PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
MARTUA PANGGABEAN
181010250081
HALAMAN JUDUL.................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................................ 8
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 9
E. Kerangka Teori ....................................................................................... 9
F. Orisinalitas Penelitian ............................................................................. 15
G. Sistematika Penulisan ............................................................................. 17
PENDAHULUAN
Tidak ada kejahatan jika tidak dilakukan dan diciptakan oleh manusia. Demikian
dengan hukum. tidak ada hukum tanpa perbuatan manusia untuk meniadakan
kejahatan. Oleh sebab itu kejahatan, individu pelaku kejahatan dan hukum merupakan
rangkaian yang tidak dapat dipisahkan, dalam rangka mempelajari gejala kejahatan
perlu diketahui faktor penyebab dari kejahatan tersebut, setelah mempelajari faktor
penyebab kejahatan akan dijumpai akibat dari perbuatan kejahatan pada manusia baik
tersebut. baik penanganan individu pelaku, penetapan pasal tindak pidana. proses
hukum acara pidana (peradilan mulai dari proses penyidikan, penuntutan dan
1
Emilia Susanti & Eko Rahardjo, Hukum dan Kriminologi, Penerbit Aura CV. Anugrah
Utania Raharja, Bandar Lampung, 2018, Hlm. 13
1
2
Menurut Pasal 28H (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, “Setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
narkotika dapat membuat kecanduan dan merusak tubuh serta merusak kehidupan
seorang manusia. Kehidupan manusia harus bersih dan bebas dari hal-hal yang
seseorang dengan cepat dan tidak wajar. Manusia sangat memerlukan tempat yang
kemanusiaan. Narkotika tentunya menjadi musuh bangsa kita dalam hal mencetak
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
lama menjadi musuh bangsa, kini narkotika sudah sangat mengkhawatirkan bangsa
kita dan seluruh bangsa di dunia saat ini. Produksi dan peredaran narkotika begitu
hanya pada sisi ketersediaan (supply), tetapi juga dari sisi permintaan (demand).3
menggunakan narkotika dengan dosis yang besar sehingga dapat memabukkan dan
ketagihan. Oleh sebab itu, kejahatan narkotika dijadikan ajang bisnis yang
menjanjikan dan berkembang pesat, yang mana kegiatan ini berimbas pada rusaknya
mental baik fisik maupun psikis pemakai narkotika khususnya generasi muda.
2
Anton Sudanto, Penerapatan Hukum Pidana Narkotika di Indoensia, Fakutas Hukum
Unverista 17 Agustus 1945, Jurnal Hukum Vol. 7 No. 1, Hlm. 139
3
BNN Portal, Kejahatan Transnasional, Masalah Narkoba, dan Diplomasi Indonesia,
http://bnn.narkotika.htm, diakses tanggal 26 Maret 2022.
4
bagi bangsa dan negara Indonesia dimasa yang akan datang, seperti masalah
kesehatan, ekonomi, nilai-nilai agama (etika dan moral), nilai-nilai sosial budaya,
keamanan dan pertahanan serta kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia.
dirasakan mulai dari sekitar tahun 1970an, baik secara kuantitas maupun kualitas
semakin meningkat yang telah begitu banyak menimbulkan kerugian dan korban
penghargaan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telah berjasa dalam upaya
harus tetap memperhatikan jaminan keamanan dan perlindungan terhadap yang diberi
memang dapat dimaklumi dan diterima secara logika atau rasionil, bahwa mereka-
mereka yang telah berhasil melaporkan, mengungkap atau memberikan petunjuk akan
atau telah terjadinya transaksi narkotika kepada aparat penegak hukum, memang
hidupnya, jiwa atau harta benda pribadi dan keluarganya baik sebelum, selama dan
dituntut oleh aparat penegak hukum Disamping itu, para tokoh agama, tokoh adat,
tokoh masyarakat lainnya, termasuk pemegang jabatan, baik dinas maupun adat dapat
Menurut Oemar Seno Adji4: “Suatu pengadilan yang bebas dan tidak
dipengaruhi merupakan syarat yang indispensable bagi negara hukum. Bebas berarti
tidak ada campur tangan atau turun tangan dari kekuasaan eksekutif dan legislatif
terikat pada hukum.” Ide dasar yang berkembang secara universal perlunya suatu
peradilan yang bebas dan tidak memihak, "freedom and impartial judiciary" yang
4
Oemar Seno Adji, Peradilan Bebas Negara Hukum, Erlangga, Jakarta. 1987 Hlm. 46
7
menghendaki terwujudnya peradilan yang bebas dari segala sikap dan tindakan
bagi negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxon maupun eropa kontinental
Ada tiga ciri khusus negara hukum Indonesia yang digariskan oleh ilmu
atau tidak berbuat sesuka hatinya. Disini bebas dipahami juga sebagai terlepas dari
segala kewajiban dan keterikatan, termasuk keterikatan dari perbudakan nafsu. Secara
paralel, kebebasan hakim dapat dipahami sebagai kebebasan yang terlepas dari segala
kewajiban dan keterikatan dengan seseorang atau apa pun (termasuk nafsu) yang
5
Ibid., Hlm 6
6
Soejadi, Refleksi Mengenai Hukum dan Keadilan, Aktualisasinya di Indonesia, Pidato
pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2003.
8
dapat membuat hakim tidak leluasa. Ukurannya adalah kebenaran, dan kebaikan yang
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka penulis
Tindak Pidana Narkotika Tidak Dapat Memenuhi Unsur Pidana (Studi Putusan
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENELITIAN
Diharapkan dari hasil penelitian ini memiliki beberapa manfaat yang sangat
Rakyat :
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Secara Teoritis
Untuk menambah pengetahuan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan hukum khususnya dalam bidang hukum pidana terkait
dengan bahaya narkoba dikalangan masyarakat.
2. Secara Praktis
1) Menambah wawasan dan memberikan sumbangsih pemikiran
tentang Kedaulatan Rakyat.
2) Sebagai bahan referensi akademik bagi proses pengembangan studi
hukum.
3) Memberikan informasi baru mengenai Kedaulatan Rakyat sebelum
pra repormasi.
4) Untuk menambah referensi bacaan diperpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Pamulang.
5) Sebagai salah satu syarat untuk menjadikan gelar Strata Satu
Fakultas Hukum di Universitas Pamulang.
E. KERANGKA TEORI
Narkotika adalah merupakan zat atau bahan aktif yang bekerja pada system
saraf pusat (otak), yang dapat menyebabkan penurunan sampai hilangnhya kesadaran
dari rasa sakit dan (nyeri) serta dapat menimbulkan ketergantungan atau ketagihan.7
7
Edy Karsono, Meengenal kecanduan Narkoba dan Minuman Keras, Yrama Widya,
Bandung 2004, Hlm.11.
10
Secara eytimologis, narkotika berasal dari bahasa Yunani yaitu “Narkan” yang
memiliki arti kaku (kejang), sedangkan dari termilogi medis dikenal dengan istilah
“Narkose” yang memiliki arti dibiuskan, terutama dilakukan pada saat akan
dilaksanakannya suatu pembedahan (operasi). Kemudian arti ini pula yang terdapat
dalam istilah latin yakni “Narkotikum” (obat bius) yang artinya kemudian semakin
1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongangolongan sebagaimana terlampir dalam
undang-undang ini;
2. Prekursor narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang
dapat digunakan dalam pembuatan narkotika yang dibedakan dalam tabel
sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini;
10. Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang dan atau kekayaan,
baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
Semua zat yang termasuk golongan narkotika dapat menimbulkan ketagihan,
yang dalam bahasa kedokteran disebutkan sebagai adiksi. Ketagihan yang terus
(dependensi).8
sebagai berikut:9
8
Y.P. Joko Suytono, Masalah narkotika dan bahan sejenisnya, Yayasan Kanisius,
Yogyakarta, 1980, Hlm. 29.
9
Dadang Hawari, penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (Narkotika, alkohol dan zat
adiktif). Gaya baru , Jakarta, 2003. Hlm. 5
12
Hukum secara hakiki harus pasti dan adil. Pasti sebagai pedoman kelakukan dan
adil karena pedoman kelakuan itu harus menunjang suatu tatanan yang dinilai
wajar. Hanya karena bersifat adil dan dilaksanakan dengan pasti hukum dapat
adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif. Undang-Undang yang berisi
aturanaturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku
10
Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum, Laksbang
Pressindo, Yogyakarta, 2010, hlm. 59.
13
hukum.11
1) Tersedia aturan -aturan yang jelas (jernih), konsisten dan mudah diperoleh,
diterbitkan oleh dan diakui karena (kekuasaan) nagara;
2) Instansi-instansi penguasa (pemerintah) menerapkan aturan-aturan hukum
tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya;
3) Warga secara prinsipil menyesuaikan prilaku mereka terhadap aturan-aturan
tersebut;
4) Hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpikir menerapkan
aturanaturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka menyelesaikan
sengketa hukum;
5) Keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.
jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian
yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu
memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum
2. Teori Relatif
Teori ini menyebutkan, dasar suatu pemidanaan adalah pertahanan tata tertib
masyarakat. Oleh karena itu, maka yang menjadi tujuan pemidanaan adalah
menghindarkan atau mencegah (prevensi) agar kejahatan itu tidak terulang lagi.
11
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, Hlm.158
12
Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Pt. Sinar Grafika, Jakarta, 2011, Hlm. 3.
14
melainkan harus dipersoalkan pula manfaat suatu pidana dimasa depan, baik bagi
2) Teori Tujuan
Teori Tujuan Berdasarkan teori ini, pemidanaan dilaksanakan untuk
memberikan maksud dan tujuan suatu pemidanaan, yakni memperbaiki
ketidakpuasan masyarakat sebagai akibat perbuatan kejahatan tersebut. Dalam
13
Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. 2012. Hlm.
105
14
Erdianto Efendi, Hukum Pidana Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2011, Hlm.142
15
hal ini teori ini juga dapat diartikan sebagai pencegahan terjadinya kejaatan
dan sebagai perlindungan terhadap masyarakat. Penganjur teori ini yaitu Paul
Anselm van Feurbach yang mengemukakan “hanya dengan mengadakan
ancaman pidana pidana saja tidak akan memadai, melainkan diperlukan
pemjatuhan pidana kepada si penjahat”.15
3) Teori Gabungan
Teori gabungan ini lahir sebagai jalan keluar dari teori absolut dan teori relatif
yang belum dapat memberi hasil yang memuaskan. Aliran ini didasarkan pada
tujuan pembalasan dan mempertahankan ketertiban masyarakat secara
terpadu.16
F. ORISINALITAS PENELITIAN
yang diteliti antara penulis dengen penulis-penulis sebelumnya. Hal tesebut, untuk
demikian, akan diketahui sisi-sisi apa saja yang membedakan dan akan diketahui pula
Dalam hal ini, akan lebih mudah dipahami, jika penulis menyajikannya dalam bentuk
paparan yang bersifat uraian. Oleh karenanya, penulis memaparkannya dalam bentuk
15
Dalam Erdianto Efendi, Op.cit, Hlm. 142
16
Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, Sinar
Grafika, Jakarta, 2007, Hlm. 19.
16
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Agar pembaca lebih mudah dalam memahami Propsal Skripsi ini, maka
BAB I : Pendahulan
Dalam bab ini berisi tentang Latar Belakang
Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian,
Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Orisinalitas
Penelitian dan Sistematika Penelitian.
BAB V : Penutup
ada bab ini peneliti menyampaikan kesimpulan dari
hasil penelitiannya dan menyampaikan saran-saran
yang berkaitan dengan hal-hal yang diteliti dari hasil
rumusan masalah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA TENTANG ANALISIS PUTUSAN
DALAM VONIS BEBAS TERHADAP PERKARA TINDAK PIDANA
NARKOTIKA (STUDI PUTUSAN NOMOR 2794/PID.SUS/2021/PN MDN)
telah diterima oleh berbagai kalangan masyarakat, tidak hanya sebagai lembaga
hukum yang memeriksa dan mengadili perkara, tetapi juga dapat dipandang sebagai
dipandang hanya sebagai suatu institusi hukum saja sebab sama sekali tidak
halnya Indonesia, dianggap identik dengan sistem ekonomi, hukum, budaya dan
sangat penting, keberadaan lembaga pengadilan merupakan ciri utama dari sebuah
negara hukum.
17
Satjipto Rahardjo, dalam Majalah Hukum dan Pembangunan, No. 5 tahun XXXIV, 1994,
Hlm. 447
18
D.M Lew, Julian, Applicable Law in International Commercial Arbitration, Netherlands
Sijthoff and Norhoff, 1978, Hlm. 12
19
20
1. Peran politis merupakan fungsi umum dari setiap lembaga negara. Peran
ini meliputi keterlibatan Mahkamah Agung yang secara sadar membawa
negara ini menuju pada tujuan seperti tercantum dalam konstitusi.19 Peran
Mahkamah Agung tersebut tentu saja harus diikuti oleh lembaga-lembaga
pengadilan di bawahnya;
memperoleh putusan hakim.20 Putusan hakim atau lazim disebut juga dengan istilah
mengharapkan adanya kepastian hukum dan keadilan dalam perkara yang mereka
hadapi.21 Suatu putusan dapat dilaksanakan apabila putusan tersebut telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde). Adapun yang dimaksud dengan
putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap itu adalah putusan hakim
19
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Ctra Aditya Bakti, Bandung, 1991, Hlm. 1
20
M. Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, cet. III, Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2003, Hlm
48.
21
Moh. Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Cetakan I, Rineka Cipta,
Jakarta, 2004, hlm 124
21
yang tidak diajukan upaya hukum apapun baik banding, kasasi maupun peninjauan
kembali oleh pihak-pihak yang berperkara dalam tenggang waktu yang ditentukan
memperbolehkan eksekusi atas putusan yang berisi amar dapat dijalankan lebih
dahulu sekalipun putusan tersebut belum memperoleh kekuatan hukum yang tetap,
dapat memutus perkara dengan sesuai hati nurani dan Undang-Undang yang berlaku
sehingga penerapan ketentuan Pasal 127 Ayat (1) huruf a UU RI Nomor 35 Tahun
22
Ibid, Hlm. 898
22
2009, maka menurut hukum Pengadilan Negeri Medan melalui Majelis yang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103 UU Nomor 35 tahun
2009 Tentang Narkotika Jo Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2010
Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial.
menyebutkan pengertian Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
Pasal 1 Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilang rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
Tentang Narkotika pada bab III ruang lingkup Pasal 6 ayat (1) berbunyi bahwa
23
Undang-Undang Narkotika Nomor 22 Tahun 1997 dan UndangUndang Psikotropika
Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika.
24
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 6, Hlm 8.
24
hak atau melawan hukum. Pada saat ini banyak sekali kita jumpai penyalahgunaan
rohani dari si pecandu. Seorang yang kecanduan narkoba dapai dipastikan akan
kepribadian yang labil atau mudah goyah. Mereka yang sudah kecanduan akan sulit
narkotika akan melakukan apa saja asal keperluannya terhadap narkotika dapat
terpenuhi. Boleh jadi barang-barang miliknya dan milik keluarganya akan digadaikan,
sebagainya. Pendek kata, segala macam tindakan kriminal dapat dilakukan oleh
mewabah hampir semua bangsa di dunia ini, mengakibatkan kematiun jutaan jiwa,
ketahanan nasional. Di Indonesia, ancaman narkoba dewasa ini sudah sangat serius
Pada umumnya, apabila di suatu tempat narkoba itu mudah diperoleh, maka
dengan maksud “bukan" untuk tujuan pengobatan dan/atau penelitian serta digunakan
tanpa mengikuti aturan serta dosis yang benar. Penggunaan narkoba secara terus
(ketagihan).
yang oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan
atau masalah antar pihak. Bukan hanya yang diucapkan saja yang disebut putusan,
melainkan juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan kemudian
hakim.25
Putusan akhir dalam suatu sengketa yang diputuskan oleh hakim yang
hukuman ini baik dalam Hukum Acara Perdata maupun Hukum Acara Pidana
pelaksanaannya dapat dipaksakan kepada para pelanggar hak tanpa pandang bulu,
hanya saja bedanya dalam Hukum Acara Perdata hukumannya berupa pemenuhan
prestasi dan atau pemberian ganti rugi kepada pihak yang telah dirugikan atau yang
dan mandiri tidak lagi bergantung secara financial dan administratif kepada eksekutif.
Dengan kebebasan dan kemandirian ini diharapkan para hakim eksistensinya semakin
percaya diri dan teguh pendirian dalam menjalankan amanah yang dipikulnya tanpa
khawatir terpengaruh dan goyah dari intervensi pihak luar. Namun disayangkan,
kedudukan sebagai lembaga yang bebas dan mandiri ternyata tidak dimanfaatkan
25
Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, Hlm 132
26
Sarwono, Op.Cit, Hlm 53
27
secara baik dan benar. Kebebasan dan kemandirian ini telah disalahgunakan dan
sudah kebablasan, yang terjadi bukan lagi kebebasan dan kemandirian yang
perbuatan yang luhur terutama untuk memberikan putusan yang sematamata harus
didasarkan kepada kebenaran, kejujuran dan keadilan. Tugas hakim harus dijauhkan
dari tekanan atau pengaruh dari pihak manapun baik oknum, golongan atau
masyarakat, apalagi dari kekuasaan pemerintahan yang memiliki jaringan yang kuat
dan luas, sehingga pihak lemah dirugikan. Padahal pencari keadilan harus tidak
dibedakan kedudukan dan martabatnya mereka juga harus diberikan jaminan yang
Undang No 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung yang kemudian diubah dengan
2004 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 49 Tahun 2009 tentang
Peradilan Umum.
27
Ibid, Hlm. 11
28
Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985,
dalam melakukan Hak Uji Materiil di dalam kedua ketentuan tersebut di atas. Karena
adanya asas umum untuk berperkara yang baik (general principles of proper justice),
dan peraturan-peraturan yang bersifat prosedural atau hukum acara yang membuka
28
Rusli Muhammad, Eksistensi Hakim dalam Pemikiran Yuridis dan Keadilan, Jurnal
Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 3 VOL. 21 JULI 2014, Hlm. 433
29
prinsip kebebasan dalam kekuasaan kehakiman tetap harus dalam koridor yang benar
yaitu sesuai dengan pancasila, UUD 1945 serta hukum yang berlaku. Kemerdekaan,
sangat fundamental bagi negara yang berlandaskan pada sistem negara hukum dan
sistem negara demokrasi. Apabila kekuasaan kehakiman dalam suatu negara telah
berada di bawah pengaruh kekuasaan lainnya maka dapat dipastikan bahwa negara
29
Imam Anshori Saleh, Konsep Pengawasan Kehakiman, Setara Press, Malang, 2014, Hlm.
131
30
Ibid, Hlm. 120
31
Ibid, Hlm. 126
30
independen dalam arti kedudukan kelembagaan harus bebas dari pengaruh politik35 .
dengan pekerjaan yang dilakukan hakim ketika menghadapi suatu sengketa dan harus
memberikan suatu putusan. Independensi hakim berarti bahwa setiap hakim boleh
mempunyai kebebasan untuk menerapkan isi undangundang pada kasus atau sengketa
atau disaksikan melalui media. Hakim tidak boleh dipengaruhi oleh beritaberita itu
masyarakat untuk mempertimbangkan dan diuji secara kritis dengan ketentuan hukum
yang ada. Hakim harus mengetahui sampai seberapa jauh dapat menerapkan norma-
penegaknya. Tanpa kekuasaan, hukum tidak lain hanya merupakan kaidah sosial yang
hukum, tanpa adanya kekuasaan yang bersifat memaksa, maka mustahil aturan akan
dapat ditaati dan berlaku. Kekuasaan kehakiman merupakan salah satu pilar
kekuasaan negara yang bersifat memaksa, serta diberikan kewenangan untuk itu oleh
Pertama; pembedaan antara badan peradilan umum (the ordinary court) dan
33
Ibid, Hlm. 102
34
Bambang Widjojanto, Kekuasaan Kehakiman yang Independen dan Akuntabel Pilar
Penting Negara Hukum Demokratis, dalam buku Rimdan, Kekuasaan Kehakiman Pasca …, Ibid.,
Hlm. 43
35
Bagir Manan, Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, LPPM Unisba, Bandung, 1995,
Hlm. 17
32
yang berbentuk federal dan negara kesatuan. Perbedaan ini menyangkut cara
merupakan prasyarat pokok bagi terwujudnya cita negara hukum, dan merupakan
jaminan bagi peradilan yang fair. Independensi itu melekat pada hakim baik secara
Indonesia adalah kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah
36
The Bangalore Draft Code of Judicial Conduct 2001adopted by the Judicial Group on
Strengthening Judicial Integrity, as revised at the Round Table Meeting of Chief Justices held at the
Peace Palace, The Hague, November 25-26, 2002, lihat Peraturan Mahkamah Konstitusi No.
09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, Lampiran bagian
Pertama
33
keadilan.
ditegaskan pada Pasal 24 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar
Apabila dikaji lebih jauh tentang kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam
juga dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang
telah dirubah dengan UU. No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU. No. 14
Tahun 1985 juncto Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi
Senada dengan irama pemahaman di atas, dipertegas pula pada Pasal 3 ayat
(1) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi
wajib menjaga kemandirian peradilan;
(2) Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar
kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Penegasan kemandirian kekuasaan kehakiman tersebut di atas, secara
struktural dan vertikal berpuncak pada Mahkamah Agung. Hal itu diatur dalam Pasal
2 UU No. 14 Tahun 1985 (Perubahannya dengan UU No. 5 Tahun 2004 Junto UU.
No. 3 Tahun 2009), bahwa: Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi
35
dari semua lingkungan peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari
Atas dasar itu, maka hakim dituntut agar senantiasa melakukan penggalian,
mengikuti dinamika sosial, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat. Keharusan bagi hakim tersebut, dipertegas pada Pasal 5
(1) Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami
(2) Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang
(3) Hakim dan hakim konstitusi wajib menaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku
hakim.
37
Andi Suherman, IMPLEMENTASI INDEPENDENSI HAKIM DALAM PELAKSANAAN
KEKUASAAN KEHAKIMAN, Mahasiswa Magister, Program Pascasarjana, Universitas Muslim
Indonesia, Makassar, Vol. 1, No. 1 (September 2019) 42 – 51 e-ISSN: 2685 – 8606 || p-ISSN: 2685 –
8614
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
penelitian.38 Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah
peraturan hukum itu pada prakteknya di lapangan.39 Pendekatan ini dikenal pula
Sumber utamanya adalah bahan hukum yang berkaitan dengan fakta sosial
karena dalam penelitian ilmu hukum empiris yang dikaji adalah bukan hanya bahan
hukum saja akan tetapi harus ditambah menurut pendapat para ahli. Penulisan skripsi
38
M. Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum, Jakarta;Raja Grafindo Persada, 2007,.
Hlm. 56
39
Burhan Asofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2001, Hlm. 15
36
37
B. Spesifikasi Penelitian
teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang berkaitan dengan
oleh penulis, karena dalam penelitian ini penulis berusaha menguraikan kenyataan-
kenyataan yang ada atau fakta yang ada dan mendeskripsikan sebuah masalah yang
terdapat pada Analisis Putusan Hakim Terhadap Vonis Bebas Di Pengedilan Negeri
Medan Dalam Perkara Tindak Pidana Narkotika Tidak Dapat Memenuhi Unsur
Jenis data yang digunakan penulis adalah data sekunder. Data sekunder
merupakan data yang diperoleh dari berbagai sumber yang telah ada. Data sekunder
data yang bersumber dari buku-buku, literatur dan pendapat ahli hukum yang
berkaitan dengan penelitian ini, ataupun sumber lain yang ada dilapangan untuk
40
Ronny Haniarjo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurumentri, Jakarta: PT Ghalia
Indonesia, 1990, Hlm. 97-98
41
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2010, Hlm. 205
38
Dalam hal penulisan ini, Penulis memilih jenis data sekunder diperoleh
dengan cara mempelajari dan menganalisis bahan hukum. Data sekunder dalam
D. Lokasi Penelitian
dipilihnya lokasi tersebut adalah untuk memperoleh data secara lengkap terkait
dengan penelitian ini dilakukan, karena sebagaian besar data yang diperlukan dalam
penelitian ini terdapat pada Mahkamah Agung Republik Indonesia yang bertempat di
Jakarta Pusat.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang
untuk menggali informasi yang lebih mendalam tentang berbagai aspek yang
Penelitian ini menggunakan teknis analisis data secara kualitatif, analisis data
kualitatif yaitu data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi dilapangan
kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisa secara kualitatif untuk
mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas. Setelah memperoleh dan mengolah
42
Soejono Soekanto, Penghantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia, 1984,
Hlm. 252
40
data tersebut, maka dilanjutkan dengan menganalisa data yang diperoleh baik dalam
sekunder secara kualitatif dari sudut pandang ilmu hukum. Data sekunder yang
diperoleh dari penelitian kemudian disusun dengan literatir dan sistematis, lalu
BUKU/LITERASI
Edy Karsono, Meengenal kecanduan Narkoba dan Minuman Keras, Yrama Widya,
Bandung 2004.
Emilia Susanti & Eko Rahardjo, Hukum dan Kriminologi, Penerbit Aura CV.
Anugrah Utania Raharja, Bandar Lampung, 2018.
Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. 2012.
Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan,
Sinar Grafika, Jakarta, 2007.
Oemar Seno Adji, Peradilan Bebas Negara Hukum, Erlangga, Jakarta. 1987.
Satjipto Rahardjo, dalam Majalah Hukum dan Pembangunan, No. 5 tahun XXXIV,
1994.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Ctra Aditya Bakti, Bandung, 1991.
Soejadi, Refleksi Mengenai Hukum dan Keadilan, Aktualisasinya di Indonesia, Pidato
pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Filsafat Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta. 2003.
Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Sinar Grafika, Jakarta, 2011.
Y.P. Joko Suytono, Masalah narkotika dan bahan sejenisnya, Yayasan Kanisius,
Yogyakarta, 1980.
M. Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, cet. III, Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2003.
Moh. Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Cetakan I, Rineka Cipta,
Jakarta, 2004.
Imam Anshori Saleh, Konsep Pengawasan Kehakiman, Setara Press, Malang, 2014.
Bagir Manan, Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, LPPM Unisba, Bandung,
1995.
JURNAL
Rusli Muhammad, Eksistensi Hakim dalam Pemikiran Yuridis dan Keadilan, Jurnal
Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 3 VOL. 21 JULI 2014.
The Bangalore Draft Code of Judicial Conduct 2001adopted by the Judicial Group
on Strengthening Judicial Integrity, as revised at the Round Table Meeting
of Chief Justices held at the Peace Palace, The Hague, November 25-26,
2002, lihat Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 09/PMK/2006 tentang
Pemberlakuan Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, Lampiran bagian
Pertama.
UNDANG-UNDANG