Anda di halaman 1dari 14

JURNAL

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG


MENGAKIBATKAN LUKA RINGAN( STUDI KASUS NOMOR:
186/PID.B/2023/PN. LLG)

Dalam Rangka Menyelesaikan Studi Sarjana Hukum

Oleh :

Nama :
NPM :

Diajukan kepada:

PROGRAM STUDI SARJANA HUKUM


SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM IBLAM
JAKARTA
2023
LEMBAR BIMBINGAN
PROGRAM STUDI SARJANA HUKUM
SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM IBLAM

Nama :
NPM :

Judul :

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG


MENGAKIBATKAN LUKA RINGAN( STUDI KASUS NOMOR:
186/PID.B/2023/PN. LLG)

Secara substansi telah disetujui dan dinyatakan siap untuk


diujikan/dipertahankan,

Jakarta,…………………
Pembimbing

<NAMA DOSEN PEMBIMBING>

i
LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR
<NAMA MAHASISWA>
<NPM>

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG


MENGAKIBATKAN LUKA RINGAN( STUDI KASUS NOMOR:
186/PID.B/2023/PN. LLG)

Telah dipertahankan di hadapan Majelis Penguji Program Studi Sarjana Hukum


Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM dan dinyatakan lulus dalam sidang/ujian
Tugas Akhir

Ketua Penguji

......................................

Penguji I, Penguji II,

......................................... .....................................

Mengetahui/menyetujui
Jakarta,……………………

Wakil Ketua I STIH IBLAM

Dr. Marjan Miharja, S.H.,M.H

Ketua STIH IBLAM

Dr. Gunawan Nachrawi,S.H.,M.H

ii
LEMBAR PERTANGGUNGJAWABAN TUGAS AKHIR
PROGRAM STUDI SARJANA HUKUM SEKOLAH
TINGGI ILMU HUKUM IBLAM JAKARTA

Bahwa isi/materi Tugas Akhir yang berjudul :

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN


YANG MENGAKIBATKAN LUKA RINGAN( STUDI KASUS
NOMOR: 186/PID.B/2023/PN. LLG)

Seluruhnya Merupakan Tanggung Jawab Ilmiah


dan Tanggung Jawab Moral Penulis.

Jakarta,
……………….

Materai

<Nama
Mahasiswa>
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penganiayaan adalah tindak pidana yang tidak pernah absen

bahkan hampir setiap hari menghiasi pemberitaan media cetak ataupun

media elektronik di Indonesia, penganiayaan merupakan hasil dari

interaksi manusia yang menyimpang karena manusia merupakan

makhluk sosial dan akan saling berinteraksi dalam interaksi inilah yang

akan menimbulkan interaksi yang positif dan interaksi yang bersifat

negatif. Penganiayaan merupakan tindakan yang akan menimbulkan

keresahan di lingkungan masyarakat, penganiayaan bahkan sering terjadi

diawali dengan permasalahan sepele misalnya hanya karena

bersenggolan dengan orang lain di jalan raya atau hanya karena

tersinggung dengan perkataan dan perilaku seseorang. Sering juga

beralasan karena dendam lama yang dilakukan oleh korban yang

memberikan dorongan kepada pelaku untuk melakukan penganiayaan

terhadap korban.

Mencermati fenomena tindakan penganiayaan yang terjadi,

tampaknya bukanlah hal yang terjadi begitu saja melainkan ada faktor

pendorong seseorang melakukan penganiayaan seperti pengaruh

pergaulan negatif yang menjurus kepada kenakalan, premanisme,

kecemburuan sosial, tekanan dan kesenjangan ekonomi,

ketidakharmonisan dalam hubungan keluarga atau dengan orang lain,

persaingan, konflik kepentingan dan lainnya. Dalam banyak kasus, tidak

sedikit orang atau sekelompok orang sengaja merencanakan untuk


melakukan penganiayaan kepada orang lain disebabkan beberapa faktor

seperti dendam, pencemaran nama baik, perasaan dikhianati atau

dirugikan, merasa harga diri dan martabatnya direndahkan dan motif-

motif lainnya. Selain itu, tidak sedikit pula pelaku dari tindak pidana

penganiayaan juga terlibat perselisihan paham, dendam, perkelahian atau

pertengkaran yang mendorong dirinya melakukan penganiayaan secara

tidak sengaja karena peranan dari korban.1

Dalam KUHP, delik penganiayaan merupakan suatu bentuk

perbuatan yang dapat merugikan orang lain terhadap fisik bahkan dapat

berimbas pada hilangnya nyawa orang lain. Tidak hanya itu, terdapatnya

aturan pidana dari penganiyaan yang dapat menyebabkan luka berat

ataupun menyebabkan hilangnya nyawa orang lain jelas harus dipandang

sebagai suatu perbuatan yang sangat merugikan korbannya selaku subjek

hukum yang patut untuk mendapatkan keadilan.

Ketentuan pidana terhadap tindak pidana atau delik penganiayaan

sendiri telah termuat dalam KUHP yakni pada Pasal 351 s/d Pasal 358

KUHP yang menegaskan bahwa : 1. Penganiayaan dihukum dengan

hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda

sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah. 2. Jika perbuatan itu

menyebabkan luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara

paling lama lima tahun. 3. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan

pidana penjara paling lama tujuh tahun. 4. Dengan penganiayaan

1
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion. “Analisis Yuridis Terhadap Delik Penganiayaan
Berencana”. Vol 01 Edisi 02. 2013., diakses tanggal 22 September 2023
disamakan sengaja merusak kesehatan . 5. Percobaan untuk melakukan

kejahatan ini tidak dipidana.

Menurut Gustav Radhbruch mengartikan bahwa penegakan hukum

yang ideal harus memenuhi tiga nilai dasar dari tujuan hukum yaitu nilai

keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan.2 Praktik penegakan hukum

dalam menyelesaikan perkara tindak pidana selama ini yang cenderung

melalui jalur persidangan, dilandaskan pada Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) sebagai hukum formil, diterapkan untuk mencapai keadilan

pada nyatanya tidak mudah untuk digapai. Praktik penegakan hukum

dianggap berhasil menjalankan tugas utamanya menanggulangi

kejahatan, apabila telah melewati proses pemidanaan melalui sidang

pengadilan dan menghasilkan suatu hukuman pidana bagi pelaku

kejahatan. 3

Sehingga, pemidanaan yang bertujuan untuk memberikan efek jera

bagi pelaku tindak pidana dan berupaya melahirkan rasa aman tentram

bagi korban serta masyarakat masih belum mampu menunjukan

efektivitasnya, baik dari segi kemanfaatan, kepastian, ataupun keadilan

karena sering kali dapat menimbulkan rasa tidak adil, tidak puas, dan

hingga rasa ingin membalas dendam.4

2
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum apa dan bagaimana
filsafat hukum Indonesia, Gramedia, Jakarta, 2006, hlm.161.
3
Bambang waluyo, Penyelesaian Perkara Pidana Penerapan Keadilan Restoratif Dan
Transformatif, Sinar Grafika, Jakarta, 2020, hlm.79.
4
Ali Sodiqin, “Restorative Justice Dalam Tindak Pidana Pembunuhan: Perspektif Hukum
Pidana Indonesia dan Hukum Pidana Islam”, Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum Asy-Syir’ah, Edisi
Nomor 1 Volume 49 2015, hlm.64.
Melihat kondisi tersebut dalam perkembangannya muncul sebuah

alternatif penyelesaian perkara pidana yaitu keadilan restoratif sebagai

wujud solusi dalam menyelesaikan masalah hukum di luar pengadilan.

Keadilan restoratif merupakan penyelesaian perkara tindak pidana di luar

pengadilan dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga korban atau

pelaku, dan pihak lainnya yang terkait untuk bersama-sama mencari

penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada

keadaan semula bukan pembalasan.5

Maka dari itu penulis melakukan penelitian ini karena mempunyai

ketertarikan untuk membahas penerapan keadilan restoratif terhadap

penyelesaian perkara yang penanganan penyelesaiannya tidak

diselesaikan melalui jalur pengadilan melainkan diselesaikan

menggunakan pendekatan keadilan restoratif. Mengingat kerapkali

apparat penegak hukum hanya Berdasarkan pada peraturan

perundangan-undangan terhadap perkara penganiayaan yang

dimungkinkan untuk dapat dipulihkan dalam proses peradilan sebagai

bentuk pemenuhan keadilan hukuman efek jera bagi pelaku. Maka

penerapan keadilan untuk penyelesaian perkara di luar pengadilan

maupun didalam pengadilan.

2. Rumusan masalah
5
Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian
penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
a. Bagaiamana penyelesaian tindak pidana penganiayaan yang

mengakibatkan luka ringan?

b. Apakah sudah Tepat Putusan bebas dalam penerapan hukum

terhadap pelaku tindak pidana penganiayaan (studi Putusan Nomor

186/Pid.B/2023/PN. LLG)?

3. Metode Penelitian.

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penulisan ini adalah penelitian yuridis

normatif. Penelitian yuridis normatif merupakan penelitian yang

bertujuan untuk menemukan kebenaran koherensi, yaitu dengan

menelaah apakah aturan hukum tersebut telah sesuai dengan norma

hukum dan adakah norma yang berupa perintah maupun larangan

sesuai dengan prinsip hukum yang ada, serta apakah tindakan

seseorang telah sesuai dengan norma hukum (bukan hanya aturan

hukum) atau prinsip.6

b. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Pendekatan Perundang-Undangan

(Statute Approach), Pendekatan Kasus (Case Approach). Statue

Approach dalam penelitian ini adalah suatu pendekatan yang

menelaah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

permasalahan yang diteliti. Sedangkan Case Approach merupakan

6
Ibid., hlm. 47
suatu pendekatan yang akan dilakukan dengan cara menelaah

putusan pengadilan yang didalamnya terdapat alasan-alasan hakim

dalam memutus suatu perkara sampai pada keluarnya putusan

tersebut.

c. Sumber Bahan Hukum

Penelitian ini bersifat normatif analisis, karenanya penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tertier. Sebagaimana dikatakan Soerjono

Soekanto bahwa bahan hukum primer, seperti norma, atau kaedah

dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan dan

seterusnya. Bahan sekunder seperti rancangan undang-undang, hasil

penelitian, berdasarkan penemuan ahli hukum dan sebagainya, dan

bahan hukum tertier seperti kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif

dan seterusnya”.7

d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik ini diperoleh dari bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder berupa buku-buku, internet, jurnal hukum, pendapat

hukum, artikel, dan lain sebagainya berkaitan dengan isu hukum

diatas dilakukan dengan cara menelaah dan menyeleksi kemudian

akan dikombinasikan sehingga dapat menghasilkan susunan yang

sistematis dan runtut dalam penyusunan penelitian hukum ini.

e. Teknik Analisis Bahan Hukum


7
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Pres, Cet 3, 1986, hlm 52.
Analisis bahan hukum diartikan sebagai proses

mengorganisasikan dan mengurutkan bahan hukum kedalam pola,

kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema

dan dapat dirumuskan hipotesis kerja, seperti yang disarankan oleh

bahan hukum8.

B. PEMBAHASAN

1. Analisis penyelesaian tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan

luka ringan

Hukum pidana penganiayaan di Indonesia terdiri dari tiga tingkatan

hukuman yang berbeda yaitu penganiayaan ringan, sedang, dan berat.

Ketiga tingkatan penganiayaan tersebut diatur dalam pasal 352 (1)

KUHP untuk penganiayaan ringan, pasal 351 (1) KUHP untuk

penganiayaan, dan pasal 353 (2) KUHP untuk penganiayaan yang

menimbulkan luka berat. Setiap kecederaan harus dikaitkan dengan

ketiga pasal tersebut. Dampak perlukaan tersebut memegang peranan

penting bagi hakim dalam menentukan sanksi pidana yang harus

dijatuhkan sesuai dengan rasa keadilan. Penganiayaan yang

menimbulkan kematian adalah kategori terakhir dengan hukuman

terberat berdasarkan pasal 353 (3) KUHP.

Tindakan penganiayaan kepada pihak lain merupakan bentuk

aktifitas manusia yang mempunyai indikasi melawan hukum atau


8
Kristiawanto, Memahami Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta, Prenada, 2022), hlm.
32-33
bertentangan dengan undang-undang yang berlaku, berupa perbuatan

fisik yang bersifat nyata, dan berakibat kerusakan pada harta benda

(property), fisik hingga kematian korban. Walaupun bentuknya

berakibat sama, namun alasan atau motif yang memotivasi seseorang

untuk melakukan penganiayaan dapat berbeda-beda. motif yang

berlainan, misalnya pembunuhan dapat bermotif harta atau persaingan

usaha, dendam maupun bermotif cemburu bahkan politik, perkosaan

memiliki motif pemuas nafsu, penganiayaan dapat bermotif harta

maupun dendam, dan sebagainya.

Penganiayaan ringan menurut pasal 352 KUHP adalah

penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau cacat permanen

pada tubuh si korban sehingga menghalangi si korban untuk

menjalankan pekerjaan jabatan. Pasal 353 (2) KUHP menyebutkan

bahwa penganiayaan berat adalah penganiayaan yang dapat

mengakibatkan cacat permanen pada tubuh si korban, yang

menghalangi si korban untuk menjalankan pekerjaannya atau

jabatannya. Penganiayaan yang mengakibatkan kematian menurut pasal

353 (3) KUHP adalah penganiayaan tanpa maksud membunuh dari

pelakunya namun mengakibatkan korbannya tewas.

Penentuan apakah penganiayaan yang dilakukan oleh si pelaku

adalah berat atau ringan ditentukan melalui proses asesmen yang

dilakukan oleh penyidik kepolisian. Laporan, bukti visum, keterangan

saksi-saksi, bukti-bukti fisik, keterangan ahli akan menentukan hasil


penilaian penyidik apakah luka yang diderita si korban termasuk luka

berat atau tidak. Baik penganiayaan berat atau ringan pada akhirnya

akan menentukan apakah kasusnya akan diteruskan kepada kejaksaan

atau tidak. Selama belum diteruskan kepada kejaksaan maka upaya

damai/mediasi antara pelaku dan korban masih bisa berlangsung dengan

diselesaikan oleh pihak kepolisian. Upaya damai, yang merupakan

bagian penyelesaian perkara alternatif (alternative dispute resolution)

merupakan praktik yang dalam penyelesaian perkara pidana yang

dilaksanakan diluar pengadilan.

Penegakan hukum pidana dalam negara dilakukan secara preventif

dan represif. Penegakan hukum secara preventif diadakan untuk

mencegah agar tidak dilakukan pelanggaran hukum oleh warga

masyarakat dan tugas ini pada umumnya diberikan pada badan-badan

eksekutif dan kepolisian. Penegakan hukum pidana represif dilakukan

apabila usaha preventif telah dilakukan ternyata masih juga terdapat

pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum harus ditegakkan secara

represif oleh alat-alat penegak hukum. Dalam hal ini hukum harus

ditegakkan secara represif oleh alat-alat penegak hukum yang diberi

tugas yustisional. Penegakan hukum pidana represif pada tingkat

operasionalnya didukung dan melalui berbagai lembaga yang secara

organisatoris terpisah satu dengan yang lainnya, namun tetap berada

dalam kerangka penegakan hukum. Pada tahap pertama, penegakan

hukum pidana represif diawali dari lembaga kepolisian, berikutnya


kejaksaan, kemudian diteruskan ke lembaga pengadilan dan berakhir

pada lembaga pemasyarakatan.

2. Analisis tentang Putusan bebas dalam penerapan hukum terhadap

pelaku tindak pidana penganiayaan (studi Putusan Nomor

186/Pid.B/2023/PN. LLG)?

C. PENUTUP
1. Kesimpualan
2. Saran

D. DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai