Anda di halaman 1dari 128

UNIVERSITAS PANCASILA

FAKULTAS HUKUM

SKRIPSI

KAJIAN ATAS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN PIDANA


PENJARA TERHADAP ANAK PENYALAHGUNA NARKOTIKA (STUDI
KASUS PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS.ANAK/2020/PN.KOT)

Disusun Oleh:

Nama : Dhafa Pratama Alafghan


NPM : 3019210332
Bagian : Hukum Pidana
Program Kekhususan : Pencegahan dan Penanggulanggan
Kejahatan (PK-III)

UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT-SYARATGUNA


MENCAPAIGELAR SARJANA HUKUM
JAKARTA
2023
UNIVERSITAS PANCASILA
FAKULTAS HUKUM
JAKARTA

TANDA PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Nama : Dhafa Pratama Alafghan


Nomor Pokok Mahasiswa : 3019210332
Bagian : Hukum Pidana
Program Kekhususan : Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan (PK-III)
Judul Skripsi : KAJIAN ATAS PERTIMBANGAN HAKIM
DALAM PUTUSAN PIDANA PENJARA
TERHADAP ANAK PENYALAHGUNA
NARKOTIKA (STUDI KASUS PUTUSAN
NOMOR 1/PID.SUS.ANAK/2020/PN.KOT)

Menyetujui,

Pembimbing I/ Materi, Pembimbing II/ Teknis,

(H. DR. EDI TARSONO, S.H., M.H.) (H. Boedi Santoso Irianto, S.H., M.H.)

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah yang telah memberi rahmat,

Kesehatan dan juga kesempatan, sehingga peneliti dapat menyelesaikan karya tulis

ilmiah berupa skripsi dengan judul “Kajian Atas Pertimbangan Hakim Dalam

Putusan Pidana Penjara Terhadap Anak Penyalahguna Narkotika (Studi Kasus

Putusan Nomor: 1/Pid.Sus.Anak/2020/Pn.Kot)” Penelitian skripsi ini dilakukan

untuk menempuh syarat kelulusan dalam jenjang perkuliahan Strata satu di Universitas

Pancasila. Penelitian ini tidak lepas dari kesulitan dan hambatan, namun berkat bantuan

beberapa pihak, akhirnya penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.

Sampai dengan selesainya penyusunan skripsi ini penulis, ingin menyampaikan

ucapan terimakasih kepada beberapa pihak karena telah membantu proses penyusunan

karya tulis ilmiah ini. Dengan segala kerendahan hati dan rasa syukur yang tulus,

ucapan terimakasih penulis hanturkan kepada yang terhormat/tercinta:

1. Keluarga Penulis. Karya ini penulis persembahkan untuk Ayah Toto Bumi Harto

dan Ibu Dewi Kartiningsih yang telah menjadi pendukung dalam pendidikan

terbaik bagi anaknya. Serta sebagai sosok panutan yang baik kepada anaknya

untuk menjadi manusia yang bekerja keras, rajin dan bertanggung jawab.

2. Bapak Prof. Dr, Eddy Pratomo, S.H., M.A. Selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Pancasila.

II
3. Ibu Dr. Zaitun Abdullah, S.H., M.H. Selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Pancasila.

4. Bapak Dr. Adnan Hamid, S.H., M.H., M.H. Selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Pancasila.

5. Bapak Wibisono Oedoyo, S.H., M.H. Selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Pancasila.

6. Bapak Hasbullah, S.H., M.H. selaku Plh Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas

Hukum Universitas Pancasila.

7. Bapak Dr. Edi Tarsono, S.H., M.H. Selaku Pembimbing Materi skripsi ini, yang

telah memberikan arahan dengan penuh rasa sabar dalam memperkaya substansi

penelitian ini.

8. Bapak H. Boedi Santoso Irianto, S.H., M.H. Selaku Pembimbing Teknis skripsi

ini, yang telah bersedia memberi arahan secara detail terkait tata cara penelitian

karya ilmiah yang baik dan benar.

9. Seluruh Dosen Civitas Akademika Fakultas Hukum Universitas Pancasila yang

telah memberikan pembelajaran kepada Penulis selama menempuh Pendidikan

Strata Satu di Fakultas Hukum Universitas Pancasila.

10. Kepada yang tercinta seluruh teman-teman Angkatan 2019 di FHUP yang telah

mendukung serta memberikan semangat kepada Penulis dalam menyelesaikan

skripsi.

11. Kepada yang tercinta sahabat-sahabat penulis di FHUP : Febriyani, Bagas Phutu

Karyo, Nugraha Ichlasul Amal, Muhammad Bima Alrasyad, Helmy Zaki Ariq,

III
Allam Ramadhan yang senantiasa memberikan dukungan, bantuan, semangat dan

doa kepada penulis dalam melakukan penelitian skripsi ini sampai saat ini

12. Kepada yang tercinta sahabat penulis : Argadia Bagus Wirawan, M. Fakhri

Ardyana, Fairuz Firjatullah Achmad, Denniswara Ismail, Sirhan Abdat, Rio

Febianto, Rachmandio Fadhil Jaenudin, Rachmandio Nadhil Jaenudin yang

selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan

penelitian skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga akhirnya

kekurangan-kekurangan yang ada harap dimaafkan serta segala kritik dan saran sangat

penulis harapkan untuk diperbaiki juga semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pembaca. Semoga Allah SWT memberikan taufik dan hidayah-nya kepada kita semua.

Aamiin ya rabbal’alamin.

Jakarta, Januari 2023

Penulis,

(Dhafa Pratama Alafghan)

IV
ABSTRAK

Narkotika dan psikotropika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang
pengobatan, pelayanan dan kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun
di sisi lain akan menimbulkan kerugian di berbagai elemen masyarakat khususnya
dalam hal penyalahgunaan dan mereka para korban (anak) sebagai target kejahatan
(narkotika) tersebut. Pada putusan Nomor 1/Pid.Sus.Anak/2020/Pn. Kot terdakwanya
seorang (anak) yang berusia 17 Tahun, Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis
penelitian yuridis normatif. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kesesuaian
pertimbangan yang dipakai oleh hakim telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang narkotika jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak guna mencapai sebuah putusan hakim tersebut. Mulai dari pertimbangan
hakim secara yuridis, sosiologis, dan filosofis dengan mengacu pada fakta yang
terungkap, dan penempatan dari tiap unsur yang digunakan bahwa hakim dalam
mempertimbangkan telah sesuai dengan Undang-Undang terkait karena Anak telah
memenuhi semua unsur pasal yang di dakwakan kepadanya sehingga anak dinyatakan
bersalah dan haruslah dapat bertanggung jawab atas perbuatan yang sudah
dilakukannya. Juga hakim dalam memutus perkara tersebut sudah sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dimana
pidana penjara merupakan upaya terakhir terhadap anak.

Kata Kunci: Anak, Narkotika, Pertimbangan Hakim

V
DAFTAR ISI

TANDA PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ............................................ I


KATA PENGANTAR ............................................................................................. II
ABSTRAK............................................................................................................... V
DAFTAR ISI .......................................................................................................... VI
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Pokok Permasalahan ............................................................................. 9
C. Tujuan Penelitian................................................................................... 9
D. Orisinalitas Penelitian (State of Art) .................................................. 10
E. Kerangka Konseptual & Teori ........................................................... 15
F. Hipotesis .............................................................................................. 24
G. Metode Penelitian................................................................................ 26
H. Sistematika Penulisan ......................................................................... 31
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTIMBANGAN HINGGA
PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA
PADA ANAK ....................................................................................... 33
A. Pertimbangan Hakim........................................................................... 33
B. Putusan Pemidanaan ........................................................................... 37
C. Narkotika ............................................................................................. 42
D. Pengertian Artian Anak Menurut Undang-Undang .......................... 51
E. Perlindungan Anak .............................................................................. 52
F. Syarat Pelaksanaan Perlindungan Anak ........................................... 65
G. Sistem Peradilan Pidana Anak ........................................................... 66
BAB III ANALISIS KAJIAN PERTIMBANGAN DAN PUTUSAN HAKIM
TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA PADA ANAK
(STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR
1/PID.SUS.ANAK/2020/PN.KOT) ...................................................... 71
A. Kasus Posisi ......................................................................................... 71

VI
B. Bagaimana Kesesuaian Pertimbangan Hakim Yang Menetapkan
Pidana Penjara Terhadap Pelaku Anak Pada Putusan Nomor
1/Pid.Sus.Anak/2020/Pn.Kot Dengan Pasal 112 Ayat (1) Jo Pasal 132
Ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo
Undang-Undang Republik Indonesia No.35 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak ................................................................................. 87
C. Bagaimana putusan hakim perkara pidana anak pada putusan nomor
1/pid.sus.anak/2020/pn.kot sudah sesuai dengan peraturan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 105
BAB IV PENUTUP .......................................................................................... 115
A. Kesimpulan ........................................................................................ 115
B. Saran................................................................................................... 117
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. ...

VII
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah harapan bangsa, sebagai generasi penerus, dibutuhkannya

pembinaan serta perlindungan secara berkala untuk kelangsungan hidup,

pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, maupun sosial dan

perlindungan dari segala kemungkinan yang dapat merugikan mereka (anak)

juga pada masa depan. Narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya, menjadi

salah satu contoh rusaknya anak. Anak sering menjadi sasaran pengedar

narkotika, karena anak masih labil, mudah terpengaruh, sehingga sangat

mungkin terjerumus pada penyalahgunaan obat terlarang seperti narkotika.

Sebagaimana yang telah tercantum dalam Undang-Undang tersebut

merupakan suatu kejahatan. Kejahatan itu pada dasarnya merupakan rumusan

yang nisbi. Tindak pidana narkotika itu sendiri diatur dalam Undang-Undang

No.35 Tahun 2009. Mustafa mengatakan, bahwa yang disebut kejahatan

sebagai gejala sosial tidak semata-mata merupakan tindakan yang dilarang

hukum, tindakan yang merupakan kelaianan biologis maupun kelaianan

psikologis, tetapi tindakan-tindakan tersebut merugikan dan melanggar sentim-

1
2

en masyarakat 1. Hal tersebut dapat dilihat pada penggolongan kejahatan

berdasarkan karakteristik pelaku kejahatan sebagai kejahatan terorganisasi.

Kejahatan narkotika merupakan suatu kejahatan yang berbahaya,

merusak generasi muda serta karakter dan fisik masyarakat penggunanya.

Kejahatan tersebut juga dapat dikaitkan dengan sejumlah kejahatan, seperti

perampokan, pencurian, pencucian uang, dan terorisme. Oleh karena itu, akibat

penggunaan narkotika tidak hanya berdampak buruk bagi pengguna sendiri

tetapi juga secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap

lingkungan keluarga, masyarakat, dan negara. Narkotika atau obat terlarang

(narkoba) pada saat ini tidak lagi beredar secara gelap di kota-kota besar, tetapi

sudah merambah ke kabupaten-kabupaten, bahkan sudah sampai ke tingkat

kecamatan dan desa-desa. Penggunanya tidak saja mereka yang mempunyai

uang, tetapi juga telah merambah di kalangan ekonomi menengah ke bawah.

Begitu juga orang yang mengkonsumsinya bukan saja remaja, tetapi mulai dari

anak-anak sampai dengan orang yang sudah tua 2.

Di dalam Undang-Undang Narkotika tidak terdapat pembahasan

mengenai pengertian tindak pidana narkotika (kejahatan narkotika), tetapi atas

penjelasan-penjelasan dari setiap pasal serta pembahasan mengenai tindak

1. Mustafa, Kriminologi : Kajian Sosiologi Terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang


dan Pelanggaran Hukum,(Depok: FISIP UI Press,2007), hlm.17.
2. Puteri Hikmawati, Analisis Terhadap Sanksi Pidana Bagi Pengguna Narkotika, Jurnal

Negara Hukum:Membangun Hukum untuk Keadilan dan Kesejahteraan. Vol.2 No.2, 2011
3

pidana tersebut, sudah dapat memberikan pengertian tentang tindak pidana

narkotika yang tetap mengacu berdasarkan pada ketentuan-ketentuan yang

terdapat dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Di

dalam Undang-Undang tersebut juga menentukan beberapa tindak pidana

narkotika, yang terdapat pada Pasal 111 hingga Pasal 148 Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pada pasal-pasal tersebut berisikan

tentang pidana yang dapat dijatuhkan berupa pidana mati, penjara, kurungan

dan denda 3. Yang diatur dan dibedakan menjadi beberapa golongan serta

sanksi-sanksi yang diatur di setiap golongannya, sebagai contoh seperti pada

pasal 116 ayat 1 (satu) dan 2 (dua) sebagai berikut:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan
Narkotika Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika
Golongan I untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian
Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku
dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah 1/3(sepertiga) 4.

Dikutip dari website repository.uin, http://repository.uinsuska.ac.id/17422/8/8.%20


3.

BAB%20 |||2018486JS.pdf, diakses pada 13 Oktober 2022


4. Indonesia, Undang-Undang Tentang Narkotika Nomor 35 Tahun
2009. Pasal.116.
4

Sebagai pengecualian pada perkara anak, penyalahgunaan narkotika pada

anak mereka (anak) hanyalah korban maka dari itu tidak sepatutnya, negara

dalam memberikan hukuman pada anak penyalahguna jika disama ratakan

dengan penjahat dewasa (pengedar) yang sesungguhnya. Sebagai korban maka

anak sebagai penyalahguna narkotika wajib mendapatkan perlindungan.

Perlindungan anak merupakan usaha yang dilakukan untuk

menciptakannkondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan

kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar, baik

fisik, mental, dan sosial 5.

Dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia, anak sebagai

penyalahguna narkotika, tetap menjalani proses peradilan. Sistem peradilan

pidana anak adalah sebuah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang

berhadapan dengan hukum, diawali dengan tahap penyelidikan sampai dengan

tahap bimbingan setelah anak tersebut menjalani pidana. Proses peradilan

tersebut untuk meminta pertanggungjawaban anak. Meski menjalani proses

peradilan, namun kiranya anak tetap harus mendapat perlindungan. Adapun

pertimbangan anak penyalahguna narkotika mendapat perlindungan, karena

diyakini bahwa penyalahgunaan anak terhadap narkotika bukanlah sepenuhnya

berasal dari diri anak, namun lebih kepada pengaruh dari lingkungan sekitar.

5. Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia,(Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm.33.
5

Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang

dilakukan oleh anak, antara lain disebabkan oleh faktor di luar diri anak tersebut
6
. Beberapa faktornya antara lain dimulai dari lingkungan keluarga, lingkungan

masyarakat, lingkungan pendidikan dan juga pergaulan dari teman sebaya anak

tersebut yang menyumbang besar perkembangan nilai serta juga perilaku

anak.

Jika lingkungan disekitar anak tersebut buruk, maka dari itu sudah dapat

dipastikan akan memberikan pengaruh negatifpada nilai maupun perilaku pada

anak, sehingga dapat menimbulkan penyimpangan tingkah laku atau perbuatan

melanggar hukum.

Penyalahgunaan narkotika termasuk salah satu dari penyimpangan

tingkah laku (perbuatan melanggar hukum). Berlandaskan pada Pasal 1 ayat

(15) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang

menyatakan penyalahguna merupakan orang yang menggunakan Narkotika

tanpa memiliki hak atau disebut melawan hukum. Selanjutnya pada Pasal 1 ayat

3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak dengan tegas juga menyatakan bahwa anak yang berkonflik dengan

hukum merupakan anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun akan tetapi

belum mencapai berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan

tindak pidana tersebut.

6. Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana


Anak. Alinea.2.
6

Anak yang dimaksud dalam kasus penyalahgunaan narkotika dalam

penelitian ini adalah anak yang berumur lebih dari 12 (dua belas) tahun tetapi

belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun, yang diduga ingin melakukan

percobaan atau pemufakatan jahat tindak pidana narkotika tanpa hak atau

melawan hukum.

Dengan kata lain anak penyalahguna narkotika adalah anak yang diduga

pelaku tindak pidana narkotika, tetapi anak tetaplahdengan segala kekurangan

dan keterbatasan dalam hal pengetahuan.

Maka dari itu perlindungan terhadapnya sebagai penyalahguna maupun

pelaku tindak pidana narkotikasangatlah dibutuhkan. Dimana kita ketahui jika

berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika itu

sendiri menegaskan tentang mulai dari aturan dan tujuan Undang-Undang

tersebut dibuat, Pasal 4 butir a,b,c,d berbunyi:

a. menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan

kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

b. mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari

penyalahgunaan Narkotika;

c. memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan

d. menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah

guna dan pecanduNarkotika 7.

7. Indonesia, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal.4.


7

Pembentukan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

adalah upaya pemerintah dalam memberantas masalah narkotika, akan tetapi

dalam perkara anak yang melakukan tindak pidana ketentuan tentang sanksi

tindak pidana yang diterapkan.

Berdasarkan batas usia anak yang melakukan tindak pidana tersebut

diatur dalam Undang- Undang nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak. Dimana dalam penelitian ini peneliti akan mencoba meneliti

tentang pertimbangan dalam pemberian putusanpidana penjara yang diterapkan

terhadap anak yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika.

mengenai pertimbangan pidana penjara yang diberikan oleh hakim terhadap

perkara anak pelaku tindak pidana narkotika sosok anak sebagai “kain putih

yang bersih”, yang rentan akan pengaruh negatif bukan hanya berasal dari

ruang lingkup lingkungannya, tetapi juga dari berbagai aspek diluar ruang

lingkup pada anak. Maka dari itu timbulah berbagai perlindungan hukum

terhadap anak yaitu, maupun jika persoalan anak yang berhadapan dengan

hukum dilakukan sistem peradilan yang terpisah berdasarkan ketentuan dan

aturan yang berlaku pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012.

Maka dari itu peneliti ingin menganalisis tentang putusan Nomor

1/pid.sus.anak/2020/pn.kot, di dalam putusan ini Anak telah melakukan

kesalahan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika yang telah diatur dalam

Undang-Undang Narkotika dengan cara sebagai berikut, Anak melakukan

percobaan atau permufakatan jahat.


8

Pada kasus putusan Nomor 1/pid.sus.anak/2020/pn.kot dimana anak yang

berusia 17 tahun bernama Alfandi Bima Nazandra yang tidak memiliki

pekerjaan maupun tidak bersekolah yang berdasarkan putusan hakim dijatuhi

hukuman pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan pelatihan kerja selama 2

(dua) bulan.

Adanya putusan pidana penjara yang merupakan sebagai upaya

terakhiratau ultimum remedium yang memiliki prinsip diantara nilai moral dan

hukum merupakan salah satugambaran sederhana mengenai pertimbangan oleh

hakim dalam memberikan pidana penjara. Sebagaimana kita ketahui Undang-

Undang nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika merupakan usaha pemerintah

dalam mengatasi dan memberantas masalah mengenainarkotika. Akan tetapi

pada perkara anak yang melakukan tindak pidana ketentuan-ketentuan dan

sanksi pidana diterapkan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Jika dilihat pada putusan Nomor 1/pid.sus.anak/2020/pn.kot diatas

merupakan perkaratindak pidana penyalahguna narkotika yang dilakukan oleh

anak yang seharusnya dapat diselesaikan melalui jalur lain dan bukan

pemberian hukuman pidana penjara. Maka berdasarkan penjelasan yang

mengacu pada uraian dan fakta diatas, peneliti tertarik untuk mengangkat

penelitian yang berjudul “KAJIAN ATAS PERTIMBANGAN HAKIM

DALAM PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

PENYALAHGUNA NARKOTIKA (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR

1/PID.SUS.ANAK/2020/PN.KOT)”
9

B. Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis akan merumuskan

beberapa pokok permasalahan yang akan diangkat untuk dikaji dalam Penulisan

proposal skripsi ini. Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kesesuaian pertimbangan hakim yang menetapkan pidana

penjara terhadap pelaku anak pada putusan nomor

1/pid.sus.anak/2020/pn.kot dengan Pasal 112 ayat (1) jo Pasal 132 ayat

(1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo Undang-

Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

2. Bagaimana putusan hakim perkara pidana anak pada putusan nomor

1/pid.sus.anak/2020/pn.kot sudah sesuai dengan peraturan Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menemukan bahwa pertimbangan Hakim pengadilan Negeri Kota

Agung dalam memutus perkara sudah sesuai dengan Pasal 112 ayat (1) jo

Pasal 132 ayat (1) Undang- Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika

jo Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.


10

2. Untuk menemukan bahwa pada putusan nomor

1/pid.sus.anak/2020/pn.kot, putusan hakim perkara pidana anak sudah

sesuai dengan peraturan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak.

D. Orisinalitas Penelitian (State of Art)

Guna menjaga keaslian dari penelitian ini, maka peneliti menguraikan

terlebih dahulu beberapa penelitian terdahulu berupa Artikel Jurnal Nasional

Terakreditasi yang berada dalam ruang lingkup yang sama, yaitu sebagai

berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh (Beniharmoni Harefa) dalam bentuk

Artikel jurnal Nasional Terakeditasi dengan judul “(PERLINDUNGAN

HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PENYALAHGUNA

NARKOTIKA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI

INDONESIA)” yang dipublikasi melalui jurnal http://jurnal-

perspektif.org, Vol.22, No.23, Tahun 2017. Adapun rumusan masalah

yang dikemukakan oleh (Beniharmoni Harefa) adalah sebagai berikut:

a. bentuk perlindungan yang diberikan kepada anak sebagai

penyalahguna narkotika dalam sistem peradilan pidana anak di

Indonesia.

b. Faktor penghambat perlindungan hukum terhadap anak sebagai

penyalahguna narkotika.
11

(Beniharmoni Harefa), Sebagai peneliti, memberikan kesimpulan

sebagai berikut:

Perlindungan hukum terhadap anak sebagai penyalahguna narkotika

di Indonesia, diatur dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana

Anak, Undang-Undang Narkotika, dan Undang-Undang Perlindungan

Anak, serta berbagai peraturan perundang-undangan teknis lainnya yang

berkaitan tentang anak penyalahguna narkotika. Upaya perlindungan

pada anak penyalahguna narkotika, dilakukan melalui upaya diversi,

bertujuan menghindarkan anak dari proses peradilan pidana formal ke

peradilan pidana non formal. Perlindungan lainnya dengan pengawasan,

pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi terhadap anak penyalahguna

narkotika. Faktor penghambat perlindungan hukum terhadap anak

penyalahguna narkotika adalah: pertama, kurangnya pemahaman dari

aparat penegak hukum; kedua, kurangnya pemahaman masyarakat;

ketiga, kurangnya fasilitas khususnya di daerah-daerah terpencil di

Indonesia.

2. Penelitian yang dilakukan oleh (Putu Mutiara Kartika Wedha, Diah

Ratnasari Hariyanto) dalam bentuk Artikel Jurnal Nasional Terakeditasi

dengan judul “(KEBIJAKAN PEMIDANAAN TERHADAP ANAK

SEBAGAI PENYALAHGUNA NARKOTIKA GOLONGAN I DI

INDONESIA)” yang dipublikasi melalui jurnal

https://ojs.unud.ac.id/,Vol.9,No.5 125, Tahun 2021. Adapun rumusan


12

masalah yang dikemukakan oleh (Putu Mutiara Kartika Wedha, Diah

Ratnasari Hariyanto) adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana peraturan pemidanaan terkait anak sebagai

penyalahguna Narkotika Golongan I dalam hukum positif di

Indonesia?

b. Bagaimana kebijakan pemidanaan terhadap anak sebagai

penyalahguna Narkotika Golongan I di Indonesia?

(Putu Mutiara Kartika Wedha, Diah Ratnasari Hariyanto), sebagai

peneliti, memberikankesimpulan sebagai berikut:

a) Pengaturan terkait penyalahguna Narkotika Golongan I di

Indonesia, diatur pada Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Narkotika dengan ancaman pidana paling banyak yaitu 4 tahun.

Apabila pelakunya adalah anak maka akan merujuk pada Pasal 81

Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu, hukuman

maksimalnya akan dipotong ½ (setengah) dari hukuman orang

dewasa. Pada Pasal 127 ini hakim dalam memutus perkara harus

mempertimbangkan Pasal 54, Pasal 55 dan Pasal 103 Undang-

Undang Narkotika yang pada prinsipnya mengatur, apabila dapat

dibuktikan yang bersangkutan sebagai korban dan/ atau sudah

melapor dirinya sendiri atau oleh keluarganya kepada pihak yang

berwajib maka penyalahguna tersebut dapat dilakukan rehabilitasi

medis danrehabilitasi sosial sebagaimana diatur pada Pasal 127 ayat


13

(2) dan ayat (3). Kebijakan pemidanaan terhadap anak sebagai

penyalahguna Narkotika Golongan I selain dipotong ½ dari

hukuman orang dewasa, anak sebagai penyalahguna Narkotika

Golongan I juga dapat dilakukan Diversi, karena ancaman hukuman

seorang penyalahguna Narkotika Golongan I maksimal adalah 4

tahun penjara. Diversi didasari atas harapan untuk menghindari

dampak negatif terhadap perkembangan psikologi anak akibat

keikutsertaannya dalam sistem peradilan pidana. Pidana penjara

merupakan upaya terakhir yang dapat diberikan terhadap anak.

Masih ada cara lain seperti rehabilitasi sosial dan rehabilitasi

medis sehingga anak dapat kembali melanjutkan kehidupan

bermasyarakatnya.

Setelah menjabarkan dan menguraikan hal tersebut diatas, maka

penulis akan menguraikan letak persamaan dengan kedua artikel

tersebut diatas:

1. Kedua artikel tersebut sama-sama menjelaskan mengenai Anak

penyalahguna narkotika sebagai “Pemakai”.

2. Kedua artikel tersebut juga sama-sama menggunakan Undang-

Undang No.35 Tahun 2009, dan Undang-Undang No.11 Tahun

2012 sebagai acuan dalam menulis penelitian, dan sebagai upaya

pencari kepastian hukum dalam perkara di ruang lingkup yang

sama.
14

Letak perbedaan dengan kedua artikel tersebut:

1. Pada penulis no.1 menjelaskan secara rinci tentang upaya Diversi

serta faktor penghambat perlindungan hukum bagi anak sedangkan

pada penulis no.2 hanya menjelaskan secara singkat tentang

pemberlakuan Diversi dan tidak memasukan tentang faktor

penghambat perlindungan hukumnya.

2. Pada penulis no.1 mengacu kepada bentuk perlindungan hukumnya

saja sedangkan pada penulis no.2 mengacu ke bentuk dari kebijakan

pemidanaan terhadap si anak penyalahguna narkotika.

Kelemahan dari artikel diatas:

1. Pada penulis no.1 lebih banyak berfokuskan terhadap bentuk dari

perlindungan hukumbagi si anak dibandingkan melihat dari bentuk

pertimbangan dalam pemidanaan nya dalam Undang-Undang

Sistem Peradilan Pidana Anak.

2. Pada penulis no.1 tidaklah secara spesifik dalam mengidentifikasi

jenis golongan pada narkotika di dalam masalah penelitiannya yang

dimana Pasal dalam Undang-Undang Narkotika itu sendiri setiap

perbedaan golongan maka akan berbeda juga bentuk penyelesaian

dalam perkaranya itu sendiri.

3. Pada penulis no.1 dan no.2 tidak melakukan studi kasus yang

dimana sangat berguna dalam tingkat efektifitas dalam mengkaji

suatu permasalahan dalam kehidupan nyata.


15

Hal kebaruan apa yang akan dituangkan:

1. Penulis memfokuskan kepada studi putusan yang akan penulis teliti

dan melakukan pengkajian terhadap putusan hakim yang bukan

hanya mengacu pada Undang-Undang Narkotika saja, tetapi

Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Yang juga disertai

pemberian sanksi seharusnya yang di dapatkan anak jika ditinjau

melalui Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak

2. Akan membahas mengenai pertimbangan putusan penjara yang

diberikan oleh hakim, apakah sudah tepat dalam penjatuhan sanksi

atau tidak sesuai dengan Undang-Undang yang berkaitan dengan

kasus, sesuai dengan studi putusan yang penulis angkat diatas.

E. Kerangka Konseptual & Teori

a. Kerangka konsep

Guna mendukung dalam penelitian ini, peneliti mengusahakan

konsep-konsep sebagaibatasan-batasan pengertian yang berkaitan dengan

judul pada penelitian ini. Adapun pengertian-pengertian tersebut

diantaranya sebagai berikut:

1. Pengertian kajian, Kajian adalah hasil mengkaji, yang berarti hasil

dari mengkaji sesuatu. berasal dari kata “Kaji’ yang berarti

mengkaji sesuatu. Jika seseorang sedang mengkaji sesuatu, itu


16

berarti seseorang sedang belajar mempelajari / menguji /

menyelidiki sesuatu hal yang akan mengarah pada suatu kajian.

Sedangkan proses yang dilakukan sambil mengkaji sesuatu disebut

Pengkajian 8.

2. Pertimbangan jika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

pertimbangan adalah pendapat tentang baik atau buruk nya suatu hal

guna memberikan sebuah keputusan maupun ketetapan.

3. Putusan pidana, putusan merupakan suatu pernyataan yang

disampaikan oleh hakim yang diucapkan dalam suatu persidangan

terbuka untuk umum guna untuk menyelesaikan suatu perkara,

sedangkan pidana adalah suatu perbuatan salah dalam melawan

hukum yang diancam dengan sanksi. Putusan pidana adalah

pernyataan yang disampaikan hakim untuk menyelesaikan perkara

seseorang yang melanggar atau melawan hukum dan disertai dengan

sanksi yang tepat atau berlaku untuk orang tersebut.

4. Tindak pidana merupakan tindakan melanggar hukum pidana yang

telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh

seseorang yang dapat dipertanggung jawabkan atas tindakannya dan

oleh Undang-Undang hukum pidana telah dinyatakan sebagai suatu

8. Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Gitamedia Press,2008),


hlm.382.
17

tindakan yang dapat dihukum 9.

5. Penjara atau lembaga permasyarakatan (lapas) merupakan fasilitas

sebuah negara yang merupakan tempat dimana seseorang

menghabiskan massa hukumanya secara paksa dikurung dan

dirampas semua kebebasannya dibawah kekuasaan negara.

6. Anak merupakan seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)

tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan 10.

7. Penyalahguna narkotika adalah sebagai seseorang yang memakai

narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Dalam artian yang besar

berarti penyalahguna adalah, merupakan seseorang yang

menerapkan atau pun dalam penggunaan,pemakaian, dan

pemanfaatan dari suatu barang tidak berdasarkan

anjuran,rekomendasi, ataupun tidak adanya bentuk legalitas suatu

barang tersebut untuk dipakai maupun dimiliki secara bebas yang

berarti juga tidak adanya hak ataupun wewenang secara hukum

untuk orang tersebut dalam memakai/membeli/mempunyai barang

tersebut secara bebas.

8. Narkotika merupakan zat atau obat yang memiliki sifat untuk

menenangkan dan menghilangkan rasa sakit yang jika dalam

9.Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Hukum Pidana, (Jakarta: Kencana,2014), hlm.35.


10.Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014.
Pasal.1. Angka.1.
18

penggunaannya berlebihan akan menimbulkan berbagai macam

gangguan untuk kesehatan badan. Dan di dalam penggunannya

Narkotika haruslah dalam dosis yang diawasi oleh dokter

dikarenakan dalam penggunaannya membutuhkan tindakan khusus

serta juga hanya untuk kepentingan bidang pelayanan kesehatan

dalam pembiusan untuk operasi.

a. Kerangka Teoritis

Sebagai pendukung dan pelengkap pada penelitian ini, kerangka

teori merupakan bagian dalam sebuah penelitian guna mendukung

tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel satu dengan lainnya

yang ada dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Teori Keadilan

Keadilan berasal dari kata “adil” yang berasal dari bahasa

arab, adil adalah tidak sewenang-wenang, tidak memihak, tidak

sepihak. Adil terutama mengandung arti bahwa suatu keputusan dan

tindakan didasarkan pada norma-norma objektif. Keadilan pada

hakikatnya merupakan suatu konsep yang relatif, tidak semua orang

sama, apa yang adil bagi satu orang belum tentu adil bagi orang lain,

ketika seseorang menegaskan bahwa ia melakukan suatu keadilan,

hal itu tentunya harus relevan dengan ketertiban umum dimana

suatu skala keadilan diakui. Skala keadilan sangat bervariasi dari

satu tempat ke tempat lain, setiap skala didefinisikan dan


19

sepenuhnya ditentukan oleh masyarakat sesuai dengan ketertiban

umum dari masyarakat tersebut 11.

1.1 Teori Keadilan Aristoteles

Aristoteles dalam karyanya yang berjudul Etika

Nichomachea menjelaskan pemikiran pemikirannya tentang

keadilan. Bagi Aristoteles, keutamaan, yaitu ketaatan

terhadap hukum (hukum polis pada waktu itu, tertulis dan

tidak tertulis) adalah keadilan. Dengan kata lain keadilan

adalah keutamaan dan ini bersifat umum. Selain hal tersebut

Aristoteles juga membedakan antara keadilan distributif

dengan keadilan korektif. Kemudian Theo Huijbers

menjelaskan mengenai keadilan menurut Aristoteles di

samping keutamaan umum, jugakeadilan sebagai keutamaan

moral khusus, yang berkaitan dengan sikap manusia dalam

bidang tertentu, yaitu menentukan hubungan baik antara

orang-orang, dan keseimbangan antara dua pihak. Ukuran

keseimbangan ini adalah kesamaan numerik dan

proporsional. Hal ini karena Aristoteles memahami keadilan

dalam pengertian kesamaan. Dalam kesamaan numerik,

setiap manusia disamakan dalam satu unit. Misalnya semua

11.M.Agus Santoso, Hukum Moral & Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum, (Jakarta:
Kencana, 2014), hlm.85.,Ctk.kedua
20

orang sama di hadapan hukum. Kemudian kesamaan

proporsional adalah memberikan kepada setiap orang apa

yang menjadi haknya, sesuai kemampuan dan prestasinya 12.

Selain itu Aristoteles juga membedakan antara

keadilan distributif dengan keadilan korektif. Keadilan

distributif menurutnya adalah keadilan yang berlaku dalam

hukum publik, yaitu berfokus pada distribusi, honor

kekayaan, dan barang-barang lain yang diperoleh oleh

anggota masyarakat. Kemudian keadilan korektif

berhubungan dengan pembetulan sesuatu yang salah,

memberikan kompensasi kepada pihak yang dirugikan atau

hukuman yang pantasbagi pelaku kejahatan. Sehingga dapat

disebutkan bahwa ganti rugi dan sanksi merupakan keadilan

korektif menurut aristoteles 13.

1.2 Teori Keadilan Plato

Plato mendefinisikan keadilan sebagai the supreme

virtue of the good state (kebajikan tertinggi dari negara yang

baik). Orang yang adil adalah orang yang mengendalikan

diri yang perasaan hatinya dikendalikan oleh akal. Bagi

12.Hyronimus Rhiti, Filsafat Hukum Edisi Lengkap (Dari Klasik ke Postmodernisme),


(Yogyakarta: Universitas Atma Jaya,2015),hlm.241., Ctk.Kelima
13. Ibid, hlm.242.
21

Plato keadilan dan hukum merupakan substansi rohani

umum dari suatu masyarakat yang membuat dan menjaga

kesatuannya.

Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang

menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling

cocok baginya. Pendapat Plato itu merupakan suatu

konsepsi tentang keadilan moral yang dasarnya keselarasan.

Keadilan timbul karena pengaturan atau penyesuaian yang

memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang

membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam

masyarakat bilamana setiap anggota melakukan secara

terbaik menurut kemampuannya fungsi yang selaras

baginya.

Peran pejabat adalah membagi- bagikan fungsi dalam

negara kepada masing-masing orang yang sesuai dengan

asas keserasian . Setiap orang tidak mencampuri tugas dan

urusan yang tak cocok baginya. Campur tangan terhadap

pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras akan

menciptakan pertentangan dan ketakserasian, dan kedua hal


22

itu adalah intisari dari ketidakadilan 14.

1.3 Teori Keadilan John Rowls


John Rawls menyatakan bahwa keadilan pada

dasarnya merupakan prinsip dari kebijakan rasional yang

diaplikasikan untuk konsepsi jumlah dari kesejahteraan

seluruh kelompok dalam masyarakat. Untuk mencapai

keadilan tersebut, maka rasional jika seseorang

memaksakan pemenuhan keinginannya sesuai dengan

prinsip kegunaan.

karena dilakukan untuk memperbesar keuntungan

bersih dari kepuasan yang akan diperoleh oleh anggota

masyarakatnya. Berkaitan dengan konsep keadilan

tersebut, maka dalam hukum udara dikenal beberapa sistem

tanggung jawab keperdataan, yaitu tanggung jawab

berdasarkan adanya unsur kesalahan atau tanggung jawab

berdasarkan perbuatan melawan hukum (based on fault

liability), tanggung jawab berdasarkan praduga

(presumption of liability), dan tanggung jawab mutlak

(strict liability).

Hermawati, Yanti, Apriandhini, Megafury, Setiani, Made Yudhi dan Majidah, Indonesia
14.

Yang Berkeadilan Sosial Tanpa Diskriminasi, (Tangerang Selatan : Universitas Terbuka, 2016),
hlm.269.
23

Prinsip keadilan dipilih karena mengadopsi ide yang

lebih realistis dalam menyusun aturan sosial di atas prinsip

saling menguntungkan, yang akan meningkatkan efektifitas

kerja sama sosial. Dalam konsepsi keadilan sebagai

kewajaran (justice of fairness), ditemukan kumpulan

prinsip-prinsip yang saling berhubungan untuk

mengidentifikasi pertimbangan- pertimbangan yang relevan

dan menentukan keseimbangan. Justice of fairness lebih

memiliki ide yang lebih umum dan lebih pasti, karena

prinsip-prinsip keadilan (principles of justice) sudah dipilih

dan sudah diketahui umum.

Hal ini berbeda dengan prinsip kegunaan (principle of

utility), dimana makna konsep keadilan diambil dari

keseimbangan yang tepat antara tuntutan-tuntutan

persaingan. Prinsip kegunaan dapat dilihat dari 2 (dua)

aspek. Pertama, bahwa masyarakat yang teratur merupakan

pola dari kerja sama untuk memperoleh keuntungan timbal

balik yang diatur oleh prinsip-prinsip yang dapat dipilih

dalam situasi awal sebagai sesuatu yang wajar. Kedua,

sebagai efisiensi administrasi dari sumber-sumber sosial

untuk memaksimalkan kepuasan dari sistem dari keinginan

yang dikonstruksikan oleh pengamat yang netral dan


24

objektif 15.

Berdasarkan teori-teori diatas, keadilan sangat erat

kaitannya dengan hukum, bahkan peneliti beranggapan

bahwa hukum harus disatukan dengan keadilan, agar

sejatinya berarti sebagai hukum, karena tujuan hukum

adalah terwujudnya rasa keadilan pada masyarakat. Suatu

tata hukum dan peradilan tidak dapat dirancang tanpa

memperhatikan keadilan, karena adil itu termasuk konsep

dasar suatu tata hukum dan peradilan, oleh karena itu

haruslah berpedoman pada prinsip umum tertentu. Prinsip-

prinsip tersebut adalah yang menyangkut kepentingan suatu

bangsa dan negara yang merupakan keyakinan hidup

dalam berkeadilan dalam masyarakat, karena tujuan

negara dan hukum adalah untuk mencapai kebahagiaan

yang sebesar-besarnya bagi setiap orang.

F. Hipotesis
Kesesuaian pertimbangan hakim jika hanya merujuk pada Pasal 112 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terhadap pelaku

belum sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada pasal tersebut dikarenakan

Ahmad Sudiro, Konsep Keadilan dan Sistem Tanggung Jawab Keperdataan dalam
15.

Hukum Udara, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, Vol. 19 No. 3,2012.
25

sanksi dari pasal tersebut menegaskan sanksi yang di dapat oleh pelaku jika

melanggar merupakan paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua

belas) tahun, akan tetapi jika terhadap pelaku anak berdasarkan Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terdapat

pengurangan massa pidana setengah hukuman dari pelaku orang dewasa

terhadap pelaku anak.

Juga dalam sistem peradilan pidana anak jika dilihat pada Pasal 3 huruf g

UU No.11 Tahun 2012 menyatakan bahwa pelaku Anak tidak ditangkap,

ditahan, atau dipenjara kecuali sebagai upaya terakhir dengan waktu yang

paling singkat.

Maka dari itu hakim dalam hal pemberian hukuman pidana penjara bagi

si anak yang jika kita lihat berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak seharusnya dalam halputusannya

hakim masih dapat menghindarkan upaya penjatuhan sanksi pidana penjara

tersebut dikarenakan didalam putusan nomor 1/pid.sus.anak/2020/pn.kot

menyebutkan bahwa asas yang digunakan juga berdasarkan asas restorative

yang dimana seharusnya bisa dijadikan landasan untuk Hakim dalam

menghentikan perkara anak tersebut.


26

G. Metode Penelitian
1. Jenis Metode Penelitian

Jenis metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian hukum normatif atau yuridis normatif yaitu penelitian

berdasarkan pada norma-norma hukum yang tertuang di peraturan

perundang-undangan, putusan pengadilan, dan yang ada di masyarakat.

Dilakukan dengan cara mengkaji bahan pustaka berupa data sekunder

yang biasa dikenal dengan penelitian kepustakaan 16.

2. Metode Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian

metode yuridis normatif ini menggunakan 3 (tiga) aspek pendekatan

sebagai berikut :

1. Pendekatan kasus (case approach)

Merupakan suatu metode secara komprehensif supaya mendapat

pemahaman lebih dalam serta isu yang sedang dihadapi dan


17
tujuannya bisa terselesaikan . Dengan perlu memahami

pertimbangan pengadilan untuk tercapainya hingga kepada suatu

putusan. Pada pendekatan ini peneliti akan menganalisi dari mulai

alasan-alasan hukum yang digunakan hakim, dan cara dalam

16. Roni Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurumateri, (Jakarta : Ghalia
Indonesia,1994)hlm.9.
17. Susilo, Gudnanto, dan Rahardjo, Pemahaman Individu Teknik Non Tes, (Kudus : Nora

Media Enterprise,2011),hlm.250.
27

melakukan telaah terhadap kasus terkait dengan suatu isu hukum

yang sedang dihadapi.

2. Pendekatan Undang-Undang (statue approach)

Merupakan pendekatan yuridis atau penelitian terhadap bahan

produk-produk hukum18. Pendekatan ini dilakukan guna dalam

menganalisis semua Undang-Undang dan ketentuan terkait dengan

penelitian yang sedang diteliti bertujuan dalam mempelajari

kesesuaian antara Undang-Undang satu dengan lainnya. Undang-

Undang yang peneliti gunakan yaitu Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak .

3. Pendekatan Konsep (Conceptual Approach);

Pendekatan konsep adalah pendekatan yang dimaksudkan untuk

menganalisa bahan hukum sehingga dapat diketahui makna yang

terkandung pada istilah-istilah hukum. Hal itu dilakukan sebagai

usaha untuk memperoleh makna baru yang terkandung dalam

istilah-istilah yang diteliti, atau mengkaji istilah hukum tersebut

dalam teori dan praktek 19.

18.Ibid,hlm.250.
19.Hajar M, Model-Model Pendekatan Dalam Penelitian Hukum dan Fiqh (Pekanbaru : UIN
Suska Riau, 2015) h.41.
28

Dengan pendekatan konsep ini, diharapkan dapat membuat argumentasi

hukum guna menjawab materi muatan hukum yang menjadi point dalam

penelitian ini.

3. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian terdapat 2 jenis sumber data, yang pada umumnya

dibedakan menjadi data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan

data yang diperoleh dari bahan pustaka. Data yang diperoleh langsung

dari masyarakat dinamakan data primer (atau data dasar), sedangkan data

yang diperoleh dari bahan pustaka dinamakan data sekunder 20.

Data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder, yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan

bahan hukum tersier.

1. Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum yang mempunyai


21
otoritas . Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-

undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan

peraturan perundang-undangan dan putusan putusan hakim, yang

meliputi :

- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP).

20. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif,( Jakarta: Rajawali
Pers, 2014), hlm. 12 .
21. Zainuddin, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika) hlm. 47.
29

- Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

- Undang-Undang Nomor Nomor 11 Tahun 2012 Tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak.

- Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Perlindungan Anak

- Konvensi Hak Anak.

- Putusan PN Nomor 1/pid.sus.anak/2020/pn.kot.

2. Bahan Hukum Sekunder adalah data yang dikumpulkan dari

tangan kedua atau dari sumber-sumber yang lain yang telah tersedia
22
sebelum penelitian dilakukan . Bahan hukum sekunder berupa

buku-buku terutama buku teks, jurnal ilmiah dan lain-lain 23. Pada

penelitian ini bahan hukum sekunder yang digunakan, yaitu:

- Jurnal-jurnal dan Artikel Hukum yang berkaitan dengan kasus

dalam penelitian ini.

- Buku-buku yang berkaitan dengan kasus dalam penelitian


ini.
3. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk

maupun penjelasan yang penting terkait dengan bahan hukum

22. Ulber Silalahi, Metodologi Penelitian Sosial, (Bandung : Refika Aditama, 2009),h.289-
291.
23. Muhaimin, Metode Penelitian Hukum, (Mataram University Press, Juni, 2020),hlm.75.
30

primer dan sekunder 24, yaitu berupa kamus besar bahasa Indonesia,

kamus hukum, ensiklopedia, dan internet.

4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik

pengumpulan data berupa studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah

teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap

buku-buku, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah

yang dipecahkan. Studi kepustakaan dalam penelitian ini meliputi buku,

makalah, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

permasalahan yang diteliti.

5. Metode Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan

metode analisis data kualitatif. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian

yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau

bentuk hitungan lainnya 25. Data yang dikumpulkan dalam bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier disusun

dengan menggunakan analisis data kualitatif untuk menjawab

permasalahan yang akan dibahas. Sehingga hasil yang diperoleh dalam

penulisan skripsi ini lebih deskriptif analitis.

24. Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada),
2002, hlm. 116.
25. Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif, Teori Dan Praktik, (Jakarta: BumiAksara,

2013), hlm. 80.


31

H. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan dasar dari penulisan dari Bab-Bab selanjutnya yang

berisikan Latar Belakang permasalahan, Pokok Permasalahan,

Tujuan Penelitian, Orisinalitas, Kerangka Konseptual dan Teori,

Hipotesis, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTIMBANGAN HINGGA


PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA
NARKOTIKA PADA ANAK

Pada Bab ini menjelaskan tentang pengertian Hakim, Pertimbangan

Hakim dan Dasar-dasar Pertimbangan Hakim, Pengertian putusan,

Klasifikasi Putusan, putusan pemidanaan, pengertian Narkotika

menurut Undang-Undang dan jenisnya, Pengertian Tindak Pidana

dan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika, Pengertian tentang

artian Anak menurut Undang-Undang (Undang-Undang

Perlindungan Anak, Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana

Anak, Undang-Undang HAM, dan Konveksi hak Anak), pengertian

perlindungan anak, syarat pelaksanaan perlindungan anak, hak-hak

anak dalam Undang-Undang (Undang-Undang Perlindungan Anak,

Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang

HAM, Undang-Undang Kesejahteraan Anak), pengertian Sistem


32

Peradilan Pidana Anak, dan tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak.

BAB III ANALISIS KAJIAN PERTIMBANGAN DAN PUTUSAN


HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA
PADA ANAK (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR
1/PID.SUS.ANAK/2020/PN.KOT)

Dalam Bab III ini Peneliti akan menguraikan kasus posisi, putusan

hakim dan analisis Putusan perkara pidana Nomor

1/PID.SUS.ANAK/2020/PN.KOT, yang meliputi Penyebab

terjadinya pertimbangan hakim dalam putusan pidana penjara

terhadap Anak pelaku Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika,

Dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara pidana terhadap

Anak pelaku Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika.

BAB IV PENUTUP

Bab ini berisikan Kesimpulan serta Saran yang dikemukakan

peneliti dari hasil penelitian yang dilakukan.


BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Pertimbangan Hakim
1. Pengertian Hakim

Hakim sendiri merupakan bagian dari para penegak hukum, yang

merupakan orang yang terlibat di dalam proses peradilan, berdasarkan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 atau disingkat sebagai (KUHAP)

terdapat 5 (lima) penegak hukum yang terlibat di dalam proses peradilan.

Salah satu diantaranya merupakan Hakim, dalam Pasal 8 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 terdapat pengertian hakim adalah pejabat peradilan

negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili.

Sedangkan penjelasan tentang mengadili terdapat pada Pasal 9

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) merupakan serangkaian

tindakan Hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara

pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang

pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-

Undang tersebut.

Peneliti mempersempit pengertian hakim, hakim merupakan pejabat

peradilan yang diberikan wewenang oleh negara untuk mengadili

33
34

berdasarkan asas-asas dan tidak berpihak kepada siapapun selama

jalannya proses pengadilan.

2. Pertimbangan Hakim & Dasar Pertimbangan Hakim

Di dalam hal tersebut mengenai tentang serangkaian dalam hal

mengadili dalam proses peradilan sudah dapat dipastikan bahwa seorang

hakim haruslah memiliki pertimbangan sebagai salah satu aspek yang

sangat penting untuk mewujudkan nilai dari suatu putusan hakim yang

mengandung keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian

hukum, selain itu juga dapat bermanfaat bagi para pihak yang

bersangkutan sehingga pertimbangan hakim pun harus dilakukan dengan

teliti, baik, dan cermat. Apabila pertimbangan hakim tersebut tidak teliti,

baik, dan cermat, sejatinya putusan hakim yang berasal dari pertimbangan

hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi atau Mahkamah

Agung 26.

Sebelum memutus suatu perkara pertimbangan hakim menjadi suatu

dasar yang dipakai melalui sebuah argumen atau alasan yang dipakai oleh

hakim sebagai pertimbangan hukum, dan terdapat tiga jenis dasar aspek-

aspek pertimbangan hakim menurut sudarto, selain dari aspek yuridis ada

aspek lainnya yaitu sosiologis dan filosofis sebagai pelengkap untuk

mencerminkan nilai-nilai lainnya, sebagai berikut:

26. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, ( Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004),hlm.140.
35

a. Pertimbangan Yuridis

Pertimbangan yuridis maksudnya adalah hakim mendasarkan

putusannya pada ketentuan peraturan perundang-undangan secara

formil. Hakim secara yuridis, tidak boleh menjatuhkan pidana

tersebut kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti

yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu

tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah

melakukannya (Pasal 183 KUHAP). Alat bukti yang sah dimaksud

adalah: (a) Keterangan Saksi; (b) Keterangan Ahli ; (c) Surat; (d)

Petunjuk; (e) Keterangan Terdakwa atau hal yang secara umum

sudah diketahui sehingga tidak perlu dibuktikan (Pasal 184). Selain

itu dipertimbangkan pula bahwa perbuatan terdakwa melawan

hukum formil dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang

dilakukan 27.

b. Pertimbangan Non-Yuridis (Sosiologis)

Perimbangan sosiologis atau pertimbangan non-yuridis diatur

dalam Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa hakim wajib

menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa

27. Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1986),hlm.67.


36

keadilan yang hidup dalam masyarakat 28. Faktor-faktor yang harus

dipertimbangkan secara sosiologis oleh hakim dalam menjatuhkan

putusan terhadap suatu kasus, antara lain:

a.) Memperhatikan sumber hukum tidak tertulis dan nilai-nilai

yang hidup dalam masyarakat.

b.) Memperhatikan sifat baik dan buruk dari terdakwa serta nilai-

nilai yang meringankan maupun hal-hal yang memberatkan

terdakwa.

c.) Memperhatikan ada atau tidaknya perdamaian, kesalahan,

peranan korban.

d.) Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut

berlaku atau diterapkan.

e.) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya cipta dan rasa

yang didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup


29
.

b. Pertimbangan Filosofis

Maksud dari pertimbangan filosofis, Hakim

mempertimbangkan bahwa pidana yang dijatuhkan kepada

28. Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, tentang Kekuasaan Kehakiman.


Pasal.5.
HB. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Surakarta: Gramedia Pustaka Utama,
29.

2002),hlm.68.
37

terdakwa merupakan upaya untuk memperbaiki perilaku terdakwa

melalui proses pemidanaan. Hal ini bermakna bahwa filosofi

pemidanaan adalah pembinaan terhadap pelaku kejahatan sehingga

setalah terpidana keluar dari lembaga permasyarakatan, akan dapat

memperbaiki dirinya dan tidak melakukan kejahatan lagi 30.

B. Putusan Pemidanaan
1. Pengertian Putusan

Putusan secara bahasa (Belanda) disebut dengan vonnis,

merupakan produk pengadilan sebab terdapatnya dua pihak yang

berselisihan dalam perkara, berisikan “penggugat” dan “tergugat”.

Menurut Sudikno Mertokusumo, Putusan adalah suatu pernyataan

yang diberikan oleh Hakim, sebagai pejabat negara yang diberi

wewenang untuk itu dan diucapkan di dalam persidangan yang terbuka

untuk umum dengan tujuan untuk menyelesaikan suatu perkara atau

sengketa antara pihak yang berperkara 31.

Pengertian putusan diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) menyatakan “Pernyataan hakim yang diucapkan dalam

sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas

30.Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1986), hlm.67.


31. Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty,
1998),hlm.167-168.
38

atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang

diatur dalam Undang-Undang ini.”32

Berdasarkan beberapa uraian maupun pendapat ahli diatas peneliti

menarik kesimpulan, putusan adalah sebuah pernyataan hakim sebagai

pejabat negara yang diucapkan di dalam persidangan perkara pidana

terbuka setelah melalui proses dan prosedur yang diatur hukum acara

pidana guna untuk menyelesaikan sebuah perkara demi terciptanya

kepastian hukum serta keadilan bagi para pihak yang bersengketa.

2. Klasifikasi Putusan

Klasifikasi Putusan dibagi menjadi 3 (tiga) macam berdasarkan

sifatnya diantaranya sebagai berikut:

1.) Putusan yang bersifat Declaratoir

Yaitu pernyataan hakim yang tertuang dalam putusan yang

dijatuhkannya. Pernyataan itu merupakan penjelasan atau penetapan

tentang sesuatu hak atau title maupun status. Dan pernyataan itu

dicantumkan dalam amar. Dengan pernyataan itu, putusan telah

menentukaan dengan pasti siapa yang berhak atau siapa yang

mempunyai kedudukan atas permasalah 33.

32. Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, tentang Kitab Undang-Undang


Hukum Acara Pidana, Pasal.1.
33. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,

Pembuktian, dan putusan Pengadilan, (Jakarta: 2005),hlm.876.


39

2.) Putusan yang bersifat Constitutif

Adalah putusan yang memastikan suatu keadaan hukum, baik

yang bersifat meniadakan suatu keadaan hukum maupun yang

menimbulkan keadaan hukum baru. Sebenarnya hampir tidak ada

batas antara putusan deklaratif dengan konsitutif. Misalnya putusan

konstitutif yang menyatakan perjanjian batal, pada dasarnya amar

yang berisi pembatalan perjanjian adalah bersifat deklaratif yakni

yang berisi penegasaan hubungan hukum atau keadaan yang

mengikat para pihak dalam perjanjian itu tidak sah oleh karena itu

perjanjian dinyatakan batal 34.

3.) Putusan yang bersifat Condemnatoir

Condemnatoir atau kondemnator adalah putusan yang memuat

amar menghukum salah satu pihak yang berperkara. Putusan yang

bersifat kondemnator merupakan bagian yang tidak terpisah dari

amar deklaratif atau konstitutif. Dapat amar kondemnator adalah

asesor dengan amar deklarator atau konsitutif, karena amar tersebut

tidak dapat berdiri sendiri tanpa didahului amar deklaratif yang

menyatakan bagaimana hubungan hukum diantara para pihak.

Sebaliknya amar bersifat deklaratif dapat berdiri sendiri tanpa amar


35
putusan kondemnator . Menurut jenisnya putusan hakim

34. Ibid, hlm.877.


35. Ibid, hlm.888.
40

dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu putusan akhir atau eind

vonnis dan putusan sela atau tussen vonnis

1.) Putusan Akhir Eind vonnis

Putusan akhir merupakan putusan yang dijatuhkan oleh

hakim yang relevan dengan pokok sengketa atau perkara,

bertujuan untuk mengakhiri dan menyelesaikan suatu

sengketa atau perkara pada suatu tingkatan peradilan tertentu.

Dalam putusan akhir ada yang sifatnya menghukum

(condemnatoir), menimbulkan keadaan hukum yang baru atau

menciptakan (constitutif), dan menyatakan (declaratoir).

Namun pada prinsipnya, semua putusan yang bersifat

menghukum (condemnatoir) maupun menciptakan

(constitutif), bersifat menerangkan atau menyatakan

(declaratoir).

2.) Putusan Sela Tussen vonnis

Putusan sela atau tussen vonnis merupakan putusan yang

dijatuhkan oleh hakim sebelum memutus pokok sengketa atau

perkara, bertujuan untuk mempermudah atau memperlancar

kelanjutan dalam pemeriksaan perkara yang sedang dihadapi.

Pada hakikatnya putusan yang bukan merupakan putusan

akhir dapat berupa, antara lain:


41

a.) Penetapan yang menentukan tidak berwenangnya

pengadilan untuk mengadili suatu perkara (verklaring

van onbevoegheid) karena merupakan kewenangan

relatif pengadilan negeri sebagaimana ketentuan Pasal

148 ayat (1), Pasal 156 ayat (1) KUHAP.

b.) Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan

jaksa/penuntut umum batal demi hukum (nietig van

rechtswege/null and vold). Hal ini diatur oleh ketentuan

Pasal 156 ayat (1), Pasal 143 ayat (2) huruf b, dan Pasal

143 ayat (3) KUHAP.

c.) Putusan yang berisikan bahwa dakwaan jaksa/penuntut

umum tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard)

sebagaimana ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP 36.

3. Putusan Pemidanaan

Pada asasnya, putusan pemidanaan atau “veroordelling” dijatuhkan

oleh hakim jika ia telah memperoleh keyakinan, bahwa terdakwa

melakukan perbuatan yang didakwakan dan ia menganggap bahwa


37
perbuatan dan terdakwa dapat dipidana . Sebagaimana pada KUHAP

yang diatur dalam Pasal 193 Ayat (1) menyatakan:

36. Lilik Mulyadi, Seraut Wajah Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana Indonesia,
(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010),hlm.137.
37. Tolib Effendi, Dasar Dasar Hukum Acara Pidana (Perkembangan dan Pembaharuanny

Di Indonesia), (Malang: Setara Press, 2014),hlm.186.


42

“Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak


pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan
pidana.”

Putusan pemidanaan dapat dijatuhkan melebihi dari tuntutan pidana

yang disampaikan oleh jaksa/penuntut umum akan tetapi tidak melebihi


38
ancaman maksimal yang ditentukan dalam Undang-Undang . Segera

setelah putusan pemidanaan dibacakan majelis hakim harus

menyampaikan hak-hak dari terdakwa terkait putusan tersebut, yaitu:39

a.) Menerima atau menolak putusan

b.) Mempelajari putusan

c.) Meminta penangguhan pelaksanaan putusan dalam rangka

pengajuan grasi

d.) Mengajukan banding

e.) Mencabut pernyataan untuk menerima atau menolak putusan.

C. Narkotika
1. Pengertian Narkotika Menurut Undang-Undang dan Para Ahli

Narkotika dikalangan masyarakat indonesia berasal dari bahasa

inggris yakni “Narcotics” atau berasalkan dari kata dasar narcois yang

berarti menidurkan dan pembiusan. Dalam bahasa yunani disebut

“narke” yang artiannya sama dengan obat bius. Secara umumnya yang

38. Lilik Mulyadi, Seraut Wajah....,Op Cit, hlm.194.


39. Tolib Effendi, Op cit, hlm.18.
43

dimaksud dengan narkotika adalah jenis zat yang apabila dipergunakan

atau dimasukan ke dalam tubuh akan mempengaruhi terhadap tubuh si

pemakai.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia narkotika dirumuskan

sebagai obat yang dapat menenangkan syaraf, menimbulkan rasa

mengantuk serta merangsang, dan menghilangkan rasa sakit. Menurut

para ahli hukum pengertian narkotika itu sendiri sebagai berikut:

a. Menurut Undang-Undang : Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mendefinisikan

pengertian dari Narkotika sebagai, Narkotika adalah zat atau obat

yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun

semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan

kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa

nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke

dalam golongan golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-

Undang ini.

b. Menurut Edy Karsono : narkotika adalah zat/bahan aktif yang

bekerja pada sistem saraf pusat (otak) yang dapat menyebabkan


44

penurunan sampai hilangnya kesadaran dan rasa sakit (nyeri) serta

dapat menimbulkan ketergantungan (ketagihan) 40.

c. Menurut Lidya : narkoba atau napza adalah obat/bahan/zat, yang

bukan tergolong makanan. Jika diminum, diisap, dihirup, ditelan

atau disuntikkan, berpengaruh terutama pada kerja otak (susunan

saraf pusat), dan sering menyeybabkan ketergantungan. Akibatnya,

kerja otak berubah (meningkat atau menurun). Demikian pula

fungsi vital organ tubuh lain (jantung, peredaran darah, pernapasan,


41
dan lain-lain) .

Berdasarkan pengertian atau penjelasan diatas tentang narkotika

dapat disimpulkan, narkotika merupakan zat yang berasal dari tanaman

ataupun bukan tanaman yang jika dimasukan atau dipergunakan ke dalam

tubuh akan menimbulkan beberapa efek seperti hilangnya kesadaran,

pengurangan rasa sakit serta timbulnya halusinasi hingga efek

ketergantungan berdasarkan golongan-golongan yang terlampir di dalam

Undang-Undang berdasarkan jenisnya sebagai berikut:

a. Narkotika Golongan I (satu) merupakan jenis narkotika yang paling

berbahaya serta memiliki potensi sangat tinggi akan ketergantungan

dan hanya digunakan untuk ilmu pengetahuan dan teknologi selain

40. Soedjono D, Segi Hukum Tentang Narkotika Di Indonesia, (Bandung: Karya Nusantara,
1977),hlm.5.
41. Lidya Herlina Martono, Stya Joewana, Pencegahandan Penanggulangan Penyalahguna

an Narkoba Berbasis Sekolah, (Jakarta: Balai Pustaka, 2006),hlm.5.


45

untuk kepentingan tersebut tidak dapat dipergunakan. Contohnya :

kokain, ganja, heroin, metafetamina, morfin dan sebagainya;

b. Narkotika Golongan II (dua) walaupun narkotika golongan ini

memiliki sifat ketergantungan yang kuat, akan tetapi bermanfaat

dalam pengobatan, dan ilmu pengetahuan. Contohnya : benzetidin,

betametadol, petidin, dan sebagainya;

c. Narkotika Golongan III (tiga) sebagai narkotika golongan jenis

terakhir tentu memiliki efek ketergantungan yang ringan dibanding

golongan-golongan narkotika jenis sebelumnya, juga bermanfaat

dalam pengobatann, dan ilmu pengetahuan. Contoh : kodein,

polkodin, propiram, dan sebagainya.

2. Tindak Pidana

Istilah tindak pidana dalam KUHP, dikenal dengan istilah

strafbaarfeit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering

mempergunakan istilah delict, sedangkan pembuat Undang-Undang

merumuskan suatu Undang-Undang mempergunakan istilah peristiwa

pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana atau perbuatan pidana

atau tindak pidana 42.

Istilah tindak pidana merupakan masalah yang berhubungan erat

dengan masalah kriminalisasi (criminal policy) yang diartikan sebagai

42. Andi Hamzah, Asas Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994),hlm.72.
46

proses penetapan perbuatan orang yang semula bukan merupakan tindak

pidana menjadi tindak pidana, proses penetapan ini merupakan masalah

perumusan perbuatan-perbuatan yang berada di luar diri seseorang 43.

Istilah dari tindak pidana itu sendiri dipakai sebagai terjemahan dari

strafbaarfeit atau delict. Terdiri berdasarkan tiga kata, yang pertama

straaf yang berartikan Pidana, baar yang berarti boleh dan feit yang

merupakan perbuatan. Yang berarti, istilah dari strafbarfeit itu sendiri

merupakan perbuatan yang dapat dipidana. Selanjutnya menurut

Moeljanto, yang dimaksud perbuatan pidana adalah:

“Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana


disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi siapa yang
melanggar larangan tersebut dapat juga dikatakan bahwa perbuatan
pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan
diancam pidana. Asal saja dari pada itu diingat bahwa larangan itu
ditujukan kepada perbuatan (yaitu keadaan atau kejadian yang
ditimbulkan oleh kelakuan orang) sedangkan ancaman pidananya
ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.”44

Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana pada umumnya dapat kita bagi menjadi dua macam unsur-

unsur, yaitu unsur-unsur subjektif dan unsur-unsur objektif. Unsur-unsur

subjektif merupakan unsur-unsur yang melekat dengan diri si pelaku dan

termasuk ke dalamnya yakni segala sesuatu yang terkandung didalam

43. Rasyid Hariman, Fahmi Raghib, Hukum Pidana, (Malang: Setara Press, 2016),hlm.57.
44. Moeljanto, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1984),hlm.5.
47

hatinya. Sedangkan unsur-unsur objektif merupakan unsur-unsur yang

ada hubungan dengan keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si

pelaku itu harus dilakukan 45.

Unsur-unsur subjektif terdiri dari:

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa)


b. Maksud dan voormemen pada suatu percobaan atau poging seperti
yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP;
c. Macam-macam maksud atau oogmerk yang terdapat misalnya
dalamnkejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan dan
pemalsuan, dsb;
d. Merencanakan terlebih dahulu atau voobedachte read seperti yang
misalnya terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal
340 KUHP;
e. Perasaan takut seperti yang antara lain terdapat dalam rumusan
tindak pidana menurut Pasal 306 KUHP.

Sedangkan unsur-unsur objektif menurut P.A.F. Lamintang terdiri dari 46:

a. Sifat melanggar hukum.


b. Kualitas dari si pelak.
c. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai
penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.

3. Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika

Narkotika di dalam penggunaannya masih sering di pergunakan

diluar dari kepentingan medis. Seperti yang sering kita jumpai atau lihat

di media televisi maupn media cetak, yang pada akhirnya hanya akan

45. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Bandung: P.T. Citra Aditya Bakti,
2011),hlm.194.
46. S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta: Ahaem-

Petehaem, 1996),hlm.193-194.
48

menjadi sebuah kerugian besar bagi si penggunanya maka dari itu demi

penyempurnaan di bidang hukum pemerintah mengundangkan Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sebagai pengganti dari

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang narkotika.

Akan tetapi pada keadaan tertentu pengguna narkotika dapat

dikatakan sebagai korban, menurut pendapat iswanto menyatakan bahwa

pecandu narkotika merupakan korban dari tindak pidana yang

dilakukannya sendiri yang dipengaruhi kemauan suka rela untuk

menyalahgunakan narkotika 47.

Sebagaimana di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika mengatur tentang apa saja bentuk-bentuk dari tindak

pidana penyalahgunaan narkotika itu sendiri antara lain :

a. Tindak pidana yang berkaitan dengan prekusor narkotika;

b. Tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan, dan

penggunaan narkotika golongan I, II, dan III untuk kepentingan

terkait;

c. Tindak pidana narkotika yang berkaitan dengan produksi;

d. Tindak pidana narkotika yang berkaitan dengan ekspor dan impor;

e. Tindak pidana narkotika yang berkaitan dengan penyaluran dan

peredaran;

47. Iswanto, Viktimologi, (Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman,


2009).
49

Setiap tindak pidana akan menimbulkan pertanggung jawaban

secara pidana bagi si pelaku. Untuk sampai pada suatu kesimpulan bahwa

pelaku dikatakan bertanggungjawab atas perbuatannya, penegak hukum

harus berpedoman pada, Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) sebagai hukum pidana formil yang mengatur tata ber-acaranya


48
.

Perbuatan seorang pelaku tindak pidana penyalahguna narkotika

merupakan perbuatan yang secara tanpa hak atau melawan hukum dalam

penggunaannya dan tidak diawasi maupun petunjuk oleh dokter atau

medis, maupun dalam hal kepemilikan narkotika dalam hal ini diperkuat

melalui pada Pasal 127 Ayat (1) dan Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika yang mengatur mengenai

penyalahgunaan narkotika.sebagai berikut;

Pasal 127 Ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

Setiap Penyalahguna:

a. Bagi setiap penyalahguna Narkotika Golongan I terhadap diri

sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;

b. Bagi setiap penyalahguna Narkotika Golongan II terhadap diri

sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun;

48. Tedy Subrata, Penerapan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyalahgunaan
Narkotika, Jurnal Hukum dan Keadilan, Vol.8 No.2.2021.
50

c. Bagi setiap penyalahguna Narkotika Golongan III terhadap diri

sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

Pasal 112 Ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki,

menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I

bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4

(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana

denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)

dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

Sebagaimana kita ketahui di dalam hukum pidana indonesia hanya

mengenal dua jenis pidana, yakni pidana pokok dan tambahan yang sesuai

berdasarkan dalam Pasal 10 KUHP dimana pidana pokok terdiri mulai

pidana penjara hingga pidana mati, sedangkan pidana tambahan tentang

pencabutan hak-hak, penyitaan, dan pengumuman putusan hakim.

Seperti pada tindak pidana perkara narkotika itu sendiri, pidana mati

pada kasus tindak pidana narkotika dapat dilihat di dalam mulai dari Pasal

114 hingga Pasal 133 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika untuk jenis-jenis yang ditentukannya, sedangkan dalam pidana

penjara terkait dalam penyalahgunaan narkotika diatur seperti pada Pasal

127 hingga Pasal 133 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika.
51

D. Pengertian Artian Anak Menurut Undang-Undang

Anak merupakan salah satu karunia terbesar yang diberikan oleh tuhan

yang harus kita jaga dengan penuh rasa kasih sayang, sebagaimana disebutkan

di dalam Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak

mengatakan bahwa anak adalah amanah dan karuni Tuhan Yang Maha Esa,

yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya 49.

Jika merujuk pada Kamus umum Bahasa Indonesia pengertian anak

secara etimologis sejatinya dapat diartikan sebagai manusia yang masih kecil

atau dengan kata lain manusia yang belum dewasa. Selanjutnya menurut R.A.

Koesnan “Anak-anak yaitu manusia muda dalam umur muda dalam jiwa dan
50
perjalanan hidupnya karena mudah terpengaruh untuk keadaan sekitarnya.”

Definisi singkat lebih lanjut yang dapat disebut sebagai anak berdasarkan

Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak

merupakan seseorang yang belum mencapai usia 18 (delapan belas) termasuk

anak yang masih di dalam kandungan. Sedangkan jika menurut beberapa

peraturan perundang-undangan lainnya saat ini mengenai definisi anak adalah

sebagai berikut:

49.M Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, (Jakarta: Sinar Grafika 2013),hlm.8.
50.R.A. Koesna, Susunan Pidana dalam Negara Sosialis Indonesia, (Bandung: Sumur,
2005),hlm.113.
52

a.) Anak yang berkonflik dengan hukum, yang selanjutnya disebut anak

adalah orang yang telah berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum

mencapai umur 18 (delapan belas) tahun yang disangka, didakwa atau

dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana. Pasal 1 Ayat (1)

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak

b.) Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia, Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan

belas) tahun dan belum menikah termasuk anak yang masih dalam

kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

c.) Sedangkan di dalam konveksi hak anak atau disebut dengan Convention

on the right of the child, Artian anak adalah sebagai setiap orang dibawah

usia 18 (delapan belas) tahun, kecuali berdasarkan hukum yang berlaku

terhadap anak, kedewasaan telah diperoleh sebelumnya. Jadi yang

dimaksud dengan anak adalah mereka yang belum mencapai usia 18 atau

belum dewasa secara fisik maupun mental akan tetapi yang menjadi

dewasa dikarenakan peraturan tertentu.

E. Perlindungan Anak
Konsep perlindungan anak berarti bahwa perlindungan anak tidak hanya

berkaitan dengan menjaga semua hak dan kepentingan yang dapat menjamin

pertumbuhan dan perkembangan mental, fisik dan sosial yang layak, namun
53

juga dengan generasi muda. Dalam situasi dan proses yang menyebabkan anak,

disepakati bahwa kepentingan anak selalu diutamakan, berdasarkan

pertimbangan sebagai berikut:

a. Tanpa lupa menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak untuk

memenuhi kewajibannya sebagai warga negara, warga masyarakat, dan

anggota keluarga, anak harus dijunjung tinggi oleh setiap orang;

b. Melindungi hak dan kebutuhan anak secara optimal merupakan upaya

untuk menjamin masa depan anak dan perkembangan generasi yang akan

datang.

Perlindungan terhadap anak bukanlah sebuah hal yang baru, pada

dasarnya perlindungan tersebut sudah termasuk ke dalam bagian dari anak.

Sejak kelahirannya manusia sudah mempunyai hak alamiah yaitu hak asasi.

Dari hak asasi tersebut manusia dapat mendapatkan perlindungan dalam

menentukan hidupnya sendiri.

Kedudukan anak sebagai generasi muda pewaris cita-cita luhur bangsa,

sebagai pemimpin masa depan bangsa dan sebagai sumber harapan bagi

generasi sebelumnya. Diperlukan dalam mendapatkan kesempatan sebesar-

besarnya dalam tumbuh maupun berkembang dengan sewajarnya baik itu

secara rohani, jasmani maupun sosial.

Perlindungan anak adalah usaha dan kegiatan seluruh lapisan dengan

kedudukan dan peran yang berbeda, menyadari pentingnya anak bagi masa

depan tanah air dan bangsa. Setelah mereka matang dalam pertumbuhan sosial
54

fisik dan mental dalam sosialnya, maka sudah saatnya menggantikan generasi

sebelumnya.

Perlindungan anak merupakan segala langkah kegiatan dalam menjamin

serta melindungi anak dan hak-haknya supaya dapat hidup, tumbuh,

berkembang serta berpartisipasi secara sepenuhnya selaras dengan harkat dan

martabat kemanusiaan dan mendapat perlindungan dari kekerasan maupun

diskriminasi, hal ini sesuai berdasarkan Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak. Menurut Arif Gosita, “perlindungan

anak adalah suatu hasil interaksi karena adanya hubungan antara fenomena
51
yang ada dan saling mempengaruhi.”

Di dalam bermasyarakat setiap individu atau setiap orang mempunyai

kepentingannya masing-masing yang berbeda antara manusia satu dengan

lainnya maka dari itu anak sebagai generasi penerus yang akan meneruskan

generasi bangsa haruslah ada ketentuan hukum yang menyangkut mengenai

kepentingan anak. Seperti hukum perlindungan anak yang menjamin tentang

perlindungan hak dan kewajiban anak.

Sedangkan aspek dari perlindungan anak tersebut lebih berpusatkan pada

hak-hak anak tersebut yang telah diatur oleh hukum mengingat secara hukum

anak belum dibebani dengan kewajiban. Hak anak yang diatur oleh beberapa

Undang-Undang sebagai berikut:

51. Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, (Jakarta: Akademika Presindo, 1989),hlm.12.
55

1.) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang


Perlindungan anak:52
a. Pasal 4
“Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi”
b. Pasal 5
“Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan
status kewarganegaraan”
c. Pasal 6
“Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya,
berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan
usianya, dalam bimbingan orang tua atau wali.”
d. Pasal 7 Ayat 1 (satu)

“Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya,


dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.”
e. Pasal 8
“Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan
jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spritual, dan
sosial.”
f. Pasal 9 Ayat 1 (satu)
“Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran
dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya
sesuai dengan minat dan bakatnya.”

52. Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan Anak , Nomor 35 Tahun 2014


56

g. Pasal 10
“Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya,
menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan
tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai
dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.”
h. Pasal 11
“Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan
waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain,
berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat
kecerdasannya demi pengembangan diri.”
i. Pasal 12
“Setiap anak berhak menyandang cacat berhak memperoleh
rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan
sosial.”
j. Pasal 13
“Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau
pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan,
berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
a. diskriminasi;
b eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. penelantaran;
d. kekejaman, kekerasaan, dan penganiayaan;
e. ketidakadilan;
f. perlakuan salah lainnya.”
k. Pasal 14
“Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri,
kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah
menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan
terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir”
57

l. Pasal 15
“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan;
e. pelibatan dalam peperangan.”
m. Pasal 16 Ayat 1 (satu) dan 2 (dua)
“Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran
penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak
manusiawi.”
“Setiap anak berhak memperoleh kebebasan sesuai dengan
hukum.”Pasal 17 Ayat 1 (satu)
“Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:
a) Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan
penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;
b) Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara
efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
c) Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan
anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup
untuk umum.”
n. Pasal 18
“Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana
berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.”

Sistem peradilan pidana anak merupakan keseluruhan proses dalam

menyelesaikan perkara anak yang sedang berhadapan dengan hukum

dimulai dari tahap penyelidikan hingga tahapan setelah menyelesaikan


58

pidana tersebut yang dituangkan secara khusus dan dipisah dari orang

dewasa.

Maka dari itu terciptanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Menurut Undang-Undang tersebut

Anak yang berhadapan dengan hukum merupakan Anak yang telah

berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum mencapai usia 18 (delapan

belas) tahun.

2.) Selama berhadapan dengan hukum tersebut di dalam Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak juga

mengatur mengenai berbagai macam hak anak dalam menghadapi hukum,

sebagai berikut:

a.) Berhak untuk diperlakukan secara manusiawi, dengan

memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;

b.) Berhak untuk dipisahkan dari orang dewasa;

c.) Berhak dalam memperoleh bantuan hukum dan bantuan lainnya

secara efektif;

d.) Berhak melakukan kegiatan rekreasional;

e.) Berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan

lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan

martabatnya;

f.) Berhak untuk tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;
59

g.) Berhak untuk tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara kecuali

sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;

h.) Berhak untuk memperoleh keadilan di muka pengadilan anak yang

objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk

umum;

i.) Berhak untuk tidak dipublikasikan identitasnya;

j.) Berhak untuk memperoleh pendampingan orang tua atau wali dan

orang yang dipercaya oleh anak;

k.) Berhak untuk memperoleh advokasi sosial;

l.) Berhak untuk memperoleh kehidupan pribadi;

m.) Berhak untuk memperoleh aksibilitas, pendidikan, pelayanan

kesehatan dan memperoleh hak lain sesuai dengan ketentutan

peraturan perundang-undangan.

3.) Dan di dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

setiapanak yang sedang menjalani masa pidana juga memiliki hak untuk

mendapatkan pengurangan masa pidana, memperoleh asimilasi,

memperoleh cuti untuk mengunjungi keluarga, memperoleh pembebasan

bersyarat, memperoleh cuti menjelang bebas, memperoleh cuti bersyarat

dan hak lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.
60

4.) Hak-hak anak juga berada dalam Pasal 52 hingga Pasal 66 Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

a.) Pasal 52 berisikan setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang

tua, keluarga, masyarakat, dan negara serta hak anak merupakan hak

asasi manusia dan diakui serta dilindungi oleh hukun sejak berada

dalam kandungan;

b.) Pasal 53 berisikan setiap anak yang masih dalam kandungan berhak

untuk hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya. Serta setiap

anak sejak lahir berhak atas suatu nama dan kewarganegaraan;

c.) Pasal 54 berisikan setiap anak yang cacat fisik atau mental berhak

untuk memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan

khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupannya sesuai

dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri dan

kemampuan anak untuk berpartisipasi dalam bermasyarakat,

berbangsa ataupun bernegara;

d.) Pasal 55 berisikan dimana setiap anak berhak untuk beribadah

menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat

intelektualitas dan usianya dibawah bimbingan orangtua atau wali;

e.) Pasal 56 Ayat 1 (satu) dan 2 (dua)

(1) Setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orangtuanya,

dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.


61

(2) Dalam hal orang tua anak tidak mampu membesarkan dan

memelihara anaknya dengan baik dan sesuai dengan Undang-

Undang ini, maka anak tersebut boleh diasuh atau diangkat

sebagai anak oleh orang lain sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

f.) Pasal 57 Ayat 1 (satu) dan 2 (dua)

(1) setiap anak berhak untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat,

dididik, diarahkan, dan dibimbing kehidupannya oleh orang

tua tua atau walinya sampai dewasa dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

(2) Setiap anak berhak untuk mendapatkan orang tua angkat atau

wali berdasarkan putusan pengadilan apabila kedua orang tua

telah meninggal dunia atau karena suatu sebab yang sah tidak

dapat menjalankan kewajibannya sebagai orang tua;

g.) Pasal 58 Ayat 1 (satu), setiap anak berhak untuk mendapatkan

perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental,

penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam

pengasuhan orang tua atau walinya, atai pihak lain maupun yang

bertanggung jawab atas pengasuh anak tersebut;

h.) Pasal 59 Ayat 1 (satu), mengenai tentang setiap anak berhak untuk

tidak dipisahkan dari orang tuanya secara bertentangan dengan

kehendak anak sendiri, kecuali jika ada alasan dan atauran yang sah
62

yang menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan

terbaik bagi anak;

i.) Pasal 60 Ayat 1 (satu)

(1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran

dalam rangka pengembangan pribadi sesuai dengan minat,

bakat, Setiap anak berhak mencari, menerima, dam

memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektualitas

dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai

dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan tingkat

kecerdasannya;

j.) Pasal 61, Setiap anak berhak untuk istirahat, bergaul dengan anak

yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan

minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan

dirinya;

k.) Pasal 62, Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan

jaminan social secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan

mentak spiritualnya;

l.) Pasal 63, Setiap anak berhak untuk tidak dilibatkan di dalam

peristiwa peperangan, sengketa bersenjata, kerusuhan sosial, dan

peristwa lain yang mengandung unsur kekerasan.

m.) Pasal 64, Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari

kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang


63

membehayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan,

kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial, dan mental spiritualnya.

n.) Pasal 65, Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari

kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan,

perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan

narkotika, psikotopika, dan zat adiktif lainnya.

o.) Pasal 66 Ayat 1 (satu) sampai dengan ayat 7 (tujuh)

(1) Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran

penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang

tidak manusiawi.

(2) Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat

dijatuhkan untuk pelaku tindak pidana yang masih anak.

(3) Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara

melawan hukum.

(4) Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara anak hanya

boleh dilakukan sesuai dengan hukum yang belaku dan hanya

dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir.

(5) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak

mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dengan

memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai

dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa,

kecuali demi kepentingannya.


64

(6) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh

bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam

setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.

(7) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk

membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan

Anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang yang

tertutup untuk umum 53.

5.) Begitu pula hak anak di dalam konvensi hak anak tidaklah jauh

berbedadengan hak-hak anak yang telah dirumuskan ke dalam Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak meliputi empat

aspek:

f. Hak untuk tidak mendapatkan diskriminasi, eksploitasi dan

kekerasan;

g. Hak dalam mendapatkan kelangsungan hidup, seperti mendapatkan

standar kesehatan, perawatan yang baik, mengetahui keluarganya

dan mengetahui identitasnya;

h. Hak untuk mendapatkan tumbuh kembang yang berarti

mendapatkan pendidikan, menjaga fisik serta mental sosial pada

anak;

53.Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor


39 Tahun 1999
65

i. Hak untuk dapat berpartisipasi, yang berarti anak bebas berpendapat

dan dihargai pendapatnya sesuai dengan ruang kehidupannya

sebagai anak.

6.) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak,

terdapat di dalam bab II yang mengatur tentang haak-hak anak atas

kesejahteraan, yakni:

a. Hak anak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, bimbingan, dan

pelyanan;

b. Hak anak atas pemeliharaan serta perlindungan hidup;

c. Hak anak atas memperoleh pertolongan pertama;

d. Hak anak atas memperoleh asuhan, bantuan, pelayanan, dan

pelayanan khusus.

F. Syarat Pelaksanaan Perlindungan Anak

Dalam pelaksanaannya perlindungan anak harus memenuhi beberapa

persyaratan, anatara lain seperti :54

1. Dalam hal pengembangan kebenaran, keadilan, dan juga untuk

kesejahteraan pada anak;

2. Berlandaskan filsafat, etika, dan hukum;

3. Dilakukan secara rasional positif, dan dapat dipertanggung jawabkan;

54.H. Edy Tarsono, Yunan Prasetyo K, Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: PKIH FHUP,
2011),hlm.22.
66

4. Dapat bermanfaat bagi pihak yang bersangkutan, terutama anak;

5. Sebagai perspektif kepentingan yang diatur bukan sebagai perspektif

kepentingan yang mengatur;

6. Tidak memiliki sifat aksidental maupun komplementer, akan tetapi

dilakukan secara konsisten, terdapat rencana operasional, serta dapat

memperlihatkan unsur-unsur manajemen;

7. Merespon keadilan secara restorative (pemulihan);

8. Tidak sebagai ajang kesempatan dalam mencari keuntungan pribadi dan

kelompok;

9. Pihak yang bersangkutan (anak) mendapatkan kesempatan dalam

berpartisipasi sesuai kondisi dan situasinya;

10. Berlandaskan citra yang sesuai dengan anak manusia;

11. Memiliki wawasan permasalahan (Problem Oriented) bukan dalam

wawasan target;

12. Tidak berdasarkan faktor kriminogen, dan viktimogen.

G. Sistem Peradilan Pidana Anak

Sistem peradilan pidana anak atau Juvenille Justice System merupakan

keseluruhan proses dalam penyelesaian perkara anak yang sedang berhadapan

dengan hukum diawali tahapan penyelidikan hingga tahap pembimbingan

setelah anak menjalani pidana, hal ini sesuai pada Pasal 1 angka1 (satu)

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.


67

Setyo Wahyudi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan sistem

peradilan pidana anak adalah sistem penegakan hukum peradilan pidana anak

yang terdiri atas subsistem peyidikan anak, sebsistem penuntutan anak,

subsistem pemeriksaan hakim anak, dan subsistem pelaksanaan sanksi hukum

pidana anak yang berlandaskan hukum pidana materiil anak dan hukum pidana

formal anak dan hukum pelaksanaan sanksi hukum pidana anak.

Dalam hal ini tujuan sistem penegakan peradilan pidana anak ini

menekankan pada tujuan kepentingan perlindungan dan kesejahteraan anak 55.

Terhadap berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak tentang apa yang dimaksud sistem peradilan pidana

anak karena pada Undang-Undang tersebut tidak menjelaskan lebih lanjut.

Sistem peradilan pidana anak meimiliki beberapa karakteristik sebagai

berikut:56

1. Sistem peradilan pidana anak terdiri berdasarkan dua aspek yakni,

subsistem dan komponen yang berupa;

a. Penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian sebagai aparat penegak

hukum yang memiliki wewenang dan tugas sebagai penyidik

sebagaima-na diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negri Republik Indonesia;

55. Nikmah Rosida, Sistem Peradilan Pidana Anak, (Lampung: Universitas Lampung,
2019),hlm.18.
56. Ibid,hlm.19.
68

b. Penuntutan yang dilakukan oleh jaksa yang memiliki wewenang dan

tugas sebagai penuntut umum yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia;

c. Pemeriksaan di persidangan yang dilakukan oleh pengadilan negeri

sebagai pengadilan tingkat pertama dan pengadilan negeri tingkat

banding sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 49

Tahun 2009 tentang Peradilan Umum;

d. Petugas kemasyarakatan yang terdiridari beberapa kelompok yaitu

tenaga kesejahteraansosial, pekerja sosial profesional dan

pembimbing kemasyarakatan sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak.

2. Komponen ataupun subsistem dari sistem peradilan pidana anak saling

berhubungan satu sama lain dalam menjalankan wewenang dan tugasnya

hal ini sesuai berdasarkan ketentuan di dalam Bab III Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

3. Keseluruhan sistem peradilan pidana anak lebih dari hanya sekedar

komponen sistem dalam peradilan anak tersebut, melainkan yang

terpenting di dalam peradilan ini adalah soal kualitas bukan kuantitas.

Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan asas-asas

sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai berikut;


69

a. Perlindungan, meliputi kegiatan yang sifatnya langsung maupun tidak

langsung dari berbagai tindakan yang dapat membahayakan secara fisik

atau psikis bagi si anak;

b. Keadilan, setiap penyelesaian perkara anak haruslah mencerminkan rasa

keadilan demi kepentingan anak;

c. Non diskriminasi, yang berarti anak tidak mendapatkan perlakuan secara

beda yang berdasarkan suku, agama, ras, budaya dan bahasa, fisik atau

mental anak, jenis kelamin anak, etnik, dan budaya;

d. Kepentingan terbaik bagi anak yang berarti segala pengambilan keputusan

harus mempertimbangkan kelangsungan hidup pada anak dan tumbuh

kembang anak;

e. Penghargaan terhadap pendapat anak, yang berarti anak mendapatkan

kebebasan untuk berpartisipasi dalam menyatakan pendapatnya untuk

keputusan yang diambil oleh anak;

f. Kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anakyang harus dilindungi

oleh keluarga, masyarakat, negara, pemerintah,dan orang tua

g. Pembinaan dan pembimbingan anak dalam hal jasmani dan rohani baik di

dalam atau diluar proses peradilan pidana;

h. Seimbang atau proporsional dalam hal perlakuan terhadap anak dengan

memperhatikan batas keperluan, umur, dan kondisianak;

i. Anak tidak dirampas kemerdekaannya kecuali sebagai upaya terakhir;

j. Penghindaran pembalasan terhadap anak.


70

Di dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak terdapat tujuan dari diversi, sebagai berikut:

a. Dapat menyelesaikan perkara anak diluar proses peradilan

b. Tercapainya perdamaian antara korban dengan anak

c. Menghindarkan terampasnya kemerdekaan anak

d. Membuat masyarakat untuk berpartisipasi

e. Untuk dapat menanamkan rasa tanggung jawab terhadap anak

Dari beberapa penjelasan diatas dapat di uraikan tujuan dari sistem

peradilan pidana anak adalah tidak hanya untuk menjatuhkan sanksi pidana

terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana, akan tetapi juga

mempertimbangkan dan memperhatikan demi perkembangan anak secara

keseluruhan dari berbagai macam aspek dalam menghadapi hukum agar dapat

terwujudnya peradilan yang dapat menjamin perlindungan kepentingan yang

terbaik bagi anak yang berhadapan dengan hukum. Seperti terhindarnya anak

dari perampasan kemerdekaannya, tidak menganggu perkembangan pada anak

dari segi fisik dan mentalnya.


BAB III

ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. Kasus Posisi

Pengadilan Negeri Kota Agung yang mengadili perkara pidana Anak

dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat pertama telah

menjatuhkan putusan atas nama anak dalam perkara tersebut sebagai berikut :

1. Identitas Terdakwa

Nama Lengkap : ALFANDI BIMA NAZANDRA Bin EDI

PARMONO

Tempat lahir : Fajar Isuk

Umur / Tanggal lahir : 17 tahun / 14 April 2002

Jenis kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat tinggal : Kab.Pringsewu

Agama : Islam

Pekerjaan : Belum Bekerja

71
72

2. Uraian Fakta Peristiwa

Dalam peristiwa ini bahwa Alfandi Bima Nazandra adalah seorang

anak yang masih bersekolah, telah melakukan perbuatan melawan hukum

atau tindak percobaan pemufakatan jahat bersekongkol dalam kasus

kepemilikan narkotika yang belum sempat untuk dipergunakan,

selengkapnya sebagai berikut :

Peristiwa ini terjadi pada hari minggu malam sekitar jam 19.30 WIB di

rumah saksi Billy beralamat di Pajaresuk Pajaresuk Kec. Pajaresuk Kec.

Pringsewu, Kab. Pringsewu, saksi Maulana Yusup dan P . Lalan

Budayana menangkap Anak Alfandi Bima Nazandra beserta saksi

Tubagus Fathul Azim, awal mulanya saksi Maulana Yusup bersama

dengan saksi P. Lalan Budayana akan memberlakukan penangkapan

terhadap Billy Wiratno bin Adi Darmojo namun saksi Billy Wiratno tidak

berada di rumah, selanjutnya saksi Maulana Yusup SR. bersama saksi P.

Lalan Budayana bertemu dengan saksi Rori Setianto Bin Ahmad

Sabarman, tidak lama dari kejadian tersebut anak bersama dengan saksi

Tubagus Fathul Azim datang ke lokasi tersebut, kemudian Saksi Maulana

Yusup bersama saksi P. Lalan Budayana menggeledah Anak beserta saksi

Tubagus Fathul Azim pada saat penggeledahan dilakukan, saksi Maulana

Yusup bersama saksi P. Lalan Budayana melihat saksi Tubagus Fathul

Azim menyembunyikan 2 (dua) klip plastik bening di dalam saku celana


73

yang berisikan shabu dan sisa dari bekas shabu yang telah dipakai

kemudian saksi Maulana Yusup bersama Saksi P. Lalan Budayana

melakukan interogasi dari mana asal narkotika jenis shabu tersebut dibeli

dan hal kepemilikan shabu tersebut, setelah itu Saksi Tubagus Fathul

Azim menjawab bahwa narkotika jenis shabu tersebut dibeli dengan harga

Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) dari Saksi Billy Wiratno

yang akan dipakai sekitar jam 19.30 WIB di rumah saksi Billy Wiratno,

disaat Anak dan saksi Tubagus Fathul Azim datang ke rumah saksi Billy

Wiratno untuk memakai narkotika jenis shabu tersebut, Anak beserta

barang bukti langsung dibawa menuju Polres Pringsewu untuk dilakukan

penyidikan lebih lanjut.

3. Dakwaan Penuntut Umum

a. Dakwaan Kesatu

Bahwa benar anak yang bernama Alfandi Bima Nazandra

berusia (17 tahun lebih 09 bulan) pada hari minggu tanggal 22

Desember 2019 sekitar jam 19.30 atau sekiranya pada suatu waktu

dalam bulan Desember 2019 atau sekiranya pada suatu waktu

dalam tahun 2019, bertempat di Kab. Pringsewu atau setidak-

tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah

hukum Pengadilan Negeri Kota Agung yang berwenang memeriksa

dan mengadili perkara ini, percobaan atau permufakatan jahat untuk


74

melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika tanpa

hak atau melawan hukum Memiliki, menyimpan, menguasai, atau

menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman yaitu 1 (satu)

bungkus plastik bening berisikan Metamfetamina dengan berat

netto 0,0996 gram. perbuatan tersebut dilakukan anak dengan cara-

cara antara lain sebagai berikut :

1. Berawal ketika saksi Maulana Yusup, Sr Bin Bambang

Rohyadi dan saksi P Lalan Budayana Bin Cecep (Petugas

polres Pringsewu) datang kedalam rumah saksi Billy Wiratno

Bin Adi Darmojo (Alm) (dalam penuntutan dalam berkas

perkara terpisah) yang beralamat di Pekon Fajar isuk Kec.

Pringsewu Kab. Pringsewu selanjutnya pada saat saksi

Maulana Yusup, bersama saksi P Lalan Budayana Bin Cecep

(Petugas polres Pringsewu) hendak melakukan penangkapan

terhadap saksi Billy Wiratno akan tetapi saksi Billy Wiratno

tidak ada di rumah akan tetapi saksi Maulana Yusup, beserta

saksi P Lalan bertemu dengan saksi Rori Setianto Bin Ahmad

Sabarman (dilakukan dalam penuntutan berkas perkara

terpisah) dan tidak lama kemudian datang saksi Tubagus

Fathul Azim (dilakukan dalam penuntutan berkas perkara

terpisah) dan anak Alfandi Bima Nazandra kemudian saksi

Maulana Yusup dan saksi P Lalan Budayana sebagai petugas


75

kepolisian melakukan penggeledahan terhadap saksi Tubagus

Fathul Azim dan anak Alfandi Bima Nazandra saat di lakukan

penggeledahan saksi Maulana Yusup beserta saksi P Lalan

Budayana melihat aksi dari Tubagus Fathul Azim yang

kedapatan menyelipkan 2 (dua) buah plastik klip warna bening

yang 1 (satu) plastik klip nya berisi sabu dan 1 (satu) plastik

klip nya bekas sisa pakai sabu kedua plastik klip tersebut

dibungkus kertas alumunium foil rokok yang pada selanjutnya

saksi Maulana Yusup dan saksi P Lalan Budayana bertanya

darimana asalnya barang bukti narkotika tersebut dan milik

siapa, kemudian saksi Tubagus Fathul Azzim mengatakan

bahwa shabu tersebut di beli seharga Rp 250.000,00 (dua ratus

lima puluh ribu rupiah) dari saksi Billy Wiratno sekitar jam

16.00 wib di dsn. Kuncup Kel. Pringsewu Barat Kec.

Pringsewu selanjutnya saksi Tubagus Fathul Azim meminta

izin kepada saksi Billy Wiratno untuk menggunakan sabu

tersebut di rumah saksi Billy Wiratno, sekira jam 19.30 wib

saat saksi Tubagus Fathul Azim dan anak Alfandi Bima

Nazandra datang ke rumah saksi Billy Wiratno untuk

menggunakan sabu tersebut kemudian anak Alfandi Bima

Nazandra beserta barang bukti dibawa ke Polres Pringsewu

untuk penyidikan lebih lanjut.


76

2. Bahwa dalam memiliki, menyimpan, menguasai, atau

menyediakan narkotika golongan I, anak Alfandi Bima

Nazandra tidak mempunyai izin dari pihak yang berwenang

dan bukan dalam rangka kepentingan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

3. Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Nomor :

4BM/I/2020/PUSAT LAB NARKOBA tanggal 02 Januari

2020 yang dibuat dan ditandatangani oleh Carolina Tonggo

MT, S.Si dan Andre Hendrawan, S Farm sebagai pemeriksa

atas perintah kepala UPT Laboraturium Uji Narkoba,

memberikan kesimpulan setelah dilakukan pemeriksaan

secara Laboratoris disimpulkan bahwa setelah dilakukan

pemeriksaan secara laboratoris disimpulkan bahwa barang

bukti berupa kristal warna putih tersebut adalah benar

mengandung metamfetamina dan terdaftar dalam Golongan I

nomor urut 61 Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

4. Perbuatan anak sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam

Pasal 112 ayat 1 (satu) Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 132 ayat 1

(satu) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika Jo Undang-Undang Republik


77

Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak.

b. Dakwaan Kedua

Bahwa benar anak yang bernama Alfandi Bima Nazandra

berusia (17 tahun lebih 09 bulan) sekitar bulan November hingga

Desember tahun 2019 beralamat di kabupaten Pringsewu atau

setidaknya di tempat yang masih dalam suatu wilayah hukum

Pengadilan negeri Jakarta kota Agung yang memiliki wewenang

dalam pemeriksaan serta mengadili perkara ini, penyalahgunaan

narkotika Golongan I terhadap diri sendiri, perbuatan anak tersebut

dilakukan dengan cara :

1. Menyatakan benar anak bernama Alfandi Bima Nazandra

mengkonsumsi sabu sebanyak 3 (tiga) kali yang pertama kali

anak mengkonsumsi sabu tersebut pada hari dan tanggal yang

anak sudah tidak ketahui , pada bulan November 2019 di

rumah saksi Billy Wiratno yang beralamatkan di Fajar isuk

Kec. Pringsewu Yang kedua Hari minggu tanggal 01

Desember 2019 sekira jam 16.00 Wib di rumah saudara Billy

Wiratno yang beralamatkan di Fajar isuk Kec. Pringsewu

Yang ketiga Hari Rabu tanggal 04 Desember 2019 sekitar jam


78

14.00 Wib di rumah saudara Billy bertempat di Fajar isuk Kec.

Pringsewu dan setiap anak mengkonsumsi sabu tersebut selalu

dfio pada hari Minggu tanggal 22 Desember 2019 sekitar jam

16.00 Wib saksi Tubagus pada saat arah pulang bertemu

dengan anak dijalan kemudian saksi Tubagus mengatakan

“Bim iyuran yuk” kemudian anak menjawab “Yaudah nanti”

kemudian saya pulang saat sudah sampai dirumah saya

dihubungi oleh anak dan kemudian anak menjemput saya

dirumah selanjutnya saudara Bima menyerahkan saya uang

senilai Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) kemudian anak dan

saksi Tubagus pergi ke rumah saksi Billy Wiratno

sesampainya di rumah saksi Billy, saudara Tubagus menemui

saksi Billy Wiratno lalu memberikan uang sebesar Rp

200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) tersebut kepada saksi Billy

Wiratno selanjutnya saksi Billy memberikan sabu kepada

saksi Tubagus lalu saya diajak oleh saksi Tubagus untuk

memakai shabu di kamar depan rumah saksi Billy Wiratno

dengan alat hisap shabu milik saksi Billy, akan tetapi saat

kejadian terakhir kami belum sempat memakai sabu tersebut

sudah di tangkap oleh petugas polisi dan di temukan oleh

petugas paket sabu yang terbungkus kertas rokok yang di


79

buang oleh saudara Tubagus di selipkan di kasur kamar saksi

Billy Wiratno.

2. Bahwa anak dalam melakukan penyalahgunaan Narkotika

Golongan I bukan jenis tanaman pada dirinya sendiri tersebut

tanpa melalui resep dokter atau anak tidak memiliki izin dari

pihak yang berwenang yaitu Departemen Kesehatan RI dan

bukan sebagai kepentingan pelayanan kesehatan, ilmu

pengetahuan dan teknologi.

3. Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Nomor :

4BM/I/2020/PUSAT LAB NARKOBA tanggal 02 Januari

2020 yang dibuat dan ditandatangani oleh CAROLINA

TONGGO MT, S.Si dan ANDRE HENDRAWAN, S Farm

selaku Pemeriksa atas perintah Kepala UPT Laboraturium Uji

Narkoba, memberikan kesimpulan setelah dilakukan

pemeriksaan secara Laboratoris disimpulkan bahwa setelah

dilakukan pemeriksaan secara Laboratoris disimpulkan bahwa

barang bukti Kristal warna putih tersebut adalah benar

mengandung metamfetamina dan terdaftar dalam Golongan I

nomor urut 61 Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia

No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

4. Perbuatan anak sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam

Pasal 127 Ayat 1 (satu) huruf a Undang-Undang Republik


80

Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014

tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

4. Tuntutan Penuntut Umum

Tuntutan pidana yang diajukan oleh penuntut umum terhadap anak

bernama Alfandi Bima Nazandra sebagai berikut :

1. Menyatakan anak Alfandi Bima Nazandra bersalah telah melakukan

tindak pidana “percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan

tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika tanpa hak atau

melawan hukum Memiliki, menyimpan, menguasai, atau

menyediakan Narkotika Golongan I bukan jenis tanaman”

sebagaimana dimaksud dalam dakwaan Kesatu melanggar kesatu

Pasal 112 ayat 1 (satu) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 132 ayat 1 (satu)

Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika Jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.


81

2. Menjatuhkan pidana kepada anak Alfandi Bima Nazandra berupa

pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dikurangi selama anak berada

dalam tahanan sementara dengan perintah anak tetap ditahan.

3. Menyatakan barang bukti berupa :

-1 (satu) buah kertas alumunium foil

-1 (satu) buah plastik klip berisi shabu

-1 (satu) buah plastik klip bekas pakai

-1 (satu) celanan jeans merk Lea warna hitam

(dipergunakan dalam berkas perkara atas nama Tubagus Fathul

Azim)

4. Menetapkan supaya Anak membayar biaya perkara sebesarRp

2.000,00 (dua ribu rupiah).

5. Pertimbangan Hakim Putusan Nomor 1/Pid.sus.Anak/2020/Pn.Kot

Menimbang, bahwa selanjutnya hakim akan mempertimbangkan

apakah dari rangkaian perbuatan Anak tersebut dapat dinyatakan bahwa

anak terbukti melakukan tindak pidana mengacu pasal yang didakwakan

terhadapnya;

Menimbang, bahwa untuk menyatakan Anak telah melakukan

suatu tindak pidana, maka perbuatan Anak tersebut haruslah memenuhi

seluruh unsur dari pasal yang didakwakan kepadanya;

Menimbang, bahwa Anak telah didakwa oleh Penuntut Umum

dengan dakwaan Alternatif sebagai berikut:


82

Kesatu: Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo Pasal 132 ayat (1) Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Anak.

Kedua: Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo Undang- Undang

Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak;

Menimbang, bahwa Anak telah didakwa oleh Penuntut Umum

dengan dakwaan yang berbentuk alternatif, sehingga Hakim dengan

memperhatikan fakta-fakta hukum tersebut di atas akan memilih langsung

dakwaan Kesatu Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo Pasal 132 ayat (1) Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Anak, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:

1. Setiap Orang;

2. Percobaan atau pemufakatan jahat tanpa hak atau melawan hukum

menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi


83

perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan Narkotika

Golongan I bukan tanaman;

Menimbang, bahwa terhadap unsur-unsur tersebut Hakim

mempertimbangkan sebagai berikut ;

Ad.1. Unsur “Setiap Orang”;

Yang dimaksud dalam unsur setiap orang disini adalah siapa saja,

setiap orang, subjek hukum orang perorangan. Dalam kasus ini bahwa

anak yang dihadapkan di muka persidangan berdasarkan fakta-fakta yang

terungkap di persidangan, anak yang bernama Alfandi Bima Nazandra

adalah subjek hukum perorangan yang identitasnya sesuai dengan

identitas yang terdapat dalam surat dakwaan penuntut umum dan anak

merupakan orang yang sehat jasmani dan rohani maka berdasarkan hal

tersebut unsur “setiap orang” telah terpenuhi.

Ad.2. Unsur “Percobaan atau Pemufakatan Jahat Tanpa Hak atau

Melawan Hukum Menawarkan Untuk Dijual, Menjual, Membeli,

Menerima, Menjadi Perantara dalam Jual Beli, Menukar atau

Menyerahkan Narkotika Golongan I bukan Tanaman” :

Bahwa benar pada hari Minggu tanggal 22 Agustus 2019 sekira

pukul 19.30 WIB, Anak telah ditangkap oleh Saksi Maulana Yusup SR.

Bin Bambang Rohyadi Dan Saksi P, Lalan Budayana bin Cecep yang

keduanya merupakan Anggota Polres Pringsewu, pada saat

penggeledahan ditemukan barang bukti berupa 1 (satu) buah plastik klip


84

berisi narkotika jenis sabu dan 1 (satu) buah plastik klip kosong dan 1

(satu) buah kertas a uminium foil rokok;

Menimbang, berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris

Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia Nomor:

4BM/I/2020/PUSAT LAB NARKOBA tanggal 02 Januari 2020

kesimpulan bahwa barang bukti berupa Kristal warna putih adalah benar

mengandung Metamfetamina dan terdaftar dalam Golongan I Nomor Urut

61 Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, oleh karena

itu Hakim berkeyakinan bahwa unsur ini telah terpenuhi; Menimbang,

bahwa oleh karena seluruh unsur dalam Pasal 112 ayat (1) UU RI No. 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo Pasal 132 ayat (1) Undang- Undang

Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Anak, maka Anak haruslah dinyatakan telah terbukti

melakukan tindak pidana.

Menimbang, bahwa selama persidangan Hakim tidak menemukan

hal-hal yang dapat melepaskan Anak dari pertanggungjawaban pidana,

baik sebagai alasan pembenar maupun sebagai alasan pemaaf, maka Anak

haruslah mempertanggungjawabkan perbuatannya.


85

Bahwa Hakim telah mempertimbangkan hasil penelitian

kemasyarakatan terhadap Laporan Hasil Kemasyarakatan atas nama Anak

Alfandi Bima Nazandra bin Edi Parmono;

Menimbang, bahwa barang bukti yang diajukan oleh Penuntut

Umum dipersidangan berupa: 1 (satu) buah kertas alumunium foil, 1

(satu) buah plastik klip berisi shabu, 1 (satu) buah plastik klip bekas pakai

dan 1 (satu) celanan jeans merk Lea warna hitam, yang telah disita dan

diketahui masih dipergunakan dalam berkas perkara atas nama Tubbagus

Fathul Azim, maka haruslah ditetapkan supaya dipergunakan dalam

perkara tersebut;

Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan putusan, Hakim terlebih

dahulu akan mempertimbangkan keadaan yang memberatkan dan

keadaan yang meringankan dari diri Anak;

Keadaan yang memberatkan :

- Perbuatan anak tidak mengindahkan program pemerintah dalam

rangkapemberantasan penyalahgunaan narkotika;

Keadaan yang meringankan :

- Anak belum pernah dihukum;

- Anak berlaku sopan di dalam persidangan;

- Anak tidak berbelit belit di dalam persidangan;


86

Menimbang, bahwa setelah memperhatikan hal-hal yang

memberatkan dan meringankan di atas, dan dengan memperhatikan hasil

penelitian kemasyarakatan terhadap Anak, Tuntutan Penuntut Umum,

permohonan dari Anak dan wali/orang tua Anak serta dengan

menghubungkannya asas dari sistem peradilan anak, yaitu asas restorative

dan asas ultimum remedium sebagaimana tertuang dalam Penjelasan

Umum Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Anak, maka Hakim berpendapat bahwa hukuman yang dijatuhkan

terhadap Anak haruslah hukuman yang tidak hanya dapat membuat Anak

jera/tidak megulangi lagi, namun juga dapat menjadi pembelajaraan agar

Anak dapat menjadi manusia yang berguna baik bagi dirinya sendiri, bagi

keluarga, bagi masyarakat dan bagi bangsa ini. Dimana Pidana Penjara

merupakan pilihan atau jalan terakhir dalam penjatuhan hukuman atas

perbuatan Anak;

Menimbang, bahwa oleh karena Anak dijatuhi hukuman, maka

kepada Anak dibebankan biaya perkara yang besarnya akan ditentukan

dalam amar putusan di bawah ini;

Memperhatikan, ketentuan Pasal 112 ayat (1) UU RI No. 35 Tahun

2009 tentang Narkotika Jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak


87

dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana serta peraturan-peraturan

lain yang bersangkutan;

B. Bagaimana Kesesuaian Pertimbangan Hakim Yang Menetapkan Pidana


Penjara Terhadap Pelaku Anak Pada Putusan Nomor
1/Pid.Sus.Anak/2020/Pn.Kot Dengan Pasal 112 Ayat (1) Jo Pasal 132 Ayat
(1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo Undang-
Undang Republik Indonesia No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak

Di Indonesia, prinsip indepedensi (asas kebebasan) hakim telah dijamin

secara penuh oleh Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman, yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan

kekuasaan negara dalam penyelenggaraan peradilan untuk menjunjung tinggi

hukum serta keadilan secara merdeka, asas kebebasan hakim juga meliputi

hakim dalam memberikan pertimbangan hukum atau Legal Reasoning dengan

kebebasan hakim itu sendiri yang memiliki tujuan untuk memutus suatu perkara

yang sedang dihadapi 57.

Dalam hal pertimbangan tersebut sesuai sebagaimana diatur dalam pasal

53 ayat 1 (satu) dan ayat 2 (dua) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

57.Muhammad Akbar, Syahrul Bakti Harahap, Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan


Perkara Tindak PidanaPenyalahgunaan Narkotika Golongan 1 Bagi Diri Sendiri, Jurnal Smart
Hukum, ISSN.2961-841, Vol.1 No.1,2022, hlm.232.
88

tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan, dalam meninjau dan memutus

perkara, hakim haruslah dapat bertanggung jawab atas penetapan dan

putusannya, sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) hakim dalam hal

memberikan penetapan dan putusan haruslah memuat pertimbangan hukum

berdasarkan alasan yang disertai dasar hukum yang tepat. Dalam terwujudnya

suatu keadilan ex aequo et bono dan suatu kepastian hukum.

Pada putusan nomor 1/pid.sus.anak/2020/Pn.Kot anak yang bernama

Alfandi Bima Nazandra dinyatakan telah bersalah perihal kasus percobaan atau

pemufakatan jahat tanpa hak atau melawan hukum dalam kepemilikan

Narkotika Golongan I (sabu) bukan berjenis tanaman. Dimana pada uraian

kasus posisi bagian pertimbangan hakim, hakim dalam memberikan

pertimbangan sebelum memutus perkara haruslah sesuai berdasarkan tiga

aspek. Menurut Sudarto, pertimbangan hakim itu sendiri, mulai dari

pertimbangan yuridis, non-yuridis (sosiologis), dan filosofis 58. Sebagai berikut

1. Pertimbangan Yuridis

Dalam putusan nomor 1/pid.sus.anak/2020Pn.Kot pada bagian

pertimbangan hakim telah memenuhi unsur pertimbangan yuridisnya

yaitu bahwa hakim mendasarkan pertimbangan dalam memutus perkara

anak yang bernama Alfandi Bima Nazandra berdasarkan ketentuan

58. Sudarto, Op.cit, hlm.67.


89

perundang-undangan secara formil beserta faktor-faktor yang terungkap

selama persidangan tersebut :

a. Dakwaan Penuntut Umum :

Pada putusan nomor 1/Pid.Sus.Anak/2020/Pn.Kot, penuntut umum

mendakwakan anak Alfandi Bima Nazandra dengan dakwaan

alternatif, sebagai berikut :

Dakwaan Pertama :

Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo Pasal 132 ayat (1)

Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika Jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.

Dakwaan Kedua :

Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak.
90

b. Fakta Persidangan :

Fakta di persidangan adalah fakta-fakta yang telah terungkap

dalam persidangan berdasarkan alat-alat bukti dalam pemeriksaan

59
di pengadilan . Sebagaimana telah diatur berdasarkan Pasal 184

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana atau biasa disebut dengan (KUHAP), alat-alat bukti yang sah

dimulai dari keterangan para saksi, keterangan para ahli, surat-surat

pemeriksaan atau hasil pengecekan, petunjuk, dan keterangan

terdakwa, dalam putusan nomor 1/Pid.Sus.Anak/2020/Pn.kot alat-

alat bukti yang terungkap guna untuk hakim dalam memberikan

pertimbangan yuridisnya sebagai berikut :

Keterangan Saksi :

Yang dimaksud dari keterangan saksi pada putusan nomor

1/Pid.Sus.Anak/2020/Pn.Kot merupakan keterangan para saksi di

tempat kejadian perkara yang beralamatkan di Pekon fajar isuk,

Kecamatan pringsewu, Kabupaten Pringsewu. Sebagai berikut :

- Saksi Maulana Yusup : Dalam sumpahnya berdasarkan

keterangannya saksi Maulana Yusup merupakan seorang

anggota Polres Pringsewu yang akan melakukan penangkapan

59.Sri Dewi Rahayu, Yulia Monita, Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Perkara Tindak
Pidana Narkotika, PAMPAS: Journal Of Criminal Law, ISSN.2961-841, Vol.1 No.1, hlm.133.
91

terhadap saksi Billy Wiratno tetapi saksi Billy tidak berada di

tempat kejadian lalu saksi Maulana Yusup bersama saksi

P.Lalan Budayana malah bertemu dengan saksi Rori Setianto,

dan tidak lama beberapa saat dari hal tersebut saksi Maulana

Yusup bertemu dengan anak Alfandi Bima Nazandra beserta

satu saksi lainnya yang berada di tempat kejadian yaitu saksi

Tubagus Fathul Azim dimana dalam proses penggeledahan

terhadap anak dan saksi Tubagus, saksi Maulana Yusup

mendapatkan 2 (dua) buah plastik berisikan sabu yang akan

dipakai oleh anak beserta saksi Tubagus.

- Saksi P.Lalan Budayana : Dalam sumpahnya berdasarkan

keterangannya saksi P.Lalan Budayana merupakan seorang

anggota Polres Pringsewu yang akan melakukan penangkapan

terhadap saksi Billy Wiratno tetapi saksi Billy tidak berada di

tempat kejadian lalu saksi P.Lalan Budayana bersama saksi

Maulana Yusup malah bertemu dengan saksi Rori Setianto,

dan tidak lama beberapa saat dari hal tersebut saksi Maulana

Yusup bertemu dengan anak Alfandi Bima Nazandra beserta

satu saksi lainnya yang berada di tempat kejadian yaitu saksi

Tubagus Fathul Azim dimana dalam proses penggeledahan

terhadap anak dan saksi Tubagus, saksi P.Lalan Budayana


92

mendapatkan 2 (dua) buah plastik berisikan sabu yang akan

dipakai oleh anak beserta saksi Tubagus.

- Saksi Billy Wiratno bin Adi Darmojo (dalam berkas perkara

terpisah) : Dalam sumpahnya berdasarkan keterangannya

saksi Billy Wiratno dan saksi lainnya, saksi Billy Wiratno

sekitar jam 16.00 Wib menjual shabu tersebut seberat netto

(0,0996) gram dengan harga Rp.250.000,00 (dua ratus lima

puluh ribu rupiah), setelah itu saksi Billy Wiratno

menyerahkan barang bukti sabu tersebut kepada saksi

Tubagus Fathul Azim dan mengizinkan saksi Tubagus untuk

memakai sabu tersebut dirumahnya pada waktu sekitar jam

19.30 Wib.

- Saksi Rori Setianto bin Ahmad Sabarman (dalam berkas

perkara terpisah) : Dalam sumpahnya berdasarkan

keterangannya saksi Rori Setiamto, awalnya pada sekitar jam

15.00 Wib Rori Setianto akan bertemu dengan saudara Dwi

yang berlokasi di terminal dalam rangka menagih hutang dari

saudara Dwi atas pembelian sabu senilai Rp.500.000,00 (lima

ratus ribu rupiah), setelah dari itu saksi Rori Setianto bertemu

dengan saksi Billy Wiratno untuk memberi setoran uang

kepada saksi Billy Wiratno senilai Rp.500.000,00 (lima ratus


93

ribu rupiah) dalam rangka memberikan imbalan karna sudah

diberikan sabu yang saksi Rori Setianto pergunakan untuk

kesenangan pribadinya, lalu saudara Billy Wiratno izin untuk

berpamitan dan menunggu kedatangan saksi Rori Setianto

dirumahnya, sekitar jam 19.30 Wib petugas polisi (Maulana

Yusup, P.Lalan Budayana) mengamankan saksi Rori Setianto

bersamaan dengan saksi lainnya untuk dibawa ke Polres

Pringsewu.

- Saksi Tubagus Fathul Azim (dalam berkas perkara terpisah)

: Dalam sumpahnya berdasarkan keterangannya, awalnya

pada sekitar jam 16.00 Wib saksi pergi ke tempat yang

beralamatkan di Kuncup, Kelurahan Pringsewu Barat untuk

bertemu dengan saudara Billy Wiratno dalam hal pembelian

narkotika jenis sabu namun saksi hanya memberikan uang

senilai Rp.200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) dari pada awal

harga sabu yang dijual saudara Billy Wiratno senilai

Rp.250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah), kemudian

saksi bertemu dengan saudara Alfandi Bima Nazandra (anak)

untuk memakai sabu tersebut dirumah saudara Billy Wiratno ,

pada sekitar jam 19.30 Wib saksi Tubagus bersamaan dengan


94

saksi lainnya diamankan oleh saksi Maulana Yusup dan

P.Lalan Budayana untuk dibawa ke Polres Pringsewu.

Keterangan Ahli :

Yang dimaksud dari keterangan ahli pada putusan nomor

1/Pid.Sus.Anak/2020/Pn.Kot adalah keterangan yang berdasarkan

dari pihak laboratorium uji narkoba yakni Carolina Tonggo Mt, S.Si

dan Andre Hendrawan, S Farm sebagai pemeriksa unsur kandungan

barang bukti narkotika tersebut dan disimpulkan bahwa setelah

diperiksa barang bukti tersebut yang berupa kristal warna putih

terkandung zat metafetamina di dalamnya dan termasuk ke dalam

jenis narkotika Golongan I. Hal ini sesuai berdasarkan nomor urut

61 dalam lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika.

Surat :

Yang dimaksud dari surat sebagai alat bukti pada putusan

nomor 1/Pid.Sus.Anak/2020/Pn.Kot merupakan surat berdasarkan

keterangan dari keterangan ahli pihak laboratorium uji narkoba yang

dibenarkan oleh pihak laboratorium, dalam berita acara

pemeriksaan laboratoris nomor : 4BM/I/2020/Pusat Lab Narkoba

pada tanggal 02 bulan Januari tahun 2020


95

Petunjuk :

Maksud dari petunjuk disini merupakan kesesuaian antara

semua alat-alat bukti mulai dari keterangan saksi satu dengan saksi

lainnya yang telah dibenarkan oleh anak Alfandi Bima Nazandra

dan tidak merasa keberatan dengan keterangan dari semua saksi.

Keterangan Terdakwa (Anak) :

Alfandi Bima Nazandra : berdasarkan keterangannya, di hari

minggu pada tanggal 22 Agustus 2019 sekitar jam 19.30 wib anak

beserta saksi lainnya ditangkap oleh petugas polisi yaitu saudara

Maulana Yusup dan saudara P.Lalan Budayana narkotika yang akan

dipakai anak tersebut dibeli dari saksi Billy Wiratno pada sekitar

jam 16.00 Wib senilai Rp.250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu

rupiah) yang akan digunakannya di rumah saksi Billy Wiratno.

Menanggapi dakwaan penuntut umum dan fakta-fakta dalam

persidangan yaitu alat bukti tersebut hakim pada putusan nomor

1/Pid.Sus.Anak/2020/Pn.Kot memberikan pertimbangannya

dengan mempertimbangkan memutuskan untuk memilih dakwaan

kesatu karena anak yang bernama Alfandi Bima Nazandra terbukti

telah memenuhi semua unsur-unsur dakwaan tersebut dalam fakta-

fakta yang terdapat dalam persidangan, sebagai berikut :


96

- Pasal 112 ayat 1 (satu) Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika menyatakan, bahwa setiap individu

atau perorangan dalam hal kepemilikan, menyimpan,

menguasai, dan menyediakan narkotika golongan I tanpa hak

atau melawan hukum, dikenakan sanksi pidana berupa penjara

selama 12 (dua belas) tahun dengan pidana penjara paling

singkat selama 4 (empat tahun) serta denda paling ringan

sebesar Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dengan

denda terberat sebesar Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar

rupiah)

- Pasal 132 ayat 1 (satu) Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika menyatakan, bahwa percoban atau

permufakatan jahat dan prekusor narkotika dalam melakukan

tindak pidana narkotika yang dimaksud mulai dari Pasal 111,

112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 123,

124, 125, 126, dan Pasal 129 pelaku dipidana dengan

berdasarkan ketentuan dalam pasal-pasal tersebut.

- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.


97

Berdasarkan Pasal 112 ayat (1) jo Pasal 132 (1) Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika , hakim

mempertimbangkan dimana anak yang bernama Alfandi Bima

Nazandra telah memenuhi unsur pasal tersebut. Dalam hal ini

kesesuaian berdasarkan hasil laporan dan juga fakta hukum dalam

persidangan, pada saat di tempat kejadian perkara saksi yang

bernama Maulana Yusup dan saksi P. Lalan Budayana sebagai

anggota polres pringsewu pada awalnya yang akan melakukan

penangkapan terhadap saksi Billy Wiratno pada saat di tempat

kejadian saksi Billy Wiratno ternyata tidak ada dirumah saksi

Maulana Yusup dan P.Lalan Budayana lalu hanya bertemu dengan

saksi Rori Setianto, kemudian tidak lama dari hal tersebut saksi

Maulana Yusup dan saksi P. Lalan Budayana bertemu dengan anak

Alfandi Bima Nazandra bersama saksi Tubagus Fathul Azim

kemudian saksi Maulana Yusup beserta saksi P. Lalan Budayana

melakukan penggeledahan terhadap anak Alfandi Bima Nazandra

dan saksi Tubagus Fathul Azim. Pada saat dilakukan penggeledahan

saksi Maulana Yusup dan saksi P.Lalan Budayana mendapatkan dua

buah plastik klip yang satu berisikan sabu berjenis metamfetamina

yang sudah melalui proses pemeriksaan pihak laboratorium uji

narkotika dalam berita acara pemeriksaan laboratoris nomor :

4BM/I/2020/Pusat Lab Narkoba, termasuk dalam jenis narkotika


98

golongan I , untuk dipakai secara bersama- sama dengan anak sesuai

dalam fakta hukum pada persidangan dimana berdasarkan hal

tersebut maka anak yang bernama Alfandi Bima Nazandra telah

memenuhi unsur dalam Pasal 112 ayat (1) jo Pasal 132 ayat (1)

dalam hal percobaan atau permufakatan jahat dalam hal

kepemilikan, menyimpan, dan memiliki narkotika golongan I bukan

dari jenis tanaman yang akan dilakukan secara bersama-sama.

Sebagaimana yang dimaksud dalam pertimbangan hakim

tentang percobaan atau permufakatan jahat anak Alfandi Bima

Nazandra pada Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika, dalam Pasal 1 angka 18 (delapan belas)

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika

mendefinisikan percobaan atau permufakatan jahat merupakan

perbuatan 2 (dua) orang atau lebih untuk melakukan suatu tindak

pidana narkotika,berdasarkan definisi tersebut hakim dalam

memberikan pertimbangan mengenai hal tersebut berdasarkan fakta

peristiwa dan fakta hukum yang terjadi dalam persidangan

didasarkan pada perbuatan anak Alfandi Bima Nazandra yang akan

melakukan tindak pidana narkotika dengan cara ingin

Menggunakan narkotika jenis sabu tersebut dilakukan secara

bersama-sama dengan saudara Tubagus Fathul Azim dirumah


99

saudara Billy Wiratno. Berdasarkan hal-hal tersebut maka

pertimbangan hakim dalam unsur “Percobaan atau permufakatan

jahat tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,

menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,

menukar atau menyerahkan narkotika Golongan I berjenis bukan

berasal dari tanaman” , telah terpenuhi salah satu pertimbangan

unsurnya dari beberapa sifatnya dimana dalam hal tersebut sudah

sesuai dengan pasal yang digunakan.

Sedangkan pertimbangan hakim dalam hal Undang-Undang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nonor 11 Tahun 2012 Tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak didasarkan pada unsur dari “setiap

orang”, dimana pada putusan nomor 1/Pid.Sus.Anak/2020/Pn.Kot

sebagaimana dimaksud unsur dari setiap orang merupakan subjek

hukum pelaku tindak pidana tersebut yang dijadikan landasan oleh

hakim. Dalam putusan ini hakim mengambil pertimbangan dalam

hal tersebut karena subjek pada putusan nomor

1/Pid.Sus.Anak/2020/Pn.Kot adalah seorang anak bernama Alfandi

Bima Nazandra yang identitasnya merupakan seorang anak yang

baru berumur 17 (tujuh belas) tahun. Kesesuaian dalam hal ini

berdasarkan Pasal 1 (satu) angka 8 (delapan) Undang-Undang


100

Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

menyatakan, anak yang berurusan dengan hukum merupakan anak

yang telah berumur 12 (dua belas) tahun namun belum mencapai

umur 18 (delapan belas) tahun dan pada Pasal 1 (satu) angka 1 (satu)

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak

perubahan atas Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2002 yang

dimaksud dengan anak merupakan seseorang yang belum mencapai

usia 18 (delapan belas) tahun termasuk juga yang masih berada

dalam kandungan. Maka dari itu hakim dalam memberikan

pertimbangan sebelum memutus perkara anak bernama Alfandi

Bima Nazandra haruslah berdasarkan ketentuan Undang-Undang

yang berlaku pada peradilan pidana anak yang dipisah dari orang

dewasa, yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Maka pertimbangan hakim

unsur dari “setiap orang” telah terpenuhi dan sesuai dalam peradilan

pidananya.

2. Pertimbangan Sosiologis

Maksud dari pertimbangan hakim secara sosiologis adalah sebuah

pertimbangan hakim yang didasari dengan nilai-nilai hukum dan rasa

keadilan yang hidup didalam masyarakat, hal tersebut sesuai dengan

pernyataan pada Pasal 5 Ayat 1 (satu) Undang-Undang nomor 48 Tahun


101

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman 10. Pada putusan nomor

1/Pid.Sus.Anak/2020/Pn.Kot hakim telah memasukan pertimbangan yang

didasari keadaan sosiologis yaitu dengan mempertimbangkan hal-hal

yang memberatkan pada anak bernama Alfandi Bima Nazandra dan hal-

hal yang meringankan sebagai berikut :

Keadaan yang memberatkan : Keadaan yang memberatkan anak pada

pertimbangan hakim karena perilaku anak yang tidak menaati program

dari pemerintah dalam hal pemberantasan penyalahgunaan narkotika.

Keadaan yang meringankan : Keadaan yang meringankan anak pada

pertimbangan hakim karena anak belum pernah dihukum, berperilaku

sopan selama jalannya persidangan, dan tidak berbelit-belit dalam

menyampaikan fakta-fakta selama jalannya persidangan.

Berdasarkan keadaan-keadaan tersebut maka hakim

mempertimbangkan dengan memperhatikan keadaan yang memberatkan

dan meringankan dan berdasarkan dari penelitian kemasyarakatan maka

kesesuaian berdasarkan hal tersebut hakim menghubungkan dengan asas

yang telah dituang dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak, yaitu asas restorative dan asas ultimum

remedium. Yang berarti berdasarkan asas tersebut, asas restorative dan

asas ultimum remedium sendiri merupakan salah satu asas yang terdapat
102

di Undang- Undang nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak dan harus sejalan kedua asasnya. Jika berdasarkan Pasal 1

(satu) angka 6 (enam) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak, menyatakan keadilan restoratif

merupakan cara penyelesaian perkara anak dengan melibatkan pelaku,

korban, keluarga pelaku dan keluarga korban, beserta pihak terkait

lainnya seperti para penegak hukum dan tokoh kemasyarakatan dalam

mencari cara penyelesaian yang seadilnya yang bukan berdasarkan untuk

pembalasan terhadap perbuatan anak , asas restoratif itu sendiri sebagai

bentuk dalam melaksanakan serta mendukung pada ketentuan ultimum

remedium itu sendiri, berdasarkan perundingan dari pihak-pihak yang

terkait dalam mencari solusi akhir dan untuk memulihkan tatanan

kehidupan dalam bermasyarakat bagi perkara anak tersebut yaitu pidana

penjara sebagai upaya paling terakhir dan jika anak tetap mendapatkan

pidana berupa penjara maka haruslah dengan waktu yang paling singkat

berdasarkan ketentuan sanksi tindak pidana yang dilakukannya.

3. Pertimbangan Filosofis

Di pertimbangan filosofis hakim mempertimbangkan berdasarkan

dakwaan kesatu yang telah dipilih oleh hakim yaitu Pasal 112 Ayat (1) Jo

Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika Jo Undang-Undang Republik Indonesia No.35 Tahun 2014


103

tentang Perubahan Atas Undang- Undang No.11 Tahun 2012 Tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak pada putusan nomor

1/Pid.Sus.Anak/2020/Pn.Kot dengan berupa pidana penjara sebagai usaha

terakhir.

Kesesuaian dalam pertimbangan secara filosofis tersebut, dengan

berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebelumnya dan

berdasarkan dakwaan yang telah dipertimbangkan oleh hakim yaitu

dakwaan kesatu Pasal 112 ayat 1 (satu) jo Pasal 132 ayat 1 (satu) Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, mengingat yang mana

nilai dari filosofis itu sendiri dalam penerapannya sebelum hakim

menjatuhkan putusannya pada pertimbangan filosofis faktor-faktornya itu

sendiri berlandaskan pada kebenaran serta keadilan dimana pada fakta

hukum yang terdapat bahwa anak Alfandi Bima Nazandra telah

memenuhi semua unsurnya dan secara sah dan meyakinkan terbukti

dalam tindak pidana kepemilikan narkotika golongan I jenis sabu tersebut.

Dan dalam pelaksanaan kebenaran serta keadilan pertimbangan secara

filosofisnya pada putusan nomor 1/pid.sus.anak/2020/pn.kot mengacu

pada hukum atau Undang-Undang yang terkait dengan tindak pidana yang

dilakukan anak, pasal-pasal yang telah di dakwakan penuntut umum dan

telah dipilih hakim dengan melihat dari segi unsur yang telah terpenuhi

maka berdasarkan hal tersebut hakim telah sesuai dalam


104

mempertimbangkan aspek kebenaran pada pertimbangan filosofisnya

dengan cara mengutamakan kebenaran.

Sedangkan yang dimaksud dengan aspek keadilan itu sendiri yang

berarti dengan mengacu pada keadilan substantif yaitu keadilan yang

berdasarkan pertimbangan secara rasional oleh hakim, secara jujur,

berfokus pada objek tindak pidana yang telah dilakukan anak, juga tidak

memihak pada siapapun, tidak adanya diskriminasi yang diberikan hakim

terhadap anak, dan mempertimbangkan keadilan berdasarkan hati nurani

hakim itu sendiri. Segi keadilan yang dimaksud adalah keadilan yang ada

di masyarakat, hakim dengan mempertimbangkan agar anak

mendapatkan pembelajaran dari kesalahannya tersebut agar tidak

mengulangi perbuatan jahat lagi serta agar anak Alfandi Bima Nazandra

dapat mengambil hikmahnya untuk bisa menjadi pribadi yang lebih baik

dari sebelumnya untuk dirinya dan orang disekitarnya setelah menjalani

waktu pidananya yang dilakukan secara diawasi dan mendapatkan

bimbingan hal tersebut sesuai dengan berdasarkan asas restoratif yang

telah dipertimbangkan dan diberikan hakim, kesesuaiannya dengan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak tertuang pada pasal 5 ayat 2 (dua) butir c.


105

C. Bagaimana putusan hakim perkara pidana anak pada putusan nomor


1/pid.sus.anak/2020/pn.kot sudah sesuai dengan peraturan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Hakim selalu dihadapkan pada fakta-fakta tertentu melalui sebuah

peristiwa yang konkrit, dimana hakim haruslah memberikan jalan keluar serta

menyatakan suatu pertimbangan yang wajar secara nalar dalam sebuah

putusannya sebagai hukum yang mengikat dan sebagai sumber hukum. Sebuah

putusan hakim harus mengandung idee des recht yang terdiri dari tiga aspek,

yakni keadilan (gerrechttigkeit), kepastian hukum (rechtsicherheit), serta

kemanfaatan (zwechtmassigkeit). Hakim dalam memberikan sebuah putusan

harus berpedoman kepada asas dasar di suatu putusan yaitu, demi keadilan

berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Jadi berdasarkan putusannya hakim

harus memprioritaskan keadilan itu sendiri karena putusan hakim tersebut

akanlah dipertanggung jawabkan kepada tuhan yang maha esa.

Pertimbangan Hakim

Hakim akan mempertimbangkan apakah dari rangkaian perbuatan Anak

tersebut dapat dinyatakan bahwa anak terbukti melakukan tindak pidana

mengacu pasal yang didakwakan terhadapnya untuk menyatakan Anak telah

melakukan suatu tindak pidana, maka perbuatan Anak tersebut haruslah

memenuhi seluruh unsur dari pasal yang didakwakan kepadanya;


106

Dalam pengambilan keputusan hakim harus melihat dengan cermat

kesesuaian antara keterangan saksi dan barang bukti yang dihadirkan di dalam

persidangan agar tidak menyimpang dari yang seharusnya dan tidak melanggar

hak-hak yang dimiliki oleh terdakwa. Berdasarkan perkara Nomor 1/Pid.Sus-

Anak/2020/Pn.Kot, anak diajukan ke muka persidangan oleh Jaksa Penuntut

Umum berdasarkan dakwaan Alternatif sebagai berikut:

Kesatu: Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo Pasal 132 ayat (1) Undang- Undang

Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak

Kedua: Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang

Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak;an Anak.

Menimbang, bahwa Anak telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan

dakwaan yang berbentuk alternatif, sehingga Hakim dengan memperhatikan

fakta-fakta hukum tersebut di atas akan memilih langsung dakwaan Kesatu

Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika Jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia


107

Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang

Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, yang unsur-unsurnya

adalah sebagai berikut:

1. Setiap Orang ;

2. Percobaan atau pemufakatan jahat tanpa hak atau melawan hukum

menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi

perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan Narkotika

Golongan I bukan tanaman;

Menimbang, bahwa terhadap unsur-unsur tersebut Hakim

mempertimbangkan sebagai berikut ;

Ad.1. Unsur “Setiap Orang”;

Yang dimaksud dalam unsur setiap orang disini adalah siapa saja, setiap

orang, subjek hukum orang perorangan. Dalam kasus ini bahwa anak yang

dihadapkan di muka persidangan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di

persidangan, anak yang bernama Alfandi Bima Nazandra adalah subjek hukum

perorangan yang identitasnya sesuai dengan identitas yang terdapat dalam surat

dakwaan penuntut umum dan anak merupakan orang yang sehat jasmani dan

rohani maka berdasarkan hal tersebut unsur “setiap orang” telah terpenuhi.
108

Ad. 2. Unsur “Percobaan atau Pemufakatan Jahat Tanpa Hak atau

Melawan Hukum Menawarkan Untuk Dijual, Menjual, Membeli,

Menerima, Menjadi Perantara dalam Jual Beli, Menukar atau

Menyerahkan Narkotika Golongan I bukan Tanaman” ;

Bahwa benar pada hari Minggu tanggal 22 Agustus 2019 sekira pukul

19.30 WIB, Anak telah ditangkap oleh Saksi Maulana Yusup SR. Bin Bambang

Rohyadi Dan Saksi P, Lalan Budayana bin Cecep yang keduanya merupakan

Anggota Polres Pringsewu, pada saat penggeledahan ditemukan barang bukti

berupa 1 (satu) buah plastik klip berisi narkotika jenis sabu dan 1 (satu) buah

plastik klip kosong dan 1 (satu) buah kertas a uminium foil rokok;

Menimbang, berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Badan

Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia Nomor: 4BM/I/2020/PUSAT

LAB NARKOBA tanggal 02 Januari 2020 kesimpulan bahwa barang bukti

berupa Kristal warna putih adalah benar mengandung Metamfetamina dan

terdaftar dalam Golongan I Nomor Urut 61 Lampiran Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, oleh karena itu

Hakim berkeyakinan bahwa unsur ini telah terpenuhi; Menimbang, bahwa oleh

karena seluruh unsur dalam Pasal 112 ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika Jo Pasal 132 ayat (1) Undang- Undang Republik Indonesia

Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang


109

Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, maka Anak haruslah

dinyatakan telah terbukti melakukan tindak pidana;

Menimbang, bahwa selama persidangan Hakim tidak menemukan hal-hal

yang dapat melepaskan Anak dari pertanggungjawaban pidana, baik sebagai

alasan pembenar maupun sebagai alasan pemaaf, maka Anak haruslah

mempertanggungjawabkan perbuatannya;

Bahwa Hakim telah mempertimbangkan hasil penelitian kemasyarakatan

terhadap Laporan Hasil Kemasyarakatan atas nama Anak Alfandi Bima

Nazandra bin Edi Parmono;

Menimbang, bahwa barang bukti yang diajukan oleh Penuntut Umum

dipersidangan berupa: 1 (satu) buah kertas alumunium foil, 1 (satu) buah plastik

klip berisi shabu, 1 (satu) buah plastik klip bekas pakai dan 1 (satu) celanan

jeans merk Lea warna hitam, yang telah disita dan diketahui masih

dipergunakan dalam berkas perkara atas nama Tubbagus Fathul Azim, maka

haruslah ditetapkan supaya dipergunakan dalam perkara tersebut;

Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan putusan, Hakim terlebih

dahulu akan mempertimbangkan keadaan yang memberatkan dan keadaan yang

meringankan dari diri Anak;

Keadaan yang memberatkan : Keadaan yang memberatkan anak pada

pertimbangan hakim karena perilaku anak yang tidak menaati program dari

pemerintah dalam hal pemberantasan penyalahgunaan narkotika.


110

Keadaan yang meringankan : Keadaan yang meringankan anak pada

pertimbangan hakim karena anak belum pernah dihukum, berperilaku sopan

selama jalannya persidangan, dan tidak berbelit-belit dalam menyampaikan

fakta-fakta selama jalannya persidangan.

Menimbang, bahwa setelah memperhatikan hal-hal yang memberatkan

dan meringankan di atas, dan dengan memperhatikan hasil penelitian

kemasyarakatan terhadap Anak, Tuntutan Penuntut Umum, permohonan dari

Anak dan wali/orang tua Anak serta dengan menghubungkannya asas dari

sistem peradilan anak, yaitu asas restorative dan asas ultimum remedium

sebagaimana tertuang dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 11

tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, maka Hakim berpendapat bahwa

hukuman yang dijatuhkan terhadap Anak haruslah hukuman yang tidak hanya

dapat membuat Anak jera/tidak megulangi lagi, namun juga dapat menjadi

pembelajaraan agar Anak dapat menjadi manusia yang berguna baik bagi

dirinya sendiri, bagi keluarga, bagi masyarakat dan bagi bangsa ini. Dimana

Pidana Penjara merupakan pilihan atau jalan terakhir dalam penjatuhan

hukuman atas perbuatan Anak;

Menimbang, bahwa oleh karena Anak dijatuhi hukuman, maka kepada

Anak dibebankan biaya perkara yang besarnya akan ditentukan dalam amar

putusan di bawah ini;

Memperhatikan, ketentuan Pasal 112 ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009

tentang Narkotika Jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia


111

Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak dan Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana serta peraturan-peraturan lain yang bersangkutan;

Putusan Hakim.

MENGADILI

Pada perkara nomor 1/pid.sus.anak/2020/pn.kot hakim menyatakan

keputusannya dengan mengadiliAnak Alfandi Bima Nazandra telah terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah dalam keterbuktian melakukan tindak

pidana dalam percobaan atau niat jahat (permufakatan jahat) tidak memiliki hak

dengan cara melawan hukum dalam kepemilikan, penyimpanan, menguasai,

atau penyediaan narkotika Golongan I bukan berjenis tanaman;

Maka dari itu anak dijatuhkan hukuman berupa pidana penjara selama 2

(dua) tahun penjara dan juga pelatihan kerja dengan lama 2 (dua) bulan di

lembaga pembinaan khusus anak kelas II Bandar Lampung berlokasi di desa

manggar kabupaten Pesawaran;

Menetapkan masa penangkapan serta penahanan yang sudah dijalani oleh

Alfandi Bima Nazandra sepenuhnya dikurangi dari pidana berupa penjara yang

telah dijatuhkan; maka anak ditetapkan Alfandi Bima Nazandra (anak) tetap

ditahan;
112

Dengan beberapa barang bukti berupa : satu buah kertas alumunium foil,

dua buah plastik klip dimana satunya berisikan sabu dan satunya sudah dipakai,

celana jeans dengan merk lea berwarna hitam yang dipergunakan dalam berkas

perkara atas nama Tubagus Fathul Azim, dan Alfandi Bima Nazandra (anak)

dibebankan untuk membayar biaya perkara senilai Rp.2.000, (dua ribu rupiah);

Diputuskan oleh Faridh Zuhri, S.H., M.Hum. selaku hakim pengadilan

negeri kota agung, pada hari kamis tanggal 23 bulan Januari tahun 2020, serta

diucapkan pada sidang terbuka untuk umum dengan bantuan beberapa pihak

terkait seperti penuntut umum dan panitera pengganti pada pengadilan negeri

kota agung dihadapan Alfandi Bima Nazandra (anak) yang didampingi

penasihat hukumnya beserta pembimbing kemasyarakatan dari balai

pemasyarakatan kelas II Bandar Lampung.

Berdasarkan putusan hakim tersebut mengacu pada dakwaan alternatif

kesatu yang telah dipilih oleh hakim. Dengan memperhatikan ketentuan Pasal

112 ayat 1 (satu) jo Pasal 132 ayat 1 (satu) Undang- Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang narkotika yang menegaskan setiap percobaan atau permufakatan

jahat dalam tindak pidana narkotika hal kepemilikan, menyimpan,

menyediakan atau menguasai narkotika golongan I bukan berjenis tanaman

dapat dikenakan pidana penjara dengan waktu paling singkat 4 (empat) tahun

dan waktu paling lama 12 (dua belas) tahun penjara beserta denda senilai

Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling besar denda senilai

Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).


113

Hakim dengan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang

dilakukannya maka dalam putusannya, hakim menetapkan menghukum anak

Alfandi Bima Nazandra dengan sanksi berupa pidana penjara selama 2 (dua)

tahun dan pelatihan kerja selama 2 (dua) bulan di lembaga pembinaan khusus

anak. Hal tersebut sesuai jika dilihat melalui pada ketentuan di Pasal 71 ayat 1

(satu) huruf d dan e Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak, pidana berupa penjara serta pelatihan kerja termasuk

dari bagian pada pidana pokok bagi anak.

Pada pasal 112 ayat 1 (satu) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika, menegaskan tentang ketentuan pidana yang di dapat jika

melanggar ketentuan pasal tersebut dengan pidana berupa penjara dan pidana

denda, kesesuaian tersebut jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terdapat pada pasal 71 ayat

3 (tiga) yang menegaskan, jika di dalam hukum materiil tersebut diancam

dengan pidana kumulatif berupa penjara serta denda, maka pidana denda untuk

anak tersebut diganti dengan pelatihan kerja. Berdasarkan pada pasal tersebut

hal ini sesuai dengan putusan hakim untuk anak Alfandi Bima Nazandra di

dalam putusan hakim tersebut, anak mendapatkan pelatihan kerja selama 2

(dua) bulan untuk mengganti pidana denda tersebut, karena pidana yang

terdapat pada pasal 112 ayat 1 (satu) diancam dengan pidana kumulatif berupa

pidana penjara serta denda.


114

Putusan hakim pada putusan nomor 1/pid.sus.anak/2020/pn.kot dalam hal

putusan pidana berupa penjara selama 2 (dua) tahun yang dimana merupakan

juga sebagai upaya terakhir, berdasarkan hal tersebut penerapan dalam

kesesuaian dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak berada di pasal 81 ayat 2 (dua) dan ayat 5 (lima),

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Yang secara tegas menyatakan, lama pidana penjara yang dapat diberikan

terhadap anak paling lama setengah dari maksimum ancaman pidana penjara

bagi orang dewasa juga sebagai upaya terakhir dalam penjatuhan pidana

tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa ancaman pidana penjara pada pasal 112

ayat 1 (satu) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika waktu

paling singkatnya berupa 4 (empat) tahun penjara dan waktu terlamanya 12

(dua belas) tahun penjara, bedasarkan ancaman pidana tersebut berarti hakim

memberikan putusan pidana berupa penjara dengan waktu yang paling singkat

dari ketentuan Pasal 112 ayat 1 (satu) tersebut terhadap Alfandi Bima Nazandra

(anak), yakni 4 (empat) tahun pidana penjara yang telah dikurang dengan

mengacu pada pasal 81 ayat 2 (dua) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dimana pidana berupa penjara terhadap

anak dapat diberikan ketika masa hukuman pidana penjara tersebut dikurangi

setengahnya dari orang dewasa yang menjadi berupa 2 (dua) tahun pidana

penjara.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan uraian analisa serta pembahasan pada bab sebelumnya

penulis memberikan kesimpulan, Pertimbangan hakim merupakan hal

yang sakral dalam persidangan, maka dari itu hakim haruslah berhati-hati

dan teliti dalam mempertimbangkan setiap fakta-fakta yang telah

terungkap ataupun saat memilih dakwaan yang diberikan penuntut umum.

Pada perkara anak nomor 1/Pid.Sus.Anak.2020/Pn.Kot hakim dalam

memberikan pertimbangan dimulai dari mempertimbangkan dakwaan

yang dipilih yaitu Pasal 112 ayat (1) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang

No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo Undang-Undang No.35 Tahun

2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak, yang telah dipertimbangkan hingga

mencapai kesesuaian pertimbangan sebelum memberikan sebuah

putusan. Mulai dari pertimbangan yuridisnya, sosiologis, dan filosofis

dengan mengacu pada fakta yang terungkap, dan penempatan dari tiap

unsur yang digunakan bahwa anak Alfandi Bima Nazandra telah

memenuhi semua unsur pasal yang di dakwakan kepadanya sehingga

115
116

anak dinyatakan bersalah dan haruslah dapat bertanggung jawab atas

perbuatan yang sudah dilakukannya. Berdasarkan hal tersebut dan isi

pasal yang tertuang dalam dakwaan, maka hakim telah sesuai dalam

memberikan pertimbangannya.

2. Berdasarkan analisis Putusan hakim dalam perkara nomor

1/Pid.Sus.Anak.2020/Pn.Kot hakim memilih dakwaan kesatu yaitu Pasal

112 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika Jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Republik

indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Jo Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana

anak dengan menjatuhkan pidana kurungan penjara terhadap Anak selama

2 (dua) tahun yang mana hal tersebut merupakan upaya terakhir sesuai

dengan Undang-Undang No.11 Tahun 2011 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak pada pasal 81 ayat 5 (lima) dan dikarenakan tindak pidana

yang dilakukan oleh anak dikenakan dengan sanksi pidana kumulatif

yaitu pidana berupa penjara serta denda maka hakim dalam memberikan

putusan juga telah sesuai dalam memenuhi ketentuan di Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu pada

pasal 71 ayat 3 (tiga) dengan mengganti pidana denda menjadi pelatihan

kerja selama 2 (dua) bulan untuk mengganti denda tersebut dan waktu

pidana penjara yang telah dipotong menjadi setengah dari orang dewasa
117

pada pidana penjara seharusnya yang didapatkan oleh anak hal tersebut

juga sesuai dengan pasal 81 ayat 2 (dua) Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

B. Saran

1. Oleh karena hakim telah sesuai dalam memberikan pertimbangannya,

maka penulis memberikan saran untuk agar sekiranya mengedepankan

anak untuk dilakukan rehabilitasi yang mana disini Anak merupakan

seorang pemakai dikarenakan jika sudah memasuki proses persidangan

dan hakim dalam mempertimbangkan putusannya Anak telah memenuhi

semua unsur terbukti bersalah maka hakim juga tidak bisa menghindarkan

anak untuk tidak dikenakan sanksi terkait dengan tindak pidana yang

dilakukan oleh Anak.

2. Berdasarkan kesimpulan yang telah penulis uraikan maka penulis

memberikan saran agar Hakim dalam memutus perkara agar lebih

merealisasikan prinsip keadilan bagi anak dan juga perlu adanya

perubahan terhadap Undang-Undang narkotika karena kurangnya

penjelasan terkait dengan Anak sebagai penyalahguna narkotika yang

mana dalam kasus yang penulis teliti ini masih terlalu berat hukumannya

untuk Anak.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002)
D, Soedjono. Segi Hukum Tentang Narkotika Di Indonesia, (Bandung: Karya Nusantara,
1977).
Djamil, M Nasir. Anak Bukan Untuk Dihukum, (Jakarta: Sinar Grafika 2013).
Effendi, Tolib. Dasar Dasar Hukum Acara Pidana (Perkembangan dan Pembaharuanny Di
Indonesia), (Malang: Setara Press, 2014).
Gosita, Arif. Masalah Perlindungan Anak, (Jakarta: Akademika Presindo, 1989).
Gultom, Maidin. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia,(Bandung: Refika Aditama, 2008).
Gunadi, Ismu dan Jonaedi Efendi, Hukum Pidana, (Jakarta: Kencana,2014).
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif, Teori Dan Praktik, (Jakarta: BumiAksara,
2013).
Hamzah, Andi. Asas Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994).
Harahap, Yahya. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan putusan Pengadilan, (Jakarta: 2005).
Hariman, Rasyid. Fahmi Raghib, Hukum Pidana, (Malang: Setara Press, 2016).
Hermawati, Yanti, Apriandhini, Megafury, Setiani, Made Yudhi dan Majidah, Indonesia Yang
Berkeadilan Sosial Tanpa Diskriminasi, (Tangerang Selatan : Universitas Terbuka,
2016).
Iswanto, Viktimologi, (Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman,2009).
Koesna, R.A. Susunan Pidana dalam Negara Sosialis Indonesia, (Bandung: Sumur, 2005).
Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Bandung: P.T. Citra Aditya Bakti, 2011).
M, Hajar. Model-Model Pendekatan Dalam Penelitian Hukum dan Fiqh (Pekanbaru : UIN Suska
Riau, 2015)
Martono, Lidya Herlina dan Stya Joewana, Pencegahandan Penanggulangan Penyalahguna
an Narkoba Berbasis Sekolah, (Jakarta: Balai Pustaka, 2006).
Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1998).
Moeljanto, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1984).
Muhaimin, Metode Penelitian Hukum, (Mataram University Press, Juni, 2020).
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, ( Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004).
Mulyadi, Lilik. Seraut Wajah Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana
Indonesia,(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010).
Mustafa, Kriminologi : Kajian Sosiologi Terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang
dan Pelanggaran Hukum,(Depok: FISIP UI Press,2007).
Rhiti, Hyronimus. Filsafat Hukum Edisi Lengkap (Dari Klasik ke Postmodernisme),
(Yogyakarta: Universitas Atma Jaya,2015).
Rosida, Nikmah . Sistem Peradilan Pidana Anak, (Lampung: Universitas Lampung,
2019).
Santoso, M.Agus. Hukum Moral & Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum, (Jakarta:
Kencana, 2014)
Sianturi, S.R. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta: Ahaem-
Petehaem, 1996).
Silalahi, Ulber . Metodologi Penelitian Sosial, (Bandung : Refika Aditama, 2009).
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif,( Jakarta: Rajawali Pers,
2014).
Soemitro, Roni Hanitijo. Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurumateri, (Jakarta : Ghalia
Indonesia,1994).
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1986).
Susilo, Gudnanto, dan Rahardjo, Pemahaman Individu Teknik Non Tes, (Kudus : Nora Media
Enterprise,2011).
Sutopo, HB. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Surakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002).
Tarsono, H.Edy dan Yunan Prasetyo K, Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: PKIH
FHUP, 2011).
Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Gitamedia Press,2008).
Zainuddin, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika).
JURNAL
Akbar, Muhammad dan Syahrul Bakti Harahap. Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan
Perkara Tindak PidanaPenyalahgunaan Narkotika Golongan 1 Bagi Diri Sendiri,
Jurnal Smart Hukum, ISSN.2961-841, Vol.1 No.1,2022, hlm.232.
Hikmawati, Puteri. Analisis Terhadap Sanksi Pidana Bagi Pengguna Narkotika, Jurnal
Negara Hukum:Membangun Hukum untuk Keadilan dan Kesejahteraan. Vol.2
No.2, 2011
Rahayu, Sri Dewi dan Yulia Monita. Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Perkara
Tindak Pidana Narkotika, PAMPAS: Journal Of Criminal Law, ISSN.2961-841,
Vol.1 No.1, hlm.133.
Subrata, Tedy . Penerapan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyalahgunaan
Narkotika, Jurnal Hukum dan Keadilan, Vol.8 No.2.2021.
Sudiro, Ahmad. Konsep Keadilan dan Sistem Tanggung Jawab Keperdataan dalam
Hukum Udara, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, Vol. 19 No. 3,2012.

INTERNET

Dikutip dari website repository.uin, http://repository.uinsuska.ac.id/17422/8/8.%20 BAB%20


|||2018486JS.pdf, diakses pada 13 Oktober 2022

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Indonesia, Undang-Undang nomer 8 thn 1981, tentang narkotika.

Indonesia, Undang-Undang nomer 11 tahun 2012, tentang Sistem


Peradilan Pidana Anak.

Indonesia, Undang-Undang nomer 35 tahun 2009, tentang Kekuasaan Kehakiman.

Indonesia, Undang-Undang nomer 39 tahun 1999, tentang Kitab Undang-Undang Hukum


Acara Pidana.

Indonesia, Undang-Undang Nomer 48 tahun 2009, tentang hak asasi manusia.

Anda mungkin juga menyukai