Anda di halaman 1dari 89

SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK


PIDANA KORUPSI
(STUDI PUTUSAN NO. 8/PID.SUS-TPK/2022/PN. JAP)

Diajukan oleh:
Amison Magai
20311041

PROGRAM STUDI HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA (UNIYAP)
JAYAPURA
2023
HALAMAN PRASYARAT

TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK


PIDANA KORUPSI
(STUDI PUTUSAN NO. 8/PID.SUS-TPK/2022/PN. JAP )

Diajukan sebagai syarat penulisan skripsi pada Fakultas Hukum


Universitas Yapis Papua (UNIYAP) Jayapura

Oleh:
Amison Magai
20311041

PROGRAM STUDI HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA (UNIYAP)
JAYAPURA
2023

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Skripsi : Tinjauan Yuridis Putusan Hakim Terhadap Pelaku

Tindak Pidana Korupsi ( STUDI PUTUSAN NO.

8/PID.SUS-TPK/2022/PN. JAP )

Nama Mahasiswa : Amison Magai


Nomor Pokok Mahasiswa : 20311041
Program Studi : Ilmu Hukum

Telah diperiksa dan disetujui oleh

Tanggal:………………………..

Mengetahui:

Pembimbing I, Pembimbing II

Dr. LIANI SARI, SH.,MH HARRY A. TUHUMURY, SH.,MH


NIDN. 1226048001 NIDN. 0006057501

Mengetahui :

Ketua Program Studi Ilmu Hukum

Dr. MARIA A. YETI ANDRIAS, SH.,MH


NIDN. 1211117301

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PRASYARAT....................................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN...............................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................1
B. Perumusan Masalah........................................................................................5
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian....................................................................5
1. Tujuan Penelitian.......................................................................................5
2. Kegunaan Penelitian..................................................................................6
D. Sistematika Penulisan.....................................................................................6
BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................................8
A. Tinjauan Umum Tindak Pidana......................................................................8
1. Pengertian Tindak Pidana..........................................................................8
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana....................................................................10
3. Jenis Tindak Pidana.................................................................................11
B. Tinjauan Umum Tindak Pidana Korupsi......................................................12
1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi..........................................................12
2. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Korupsi..................................................14
3. Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi......................................................16
4. Jenis Penjatuhan Pidana dalam Tindak Pidana Korupsi.........................18
5. Proses Penanganan dalam Tindak Pidana Korupsi.................................19
C. Tinjauan Umum Putusan Hakim..................................................................23
1. Pengertian Putusan Hakim......................................................................23
2. Bentuk Putusan Hakim dalam Perkara Korupsi......................................24
3. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan......................27
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................29
A. Tipe Penelitian..............................................................................................29
B. Jenis dan Sumber Data.................................................................................30
1. Data Primer..............................................................................................30

iv
2. Data Sekunder.........................................................................................31
C. Teknik Pengumpulan Data...........................................................................31
D. Teknik Analisis Data....................................................................................31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................33
A. Selayang Pandang Pengadilan Tinggi Negeri Jayapura...............................33
B. Penerapan Hukum Materil Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Pada
Putusan No. 8/PID.SUS-TPK/2022/PN. JAP....................................................35
1. Fakta Hukum...........................................................................................36
2. Dakwaan Penuntut Umum.......................................................................47
3. Tuntutan Penuntut Umum.......................................................................49
4. Putusan....................................................................................................50
5. Analisis Penulis.......................................................................................51
C. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap
Pelaku Tindak Pidana Korupsi Di Pengadilan Negeri Jayapura Pada Putusan
No. 8/PID.SUS-TPK/2022/PN. JAP.................................................................69
1. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim........................................................69
2. Analisis Penulis.......................................................................................74
BAB V PENUTUP.................................................................................................78
A. Kesimpulan...................................................................................................78
B. Saran.............................................................................................................79
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................81

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum, yang bermakna

bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana tercantum di

dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hukum

memiliki arti penting dalam setiap aspek kehidupan, pedoman tingkah laku

manusia dalam hubungannya dengan manusia yang lain, dan hokum yang

mengatur segala kehidupan masyarakat Indonesia.1

Setiap tindakan warga negara diatur dengan hukum, setiap aspek

memiliki aturan, ketentuan dan peraturannya masing-masing. Hukum

menetapkan apa yang harus dilakukan, apa yang boleh dilakukan serta apa

yang dilarang. Salah satu bidang dalam hukum adalah hukum pidana yaitu

mengatur tentang aturan perbuatan-perbuatan tertentu yang dilarang.

Sedangkan tindak pidana, merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu

aturan hukum yang mana disertai ancaman (sanksi) 2.

Negara hukum menginginkan agar hukum tersebut ditaati, dihormati dan

dijalankan oleh segala perangkat Negara. Untuk mewujudkan terciptanya

kedamaian, kesejahteraan dan ketertiban dalam kehidupan berbangsa dan

bermasyarakat, sehingga terciptalah kehidupan yang seimbang. Untuk

menciptakan hal tersebut maka hukum diciptakan dengan memberikan rambu-

1
Putra, Widiati, and Widyantara, “Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan Badan
Usaha Milik Negara.”
2
Paturusi, “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan
Badan Usaha Milik Negara (Studi Kasus Putusan Nomor 41/Pid.Sus.TPK/2015/PN.Mks).”

1
2

rambu atau aturan-aturan yang mengatur pola tingkah laku masyarakat, agar

tidak mengganggu dan merugikan kepentingan yang lain dalam arti tidak

melanggar hak-hak orang lain. Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri

bahwa kejahatan-kejahatan masih sering terjadi dan bahkan semakin meningkat

dan sudah menyebar dalam masyarakat salah satunya adalah tindak pidana

korupsi.

Korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk

memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain

secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan

suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, berlawanan dengan

kewajibannya dan hak-hak dari pihak-pihak lain 3.

Semangat penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi yang

ditengarai sebagai kejahatan luar biasa yang berakibat pada terjadinya

kesenjangan sosial, ekonomi, hilangnya kepercayaan kepada pemerintah dan

berbagai permasalahan lainnya yang mendorong lahirnya Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor). Hal yang menarik

dari pembentukan UU Tipikor ini adalah adanya ketentuan pidana minimum

khusus di dalam rumusan deliknya terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Hal

ini tentu berbeda dengan ketentuan pidana pada umumnya dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang lebih mengenal ketentuan

3
Alfarrizy et al., “Implementasi Pertanggung Jawaban Pelaku Tindak Pidana Korupsi Dalam
Penyalah Gunaan Anggaran Pendahuluan Dan Belanja Kampung (Apbk) Yang Dilakukan Oleh
Oknum Mantan Kepala Kampung Menanga Jaya (Studi Kasus
Nomor:13/PID.SUS-TPK/2020/PN.TJK).”
3

pidana maksimum 4. Ketentuan tersebut sebagaimana tercantum dalam Pasal 2

Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi:

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan


memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Salah satu jenis korupsi yang banyak terjadi adalah tindak pidana korupsi

penyalahgunaan kewenangan yang terdapat dalam pasal 3 Undang-Undang

No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang berbunyi:

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat yang dapat
merugikan Negara atau perekonomian Negara, dipdana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) yahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).”

Penyalahgunaan kewenangan sebagai implikasi terjadinya tindak pidana

korupsi paling banyak terjadi dikarenakan pelaku tindak pidana korupsi bukan

hanya berasal dari orang-orang yang memiliki jabatan/kedudukan yang

strategis dalam sistem pemerintahan dan kenegaraan yang berada di ibu kota

Negara, namun jenis korupsi ini telah menjalar dan merasuk hingga ke

pelosok-pelosok daerah yang dilakukan oleh pejabat-pejabat daerah.

4
Siahaan, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia.
4

Kasus tindak pidana korupsi yang marak terjadi saat ini adalah mengenai

kasus korupsi bantuan sosial dan juga korupsi penyalahgunaan dana

penanggulangan covid-19. Salah satu kasus penyalahgunaan dana

penanggulangan covid-19 yang pernah terjadi di Pengadilan Negeri Jayapura

adalah kasus tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana tim gugus tugas

Covid-19 di Kabupaten Mamberamo Raya Tahun 2020 yang bersumber dari

dana tim gugus Covid-19 tahun 2020 sehingga menyebabkan kerugian Negara

sebesar Rp.3.153.100.000 (tiga miliar seratus lima puluh tiga seratus ribu

rupiah) yang salah satu terdakwa di dalamnya adalah Aristoteles Airori selaku

Bendahara Khusus Hibah dan Bantuan Sosial BPKAD Kabupaten Mamberamo

Raya. Dimana putusan hakim menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai

dakwaan primair. Dan juga putusan yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Korupsi yang

dilakukan secara bersama-sama dan secara berlanjut” sebagaimana dalam

dakwaan susidair. Sehingga terdakwa dijatuhkan hukuman 3 tahun 3 bulan

penjara dan denda sebesar 50 juta rupiah.

Dengan alasan-alasan tersebut di atas, maka penulis terdorong untuk melakukan

penelitian yang mendalam terkait korupsi dengan judul, Tinjauan Yuridis

Putusan Hakim Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan No.

8/PID.SUS -TPK/2022/PN. JAP)


5

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan sebelumnya, pokok

masalah yang akan dibahas adalah bagaimana putusan hakim terhadap tindak

pidana korupsi di Pengadilan Negeri Jayapura No. 8/PID.SUS-TPK/2022/PN.

JAP. Selanjutnya dijabarkan dalam sub masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan hukum materil terhadap pelaku tindak pidana

korupsi di Pengadilan Negeri Jayapura pada putusan No. 8/PID.SUS-

TPK/2022/PN. JAP ?

2. Bagaimana dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan

terhadap pelaku tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Jayapura pada

putusan No. 8/PID.SUS-TPK/2022/PN. JAP?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai berdasarkan uraian

latar belakang dan rumusan masalah di atas:

1. Untuk mengetahui penerapan hukum pidana dalam perkara Tindak

Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jayapura dalam putusan No.

8/PID.SUS-TPK/2022/PN. JAP ?

2. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan

putusan terhadap pelaku tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri

Jayapura dalam putusan No. 8/PID.SUS-TPK/2022/PN. JAP ?


6

2. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dan tujuan

penelitian diatas maka kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai informasi bagi kalangan mahasiswa, kalangan intelektual yang

berminat untuk mempelajari, mengetahui, dan mengkaji lebih lanjut

mengenai proses hukum yang ditulis dalam tulisan ini.

2. Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan

informasi dalam perkembangan ilmu hukum yang berkaitan dengan

masalah yang dibahas dalam skripsi dan penelitian ini.

3. Secara praktis, dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang

diteliti. Dan dari hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi praktisi

hukum sehingga dapat dijadikan dasar berfikir dan bertindak bagi aparat

penegak hukum.

4. Bagi penulis, sebagai proses pembelajaran yang berharga dalam

penulisan karya ilmiah dan menerapkan teori yang diperoleh dalam

disiplin ilmu hukum, sekaligus hasil penulisan ini sebagai bahan pustaka

bagi penulis utamanya dapat dipergunakan untuk mengkaji lebih lanjut

tentang hukum pidana.

D. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembuatan hasil penelitian ini, penulis menyusun

Skripsi penelitian ini dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN
7

Meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan

kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Dalam bab ini deksripsi konseptual yang membahas tentang teori-teori

yang berkaitan dengan penelitian.

BAB III : METODE PENELITIAN

Dalam bab ini menjelaskan lokasi penelitian, tipe penelitian, jenis dan

sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data yang

digunakan.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada Bab IV ini terdiri dari gambaran umum tentang kasus yang diteliti,

penyelesaian rumusan masalah, dan pembahasan penelitian.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Pada Bab V terdiri dari Membuat kesimpulan dan saran dari hasil

penelitian yang berisi jawaban dari perumusan masalah atau tema-tema penting

yang berkaitan dengan hasil interprestasi data atau verifikasi temuan dengan

konsep-konsep dan teori yang sesuai dengan fokus dan subfokus penelitian.

Serta saran yang di berikan kepada pembaca yang di susun berdasarkan hasil

temuan dalam penelitian yang telah dilakukan.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Istilah ‘’tindak pidana’’ atau dalam bahasa Belanda, starfbaarfeit,

yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam strafwetboek atau Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana, yang sekarang berlaku di Indonesia 5.

Starfbaarfeit dapat diterjemahkan sebagai ‘’sebagian dari suatu kenyataan

yang dapat dihukum’’, akan tetapi, diketahui bahwa yang dapat dihukum itu

sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan

ataupun tindakan 6.

Tindak pidana adalah sebuah istilah yang mengandung pengertian

mendasar dari ilmu hukum sebagai istilah yang diciptakan atas kesadaran

sebagai ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Terdapat pengertian yang

abstrak terkait tindak pidana dari kasus-kasus yang konkrit dalam

lingkungan hukum pidana, sehingga tindak pidana harus diberikan arti yang

memiliki sifat ilmiah dan ditetapkan dengan jelas agar dapat dibedakan

dengan istilah sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat 7.

Beberapa pakar hukum telah memberikan pandangannya mengenai

definisi strafbaar feit atau Hukum Pidana, antara lain sebagai berikut;

5
Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia.
6
Fariza, “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Kain Linmas Di
Kabupaten Pangkep (Studi Kasus Putusan No.47/Pid.Sus.TPK/2016/PN.Mks).”
7
Anggara, “Tinjauan Yuridis Penjatuhan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Turut Serta Dalam
Tindak Pidana Korupsi (Putusan Nomor 14/Pid.Sus-TPK/2021/PN Mks).”

8
9

a. Profesor Mr. W.F.C van Hattum


“Hukum Pidana adalah suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-
peraturan yang diikuti oleh negara atau suatu masyarakat hukum umum
lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban hukum
umum telah melarang dilakukannya tindakan-tindakan yang bersifat
melanggar hukum dan telah mengaitkan pelanggaran terhadap peraturan-
peraturannya dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa
hukuman”.

b. Profesor W.P.J. Pompe

“Hukum pidana itu sama halnya dengan hukum tata negara, hukum
perdata dan lain-lain bagian dari hukum, biasanya diartikan sebagai suatu
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang sedikit banyak bersifat umum
yang diabstrak – dari keadaan-keadaan yang bersifat konkret”.

c. Hazewinkel-Suringa

“Tindak Pidana adalah suatu prilaku manusia yang pada saat tertentu
telah ditolak didalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap
sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan
menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat
didalamnya”.

d. P.A.F. Lamintang dalam bukunya memberikan pendapat bahwa:

“Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa untuk menjatuhkan


suatu hukuman itu adalah tidak cukup apabila disitu hanya terdapat suatu
strafbaar feit melainkan harus juga ada suatu strafbaar person atau
seseorang yang dapat dihukum, di mana orang tersebut tidak dapat
dihukum apabila strafbaar feit yang telah ia lakukan itu tidak bersifat
wederrechtelijk dan telah ia lakukan baik dengan sengaja maupun tidak
disengaja.”
Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa tindakan yang

disengaja ataupun yang dilakukan dengan tidak sengaja serta tindakan yang

bersifat bertentangan dengan hukum merupakan hal yang tidak dapat kita

pisahkan dengan suatu strafbaar feit 8.

8
Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia.
10

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Unsur-unsur tindak pidana pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 2

bagian yaitu unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif tindak

pidana ialah:

a. Adanya sengaja melakukan (dolus) atau tidak sengaja melakukan

(culpa);

b. Adanya maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging

seperti yang dimaksud di dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP;

c. Macam-macam maksud atau oogmerk, seperti yang terdapat pada

kejahatan-kejahatan penipuan, pemerasan, pemalsuan, pencurian, dan

lain-lain;

d. Merencanakan sebelum melakukan atau voorbedachte raad, seperti yang

terdapat di dalam kejahatan pembunuhan berencana dalam Pasal 340

KUHP;

Unsur Objektif tindak pidana ialah:

a. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkb;

b. Kualitas dari si pelaku, misalnya “keadaan sebagai seorang pegawai

negeri” di dalam kejahatan jabatan atau “keadaan sebagai pengurus atau

komisaris dari suatu perseroan terbatas” di dalam kejahatan menurut

Pasal 398 KUHP;

c. Kausalitas, adalah hubungan antara tindakan sebagai suatu penyebab

dengan kenyataan sebagai suatu akibat 9.

9
Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia.
11

3. Jenis Tindak Pidana


10
Menurut dalam bukunya yang bejudul “Asas-Asas Hukum Pidana”

membagi jenis-jenis tindak pidana dibeberapa bagiannya, mengatakan

bahwa:

“Ketika membahas tindak pidana, kita akan menemukan beragam jenis


tindak pidana yang ada di masyarakat. Berbagai jenis yang ada tersebut,
dapat dibedakan menjadi beberapa bagian besar, diantaranya:
a. Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil
dan tindak pidana materil. Tindak pidana formil merupakan perbuatan
pidana yang perumusannya dititikberatkan pada perbuatan yang dilarang
yaitu tindak pidana telah dianggap selesai dengan telah dilakukannya
perbuatan yang dilarang oleh undang-undang tanpa mempersoalkan
akibatnya. Kemudian jika tindak pidana materil merupakan perbuatan
pidana yang perumusannya dititkberatkan pada akibat yang dilarang.
Tindak pidana baru dianggap telah selesai apabila akibat yang dilarang
itu telah terjadi.
b. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan yang dimuat dalam
buku II dan pelanggaran yang dimuat dalam buku III. Pada KUHP
perbedaan itu jelas terlihat pada Buku II KUHP yang banyak
menjelaskan delik-delik yang disebut dengan kejahatan (misdrijven),
sedangkan buku III KUHP memuat delik-delik yang disebut pelanggaran
(overtredingen).
c. Berdasarkan bentuk kesalahan, dibedakan antara tindak pidana sengaja
(dolus) dan tindak pidana tidak dengan sengaja (culpa). Dalam tindak
pidana, kesengajaan dan tidak dengan sengaja atau bisa juga disebut
dengan tindak pidana kealpaan, terjadi sebuah perbedaan. Perbedaan
tersebut terletak pada definisi serta dampak hukum pada sebuah tindakan.
d. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana
aktif dan dapat juga dan tindak pidana pasif. Dalam tindak pidana, sering
disebut dengan tindak pidana dengan delik komisi dan omisi. Delik
komisi adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan yaitu
berbuat sesuatu yang dilarang. Sedang delik omisi adalah delik berupa
pelanggaran terhadap perintah, yaitu tidak berbuat sesuatu yang
diperintah.
e. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya,dapat dibedakan antara
tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama
atau berlangsung lama atau berlangsung terus menerus.
f. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan
tindak pidana khusus.
g. Dilihat dari segi subjeknya, dapat dibedakan antara tindak pidana
communia (tindak pidana yang dapat dilakukan oleh semua orang) dan
10
Amir Ilyas, (2012)
12

tindak pidana propria (tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh
orang yang berkualitas tertentu)
h. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka
dibedakan antara tindak pidana biasa dan tindak pidana aduan.
i. Berdasarkan berat-ringannya pidana yang diancamkan, dapat dibedakan
antara tindak pidana bentuk pokok, tindak pidana diperberat dan tindak
pidana yang diperingan.
j. Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana
tidak terbatas macamnya, sangat tergantung pada kepentingan hukum
yang dilindungi dalam suatu peraturan perundang-undangan.
k. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan,
dibedakan antara tindak pidana tunggal dan tindak pidana berantai.”

Dari uraian di atas, dapak dilihat bahwa tindak pidana dalam berbagai

sudut pandang, memiliki banyak sekali jenisnya. Dari jenis tersebut,

penjatuhan hukuman pada tindak pidananya pun berbeda-beda.

B. Tinjauan Umum Tindak Pidana Korupsi

1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Menurut Fockema Andrea kata korupsi berasal dari bahasa Latin

corruptio atau corruptus (Webster Student Dictionary: 1960). Selanjutnya

disebutkan bahwa corruptio itu berasal pula dari kata asal corrumpere, suatu

kata Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin itulah turun ke banyak bahasa

Eropa seperti Inggris, yaitu corruption, corrupt; Prancis, yaitu corruption;

dan Belanda, yaitu corruptie (korruptie). Dari bahasa Belanda inilah kata itu

turun ke bahasa Indonesia, yaitu ‘’korupsi’’. Arti harfiah dari kata itu ialah

kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak

bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang

menghina atau memfitnah 11.

11
Hamzah, Pemberasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional Dan Internasional.
13

Istilah korupsi disimpulkan dalam bahasa Indonesia oleh

Purwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia: ‘’Korupsi adalah

perbuatan yang buruk seperti penggelapan, penerimaan uang sogok dan

sebagainya.’’ Salah satu definisi di dalam kamus lengkap Webster’s Third

New International Dictionary adalah ‘’ajakan (dari seorang pejabat politik)

engan pertimbangan-pertimbangan yang tidak semestinya (misalnya suap)

untuk melakukan pelanggaran tugas.’’ Dalam Ensiklopedia Indonesia

disebut korupsi adalah gejala di mana para pejabat, badan-badan negara

menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta

ketidakberesan lainnya 12.

Sedangkan dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang telah

diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi (13) sama sekali tidak tercantum secara jelas

mengenai pengertian korupsi itu sendiri. Namun dapat disimpulkan dari

undang-undang tersebut dalam Pasal 2, bahwa tindak pidana korupsi adalah

perbuatan yang secara melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau

orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.

2. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Korupsi

Syed Husen 14 menyatakan bahwa korupsi itu dapat dikelompokkan ke

dalam beberapa bentuk, sebagai berikut:

a. Korupsi Transaktif. Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang

dilakukan atas dasar kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan
12
Hartanti, Tindak Pidana Korupsi.
13
UU PTPK
14
Alatas
14

pihak penerima dari keuntungan pribadi masing masing pihak dan kedua

pihak sama-sama aktif melakukan usaha untuk mencapai keuntungan

tersebut.

b. Korupsi Ekstortif (Memeras). Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi

dimana terdapat unsur paksaan, yaitu pihak pemberi dipaksa untuk

melakukan penyuapan guna mencegah terjadinya kerugian bagi dirinya,

kepentingannya,orang-orang, atau hal-hal yang penting baginya.

c. Korupsi Nepotistik (Perkerabatan). Korupsi ini adalah suatu bentuk

korupsi dengan melakukan penunjukan secara tidak sah terhadap kawan

atau kerabat untuk memegang suatu jabatan publik, atau tindakan yang

memberikan perlakuan istimewa dalam bentuk uang atau bentuk lain

kepada mereka secara bertentangan dengan norma atau ketentuan yang

berlaku.

d. Korupsi Investif. Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang berwujud

pemberian barang atau jasa tanpa ada keterkaitan langsung dengan

keuntungan tertentu, melainkan mengharapkan suatu keuntungan yang

akan diperoleh di masa depan.

e. Korupsi Suportif (Dukungan). Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi

yang berbentuk upaya penciptaan suasana yang dapat melanggengkan,

melindungi dan memperkuat korupsi yang sedang dijalankan.

f. Korupsi Autogenik. Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang

dilakukan secara individual untuk mendapatkan keuntungan karena


15

memahami dan mengetahui serta mempunyai peluang terhadap obyek

korupsi yang tidak diketahui oleh orang lain.

g. Korupsi Defensif. Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang

dilakukan oleh korban korupsi dalam rangka mempertahankan diri

terhadap upaya pemerasan terhadap dirinya.

Secara garis besar perbuatan terlarang dalam UU No. 31 Tahun 1999

jo. UU No. 20 Tahun 2001 terkualifikasi dengan sebutan tindak pidana

korupsi dan tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.

Untuk lebih mudah mengingatnya, jenis-jenis tindak pidana korupsi yaitu 15:

a. Melawan hukum untuk memperkaya diri dan dapat merugikan keuangan


negara adalah korupsi (Pasal 2 ayat 1).
b. Menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri dan
dapat merugikan keuangan negara adalah korupsi (Pasal 3).
c. Menyuap pegawai negeri adalah korupsi (Pasal 5 ayat 1 huruf a, pasal 5
ayat 1 huruf b).
d. Memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya adalah
korupsi (pasal 13).
e. Pegawai negeri menerima suap adalah korupsi (pasal 5 ayat 2, pasal 12
huruf a, pasal 12 huruf b).
f. Pegawai neegeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya
adalah korupsi (pasal 11).
g. Menyuap hakim adalah korupsi (pasal 6 ayat 1 huruf a).
h. Menyuap advokat adalah korupsi (pasal 6 ayat 1 huruf b).
i. Hakim dan Advokat menerima suap adalah korupsi (pasal 6 ayat 2).
j. Hakim menerima suap adalah korupsi (pasal 12 huruf c).
k. Advokat menerima suap adalah korupsi (pasal 12 huruf d).
l. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan
adalah korupsi (pasal 8).
m. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi adalah
korupsi (pasal 9).
n. Pegawai negeri merusak bukti adalah korupsi (pasal 10 huruf a).
o. Pegawai negeri membiarkan orang lain merusak bukti adalah korupsi
(pasal 10 huruf b).
p. Pegawai negeri membantu orang lain merusak bukti adalah korupsi
(pasal 10 huruf c).

15
Guse Prayudi, Tindak Pidana Korupsi Dipandang Dalam Berbagai Aspek.
16

q. Pegawai negeri memeras adalah korupsi (pasal 12 huruf e, pasal 12 huruf


f).
r. Pegawai negeri memeras pegawai negeri lain adalah korupsi (pasal 12
huruf f).
s. Pemborong berbuat curang adalah korupsi (pasal 7 ayat 1 huruf a).
t. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang adalah korupsi (pasal 7
ayat 1 huruf b).
u. Rekanan TNI/Polri berbuat curang adalah korupsi (pasal 7 ayat 1 huruf
c).
v. Pengawas rekanan TNI/Polri membiarkan perbuatan curang adalah
korupsi (pasal 7 ayat 1 huruf d ).
w. Penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang adalah korupsi
(pasal 7 ayat 2).
x. Pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain
adalah korupsi (pasal 12 huruf h).
y. Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya adalah
korupsi (pasal 12 huruf i).
z. Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak lapor KPK adalah korupsi
(pasal 12 B).

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi

Dalam membahas unsur-unsur tindak pidana korupsi maka tidak

terlepas dari unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU

PTPK. Pasal 2 UU PTPK menyatakan sebagai berikut :

‘’Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan


memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).’’
Berdasarkan bunyi pasal diatas, maka unsur-unsur tindak pidana

korupsi sebagai berikut:

a. Setiap orang;

b. Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;

c. Dengan cara melawan hukum;

d. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.


17

Pada Pasal 2 ayat (2) ditambahkan unsur ‘’dilakukan dalam keadaan

tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan’’. Yang dimaksud dengan keadaan

tertentu ialah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan bagi pelaku

tindak pidana korupsi. Pasal 3 UU PTPK menyatakan sebagai berikut:

‘’Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang

lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau

sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan

pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu)

tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp.

50.000.000,00 (lima puluh juta) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00

(satu milyah rupiah).’’

Berdasarkan bunyi pasal diatas, maka unsur-unsur tindak pidana

korupsi sebagai berikut:

a. Setiap orang;

b. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi;

c. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada

padanya karena jabatan atau kedudukan;

d. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.


18

4. Jenis Penjatuhan Pidana dalam Tindak Pidana Korupsi

Penjatuhan hukuman bagi pelaku perkara tindak pidana korupsi

berdasarkan ketentuan Undang-undang No.31 tahu 1999, (Evi Hartanti;

2014), berupa :

a. Pidana Mati

Hal ini terdapat dalam pasal 2 ayat (2) Undang-undang No.31

tahun 1999 yang dilakukan dalam keadaan tertentu. Keadaan tertentu

yang dimaksud adalah tindak pidana korupsi tersebut dilakukan saat

Negara dalam kondisi bahaya, seperti saat terjadi bencana alam nasional,

sebagai pengulangan tindak pidana korupsi maupun pada saat negara

dalam keadaan krisis ekonomi (moneter).

b. Pidana Penjara

Terdapat dalam pasal 2 sampai dengan pasal 24 yaitu pasal 2 ayat

(1), pasal 3, pasal 5, pasal 6, pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 11,

pasal 12, pasal 21, pasal 22, pasal 23 dan pasal 24. Dengan ancaman

pidana penjara seumur hidup dalam pasal 2 ayat (1), pasal 3 dan pasal 12.

Pidana penjara paling singkat sedikit 1 (satu) tahun dan paling lam 20

(dua puluh) tahun dalam pasal 2 ayat (1), pasal 3 dan pasal 12.

c. Pidana Tambahan

1) Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu, keuntungan

tetentu yang telah atau dapat diberikan pemerintah kepada terpidana.

2) Uang pengganti yang dibayar jumlanya sama sebanyak-banyaknya

sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.


19

3) Perampasan barang-barang tertentu seperti barang bergerak yang

berwujud atau tidak berwujud, barang bergerak atau tidak bergerak

yang digunakan atau diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk

di dalamnya perusahaan milik terpidana tempat korupsi dilakuan,

maupun barang yang menggantikan barang-barang tersebut.

4) Dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun penutupan seluruh atau

sebagian perusahaan.

5) Jika terpidana tidak dapat membayar uang pengganti setelah putusan

pengadilan yang berkekuatan hukum tetap paling lama dalam waktu 1

(satu) bulan, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang

oleh jaksa sebagai uang pengganti tersebut.

6) Jika terpidana tidak mempunyai cukup harta untuk membayar uang

pengganti maka terpidana dipidana penjara yang telah ditentukan

dalam Undang-undang No 31 tahun 1999.

d. Proses Penanganan dalam Tindak Pidana Korupsi

a. Penyelidikan

Penyelidikan berasal dari kata dasar “selidik” yang mempunyai

awalan “pe” dan akhiran “an”. Kata “selidik” mempunyai arti yang

bersinonim dengan kata “intai”, “memata-matai”. Penyelidikan

mengandung arti secara luas adalah upaya atau tindakan aparat hokum

melakukan serangkaian tindakan untuk mencari kebenaran sementara

melalui kegiatan “mengintai”, dan “memata-matai” secara terselubung

(tidak boleh diketahui oleh orang lain kecuali orang- orang tertentu yang
20

dianggap patut mengetahuinya) yang selanjutnya untuk dilakukan

tindakan penangkapan terhadap tersangka.

Penyelidikan merupakan tindakan awal pemeriksaan perkara dan

pembatasan lainnya dari tugas penyidikan. Polisi dapat bertindak

terhadap suatu peristiwa atau perbuatan pidana karena ada laporan dari

masyarakat atau peristiwa pidana atau secara tiba- tiba ditemukan di

lapangan pada saat petugas Polisi berada di Tempat Kejadian Perkara

(TKP). Tindakan awal yang dilakukan oleh Polisi atau peristiwa tersebut

adalah penyelidikan. Tujuannya untuk mengetahui ada atau tidak, benar

atau tidaknya suatu peristiwa pidana itu terjadi untuk kemudian

dilanjutkan kepada tahap kedua yaitu penyidikan 16.

b. Penyidikan Terhadap Tersangka

Penyidikan berasal dari kata dasar “sidik” yang mempunyai awalan

“”pe” dan akhiran “an”. Kata sidik mempunyai arti penyidikan jari untuk

mengetahui dan membedakan orang dengan meneliti garis- garis ujung


17
jari. Pengertian demikian menurut , terlalu sempit mengartikan

penyidikan, namun penyidikan harus diartikan secara luas takni

serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti

yang dengan bukti membuat terang tindak pidana yang terjadi guna

menentukan tersangkanya.

Proses penyidikan adalah kegiatan Polisi dalam membuat terang

suatu kasus yang terjadi dengan mengumpulkan alat bukti yang sah, baik

16
Ismail, “Kajian Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi.”
17
Sutarto, (2004)
21

berupa barang bukti, keterangan saksi, keterangan saksi ahli, surat, dan

lain-lain. Pasal 1 angka 2 KUHAP memberi batasan “penyidikan” yaitu

“penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan

menurut cara yang diatur dalam undang- undang ini untuk mencari serta

mengumpulkan barang bukti yang dengan bukti itu membuat terang

tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.

c. Penyidik Menentukan Pasal- Pasal Dalam UUPTPK yang Dilanggar

Tersangka

Penyidik mencantumkan pasal- pasal dalam UUPTPK berkaitan

dengan unsur merugikan keuangan Negara dan menjerat pelaku dengan

pasal berlapis yakni: Pasal 2, Pasal 3, Pasal 15 UU No. 31 Tahun 1999,

dan Pasal 9 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi (UUPTPK). Penyidik dan penyidik pembantu

menentukan tindakan tersangka yang demikian, termasuk perbuatan yang

memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 2 ayat (1),

Pasal 3, dan Pasal 15 UU No. 31 Tahun 1999, junto Pasal 9 UU No. 20

Tahun 2001.

d. Hambatan yang Dihadapi Penyelidik Dalam Melakukan

Penyelidikan

Polisi berperan melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap

semua tindak pidana sesuai dengan hukum acar pidana (KUHAP) dan

peraturan perundang- undangan lainnya. Kepolisian Negara Republik

Indonesia sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan


22

negara di bidang penyelidikan dan penyidikan harus bebas dari pengaruh

kekuasaan pihak manapun. Penyidikan tindak pidana korupsi harus

dilaksanakan secara bebas dan terlepas dari pengaruh kekuasaan

pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya untuk menegakkan hokum.

Kepolisian sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut lebih

berperan dalam menegakkan, hukum, perlindungan kepentingan umum,

penegakan hak asasi manusia, pemberantasan korupsi dan lain- lain.

Hambatan-hambatan di tingkat penyidikan, secara yuridis penyidik

tetap berpedoman kepada KUHAP dan perundang-undangan yang

berlaku, penyidik kurang memahami makna substansi dalam UUPTPK

khususnya dalam memahami unsur “dapat memperkaya diri sendiri atau

orang lain atau suatu korporasi”. Sebab, penyidik mencantumkan pasal-

pasal dalam UUPTPK yakni Pasal 2, Pasal 3, Pasal 15 UU No. 31 Tahun

1999, dan Pasal 9 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi (UUPTPK) yang dicantumkan penyidik dalam Berita

Acara Pemeriksaan (BAP) tersangka.

Keadaan demikian tidak termasuk hambatan yuridis dan non

yuridis melainkan merupakan hambatan internal aparat Kepolisian dalam

penegakan hukum anti korupsi di Indonesia karena dengan kekeliruannya

memahami makna substansi dalam undang- undang anti korupsi dapat

berakibat akan mencederai penegakan hukum di Indonesia. Hal demikian

dapat terjadi karena keterbatasan ahli di bidang hukum yang dimiliki


23

setiap Kantor Kepolisian di daerah khususnya di bidang penyidik dalam

mengenakan pasal- pasal terkait 18.

C. Tinjauan Umum Putusan Hakim

1. Pengertian Putusan Hakim

Pengertian hakim dalam Pasal 1 butir 8 KUHAP yang menyebutkan

bahwa Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh

Undang-Undang untuk mengadili. Dan pengertian hakim menurut UU No

48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman:

“Hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan

peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,

lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan

peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada

dalam lingkungan peradilan tersebut.”

Pengertian putusan menurut buku Peristilahan Hukum dan Praktik

yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung RI 1985 adalah “hasil atau

kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan

semasak-masaknya yang dapat berbentuk tulisan ataupun lisan 19.

2. Bentuk Putusan Hakim dalam Perkara Korupsi

Terdapat berbagai definisi mengenai putusan hakim di Indonesia hal

ini disebabkan Indonesia mengadopsi peraturan perundang-undangan dari

Belanda dan istilah-istilah hukumnya diterjemahkan oleh ahli bahasa bukan

ahli hukum. Ada berbagai putusan hakim/putusan pengadilan yaitu:

18
Hartanti, Tindak Pidana Korupsi :Edisi Kedua.
19
Hartanti.
24

a. Putusan Bebas

Putusan bebas berarti terdakwa dijatuhi putusan yang dinyatakan

bebas dari tuntutan hukum (vrij spraak) atau acquittal serta dari hasil

pemeriksaan di persidangan pengadilan berpendapat tidak terbukti secara

sah artinya tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim dalam

persidangan tidak meyakinkan maka terdakwa diputuskan bebas

berdasarkan pasal 19 ayat (1) 20UHAP atau tidak terpenuhinya asas batas

Minimum pembuktian, yaitu asas unus testis nullus testis yang artinya

satu saksi bukan saksi

b. Putusan Lepas dari Segala Tuntutan

Berdasarkan pasal 191 ayat (2) KUHAP, terdakwa dijatuhakan

putusan lepas jika pengadilan berpendapat apa yang didakwakan kepada

terdakwa bukan merupakan suatu tindak pidana, akan tetapi perbuatan

tersebut bisa saja merupakan suatu pebuatan yang melanggar hukum

perdata maupun hukum yang lain 21.

c. Putusan Pemidanaan

Putusan pemidanaan adalah putusan yang dijatuhkan kepada

terdakwa dalam artian segala yang didakwakan kepada terdakwa terbukti

secara sah dan meyakinkan, diatur dalam pasal 193 KUHAP. Hakim

dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa harus didasarkan pada

20
K
21
Hartanti, Tindak Pidana Korupsi :Edisi Kedua.
25

minimal dua alat bukti yang sah dan keyakinan hakim yang terbentuk

didasarkan pada alat bukti yang sah tersebut 22.

d. Penetapan Tidak Berwenang Mengadili

Penetapan tidak berwenang mengadili dinyatakan dalam proses

persidangan yang dinyatakan oleh pengacara setelah mendengar

dakwaan. Jika majelis hakim berpendapat sama dengan pengacara maka

majelis hakim menetapkan putusan bahwa pengadilan negeri tidak

berwenang mengadili, sebagaimana amanah dalam pasal 156 ayat (2)

KUHAP dan pasal 84 KUHAP tentang kewenangan mengadili yang

berdasarkan tempat tindak pidana dilakukan, pengadilan negeri tempat

terdakwa bertempat tinggal 23.

e. Putusan Yang Menyatakan Dakwaan Tidak Dapat Diterima

Penjatuhan putusan ini berpedoman pada pasal 156 ayat (1)

KUHAP. Putusan ini menyatakan bahwa dakwaan penuntut umum

kurang cermat dalam :

1) Delik aduan yang diharuskan tidak ada

2) Nebis in Idem (perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa sudah

pernah diadili atau memiliki kekuatan hukum yang tetap.

3) Daluwarsa atau hak penuntutan telah hilang

f. Putusan Yang Menyatakan Dakwaan Batal Demi Hukum

Alasan pokok menyatakan dakwaan jaksa batal demi hukum:

22
Amiruddin, “Peran Saksi Mahkota Dalam Perkara Pidana Korupsi Di Pengadilan Negeri
Makassar.”
23
Hartanti, Tindak Pidana Korupsi :Edisi Kedua.
26

1) Dakwaan tidak merumuskan semua unsur dalih yang didakwakan,

atau

2) Tidak menjelaskan dengan rinci peran dan perbuatan yang dilakukan

terdakwa

3) Dakwaan obscuur libel atau kabur, karena tidak dijelaskan bagaimana

kejahatan tersebut dilakukan, atau

4) Penuntut umum melanggar pasal 144, seperti merubah surat dakwaan

satu ataupun dua hari sebelum hari persidangan, atau surat dakwaan

diubah lebih dari satu kali 24.

Surat dakwaan dapat dibatalkan apabila sudah dibacakan di muka

sidang pengadilan dan di mana terdakwa atau penasehat hukum

mengajukan perlawanan atau eksepsi dan hanya dapat dilakukan oleh

hakim.38

3. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan

Pertimbangan hakim atau Ratio Decidendi adalah argument atau

alasan yang dipakai oleh hakim sebagai pertimbangan hukum yang menjadi

dasar sebelum memutus perkara. Pengambilan putusan oleh majelis hakim

dilakukan setelah hakim anggota majelis mengemukakan pendapat atau

pertimbangan secara keyakinan atas suatu perkara lalu dilakukan

musyawarah untuk mufakat. Jika permufakatan bulat tidak diperoleh,

putusan diambil dengan suara terbanyak. Adakalanya para hakim berbeda

pendapat atau pertimbangan sehingga suara terbanyakpun tidak dapat

diperoleh. Jika hal tersebut terjadi maka putusan yang dipilih adalah
24
Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Edisi Kedua.
27

pendapat hakim yang paling menguntungkan terdakwa (Pasal 182 ayat (6)

KUHAP) 25.

Pasal 183 KUHAP menyatakan:

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali

apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi bahwa

terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Hukum Acara Pidana Indonesia menganut sistem pembuktian negatif,

yang berarti hanya mengakui adanya alat-alat bukti yang sah yang tercantum

dalam peraturan perundangundangan yang berlaku. Di luar tersebut bukan

merupakan alat bukti yang sah 26.

Alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP ialah:

a. Keterangan saksi

b. Keterangan ahli

c. Surat

d. Petunjuk

e. Keterangan terdakwa

Dalam UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 26A ada

tambahan mengenai alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk, yaitu:

25
Paturusi, “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan
Badan Usaha Milik Negara (Studi Kasus Putusan Nomor 41/Pid.Sus.TPK/2015/PN.Mks).”
26
Hartanti, Tindak Pidana Korupsi :Edisi Kedua.
28

a. Alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima,

atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa

dengan itu; dan

b. Dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat,

dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa

bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik

apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang

berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka,

atau perforasi yang memiliki makna.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,

prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu

hukum yang dihadapi. Tipe penelitian yang digunakan penulis dalam

penyusunan skripsi ini adalah yuridis normatif (Legal Research) yaitu

penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau

norma-norma yang ada dalam hukum positif yang berlaku. Metode penelitian

yuridis normatif dilakukan dengan cara mengkaji berbagai aturan hukum yang

bersifat formil seperti undang-undang, peraturan-peraturan serta literatur

yangberisi konsep-konsep teoritis yang dikaitkan dengan permasalahan yang

akan dibahas dalam skripsi.

Jenis penelitian dengan fokus kajian pendekatan normatif-Empiris.

Pendekatan normatif, adalah salah satu jenis penelitian yang mempergunakan

asas-asas serta peraturan perundang-undangan guna meninjau, melihat, serta

menganalisis permasalahan, sedangkan pendekatan Empiris adalah suatu cara

yang digunakan dalam penelitian hukum yang menganalisis dan mengkaji


27
bagaimana hukum bekerja di dalam masyarakat . Sehingga yang dimaksud

dengan normatif-Empiris adalah suatu penelitian yang tidak hanya menekankan

pada kenyataan pelaksanaan hukum saja, tetapi juga menekankan kenyataan

hukum dalam praktek yang dijalankan oleh Pengadilan. Dalam hal ini

bagaimana penerapan Undangundang No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan


27
Efendi and Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris.

29
30

Atas Undang-undang No.31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dan

dasar hukum hakim dalam menjatuhkan putusan terkait kasus korupsi yang

dilakukan Bendahara Badan Khusus Hibah dan Bantuan Sosial BPKAD

Kabupaten Mamberamo Raya. Pendekatan yang digunakan peneliti yaitu :

1. Pendekatan perundang-undangan (hukum) yaitu pendekatan yang

menggunakan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan kasusu

yang diteliti. Undang-undang yang dimaksud adalah undang-undang No.20

tahu 2001 tentang perubahan atas undang-undang No.31 tahun 1999 tentang

pemberantasan tindak pidana korupsi.

2. Pendekatan Kasus, yaitu penelitian yang dilakukan dengan telaah pada

kasus yang terkait dengan menganalisis studi putusan No. 8/PID.SUS-

TPK/2022/PN. JAP.

B. Jenis dan Sumber Data

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dan

berhubungan langsung dengan apa yang diteliti, seperti melalui dokumen-

dokumen atau melalui subjek penelitian. Data primer dalam penelitian ini

terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam

pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Data primer

yang digunakan oleh penulis dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai

berikut:

a. Putusan No. 8/PID.SUS-TPK/2022/PN. JAP


31

b. Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi

c. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

d. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku-buku, jurnal

ataupun informasi yang berasal dari internet yang berhubungan dengan apa

yang diteliti. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-

kamus hukum, jurnal hukum dan komentar atas putusan pengadilan. Dalam

penelitian skripsi ini, data sekunder yang digunakan adalah buku-buku teks

tentang korupsi, perbuatan melawan hukum dan pembuktian tindak pidana

korupsi dalam hukum acara pidana.

C. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara kajian

kepustakaan (library research). Teknik penulisan kajian kepustakaan adalah

teknik yang berupa pengkajian terhadap bahan tertulis yang dikumpulkan

untuk kemudian menarik suatu kesimpulan darinya.

D. Teknik Analisis Data

Sebelum melakukan analisa terhadap bahan hukum yang diperoleh,

penulis harus melakukan langkah-langkah:


32

1. Mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang tidak relevan

untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan;

2. Pengumpulan bahan-bahan hukum yang sekiranya dipandang mempunyai

relevansi dengan penulisan skripsi ini;

3. Melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan-bahan

yang telah dikumpulkan;

4. Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu hukum;

5. Memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun dalam

kesimpulan.

Penelitian ini penulis menggunakan analisa kualitatif yang melalui

tahapan-tahapan pengumpulan data, mengklasifikasikan, menghubungkan

dengan teori dan masalah yang ada, kemudian menarik kesimpulan guna

menentukan hasilnya. Kemudian diuraikan secara deskriptif yaitu menjelaskan,

menguraikan, dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang erat

kaitannya dengan penelitian ini.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Selayang Pandang Pengadilan Tinggi Negeri Jayapura

Pengadilan Tinggi Jayapura dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden

(PenPres) Nomor 12 Tahun 1963 Tanggal 22 Mei 1963, Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1963, dahulu bernama Pengadilan Tinggi

Istimewa Kotabaru berkedudukan di Holandia (Jayapura) yang membawahi

Pengadilan Negeri di Wilayah Provinsi Irian Barat. Seiring perkembangan

waktu, nama Pengadilan Tinggi Istimewa Kotabaru tersebut terakhir berubah

dengan Pengadilan Tinggi Jayapura yang kini meliputi Provinsi Papua.28

Adapun Pengadilan Tinggi Jayapura merupakan salah satu pelaksana

Kekuasaan Kehakiman khususnya dalam bidang Penyelenggaraan Peradilan di

tingkat banding di Provinsi Papua. Sejak berlakunya kebijakan otonomi khusus

bagi Provinsi Papua, maka tantangan Pengadilan Tinggi Jayapura sangatlah

berat. Lembaga Peradilan sebagai salah satu pilar demokrasi dituntut untuk

mengambil peran dalam konteks ini Pengadilan Tinggi Jayapura selaku Kawal

Depan (Voorpost) Mahkamah Agung RI akan mengadakan kebijakan program

yang diwujudkan dalam misi dan visi dalam mengemban tugas dan menjawab

tantangan beban kerja yang semakin berat.29

28
Mahkamah Agung Republik Indonesia Pengadilan Tinggi/Tipikor Jayapura, “Sejarah Pengadilan
Tinggi Jayapura.” Diakses pada tanggal 30 Desember 2023.
https://www.pt-jayapura.go.id/new/link/201407012014521576153b2b44c5f25c.html
29
Mahkamah Agung Republik Indonesia Pengadilan Tinggi/Tipikor Jayapura. Diakses pada 30
Desember 2023.
https://www.pt-jayapura.go.id/new/link/201407012014521576153b2b44c5f25c.html

33
34

Pengadilan Tinggi Jayapura harus segera melakukan Kebijakan Strategis,

Peningkatan Kinerja, Pembenahan Sumber Daya Manusia, serta Peningkatan

Anggaran maupun Pembangunan Infrastruktur pada Pengadilan Tinggi

Jayapura mengingat secara geografis dan sarana transportasi udara sangat

dominan yang mengakibatkan biaya tinggi. Sedangkan wilayah hukum

Pengadilan Tinggi Jayapura meliputi 1 (satu) Provinsi yaitu Provinsi Papua

yang terdiri dari 24 Kabupaten dan 1 Kota serta 7 Pengadilan Negeri di

beberapa Kabupaten / Kota. Adapun Pengadilan Negeri tersebut adalah:

1. Pengadilan Negeri Kelas IA Jayapura

2. Pengadilan Negeri Kelas II Merauke

3. Pengadilan Negeri Kelas II Wamena

4. Pengadilan Negeri Kelas II Biak

5. Pengadilan Negeri Kelas II Kota Timika

6. Pengadilan Negeri Kelas II Serui

7. Pengadilan Negeri Kelas II Nabire

Tabel 4.1
Nama-Nama Ketua Dari Masa Ke-Masa (Periode 1964 - Sekarang)

No Nama Jabatan Peroide


1 M. Soeprapto, Sh. Ketua Pengadilan Tinggi Istimewa Kotabaru 1964 - 1967
2 - Ketua Pengadilan Tinggi Istimewa Kotabaru 1967 - 1970
3 Adi Andojo Soetjipto, Sh. Ketua Pengadilan Tinggi Soekarnopura 1970 - 1973
4 M. Yahya Adi Winarta, Sh. Ketua Pengadilan Tinggi Irian Jaya 1973 - 1975
5 Harsadi Darsokusumo, Sh. Ketua Pengadilan Tinggi Irian Jaya 1975 - 1977
6 Henoch Tesan Binti, Sh. Ketua Pengadilan Tinggi Irian Jaya 1978 - 1980
7 Yahya Harahap, Sh. Ketua Pengadilan Tinggi Irian Jaya 1980 - 1982
8 Achmad Masroel, Sh. Ketua Pengadilan Tinggi Irian Jaya 1982 - 1984
9 R. Wilarto Margopranoto, Sh. Ketua Pengadilan Tinggi Irian Jaya 1984 - 1986
35

10 H. Chaeruddin Siregar, Sh. Ketua Pengadilan Tinggi Irian Jaya 1986 - 1988
11 I.Gst. Bagus Mahardika, Sh. Ketua Pengadilan Tinggi Irian Jaya 1988 - 1992
12 Suwawi, Sh. Ketua Pengadilan Tinggi Irian Jaya 1992 - 1994
13 A. Waluyo Sedjati, Sh. Ketua Pengadilan Tinggi Irian Jaya 1994 - 1996
14 Darwis H. Tjandranegara, Sh Ketua Pengadilan Tinggi Irian Jaya 1996 - 1998
15 Amurlan Siregar, Sh. Ketua Pengadilan Tinggi Irian Jaya 1998 - 2000
16 Tonggo Tua Sihite, Sh. Ketua Pengadilan Tinggi Irian Jaya 2000 - 2002
17 Kardjan, Sh. Ketua Pengadilan Tinggi Irian Jaya 2002- 2003
18 I.Gst. Ngurah Suparka, Sh. Ketua Pengadilan Tinggi Jayapura 2003 - 2006
19 Ismed Illahoede, Sh. Ketua Pengadilan Tinggi Jayapura 2006 - 2008
20 Lalu Mariyun, Sh. Mh. Ketua Pengadilan Tinggi Jayapura 2008
21 Elsa Mutiara Napitupulu, Sh. Ketua Pengadilan Tinggi Jayapura 2008 - 2010
22 Madya Suhardja, Sh. Mh. Ketua Pengadilan Tinggi Jayapura 2010 - 2012
23 Mabruq Nur, Sh. Mh. Ketua Pengadilan Tinggi Jayapura 2012 - 2014
24 H. Arwan Byrin, Sh. Mh Ketua Pengadilan Tinggi Jayapura 2014
25 H. Sudiwardono, Sh. Mhum. Ketua Pengadilan Tinggi Jayapura 2014 - 2016
26 Nasaruddin Tappo, Sh. Mh. Ketua Pengadilan Tinggi Papua 2016 - 2017
28 Setyawan Hartono, Sh. Mh Ketua Pengadilan Tinggi Jayapura 2019 - 2019
29 Heru Pramono, Sh. M.Hum. Ketua Pengadilan Tinggi Jayapura 2019 - 2021
30 Asli Ginting, S.H., M.H. Ketua Pengadilan Tinggi Jayapura 2021 - Sekarang

B. Penerapan Hukum Materil Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Di

Pengadilan Negeri Jayapura Pada Putusan No. 8/PID.SUS-TPK/2022/PN.

JAP

Pengaturan tindak pidana korupsi diatur dalam undang-undang No.20

Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Adapun tindak pidana korupsi

yang terjadi di pengadilan Negeri Jayapura yang penulis teliti yakni putusan

dengan register perkara No. 8/PID.SUS-TPK/2022/PN. JAP, yaitu sebagai

berikut:
36

1. Fakta Hukum

Terdakwa Aristoteles Airori, A.Md,. menjalankan tugas sebagai

Bendahara Khusus Hibah dan Bansos pada BPKAD Kabupaten

Mamberamo Raya berdasarkan pada Surat Keputusan Bupati Nomor 6

Tahun 2019 tentang Penunjukan Bendahara Hibah dan Bantuan Sosial

Organisasi Perangkat Daerah pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset

Daerah (BPKAD) Kabupaten Mamberamo Raya Tahun Anggaran 2020.

Dimana terdakwa Aristoteles Airori, A,Md mempunyai tugas dan tanggung

jawab sebagai bendahara khusus hibah dan bantuan sosial (bansos) pada

BPKAD Kabupaten Mamberamo Raya adalah menyimpan, menyalurkan

serta mempertanggung jawabkan penggunaan dana hibah dan bantuan sosial

(Bansos) yang terdapat dalam DPA-SKPD dan dalam pelaksanaannya

terdakwa bertanggungjawab kepada Kepala BPKAD Kabupaten

Mamberamo Raya.

Pada tahun 2020 di Pemerintah Kabupaten Mamberamo Raya

berdasarkan Refocussing Anggaran telah menganggarkan dana untuk

penanggulangan wabah Covid-19 dengan Anggaran sebesar

Rp.23.890.790.000,- (dua puluh tiga milyar delapan ratus sembilan puluh

juta tujuh ratus sembilan puluh ribu rupiah) sebagaimana tertuang dalam

Keputusan Bupati Mamberamo Raya Nomor: 243 Tahun 2020, tentang

Pengesahan Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran Satuan Kerja

Perangkat Daerah (DPPA-SKPD) Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset

Daerah (SKPKD) Tahun Anggaran 2020. Bahwa dari dana yang telah
37

dianggarkan sebesar Rp.23.890.790.000,- (dua puluh tiga milyar delapan

ratus sembilan puluh juta tujuh ratus sembilan puluh ribu rupiah) untuk

penanggulangan wabah Covid-19 di Kab. Mamberamo Raya, saksi Simon

Rahangmetan, S.E, M.Si selaku Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPKAD Kab.

Mamberamo Raya telah melakukan pencairan dana penanggulangan Covid-

19 yang di masukkan dalam Belanja Tidak Terduga (BTT) DPA-P BPKAD

dengan kode rekening 4.04.05.2 tersebut dengan rincian:

a. Pada tanggal 30 Maret 2020, melakukan pencairan dana penanggulangan

Covid-19 sebesar Rp.7.257.600.000,- (tujuh milyar dua ratus lima puluh

tujuh juta enam ratus ribu rupiah) yang bersumber dari APBD Kab.

Mamberamo Raya berdasarkan SP2D Nomor:

00609/SP2D/LS-BTL/4.05.2/2.

b. Bahwa Pencairan tersebut tidak ada usulan pencairan dana dari Dinas

terkait maka dana tersebut di transfer ke rekening Bantuan Hibah Bansos

pada BPKAD Kab. Mamberamo Raya. Setelah dana tersebut berada di

Rekening Bantuan Hibah Bansos, kemudian saksi Simon Rahangmetan,

S.E,.M.Si memerintahkan Terdakwa Ariestoteles Airori, A.md selaku

Bendahara Khusus Hibah dan Bantuan Sosial BPKAD Kab. Mamberamo

Raya untuk mengambil dana tersebut secara tunai dengan menggunakan

cek sebesar Rp.6.000.000.000,- (enam milyar rupiah). Uang tersebut

kemudian saksi Simon Rahangmetan, SE,.M.Si serahkan kepada saksi

Deden Sumantri selaku Ketua Gugus Tugas Kab. Mamberamo Raya

sebesar Rp.5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) untuk kegiatan


38

penanggulangan wabah Covid-19 dan sisanya sebesar Rp.1.000.000.000,-

(satu milyar rupiah), saksi Simon Rahangmetan, SE,.M.Si

memerintahkan Terdakwa untuk menyimpannya, maka Terdakwa

menyimpan uang tersebut dirumah (Keterangan saksi Simon

Rahangmetan, SE,.M.Si dan Terdakwa). sehingga masih terdapat dana

sisa di rekening sebesar Rp1.257.710.489,- (satu milyar dua ratus lima

puluh tujuh juta tujuh ratus sepuluh ribu empat ratus delapan puluh

sembilan rupiah). Dari dana sisa tersebut, saksi Simon Rahangmetan,

SE,.M.Si kembali memerintahkan Terdakwa mengambil secara tunai

dengan menggunakan cek dana sebesar Rp.600.000.000,- (enam ratusjuta

rupiah) pada tanggal 6 April 2020 untuk disimpan oleh Terdakwa,

sehingga masih terdapat sisa saldo dalam rekening Bantuan Hibah

Bansos sebesar Rp.657.600.000,- (enam ratus lima puluh tujuh juta enam

ratus ribu rupiah).

c. Bahwa pada tanggal 15 April 2020, melakukan pencairan dana

penanggulangan Covid-19 sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar

rupiah) yang bersumber dari APBD Kab. Mamberamo Raya berdasarkan

SP2D Nomor: 00665/SP2D/LS-BTL/4.05.2/2 dan dana tersebut masuk

ke rekening Bantuan Hibah Bansos sehingga saldo yang ada di rekening

menjadi Rp.1.657.600.000,- (satu milyar enam ratus lima puluh tujuh juta

enam ratus ribu rupiah).

d. Bahwa dari saldo yang ada didalam rekening, saksi Simon Rahangmetan,

SE,.M.Si memerintah Terdakwa mengambil dana tersebut secara tunai


39

dengan menggunakan cek sebesar Rp.1.100.000.000,- (satu milyar

seratus juta rupiah). Setelah mengambil uang tersebut, berdasarkan

perintah saksi Simon Rahangmetan SE,.M.Si, Terdakwa menyetorkan

uang sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) ke rekening saksi

Yunus Waondiboi selaku bendahara pembantu Gugus Tugas Penanganan

Covid-19 Kab. Mamberamo Raya dan sisanya sebesar Rp.100.000.000,-

(seratus juta rupiah) atas perintah saksi Simon Rahangmetan SE,.M.Si,

Terdakwa menyimpannya dirumah. sehingga masih terdapat sisa saldo

dalam rekening Bantuan Hibah Bansos sebesar Rp.557.600.000,- (lima

ratus lima puluh tujuh juta enam ratus ribu rupiah)

e. Bahwa pada tanggal 20 April 2020, melakukan pencairan dana

penanggulangan Covid-19 sebesar Rp.3.500.000.000,- (tiga milyar lima

ratus juta rupiah) yang bersumber dari APBD Kab. Mamberamo Raya

berdasarkan SP2D Nomor: 0669/SP2D/LSBTL/4.05.2/2 untuk

pembayaran belanja tidak terduga penanganan Covid-19 tahap III dan

dana tersebut masuk ke rekening Bantuan Hibah Bansos sehingga saldo

yang ada di rekening menjadi Rp.4.057.600.000,- (empat milyar lima

puluh tujuh juta enam ratus ribu rupiah).

f. Bahwa dari saldo yang ada didalam rekening, saksi Simon Rahangmetan

SE,.M.Si memerintah Terdakwa mengambil dana tersebut secara tunai

dengan menggunakan cek sebesar Rp.4.057.600.000,- (empat milyar lima

puluh tujuh juta enam ratus ribu rupiah). Setelah uang tersebut ditarik

tunai kemudian saksi Simon Rahangmetan, SE,.M.Si memerintahkan


40

Terdakwa untuk menyerahkan uang sebesar Rp.3.500.000.000,- (tiga

milyar lima ratus juta rupiah) kepada saksi AGUS SALIM selaku selaku

bendahara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 dan sisanya sebesar

Rp.557.600.000,- (lima ratus lima puluh tujuh juta enam ratus ribu

rupiah), saksi Simon Rahangmetan SE,.M.Si memerintahkan Terdakwa

untuk menyimpannya.

g. Pada tanggal 04 Mei 2020, melakukan pencairan dana penanggulangan

Covid-19 sebesar Rp.2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) yang

bersumber dari APBD Kab. Mamberamo Raya berdasarkan SP2D

Nomor: 00750/SP2D/LS-BTL/4.05.2/2 untuk pembayaran belanja tidak

terduga penanganan Covid-19 Kab. Mamberamo Raya tahap IV dan dana

tersebut masuk ke rekening Bantuan Hibah Bansos kemudian Terdakwa

mengambil dana tersebut secara tunai dengan menggunakan cek pada

tanggal 4 Mei 2020 lalu diserahkan kepada saksi Agus Salim selaku

bendahara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 sebesar

Rp.2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) di Hotel Swiss Bell.

h. Bahwa pada tanggal 26 Mei 2020, melakukan pencairan dana

penanggulangan Covid-19 sebesar Rp.1.895.500.000,- (satu

milyardelapan ratus sembilan puluh lima juta lima ratus ribu rupiah) yang

bersumber dari APBD Kab. Mamberamo Raya berdasarkan SP2D

Nomor: 01027/ /SP2D/LS-BTL/4.05.2/2 untuk pembayaran belanja tidak

terduga penanganan Covid-19 Kab. Mamberamo Raya tahap V dan dana

tersebut masuk ke rekening Bantuan Hibah Bansos.


41

i. Bahwa di dalam saldo rekening terdapat dana sebesar Rp.7.505.500.000,-

(tujuh milyar lima ratus lima juta lima ratus ribu rupiah) yang mana dana

tersebut berasal dari dana Covid-19 ditambah dengan dana Hibah kepada

masyarakat lainnya sehingga pada saat itu saksi Simon Rahangmetan,

Se,.M.Si selaku Kepala BPKAD menyampaikan kepada Terdakwa agar

semua dilakukan penarikan dan pada saat itu Terdakwa langsung

menuliskan angkanya dan melakukan tandatangan cek di Kantor Pusat

Bank Papua. Setelah dilakukan penarikan dana sebesar

Rp.7.505.500.000,- (tujuh milyar lima ratus lima juta lima ratus ribu

rupiah) sesuai dengan transaksi yang tercatat pada Rekening Koran

nomor 58 tanggal 28/05/2020, selanjutnya Terdakwa menyerahkan dana

sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) kepada saudara Agus

Salim di hotel swissbell Jayapura dengan disaksikan oleh saksi Simon

Rahangmetan, SE,.M.Si selaku Kepala BPKAD dan dikuatkan den

j. gan berita acara serah terima uang, dan sisanya sebesar Rp.895.500.000,-

(delapan ratus sembilan puluh lima juta lima ratus ribu rupiah) Terdakwa

Ariestoteles Airori bawa ke rumah, dan terhadap sisa dana untuk Hibah

sebesar Rp.5.610.000.000,- (lima milyar enam ratus sepuluh juta rupiah)

Tewrdakwa serahkan kepada bendahara pendidikan Kab. Mamberamo

Raya atas nama Herlan Ongge di hotel mercure Jayapura, sehingga per

tanggal 28/05/2020 saldo rekening adalah 0.

k. Bahwa pada tanggal 19 Juni 2020, melakukan pencairan dana

penanggulangan Covid-19 sebesar Rp.1.500.000.000,- (satu milyar lima


42

ratus juta rupiah) yang bersumber dari APBD Kab. Mamberamo Raya

berdasarkan SP2D Nomor: 01225 /SP2D/LS-BTL/4.05.2/2 untuk

pembayaran belanja tidak terduga penanganan Covid-19 Kab.

Mamberamo Raya tahap VI dan dana tersebut masuk ke rekening

Bantuan Hibah Bansos. Setelah dana masuk ke rekening Bantuan Hibah

Bansos, saksi Simon Rahangmetan, SE,.M.Si memerintah Terdakwa

Ariestoteles Airori, A.Md langsung diserahkan ke rekening Gugus Tugas

maka setelah dana tersebut diambil tunai oleh Terdakwa langsung

disetorkan ke rekning Gugus Tugas Kab. Mamberamo Raya.

l. Bahwa pada tanggal 21 Juli 2020, melakukan pencairan dana

penanggulangan Covid-19 sebesar Rp.2.000.000.000,- (dua milyar

rupiah) yang bersumber dari APBD Kab. Mamberamo Raya berdasarkan

SP2D Nomor: 01412/SP2D/LS-BTL/4.05.2/2. Bantuan Covid-19 dari

Provinsi Papua dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 di Kab.

Mamberamo Raya. Akan tetapi dana tersebut dari Kas Daerah langsung

masuk ke rekening Gugus Tugas Kab. Mamberamo Raya tanpa melalui

rekening Bantuan Hibah Bansos.

m. Bahwa pada tanggal 10 Agustus 2020, melakukan pencairan dana

penanggulangan Covid-19 sebesar Rp.1.225.000.000,- (satu milyar dua

ratus dua puluh lima juat rupiah) yang bersumber dari APBD Kab.

Mamberamo Raya berdasarkan SP2D Nomor: 01696

/SP2D/LS-BTL/4.05.2/2, untuk pengadaan beras premium. Kemudian

saksi Simon Rahangmetan, SE,.M.Si memerintahkan Terdakwa untuk


43

mencairkan danatersebut dan diserahkan kepada Sdr. La Boke (CV. Putra

Jaya Utama) selaku Penyedia Barang/Jasa penanggulangan Covid-19 di

Kab. Mamberamo Raya. Setelah dana tersebut masuk ke rekening

Bantuan Hibah Bansos kemudian Terdakwa pada tanggal 11 Agustus

2020 mentransfer dana tersebut ke rekening CV.Putra Jaya Utama pada

sebesar Rp 1.225.000.000,- (satu milyar dua ratus dua puluh lima juat

rupiah).

n. Bahwa pada tanggal 27 Agustus 2020, melakukan pencairan dana

penanggulangan Covid-19 sebesar Rp.1.225.000.000,- (satu milyar dua

ratus dua puluh lima juat rupiah) yang bersumber dari APBD Kab.

Mamberamo Raya berdasarkan SP2D Nomor:

01412/SP2D/LS-BTL/4.05.2/2. Untuk bantuan Covid-19 dari Provinsi

Papua dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 di Kab.

Mamberamo Raya. Akan tetapi dana tersebut dari Kas Daerah langsung

masuk ke rekening Gugus Tugas Kab. Mamberamo Raya tanpa melalui

rekening Bantuan Hibah Bansos.

o. Bahwa pada tanggal 2 September 2020, melakukan pencairan dana

penanggulangan Covid-19 sebesar Rp.2.287.690.000,- (dua milyar dua

ratus delapan puluh tujuh juta enam ratus sembilan puluh ribu rupiah)

yang bersumber dari APBD Kab. Mamberamo Raya berdasarkan SP2D

Nomor: 01412/SP2D/ LS-BTL/4.05.2/2. Untuk bantuan Covid-19 dari

Provinsi Papua dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 di Kab.

Mamberamo Raya. Akan tetapi dana tersebut dari Kas Daerah langsung
44

masuk ke rekening Gugus Tugas Kab. Mamberamo Raya tanpa melalui

rekening Bantuan Hibah Bansos.

Bahwa dari pencairan tersebut diatas, Terdakwa berhasil menyisihkan/

mengumpulkan dana penanggulangan Covid-19 yang bersumber dari

APBDKab. Kab. Mamberamo Raya, yang di masukkan dalam Belanja

Tidak Terduga (BTT) DPA-P BPKAD dengan kode rekening 4.04.05.2 atas

perintah saksi Simon Rahangmetan, yakni sebesar Rp.3.153.100.000,- (tiga

milyar seratus lima puluh tiga juta seratus ribu rupiah).

Kemudian saksi Dorinus Dasinapa, S.Sos selaku Bupati meminta

kepada saksi Simon Rahangmetan, S.E,.M.Si selaku Kepala BPKAD Kab.

Mamberamo Raya Bupati Mamberamo Raya untuk dicarikan dana

mengikuti perhelatan Pemilihan Umum Daerah (Pilkada) Kab. Mamberamo

Raya Tahun 2020 kemudian dana yang disimpan oleh Terdakwa dari dana

penanggulangan Covid-19 yang bersumber dari APBD Kab. Kab.

Mamberamo Raya, yang di masukkan dalam Belanja Tidak Terduga (BTT)

DPA-P BPKAD dengan kode rekening 4.04.05.2, dipergunakan oleh saksi

Simon Rahangmetan, S.E, M.Si atas permintaan saksi Dorinus Dasinapa,

S.Sos untuk:

a. Biaya administrasi dan komunikasi partai politik Bupati Mamberamo

Raya saksi Dorinus Dasinapa, S.Sos dalam mengikuti Pilkada tahun 2020

di Kab. Mamberamo Raya; yang diserahkan kepada Saksi HERMAN

ADE sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dengan bukti

transfer tanggal 19 Mei 2020.


45

b. Biaya administrasi dan komunikasi partai politik Bupati Mamberamo

Raya saksi Dorinus Dasinapa, S.Sos Saksi dalam mengikuti Pilkada

tahun 2020 di Kab. Mamberamo Raya; yang diserahkan kepada saksi

Muhamad Rifai Barus sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)

pada tanggal 7 Juni 2020 di halaman parkir hotel Mercure Jayapura

kemudian uang tersebut oleh saksi Saksi Muhamad Rifai Barus disetor

tunai ke rekening saksi Herman Ade.

c. Membayar hutang saksi Dorinus Dasinapa kepada sdr. Samli sebesar

Rp.1.100.000.000,- (satu milyar seratus juta rupiah).

d. Sisa uang sebesar Rp.53.100.000,- (lima puluh tiga juta serratus ribu

rupiah) diserahkan untuk bantuan hibah kepada Polres Mamberamo Raya

senilai Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan sebesar

Rp.3.000.000,- (tiga juta rupiah) diserahkan untuk bantuan berobat

kepada masyarakat yang kecelakaan dan sebesar Rp.100.000,- digunakan

oleh Terdakwa Ariestoteles Airori.

Berdasarkan rincian diatas Tim Gugus Tugas Kab. Mamberamo Raya

hanya menerima dana penanggulangan Covid-19 dari pemerintah Kab.

Mamberamo Raya hanya sebesar Rp. 20.737.690.000,- (dua puluh milyar

empat ratus delapan puluh tujuh juta enam ratus Sembilan puluh ribu

rupiah). Kemudian berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan

Kerugian Keuangan Negara atas Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi

Penyalahgunaan Dana Tim Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Mamberamo

Raya Tahun 2020 Nomor: SR-130/PW26/5/2021 tanggal 3 Mei 2021


46

dengan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara yang diperoleh oleh

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan

Provinsi Papua adalah Rp. 3.153.100.000,-.

Kemudian berdasarkan hal hal tersebut selanjutnya dana sebesar Rp

1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah) telah dikembalikan oleh

saksi Dorinus Dasinapa (terdakwa dalam berkas terpisah) kepada saksi

Deden Sumantri pada tanggal 5 Mei 2021. Selanjutnya dana sebesar Rp

1.653.100.000,- (satu milyar enam ratus lima puluh tiga juta seratus ribu

rupiah) telah dikembalikan oleh saksi Dorinus Dasinapa kepada Terdakwa

Aristoteles Airori yang kemudian oleh Terdakwa mentransfer kembali

kepada Tim Gugus tugas melalui rekening Tim Gugus tanggal 24 Mei 2021.

Berdasarkan dari 2 (dua) kali penyaluran kembali dana Covid 19 secara

bertahap menjadi Rp. sebesar Rp 3.153.100.000,00,- (tiga milyar seratus

lima puluh tiga juta seratus ribu rupiah) telah disalurkan kepada Ketua Tim

Gugus Tugas Penanggulangan Covid 19 Kabupaten Mamberamo Raya

tahun 2020 secara tunai sejumlah Rp 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus

juta rupiah) tanggal 5 Mei 2021 dan melalui transferan di Rekening Tim

Gugus Tugas Penanggulangan Covid 19 Kabupaten Mamberamo Raya

tahun 2020 nomor 1031000106000084 atas nama tim covid-19 Mamberamo

Raya sejumlah Rp 1.653.100.000,- (satu milyar enam ratus lima puluh tiga

juta seratus ribu rupiah) tanggal 27 Mei 2021 kepada Ketua Tim Gugus

Tugas Penanggulangan Covid 19 Kabupaten Mamberamo Raya tahun 2020

yang bernama Deden Sumantri.


47

Selanjutnya saksi Dorinus Dasinapa dipersidangan menerangkan

bahwa sejak penyaluran kembali dana sebesar Rp. 1.500.000.000,- (satu

milyar lima ratus ribu rupiah) kepada Deden Sumantri selaku Ketua Tim

Gugus tugas Penanggulangan Covid 19 Kabupaten Mamberamo Raya tahun

2020, selanjutnya pada hari dan tanggal yang saksi sudah lupa, saksi Deden

Sumantri selaku Ketua Tim Gugus tugas Penanggulangan Covid 19

Kabupaten Mamberamo Raya tahun 2020 menelpon saksi Dorinus

Dasinapa. S.Sos (terdakwa dalam berkas terpisah) untuk mengantar kembali

dana sebesar Rp. 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus ribu rupiah) ke

Polda Papua , dari jam 08.00 Wit sampai dengan jam 10.00 WIT,

selanjutnya dana sebesar Rp. 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus ribu

rupiah) yang diantar saksi Dorinus Dasinapa. S.Sos (terdakwa dalam berkas

terpisah) dipergunakan sebagai barang bukti dan saksi Dorinus Dasinapa.

S.Sos (terdakwa dalam berkas terpisah) dijadikan sebagai tersangka.

2. Dakwaan Penuntut Umum

Berdasarkan surat dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum

dimana jaksa penuntut umum mengajukan Aristoteles Airori ke

persidangan, Bahwa Terdakwa Aristoteles Airori, A.md selaku Bendahara

Khusus Hibah dan Bantuan Sosial BPKAD Kabupaten Mamberamo Raya

berdasarkan Surat Keputusan Bupati Mamberamo Raya Nomor 6 tahun

2019 tentang Penunjukan Bendahara Hibah dan Bantuan Sosial Organisasi

Perangkat Daerah pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah

Kabupaten Mamberamo Raya Tahun Anggaran 2019, bersama-sama dengan


48

saksi Simon Rahangmetan, SE., M.Si, selaku Plt. Kepala Badan Pengelola

Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Mamberamo Raya

berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Tugas Bupati Kab. Mamberamo

Raya Nomor : 821.2-259, tanggal 31 Agustus 2019 (yang diajukan dalam

berkas perkara secara terpisah) dan saksi Dorinus Dasinapa, S.Sos selaku

Bupati Mamberamo Raya berdasarkan SK Mendagri Nomor 131.91-6509

Tahun 2016 Tentang Pengangkatan Bupati Mamberamo Raya Provinsi

Papua, tanggal 30 Agustus 2016 (yang diajukan dalam berkas perkara secara

terpisah) baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri pada tanggal 30

Maret 2020 sampai dengan tanggal 28 Mei 2020 atau setidak - tidaknya

pada suatu waktu dalam Bulan Maret tahun 2020 sampai dengan Bulan Mei

tahun 2020 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam Tahun 2020,

bertempat di Bank Papua Cabang Kasonaweja Kabupaten Mamberamo

Raya atau setidak-tidaknya di Kabupaten Mamberamo Raya atau setidak-

tidaknya disuatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum

Pengadilan yang berwenang memeriksa dan mengadili perkaranya

berdasarkan Pasal 35 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang - Undang Nomor 46

Tahun 2009 Tentang Pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yaitu

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kelas IA

Jayapura, “jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing

merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa

sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, sebagai orang yang

melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan


49

perbuatan, secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri

sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan

negara atau perekonomian negara”. Seihingga saudara Aristoteles Airori

diajukan ke persidangan dengan dakwaan sebagai berikut:

PRIMAIR, Berdasarkan fakta hukum diatas bahwa perbuatan

Terdakwa Aristoteles Airori, A.md sebagaimana diatur dan diancam pidana

dalam Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan

UU. No. 20 tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU. No. 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1

KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.30

SUBSIDAIR, Perbuatan Terdakwa ARISTOTELES AIRORI, A.md

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 UU No.

31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi sebagaimana

telah diubah dengan UU. No. 20 tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU.

No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal

55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.31

3. Tuntutan Penuntut Umum

Tuntutan pidana dari penuntut umum, yang pada pokonya menuntut

supaya majelis Hakim Pengadilan Negeri Jayapura yang mengadili perkara

ini memutuskan sebagai berikut: Menyatakan Terdakwa Aristoteles Airori,

30
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Putusan Nomor
8/Pid.Sus-Tpk/2022/PN Jap. Tahun 2022. Hal 4-16.
31
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Putusan Nomor
8/Pid.Sus-Tpk/2022/PN Jap. Tahun 2022. Hal 16-28.
50

A.Md terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah

melakukan tindak pidana korupsi melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18

ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi Jo Psal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP

sebagaimana Dakwaan Primair Penuntut Umum. Menjatuhkan pidana

terhadap Terdakwa Aristoteles Airori, A.Md berupa pidana penjara selama

4(empat) tahun dan 6 (enam) bulan penjara dikurangi selama Terdakwa

berada dalam tahanan sementara. Menyatakan Terdakwa membayar denda

sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) subsidair 4 (empat) bulan

kurungan.

4. Putusan

Adapun amar putusan yang diucapkan dalam persidangan yang

terbuka untuk umum pada Hari Senin tanggal 13 Februari 2023, oleh Linn

Carol Hamadi ,S.H. selaku Hakim Ketua, Nova Claudia de Lima, S.H., dan

Andi Mattalata, S.H., masing-masing sebagai Hakim Anggota dan putusan

tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Selasa

tanggal 14 Februari 2023, oleh Hakim Ketua tersebut, dengan didampingi

hakim-hakim anggota serta dibantu oleh Sari Fanni S.H. sebagai Panitera

Pengganti, dihadiri Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jayapura

dan Terdakwa, didampingi Penasehat Hukumnya, dengan amar putusan


51

sebagai berikut: Pertama menyatakan Terdakwa Aristoteles Airori, A.Md

tersebut diatas, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana Korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan

Primair. Kedua membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari Dakwaan

Primair. Ketiga menyatakan Terdakwa ARISTOTELES AIRORI, A.Md

tersebut diatas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana “Korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dan secara

berlanjut”, sebagaimana dalam dakwaan subsidair, Keempat menjatuhkan

pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3

(tiga) tahun dan 3 (tiga) bulan denda sejumlah Rp. 50.000.000,00( lima

puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar

diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) bulan. Kelima

menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Keenam menetapkan Terdakwa

tetap berada didalam tahanan.

5. Analisis Penulis

Berdasarkan perkara tindak pidana korupsi Studi Putusan NO.

8/PID.SUS-TPK/2022/PN. JAP, penerapan hukum pidana materil dapat

dilakukan analisis unsur-unsur baik dari dakwaan primair maupun subsidair.

Menimbang, bahwa terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan

dakwaan subsideritas, maka Majelis Hakim terlebih dahulu

mempertimbangkan dakwaan primer sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat

(1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999


52

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP

yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:

a. Setiap orang

b. Melawan hukum

c. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi

d. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

e. Melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan

perbuatan.

f. Melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungan sedemikian rupa

sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut

g. Pasal 18 ayat (1) b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berdasarkan unsur-unsur tersebut Majelis Hakim mempertimbangkan

bahwa dalam dakwaan primair untuk unsur setiap orang sudah terpenuhi

pada terdakwa Aristoteles Airori, namun dalam unsur kedua yaitu melawan

hukum tidak terpenuhi karena tindakan yang dilakukan oleh Terdakwa

Aristoteles Airori A.Md adalah perbuatan menyalahgunakan wewenang.


53

Sehingga berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan

majelis hakim dalam fakta-fakta hukum yang ditemukan dalam persidangan

maka perbuatan Terdakwa telah menyalahgunakan kewenangannya selaku

Bendahara Khusus Hibah dan Bantuan Sosial BPKAD Kab. Mamberamo

Raya adalah juga sebagai Bendahara Pengeluaran pembantu sebagaimana

diatur dalam Peraturan Pemerintah Pasal 19 ayat (4) Nomor 12 Tahun 2019

tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat

(3). Berdasarkan kegiatan yang di laksanakan terdakwa dinyatakan

bertentangan dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana tersebut di atas yang

dilakukan atas kewenangannya, sehingga perbuatan yang dilakukan oleh

Terdakwa Aristoteles Airori A.Md, bukanlah melakukan perbuatan yang

melawan hukum sebagaimana yang dikehendaki oleh unsur “secara

melawan hukum” dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor: 31

Tahun 1999 melainkan perbuatan melawan hukum yang bersifat khusus

yaitu “menyalahgunakan wewenang” sebagaimana yang diatur dalam Pasal

3 Undang-Undang RI Nomor :31 Tahun 1999.

Oleh karena itu, maka unsur “secara melawan hukum” seperti yang

terdapat dalam ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor: 31

Tahun 1999 tidak dapat diterapkan terhadap diri Terdakwa Aristoteles

Airori A.Md. Sehingga karena salah satu unsur tindak pidana dari dakwaan

Primair tidak terpenuhi, maka unsur selebihnya dalam dakwaan Primair

tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut, dengan demikian Terdakwa

dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dalam


54

dakwaan Primair Jaksa Penuntut Umum. Sehingga berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, oleh karenanya Terdakwa

haruslah dibebaskan dari dakwaan Primair Penuntut Umum tersebut.

Berdasarkan putusan majelis hakim yang menyatakan terdakwa

Aristoteles Airori, A.Md dibebaskan dari dakwaan kesatu primair sebab

tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

korupsi. Dengan pertimbangan unsur melawan hukum pada dakwaan kesatu

primair yaitu pasal 2 ayat (1) tidak terpenuhi. Karena sifat melawan hukum

nya lebih luas sedangkan dalam dakwaan kesatu subsidair pasal 3 sifat

melawan hukumnya lebih spesifik yaitu penyalahgunaan kewenangan. Atas

dasar pertimbangan tersebut sehingga majelis hakim menyatakan terdakwa

Aristoteles Airori A.md terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam

dakwaan kesatu subsidair yaitu pasal 3 Jo. Pasal 18 ayat (1) undang-undang

RI No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor. 20 Tahun

2001 tentang perubahan terhadap Undang–undang RI Nomor 31 Tahun

1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1)

ke-1 KUHPJo Pasal 64 ayat (1) KUHP yang unsur-unsurnya sebagai

berikut:

a. Unsur Setiap Orang

Maksud dari unsur ”setiap orang” sebagaimana diatur dalam Pasal

1 angka 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang


55

pemberantasan tindak pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi adalah “orang perseorangan” atau “termasuk korporasi”.

Berdasarkan pertimbangan, bahwa yang dimaksud dengan “Setiap

orang” yang pada dasarnya menunjuk pada siapa saja yang harus

bertanggung jawab atas perbuatan atau kejadian yang didakwakan atau

setidak-tidaknya siapa orangnya yang harus dijadikan Terdakwa dalam

perkara ini, sesuai dengan kaidah dalam putusan Mahkamah Agung

Republik Indonesia No. 1398 K/Pid/1994 tanggal 30 Juni 1995 yang

menyebutkan bahwa “Barang siapa atau “HIJ” adalah sebagai siapa saja

yang harus dijadikan Terdakwa/dader atau setiap orang sebagai subyek

hukum (pendukung hak dan kewajiban) yang dapat dimintai pertanggung

jawaban dalam setiap tindakannya.

Selain itu unsur setiap orang juga mengandung makna kepastian

setiap orang itu menunjuk kepada Terdakwa Aristoteles Airori, A.Md

dimana dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum telah menghadapkan

Terdakwa ke persidangan setelah dibacakan identitasnya yang tercantum

dalam surat dakwaan terhadap orang yang diperhadapkan terdapat

kesesuaian yang terdapat dalam berkas perkara maupun dari keterangan

saksi-saksi serta keterangan Terdakwa bahwa benar Terdakwa bernama

Aristoteles Airori A.Md serta identitas lainnya sesuai dengan identitas

Terdakwa yang tercantum dalam surat dakwaan dan selama persidangan


56

Terdakwa sehat jasmani dan rohani sehingga tidak terhalang untuk

menjalani pemeriksaan, hal ini terbukti selama pemeriksaan Terdakwa

dapat menjawab semua pertanyaan dengan baik, oleh karena itu Majelis

berpendapat bahwa pada diri Terdakwa terdapat kemampuan untuk

bertanggung jawab, sehingga tidak terjadi kesalahan mengenai orangnya

(error in persona) dengan demikian Unsur setiap orang telah terpenuhi

pada diri Terdakwa.

Berdasarkan hal tersebut, maka unsur ini telah terpenuhi secara sah

menurut hukum. Selanjutnya untuk menyatakan Terdakwa terbukti

bersalah atau tidak dalam melakukan tindak pidana korupsi yang

didakwakan kepadanya dalam dakwaan Subsidaritas, maka masih harus

dipertimbangkan unsur-unsur selebihnya dari Pasal 2 tersebut.

b. Unsur: “Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain

atau suatu Korporasi”

Unsur “dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain

atau suatu korporasi” ini mengandung adanya tiga elemen yang bersifat

alternatif, yaitu “Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri”, “Dengan

tujuan menguntungkan orang lain” dan “Dengan tujuan menguntungkan

suatu korporasi”, oleh karena bersifat alternative maka tidak harus semua

elemen terpenuhi, cukup salah ssatu elemen teerpenuhi maka unsur ini

telah terpenuhi.

Jika dihubungkan dengan perbuatan yang didakwakan kepada

Terdakwa pada dakwaan subsidair yakni terhadap elemen unsur


57

“melakukan perbuatan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau

korporasi”, Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah benar atas

tindakan atau perbuatan Terdakwa sebagaimana diiuraikan dalam

dakwaan primair di atas telah menguntungkan dirinya atau

menguntungkan orang lain atau menguntungkan suatu korporasi.

Sehingga berdasarkan fakta persidangan yang berkaitan, maka

segala sesuatu yang telah dipertimbangkan pada unsur ke-1 dan ke-2

dakwaan primair di atas merupakan kesatuan pertimbangan hukum atas

fakta-fakta persidangan yang tidak terpisahkan dengan uraian

pertimbangan hukum unsur ke-2 dan unsur selanjutnya dalam dakwaan

subsidair ini.

Majelis Hakim berpendapat yang dimaksud dengan

”menguntungkan” adalah sama artinya dengan mendapatkan untung,

yaitu pendapatan yang diperoleh lebih besar dari pengeluaran, terlepas

dari penggunaan lebih lanjut dari pendapatan yang diperolehnya, dengan

demikian yang dimaksud dengan unsur ”menguntungkan diri sendiri atau

orang lain atau suatu korporasi” adalah sama artinya dengan

mendapatkan untung untuk diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi. Didalam ketentuan tentang tindak pidana korupsi yang

terdapat dalam Pasal 3 ini, unsur” menguntungkan diri sendiri atau orang

lain atau suatu korporasi” tersebut adalah merupakan tujuan dari pelaku

tindak pidana korupsi.


58

Menimbang, bahwa dalam perkara ini sebagaimana telah terungkap

di persidangan bahwa dari dana yang telah dianggarkan sebesar

Rp.23.890.790.000,- (dua puluh tiga milyar delapan ratus sembilan puluh

juta tujuh ratus sembilan puluh ribu rupiah) untuk penanggulangan

wabah Covid-19 di Kab. Mamberamo Raya, saksi SIMON

RAHANGMETAN selaku Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPKAD Kab.

Mamberamo Raya telah melakukan pencairan dana penanggulangan

Covid-19 yang di masukkan dalam Belanja Tidak Terduga (BTT) DPA-P

BPKAD. Tim Gugus Tugas Kab. Mamberamo Raya hanya menerima

dana penanggulangan Covid-19 dari pemerintah Kab. Mamberamo Raya

hanya sebesar Rp. 20.737.690.000,- (dua puluh milyar empat ratus

delapan puluh tujuh juta enam ratus Sembilan puluh ribu rupiah).

Sedangkan sisanya telah disisihkan/dikumpulkan oleh terdakwa

Aristoteles Airori A.md atas perintah saksi SIMON RAHANGMETAN,

yakni sebesar Rp.3.153.100.000,- (tiga milyar seratus lima puluh tiga juta

seratus ribu rupiah).

Penyisihan/pengumpulan dana sebesar Rp. 3.153.100.000,-

dilakukan karena saksi Dorinus Dasinapa, S.Sos selaku Bupati meminta

kepada saksi Simon Rahangmetan, S.E,.M.Si selaku Kepala BPKAD

Kab. Mamberamo Raya Bupati Mamberamo Raya untuk dicarikan dana

mengikuti perhelatan Pemilihan Umum Daerah (Pilkada) Kab.

Mamberamo Raya Tahun 2020 kemudian dana yang disimpan oleh

Terdakwa Ariestoteles Airori Bendahara Hibah dan Bantuan Sosial dari


59

dana penanggulangan Covid-19 yang bersumber dari APBD Kab. Kab.

Mamberamo Raya, yang di masukkan dalam Belanja Tidak Terduga

(BTT) DPA-P BPKAD dengan kode rekening 4.04.05.2, dipergunakan

oleh saksi Simon Rahangmetan atas permintaan saksi Dorinus Dasinapa,

S.Sos untuk biaya administrasi dan komunikasi partai politik Bupati

Mamberamo Raya yang dikirimkan kepada saksi Herman Ade sebesar

Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), kepada saksi M. Rifai Darus

sebesar Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), kepada Sdr. Samli

sebesar Rp.1.100.000.000,00 (satu milyar seratus juta rupiah) dan dana

tersisa Rp.53.100.000,00 (lima puluh tiga juta seratus ribu rupiah) yang

diserahkan sebagai bantuan hibah kepada Polres Mamberamo Raya

sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), bantuan berobat

kepada masyarakat yang kecelakaan sebesar Rp.3.000.000,00 (tiga juta

rupiah) dan sejumlah Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) dipakai oleh

Terdakwa.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka Majelis Hakim

berpendapat bahwa perbuatan Terdakwa tersebut merupakan perbuatan

menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, dengan

dalam dakwaan Subsidair telah terpenuhi. Sehingga dengan terpenuhinya

elemen unsur “menguntungkan orang lain” sebagaimana

dipertimbangkan di atas, maka unsur ke-2 dakwaan Subsidair Jaksa

Penuntut Umum telah Terpenuhi.


60

c. Unsur “Menyalahgunakan Kewenangan, Kesempatan atau Sarana

yang ada padanya

Unsur ini mengandung adanya 3 (tiga) elemen yang sifatnya

alternative, dengan terpenuhinya salah satu saja dari tiga elemen tersebut

maka unsur ini telah terbukti. Jika melihat dalam literatur umum yang

dimaksud dengan menyalahgunakan kewenangan adalah tidak

melakukan kewenangan atau melakukan tanpa kewenangan atau juga

melakukan tidak sesuai dengan kewenangan. Sedangkan dalam literatur

hukum, menyalahgunakan kewenangan berasal dari bahasa Belanda yaitu

Misbruiken Van Gevoegd, yaitu seorang pejabat yang memiliki

kekuasaan atau kewenangan, yang perbuatan itu dilakukan dengan

melawan hukum atau dengan kata lain ia dengan wewenangnya

“berlindung di bawah kekuasaan Hukum”, kata-kata “menyalahgunakan

kewenangan” erat kaitannya dengan tugas dalam jabatan seseorang atau

kedudukan yang dijabatnya.

Selanjutnya yang dimaksud dengan "kewenangan" adalah

"serangkaian hak yang melekat pada jabatan atau kedudukan dari pelaku

untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas pekerjaannya

dapat dilaksanakan dengan baik", adapun yang dimaksud dengan

"kesempatan" adalah "peluang yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku,

peluang mana tercantum dalam ketentuan-ketentuan tentang tata kerja

yang berkaitan dengan jabatan atau kedudukan yang dijabat atau

diduduki oleh pelaku", pada umumnya "kesempatan" diperoleh sebagai


61

akibat adanya kekosongan atau kelemahan dari ketentuan- ketentuan

tentang tata kerja tersebut atau dapat pula berupa kesengajaan

menafsirkan secara salah terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang telah

ada, sedangkan yang dimaksud dengan "sarana" adalah "syarat atau cara

atau media", dan apabila dikaitkan dengan tindak pidana korupsi, maka

"sarana" adalah cara kerja atau metode kerja yang berkaitan dengan

jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi.

Berkenaan dengan menyalahgunakan kewenangan sebagaimana

dimaksud Pasal 3 Undang-undang RI Nomor. 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka penyalahgunaan wewenang

merupakan salah satu bentuk dari onrechtmatige daad, penyalahgunaan

wewenang merupakan "species" dari ”genus” nya onrechtmatige daad,

dengan demikian menurut Majelis Hakim perbuatan “penyalahgunaan

wewenang” merupakan salah satu bentuk khusus dari perbuatan yang

dilakukan ”secara melawan hukum”.

Sehingga berdasarkan fakta hukum yang telah dipertimbangkan

pada unsur-unsur yang terbukti pada dakwaan Primair dan unsur kedua

pada dakwaan Subsidair kedua di atas Majelis Hakim memandang

sebagai kesatuan pertimbangan hukum dalam unsur ketiga ini, oleh

karena itu segala sesuatu yang mengenai fakta hukum tersebut

merupakan bagian tak terpisahkan dalam pertimbangan selanjutnya,

dihubungkan dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum atas perbuatan

yang didakwakan terhadap diri Terdakwa pada unsur ketiga dakwaan


62

Subsidair Penuntut Umum, Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai

berikut:

1) Menimbang, bahwa dengan dibedakannya penerapan unsur “secara


melawan hukum” sebagai “Bestanddel Delic” dari ketentuan Pasal 2
Ayat (1) dan unsur “Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan” sebagai
“Bastenddeel Delic” atau “Inti Delik” dalam ketentuan Pasal 3
Undang-Undang R.I Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, sedangkan kedua unsur tindak pidana
tersebut “Inhaeren” (sama) hanya saja merupakan bentuk umum dan
khusus dari perbuatan yang dilakukan secara melawan hukum, maka
dengan sendirinya Undang-Undang R.I Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menghendaki agar
dalam hal seseorang melakukan perbuatan yang melawan hukum
tersebut dilakukan dalam “Jabatan” atau “Kedudukan” incasu
bertindak dalam kapasitasnya, dimana Terdakwa Aristoteles Airori,
A.Md menjalankan tugas sebagai Bendahara khusus hibah dan
bantuan sosial di BPKAD Kab. Mamberamo Raya Tahun Anggaran
2019 sebagai Bendahara Pengeluaran Pembantu, sesuai dengan Pasal
19 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang
Pengelolaan Keuangan daerah.
2) Menimbang, bahwa Terdakwa Aristoteles Airori, A.md Bersama-
sama dengan saksi Simon Rahangmetan, S.E,.M.Si telah mencairkan
dana penanggulangan Covid-19 di Kab. Mamberamo Raya sebanyak
10 (sepuluh) kali berdasarkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)
yang ditandatangani saksi Simon Rahangmetan, S.E,.M.Si selaku Plt.
Kepala BPKAD Kab. Mamberamo Raya tanpa adanya permohonan
dari Dinas terkait dan mencairkan dana tersebut ke rekening Bantuan
Hibah Bansos kemudian ditarik tunai oleh Terdakwa menggunakan
cek, bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20
Tahun 2020 Tentang Percepatan Penanganan Corona Virus Disease
2019 di Lingkungan Pemerintah Daerah dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2020 Tentang Pengutamaan
Penggunaan Alokasi Anggaran Untuk Kegiatan Tertentu, Perubahan
Alokasi dan Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pada Pasal 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2020
tentang Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 di
Lingkungan Pemerintah Daerah.
3) Menimbang, bahwa oleh karena dalam mencairkan dana
penanggulangan Covid-19 saksi Simon Rahangmetan, S.E,.M.Si
tidak mematuhi ketentuan Pasal 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 39 Tahun 2020 Tentang Pengutamaan Penggunaan Alokasi
Anggaran Untuk Kegiatan Tertentu, Perubahan Alokasi dan
Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sehingga
63

saksi Simon Rahangmetan, S.E,.M.Si dengan mudah memerintahkan


kepada Terdakwa Aristoteles Airori, A.md selaku Bendahara Khusus
Hibah dan Bantuan Sosial BPKAD Kab. Mamberamo Raya untuk
mengambil dana penanggulangan Covid-19 yang berada di rekening
Bantuan Hibah Bansos pada BPKAD Kab. Mamberamo Raya dan
Terdakwa Aristoteles Airori, A.md berhasil
menyisihkan/mengumpulkan dana penanggulangan Covid-19 yang
diambil secara tunai dengan menggunakan cek dari rekening tersebut
atas perintah saksi Simon Rahangmetan, S.E,.M.Si yakni sebesar Rp.
3.153.100.000,-.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, dengan

demikian Majelis Hakim menilai bahwa Terdakwa telah menggunakan

wewenang yang diberikan kepadanya selaku bendahara Khusus Hibah

dan Bantuan Sosial, bendahara pengeluaran pembantu pada BPKAD

Kabupaten Mamberamo Raya untuk tujuan lain dari pada maksud

diberikan wewenang tersebut dan perbuatan Terdakwa telah bertentangan

dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana tersebut di atas. Sehingga

unsur “menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada

padanya”, telah terbukti dan terpenuhi, maka unsur ke 3 dari dakwaan

Subsidair Jaksa Penuntut Umum telah terpenuhi.

d. Unsur “Yang Dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara”

Dalam penjelasan Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa keuangan

negara merupakan seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun baik

yang dipisahkan maupun yang tidak dipisahkan, termasuk segala bagian

kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena:
64

1) Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban

pejabat lembaga negara, baik ditingkat pusat maupun daerah.

2) Berada dalam penguasaan, pengurusan dan petangung jawaban Badan

Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan

Hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga

berdasarkan perjanjian dengan negara.

Makna kata “Dapat “sebelum kata merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara mengandung makna bahwa tindak pidana korupsi

tidak harus nanti betul-betul ada kerugian negara atau perekonomian

negara baru dinyatakan terjadi korupsi tetapi cukup dengan adanya

perbuatan yang berpotensi dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara.

Sejalan dengan unsur “dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara”, maka penerapan Pasal 4 Undang-undang Nomor.

31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu

pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak

menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 dan 3, dalam delik formil yang dipentingkan adalah

perbuatannya, bukan akibatnya seperti dalam delik materiil, pada delik

formil tidak perlu dicari hubungan kausal antara akibat dan perbuatan,

yang penting adalah perbuatan tersebut melawan hukum atau tidak;

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan perekonomian negara adalah

kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasar


65

atas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang

didasarkan pada kebijaksanaan pemerintah baik pusat maupun daerah

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang

bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran dan kesejahteraan kepada

seluruh kehidupan rakyat.

Sehingga berdasarkan unsur sebelumnya apakah Terdakwa dalam

menyalahgunakan kewenangan dalam kedudukan atau jabatannya dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Oleh karena itu

Majelis Hakim akan mempertimbangkan lebih lanjut tentang apakah

dengan adanya perbuatan Terdakwa tersebut berakibat negara dirugikan

baik secara riil los atau secara potensial los.

Berdasarkan fakta hukum yang diungkapkan dalam persidangan

terdapat beberapa pertimbangan yang dilakukan oleh majelis hakim

adalah sebagai berikut:

1) Menimbang, bahwa perbuatan Terdakwa Aristoteles Airori, A.md

Bersama-sama dengan saksi Dorinus Dasinapa, S.Sos dan saksi

Simon Rahangmetan, S.E,.M.Si sebagaimana tersebut diatas yang

menggunakan uang sebesar Rp. 3.153.100.000,- (tiga milyar seratus

lima puluh tiga juta seratus ribu rupiah) tidak sesuai peruntukkannya

adalah bertentangan dengan ketentuan Pasal 124 ayat (1) dan ayat (3)

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019, yang menyatakan: (1)

Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat

pengeluaran atas Beban APBD apabila anggaran untuk membiayai


66

pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia; (3)

Kepala Daerah dan perangkat daerah dilarang melakukan

pengeluaran atas Beban APBD untuk tujuan lain dari yang telah

ditetapkan dalam APBD. Menimbang, bahwa perbuatan Terdakwa

Aristoteles Airori, A.md selaku Bendahara Hibah dan Bansos

BPKAD Kabupaten Mamberamo Raya, bersama-sama dengan saksi

Dorinus Dasinapa, S.Sos dan saksi Simon Rahangmetan, S.E,.M.Si

selaku Plt. Kepala BPKAD Kabupaten Memberamo Raya maupun

secara sendiri-sendiri sebagaimana tersebut diatas telah memperkaya

diri sendiri atau orang lain yaitu saksi Dorinus Dasinapa, S.Sos atau

pihak-pihak lain yang menerima uang tersebut untuk kepentingan

pribadi saksi Dorinusdasinapa, S.Sos

2) Menimbang, bahwa akibat perbuatan Terdakwa Aristoteles Airori,

A.md bersama-sama dengan saksi Dorinus Dasinapa, S.Sos dan saksi

Simon Rahangmetan, S.E,.M.Si telah merugikan keuangan Daerah/

Negara dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Mamberamo Raya

sebagaimana Laporan Hasil Audit dalam Rangka Perhitungan

Kerugian Keuangan Negara/ Daerah oleh BPKP Perwakilan Provinsi

Papua berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian

Keuangan Negara Nomor SR-130/PW26/5/2021 tanggal 3 Mei 2021

atas Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Dana

Tim Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Mamberamo Raya Tahun


67

2020 adalah sebesar Rp.3.153.100.000,00 (tiga milyar seratus lima

puluh tiga juta seratus ribu rupiah)

Berdasarkan pertimbangan tersebut Majelis Hakim berpendapat

bahwa perbuatan Terdakwa secara nyata telah merugikan keuangan

Negara, dengan demikian maka unsur ke 4 yaitu “dapat merugikan

Keuangan Negara atau Perekonomian Negara” inipun telah terpenuhi;

e. Unsur “Orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut

serta melakukan

Unsur ini terdiri dari sub unsur alternatif artinya bilamana sub

unsur terpenuhi atau terbukti, maka terbuktilah unsur ini atau dengan kata

lain tidak harus semua sub unsur alternatif ini terpenuhi atau terbuktinya

unsur ini; Menimbang, bahwa dalam dakwaan Subsidair Penuntut Umum

juga mencantumkan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP yang akan

dipertimbangkan sebagai berikut; Menimbang, bahwa peraturan Pasal 55

ayat (1) ke-1 KUHP berbunyi: “Dipidana sebagai pelaku tindak pidana,

mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta

melakukan tindak pidana itu”.

Oleh karena itu dari rumusan tersebut terdapat 3 (tiga) bentuk

penyertaan, yaitu yang melakukan (pleger), yang menyuruh melakukan

(doen pleger) dan yang turut serta melakukan (mede pleger);

Menimbang, bahwa dalam doktrin hukum pidana, pengertian ”turut

serta” dibedakan dalam 2 pengertian, yaitu mededader adalah orang yang

menjadi kawan pelaku, dan medepleger adalah orang yang ikut serta
68

melakukan peristiwa pidana. Mededader orang yang bersama orang lain

menyebabkan peristiwa pidana dengan peranan yang sama derajatnya

dengan perkataan lain orang-orang tersebut harus memenuhi semua unsur

peristiwa pidana bersangkutan sedangkan pada medepleger peranan

masing-masing yang menyebabkan peristiwa pidana tidak sama

derajatnya, yang satu menjadi dader yang lainnya ikut serta (medepleger)

saja jadi medepleger tidak memenuhi semua unsur peristiwa pidana

tersebut, namun sesuai Pasal 55 KUHPidana baik mededader dan

medepleger dipidana sebagai dader; Menimbang bawah untuk dapat

dikwalifikasi sebagai “ Yang Melakukan dan Turut serta melakukan”

dalam Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) Ke-

1 KUHP, maka harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1) Adanya kerja sama secara sadar/diinsyafi (Bewuste samenwerking)

dari setiap peserta untuk mencapai hasil berupa tindak pidana.

2) Ada kerja sama yang erat dalam pelaksanaan (Gezamenlijke

uitvoering), untuk melakukan tindak pidana. Jadi dalam hal turut

serta, yang utama adalah dalam melakukan perbuatan perbuatan

pidana itu, ada kerjasama yang erat dan dilakukan secara sadar antara

mereka.

Sehingga bahwa berdasarkan pertimbangan telah dijelaskan pada

fakta persidangan, Majelis Hakim menilai bahwa terdapat kerja sama

yang erat yang dilakukan secara sadar dan diinsyafi oleh Terdakwa

Aristoteles Airori A.Md selaku Bendahara Khusus Hibah dan Bantuan


69

Sosial dan bendahara Pengeluaran BPKAD Kabupaten Mamberamo

Raya, saksi ., selaku Plt. Kepala BPBD dan selaku Pengguna Anggaran

(PA) dan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kabupaten Waropen,

saksi Yulens Frits Bonai SH.M.Ak., selaku Plt. Kepala BPKAD

Kabupaten Waropen dan selaku Pengguna Anggaran (PA) dan Jack S.

Siahainenia (DPO) selaku Direktur PT. Lorenza Permata Jaya selaku

pelaksana kegiatan/Kontraktor.

Berdasarkan rangkaian perbuatan Terdakwa sebagaimana

dipertimbangkan di atas, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa

perbuatan Terdakwa Aristoteles Airori A.md tersebut merupakan

perbuatan “Turut serta Melakukan.” telah terpenuhi pada perbuatan

Terdakwa.

C. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan

Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Di Pengadilan Negeri Jayapura

Pada Putusan No. 8/PID.SUS-TPK/2022/PN. JAP

1. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim

Terkait dengan studi putusan No. 8/PID.SUS-TPK/2022/PN. JAP,

merupakan perkara tindak pidana korupsi penyalahgunaan kewenangan

yang dilakukan oleh Aristoteles Airori A.md, yang periksa, diadili dan

diputuskan di Pengadilan Negeri Jayapura oleh majelis hakim dengan

berbagai pertimbangan, sebagai berikut:


70

Menimbang, bahwa perbuatan Terdakwa Aristoteles Airrori, A.Md

bersama-sama dengan saksi Dorinus Dasinapa S.Sos dan saksi Simon

Rahangmetan yaitu dilakukan sekitar bulan Februari 2020 sampai dengan

bulan Mei 2020.

Menimbang, bahwa berdasarkan penilaian dan pengamatan Majelis

Hakim selama dipersidangan unsur “yang harus dipandang sebagai suatu

perbuatan berlanjut” telah terbukti secara sah dan meyakinkan.

Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari pasal 3 Jo pasal 18

Undang - Undang Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang Nomor:

20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang - Undang Nomor: 31 tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-

1 Jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana telah terpenuhi maka Terdakwa haruslah

dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan

pidana dalam dakwaan subsidair.

Menimbang, bahwa di dalam nota pembelaannya, Penasihat Hukum

Terdakwa pada pokoknya berpendapat membebakan Terdakwa darii

tuntutan pidana sebagaimana yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum.

Apabila Majelis Hakim pemeriksa perkara ini berpendapat lain mohon

putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). Mengingat tujuan

penjatuhan pidana bukanlah pembalasan dendam atau penjeraan tetapi

bertujuan mendidik dengan memberi kesempatan terhadap orang tersebut

memperbaiki tingkah lakunya ditengah-tengah pergaulan masyarakat.


71

Menimbang, bahwa terhadap materi pembelaan Penasihat Hukum

Terdakwa, Majelis Hakim tidak sependapat dengan Penasihat Hukum

Terdakwa tersebut dengan pertimbangan-pertimbangan hukum sebagaimana

yang telah dipertimbangan pada unsur-unsur tersebut di atas, maka dengan

demikian alasan dan pendapat yang dikemukakan oleh Terdakwa maupun

Penasehat Hukum Terdakwa sebagaimana tertuang dalam Putusan Majelis

Hakim.

Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur tindak pidana telah

terbukti dan terpenuhi semua, maka telah terbukti Terdakwa melakukan

tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh penuntut Umum dalam

dakwaan subsidair.

Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan mengenai ada

tidaknya alasan pembenar yang dapat menghilangkan sifat melawan

hukumnya perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa.

Menimbang, bahwa alasan pembenar yang diatur dalam KUHP, Pasal

49 ayat 1 KUHP, Pasal 50 KUHP, Pasal 51 ayat 1 KUHP dan yang tidak

diatur dalam KUHP adalah: ketiadaan sifat melawan hukum materil dan

persetujuan.

Menimbang, bahwa sepanjang persidangan berlangsung, Majelis

Hakim tidak menemukan satupun alasan pembenar atas perbuatan pidana

yang telah terbukti dilakukan.


72

Menimbang, bahwa oleh karena telah terbukti ada tindak pidana

sebagaimana yang didakwakan oleh Penuntut Umum dalam dakwaan

subsidair, sedangkan di sisi lain tidak ditemukan alasan pembenar, maka

telah terbukti ada tindak pidana dan dengan demikian telah terpenuhi syarat

obyektif/actus reus: “tindak pidana” pada diri Terdakwa.

Menimbang, bahwa menurut hemat Majelis Hakim, berdasarkan hasil

persidangan, tidak satupun alasan pemaaf pada diri Terdakwa, sehingga

dengan demikian Terdakwa harus dinyatakan mampu bertanggung jawab.

Menimbang, bahwa dalam persidangan, Majelis Hakim tidak

menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana,

baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, maka Terdakwa

harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa mampu bertanggung-

jawab, maka harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana.

Menimbang, bahwa terhadap barang bukti yang diajukan di

persidangan untuk selanjutnya dipertimbangkan sebagai berikut:

Menimbang, bahwa barang bukti berupa surat Nomor 1 sampai

dengan Nomor 66 tetap terlampir dalam berkas perkara; Menimbang, bahwa

oleh karena sebelum putusan ini Terdakwa pernah menjalani penahanan

secara sah menurut hukum,maka masa penahanan yang telah dijalani

Terdakwa akan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.


73

Menimbang, bahwa penahanan terhadap Terdakwa dilandasi alasan

yang cukup, maka perlu ditetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam

tahanan.

Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa

maka perlu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang

meringankan sebagai berikut:

a. Hal-hal yang memberatkan:

1) Terdakwa selaku bendahara khusus hibah dan bantuan sosial dan

bendahara pengeluaran pembantu tidak melaksanakan tugas dan

tanggungjawabnya dengan baik dan benar

2) Perbuatan Terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam

penanggulangan wabah Covid-19 di Kabupaten Mamberamo raya

3) Perbuatan Terdakwa tersebut telah andil menyebabkan timbulnya

kerugian keuangan negera

b. Hal-hal yang meringankan:

1) Terdakwa belum pernah di pidana

2) Terdakwa bersikap sopan dan kooperatif selama dalam persidangan

3) Terdakwa masih ada tanggungan keluarga

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dijatuhi pidana maka

haruslah dibebani pula untuk membayar biaya perkara.

Memperhatikan, Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana

telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang


74

Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke – 1 Jo. pasal

64 ayat (1) KUHP dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan lain yang

bersangkutan. Sehingga atas dasar pertimbangan tersebut dan fakta-fakta

yang ditemukan dalam persidangan dan hasil keterangan saksi, ahli,

terdakwa, dan bukti-bukti yang ada. Majelis Hukum menyatakan Terdakwa

Aristoteles Airori, A.Md tersebut diatas, terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana “Korupsi yang dilakukan secara bersama-

sama dan secara berlanjut”, sebagaimana dalam dakwaan subsidair. Dan

dijatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara

selama 3 (tiga) tahun dan 3 (tiga) bulan denda sejumlah Rp. 50.000.000,00

(lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak

dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) bulan.

2. Analisis Penulis

Berdasarkan pemaparan tersebut diatas hakim dalam menjatuhkan

putusan No. 8/PID.SUS-TPK/2022/PN. JAP menggunakan pertimbangan

yuridis dan pertimbangan non yuridis. Pertimbangan yuridis berkaitan

dengan fakta-fakta yang ditemukan didepan persidangan dan oleh Undang-

undang merupakan hal-hal yang harus dimuat dalam putusan. Hakim dalam

memutuskan suatu perkara haruslah mempertimbangkan dakwaan penuntut

umum, keterangan saksi, keterangan ahli, barang bukti, keterangan terdakwa

dan lain sebagainya. Dalam menjatuhkan putusan minimal dua alat bukti
75

yang sah dan dari alat bukti tersebut hakim memperoleh keyakinan bahwa

tindak pidana tersebut benar-benar terjadi dan terdakwalah yang

melakukannya, yakni dengan mengaitkan antara alat bukti surat dan

keterangan saksisaksi dipersidangan.

Selain itu, untuk menjatuhkan putusan hakim harus pula

mempertimbangkan unsur-unsur pasal yang didakwakan terhadap terdakwa.

Sedangkan pertimbangan non yuridis terdapat dalam hal-hal yang

memberatkan dan hal-hal yang meringankan, seperti latar belakang

terdakwa, kemampuan bertanggung jawab terdakwa serta akibat yang

ditimbulkan dari perbuatan terdakwa.

Berdasarkan analisis penulis pertimbangan yuridis hakim telah sesuai

yakni telah memenuhi unsur yang didakwakan terhadap terdakwa. Namun

berdasarkan pertimbangan non yuridis menurut penulis hakim dalam proses

menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa telah sesuai dengan ketentuan

dalam perundang-undangan, dimana dalam perundang-undangan Pasal 3

undang-undang No.31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana

korupsi, bagi yang melanggar pasal ini dipidana penjara seumur hidup atau

paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (tahun) dan atau denda

paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak

Rp.1.000.000,00 (satu miliar rupiah). Hakim menjatuhkan putusan penjara

selama 3 (tiga) tahun dan 3 (tiga) bulan beserta denda sejumlah Rp.

50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda

tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat)


76

bulan. Hal ini telah sesuai dengan penerapan undang-undang tindak pidana

korupsi, namun hakim dalam memberikan hukuman masih sangat rendah.

Menurut penulis, seharusnya hakim dalam menjatuhkan putusan juga

mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan selain perbuatan terdakwa

yang dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan

kepercayaan masyarakat kepada Panitia atau Tim Gugus wabah Covid-19

yang dipilih untuk mengelolah dana bantuan sosial, yaitu dengan

mempertimbangkan akibat yang ditimbulkan dari perbuatan terdakwa

seperti perbuatan terdakwa tersebut menyebabkan kerugian perekonomian

Negara sebesar Rp 3.153.100.000,00,- (tiga milyar seratus lima puluh tiga

juta seratus ribu rupiah) perbuatan terdakwa adalah salah satu faktor terbesar

yang menyebabkan terhambatnya pembangunan dan usaha dalam

menanggulangi pandemi Covid-19 di Indonesia.

Perbuatan yang dilakukan terdakwa menyebabkan terjadinya

penghambatan penanggulangan wabah covid-19 di Kab. Mamberamo Raya.

Oleh karenanya menimbulkan adanya rasa ketidak adilan bagi masyarakat.

Karena perbuatan terdakwa, masyarakat Kab. Mamberamo Rayauwo yang

seharusnya telah merasakan manfaat dari bantuan sosial tersebut, yang

diharapkan membantu aktivitas masyarakat sehari-hari karena wabah covid-

19 telah membatasu kegiatan dan pekerjaan masyarakat.


77

Perbuatan terdakwa ini mengakibatkan tidak tercapainya tujuan untuk

mencapai kesejahteraan bersama hal ini menunjukkan bahwa terdakwa tidak

mendukung hakikat hidup bernegara. Selain itu, mengingat bahwa tindak

pidana korupsi ini merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes

against humanity) yang tergolong dalam kejahatan luar biasa (extra ordinary

crimes) yang menurut penulis harusnya hukuman terhadap koruptor itu

adalah hukuman luar biasa juga.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka penulis dapat menyimpulkan:

1. Penerapan hukum pidana dalam perkara tindak pidana korupsi dipengadilan

negeri Jayapura (Studi Putusan No. 8/PID.SUS-TPK/2022/PN. JAP):

Penerapan hukum pidana materil terhadap terdakwa Aristoteles Airori A.md

telah sesuai dan telah memenuhi unsur delik sebagaimana yang dalam

dakwaan kesatu subsidair penuntut umum, berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan majelis hakim yang dikaitkan dengan berbagai alat bukti yang

dihadirkan dimuka persidangan. Majelis hakim memutuskan bahwa

terdakwa Aristoteles Airori A.md telah terbukti secara sah melakukan

tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-

undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20

Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke – 1

Jo. pasal 64 ayat (1) KUHP dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana. Akan tetapi menurut penulis putusan atau

vonis yang diberikan majelis hakim seharusnya luar biasa atau sepertiga dari

batas maksimum dari ketentuan undang-undang karena tindak pidana

korupsi merupakan kejahatan kemanusiaan yang tergolong kejahatan luar

biasa.

78
79

2. Dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap

pelaku tindak pidana korupsi di pengadilan Negeri Jayapura (Studi Putusan

No. 8/PID.SUS-TPK/2022/PN. JAP), yaitu mejelis hakim menggunakan

pertimbangan yuridis dan pertimbangan non yuridis. Pertimbangan yuridis

dengan melihat fakta-fakta yang ditemukan dimuka prsidangan yaitu dari

dakwaan jaksa penuntut umum, keterangan saksi, keterangan ahli, barang

bukti, keteranga terdakwa dan sebagainya. Pertimbangan non yuridis

didasarkan pada latar belakang terdakwa, kemampuan bertanggung jawab

terdakwa dan akibat yang ditimbulkan dari perbuatan terdakwa. Akan tetapi,

menurut penulis mejelis hakim seharusnya menggali lebih dalam lagi

mengenai pertimbangan hakim terutama terkait dengan hal-hal yang

memberatkan.

B. Saran

1. Sebaiknya pelaku tindak pidana korupsi diberikan hukuman yang lebih

memberatkan lagi, mengingat perkara tindak pidana korupsi merupakan

kejahatan kemanusiaan sebagai kejahatan luar biasa karena itu perlu adanya

penanganan yang luar biasa pula. Agar menimbulkan efek jera bagi pelaku

maupun bagi masyarakat luas. Selain itu pelaku tindak pidana korupsi ini

mengambil hak masyarakat luas, demi kepentingan pribadi.

2. Agar aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian, kejaksaan, peradilan

dan komisi pemberantasan korupsi (KPK), tidak membeda-bedakan dalam

menangani kasus-kasus korupsi. Dan tetap mengamalkan asas equality

before the law (semua sama di depan hukum).


80

3. Diharapkan masyarakat menanamkan nilai-nilai kejujuran dalam diri untuk

memerangi dan mengurangi terjadinya tindak pidana korupsi, serta

menanamkan nilai-nilai keadilan dalam diri sebagai benteng untuk

mencegah terjadinya ketidak adilan, serta menjadikan pelajaran bagi diri

atas segala kasus-kasus tindak pidana korupsi agar tidak dilakukan oleh diri

sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-Undangan
Pasal 185 ayat (2) Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Peraturan Hukum
Acara Pidana (KUHAP)
UUD Republik Indonesia. (2001). Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang telah
diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK).

Buku
Chaerudin. (2008). Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana
Korupsi. PT Refika Aditama.
Efendi, J., & Ibrahim, J. (2018). Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris.
Peranamedia Group.
Guse Prayudi. (2010). Tindak Pidana Korupsi Dipandang dalam Berbagai Aspek.
Pustaka Pena.
Hamzah, A. (2015). Pemberasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional. RT RajaGrafindo Persada.
Harahap, M. Y. (2009). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Edisi
Kedua. Sinar Grafika.
Hartanti, E. (2014). Tindak Pidana Korupsi :Edisi Kedua. Sinar Grafika.
Hartanti, E. (2016). Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika.
Ilyas, A. (2012). Asas-Asas Hukum Pidana. Rangkang.
Ismail. (2018). Kajian Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi. Universitas
Samudra - Langsa Aceh.
Lamintang, P. A. F. (2014). Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT Citra
Aditya Bakti.
Lamintang, P. A. F. (2016). Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia. Sinar
Grafika.
Prodjodikoro, W. (2014). Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. PT Refika
Aditama.
Siahaan, M. (2016). Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia. PT. Grasindo.
Sutarto, S. (2004). Hukum Acara Pidana Jilid I. Universitas Diponegoro.

Skripsi
Anggara, B. (2022). Tinjauan Yuridis Penjatuhan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku
Turut Serta Dalam Tindak Pidana Korupsi (Putusan Nomor 14/Pid.Sus-

81
82

TPK/2021/PN Mks). Universitas Hasanuddin Makassar.


Fariza, S. (2018). Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi Pengadaan
Kain Linmas Di Kabupaten Pangkep (Studi Kasus Putusan
No.47/Pid.Sus.TPK/2016/PN.Mks). Universitas Hasanuddin Makassar.
Mutakim, A. (2022). Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi
Pengelolaan Dana Bantuan Sosial Pada Kabupaten Jembrana Dalam Putusan
Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 15/PID.SUS.TPK/2016/PN.DPS.
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ
JEMBER.
Pattudju, N. O. (2021). Analisis Yuridis Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan
Penyelenggara Negara Di Kota Makassar (Putusan Pengadilan Negeri
Makassar Nomor 55/Pid Sus-TPK/2020/PN Mks). UNIVERSITAS
BOSOWA.
Paturusi, A. N. P. (2017). Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi
Yang Dilakukan Oleh Karyawan Badan Usaha Milik Negara (Studi Kasus
Putusan Nomor 41/Pid.Sus.TPK/2015/PN.Mks). Universitas Hasanuddin
Makassar.
Putriansah, A. N. A. (2018). Tinjauan Yuridis Putusan Hakim Terhadap Tindak
Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Makassar (Studi Putusan
No.70/Pid.Sus.Tp.Korupsi/ 2017/ PN Mks). UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR.
Zulva, K. (2021). Analisis Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Terhadap Tindak Pidana Korupsi Oleh Pt. Nusa Konstruksi Enjiniring (Studi
Kasus Putusan Nomor: 81/Pid.Sus/Tipikor/2018/PN.Jkt.Pst). Universitas
Andalas Padang.

Jurnal
Alfarrizy, Hartono, Bambang Hasan, and Zainudin. “Implementasi Pertanggung
Jawaban Pelaku Tindak Pidana Korupsi Dalam Penyalah Gunaan Anggaran
Pendahuluan Dan Belanja Kampung (Apbk) Yang Dilakukan Oleh Oknum
Mantan Kepala Kampung Menanga Jaya (Studi Kasus Nomor:13/PID.SUS-
TPK/2020/PN.TJK).” IBLAM Law Review Vol. 01 No (2021): 1–21.
Amiruddin, Muh. “Peran Saksi Mahkota Dalam Perkara Pidana Korupsi Di
Pengadilan Negeri Makassar.” Jurisprudentie Volume 4 N (2017).
Anggara, Bayu. “Tinjauan Yuridis Penjatuhan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku
Turut Serta Dalam Tindak Pidana Korupsi (Putusan Nomor 14/Pid.Sus-
TPK/2021/PN Mks).” Universitas Hasanuddin Makassar, 2022.
Chaerudin. Strategi Pencegahan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi.
Bandung: PT Refika Aditama, 2008.
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Putusan Nomor
83

8/Pid.Sus-Tpk/2022/PN Jap. Jayapura: Direktori Putusan Mahkamah Agung


Republik Indonesia, 2022.
Efendi, Jonaedi, and Johnny Ibrahim. Metode Penelitian Hukum Normatif Dan
Empiris. Depok: Peranamedia Group, 2018.
Fariza, Salsa. “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi Pengadaan
Kain Linmas Di Kabupaten Pangkep (Studi Kasus Putusan
No.47/Pid.Sus.TPK/2016/PN.Mks).” UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR, 2018.
Guse Prayudi. Tindak Pidana Korupsi Dipandang Dalam Berbagai Aspek.
Yogyakarta: Pustaka Pena, 2010.
Hamzah, Andi. Pemberasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional Dan
Internasional. Jakarta: RT RajaGrafindo Persada, 2015.
Harahap, M.Yahya. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Edisi
Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Hartanti, Evi. Tindak Pidana Korupsi :Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2014.
———. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika, 2016.
Ilyas, Amir. Asas-Asas Hukum Pidana. Yogyakarta: Rangkang education, 2012.
Ismail. “Kajian Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi.” Universitas Samudra -
Langsa Aceh, 2018.
Lamintang, P.A.F. Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia. Jakarta: Sinar
Grafika, 2016.
———. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
2013.
Mahkamah Agung Republik Indonesia Pengadilan Tinggi/Tipikor Jayapura.
“Sejarah Pengadilan Tinggi Jayapura.” Pengadilan Tinggi Jaypura, 2023.
https://www.pt-jayapura.go.id/new/link/201407012014521576153b2b44c5f2
5c.html.
Mutakim, Ali. “Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi Pengelolaan
Dana Bantuan Sosial Pada Kabupaten Jembrana Dalam Putusan Pengadilan
Negeri Denpasar Nomor 15/PID.SUS.TPK/2016/PN.DPS.” UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER, 2022.
“Pasal 185 Ayat (2) Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Peraturan Hukum
Acara Pidana (KUHAP),” n.d.
Pattudju, Niken Olivia. “Analisis Yuridis Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan
Penyelenggara Negara Di Kota Makassar (Putusan Pengadilan Negeri
Makassar Nomor 55/Pid Sus-TPK/2020/PN Mks).” UNIVERSITAS
BOSOWA, 2021.
Paturusi, Azharul Nugraha Putra. “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana
Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan Badan Usaha Milik Negara (Studi
84

Kasus Putusan Nomor 41/Pid.Sus.TPK/2015/PN.Mks).” Universitas


Hasanuddin Makassar, 2017.
Prodjodikoro, Wirjono. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia. Bandung: PT
Refika Aditama, 2014.
Putra, I Putu Agus Sudiyasa, Ida Ayu Putu Widiati, and I Made Minggu
Widyantara. “Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan
Badan Usaha Milik Negara.” Jurnal Analogi Hukum 3, no. 3 (2021): 411–16.
Putriansah, A. Nur Alfidah. “Tinjauan Yuridis Putusan Hakim Terhadap Tindak
Pidana Korupsi Di Pengadilan Negeri Makassar (Studi Putusan
No.70/Pid.Sus.Tp.Korupsi/ 2017/ PN Mks).” UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR, 2018.
Siahaan, M. Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo,
2016.
Sutarto, Suryono. Hukum Acara Pidana Jilid I. Semarang: Universitas
Diponegoro, 2004.
UUD Republik Indonesia. “Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Yang Telah
Diubah Dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK),” 2001.
Zulva, Khafifah. “Analisis Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Terhadap Tindak Pidana Korupsi Oleh Pt. Nusa Konstruksi Enjiniring (Studi
Kasus Putusan Nomor: 81/Pid.Sus/Tipikor/2018/PN.Jkt.Pst).”
UNIVERSITAS ANDALAS PADANG, 2021.

Anda mungkin juga menyukai