan

perubahan paradigma dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai

dengan perubahan dinamika yang terjadi dalam memenuhi keadilan

masyarakat, sehingga dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara

profesional, manusiawi, dan berkeadilan.

E. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis merupakan abstraksi hasil pemikiran atau dasar

relevan untuk pelaksanaan suatu penelitian ilmiah, khususnya penelitian

hukum. 18 Berdasarkan pengertian tersebut maka kerangka teoritis yang

digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Teori Keadilan

Para filosof Yunani memandang keadilan sebagai suatu

kebajikan individual (individual virtue). Apabila terjadi tindakan

yang dianggap tidak adil dalam tata pergaulan masyarakat, maka

hukum sangat berperan untuk membalikan keadaan, sehingga

keadilan yang telah hilang (the lost justice) kembali dapat

ditemukan oleh pihak yang telah diperlakukan tidak adil, atau

18
Soerjono Soekanto, (1986), Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, hlm.
72.

21
terjadi keadilan korektif menurut Aristoteles. 19 Keadilan yang

mesti dikembalikan oleh hukum menurut istilah John Rawls

adalah “reasonably expected to be everyone’s advantage”.20

Berdasarkan teori keadilan dalam penerapan sanksi pidana

kepemilikan senjata api ilegal yaitu keadilan sebagai suatu yang

didambakan dalam hukum terutama ketika berkaitan dengan hak

dan kewajiban dalam hubungan bernegara. Mengingat yang

dinyatakan dalam Dasar Negara Republik Indonesia yaitu

Pancasila, pada sila Kedua menyebutkan “Kemaniusiaan Yang

Adil Dan Beradab” serta sila Kelima“Keadilan Sosial Bagi

Seluruh Rakyat Indonesia”.

Pembicaraan tentang keadilan telah dimulai sejak masa

Aristoteles sampai dengan saat ini. Bahkan para ahli mempunyai

pandangan yang berbeda tentang esensi keadilan. Teori keadilan

dalam Bahasa Inggris disebut dengan theory of justice, sedangkan

dalam Bahasa Belanda disebut dengan theorie van

rechtvaardigheid terdiri dari dua kata, yaitu: Teori dan Keadilan.21

Thomas Aquinas membedakan keadilan atas dua kelompok

yaitu keadilan umum dan keadilan khusus. Keadilan umum adalah

keadilan menurut kehendak undang-undang yang harus dijalankan

untuk kepentingan umum. Sedangkan keadilan khusus adalah

19
Arief Sidharta, Meuwissen, (2007), Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum,
Teori Hukum, dan Filsafat Hukum, Bandung: Refika Aditama, hlm. 93.
20
John Rawls, (1971), A Theory of Justice, Cambridge: Havard University Press, hlm. 60.
21
H. Salim, (2014), Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Desertasi dan Tesis,
Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, hlm. 25.

22
keadilan atas dasar kesamaan atau proposionalitas. Keadilan

khusus ini dibedakan menjadi:

1) Keadilan distibutif (justitia distributiva)

2) Keadilan komutatis (justitia commutativa)

3) Keadilan vindikatif (justitia vindicativa)

Keadilan distributif adalah keadilan yang secara

proposional ditetapkan dalam lapangan hukum publik secara

umum. Sebagai contoh, negara hanya akan mengangkat seorang

menjadi hakim apabila orang itu memiliki kecakapan untuk

menjadi seorang hakim. Keadilan Komutatif adalah keadilan

dengan mempersamakan antara prestasi dan kontraprestasi.

Sedangkan Keadilan Vindikatif adalah keadilan dalam hal

menjatuhkan hukuman atau ganti kerugian dalam tindak pidana.

Seseorang dianggap adil apabila ia dipidana badan sesuai dengan

besarnya hukuman yang telah ditentukan atas tindakan pidana yang

dilakukannya.22

Hans Kelsen dalam bukunya General Theory of Law and

State, mengemukakan pemikiran tentang konsep keadilan, Hans

Kelsen menganut aliran positifisme yang mengakui kebenaran dari

hukum alam. Oleh karena itu pemikiran terhadap konsep keadilan

menimbulkan dualisme antara hukum positif dan hukum alam. Hal

ini dapat disimak dalam pendapat Hans Kelsen, Sebagai berikut:23

22
Darji Darmnodiharjo dan Shidarta, (2006), Pokok-pokok Filsafat Hukum, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, hlm. 156-157.
23
Hans Kelsen, (2011), General Theory of Law and State, diterjemahan oleh Rasisul
Muttaqien, Bandung: Nusa Media, hlm. 14.

23
“Dualisme antara hukum positif dan hukum alam
menjadikan karakteristik dari hukum alam mirip dengan
dualisme metafisika tentang dunia realitas dan dunia ide
model Plato. Inti dari filsafat Plato ini adalah doktrinnya
tentang dunia ide, yang mengandung karakteristik
mendalam. Dunia dibagi menjadi dua bidang yang berbeda:
yang pertama adalah dunia kasat mata yang ditangkap
melalui indera yang disebut realitas; yang kedua dunia ide
yang tidak tampak”

Dua hal lagi konsep keadilan yang dikemukakan oleh Hans

Kelsen: pertama tentang keadilan dan perdamaian. Keadilan yang

bersumber dari cita-cita irasional. Keadilan dirasionalkan melalui

pengetahuan yang dapat berwujud suatu kepentingan-kepentingan

yang pada akhirnya menimbulkan suatu konflik kepentingan.

Penyelesaian atas konflik kepentingan tersebut dapat dicapai

melalui suatu tatanan yang memuaskan salah satu kepentingan

dengan mengorbankan kepentingan yang lain atau dengan berusaha

mencapai suatu kompromi menuju suatu perdamaian bagi semua

kepentingan.24

b. Teori Pemidanaan

Pemidanaan berasal dari “pidana” yang sering diartikan

pula dengan hukuman. Jadi pemidanaan dapat pula diartikan

penghukuman kalau orang mendengar kata “hukuman” biasanya

yang dimaksud adalah penderitaan yang diberikan kepada orang

yang melanggar hukum pidana. Pemidanaan atau pengenaan

pidana berhubungan erat dengan kehidupan seseorang didalam

masyarakat, terutama apabila menyangkut kepentingan benda

24
Ibid, hlm. 16.

24
hukum yang paling berharga bagi kehidupan masyarakat, yaitu

nyawa dan kemerdekaan atau kebebasan secara tradisional. Teori-

teori pemidanaan pada umumnya dapat dibagi kedalam 2

kelompok teori, yaitu:

1) Teori Absolute

Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena

orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana (quia

peccatum est). Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada

sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan

kejahatan. Jadi dasar pembenaran dari pidana terletak adanya

atau terjadinya kejahatan itu sendiri.25

2) Teori Relatif

Pemidanaan bukanlah untuk memuaskan tuntutan

absolute dari keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai

nilai, tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi

kepentingan rakyat. Jadi dasar pembenaran adanya pidana

menurut teori ini terletak pada tujuannya. Pidana bukan

dijatuhkan “quia peccatum est” (karena orang berbuat

kejahatan) melainkan “ne peccetur” (supaya orang jangan

melakukan kejahatannya).26

25
Muladi dan Barda Nawawi Arief, (2010), Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung:
Alumni, hlm. 10.
26
Ibid, hlm 16.

25
3) Teori Gabungan

Teori gabungan merupakan suatu bentuk kombinasi dari

teori absolute dan teori relatif yang menggabungkan sudut

pembalasan dan pertahanan tertib hukum masyarakat. Dalam

teori ini unsur pembalasan maupun pertahanan tertib hukum

masyarakat tidaklah dapat diabaikan antara sudut dan lainnya. 27

2. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menghubungkan

atau menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan


28
dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah-istilah itu. Kerangka

konseptual menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang

ingin atau akan diteliti, suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan

diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut, gejala

itu sendiri biasanya dinamakan fakta, sedangkan konsep suatu uraian

mengenai hubungan dalam fakta tersebut.29

Dalam tulisan ini, penulis akan memberikan konsep yang bertujuan

untuk menjelaskan berbagai istilah yang digunakan dalam penulisan ini.

Adapun istilah-istilah yang digunakan antara lain:

27
Ibid, hlm 18.
28
Soerjono Soekanto, (2009), Penelitian Hukum Normatif (suatu tujuan singkat), Jakarta:
Raja Grafindo, hlm. 32.
29
Soerjono Soekanto, (2010), Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, hlm. 132.

26
a. Penerapan

Penerapan adalah proses, cara, perbuatan menerapkan. 30 Dalam

skripsi ini yang dimaksud adalah penerapan dari sanksi pidana dalam

kasus kepemilikan senjata api ilegal.

b. Sanksi Pidana

Sanksi Pidana adalah nestapa yang dikenakan oleh negara kepada

seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-

undang, sengaja agar dirasakan sebagai nestapa.31

c. Tindak Pidana

Tindak Pidana adalah tindakan melanggar hukum yang telah

dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang

yang dapat dipertanggung-jawabkan atas tindakannya dan yang oleh

undang-undang telah dinyatakan sebagi suatu tindakan yang dapat

dihukum.32

d. Senjata Api

Senjata Api adalah suatu alat yang terbuat dari logam atau fiber

digunakan untuk melontarkan peluru/proyektil melalui laras kearah

sasaran yang dikehendaki, sebagai akibat dari hasil ledakan amunisi.33

30
https://kbbi.kata.web.id/?s=penerapan, Diakses pada tanggal 23 juli 2019
31
Marlina, (2011), Hukum Penintesier, Bandung: Refika Aditama, hlm. 19.
32
Tongat, (2009), Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif
Pembaharuan, Malang: UMM Press, hlm. 105.
33
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pertahanan Republik
Indonesia tentang Pedoman Perizinan, Pengawasan, dan Pengendalian Senjata Api Standar Militer
di Luar Lingkngan Kementrian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia, Peraturan Menteri
Pertahanan Republik Indonesia No. 7 Tahun 2010, Berita Negara RI Tahunn 2010 Nomor 338.

27
e. Ilegal

Ilegal adalah tidak legal, tidak menurut hukum, tidak sah. 34

Dalam kasus ini membahas tentang senjata api ilegal, dimana kata

ilegal disini dapat diartikan tidak memiliki izin kepemilikan dari pihak

yang berwenang memberikan izin kepemilikan senjata api.

F. Metode Penelitian

Untuk memperoleh data yang konkret dan dapat

dipertanggungjawabkan sebagai bahan dalam penelitian ini maka penulis

memilih menggunakan metode sebagai berikut:

1. Metode Pendekatan masalah

Pendekatan masalah yang digunakan penulis adalah pendekatan

kasus (case approach) yaitu pendekatan kasus yang dilakukan dengan

cara melakukan telaah terhadap kasus yang berkaitan dengan isu yang

dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Kasus ini dapat berupa kasus

yang terjadi di Indonesia maupun di negara lain. Namun, yang menjadi

kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah rasio decodendi atau

reasoning yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada

putusan.35

Metode penelitian yang penulis gunakan dalam menyelesaikan

skripsi ini dapat dikategorikan ke dalam penelitan Yuridis Normatif

atau yang sering dikenal dengan istilah legal research merupakan

34
https://kbbi.kata.web.id/?s=ilegal, Diakses pada tanggal 23 Juli 2019
35
Peter Mahmud Marzuki, (2008), Penelitian Hukum Edisi Revisi, Jakarta: PT Kencana,
hlm. 93.

28
penelitian yang melibatkan studi kepustakaan untuk menemukan

inventarisasi hukum positif untuk menemukan asas-asas dan dasar-

dasar falsafah hukum positif, perbandingan, sejarah, serta penemuan

hukum in concreto.36

2. Sifat Penelitian

Penelitan yang penulis lakukan ini bersifat deskriptif analitis,

yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran secara

rinci, sistematis dan menyeluruh mengenai segala sesuatu yang

berhubungan dengan masalah pemecahan perkara pidana dengan

menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

berkaitan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan positif

yang menyangkut permasalahan di atas.37

3. Jenis Data

a. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari

dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan

objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi,

tesis, disertasi dan peraturan perundang-undangan.38

Selanjutnya bahan hukum yang digunakan untuk

memperoleh data sekunder tersebut adalah sebagai berikut:

36
Burhan Ashofa, (2013), Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rienka Cipta, hlm 13-14.
37
http://lp3madilindonesia.blogspot.co.id/2011/01/divinisi-penelitian-metode-dasar.html,
diakses pada tanggal 1 Februari 2019.
38
Amirudin dan Zainal Askin, (2018), Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, hlm. 30.

29
1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan,

catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-


39
undangan dan putusan-putusan hakim. Indonesia sebagai

negara yang menganut sistem hukum civil law bahan hukum

primernya adalah peraturan perundang-undangan, sedangkan

bahan hukum primer negara yang menganut sistem common law

adalah putusan peradilan atau yurisprudensi.40

Namun hal tersebut tidak membatasi putusan dapat

menjadi bahan hukum primer dalam suatu penelitian hukum di

Indonesia. Putusan yang menjadi bahan hukum primer dalam

penelitian ini adalah putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN Pdg

dan putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN Kag dan bahan

hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yaitu:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

b) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

c) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12

Tahun 1951 Tentang Mengubah “Ordonnantietijdelijke

Bijzondere Strafbepalingen” (STBL. 1948 Nomor 17) dan

39
Peter Mahmud Marzuki, (2015), Penelitian Hukum Edisi Revisi, Jakarta: Prenada
Media Group, hlm. 12.
40
Ibid, hlm. 182

30
Undang-Undang Republik Indonesia Dahulu Nomor 8

Tahun 1948.

d) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 Tentang

Mencabut Peraturan Dewan Pertahanan Negara Nomor

14 dan Menetapkan Peraturan Tentang Pendaftaran dan

Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang

erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat

membantu menganalisis dan memahami bahan hukum

primer atau bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer.41 Contoh dari bahan hukum sekunder

yaitu hasil penelitian hukum, jurnal-jurnal, data dari internet

yang berhubungan dengan penelitian yang penulis lakukan.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier, yakni bahan-bahan yang

memberikan informasi atau petunjuk tentang bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder.42 Contoh bahan hukum

tersier seperti kamus Indonesia, kamus Belanda, dan kamus

hukum..

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

dengan studi dokumen atau studi kepustakaan (library research).

41
Soerjono Soekanto, (2012), Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: UI Press, hlm. 52.
42
Ibid, hlm. 52.

31
Studi dokumen atau kepustakaan merupakan alat pengumpulan data

yang dapat berdiri sendiri sehingga suatu penelitian dapat

dilaksanakan hanya dengan alat pengumpulan data berua studi

dokumen atau studi kepustakaan.43

Pengumpulan data dengan metode ini lazimnya untuk

menelusuri, memeriksa, mengkaji data-data sekunder, baik itu berupa

bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Secara umum

data sekunder yang dapat diteliti meliputi:44

a. Undang-undang Dasar 1945;

b. Undang-undang;

c. Peraturan Pemerintah;

d. Peraturan Presiden;

e. Peraturan Pemerintah;

f. Peraturan Menteri;

g. Peraturan Daerah;

h. Yurisprudensi;

i. dan lain-lain.

5. Pengolahan Data dan Analisis Data

a. Pengolahan Data

Hasil penelitian disajikan dalam bentuk uraian-uraian yang

tersusun secara sistematis melalui proses editing atau merapikan

kembali data-data yang telah diperoleh dengan memilih data yang

sesuai dengan keperluan dan tujuan penelitian sehingga diperoleh


43
Suteki dan Galang Taufani, (2018), Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori, dan
Praktik), Depok: PT Raja Grafindo Persada, hlm. 216-217.
44
Ibid, hlm. 217.

32
suatu kesimpulan akhir yang merupakan suatu kesatuan utuh yang

dapat dipertanggungjawabkan.

b. Analisis Data

Berdasarkan sifat penelitian yang menggunakan metode

bersifat deskriptif analisis, analisis yang dipergunakan adalah

pendekatan kualitatif terhadap data sekunder. Deskripsi tersebut

meliputi isi dan struktur hukum positif yaitu suatu kegiatan yang

dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan

hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan

hukum yang menjadi objek penelitian.45

45
Zainuddin Ali, (2009), Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 107.

33
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Senjata Api, Kepemilikan Senjata Api Legal beserta Pengaturanya

dan Tindak Pidana Kepemilikan Senjata Api Ilegal

1. Pengertian Senjata Api

Istilah senjata api atau pistol digunakan secara bergantian

seiring dengan tren penggunaan istilah kata yang signifikan pada waktu

dan kondisi tertentu. Istilah pistol lebih sering digunakan oleh kalangan

jurnalis dan umum, sementara istilah senjata api cenderung digunakan

oleh kelompok akademisi.46 Senjata api ini, seperti yang disampaikan

oleh Tom A. Warlow, merupakan senjata yang dapat dibawa ke mana-

mana. Hal ini kemudian menunjukkan senjata api sendiri merupakan

jenis senjata yang mudah digunakan pemiliknya tanpa harus

memberikan beban seperti senjata berbeban berat yang biasa digunakan

untuk perang.

Dapat disampaikan bahwa pengertian senjata api tidak memiliki

perbedaan yang signifikan antara text book yang satu dengan yang

lainnya. Perbedaannya hanya berada pada konteks pembahasan tentang

senjata api itu sendiri, apakah dari sisi bentuk fisik senjata maupun

fungsi serta efek yang ditimbulkan dari penggunaannya. Charles

Springwood menyatakan senjata api merupakan jenis senjata yang

secara proyektif menghasilkan tembakan dari pengapian propelan,

46
A. Josias Simon Runtunturambi, Atin Sri Pujiastuti, Op.cit, hlm. 1

34
seperti mesiu misalnya.47 Springwood mencoba menjelaskan pengertian

senjata ai berdasarkan cara kerja dan fungsi dari senjata api tersebut.

Senjata api memiliki berbagai macam jenis, baik itu yang

digunakan dalam ruang lingkup TNI dan POLRI maupun yang

digunakan di luar ruang lingkup TNI dan POLRI.

Senjata api yang digunakan dalam lingkup TNI dan POLRI

adalah senjata api yang dipakai oleh kesatuan tersebut dalam

menjalankan tugas-tugasnya. Adapun jenis-jenisnya sebagai berikut:48

a. Revolver model 66 kal. 357

Asal negara USA, panjang dan berat senjata 241 mm dan 35

ons, panjang laras 102 mm, jarak tembak 25 m, isi magasen 6

peluru.

b. Revolver model 28 kal. 357

Asal negara USA, panjang dan berat senjata 285 mm, dan 4,2

kg, panjang laras 152 mm, jarak tembak 25 mm, isi magasen 6

peluru (silinder).

c. Pistol Pindad P1 Kal. 9 mm

Asal negara Indonesia, panjang dan berat senjata 196 mm dan

0,9 kg, panjang laras 118 mm, jarak tembak 1080 m, isi

magasen 13 peluru.

d. Pistol isyarat Rusia kal 26 mm

Asal negara Rusia, panjang senjata 8 inchi, panjang laras 4,5

inchi.

47
A. Josias Simon Runtunturambi, Atin Sri Pujiastuti, Loc.Cit
48
Ibid, hlm. 5

35
e. Pistol US M. 1991 A1 kal. 45 mm

Asal negara USA, panjang dan berat senjata 469,9 m dan

101,65 gr, panjang laras 127 mm, jarak tembak 1440 m, isi

magasen 7 peluru.

Sedangkan senjata api yang digunakan diluar lingkup TNI dan

POLRI adalah senjata api milik perorangan atau instansi-instansi

pemerintah yang telah memiliki surat izin khusus untuk pemilikan

senjata api. Senjata api yang boleh dimiliki untuk perorangan adalah

senjata api untuk olahraga menembak, senjata api untuk berburu dan

senjata api untuk koleksi.

Adapun senjata api yang boleh digunakan diluar lingkup TNI

dan POLRI dibatasi bahwa senjata api tersebut adalah:

a. Non otomatik;

b. Senjata bahu dengan maksimum kaliber 22 atau kaliber

lainnya;

c. Senjata genggam dengan maksimum kaliber 32 atau kaliber

lainnya;

d. Senjata bahu (laras panjang) hanya dengan kaliber 12 GA dan

kaliber 22 dengan jumlah maksimal dua pucuk per orang;

e. Senjata api berpeluru karet atau gas (IKHSA) jenis senjata api

tersebut antara lain: revolver kaliber 22/25/32 dan senjata bahu

Shotgun kaliber 12 mm;

f. Untuk kepentingan bela diri seseorang hanya boleh memiliki

senjata api genggam jenis revolver dengan kaliber 31/25/22

36
atau senjata api bahu jenis shotgun kaliber 12 mm, dan untuk

senjata api (IKHSA) adalah jenis hunter 006 dan hunter 007.

2. Kepemilikan Senjata Api Legal beserta Pengaturannya

Mengutip peraturan yang tercantum dalam pasal 9 Undang-

undang Nomor 8 tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin

Kepemilikan Senjata Api, yang dirumuskan sebagai berikut:

“bahwa setiap orang yang bukan anggota tentara atau polisi

yang memakai dan memiliki senjata api harus mempunyai izin

pemakaian senjata api menurut contoh yang ditetapkan oleh

kepala kepolisian negara”

Dengan dasar itu, setiap izin yang keluar untuk kepemilikan atau

pemakaian senjata api (IKSA) harus ditanda tangani langsung oleh

Kapolri dan tidak bisa didelegasikan kepada pejabat lain seperti

Kapolda. Untuk kepentingan pengawasan Polri juga mendasarkan

sikapnya pada Undang-Undang Nomor 20 tahun 1960 tentang

Kewenangan Perizinan Menurut Undang-Undang Senjata Api.

Menurut Undang-Undang tersebut ada persyaratan-persyaratan

utama yang harus dilalui oleh pejabat baik secara perorangan maupun

swasta untuk memiliki dan menggunakan senjata api. Pemberian izin itu

pun hanya dikeluarkan untuk kepentingan yang dianggap layak.

Misalnya untuk olahraga, izin hanya diberikan kepada anggota Perbakin

yang sudah memenuhi syarat-syarat kesehatan jasmani dan rohani dan

memiliki kemahiran menembak serta mengetahui secara baik peraturan

perundang-undangan mengenai penggunaan senjata api.

37
Izin kepemilikan senjata api yang bertujuan untuk bela diri

hanya diberikan kepada pejabat tertentu. Menurut ketentuannya, mereka

harus dipilih secara selektif. Mereka masing-masing adalah pejabat

swasta atau perbankan, pejabat pemerintah, TNI/Polri dan

purnawiraman.

Untuk pejabat swasta atau bank, mereka yang diperbolehkan

memiliki senjata api masing-masing: presiden direktur, presiden

komisaris, komisaris, direktur utama, dan direktur keuangan. Untuk

pejabat pemerintah, masing-masing: Menteri, Ketua MPR/DPR, Sekjen,

Irjen, Dirjen, dan Sekretaris Kabinet, demikian juga Gubernur, Wakil

Gubernur, Sekwilda, Irwilprop, Ketua DPRD dan anggota DPR/MPR. 49

Adapun untuk jajaran TNI/Polri mereka yang diperbolehkan

memiliki senjata api hanyalah perwira tinggi dan perwira menengah

dengan pangkat serendah-rendahnya Kolonel namun memiliki tugas

khusus. Demikian pula untuk purnawirawan, yang diperbolehkan

hanyalah perwira tinggi dan perwira menengah dengan pangkat terakhir

Kolonel yang memiliki jabatan penting di Pemerintah/swasta. 50

Warga sipil dapat memiliki senjata api kepemilikannya telah

diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1948 tentang Pendaftaran

dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api. Di Indonesia perizinan

kepemilikan senjata api diatur dalam Surat Keputusan Kapolri Nomor

SKEP/82/2004 tanggal 16 februari 2004. Untuk kalangan sipil senjata

api diperbolehkan dimiliki adalah senjata api non organik TNI/Polri,

49
Y. Sri Pudyatmoko, (2009), Perizinan, Jakarta: Garsindo, hlm. 302.
50
Ibid, hlm. 303.

38
berupa senjata genggam Kaliber 22 sampai 32, serta senjata bahu

golongan non standard TNI Kaliberr 12 GA dan KA secara garis besar,

di Indonesia perizinan kepemilikan senjata api diatur dalam Surat

Keputusan Kapolri No. Pol. 82/II.2004 tanggal 16 Februari 2004

tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengamanan Pengawasan dan

Pengendalian senjata api non organiik TNI/Polri. Di dalamnya

ditentukan, pemohon harus mengajukan melalui Polda setempat,

kemudian diteruskan ke Mabes Polri.

Prosedur untuk memiliki senjata api terlebih dahulu dilihat dari

sisi urgensinya. Selain itu mengacu pada Peraturan Kapolri Nomor 82

Tahun 2004 tentang Siapa Saja yang Boleh Memiliki Senjata Api di

Kalangan Sipil.

a. Masyarakat sipil yang ingin memiliki senjata api hanya

golongan tertentu saja, seperti Direktur Utama, Menteri, Pejabat

Pemerintahan, Pengusaha Utama, Komisaris, Pengacara, dan

Dokter.

b. Calon pemilik senjata api, minimal selama 3 (tiga) tahun wajib

memiliki keterampilan menembak. Mereka juga diuji melalui tes

psikologi dan tes kesehatan.

c. Calon pemilik senjata api juga harus secara resmi mendapatkan

surat izin dari instansi atau kantor yang bertanggung jawab atas

kepemilikan senjata api.

39
d. Jika semuanya sudah tepenuhi maka pemakaian senjata api

hanya untuk membela diri saja. Senjata api yang diizinkan, yaitu

senjata api peluru tajam, peluru karet, dan peluru hampa.

Berikut prosedur kepemilikan senjata api resmi dari

kepolisian:51

1) Pemohon harus memenuhi syarat medis

Jika ingin memiliki senjata api legal, pertama harus

memenuhi syarat medis yang berarti sehat jasmani dan

rohani. Selain itu juga tidak ada cacat fisik yang bisa

mengurangi keterampilan menggunakan senjata api dan

yang penting masih mempunyai penglihatan normal.

2) Pemohon harus lolos seleksi psikotes

Orang yang cepat gugup dan panik dalam menghadapi

sesuatu maka kemungkinan besar tidak bisa memiliki izin

kepemilikan senjata api resmi dari kepolisian. Sebab syarat

kepemilikan senjata api bagi warga sipil harus bisa menjaga

emosi dan tidak cepat marah.

3) Pemohon tidak pernah terlibat tindak pidana

Pemohon harus berkelakuan baik sebelum mengajukan

permohonan izin kepemilikan senjata api. Tidak pernah

terlibat kasus pidana yang bisa dibuktikan dari SKKB

(Surat Keterangan Kelakuan Baik) dari Kepolisian.

4) Usia pemohon harus terpenuhi

51
https://www.indonesia.go.id/layanan/kependudukan/ekonomi/izin-memiliki-senjata,
Diakses pada tanggal 13 September 2019.

40
Batas usia yang dibolehkan memiliki senjata api minimal 21

tahun dan maksimal 65 tahun.

5) Pemohon harus memenuhi syarat administratif

Syarat administratif yang harus dipenuhi berupa:

 Fotocopy KTP sebanyak 5 lembar;

 Fotocopy KK sebanyak 5 lembar;

 Fotocopy SKCK, rekomendasi Kapolda setempat;

 Foto berwarna 2x3 sebanyak 5 lembar;

 Foto berwarna 3x4 sebanyak 5 lembar;

 Foto berwarna 4x6 sebanyak 5 lembar

 Mengisi formulir permohonan dari Mabes Polri

6) Jenis senjata api yang boleh dimiliki

 Senjata api genggam jenis revolver kaliber 32,

kaliber 25, atau kaliber 22

 Senjata api bahu jenis shotgun kaliber 12 mm

 Senjata api bahu kaliber 12 GA dan kaliber 22

3. Tindak Pidana Kepemilikan Senjata Api Ilegal

Kontrovesi kepemilikan senjata api ilegal merupakan suatu

persoalan yang hangat dibicarakan. Ilegal yang dimaksud disini ialah

tidak legal, atau tidak sah menurut hukum. Kepemilikan senjata api

ilegal ini tidak hanya dilihat sebagai bentuk pelanggaran hukum, tetapi

juga sebagai suatu sarana kejahatan yang berbahaya oleh pelaku tindak

pidana. Hal ini sejalan dengan meningkatnya dan maraknya tindak

kejahatan disekitar kita, penembakan oleh orang tidak dikenal, teror

41
penembakan disejumlah tempat-tempat umum, hingga kejahatan yang

diikuti oleh ancaman bahkan pembunuhan dengan senjata api tersebut.

Senjata api ilegal merupakan senjata yang beredar secara tidak sah

dikalangan sipil, tidak diberi izin oleh orang-orang terlatih dan memiliki

spesialisasi dibidang kejahatan tertentu sehingga kemudian

membutuhkan dukungan senjata api dalam rangka memuluskan

rencananya.

Kepemilikan senjata api ilegal sebenarnya sudah diatur dalam

beberapa peraturan perundang-undangan. Terdapat ketentuan tersendiri

mengenai kepemilkan senjata api oleh masyarakat sipil. Kepemilikan

senjata api secara umum diatur dalam Undang-undang Darurat Nomor

12 Tahun 1951 yang bersifat pidana. Pasal 1 ayat (1) UU darurat

Nomor 12 Tahun 1951 disebutkan:

“Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia,

membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau

mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan

padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut,

menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia

sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum

dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau

hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.”

Sumber-sumber utama peredaran senjata api ilegal di Indonesia

sangat beragam dan komplek, antara lain:52

52
Ibid, hlm. 23

42
a. Pertama, pencurian dari gudang senjata aparat atau

pembelian secara ilegal dari oknum TNI atau POLRI.

Prosedur penyimpanan senjata oleh TNI dan POLRI

kelihatannya ketat, tetapi gudang senjata dibanyak wilayah

tidak dijaga dengan baik ataupu diinventarisir seperti yang

seharusnya, selain keterlibatan oknum militer ataupun

oknum polisi karena memang mereka dilegalkan oleh UU

untuk menyimpan, memiliki dan menggunakan senjata api.

Kepemilikan senjata api yang legal tersebut sering

disalahgunakan dengan cara menjual senjata api organik

TNI/POLRI dengan harga yang murah kepada masyarakat

sipil, mudahnya penggunaan senjata api laras panjang yang

biasa digunakan sebagai kelengkapan dari TNI/POLRI

dikalangan masyarakat luas termasuk dikalangan kriminal

menimbulkan tanda tanya siapa oknum pelaku dari bebasnya

peredaran senjata laras panjang yang merupakan tanggung

jawab aparat.

b. Kedua, senjata rakitan buatan lokal, pada dasarnya senjata

rakitan juga disebut small arms karena merupakan replika

dan dirakit secara khusus mengikuti pola senjata api standar

tempur, hanya bedanya yang pertama diproduksi secara legal

oleh pabrik-pabrik pembuatan senjata sedangkan senjata

rakitan bukan diproduksi oleh pabrik pembuatan senjata

tetapi oleh home industri ilegal yang dilakukan oleh

43
masyarakat. Produksi ilegal senjata api terjadi diberbagai

negara seperti Afrika Selatan, Asia Selatan dan Asia

Tenggara.

c. Ketiga, dari penyelundupan, senjata api ilegal didatangkan

dengan banyak cara dan selanjutnya akan menghiasi “pasar

gelap” senjata api di Indonesia dimana keberadaan senjata-

senjata itu tidak pernah terpantau dengan jelas.

Penyelundupan senjata api tidak hanya berkaitan dengan

impor namun juga ekspor dan sering dilakukan baik oleh

perusahaan-perusahaan eksportir/importir ataupun secara

pribadi dengan cara melakukan pemalsuan dokumen tentang

isi dari kiriman. Peredaran senjata api di Indonesia selain

diramaikan produk dalam negeri juga didatangkan dengan

cara impor tidak hanya secara resmi karena pesanan institusi

negara, tetapi kerap dilakukan secara ilegal demi

kepentingan perorangan.

Kepemilikan senjata api ini sendiri memang diatur secara

terbatas, dilingkungan Kepolisian dan TNI sendiri terdapat peraturan

mengenai prosedur kepemilikan dan syarat tertentu untuk memiliki

senjata api. Di lingkungan masyarakat sipil juga terdapat prosedur

tertentu untuk memiliki senjata api secara legal. Prosedur tersebut diatur

dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan

Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api. Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 8

Tahun 1948 mewajibkan setiap senjata api yang berada ditagan orang

44
bukan anggota Tentara atau Polisi harus didaftarkan olh Kepala

Kepolisian Keresidenan. Menurut Pasal 9 UU No. 8 Tahun 1948, setiap

orang atau warga sipil yang mempunyai dan memakai senjata api harus

mempunyai surat izin pemakaian senjata api menurut contoh yang

ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Negara. Surat izin pemakaian senjata

api ini diberikan oleh Kepala Kepolisian atau orang yang

ditunjukkannya. Lebih lanjut, pengajuan izin kepemilikan senjata api

non organik yang dilakukan oleh masyarakat yang biasa disebut dengan

Izin Khusus Senjata Api (IKSHA), dilakukan sesuai ketentuan Surat

Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

B. Pidana dan Pemidanaan

1. Pengertian Pidana dan Jenis Pidana

Pidana berasal dari bahasa Belanda yaitu straff (Belanda),

Pidana didefinisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan

atau diberikan oleh Negara pada seseorang atau beberapa orang sebagai

akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatan yang telah melanggar

larangan hukum pidana.53

Bila dilihat dalam Undang-undang Hukum Pidana, khususnya

KUHP tidak akan ditemukan pengertian atau istilah pidana tersebut.

Istilah pidana merupakan terjemahan dari kata straff dalam bahasa

Belanda, sering pula diartikan sama dengan istilah “hukuman”. Hukum

53
Adami Chazawi, (2002), Pelajaran Hukum Pidana, Jakarta: Rajagrafindo Persada, hlm.
23-24.

45
merupakan suatu rangkaian peraturan tertulis maupun tidak tertulis,

yang bertujuan untuk menata dan mengatur.

Agar hukum itu bisa dipatuhi dan ditaati oleh anggota

masyarakat, maka harus tersedia larangan dan sanksi terhadap

pelanggarnya. Gunanya untuk menjaga agar tujuan hukum itu dapat

tercapai. Terhadap pelanggar, ketentuan hukum tersebut harus dapat

dipertanggung jawabkan sebagai akibat dari perilakunya. Pidana dapat

dijatuhkan kepada seseorang apabila ia telah melakukan tindak pidana

dan bentuk perbuatan itu telah ditetapkan dan diatur dalam Undang-

undang hukum pidana dan tersedia ancaman pidananya.

Sehubungan dengan itu, menurut Van Hammel, arti pidana atau

straff menurut hukum positif dewasa ini adalah suatu penderitaan yang

bersifat khusus yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang

untuk menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai penanggung jawab

dari ketertiban hukum umum bagi seorang pelajar, yakni semata-mata

karena orang tersebut telah melanggar suatu perkara hukum yang harus

ditegakkan oleh negara.54

Sedangkan menurut P.A.F. Lamintang, bahwa pidana itu

sebenarnya hanya merupakan suatu penderitaan atau suatu alat belaka.

Ini berarti bahwa pidana itu bukan merupakan suatu tujuan dan tidak

mungkin dapat mempunyai tujuan. 55 Menurut Lamintang hal tersebut

perlu dijelaskan, agar orang Indonesia jangan sampai terbawa oleh

kacaunya cara berfikir dari para penulis di negeri Belanda, karena

54
P.A.F. Lamintang, (1984), Hukum Penitensier Indonesia, Bandung: Armico, hlm. 47.
55
Ibid, hlm. 36.

46
mereka sering kali telah menyebut tujuan dari pemidanaan dengan

perkataan tujuan dari pidana, hingga ada beberapa penulis di tanah air

yang tanpa menyadari kacaunya cara berfikir penulis Belanda itu,

secara harfiah telah menerjemahkan perkataan “doel der straff” dengan

perkataan tujuan pidana, padahal yang dimaksud dengan perkataan

“doel del straff” itu sebenarnya adalah tujuan dari pemidanaan.

Sehubungan dengan pengertian pidana sebagaimana yang

dijabarkan diatas, Andi Hamzah mengemukakan bahwa menurut hukum

positif di Indonesia, rumusan ketentuan pidana tercantum dalam Pasal

10 KUHP, dinyatakan bahwa pidana terdiri atas:56

a. Pidana pokok:

1) Pidana mati

2) Pidana penjara

3) Pidana kurungan

4) Pidana denda

5) Pidana tutupan.

b. Pidana tambahan

1) Pencabutan hak-hak tertentu

2) Perampasan barang-barang tertentu

3) Pengumuman putusan hakim.

Sedangkan jenis pidana yang terdapat dalam Rancangan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) 2005, agak sedikit berbeda

dengan pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum

56
Andi Hamzah, (2006), KUHP & KUHAP, Jakarta: PT. Rineka Cipta, hlm. 6.

47
Pidana (KUHP). Dikemukakan oleh Zainal Abidin, bahwa dari segi

pengelompokannya antara RKUHP 2005 dan KUHP sama yaitu

diklasifikasikan kepada 2 (dua) golongan yaitu pidana pokok dan

pidana tambahan. Pidana pokok dalam Pasal 65 RKUHP adalah:57

a. Pidana penjara

b. Pidana tutupan

c. Pidana pengawasan

d. Pidana denda

e. Pidana kerja sosial.

Pidana tambahan dalam RKUHP:

a. Pencabutan hak tertentu

b. Perampasan barang tertentu dan/atau tagihan

c. Pengumuman putusan hakim

d. Pembayaran ganti kerugian

e. Pemenuhan kewajiban adat setempat dan/atau kewajiban

menurut hukum yang hidup.

Setelah memperhatikan dan mengadakan komparasi jenis pidana

yang tercantum dalam KUHP dan RKUHP 2005 tentang jenis-jenis

pidana sungguh terdapat perbedaan yang cukup mencolok. Urutan jenis

pidana pokok dalam RKUHP 2005 yaitu pidana mati bukan lagi

menjadi pidana pokok yang menempati urutan pertama melainkan

menjadi pidana yang sifatnya khusus. Demikian pula pidana tutupan

57
Zainal Abidin, (2005), Pemidanaan, Pidana dan Tindakan dalam Rancangan KUHP,
Jakarta: ELSAM, hlm. 18-19.

48
menjadi pidana pokok kedua stelah pidana penjara, lain halnya dengan

KUHP yang menempati urutan kelima.58

2. Pengertian Pemidanaan dan Tujuan Pemidanaan

Pemidanaan bisa diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan

juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana. Kata “pidana” pada

umumnya diartikan sebagai hukum, sedangkan “pemidanaan” diartikan

sebagai penghukuman.

Ada berbagai macam pendapat mengenai teori pemidanaan dan

dapat dikelompokkan kedalam 3 golongan besar, yaitu:59

a. Teori Absolut

Dasar pijakan dari teori ini ialah pembalasan. Inilah dasar

pembenar dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu pada

penjahat atau pelaku kejahatan. Negara berhak menjatuhkan pidana

ialah karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan pada

hak dan kepentingan hukum (pribadi, masyarakat atau negara) yang

telah dilindungi. Maka oleh karenanya ia harus diberikan pidana

yang setimpal dengan perbuatan (berupa kejahatan) yang

dilakukannya. Tindakan pembalasan di dalam penjatuhan pidana

mempunyai dua arah yaitu:

1) Ditujukan pada penjahatnya (sudut subyektif dari pembalasan).

2) Ditujukan untuk memenuhi kepulasan dari perasaan dendam

dikalangan masyarakat.

58
Zainal Abidin, Loc. Cit.
59
Adama Chazawi, Op.Cit, hlm 155-156.

49
b. Teori Relatif atau Teori Tujuan

Teori relatif atau teori tujuan berpokok pangkal pada dasar

bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib (hukum)

dalam masyarakat. Tujuan pidana adalah alat untuk mencegah

timbulnya suatu kejahatan, dengan tujuan agar tata tertib masyarakat

dapat dipelihara, maka pidana itu mempunyai 3 (tiga) macam sifat,

yaitu:

1) Bersifat menakut-nakuti (afschikking)

2) Bersifat memperbaiki (verbetering/reclasering)

3) Bersifat membinasakan (onschadelijk maken)

Sedangkan sifat pencegahannya ada 2 (dua) macam, yaitu:

1) Pencegahan umum (general preventiv)

2) Pencegahan khusus (speciale preventiv)

c. Teori Gabungan

Teori gabungan ini mendasarkan pada teori pembalasan dan

teori pertahanan tata tertib masyarakat, teori gabungan ini dapat

dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:

1) Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi

pembalasan itu tidak boleh melampaui batas dari apa yang

perlu dan cukup untuk dapat dipertahankannya tata tertib

masyarakat.

2) Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib

masyarakat tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak

50
boleh lebih berat dari pada perbuatan yang dilakukan

terpidana.

Penjatuhan pidana dan pemidanaan bukan muncul begitu

saja, melainkan melalui proses peradilan. Proses yang dikehendaki

undang-undang adalah cepat, sederhana dan biaya ringan. Di dalam

proses penjatuhan pidana dan pemidanaan, selain terikat pada sistem

dan aturan juga melibatkan pihak-pihak tertentu seperti tersangka,

terdakwa, Penyidik, Jaksa Penuntut Umum, Hakim, dan Penasihat

Hukum.60

Tujuan yang ingin dicapai dari suatu pemidanaan pada

dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran yaitu:

1) Untuk memperbaiki pribadi dari penjahat itu sendiri

2) Untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku

3) Untuk membuat penjahat tertentu tidak mampu melakukan

kejahatan lain

Tujuan pemidanaan menurut Wirjono Prodjodikoro yaitu:61

1) Untuk menakut-nakuti orang jangan sampai melakukan

kejahatan baik secara menakut-nakuti orang banyak maupun

menakut-nakuti orang tertentu yang sudah melakukan

kejahatan agar dikemudian hai tidak melakukan kejahatan

lagi.

60
Bambang Waluyo, (2004), Pidana dan Pemidanaan, Jakarta:Sinar Grafika, hlm. 34.
61
Wirjono Prodjodikoro, (1980), Tindak Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Jakarta:
PT Eresco, hlm. 3.

51
2) Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang

melakukan kejahatan agar menjadi orang-orang yang baik

tabiatnya sehingga bermanfaat bagi masyarakat.

Tujuan pemidanaan itu sendiri diharapkan dapat menjadi

sarana perlindungan masyarakat, rehabilitasi, dan resosialisasi,

pemenuhan pandangan hukum adat serta aspek psikologi untuk

menghilangkan rasa bersalah bagi yang bersangkutan. Meskipun

pidana merupakan suatu nestapa tetapi tidak dimaksudkan untuk

menderitakan dan merendahkan martabat manusia.

C. Putusan Hakim

Putusan hakim atau lazim disebut dengan istilah “putusan

pengadilan” sangat diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana.

Dengan adanya putusan hakim ini, diharapkan para pihak dalam perkara

pidana khususnya bagi terdakwa dapat memperoleh kepastian hukum

tentang statusnya dan sekaligus dapat mempersiapkan langkah berikutnya

antara lain yang berupa menerima putusan, melakukan upaya hukum

banding/kasasi, melakukan grasi dan sebagainya. Apabila tinjauan optik

hakim yang mengadili perkara pidana tersebut, putusan hakim merupakan

mahkota sekaligus puncak pencerminan nilai-nilai keadilan, kebenaran

hakiki, hak asasi, penguasaan hukum atau fakta, secara mapan dan faktual

serta visualisasi etika beserta moral dari hakim yang bersangkutan.

Menurut Leden Marpaung, putusan adalah hasil atau kesimpulan

dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-

masaknya yang dapat berbentuk lisan maupun tulisan. Ada juga yang

52
mengartikan putusan sama dengan vonis tetap. Rumusan-rumusan yang

kurang tepat terjadi sebagai akibat dari penerjemah ahli bahasa yang bukan

ahli hukum. 62 Dalam praktik peradilan pada putusan hakim sebelum

pertimbangan yuridis ini dibuktikan, maka hakim terlebih dahulu akan

menarik fakta-fakta dalam persidangan yang timbul dan merupakan

konklusi kumulatif dari keterangan para saksi, keterangan terdakwa, dan

barang bukti.

Seorang hakim dalam hal menjatuhkan pidana kepada terdakwa

tidak boleh menjatuhkan pidana tersebut kecuali apabila dengan sekurang-

kurangnya terdapat 2 (dua) alat bukti yang sah. Alat bukti sah yang

dimaksud adalah:

a. Keterangan Saksi;

b. Keterangan Ahli;

c. Surat;

d. Petunjuk;

e. Keterangan Terdakwa.

Menurut ketentuan pasal 193 KUHAP, putusan pidana dijatuhkan

apabila pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan

tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Berdasarkan rumusan

KUHAP tersebut, putusan hakim dapat digolongkan ke dalam 3 jenis

yaitu:63

62
Lilik Mulyadi, (2007), Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritik, Praktik dan
Permasalahannya, Bandung:Alumni, hlm.202.
63
Rusli Muhammad, (2006), Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, hlm. 115.

53
1. Putusan Bebas dari Segala Tuduhan Hukum

Putusan bebas dari segala tuduhan hukum adalah putusan

pengadilan yang dijatuhkan kepada terdakwa karena hasil

pemeriksaan sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang

didakwakan kepadanya dinyatakan tidak terbukti secara sah dan

meyakinkan.

Dalam putusan yang mengandung pembebasan terdakwa,

terdakwa yang berada dalam status tahanan diperintahkan untuk

dibebaskan seketika itu juga, kecuali karena alasan yang sah,

terdakwa masih tetap dalam tahanan, misalnya terdakwa masih

tersangkut dalam lain perkara, baik untuk dirinya sendiri maupun

bersama-sama dengan teman terdakwa.64 Putusan bebas dijatuhkan

jika hakim tidak memperoleh keyakinan mengenai kebenaran atau

ia yakin apa yang didakwakan tidak atau setidak-tidaknya bukan

terdakwa ini yang melakukannya.

2. Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum

Putusan pengadilan berupa putusan lepas dari segala

tuntutan hukum adalah putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa

yang setelah melalui pemeriksaan ternyata menurut pendapat

pengadilan perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti,

tetapi perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana.

64
Ibid, hlm. 116

54
3. Putusan yang Mengandung Pemidanaan

Jenis putusan pengadilan ini adalah putusan yang

membebankan suatu pidana kepada terdaka karena perbuatan yang

didakwakan terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa terdakwa

bersalah dalam melakukan perbuatan yang didakwakan itu.

Putusan pemidanaan dijatuhkan oleh hakim jika ia telah

mendapatkan keyakinan bahwa perbuatan terdakwa dan terdakwa

dapat dipidana. Adanya kesalahan terdakwa dibuktikan dengan

minimal adanya 2 (dua) alat bukti dan hakim yakin akan kesalahan

terdakwa itu berdasarkan atas alat bukti yang ada dan dengan

adanya 2 (dua) alat bukti dan keyakinan hakim ini, berarti syarat

untuk menjatuhkan pidana telah terpenuhi.

D. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Memutus Perkara Tindak Pidana

Kepemilikan Senjata Api Ilegal.

Dalam memutus suatu perkara pidana, dalam melakukan

pertimbangan hakim ada 2 (dua) macam yaitu:65

1. Pertimbangan yang Bersifat Yuridis

Pertimbangan yuridis adalah pertimbangan hakim yang

didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap dalam

persidangan dan oleh Undang-undang ditetapkan sebagai hal yang

harus dimuat di dalam putusan. Hal-hal yang dimaksud tersebut

antara lain:

65
Ibid, hlm. 124-220.

55
a. Dakwaan Penuntut Umum

Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana

karena berdasar itulah pemeriksaan di persidangan

dilakukan. Dakwaan selain berisikan identitas terdakwa,

juga memuat uraian tindak pidana yang didakwakan dengan

menyebut waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

Dakwaan yang dijadikan pertimbangan hakim adalah

dakwaan yang telah dibacakan di depan persidangan.

b. Keterangan Terdakwa

Keterangan terdakwa menurut Pasal 184 butir e

KUHAP, digolongkan sebagai alat bukti. Keterangan

terdakwa adalah apa yang dinyatakan terdakwa di

persidangan tentang perbuatan yang ia lakukan atau ia

ketahui sendiri atau dialami sendiri. Keterangan terdakwa

sekaligus juga merupakan jawaban atas pertanyaan hakim,

Penuntut umum, ataupun dari penasihat hukum.

c. Keterangan Saksi

Keterangan saksi dapat dikategorikan sebagai alat

bukti sepanjang keterangan itu mengenai sesuatu peristiwa

pidana yang didengar, dilihat, dialami sendiri, dan harus

disampaikan di dalam sidang pengadilan dengan

mengangkat sumpah. Keterangan saksi menjadi

pertimbangan utama oleh hakim dalam putusannya.

56
d. Barang Bukti

Pengertian barang bukti disini adalah semua benda

yang dapat dikenakan penyitaan dan diajukan oleh penuntut

umum di depan sidang pengadilan, yang meliputi:

1) Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa

seluruhnya atau sebagian diduga diperoleh dari

tindak pidana atau sebagai hasil tindak pidana;

2) Benda yang dipergunakan secara langsung untuk

melakukan tindak pidana atau untuk

mempersiapkan;

3) Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi

penyidikan tindak pidana;

4) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung

dengan tindak pidana yang dilakukan.

2. Pertimbangan yang Bersifat Non Yuridis

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pertimbangan non-

yuridis adalah sebagai berikut:

a. Latar Belakang Perbuatan Terdakwa

Latar belakang perbuatan terdakwa adalah setiap

keadaan yang menyebabkan timbulnya keinginan serta

dorongan keras pada diri terdakwa dalam melakukan tindak

pidana.

57
b. Akibat Perbuatan Terdakwa

Perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa sudah

pasti membawa korban ataupun kerugian pada pihak lain.

Bahkan akibat dari perbuatan terdakwa dari kejahatan yang

dilakukan tersebut dapat pula berpengaruh buruk kepada

masyarakat luas, paling tidak keamanan dan ketentraman

mereka senantiasa terancam.

c. Kondisi Diri Terdakwa

Pengertian kondisi terdakwa adalah keadaan fisik

maupun psikis terdakwa sebelum melakukan kejahatan,

termasuk pula status sosial yang melekat pada terdakwa.

Keadaan fisik dimaksudkan adalah usia dan tingkat

kedewasaan, sementara keadaan psikis dimaksudkan adalah

berkaitan dengan perasaan yang dapat berupa: tekanan dari

orang lain, pikiran sedang kacau, keadaan marah, dan lain-

lain. Adapun yang dimaksudkan dengan status sosial adalah

predikat yang dimiliki masyarakat.

d. Keadaan Sosial Ekonomi Terdakwa

Di dalam KUHP maupun KUHAP tidak ada satu

aturan pun yang dengan jelas memerintahkan bahwa

keadaan sosial ekonomi terdakwa harus dipertimbangkan

dalm menjatuhkan putusan yang berupa pemidanaan. Hal

ini berbeda dengan konsep KUHP baru dimana terdapat

58
ketentuan mengenai pedoman pemidanaan yang harus

dipertimbangkan oleeh hakim.

Berdasarkan konsep KUHP itu, salah satu yang

harus dipertimbangkan hakim adalah keadaan sosial

ekonomi pembuat, misalnya tingkat pendapatan dan biaya

hidupnya. Ketentuan ini memang belum mengikat

pengadilan sebab masih bersifat konsep. Meskipun

demikian, kondisi sosial ekonomi tersebut dapat dijadikan

perrtimbangan dalam menjatuhkan putusan sepanjang hal

tersebut merupakan fakta dan terungkap di muka

pengadilan.

e. Faktor Agama Terdakwa

Setiap putusan pengadilan senantiasa diawali

dengan kalimat “DEMI KEADILAN BERDASARKAN

KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Kalimat ini selain

berfungsi sebagai kepala putusan, namun yang lebih

penting suatu ikrar dari hakim bahwa yang diungkapkan

dalam putusannya itu semata-mata untuk keadilan

berdasarkan Ketuhanan, kata “Ketuhanan” menunjukkan

suatu pemahaman yang berdimensi keagamaan. Dengan

demikian, apabila para hakim membuat putusan

berdasarkan pada Ketuhanan, berarti harus pula ia terikat

oleh ajaran-ajaran agama.

59
Digolongkan faktor agama dalam pertimbangan

yang bersifat non yuridis disebabkan tidak adanya satu

ketentuan dalam KUHAP maupun ketentuan formal lainnya

yang menyebutkan bahwa faktor agama harus

dipertimbangkan dalam putusan. Namun meskipun faktor

agama dimasukkan sebagai pertimbangan non yuridis tidak

berarti hal ini bermaksud untuk memisahkan agama dengan

hukum dan tidak pula berarti menilai agama bukan

persoalan hukum. Karena tidak adanya ketentuan formal

itulah yang menyebabkan faktor agama digolongkan

pertimbangan yang bersifat non yuridis.

3. Hal-hal yang memberatkan dan meringankan Pidana

Apabila memerhatikan setiap putusan yang dihasilkan

lembaga pengadilan, senantiasa terlihat pula dalam putusan

tersebut hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan

pidana. Dalam Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP disebutkan

“putusan pemidanaan memuat keadaan yang memberatkan dan

meringankan terdakwa”.66

a. Hal-hal yang memberatkan Pidana

Dalam KUHP terdapat tiga hal yang dijadikan alasan

memberatkan pidana, yaitu sedang memangku suatu jabatan

(Pasal 52 KUHP), residive atau pengulangan (titel 6 buku I

66
Ibid. hlm 144-150

60
KUHP), dan gabungan atau samenloop (Pasal 65 dan 66

KUHP).

b. Hal-hal yang meringankan Pidana

KUHP tidak secara rinci mengatur hal-hal yang

meringankan pidana. Menurut KUHP hal-hal atau alasan-alasan

yang dapat meringankan pidana, yaitu: percobaan (Pasal 53 ayat

2 dan 3), membantu medeplichtgheid (Pasal 57 ayat 1 dan 2) dan

belum dewasa minderjarigheid (Pasal 47). Hal-hal tersebut

merupakan alasan-alasan umum, sedangkan alasan-alasan

khusus masing-masing diatur dalam Pasal 308, 241, 342 KUHP.

61
BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Kepemilikan

Senjata Api Ilegal pada putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN. Pdg dan

putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN. Kag.

Dalam pembahasan mengenai tindak pidana kepemilikan senjata

api ilegal ini penulis memilih membahas 2 (dua) putusan yang telah

memiliki kekuatan hukum tetap yakninya putusan Nomor

853/Pid.B/2017/PN. Pdg dan putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN. Kag.

Adapun posisi kasus berdasarkan putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN. Pdg

dan putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN. Kag. adalah sebagai berikut:

1. Posisi Kasus

Kasus pertama yang penulis teliti adalah putusan nomor

853/Pid.B/2017/PN. Pdg.67 Ini merupakan kasus tanpa hak menguasai

senjata api dan bahan peledak tanpa izin yang dilakukan oleh seorang

warga sipil bernama Andre Mardianto alias Andre.

Awal mula kejadian pada hari minggu tanggal 24 September

2017, sekira jam 14.30 Wib setelah terdakwa memarkirkan truk yang

terdakwa kemudikan di parkiran truk Lambuk Ngalau Kelurahan Batu

Gadang Kecamatan Lubuk Kilangan, lalu terdakwa pulang menuju

rumah terdakwa saat melewati semak-semak di samping bengkel Las

Budi (DPO) terdakwa menemukan 1 (satu) buah senjata api rakitan

67
Putusan Pengadilan Negeri Padang No. 853/Pid.B/2017/PN. Pdg.

62
jenis Revolver lalu terdakwa mengambil senjata api tersebut dan

mengamatinya dan terdakwa mengenali senjata api rakitan yang

terdakwa temukan tersebut adalah milik Budi (DPO), selanjutnya

terdakwa memasukkan senjata api tersebut ke dalam tas sandang

terdakwa lalu terdakwa bawa pulang, sampai di rumahnya terdakwa lalu

mengecek dan membersihkan senjata api rakitan tersebut dengan

sehelai kain dan terdakwa menemukan dalam senjata api rakitan

tersebut berisi 1 (satu) butir amunisi atau peluru yang masih aktif

selanjutnya senjata api rakitan tersebut terdakwa simpan di bawah kasur

tempat tidur dalam kamar terdakwa, kemudian sekira jam 16.00 Wib

bertempat di dalam kamar rumah Jl. Gang Saiyo Ngalau RT. 05 RW. 04

Kelurahan Batu Gadang Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang

terdakwa mencoba menawarkan untuk dijual senjata api rakitan tersebut

kepada teman terdakwa namun teman terdakwa tersebut tidak mau

membeli atau menjualkan senjata api rakitan tersebut selanjutnya atas

laporan dari masyarakat ke Polsek Lubuk Kilangan bahwa terdakwa

memiliki senjata api terdakwa lalu ditangkap beserta barang bukti lalu

dibawa petugas ke kantor Polisi Sektor Lubuk Kilangan untuk diproses

lebih lanjutnya.

Kasus kedua yang penulis teliti adalah putusan Nomor


68
129/Pid.Sus/2016/PN. Kag. Ini merupakan kasus dengan objek

permasalahan yang sama dengan kasus pertama yaitu kasus tanpa hak

68
Putusan Pengadilan Negeri Kayuagung No. 129/Pid.Sud/2016/PN. Kag.

63
menguasai senjata api dan bahan peledak tanpa izin yang dilakukan

oleh seorang warga sipil bernama Retal Bin Soldi.

Awal kejadian pada hari Rabu tanggal 18 November 2015

sekitar pukul 13.00 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu

disekitar bulan November tahun 2015, bertempat di Jalan Desa Sunur

Kecamatan Rambang Kuang Kabupaten Ogan Ilir atau setidak-tidaknya

disuatu tempat lain dalam daerah hukum Pengadilan Negeri

Kayuagung, pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut diatas, pada

saat saksi BRIPKA MANSYUR BIN MARZUKI dan BRIPTU JON

SUTRISNO BIN M. DAUD beserta BRIPKA MARIO sedang

melakukan Razia serta mengadakan Patroli di tempat tersebut kemudian

saksi melihat terdakwa yang sedang mengendarai sepeda motor

bersama istri dan anak terdakwa, disaat saksi hendak menghentikan

terdakwa, terdakwa kemudian berbalik arah dan memutar kendaraan

terdakwa dan pada saat itu juga saksi melakukan pengejaran terhadap

terdakwa, tidak lama kemudian sepeda motor yang dikendarai terdakwa

terjatuh dan terdakwa melarikan diri dan meninggalkan sepeda motor

tersebut kemudian saksi mengejar terdakwa dan terdakwa berhasil

ditangkap selanjutnya dilakukan penggeledahan terhadap diri terdakwa

di dalam saku celana sebelah kanan ditemukan 1 (satu) buah senjata api

rakitan jenis Revolver dengan Silinder isi 6 (enam) warna silver

bergagang kayu warna cokelat berisi 5 (lima) butir peluru (amunisi)

Kaliber 9, dan di dalam tas pinggang warna cokelat yang dibawa

terdakwa ditemukan 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis Revolver

64
type patahan warna silver bergagang kayu warna cokelat berisi 1 (satu)

butir peluru (amunisi) Kaliber 5,56 dan 1 (satu) buah senjata api rakitan

jenis Revolver dengan silinder isi 5 (lima) warna silver bergagang

plastik warna hitam yang berisi 4 (empat) butir peluru (amunisi) Kaliber

9 dan 2 (dua) butir peluru (amunisi) dan ditemukan kunci “T”, senjata

api tersebut yang mana diakui terdakwa dalam penguasaannya tanpa

seizin dari pihak yang berwenang dan tidak sesuai dengan profesinya.

2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Pada putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN. 69 Pdg terdakwa Andre

Mardianto alias Andre didakwa dengan dakwaan tunggal karena

bersalah melakukan tindak pidana kepemilikan senjata api ilegal

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-

undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

Pada putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN. 70 Kag terdakwa

Retal Bin Soldi didakwa dengan dakwaan tunggal karena bersalah

melakukan tindak pidana kepemilikan senjata api ilegal sebagaimana

diatur dan diancam pidana dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang

Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

Tuntutan pidana Penuntut Umum pada putusan Nomor

853/Pid.B/2017/PN. Pdg sebagai berikut:71

1) Menyatakan Terdakwa Andre Mardianto Plg. Andre bersalah

melakukan tindak pidana “Kepemilikan Senjata Api”


69
Putusan Pengadilan Negeri Padang No. 853/Pid.B/2017/PN. Pdg.
70
Putusan Pengadilan Negeri Kayuagung No. 129/Pid.Sud/2016/PN. Kag.
71
Putusan Pengadilan Negeri Padang No. 853/Pid.B/2017/PN. Pdg.

65
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 1 ayat (1)

Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951;

2) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Andre Mardianto Pgl.

Andre dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dikurangi

selama terdakwa berada dalam tahanan;

3) Menyatakan barang bukti berupa:

- 1 (satu) pucuk senjata api warna hitam.

- 1 (satu) buah amunisi berupa peluru bertuliskan pindad.

Dirampas untuk dimusnahkan;

4) Menetapkan lamanya masa penahanan yang telah dijalani

terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

5) Menetapkan agar terdakwa dibebani untuk membayar biaya

perkara sebesar Rp. 2000.- (dua ribu rupiah).

Adapun tuntutan Pidana Jaksa Penuntut Umum pada putusan

Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN. Kag adalah sebagai berikut:72

1) Menyatakan terdakwa Retal Bin Soldi bersalah melakukan

tindak pidana “Menguasai Senjata Api” sebagaimana diatur

dan diancam pidana dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang

Darurat Nomor 12 tahun 1951 Jo Undang-undang Nomor 1

Tahun 1961;

2) Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Retal Bin Soldi

dengan penjara selama 4 (empat) tahun dikurangi selama

terdakwa menjalani tahanan sementara;

72
Putusan Pengadilan Negeri Kayuagung No. 129/Pid.Sud/2016/PN. Kag.

66
3) Barang bukti berupa:

- 1 (satu) buah tas pinggang warna cokelat;

- 1 (satu) buah kunci “T”

- 3 (tiga) buah senjata api rakitan jenis pistol Revolver yang

terdiri dari:

- 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis pistol Revolver

dengan silinder isi 6 (enam) warna silver bergagang kayu

warna cokelat.

- 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis pistol Revolver

dengan silinder isi 5 (lima) warna silver bergagang

plastik warna hitam.

- 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis pistol Revolver

type patahan warna silver bergagang kayu wana cokelat.

- Berikut 12 (dua belas) butir peluru (amunisi) yang terdiri

dari :

- 10 (sepuluh) butir peluru amunisi kaliber 9 (sembilan)

- 1 (satu) butir peluru amunisi kaliber 38

- 1 (satu) butir peluru amunisi kaliber 5,56.

Dirampas untuk dimusnahkan.

4) Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.

2000.- (dua ribu rupiah).

67
4. Amar Putusan

Dalam putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN. Pdg, mengingat

pasal 1 ayat (1) Undang Darurat 12 tahun 1951, Undang-undang Nomor

8 tahu 1981 tentang KUHAP, serta ketentuan lain yang bersangkutan

dengan perkara ini, amar putusan dalam putusan ini adalah sebagai

berikut:73

1) Menyatakan terdakwa Andre Mardianto Pgl. Andre Bin

Syafrudin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana : Menguasai Senjata Api atau Bahan

Peledak Tanpa Izin;

2) Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Andre Mardianto Pgl.

Andre Bin Syafrudin oleh karena itu dengan pidana penjara

selama 2 (dua) tahun;

3) Menetapkan masa penangkapan dan masa penahanan yang telah

dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana

penjara yang dijatuhkan;

4) Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan;

5) Memerintahkan barang bukti berupa: 1 (satu) pucuk senjata api

warna hitam jenis Revolver beserta 1 (satu) buah amunisi berupa

peluru bertuliskan Pindad, dirampas untuk dimusnahkan;

6) Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar: Rp.

2000.- (dua ribu rupiah);

73
Putusan Pengadilan Negeri Padang No. 853/Pid.B/2017/PN. Pdg.

68
Adapun dalam putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN. Kag

mengingat dan memperhatikan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Darurat

Nomor 12 tahun 1951 Jo. Undang-undang Nomor 1 tahun 1961 serta

peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan perkara ini, amar

putusan dalam putusan ini adalah sebagai berikut:74

1) Menyatakan terdakwa Retal Bin Soldi telah terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa

Hak Memiliki Senjata Api”;

2) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu pidana

penjara selama: 3 (tiga) tahun;

3) Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah

dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang

dijatuhkan;

4) Menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan;

5) Menetapkan barang bukti berupa:

- 1 (satu) buah tas pinggang warna cokelat;

- 1 (satu) buah kunci “T”

- 3 (tiga) buah senjata api rakitan jenis Revolver yang terdiri

dari:

- 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis pistol Revolver

dengan silinder isi 6 (enam) warna silver bergagang kayu

warna cokelat;

74
Putusan Pengadilan Negeri Kayuagung No. 129/Pid.Sud/2016/PN. Kag.

69
- 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis pistol Revolver

dengan silinder isi 5 (lima) warna silver bergagang

plastik warna hitam.

- 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis pistol Revolver

type patahan warna silver bergagang kayu wana cokelat.

- Berikut 12 (dua belas) butir peluru (amunisi) yang terdiri dari

- 10 (sepuluh) butir peluru amunisi kaliber 9 (sembilan)

- 1 (satu) butir peluru amunisi kaliber 38

- 1 (satu) butir peluru amunisi kaliber 5,56.

Dirampas untuk dimusnahkan.

6) Membebankan kepada terdakwa membayar biaya perkara

sebesar Rp. 2000.- (dua ribu rupiah);

5. Analisis Penulis

Tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa Andre Mardianto

pada kasus yang tertuang dalam putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN

Pdg dan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa Retal Bin Soldi

pada kasus yang tertuang pada putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN

Kag merupakan tindak pidana yang telah terbukti dan meyakinkan bagi

Majelis Hakim untuk memvonis terdakwa terlebih dahulu sesuai dengan

tindak pidana tanpa hak untuk menyimpan dan membawa senjata api

sebagaimana mestinya yang diatur dalam Undang-undang Darurat

Nomor 12 Tahun 1951.

70
Bagi penulis, sudah merupakan hal yang tepat apa yang diputus

oleh majelis hakim. Dilihat dari kondisi, terdakwa dalam keadaan sehat

jasmani dan sadar dalam melakukan tindak pidana menguasai,

membawa senjata api tanpa hak dan izin dari pihak yang berwenang.

Menurut penulis, terdakwa patut didakwa dengan Pasal 1 ayat (1)

Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 karena telah memenuhi

ketentuan pasal tersebut.

Jika ditinjau dari segi materilnya, penulis menganalisa bahwa

tindak pidana yang dilakukan oleh kedua terdakwa merupakan

perbuatan melakukan sesuatu yang memiliki unsur kesalahan sebagai

perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, dimana

penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib


75
hukum dan terjaminnya kepentingan umum. Dimana perbuatan

tersebut harus dipertanggungjawabkan secara pidana karena telah

memenuhi unsur-unsur kesalahan dalam hukum pidana, yaitu:

a. Adanya kemampulan bertanggung jawab pada pelaku;

b. Perbuatan tersebut merupakan kesengajaan (dolus) atau

kealpaan (culpa);

c. Tidak adanya alasan penghapus atau tidak adanya alasan

pemaaf.

Pada kedua kasus yang penulis bahas, kedua terdakwa sudah

memenuhi ketiga unsur diatas dan bisa dipastikan bahwa kedua

75
P.A.F Lamintang, Loc.Cit.

71
terdakwa bersalah melakukan tindak pidana kepemilikan senjata api

ilegal.

Jaksa Penuntut Umum yang menangani kedua perkara ini sama-

sama mendakwa terdakwa dengan dakwaan tunggal yaitu: melanggar

aturan hukum pidana sebagaimana yang diatur dan diancam pidana

dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

Dimana dalam putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN Pdg, terdakwa

dituntut dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dikurangi selama

terdakwa berada dalam tahanan. Sedangkan pada putusan Nomor

129/Pid.Sus/2016/PN Kag, terdakwa dituntut dengan pidana penjara 4

(empat) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan.

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam proses peradilan

baik dari keterangan saksi-saksi maupun keterangan dari terdakwa

sendiri dan beberapa barang bukti maka sampailah kepada pembuktian

mengenai unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan yaitu,

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang

Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang unsur-unsurnya sebagai berikut:

a. Barang siapa

Bahwa pengertian “barang siapa” disini adalah siapa saja

orang atau subyek hukum yang melakukan tindak pidana dan dapat

mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Bahwa dengan berdasarkan fakta yang terungkap di

persidangan yang diperoleh dari keterangan saksi-saksi yang

disumpah dan dari keterangan terdakwa sendiri yang telah

72
membenarkan identitasnya dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut

Umum, maka terdakwa yang diajukan dalam kedua persidangan ini

adalah Andre Mardianto dan Retal Bin Soldi sebagai manusia

atau subyek hukum yang dapat mempertanggungjawabkan

perbuatannya.

b. Tanpa hak memiliki, membawa, menyimpan senjata api dan

amunisi;

Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di

persidangan yang diperoleh dari keterangan saksi-saksi yang

disumpah dan didukung pula dengan keterangan terdakwa sendiri,

pada putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN Pdg maka diperoleh fakta

bahwa pada hari Kamis tanggal 28 September 2017 sekira pukul

21.30 Wib, bertempat di Jl. Gang Saiyo Ngalau RT. 05 RW. 04

Kelurahan Batu Gadang Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang,

terdakwa Andre Mardianto telah ditangkap oleh petugas

kepolisian, karena ditemukan telah memiliki 1 (satu) pucuk senjata

api warna hitam jenis Revolver beserta 1 (satu) buah amunisi berupa

peluru bertuliskan Pindad. Pada putusan Nomor

129/Pid.Sus/2016/PN Kag diperoleh fakta bahwa pada hari Rabu

tanggal 18 November 2015 sekitar pukul 13.00 Wib bertempat di

Jalan Desa Sunur Kecamatan Rambang Kuang Kabupaten Ogan Ilir

terdakwa Retal Bin Soldi telah ditangkap oleh petugas kepolisian

saat petugas sedang melakukan razia serta mengadakan Patroli di

tempat tersebut dan ditemukan telah memiliki dan membawa 3

73
(tiga) buah senjata api rakitan jenis Revolver dan 12 (dua belas)

amunisi.

c. Unsur tanpa dilengkapi surat izin dari pihak yang berwenang.

Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan

yang diperoleh dari keterangan saksi-saksi dan didukung pula

dengan keterangan terdakwa sendiri, pada putusan Nomor

853/Pid.B/2017/PN Pdg diperoleh fakta bahwa benar pada saat

terdakwa ditangkap ditemukan 1 (satu) pucuk senjata api warna

hitam dan 1 (satu) buah amunisi berupa peluru bertuliskan Pindad,

terdakwa tidak dapat menunjukkan surat izin yang sah dari pihak

yang berwenang untuk memiliki senjata api dan amunisi tersebut.

Pada putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN Kag diperoleh fakta

bahwa benar pada saat terdakwa ditangkap ditemukan 3 (tiga)

pucuk senjata api rakitan jenis pistol Revolver beserta 12 (dua

belas) amunisi, terdakwa juga tidak dapat menunjukkan surat izin

yang sah dari pihak yang berwenang untuk membawa dan memiliki

senjata api dan amunisi tersebut.

Menurut penulis, dalam hal ini terdapat suatu permasalahan,

yang mana pada aturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 1

ayat (1) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata

Api Ilegal ancaman pidana bagi pelanggar ketentuan pasal tersebut

sangatlah berat yaitu: pidana mati dan pidana penjara seumur hidup.

Namun, pada kedua kasus diatas, sanksi pidana yang diterima kedua

terdakwa hanya berupa sanksi pidana ringan berupa pidana 2 (dua)

74
tahun penjara untuk kasus dengan putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN

Pdg dan 3 (tiga) tahun penjara untuk kasus dengan putusan Nomor

129/Pid.Sus/2016/PN Kag.

Menurut penulis, penerapan sanksi pidana dalam kedua kasus ini

sangat tidak sinkron antara aturan sanksi pidana yang terdapat dalam

Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang

Kepemilikan Senjata Api Ilegal dengan penerapan sanksi pidana yang

diputus oleh pengadilan. Seharusnya pidana yang diputus oleh

pengadilan harus mengacu kepada peraturan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, meskipun akibat atau dampak yang dihasilkan

dari tindak pidana ini tidak terlalu berbahaya namun, apabila tindak

pidana seperti ini tidak diawasi dan tidak diancam dengan ancaman

pidana yang berat, maka para oknum yang tidak bertanggung jawab

tidak akan merasa takut atas ancaman pidana kepemilikan senjata api

ilegal ini. Hal-hal yang tidak diinginkan bisa saja dan sangat mungkin

terjadi, jika seseorang memiliki senjata api tanpa izin dan tanpa

keahlian akan menimbulkan dampak yang sangat berbahaya bagi

dirinya dan bagi orang lain, pelaku bisa saja melakukan pembunuhan,

perampokan, pembegalan dan lain-lain. Atau apabila pelaku teledor

dalam menyimpan senjata api tersebut, hal ini bisa saja menjadi senjata

makan tuan terhadap keselamatan diri terdakwa.

Dari penjelasan diatas, penulis mengambil kesimpulan bahwa

seharusnya sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap kedua terdakwa

disesuaikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang

75
berlaku, meskipun sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi

lamanya atau beratnya sanksi yang dijatuhkan seperti pertimbangan-

pertimbangan oleh hakim, namun tetap saja tidak relevan jika kita

melihat dari aturan perundang-undangan .

Dalam penjabaran pada latar belakang penulisan skripsi ini,

penulis menyinggung tentang perbedaan penjatuhan sanksi pidana

dalam putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN Pdg dan putusan Nomor

129/Pid.Sus/2016/PN Kag, yaitu 2 (dua) tahun penjara untuk putusan

853/Pid.B/2017/PN Pdg dan 3 (tiga) tahun penjara untuk putusan

Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN Kag. Mengapa hal ini bisa terjadi padahal

objek permasalahan dalam kedua kasus adalah sama yaitu tentang

kepemilikan senjata api ilegal. Hal ini juga menjadi salah satu daya

tarik bagi penulis dalam mengangkat skripsi tentang kepemilikan

senjata api ilegal ini. Setelah penulis meneliti dan melakukan

pembahasan tentang judul skripsi ini, penulis dapat menyimpulkan

bahwa perbedaan sanksi pidana yang dijatuhkan di dalam kedua

putusan tersebut terjadi karena dalam menjatuhkan suatu putusan harus

melalui proses yang panjang dan pertimbangan yang mendalam, dalam

hal ini hakim mempunyai peranan yang paling penting dalam

penjatuhan sanksi pidana. Hakim melakukan pertimbangan terhadap

aspek yuridis dan non yuridis berupa dakwaan jaksa penuntut umum,

keterangan saksi, keterangan terdakwa, barang bukti, latar belakang

terdakwa melakukan tindak pidana, dampak perbuatan terdakwa,

kondisi diri terdakwa, dan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.

76
Menurut Rusli Muhammad dalam bukunya yang berjudul

“Potret Lembaga Pengadilan Indonesia”, ia menjelaskan bahwa belum

ada keseragaman tentang hal-hal yang dapat meringankan pidana

terhadap terdakwa, sehingga para hakim hanya sekedar mengikuti

kebiasaan-kebiasaan yang sudah diterapkan, hal ini karna tidak adanya

pedoman pasti bagi hakim dalam mempertimbangan hal-hal yang

meringankan pidana.76 Hal ini menjadi salah satu sebab mengapa terjadi

perbedaan dalam kedua putusan yang penulis bahas dalam pembuatan

skripsi ini.

Menurut penulis, perbedaan sanksi pidana dalam kedua putusan

ini juga terjadi karena perbedaan latar belakang terdakwa dalam

melakukan tindak pidana, dimana dalam putusan Nomor

853/Pid.B/2017/PN Pdg terdakwa melakukan tindak pidana

kepemilikan senjata api ilegal karena tidak sengaja menemukan senjata

api dan amunisi tersebut yang tercecer di jalan sedangkan dalam

putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN Kag terdakwa memang sengaja

dan secara sadar menguasai senjata api dan amunisi tersebut dan juga

ketika akan dilakukan penangkapan, terdakwa berusaha untuk

melarikan diri dan tidak bersikap kondusif terhadap aparat yang akan

melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa, hal ini lah yang

menyebabkan sanksi pidana dalam putusan Nomor

129/Pid.Sus/2016/PN Kag lebih berat daripada putusan Nomor

853/Pid.B/2017/PN Pdg.

76
Rusli Muhammad, Op. Cit, hlm. 152.

77
B. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara Tindak Pidana

Kepemilikan Senjata Api Ilegal pada putusan Nomor

853/Pid.B/2017/PN Pdg dan putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016PN Kag.

Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

KUHAP Hakim adalah pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang

oleh Undang-undang untuk mengadili. 77 Kata mengadili dapat diartikan

sebagai rangkaian tindakan hakim dalam menerima, memeriksa, dan

memutus suatu perkara.

Seorang hakim dalam hal menjatuhkan pidana kepada terdakwa

tidak boleh menjatuhkan pidana tersebut kecuali apabila dengan sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan

bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang

bersalah melakukannya.78 Alat bukti sah yang dimaksud adalah:79

a) Keterangan Saksi;

b) Keterangan Ahli;

c) Surat;

d) Petunjuk;

e) Keterangan Terdakwa atau hal yang secara umum sudah diketahui

sehingga tidak perlu dibukti.

Pasal 185 ayat (2) KUHAP menyebutkan bahwa keterangan

seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa

bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya, sedangkan

77
Pasal 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
78
Pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
79
Satjipto Rahardjo, (1998), Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan
Pidana. Jakarta: Pusat Pelayan Keadilan dan Pengabdian Hukum, hlm. 11.

78
dalam ayat 3 dikatakan ketentuan tersebut tidak berlaku apabila disertai

dengan suatu alat bukti yang sah lainnya (unus terstis nullus testis).80

Hakim dalam mengadili pelaku tindak pidana harus melalui proses

penyajian keadilan dalam suatu putusan pengadilan sebagai rangkaian

proses penegakan hukum, Dengan demikian, putusan pengadilan dituntut

untuk memenuhi teori keadilan, yaitu keadilan menurut kehendak Undang-

undang yang harus dijalankan. Dalam memutus suatu perkara pidana,

hakim memiliki 2 (dua) bentuk pertimbangan, yaitu:

1. Pertimbangan yang Bersifat Yuridis

Pertimbangan yuridis adalah pertimbangan hakim yang

didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan

oleh Undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat

dalam persidangan, adapun dasar pertimbangan yang bersifat yuridis

diantaranya:81

a. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Pada putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN. 82 Pdg terdakwa

Andre Mardianto alias Andre didakwa dengan dakwaan tunggal

karena bersalah melakukan tindak pidana kepemilikan senjata api

ilegal sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 1 ayat (1)

Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

Pada putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN. 83 Kag terdakwa

Retal Bin Soldi didakwa dengan dakwaan tunggal karena bersalah

80
Ibid, hlm. 11.
81
Rusli Muhammad, Loc. Cit.
82
Putusan Pengadilan Negeri Padang No. 853/Pid.B/2017/PN. Pdg.
83
Putusan Pengadilan Negeri Kayuagung No. 129/Pid.Sud/2016/PN. Kag.

79
melakukan tindak pidana kepemilikan senjata api ilegal sebagaimana

diatur dan diancam pidana dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang

Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

b. Keterangan Terdakwa

Dalam putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN Pdg. Terdakwa

Andre Bin Syafrudin di depan persidangan memberikan keterangan

yang pada pokoknya sebagai berikut:84

- Bahwa ia terdakwa pada hari kamis tanggal 28 September

2017 sekira pukul 22.00 Wib, bertempat Jl. Gang Saiyo

Ngalau RT. 05 RW.04 Kelurahan Batu Gadang Kecamatan

Lubuk Kilangan Kota Padang, telah ditangkap Polisi karena

memiliki senjata api dan amunisi tanpa ada surat ijinnya;

- Bahwa senjata api tersebut dimiliki oleh terdakwa berawal

pada hari Minggu tanggal 24 September 2017, sekira jam

14.30 Wib setelah terdakwa memarkir truk yang terdakwa

kemudikan di parkiran truk Lambuk Ngalau Kelurahan Batu

Gadang Kecamatan Lubuk Kilangan, lalu terdakwa pulang

menuju rumah terdakwa saat melewati semak-semak

terdakwa meemuakan 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis

Revolver lalu terdakwa mengambil senjata api tersebut dan

mengamatinya dan terdakwa mengenali senjata api rakitan

yang terdakwa temukan tersebut adalah milik Budi (DPO);

84
Putusan Pengadilan Negeri Padang No. 853/Pid.B/2017/PN. Pdg.

80
- Bahwa terdakwa mengetahui hal tersebut karena kira-kira

dalam bulan Agustus 2017, Budi (DPO) pernah

memperlihatkan senjata api rakitan tersebut sewaktu

terdakwa sedang memperbaiki ban truk yang terdakwa

kemudikan di bengkel Las Budi (DPO);

- Bahwa selanjutnya terdakwa memasukkan senjata api

tersebut ke dalam tas sandang terdakwa lalu terdakwa bawa

pulang, sampai dirumahnya terdakwa lalu mengecek dan

membersihkan senjata api rakitan tersebut dengan sehelai

kain dan terdakwa menemukan dalam senjata api rakitan

tersebut berisi 1 (satu) butir amunisi/peluru yang masih aktif;

- Bahwa selanjutnya senjata api rakitan tersebut terdakwa

simpan di bawah kasur tempat tidur dalam kamar terdakwa;

- Bahwa kemudian sekira jam 16.00 Wib bertempat di dalam

kamar rumah Jl. Gang Saiyo Ngalau RT. 05 RW. 04

Kelurahan Batu Gadang Kecamatan Lubuk Kilangan Kota

Padang terdakwa mencoba menawarkan untuk dijual senjata

api rakitan tersebut kepada teman terdakwa namun teman

terdakwa tersebut tidak mau membeli atau menjualkan

senjata api rakitan tersebut;

- Bahwa kemudian perbuatan terdakwa tersebut diketahui

Polisi dan selanjutnya terdakwa ditangkap oleh Polisi;

- Bahwa terdakwa tidak memiliki ijin dari pejabat yang

berwenang untuk menguasai senjata api tersebut;

81
Dalam putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN Kag. Terdakwa

Retal Bin Soldi di depan persidangan memberikan keterangan yang

pada pokoknya sebagai berikut:85

- Bahwa terdakwa pernah diperiksa di penyidik dan terdakwa

membenarkan semua keterangan terdakwa di dalam berita

acara penyidikan;

- Bahwa terdakwa pada hari Rabu tanggal 18 November 2015

sekitar pukul 13.00 Wib bertempat di Jalan Desa Sunur

Kecamatan Rambang Kuang Kabupaten Ogan iler tanpa hak

menyimpan 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis Revolver

dengan silinder isi 6 (enam) warna silver bergagang kayu

warna cokelat berisi 5 (lima) butir peluru (amunisi) Kaliber 9,

dan di dalam tas pinggang warna cokelat yang dibawa

terdakwa diketemukan 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis

Revolver type patahan warna silver bergagang kayu warna

cokelat yang berisi 1 (satu) butir peluru (amunisi) kaliber

5,56 dan 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis Revolver

dengan silinder isi 5 (lima) warna silver bergagang plastik

warna hitam yang berisi (empat) butir peluru (amunisi)

Kaliber 9 dan 2 (dua) butir peluru (amunisi) dan ditemukan

kunci “T”;

- Bahwa bermula pada saat terdakwa sedang mengendarai

motor bersama istri dan anak terdakwa, saksi MANSYUR

85
Putusan Pengadilan Negeri Kayuagung No. 129/Pid.Sud/2016/PN. Kag.

82
BIN MARZUKI dan JON SUTRISNO BIN M. DAUD

beserta BRIPKA MARIO sedang melakukan Razia serta

mengadakan Patroli di tempat tersebut kemudian saksi

melihat terdakwa yang sedang mengendarai sepeda motor

bersama istri dan anak terdakwa, disaat saksi hendak

menghentikan terdakwa, terdakwa kemudian berbalik arah

dan memutar kendaraan terdakwa dan pada saat itu juga saksi

melakukan pengejaran terhadap terdakwa, tidak lama

kemudian sepeda motor yang dikendarai terdakwa terjatuh

dan terdakwa melarikan diri dan meninggalkan sepeda motor

tersebut kemudian saksi mengejar terdakwa dan terdakwa

berhasil ditangkap selanjutnya dilakukan penggeledahan

terhadap diri terdakwa;

- Bahwa pada saat dilakukan penggeledahan terhadap terdakwa

di dalam saku celana sebelah kanan ditemukan 1 (satu) buah

senjata api rakitan jenis Revolver dengan Silinder isi 6

(enam) warna silver bergagang kayu warna cokelat berisi 5

(lima) butir peluru (amunisi) Kaliber 9, dan di dalam tas

pinggang warna cokelat yang dibawa terdakwa ditemukan 1

(satu) buah senjata api rakitan jenis Revolver type patahan

warna silver bergagang kayu warna cokelat berisi 1 (satu)

butir peluru (amunisi) Kaliber 5,56 dan 1 (satu) buah senjata

api rakitan jenis Revolver dengan silinder isi 5 (lima) warna

silver bergagang plastik warna hitam yang berisi 4 (empat)

83
butir peluru (amunisi) Kaliber 9 dan 2 (dua) butir peluru

(amunisi) dan ditemukan kunci “T”;

- Bahwa senjata api tersebut diakui terdakwa dalam

penguasaannya tanpa seizin dari pihak yang berwenang dan

tidak sesuai dengan profesinya, dan barang tersebut

merupakan barang milik orang tua terdakwa;

- Bahwa benar berdasarkan hasil pemeriksaan Puslabfor

Bareskrim Polri Cabang Palembang disimpulkan, bahwa

terhadap (tiga) pucuk senjata api genggam rakitan jenis

Revoler, 10 (sepuluh) butir peluru kaliber 9 mm, 1 (satu)

butir peluru kaliber 5,56 mm, 1 (satu) butir peluru kaliber 38

spesial tersebut, setelah diperiksa di Laboratorium Forensik

Cabang Palembang, dengan berita acara pemeriksaan

Laboratorium Kriminalistik No. Lab: 3017/BSF/2015 tanggal

04 Desember 2015, dengan kesimpulan menyebutkan:

1) Barang bukti tersebut pada Bab I butir 1 di atas (SAB1)

adalah senjata api genggam rakitan (home made) jenis

revolver kaliber 9 mm. SAB1 dapat berfungsi dan dapat

digunakan untuk menembak;

2) Barang bukti tersebut pada Bab I butir 2 di atas (SAB2)

adalah senjata api genggam rakitan (home made) jenis

revolver kaliber 9 mm. SAB2 dapat berfungsi dan dapat

digunakan untuk menembak;

84
3) Barang bukti tersebut pada Bab I butir 3 di atas (SAB3)

adalah senjata api genggam rakitan (home made) jenis

revolver kaliber 5,56 mm. SAB3 dapat berfungsi dan

dapat digunakan untuk menembak;

4) Barang bukti tersebut pada Bab I butir 4 di atas (PB1)

adalah amunisi senjata api (peluru tajam) standar buatan

pabrik kaliber 9 mm. PB1 yang diuji aktif dan dapat

meledak;

5) Barang bukti tersebut pada Bab I butir 5 di atas (PB2)

adalah amunisi senjata api (peluru tajam) standar buatan

pabrik kaliber 38 spesial;

6) Barang bukti tersebut pada Bab I butir 6 di atas (PB3)

adalah amunisi senjata api (peluru tajam) standar buatan

pabrik kaliber 5,56 mm. PB3 yang diuji aktif dan dapat

meledak;

- Bahwa terdakwa membawa senjata api tersebut untuk

menjaga diri dan dalam penguasaannya tanpa seizin dari

pihak yang berwenang dan tidak sesuai dengan profesinya;

Bahwa terdakwa menyesal dan berjanji tidak akan

mengulangi perbuatan tersebut lagi;

c. Keterangan Saksi

Dalam putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN Pdg. Untuk

membuktikan dakwaannya Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan

85
saksi-saksi yang telah memberikan keterangan dibawah sumpah

persidangan, pada pokoknya sebagai berikut:86

Saksi-1, Rahmat Hidayat:

- Bahwa saksi adalah Anggota Polri, sebelumnya tidak kenal

dengan terdakwa;

- Bahwa pada hari Kamis, tanggal 28 September 2017 sekira

jam 21.30 Wib, saksi bersama rekan-rekan saksi sesama

Anggota Polri telah melakukan penangkapan terhadap

terdakwa karena telah menyimpan atau menguasai senjata api

tanpa ijin;

- Bahwa penangkapan terhadap terdakwa dilakukan dirumah

terdakwa di Jl. Gang Saiyo Ngalau RT. 05 RW. 04 Kelurahan

Batu Gadang Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang;

- Bahwa pada saat dilakukan penangkapan, dilakukan

penggeledahan dan ditemukan barang bukti berupa 1 (satu)

pucuk senjata api warna hitam jenis Revolver beserta 1 (satu)

buah amunisi berupa peluru bertuliskan Pindad dalam

penguasaan terdakwa yang disimpan di bawah kasur tempat

tidur terdakwa;

- Bahwa menurut keterangan terdakwa saat dilakukan

penangkapan, 1 (satu) pucuk senjata api warna hitam jenis

Revolver beserta 1 (satu) buah amunisi itu diperoleh

86
Putusan Pengadilan Negeri Padang No. 853/Pid.B/2017/PN. Pdg.

86
terdakwa dari menemukannya di semak-semak dekat rumah

terdakwa;

- Bahwa terdakwa tidak memiliki ijin dari Pejabat yang

berwenang untuk memiliki 1 (satu) pucuk senjata api warna

hitam jenis Revolver beserta 1 (satu) buah amunisi tersebut;

Saksi-2, Edison Pgl. Edi:

- Bahwa saksi sebelumnya kenal dengan terdakwa karena

rumahnya bertetangga;

- Bahwa pada hari Kamis, tanggal 28 September 2017 sekira

jam 21.30 Wib, saksi melihat terdakwa ditangkap Polisi

karena telah menyimpan atau menguasai senjata api tanpa

ijin;

- Bahwa penangkapan terhadap terdakwa dilakukan di rumah

terdakwa di Jl. Gang Saiyo Ngalau RT. 05 RW. 04 Kelurahan

Batu Gadang Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang;

- Bahwa pada saat dilakukan penangkapan, dilakukan

penggeledahan dan ditemukan barang bukti berupa 1 (satu)

pucuk senjata api warna hitam jenis Revolver beserta 1 (satu)

buah amunisi berupa peluru bertuliskan Pindad dalam

penguasaan terdakwa yang disimpan di bawah kasur tempat

tidur terdakwa;

- Bahwa menurut keterangan terdakwa saat dilakukan

penangkapan, 1 (satu) pucuk senjata api warna hitam jenis

Revolver beserta 1 (satu) buah amunisi itu diperoleh

87
terdakwa dari menemukannya di semak-semak dekat rumah

terdakwa;

- Bahwa terdakwa tidak memiliki ijin dari Pejabat yang

berwenang untuk memiliki 1 (satu) pucuk senjata api warna

hitam jenis Revolver beserta 1 (satu) buah amunisi tersebut;

Saksi-3, Andri Safrianto Pgl. Andri:

- Bahwa saksi sebelumnya kenal dengan terdakwa karena

terdakwa adalah kakak kandung saksi;

- Bahwa pada hari Kamis, tanggal 28 September 2017 sekira

jam 21.30 Wib, saksi melihat terdakwa ditangkap Polisi

karena telah menyimpan atau menguasai senjata api tanpa

ijin;

- Bahwa penangkapan terhadap terdakwa dilakukan di rumah

terdakwa di Jl. Gang Saiyo Ngalau RT. 05 RW. 04 Kelurahan

Batu Gadang Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang;

- Bahwa pada saat dilakukan penangkapan, dilakukan

penggeledahan dan ditemukan barang bukti berupa 1 (satu)

pucuk senjata api warna hitam jenis Revolver beserta 1 (satu)

buah amunisi berupa peluru bertuliskan Pindad dalam

penguasaan terdakwa yang disimpan di bawah kasur tempat

tidur terdakwa;

- Bahwa menurut keterangan terdakwa saat dilakukan

penangkapan, 1 (satu) pucuk senjata api warna hitam jenis

Revolver beserta 1 (satu) buah amunisi itu diperoleh

88
terdakwa dari menemukannya di semak-semak dekat rumah

terdakwa;

- Bahwa terdakwa tidak memiliki ijin dari Pejabat yang

berwenang untuk memiliki 1 (satu) pucuk senjata api warna

hitam jenis Revolver beserta 1 (satu) buah amunisi tersebut;

Dalam putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN Kag. Untuk

membuktikan dakwaannya Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan

saksi-saksi yang telah memberikan keterangan dibawah sumpah

persidangan, pada pokoknya sebagai berikut:87

Saksi-1, Mansur Bin Marzuki:

- Bahwa pada hari Rabu tanggal 18 November 2015 sekitar

pukul 13.00 Wib bertempat di Jalan Desa Sunur Kecamatan

Rambang Kuang Kabupaten Ogan Ilir terdakwa tanpa hak

menyimpan 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis Revolver

dengan Silinder isi 6 (enam) warna silver bergagang kayu

warna cokelat berisi 5 (lima) butir peluru (amunisi) Kaliber

9, dan di dalam tas pinggang warna cokelat yang dibawa

terdakwa ditemukan 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis

Revolver type patahan warna silver bergagang kayu warna

cokelat berisi 1 (satu) butir peluru (amunisi) Kaliber 5,56 dan

1 (satu) buah senjata api rakitan jenis Revolver dengan

silinder isi 5 (lima) warna silver bergagang plastik warna

87
Putusan Pengadilan Negeri Kayuagung Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN Kag.

89
hitam yang berisi 4 (empat) butir peluru (amunisi) Kaliber 9

dan 2 (dua) butir peluru (amunisi) dan ditemukan kunci “T”;

- Bahwa pada saat saksi BRIPKA MANSYUR BIN

MARZUKI dan BRIPTU JON SUTRISNO BIN M. DAUD

beserta BRIPKA MARIO sedang melakukan Razia serta

mengadakan Patroli di tempat tersebut kemudian saksi

melihat terdakwa yang sedang mengendarai sepeda motor

bersama istri dan anak terdakwa;

- Bahwa disaat saksi hendak menghentikan terdakwa, terdakwa

kemudian berbalik arah dan memutar kendaraan terdakwa

dan pada saat itu juga saksi melakukan pengejaran terhadap

terdakwa, tidak lama kemudian sepeda motor yang

dikendarai terdakwa terjatuh dan terdakwa melarikan diri dan

meninggalkan sepeda motor tersebut;

- Bahwa kemudian saksi mengejar terdakwa dan terdakwa

berhasil ditangkap selanjutnya dilakukan penggeledahan

terhadap diri terdakwa di dalam saku celana sebelah kanan

ditemukan 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis Revolver

dengan Silinder isi 6 (enam) warna silver bergagang kayu

warna cokelat berisi 5 (lima) butir peluru (amunisi) Kaliber

9, dan di dalam tas pinggang warna cokelat yang dibawa

terdakwa ditemukan 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis

Revolver type patahan warna silver bergagang kayu warna

cokelat berisi 1 (satu) butir peluru (amunisi) Kaliber 5,56 dan

90
1 (satu) buah senjata api rakitan jenis Revolver dengan

silinder isi 5 (lima) warna silver bergagang plastik warna

hitam yang berisi 4 (empat) butir peluru (amunisi) Kaliber 9

dan 2 (dua) butir peluru (amunisi) dan ditemukan kunci “T”;

- Bahwa senjata api tersebut yang mana diakui terdakwa dalam

penguasaannya tanpa seizin dari pihak yang berwenang dan

tidak sesuai dengan profesinya.

- Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan Puslabfor Bareskrim

Polri Cabang Palembang disimpulkan, bahwa terhadap 3

(tiga) pucuk senjata api genggam rakitan jenis Revoler, 10

(sepuluh) butir peluru kaliber 9 mm, 1 (satu) butir peluru

kaliber 5,56 mm, 1 (satu) butir peluru kaliber 38 spesial

tersebut, setelah diperiksa di Laboratorium Forensik Cabang

Palembang, dengan berita acara pemeriksaan Laboratorium

Kriminalistik No. Lab: 3017/BSF/2015 tanggal 04 Desember

2015, dengan kesimpulan menyebutkan bahwa:

1) Barang bukti tersebut pada Bab I butir 1 di atas (SAB1)

adalah senjata api genggam rakitan (home made) jenis

revolver kaliber 9 mm. SAB1 dapat berfungsi dan dapat

digunakan untuk menembak;

2) Barang bukti tersebut pada Bab I butir 2 di atas (SAB2)

adalah senjata api genggam rakitan (home made) jenis

revolver kaliber 9 mm. SAB2 dapat berfungsi dan dapat

digunakan untuk menembak;

91
3) Barang bukti tersebut pada Bab I butir 3 di atas (SAB3)

adalah senjata api genggam rakitan (home made) jenis

revolver kaliber 5,56 mm. SAB3 dapat berfungsi dan

dapat digunakan untuk menembak;

4) Barang bukti tersebut pada Bab I butir 4 di atas (PB1)

adalah amunisi senjata api (peluru tajam) standar buatan

pabrik kaliber 9 mm. PB1 yang diuji aktif dan dapat

meledak;

5) Barang bukti tersebut pada Bab I butir 5 di atas (PB2)

adalah amunisi senjata api (peluru tajam) standar buatan

pabrik kaliber 38 spesial;

6) Barang bukti tersebut pada Bab I butir 6 di atas (PB3)

adalah amunisi senjata api (peluru tajam) standar buatan

pabrik kaliber 5,56 mm. PB3 yang diuji aktif dan dapat

meledak;

- Bahwa pada saat dilakukan pemeriksaan terhadap saksi

terdakwa mengakui dan menerangkan bahwa senjata api

tersebut terdakwa bawa untuk menjaga diri;

Saksi-2, Jon Sutrisno Bin M. Daud:

- Bahwa pada hari Rabu tanggal 18 November 2015 sekitar

pukul 13.00 Wib bertempat di Jalan Desa Sunur Kecamatan

Rambang Kuang Kabupaten Ogan Ilir terdakwa tanpa hak

menyimpan 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis Revolver

dengan Silinder isi 6 (enam) warna silver bergagang kayu

92
warna cokelat berisi 5 (lima) butir peluru (amunisi) Kaliber

9, dan di dalam tas pinggang warna cokelat yang dibawa

terdakwa ditemukan 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis

Revolver type patahan warna silver bergagang kayu warna

cokelat berisi 1 (satu) butir peluru (amunisi) Kaliber 5,56 dan

1 (satu) buah senjata api rakitan jenis Revolver dengan

silinder isi 5 (lima) warna silver bergagang plastik warna

hitam yang berisi 4 (empat) butir peluru (amunisi) Kaliber 9

(sembilan) dan 2 (dua) butir peluru (amunisi) dan ditemukan

kunci “T”;

- Bahwa pada saat saksi BRIPKA MANSYUR BIN

MARZUKI dan BRIPTU JON SUTRISNO BIN M. DAUD

beserta BRIPKA MARIO sedang melakukan Razia serta

mengadakan Patroli di tempat tersebut kemudian saksi

melihat terdakwa yang sedang mengendarai sepeda motor

bersama istri dan anak terdakwa;

- Bahwa disaat saksi hendak menghentikan terdakwa, terdakwa

kemudian berbalik arah dan memutar kendaraan terdakwa

dan pada saat itu juga saksi melakukan pengejaran terhadap

terdakwa, tidak lama kemudian sepeda motor yang

dikendarai terdakwa terjatuh dan terdakwa melarikan diri dan

meninggalkan sepeda motor tersebut;

- Bahwa kemudian saksi mengejar terdakwa dan terdakwa

berhasil ditangkap selanjutnya dilakukan penggeledahan

93
terhadap diri terdakwa di dalam saku celana sebelah kanan

ditemukan 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis Revolver

dengan Silinder isi 6 (enam) warna silver bergagang kayu

warna cokelat berisi 5 (lima) butir peluru (amunisi) Kaliber

9, dan di dalam tas pinggang warna cokelat yang dibawa

terdakwa ditemukan 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis

Revolver type patahan warna silver bergagang kayu warna

cokelat berisi 1 (satu) butir peluru (amunisi) Kaliber 5,56 dan

1 (satu) buah senjata api rakitan jenis Revolver dengan

silinder isi 5 (lima) warna silver bergagang plastik warna

hitam yang berisi 4 (empat) butir peluru (amunisi) Kaliber 9

dan 2 (dua) butir peluru (amunisi) dan ditemukan kunci “T”;

- Bahwa senjata api tersebut yang mana diakui terdakwa dalam

penguasaannya tanpa seizin dari pihak yang berwenang dan

tidak sesuai dengan profesinya.

- Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan Puslabfor Bareskrim

Polri Cabang Palembang disimpulkan, bahwa terhadap 3

(tiga) pucuk senjata api genggam rakitan jenis Revoler, 10

(sepuluh) butir peluru kaliber 9 mm, 1 (satu) butir peluru

kaliber 5,56 mm, 1 (satu) butir peluru kaliber 38 spesial

tersebut, setelah diperiksa di Laboratorium Forensik Cabang

Palembang, dengan berita acara pemeriksaan Laboratorium

Kriminalistik No. Lab: 3017/BSF/2015 tanggal 04 Desember

2015, dengan kesimpulan menyebutkan bahwa:

94
1) Barang bukti tersebut pada Bab I butir 1 di atas (SAB1)

adalah senjata api genggam rakitan (home made) jenis

revolver kaliber 9 mm. SAB1 dapat berfungsi dan dapat

digunakan untuk menembak;

2) Barang bukti tersebut pada Bab I butir 2 di atas (SAB2)

adalah senjata api genggam rakitan (home made) jenis

revolver kaliber 9 mm. SAB2 dapat berfungsi dan dapat

digunakan untuk menembak;

3) Barang bukti tersebut pada Bab I butir 3 di atas (SAB3)

adalah senjata api genggam rakitan (home made) jenis

revolver kaliber 5,56 mm. SAB3 dapat berfungsi dan

dapat digunakan untuk menembak;

4) Barang bukti tersebut pada Bab I butir 4 di atas (PB1)

adalah amunisi senjata api (peluru tajam) standar buatan

pabrik kaliber 9 mm. PB1 yang diuji aktif dan dapat

meledak;

5) Barang bukti tersebut pada Bab I butir 5 di atas (PB2)

adalah amunisi senjata api (peluru tajam) standar buatan

pabrik kaliber 38 spesial;

6) Barang bukti tersebut pada Bab I butir 6 di atas (PB3)

adalah amunisi senjata api (peluru tajam) standar buatan

pabrik kaliber 5,56 mm. PB3 yang diuji aktif dan dapat

meledak;

95
- Bahwa pada saat dilakukan pemeriksaan terhadap saksi

terdakwa mengakui dan menerangkan bahwa senjata api

tersebut terdakwa bawa untuk menjaga diri;

d. Barang-barang Bukti

Pada putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN Pdg, dinyatakan

barang bukti berupa:88

- 1 (satu) pucuk senjata api warna hitam;

- 1 (satu) buah amunisi berupa peluru bertuliskan Pindad;

Pada putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN Kag dinyatakan

barang bukti berupa:89

- 1 (satu) buah tas pinggang warna cokelat;

- 1 (satu) buah kunci “T”

- 3 (tiga) buah senjata api rakitan jenis pistol Revolver yang

terdiri dari:

- 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis pistol Revolver

dengan silinder isi 6 (enam) warna silver bergagang kayu

warna cokelat.

- 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis pistol Revolver

dengan silinder isi 5 (lima) warna silver bergagang

plastik warna hitam.

- 1 (satu) buah senjata api rakitan jenis pistol Revolver

type patahan warna silver bergagang kayu wana cokelat.

88
Putusan Pengadilan Negeri Padang No. 853/Pid.B/2017/PN. Pdg.
89
Putusan Pengadilan Negeri Kayuagung Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN Kag.

96
- Berikut 12 (dua belas) butir peluru (amunisi) yang terdiri dari :

- 10 (sepuluh) butir peluru amunisi kaliber 9 (sembilan)

- 1 (satu) butir peluru amunisi kaliber 38

- 1 (satu) butir peluru amunisi kaliber 5,56.

e. Pasal-pasal Peraturan Pidana

Putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN Pdg dan putusan Nomor

129/Pid.Sus/2016/PN Kag sama-sama didakwa dengan Pasal 1 ayat

(1) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, yang berbunyi

“barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat,

menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan, atau mencoba

menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan

padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut,

menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari

Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak,

dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur

hidup, atau hukuman penjara setingi-tingginya dua puluh tahun.”

2. Pertimbangan yang Bersifat Non Yuridis

Pertimbangan bersifat non yuridis merupakan faktor yang

harus dipertimbangkan oleh hakim dalam menjatuhkan putusan

terhadap suatu perkara. Terdapat beberapa pertimbangan yang bersifat

non yuridis:90

90
Rusli Muhammad, Loc. Cit.

97
a. Latar Belakang Perbuatan Terdakwa

Latar belakang perbuatan terdakwa adalah setiap keadaan

yang menyebabkan timbulnya keinginan serta dorongan keras pada

dii terdakwa dalam melakukan tindak pidana kriminal.

Dalam putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN Pdg, terdakwa

melakukan tindak pidana kepemilikan senjata api ilegal karena

secara tidak sengaja menemukan 1 (satu) pucuk senjata api yang

tercecer di jalan, lalu terdakwa mengambil dan membawa pulang

senjata api tersebut, dimana seharusnya terdakwa langsung

melaporkan temuannya tersebut kepada pihak yang berwenang,

namun terdakwa tidak melakukannya dan malah terdakwa

mencoba untuk memperjualbelikan senjata api tersebut kepada

temannya.

Dalam putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN Kag,

terdakwa melakukan tindak pidana kepemilikan senjata api ilegal

dengan alasan untuk menjaga diri dari ancaman orang yang berniat

jahat, dimana kawasan tempat tinggal terdakwa memang terkenal

dengan komplotan begal sadisnya.

b. Akibat Perbuatan Terdakwa

Tindak pidana kepemilikan senjata api ilegal yang

dilakukan oleh kedua terdakwa dalam putusan Nomor

853/Pid.B/2017/PN Pdg dan putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN

Kag meskipun tidak menimbulkan korban jiwa maupun kerugian

materil, namun perbuatan yang dilakukan oleh kedua terdakwa

98
menimbulkan pengaruh buruk kepada masyarakat luas, yaitu dalam

hal ketentraman dan keamanan yang telah tercipta dalam

lingkungan tempat tinggal terdakwa. Hal ini juga akan

menimbulkan kecemasan terhadap masyarakat sekitar dalam

melakukan kegiatan sehari-hari karena masyarakat akan dihantui

perasaan takut/ parno. Keluarga dan kerabat terdakwa juga akan

merasakan imbas dari perbuatan terdakwa tersebut, para keluarga

akan merasakan malu yang luar biasa dan juga akan dikucilkan dari

pergaulan masyarakat sekitar.

Dari dampak yang ditimbulkan dari perbuatan terdakwa

yang telah penulis uraikan diatas, hakim bisa mengambil

pertimbangan dalam menjatuhkan putusan pidana. Belum lagi jika

kita menyinggung tentang perbuatan atau tindak pidana lain yang

bisa terjadi dalam tindak pidana kepemilikan senjata api ilegal ini,

berupa penyalahgunaan senjata api ilegal dan lain sebagainya.

c. Kondisi Diri Terdakwa

Pengertian kondisi diri terdakwa adalah keadaan fisik

maupun psikis terdakwa sebelum melakukan kejahatan, termasuk

pula status sosial yang melekat pada terdakwa.

Keadaan fisik dimaksudkan adalah usia dan tingkat

kedewasaan, sementara keadaan psikis dimaksudkan adalah

berkaitan dengan perasaan yang dapat berupa: mendapat tekanan

dari orang lain, pikiran sedang kacau, marah, kewarasan dan lain-

lain.

99
Dalam putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN Pdg dan

putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN Kag, kedua terdakwa telah

dipastikan memiliki jiwa yang waras (tidak gila) dan juga berumur

dewasa.

3. Hal-hal yang Memberatkan dan Meringankan Pidana

Dalam putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN Pdg, hal-hal yang

memberatkan dan meringankan adalah sebagai berikut:

Keadaan yang memberatkan:

- Perbuatan terdakwa telah meresahkan masyarakat;

- Perbuatan terdakwa dapat membahayakan keselamatan orang

lain;

Keadaan yang meringankan:

- Terdakwa merasa menyesali perbuatannya dan merasa

bersalah;

- Terdakwa mengaku belum pernah dihukum;

Dalam putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN Kag, hal-hal yang

memberatkan dan meringankan adalah sebagai berikut:

Keadaan yang memberatkan:

- Perbuatan mereka meresahkan masyarakat;

Keadaan yang meringankan:

- Terdakwa berterus terang mengakui dan menyesali

perbuatannya;

- Terdakwa bersikap sopan di pengadilan.

100
4. Analisis Penulis

Hakim diberi kebebasan untuk menjatuhkan putusan dalam

setiap pengadilan perkara tindak pidana, hal tersebut sesuai dengan

bunyi Pasal 1 Undang-undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman yang mengatakan bahwa kekuasaan

kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan

berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum

Republik Indonesia.

Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dapat

digunakan sebagai bahan analisis tentang orientasi yang dimiliki

hakim dalam menjatuhkan putusan juga sangat penting untuk melihat

bagaimana putusan yang dijatuhkan itu relevan dengan tujuan

pemidanaan.

Hakim dalam memutus seseorang bersalah atau tidak dalam

menjatuhkan hukum terhadapnya, terlebih dahulu hakim harus melihat

apakah pelaku tersebut telah memenuhi syarat untuk dipidana atau

tidak. Untuk menentukan seseorang dapat dipidana maka harus

memenuhi unsur tindak pidana:91

a) Subjek;

b) Adanya kesalahan, baik disengaja maupun tidak disengaja;

c) Bersifat melawan hukum;

91
E. Y. Kanter dan S. R. Sianturi, (2002), Azas-Azas Hukum Pidana Di Indonesia dan
Penerapannya, Jakarta: Storia Grafika, hlm.211.

101
d) Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh Undang-

undang dan terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana;

e) Waktu, tempat, dan keadaan (unsur objektif lainnya).

Apabila unsur-unsur tersebut telah terpenuhi, maka hakim

dapat melanjutkan persidangan dan selanjutnya mengambil keputusan

dari hasil pemeriksaan persidangan.

Secara yuridis, penulis melihat di dalam menjatuhkan

putusan pemidanaan terhadap terdakwa yang mana pada amar

putusan, penulis menilai sanksi pidana penjara 2 (dua) tahun pada

putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN Pdg dan sanksi pidana penjara 3

(tiga) tahun pada putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN Kag terhadap

terdakwa relatif ringan jika dilihat dari ancaman sanksi pidana yang

terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Darurat Nomor 12

Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api ilegal yaitu: “ barang

siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat, menerima,

mencoba memperoleh, menyerahkan, atau mencoba menyerahkan,

menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau

mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut,

menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari

Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak,

dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup,

atau hukuman penjara setingi-tingginya dua puluh tahun.”

Dalam putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN Pdg dan

putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN Kag, bahwa seharusnya

102
terdakwa dijatuhi hukuman yang lebih berat karena peraturan

perundang-undangan telah mengatur hal ini. Dan juga jika kita

merujuk kepada teori keadilan, penjatuhan sanksi pidana yang

demikian juga tidak cocok, karena keadilan adalah meletakkan sesuatu

pada tempatnya, dalam hal ini penerapan sanksi pidana tidak sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan. Pada kenyataannya hukuman

atau sanksi pidana yang dijatuhkan oleh hakim tidak sesuai

sebagaimana mestinya sehingga tujuan pemidanaan seperti

menimbulkan efek jera tidak dapat tercapai. Hal ini disebabkan oleh

faktor penjatuhan pidana tidak memberikan dampak atau different

effect terhadap pelakunya.92

Dalam kasus kepemilikan senjata api ilegal ini, menurut

penulis hakim hanya mengacu kepada teori pemidanaan yang bersifat

relatif yaitu pidana bukan dijatuhkan “quia peccatum est” (karena

orang berbuat kejahatan) melainkan “ne peccetur” (supaya orang

jangan melakukan kejahatan). 93 Disini hakim terlalu menjunjung

aspek manusiawi, dapat kita lihat dari relatif ringannya sanksi pidana

dari ancaman dalam Undang-undang, memang hal ini berdampak

positif bagi psikis terdakwa namun akan mengurangi efek jera yang

dapat ditimbulkan dari pemidanaan, dan juga kurang tegas untuk

menakut-nakuti para calon pelaku tindak pidana, bahkan mereka akan

menganggap remeh ancaman pidana tersebut.

92
Andi Hamzah, (2006), Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, hlm.
286.
93
Muladi dan Barda Nawawi Arief, (2010), Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung:
Alumni, hlm. 16.

103
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis

lakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam proses peradilan,

bahwa penerapan sanksi pidana dalam kedua putusan ini telah

memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1)

Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yaitu: a). Barang

siapa; b). Tanpa hak memiliki, membawa, menyimpan senjata api

dan amunisi; c). Unsur tanpa dilengkapi surat izin dari pihak yang

berwenang. Perbedaan sanksi pidana dalam kedua putusan ini

terjadi karena perbedaan latar belakang terdakwa dalam melakukan

tindak pidana, dimana dalam putusan Nomor 853/Pid.B/2017/PN

Pdg terdakwa melakukan tindak pidana kepemilikan senjata api

ilegal karena tidak sengaja menemukan senjata api dan amunisi

tersebut yang tercecer di jalan sedangkan dalam putusan Nomor

129/Pid.Sus/2016/PN Kag terdakwa memang sengaja dan secara

sadar menguasai senjata api dan amunisi tersebut dan juga ketika

akan dilakukan penangkapan, terdakwa berusaha untuk melarikan

diri dan tidak bersikap kondusif terhadap aparat yang akan

melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa, hal ini lah yang

menyebabkan sanksi pidana dalam putusan Nomor

104
129/Pid.Sus/2016/PN Kag lebih berat daripada putusan Nomor

853/Pid.B/2017/PN Pdg.

2. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan

pemidanaan terhadap kedua pelaku dalam putusan Nomor

853/Pid.B/2017/PN Pdg dan putusan Nomor 129/Pid.Sus/2016/PN

Kag berdasarkan 2 (dua) jenis pertimbangan yaitu pertimbangan

yuridis dan pertimbangan non yuridis. Pertimbangan yuridis adalah

pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang

terungkap di dalam persidangan dan oleh Undang-undang telah

ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat dalam persidangan.

Pertimbangan non yuridis adalah keadaan yang berkaitan dengan

diri terdakwa seperti latar belakang terdakwa dalam melakukan

tindak pidana, dampak dari perbuatan terdakwa, dan kondisi diri

terdakwa.

B. Saran

Adapun saran-saran yang dapat penulis berikan terhadap penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Dalam menerapkan sanksi pidana atau menjatuhkan hukuman

pemidanaan terhadap kedua terdakwa seharusnya disesuaikan

dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, karena jika

tidak ini akan menimbulkan efek negatif terhadap tujuan

pemidanaan, meskipun sebenarnya banyak faktor yang

mempengaruhi lamanya atau beratnya sanksi yang dijatuhkan

105
seperti pertimbangan-pertimbangan oleh hakim, namun tetap saja

tidak relevan jika kita melihat dari aturan perundang-undangan

yang memberi ancaman yang berat terhadap pelaku tindak pidana

kepemilikan senjata api ilegal.

2. Seharusnya hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan

terhadap terdakwa lebih mempetimbangkan dalam hal dampak

perbuatan terdakwa terhadap segala aspek yang bersangkutan,

karena dampak dari perbuatan terdakwa bisa sangat meresahkan

masyarakat sekitar, mengganggu kenyamanan dan keamanan, hal

ini juga berdampak terhadap tujuan pemidanaan dalam hal

menimbulkan efek jera dan juga menakut-nakuti calon pelaku

kejahatan. Hakim juga harus memperhatikan teori keadilan dalam

menjatuhkan putusan pemidanaan, dimana adil itu adalah hal yang

diinginkan untuk dicapai dalam sebuah putusan pengadilan.

106
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

A. Josias Simon Runturambi, Atin Sri Pujiastuti, 2015, Senjata Api dan
Penanganan Tindak Kriminal, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia,.

Abdussalam dan DPM Sitompul, 2007, Sistem Peradilan Pidana, Jakarta:


Restu Agung.

Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana, Jakarta: Raja grafindo


Persada.

----------------------, 2011, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta: Raja


Grafindo Persada.

Amirudin dan Zainal Askin, 2018, Pengantar Metode Penelitian Hukum,


Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Andi Hamzah, 2001, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana,
Jakarta: Ghalia Indonesia.

-------------------, 2006, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar


Grafika.

-------------------, 2006, KUHP & KUHAP, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Arief Sidharta, Meuwissen, 2007, Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu


Hukum, Teori Hukum, dan Filsafat Hukum, Bandung: Refika
Aditama.

Bambang Waluyo, 2004, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika.

Burhan Ashofa, 2013, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rienka Cipta.

Darji Darmnodiharjo dan Shidarta, 2006, Pokok-pokok Filsafat Hukum,


Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

E. Y. Kanter dan S. R. Sianturi, 2002, Azas-Azas Hukum Pidana Di


Indonesia dan Penerapannya, Jakarta: Storia Grafika.

H. Salim, 2014, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Desertasi dan


Tesis, Jakarta: Raja Grafindo Perkasa.

Hans Kelsen, 2011, General Theory of Law and State, diterjemahan oleh
Rasisul Muttaqien, Bandung: Nusa Media.

107
James Daniel Sitorus, 2000, Makalah: Teknologi Yang Dibutuhkan Dan
Dikuasai Dalam Angka Pengembangan Wawasan Hankamneg
Penegakan Hukum Dan Kinerja TNI-Polri Dalam Membina
Persatuan Dan Kesatuan, Jakarta.

John Rawls, 1971, A Theory of Justice, Cambridge: Havard University


Press.

Lilik Mulyadi, 2007, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritik, Praktik dan
Permasalahannya, Bandung: Alumni.

Marlina, 2011, Hukum Penintesier, Bandung: Refika Aditama.

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2010, Teori-teori dan Kebijakan Pidana,
Bandung: Alumni.

P. A. F. Lamintang, 1984, Dasar-Dasar untuk Mempelajari Hukum


Pidana yang Berlaku Di Indonesia, Bandung: Sinar Baru.

-------------------------, 1984, Hukum Penitensier Indonesia, Bandung:


Armico.

--------------------------, 1996, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia.


Bandung: PT. Citra Adityta Bakti.

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Jakarta: PT


Kencana.

--------------------------------, 2015, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Jakarta:


Prenada Media Group.

R Soeroso, 2011, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.

Ruslan Renggong, 2016, Hukum Pidana Khusus: Memahami Delik-Delik


di Luar KUHP, Jakarta: Kencana.

Rusli Muhammad, 2006, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, Jakarta:


Raja Grafindo Persada.

Satjipto Rahardjo, 1998, Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem


Peradilan Pidana. Jakarta: Pusat Pelayan Keadilan dan Pengabdian
Hukum.

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka


Cipta.

108
-------------------------, 2009, Penelitian Hukum Normatif (suatu tujuan
singkat), Jakarta: Raja Grafindo.

------------------------, 2010, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-


Press.

------------------------, 2012, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: UI-Press.

Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum Suatu Pengantar,


Yogyakarta: Liberty.

Suteki dan Galang Taufani, 2018, Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat,


Teori, dan Praktik), Depok: PT Raja Grafindo Persada.

Tri Andrisman, 2009, Asas-Asas dan Dasar Hukum Pidana Indonesia,


Bandar Lampung: Unila.

Tongat, 2009, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif


Pembaharuan, Malang: UMM Press.

Wirjono Prodjodikoro, 1980, Tindak Tindak Pidana Tertentu Di


Indonesia, Jakarta: PT Eresco.

Y. Sri Pudyatmoko, 2009, Perizinan, Jakarta: Garsindo.

Zainal Abidin, 2005, Pemidanaan, Pidana dan Tindakan dalam


Rancangan KUHP, Jakarta: ELSAM.

Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia No. 7 Tahun 2010.

Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.


Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981.

C. PUTUSAN PENGADILAN

Putusan Pengadilan Negeri Padang No. 853/Pid.B/2017/PN. Pdg.

Putusan Pengadilan Negeri Kayuagung No. 129/Pid.Sud/2016/PN. Kag.

109
D. WEBSITE

http://lp3madilindonesia.blogspot.co.id/2011/01/divinisi-penelitian-
metode-dasar.html.

http://id.wikipedia.org/wiki/.

https://kbbi.kata.web.id/?s=ilegal.

https://kbbi.kata.web.id/?s=penerapan.

https://kbbi.kata.web.id/senjata-api/.

https://tirto.id/bukti-pengawasan-senpi-lemah-kasus-koboi-sopir-bmw-
perampok-toko-ecwU.

https://www.indonesia.go.id/layanan/kependudukan/ekonomi/izin-
memiliki-senjata.

110

Anda mungkin juga menyukai