Anda di halaman 1dari 50

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PELAKU

PERJUDIAN ONLINE DI TINJAU DARI KUHP DAN UNDANG-UNDANG

NO. 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-

UNDANG NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN

TRANSAKSI ELEKTRONIK (ANALISIS PUTUSAN NO.

1564/Pid.B/2021/PN.Mdn)

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Penelitian

Mata Kuliah : Metode Penelitian Hukum

Dosen Pengampu : Agung Arafat Saputra, S.H., M.H.

Disusun Oleh:

Franklin Andreas Jubel

201010201277

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PAMULANG

BANTEN

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang Penelitian.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................7
C. Tujuan Penelitian...................................................................................................................7
D. Manfaat Penelitian.................................................................................................................8
E. Kerangka Teori......................................................................................................................9
F. Orisinalitas Penelitian...........................................................................................................9
G. Sistematika Penulisan..........................................................................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................12
A. Tinjauan tentang Penegakan Hukum...................................................................................12
1. Pengertian Penegakan Hukum........................................................................................12
2. Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum............................................................14
B. Tinjauan Tentang Tindak Pidana........................................................................................15
1. Pengertian Tindak Pidana...............................................................................................15
2. Syarat Pertanggung Jawaban Pidana..............................................................................17
3. Unsur-Unsur Tindak Pidana...........................................................................................20
4. Jenis-Jenis Tindak Pidana...............................................................................................21
C. Tinjauan Tentang Pelaku.....................................................................................................23
1. Pengertian Pelaku...........................................................................................................23
2. Penggolongan Pelaku......................................................................................................26
D. Tinjuauan Tentang Perjudian Online..................................................................................30
1. Pengertian Perjudian Online...........................................................................................30
2. Unsur-Unsur Perjudian Online.......................................................................................32
3. Faktor-Faktor Penyebab Kejahatan Perjudian Online....................................................33
4. Bentuk-Bentuk Perjudian Online....................................................................................35
5. Dampak Judi Online.......................................................................................................36
BAB III METODE PENELITIAN..................................................................................................40
A. Jenis Penelitian....................................................................................................................40
B. Spesifikasi Penelitian..........................................................................................................40
C. Sumber dan Jenis Data........................................................................................................41
1. Sumber Data...................................................................................................................41
2. Jenis Data........................................................................................................................41
D. Lokasi Penelitian.................................................................................................................42
E. Teknik Pengumpulan Data..................................................................................................42
F. Teknik Analisis Data...........................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................44
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Penelitian

Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana tertulis pada Pasal 1 ayat 3

undang-undang dasar 1945 yang menegaskan bahwa negara indonesia adalah

negara hukum yang mengatakan bahwa segala tatanan kehidupan berbangsa,

bermasyarakat dan bernegara harus didasarkan atas dasar hukum.1 Menurut S.M

Amin, S.H. dalam buku "Bertamasya ke alam Hukum" bahwa hukum adalah

kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi itu disebut

hukum dan tujuan hukum itu untuk mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan

manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terjaga.

Norma hukum adalah aturan dalam bentuk norma, di mana hukum

mengikatkan dirinya pada masyarakat sebagai tempat tindakannya. Oleh karena

itu, hukum wajib memberikan timbal balik kepada negara yang menganutnya

sebagai ideologi dengan mempertimbangkan keinginan dan kepentingan anggota

masyarakat serta memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kemajuan sedang

dicapai menuju masyarakat yang demokratis dan taat hukum, dan rakyat Indonesia

membutuhkan komitmen dan kemauan negara untuk mencapai penegakan hukum

yang efektif. Sebagai Guru Besar Fakultas Hukum UNG, Fence M. Wantu

menyampaikan aspirasi sebagai berikut: “Keadaan ini merupakan ikhtiar untuk

meningkatkan kepastian, kesadaran, pelayanan, dan penegakan hukum yang

1
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat 3

1
berintikan keadilan, kebenaran, ketertiban, dan kesejahteraan masyarakat. .untuk

mengatur negara yang lebih teratur dan terorganisir."2

Menurut penulis, hukum mengatur hubungan antar individu, baik itu pejabat

eksekutif, pekerja bangunan, atau pelajar, dan khususnya aparat penegak hukum,

seperti jaksa, hakim, polisi, dll. Setiap orang tunduk dan patuh pada hukum.

karena kepastian hukum memerlukan penegakan standar yang ketat yang

diartikulasikan dalam peraturan perundang-undangan. Kepastian hukum ini sangat

penting bagi seluruh penduduk Indonesia pada umumnya dan konsumen layanan

internet/jaringan pada khususnya, karena tidak menutup kemungkinan adanya

tindak pidana dalam berjejaring selain merusak materi (dalam menggunakan

jaringan internet). Selama keinginan itu dipenuhi dengan cara yang konstruktif,

tidak apa-apa. Namun, tidak normal dorongan ini terwujud dalam banyak cara,

seperti "perjudian", yang secara tegas dilarang oleh hukum dan agama.3

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terrnasuk teknologi,

media, dan informasi (telematika) secara global telah membawa dampak pada

perubahan cara pikir serta cara masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan

dan aktivitas yang berorientasi pada aspek kemudahan serta kecepatan dalam

pertukaran akses informasi. Pesatnya perkembangan telematika di Indonesia

ditandai dengan meningkatnya kepernilikan personal komputer, pengguna internet

dan handphone.4

2
Fence M. Wantu, 2011, Idee Des Recht,Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan
(Implementasi Dalam Proses peradilan Perdata), Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
3
Aswar Ardi, 2016, Skripsi: “Analisis Tindak Pidana Hukum Islam terhadap Judi Online (Studi
Kasus Desa Lautang Kec. Belawa Kab. Wajo)”, Fakultas Syriah dan Hukum UIN Alauddin
Makassar.
4
Sugeng, 2020, Hukum Telematika Indonesia, Jakarta:Prenadarnedia Grup, hal. 2-3.
Telematika adalah, Kata "telematika" berasal dari bahasa Perancis, yaitu

telema-tique. lstilah ini banyak digunakan di Eropa (kemudian juga di dunia)

untuk memperlihatkan berpadunya jaringan komunikasi, media, dan teknologi

informasi. Sebelumnya jaringan komunikasi adalah teknologi yang berkaitan

dengan setiap pemancar, pengirim, dan atau penerima setiap informasi dalam

bentuk tanda-tanda, kemudian media ialah yang meliputi multimedia, media

cetak, media elektronik dan media film, sedangkan teknologi informasi

merupakan satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas

pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, dan surat elektronik. Dalam

perkembangan selanjutnya dalam praktik, istilah telematika diartikan sebagai

telekomunikasi dan informasi yang merupakan perpaduan antara komputer dan

komunikasi.5

Sebagai makhluk sosial, manusia diberikan kemampuan berkomunikasi untuk

berhubungan dengan sesamanya, sejak dari zaman prasejarah hingga era teknologi

informasi modem seperti saat ini. Perubahan-perubahan di masyarakat di dunia

dewasa ini, merupakan tanda-tanda normal yang pengaruhnya menjalar dengan

cepat kebagian-bagian lain dari dunia, diantaranya berkat adanya komunikasi

terbaru. Perubahan-perubahan di dalam bisa mempengaruhi nilai-nilai sosial,

pola-pola perilaku, kaidah-kaidah sosial, hubungan sosial dan lain sebagainya.6

Keberadaan dan pemanfaatan internet saat ini seperti "Pedang bermata dua",

selain memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan dan kemajuan

peradaban manusia, temyata dapat menjadi sarana untuk melakukan berbagai

perbuatan melawan hukum, termasuk tindak pidana (kejahatan). Kemajuan


5
Maskun, 2021, Kejahatan Siber (Cyber Crime), Jakarta:Kencana Prenada Media Grup, hal.1.
6
Soerjono Soekanto, 2014, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, hat 99-100.
teknologi inforrnasi (internet) serta segala bentuk manfaat di dalamnya membawa

dampak negatif tersendiri di mana semakin mudahnya para penjahat untuk

melakukan aksinya yang semakin meresahkan masyarakat. Penyalahgunaan yang

terjadi pada (cyberspace) inilah yang kemudian dikenal dengan cyber crime atau

pada literatur lain dipergunakan kata computer crime, cyber space dipandang

menjadi sebuah dunia komunikasi yang berbasis komputer, pada hal ini, cyber

space dianggap menjadi sebuah realitas baru pada kehidupan manusia yang dalam

bahasa sehari-hari dikenal menggunakan internet.

Kejahatan atau tindak kriminal merupakan salah satu bentuk dari perilaku

menyimpang terhadap norma sosial dan norma bukum yang dapat menimbulkan

gangguan ketertiban sosial dalam masyarakat, menurut Soerjono Soekanto

"perilaku menyimpang disebut sebagai penyakit masyarakat atau penyakit sosial.

Adapun penyakit sosial atau penyakit masyarakat adalah segala bentuk tingkah

laku yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma umum, adat istiadat, dan

hukum formil ". Sedangkan kejahatan menurut sudut pandang hukum adalah

"setiap tingkah laku yang melanggar hukum pidana, bagaimanapun jeleknya suatu

perbuatan jika tidak dilarang dalam perundang-undangan pidana maka perbuatan

itu tidak dianggap sebagai perbuatan kejahatan".7

Salab satu kejahatan yang berhubungan erat dengan penggunaan yang

berbasis utama komputer dan jaringan telekomunikasi salah satunya ialah

perjudian online atau online gambling yang dimana seiring perkembangan

teknologi permainan judi semakin mudah diakses oleh masyarakat. Pada

hakikatnya perjudian merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma

7
Adon Nasrullah Jamaludin, 2016, Dasar-Dasar Patologi Sosial, Bandung: Pustaka Setia, hal.38.
agama, kesusilaan, dan norma hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan

kehidupan masyarakat, dan negara. Didalam hukum positif Indonesia tindak

pidana perjudian dalam jaringan diatur khusus dalam Undang-Undang Informasi

dan Transaksi Elektronik atau biasa disebut dengan Undang-Undang ITE. 8

Perjudian adalah kejadian nyata di masyarakat, dan permainan ini dapat

dimainkan dengan berbagai proses dan format. Perjudian sering dipandang

sebagai kegiatan kriminal yang mengancam tatanan sosial. Dengan perkembangan

teknologi dan informasi yang cepat, perjudian juga telah beralih ke game online

yang lebih nyaman dan aman. Fenomena judi internet yang marak saat ini sudah

dikenal dengan baik sebagai judi togel online (Toto Gelap). Bahkan di tengah

masyarakat, khususnya di warnet atau saat menggunakan laptop atau handphone

dengan fasilitas atau program yang mendukung, dimungkinkan untuk memasang

taruhan togel online. Salah satu keunggulan judi online adalah dapat dimainkan

kapan saja dan di mana saja, karena bisnis taruhan online beroperasi sepanjang

waktu dan permainan dapat dimainkan di warnet, lokasi dengan Wi-Fi, dan di

ponsel. M-banking juga menggunakan teknik internet untuk transaksi

pembayaran. Teknologi dan komunikasi digunakan oleh para penjudi online

sebagai media judi kekinian. Mengingat keberadaan komputer dalam jaringan

yang luas, tentunya hal ini akan memberikan keunggulan yang cukup besar

dibandingkan permainan konvensional. Selain poin ini, keamanan adalah

penyebab dan pertimbangan lain bagi banyak konsumen untuk beralih dari

layanan fisik ke online. Karena perjudian online melibatkan media komputer yang

8
Muharnmad Fajrul Falah Dan Samuel S.M Samosir, Kajian Pidana atas Putusan Nomor
1033/Pid.B/2014/P11.Bdg, Lantera Hukum, Vol.4 No.I (April 2017) hal.31-46
terhubung ke internet, saat ini tidak mungkin untuk melakukan pengawasan

menyeluruh terhadap operasi perjudian online.9

Dampak negatif dari pada judi online diantaranya kerugian material yang

dapat merusak ekonomi keluarga, membuang-buang waktu percuma, kurangnya

kreatifitas dalam dirinya, dan hal yang paling parah dapat mengganggu keamanan

masyarakat.10 Jika kita melihat dari sudut pandang hukum pidana positif yang

secara khusus telah mengatur tindak pidana perjudian ini terdapat dalam pasal 27

ayat (2) UU Informasi Transaksi Elektronik yang berbunyi:

"Setiap orang dengan sengaja mendistribusikan tanpa hak, mentransmisikan

dan/ataumembuat dapat diaksesnya informasi atau dokumen elektronik yang

memiliki muatan perjudian"11

Dalam melaksanakan undang-undang harus tunduk pada konsep “lex

specialis derogat lex generali” yang menyatakan bahwa undang-undang khusus

dapat menggantikan undang-undang umum. Pemikiran inilah yang

melatarbelakangi penulis untuk membahas tentang Putusan Hakim Nomor

1564/Pid.B/2021/PN.Mdn. Meskipun Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016

mengubah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik mengatur khusus tentang perjudian online, namun hakim

dalam kasus ini menghukum para pelaku perjudian online untuk menggunakan

Pasal 303 ayat (1) 1 KUHP tentang Perjudian . Penulis berharap dapat

memberikan analisis yang lebih mendalam yang dapat dimanfaatkan sebagai


9
Marcy Marlando, 2016, “Tinjauan Yuridis Pembuktian Kasus Perjudian Sepak Bola Via
Internet,” DIH, Jurnal Ilmu Hukum, Vol.7, No. 14.
10
Ahmad zurohman,dkk, 2016, Dampak Fenomena Judi Online terhadap Melemahnya Nilai-nilai
Sosial pada Remaja (Studi di Campusnet Data Media Cabang Sadewa Kota Semarang), Jurnal of
education.
11
Undang-undang no 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
bahan penelitian dengan judul sebagai berikut dengan melihat dan meneliti lebih

lanjut materi yang terkait dengan masalah ini: “PENEGAKAN HUKUM

TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN ONLINE DI TINJAU DARI

KUHP DAN UNDANG-UNDANG NO. 19 TAHUN 2016 TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 2008

TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ANALISIS

PUTUSAN NO. 1564/Pid.B/2021/PN.Mdn)”.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimana penerapan hukum terkait dengan judi online dalam putusan hakim

No. 1564/Pid.B/2021/PN.Mdn?

b. Bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan perkara No.

1564/Pid.B/2021/PN.Mdn?

3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan penjelasan dalam latar belakang dan rumusan masalah di atas,

maka penulis dapat menentukan tujuan dari penulisan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui penerapan hukum terkait dengan judi online dalam

putusan hakim No. 1564/Pid.B/2021/PN.Mdn.

b. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam putusan perkara No.

1564/Pid.B/2021/PN.Mdn.
4. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Penulis berharap penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan di

bidang hukum. Selain itu penulis berharap dapat memperoleh pemahaman

tentang penerapan sanksi pidana bagi pelaku perjudian online. Dengan

memasukkan data penelitian yang benar, diharapkan temuan penelitian ini

akan bermanfaat bagi penulis, mahasiswa, dan orang lain.

b. Manfaat Praktis

Studi ini diharapkan bermanfaat bagi kebijakan pemerintah (otoritas

penegak hukum) dan pengambilan keputusan tentang aplikasi kriminal untuk

memerangi pelanggaran terkait perjudian online di internet.


5. Kerangka Teori

Definisi Penegakan Hukum


Penegakan Hukum

Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Definisi Tindak Pidana

Tindak Pidana Unsur-Unsur Tindak Pidana

Jenis-Jenis Tindak Pidana

Definisi Perjudian Online

Perjudian Online Faktor Penyebab Perjudian Online

Bentuk Perjudian Online

6. Orisinalitas Penelitian

Orisinalitas sebuah karya, sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam

menciptakan sebuah karya, khususnya karya akademik, orisinalitas harus tetap

dipertahankan. Kriteria utama dan kata kunci penulisan akademik adalah

orisinalitas. Tulisan akademis, terutama tesis, disertasi, dan tesis, harus

menunjukkan orisinalitas. Untuk menunjukkan keunikan penulis, penulis

menggunakan sampel penelitian terdahulu yang memiliki kesulitan yang sama

dengan penelitian yang akan penulis lakukan sebagai pembanding.


Penelitian pertama yang dilakukan oleh Nurdin, dengan judul

“PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU JUDI ONLINE

DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA

ISLAM (Analisis Putusan Nomor 483/pid.B2016PN.Lbp) Di Pengadilan Negeri

Lubuk Pakam”, memiliki kesamaan pada pembahasan penegakan hukum pelaku

judi online, namun pada penelitian ini mengambil analisis untuk putusan yang

lebih terbaru yaitu putusan nomor 1564/Pid.B/2021/PN.Mdn, dan berfokus pada

hukum pidana, yang pada penelitian sebelumnya juga fokus pada hukum pidana

islam.

Penelitian selanjutnya, dilakukan oleh Eka Putra, dengan judul

“PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN

ONLINE DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN

TRANSAKSI ELEKTRONIK (Studi Kasus Polresta Mataram)”. Berbeda dengan

penelitian ini, penelitian terdahulu membahas mengenai perjudian online masih

berdasar pada UU no. 11 tahun 2008 yang saat ini sudah terdapat penggantinya

yaitu Uuno. 16 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Setelah mempelajari kedua penelitian sebelumnya, dapat dikatakan bahwa

penelitian yang akan dilakukan oleh penulis bersifat unik, inovatif, dan berbeda

dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Sehingga hasil kajian penulis yang akan

datang ini dapat menjadi sumber tambahan ilmu pengetahuan bagi seluruh umat

manusia.

7. Sistematika Penulisan
Temuan penelitian akan disajikan dalam struktur lima bab untuk memberikan

gambaran tentang apa yang akan penulis bahas dalam penelitian ini. Sistematika

penulisan terdiri dari:

BAB I berisi tentang pendahuluan terdiri dari uraian tentang latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori,

orisinalitas penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II berisi tentang tinjauan pustaka, dalam bab ini penulis akan

menguraikan mengenai tinjauan umum tentang tindak pidana perjudian, yang

meliputi: a) tinjauan tentang penegakan hukum; b) tinjauan tentang tindak pidana;

dan c) tinjauan tentang perjudian online.

BAB III berisi tentang metode penelitian yang digunakan dalam penulisan

skripsi ini yang termasuk didalamnya membahas jenis penelitian, spesifikasi

penelitian, sumber dan jenis data, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data, dan

teknik analisis data.

BAB IV berisi terkait Analisis Terhadap Putusan Hakim Nomor

1564/Pid.B/2021/PN.Mdn di Medan.

BAB V berisi terkait penutup yang memuat hasil akhir dari penelitian penulis

yaitu berupa kesimpulan berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, dan

dalam penutup ini juga memuat saran atas penelitian tersebut.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Penegakan Hukum

8. Pengertian Penegakan Hukum

Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 menyatakan bahwa “negara Indonesia adalah hukum”, yang menunjukkan

bahwa setiap orang dalam negara kesatuan republik Indonesia wajib tunduk dan

menghormati hukum yang berlaku. Jika ada warga negara yang tidak menaati

aturan atau melakukan kejahatan secara melawan hukum, maka keadilan hukum

akan tetap terjaga.12

Penegakan hukum adalah tindakan yang mengatur hubungan nilai-nilai yang

diartikulasikan dalam hukum yang kokoh dan direpresentasikan dalam sikap

tindakan, yang merupakan langkah terakhir dalam pembentukan nilai-nilai untuk

membangun, memelihara, dan memelihara kehidupan sosial yang harmonis.

Manusia memiliki kriteria tersendiri untuk mencapai tujuan hidup dalam

kehidupan bermasyarakat, namun standar tersebut seringkali bertentangan satu

sama lain. Penegakan hukum bukanlah pekerjaan penerapan hukum pada

kejadian tertentu, melainkan tindakan manusia dengan segala kualitasnya yang

bertujuan untuk memenuhi harapan hukum.13

Unsur manusia memainkan peran penting dalam penegakan hukum.

Penegakan hukum bukanlah proses logika yang lugas, namun dengan

12
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat (3)
13
M. Ali Zaidan, Menuju Pembaharuan Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2015.

12
keterlibatan seluruh manusia, tidak lagi dilihat sebagai upaya berpikir logis,

melainkan sebagai hasil dari sebuah keputusan. Konsekuensinya, implementasi

hukum tidak bisa hanya didasarkan pada prediksi logis, tetapi juga pada

kepentingan "non-logis". Polisi, jaksa, hakim, dan pejabat pemerintah, antara

lain, bertugas melakukan penegakan hukum.

Dari segi hukum, penegakan hukum juga dapat dipahami dari segi

tujuannya. Dalam hal ini, kata tersebut memiliki arti luas dan sempit. Secara

umum, pelaksanaan hukum juga memasukkan cita-cita keadilan yang melekat

pada norma-norma kedinasan yang baik dan nilai-nilai keadilan masyarakat.

Namun, penerapan hukum yang dibatasi hanya dapat memerlukan penerapan

pembatasan resmi dan tertulis.14

Ditinjau dari segi topik, penegakan hukum dapat diartikan secara luas atau

terbatas sebagai usaha-usaha subjek dalam penegakan hukum. Secara umum,

proses penegakan hukum melibatkan semua pihak dalam setiap hubungan

hukum. Setiap orang yang melaksanakan norma normatif atau melakukan atau

tidak melakukan sesuatu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku mengandung arti bahwa ia membuat atau melaksanakan peraturan dalam

upaya aparat penegak hukum tertentu untuk membela dan menjamin penegakan

hukum, dan aparat penegak hukum dapat menggunakan kekerasan bila

diperlukan.

Penegakan hukum pidana merupakan upaya untuk mencapai konsep

keadilan dalam hukum pidana sehingga kepastian hukum dan kemanfaatan sosial

14
Laurensius Arliman S, Penegekan Hukum dan Kesadaran Masyarakat, Deepublish, Yogyakarta,
2015
dapat menjadi kenyataan hukum dalam setiap hubungan hukum dan kepastian

hukum.15 Penegakan hukum pidana tentunya harus sejalan dengan nilainilai

hukum, apabila penegakan tersebut tidak dilakukan maka kepastian hukum

sendiri tidak akan pernah dicapai

9. Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Beberapa faktor yang mempengaruhi penegakan hukum antara lain:16

a. Faktor Undang-Undang

Dalam bidang kajian hukum, terdapat produk hukum yang merupakan

hasil dari proses produksi yang reaktif dan partisipatif, seperti penggalangan

masyarakat secara maksimal melalui organisasi sosial dan masyarakat pada

festival-festival masyarakat. Isi undang-undang reseptif biasanya sesuai

dengan keinginan masyarakat yang dilayaninya, menunjukkan ambisinya.

Jadikan hukum sebagai kristalisasi dari kehendak rakyat, dan hukum tidak

hanya menjadi aturan tetapi juga realitas sosial; hukum tidak lagi terpisah dari

masyarakat. Terkait peran masyarakat, proses pengakuan legislatif selama ini

bersifat unilateral dan simbolik. Beberapa komunikasi skala besar hanya

dilakukan sebagai pelengkap proses investigasi mendasar, yang menjadi dasar

bagi rencana pengembangan peraturan daerah.

b. Faktor Penegak Hukum

Di negara berkembang, khususnya Indonesia, persoalan utama penegakan

hukum bukanlah sistem hukum itu sendiri, melainkan kualitas aparat penegak

15
Peter Mahmud, Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada. 2012)
16
Asshiddiqie J. Penegakan Hukum. Penegakan Hukum. 2016;3.
hukum. Aparat penegak hukum merupakan panutan di masyarakat yang harus

memiliki keterampilan tertentu yang sesuai dengan aspirasi masyarakat.

Mereka harus bisa berkomunikasi dan membuat dirinya dipahami oleh

kelompok sasaran (masyarakat), sehingga merangsang partisipasi kelompok

sasaran atau masyarakat luas.

c. Faktor Sarana dan Fasilitas

Tanpa fasilitas dan peralatan khusus, penegakan hukum tidak akan

berjalan mulus. Sarana dan prasarana tersebut meliputi sumber daya orang-

orang yang berpendidikan tinggi dan terampil, terorganisir dengan baik,

lengkap dan didanai penuh. Jika ini tidak dihormati, lembaga penegak hukum

tidak akan dapat mencapai tujuan mereka.

d. Faktor Masyarakat

Masyarakat, khususnya komunitas lingkungan di mana hukum ditegakkan

atau ditegakkan, berarti bahwa warga negara harus mengetahui dan

memahami hukum yang berlaku, mematuhi hukum yang berlaku, dan

mematuhi hukum yang berlaku dengan kesadaran akan pentingnya hukum

tersebut. hukum kehidupan masyarakat. Penegakan hukum berasal dari

masyarakat dan bertujuan untuk membawa kedamaian bagi masyarakat. Oleh

karena itu, dalam arti tertentu, masyarakat dapat mempengaruhi penerapan

hukum.

B. Tinjauan Tentang Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana


Hukum melarang perilaku ilegal, dan mereka yang melanggarnya akan

dihukum. Semua tindakan ilegal, baik aktif maupun pasif, yang dihukum melalui

sistem pengadilan nasional dianggap kriminal. Menurut Moeljatno, tindak

pidana berdasarkan perbuatan tidak berarti bahwa tindak pidana hanya berkaitan

dengan ciri-ciri objektif yang sebenarnya; sebaliknya, mungkin saja sikap mental

atau pelanggaran hukum subyektif mendasari sifat melanggar hukum dari

perbuatan tersebut. Sifat kemaksiatan menentukan sifat larangan. Dengan

menganggap bahwa tindak pidana merupakan asas-asas utama hukum pidana

yang melarang atau mengamanatkan perbuatan tertentu, maka tindak pidana

dikaitkan dengan norma hukum.17

Perbuatan melawan hukum seseorang sangat bertentangan dengan cita-cita

hukum sehingga diancam menjadi kejahatan jika dilakukan oleh orang tersebut

agar dapat dimintai pertanggungjawaban. Ini sebagian besar disebabkan oleh

fakta bahwa kehendak bebas manusia adalah dasar dari semua peraturan yang

dibangun.18

Dalam bahasa Belanda, digunakan dua kata, dengan frase strafbaar feit dan

kadang-kadang digunakan istilah yang meremehkan. Dalam bahasa Indonesia,

istilah “liar” memiliki beberapa pengertian, antara lain perbuatan pidana dan

pelanggaran yang dapat dituntut, kejahatan yang dapat dituntut dan

dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana, penuntutan kejahatan, dan

penuntutan pidana.19

17
Muhammad Ainul Syamsu, Penjatuhan Pidana dan Dua Prinsip Dasar Hukum Pidana,
Kencana, Jakarta, 2016
18
Chairul, Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Kencana Prenada Media Grup: Jakarta, 2011
19
Pipin Syarifin, Hukum Pidana Di Indonesia, cet. 1, Pustaka Setia, Bandung, 2000
Tindak pidana adalah perbuatan yang dapat dikenakan kepada pelakunya

secara hukum pidana. Selain itu, pelakunya adalah subjek dari tindak pidana.

Dan para pelaku ini tunduk pada sistem peradilan pidana. Dalam WvS (Wetbook

van Strafreht) dikenal kata feit, meskipun dalam putusannya digunakan istilah

pelanggaran. Legislator menggunakan frasa fakta kriminal, kejahatan yang dapat

dituntut, dan pelanggaran yang dapat dituntut.20

2. Syarat Pertanggung Jawaban Pidana

Untuk sampai pada pemidanaan terhadap Criminal Responsibility dari pelaku

maka haruslah dapat dibuktikan bahwa perbuatan/tindakannya itu adalah bersifat

melawan hukum (tidak terdapat "alasan pembenar") dan ia dapat mengetahui

keburukan/bahaya dari tindakannya itu. Dapat dipidananya seseorang yang

melakukan suatu perbuatan/tindakan pidana, maka syaratnya:

1) Kemampuan bertanggung jawab atau dapat dipertanggungjawabkan dari si

pembuat.

2) Adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis si pelaku yang

berhubungan dengan kelakuannya yaitu: Disengaja dan Sikap kurang hatihati atau

lalai.

3) Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan

pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat.

Dalam KUHP masalah kemampuan bertanggung jawab ini terdapat dalam

Pasal 44 ayat I yang berbunyi: "Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak

dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam

20
P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997,
pertumbuhan atau terganggu karena cacat, tidak dipidana." Kalau tidak

dipertanggungjawabkan itu disebabkan hal lain, misalnya jiwanya tidak normal

dikarenakan dia masih muda,maka pasal tersebut tidak dapat dikenakan.Apabila

hakim akan menjalankan Pasal 44 KUHP, maka sebelurnnya harns

memperhatikan apakah telah dipenuhi dua syarat sebagai berikut:

1) Syarat Psychiartris yaitu pada terdakwa harus ada kurang sempurna akalnya

atau sakit berubah akal, yaitu keadaan kegilaan (idiote),yang mungkin ada sejak

kelahiran atau karena suatu penyakit jiwa dan keadaan ini harus terns menerus.

2) Syarat Psychologis adalah gangguan jiwa itu harus pada waktu si pelaku

melakukan perbuatan pidana, oleh sebab itu suatu gangguan jiwa yang timbul

sesudah peristiwa tersebut, dengan sendirinya tidak dapat menjadi sebab terdakwa

tidak dapat dikenai hukuman.

Kemudian syarat dari pertanggungjawaban pidana yaitu tidak ada alasan

pembenar atau alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana bagi si

pembuat. Dalam masalah dasar penghapusan pidana, ada pembagian antara "dasar

pembenar" (permisibility) dan "dasar pemaaf' (ilegal execuse). Dengan adanya

salah satu dasar penghapusan pidana berupa dasar pembenar maka suatu

perbuatan kehilangan sifat melawan hukurnnya, sehingga menjadi legal/boleh,

pembuatanya tidak dapat disebut sebagai pelaku tindak pidana. Namun jika yang

ada adalah dasar penghapus berupa dasar pemaaf rnaka suatu tindakan tetap

melawan hukum, namun si pembuat dimaafkan, jadi tidak dijatuhi pidana.21

Adapun beberapa pasal yang mengatur terkait alasan pemaaf dan pembenar

antara lain sebagai berikut:


21
Takdir, Mengenal Hukum Pidana, (Palopo:Laskar Perubahan, 2013) hal.53-58
a) Alasan Pemaaf

1) Pasal 44 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana "Barang siapa melakukan

perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat

dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana."

2) Pasal 48 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana "Barang siapa melakukan

perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana. "

3) Pasal 49 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana "Barang siapa

melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana. "

4) Pasal 51 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana "Perintah jabatan tanpa

wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah,

dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan

pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya."

b) Alasan Pembenar

1) Pasal 49 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana "Tidak dipidana, barang

siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk

orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain,

karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang

melawan hukum."

2) Pasal 48 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana "Barang siapa melakukan

perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana."


3) Pasal 51 ayat I Kitab Undang-Undang Hukum Pidana "Barang siapa melakukan

perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa

yang berwenang, tidak dipidana."22

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Menurut ilmu hukum pidana, suatu tindakan dapat berbentuk tindakan een

doen atau een niet doen atau dapat berbentuk “sesuatu yang harus dilakukan”

atau “sesuatu yang tidak boleh dilakukan”, kemudian Dalam doktrin, juga sering

disebut sebagai een nalaten, yang juga berarti "sesuatu yang harus dilakukan".

Akan tetapi, setiap delik dalam KUHP secara umum dapat dibagi menjadi unsur-

unsur yang pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua jenis unsur, yaitu faktor

subjektif dan faktor objektif.23

Yang dimaksud dengan unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada

pengarang atau berkaitan dengan pengarang, dan termasuk di dalamnya, yaitu

apa saja yang terkandung di dalam hati. Sedangkan yang dimaksud dengan

faktor objektif adalah faktor yang berkaitan dengan situasi, terutama dalam

keadaan apa tindakan pelaku akan dilakukan. Unsur subjektif dari kejahatan

adalah:

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa)

b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang

dimaksud di dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP;

22
Emy Rosna Wati & Abdul Fatah, Buku Ajar Hulmm Pidana, (Jawa Timur: UMSIDA Press,
Sidorujo,2020) hal.51- 59
23
Lamintang, Franciscus Theojunior Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia, Sinar
Grafika, Jakarta 2016,
c. Macam-macam maksud atau oormerk seperti yang terdapat misalnya di

dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan

dan lain-lain;

d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang

misalnya yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal

340 KUHP;

e. Perasaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam

rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Unsur objektif dari sesuatu tindak pidana itu adalah:

1. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid

2. Kualitas dari si pelaku, misalnya “keadaan sebagai orang pegawai negeri”

di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau “keadaan sebagai

pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas” di dalam kejahatan

menurut Pasal 398 KUHP.

4. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Tindak pidana dapat dibedakan atas dasar-dasar tertentu, antara lain sebagai

berikut:

a. Menurut sistem hukum pidana, perbedaan antara kejahatan (misdrijven)

terdapat dalam Buku Dua, dan perbedaan antara perbuatan melawan

hukum (overredingen) terdapat dalam Buku Tiga.

b. Menurut cara komposisinya, dibedakan kejahatan formal (materi

delirium ) dan kejahatan material (material delirium);


c. Menurut bentuk kesalahannya dibedakan menjadi kejahatan yang

disengaja (doleus delicten) dan kejahatan pasif/pasif yang disebut juga

dengan delicta omissionis.

d. Berdasarkan jenis perbuatannya, tindak pidana aktif/aktif dapat dibedakan,

yang dapat disebut juga dengan kejahatan (delicta commissionis) dan

pembiaran (delicta omissionis).

e. Menurut waktu dan jangka waktu terjadinya, dapat dibedakan antara

tindak pidana yang segera terjadi dan tindak pidana yang berlangsung

lama atau berlangsung lama/berkelanjutan.

f. Menurut sumbernya, dapat dibedakan antara kejahatan umum dan

kejahatan khusus

g. Dari perspektif subyek hukum, dapat dibedakan antara kejahatan bersama

(komunitas delicta, siapa saja dapat melakukan) dan kejahatan sendiri

(hanya dapat dilakukan oleh orang-orang dengan tindakan pribadi tertentu)

Kualitas.

h. Menurut apakah penuntutan memerlukan pengaduan, dibedakan antara

kejahatan biasa (gewone delicten) dan kejahatan pengaduan (klacht

delicten).

i. Tergantung pada beratnya ancaman hukuman, bentuk utama kejahatan

(eenvouding delicten), kejahatan yang diperberat (gequalificeerde delicten)

dan mitigasi (gepriviligieerde delicten) dapat dibedakan.

j. Menurut kepentingan hukum yang dilindungi, jenis kejahatan yang tidak

dibatasi oleh kepentingan hukum yang dilindungi, seperti kejahatan

terhadap jiwa dan tubuh, kejahatan terhadap harta benda, kejahatan


peniruan identitas, kejahatan terhadap reputasi, kejahatan terhadap moral,

dll.

k. Dari perspektif larangan beberapa tindakan, bedakan antara tindak pidana

tunggal (enkelvoudige delicten) dan tindak pidana terkait (samengestelde

delicten).24

C. Tinjauan Tentang Pelaku

1. Pengertian Pelaku

Dalam kamus Bahasa Belanda, kata dader diartikan "pembuat". Kata dader

berasal dari kata daad yang artinya "membuat". Akan tetapi, dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia tidak tercantum kata pembuat melainkan kata "pelaku ' yang

artinya antara lain:

1) Orang yang melakukan suatu perbuatan;

2) Pemeran atau pemain;

3) Yang melakukan suatu perbuatan. Dalam bahasa Inggris pelaku disebut dengan

doer, "pelaku" (dader/doer) adalah orang yang memenuhi semua unsur delik

sebagaimana dirumuskan oleh undang-undang,baik unsur subjektif maupun unsur

objektif Umumnya, "pelaku" dapat diketahui dari jenis delik, yakni:

a) Delik formil, pelakunya adalah barang siapa yang telah memenuhi perumusan

delik dalam undang-undang;

b) Delik materiil, pelakunya adalah barang siapa yang menimbulkan akibat yang

dilarang dalam perumusan delik;

24
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007,
c) Delik yang memuat unsur kualitas atau kedudukan, pelakunya adalah barang

siapa yang memiliki unsur kedudukan atau kualitas sebagaimana yang

dirumuskan. Misalnya, dalam kejahatan jabatan, pelakunya adalah pegawai

negeri.

Dader dalam pengertian luas adalah yang dimuat dalam pembentukan Pasal

55 KUHP, yang antara lain mengutarakan: "Yang harus dipandang sebagai dader

itu bukan saja mereka yang telah menggerakkan orang lain untuk melakukan delik

melainkan juga mereka yang telah menyuruh melakukan dan mereka yang turut

melakukan.25

Bahwa yang dimaksud dengan pelaku adalah seorang yang melakukan suatu

perbuatan,dalam hal ini suatu perbuatan pidana. lstilah pelaku selalu dikaitkan

dengan unsur-unsur dari suatu tindak pidana. Jadi menurut ilmu hukum pidana

yang dimaksud dengan pelaku adalah barang siapa yang telah

mewujudkan/memenuhi semua unsur-unsur (termasuk unsur subjek) dari suatu

tindak pidana sebagaimana unsur-unsur itu dirumuskan dalam undang-undang.

Berdasarkan tataran praktis, terdapat kesulitan untuk menentukan siapakah

yang dimaksud dengan "pelaku", manakala terjadi suatu tindak pidana (delik)

yang dilakukan oleh lebih dari satu orang pelaku. Hal mana jika pelakunya hanya

satu orang saja, tiada persoalan mengenai hubungan unsur subjeknya dengan

unsur lainnya. Tetapi jika pelakunya lebih dari satu orang, maka terdapat

perbedaan paham antara para sarjana mengenai apakah setiap peserta harus

memenuhi setiap unsur tindak pidana tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa

25
Lukman Hakim, Asas-Asas Hukum Pidana Buku Ajar Bagi Mahasiswa,
(Yogyakarta:Deepublish, 2020) hal.75
penyerta pada umumnya dibagi dalam dua golongan saja yang diukur dari

pernidanaannya yaitu golongan yang disamakan dengan pelaku dan golongan

pembantu.

Secara Juas dapat disebutkan bahwa seseorang turut serta ambil bagian

dalam hubungannya dengan orang Jain, untuk mewujudkan suatu tindak

pidana,mungkin jauh sebelum terjadinya (misalnya:merencanakan), dekat

sebelum terjadinya (misalnya:menyuruh atau menggerakkan untuk melakukan

memberikan keterangan dan sebagainya), pada saat terjadinya (misalnya:turut

serta,bersama-sama melakukan atau seseorang itu dibantu oleh orang lain) atau

setelah terjadinya suatu tindak pidana (menyembunyikan pelaku atau hasil tindak

pidana pelaku).

Selanjutnya,jika subjek itu hanya satu orang saja, maka tidak ada persoalan

mengenai siapa yang dipertanggungjawabkan, jika semua unsurunsurnya telah

terpenuhi. Tetapi bilamana subjek itu terdiri dari dua orang atau lebih,maka

timbullah persoalan mengenai: apakah setiap subjek itu hams memenuhi semua

unsur-unsur dari tindak pidana tersebut, bagaimana hubungan antara subjek-

subjek tersebut dan terutama bagaimanakah pertanggungjawaban pidana setiap

subjek.

Perbedaan hubungan antara para pelaku peserta tersebut adalah sangat

penting karena akibat hukum atau pertanggungjawaban yang dikaitkan pada para

pelaku-peserta dibedakan secara tegas tergantung pada erat tidaknya

hubunganhubungan itu. Demikianlah misalnya pertanggungjawaban pidana dari


dua orang atau lebih yang bersama-sama melakukan suatu tindak pidana adalah

sama, tetapi antara pelaku (utama) dan yang membantunya tidak sama.26

2. Penggolongan Pelaku

Penggolongan/pembagian pelaku tindak pidana diatur dalam Pasal 55

KUHP, yang dikategorikan sebagai pelaku tindak pidana yaitu :

1) Mereka yang melakukan dan yang menyuruh melakukan atau turut serta

melakukan perbuatan itu;

2) Mereka yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau

pengaruh kekerasan, ancaman atau tipu daya atau dengan memberi kesempatan

daya upaya atau keterangan, sengaja membujuk untuk melakukan suatu perbuatan.

3) Terhadap Penganjur, hanya tindak pidana yang sengaja dianjurkan saja yang

diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka dalam konteks penyertaan ini dibagi

sebagai berikut:

1. Pembuat atau dader dalam pasal 55 KUHP:

2. Orang yang melakukan/plegen.

3. Orang yang menyuruh orang lain untuk melakukanldoenpleger.

4. Orang yang turut serta melakukan/medepleger (Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP).

5. Orang yang menganjurkan untuk melakukan/uitlokker.

Adapun penjelasan dari pasal 55 KUHP adalah sebagai berikut:27


26
Suyanto, Pengantar Hukum Pidana, (Yogyakarta:Deepublish,2018) hal.77
27
Muhammad Iqbal, Suhendra & Ali Imron, Hukum Pidana,(Tangerang Selatan: Unpan1 Press,
2019) hal. 111
1) Mereka yang Melakukan Sendiri Suatu Perbuatan Pidana ( Plegen).

Menurut Simons, pelaku dari suatu perbuatan yang dapat dihukum itu

adalah orang yang melakukan perbuatan tersebut, yaitu dia yang dengan suatu

opzet atau suatu schuld seperti yang disyaratkan oleh undang-undang telah

menimbulkan akibat yang tidak dikehendaki oleh undang-undang, yang telah

melakukan perbuatan yang dilarang atau telah mengalpakan suatu seperti yang

diharuskan oleh undang-undang, atau yang singkatnya dia yang memenuhi segala

unsur-unsur,baik unsur objektif maupun unsur subjektif sebagairnana yang

ditentukan bagi suatu perbuatan yang dapat dihukum, dengan tidak

memperdulikan apakah putusan untuk melakukan perbuatan yang dapat dihukum

tersebut timbul dari dirinya sendiri ataupun karena dia telah digerakkan untuk

melakukan perbuatan itu oleh orang ketiga. Selanjutnya dikatakan, barangsiapa

melakukan suatu perbuatan yang dapat dihukum tanpa adanya bantuan dari orang

lain di dalam pelaksanaannya, maka dapatlah dia dipandang sebagai "alleen dader

" atau sebagai satu-satunya pelaku. Dengan demikian, Simons berpendapat bahwa

yang dimaksud dengan "mereka yang melakukan sendiri suatu perbuatan pidana"

ialah apabila seseorang melakukan sendiri suatu perbuatan pidana artinya tidak

ada temannya at au tanpa bantuan orang lain ( alleen daderschap ).

2) Mereka yang Menyuruh Orang Lain untuk Melakukan Suatu Perbuatan Pidana

(Doen Plegen).

Bentuk Deelneming ini disebut juga "Middlelijk Daderschap", maksudnya

adalah seseorang mempunyai kehendak atau melaksanakan suatu perbuatan


pidana, akan tetapi orang yang mempunyai kehendak itu tidak mau melakukannya

sendiri, akan tetapi mempergunakan orang lain yang disuruh melakukannya.

3) Mereka yang Bersama-Sama Melakukan Suatu Perbuatan Pidana (

MedePlegen).

Menurut Noyon medeplegen atau turut serta melakukan itu sebagai suatu

bentuk medewerking atau suatu bentuk kerja sama untuk melakukan suatu

perbuatan yang dapat dihukum dengan seorang pelaku, dan dengan cara

memperbedakan sifat dari perbuatan itu dengan medeplichtigheid, orang akan

menjumpai suatu bentuk dellneming atau keturutsertaan yang berdiri sendiri, yang

terdapat di antara daderschap yang sebenarnya dengan medeplichtigheid. Menurut

pendapatnya yang didasarkan pada pandangannya itu, maka seorang yang bukan

merupakan pegawai negeri itu dapat juga turut serta melakukan suatu kejahatan

jabatan yang sebenarnya banya dapat dilakukan oleh seorang pegawai negeri.

syarat untuk "medepleger" ada 2 yaitu:

1) Harus bekerja bersama-sama secara fisik/jasmaniah. Artinya para peserta itu

harus melakukan suatu perbuatan yang dilakukan dan diancam dengan pidana

oleh undang-undang dengan mempergunakan kekuatan tenaga badan sendiri.

Misalnya: A dan B bersama-sama melakukan pencurian. A yang mengambil

radionya dan B mengambil tape-nya. Di sini, di samping harus sama-sama

melakukan perbuatan yang dilarang secara fisik, para peserta satu sama lain

diharuskan ada kerja sama.

2) Harus ada kesadaran bahwa mereka satu sama lain bekerja sama untuk

melakukan suatu delik. Artinya antara beberapa peserta yang bersamasama


melakukan suatu perbuatan yang dilarang itu harus ada kesadaran bahwa mereka

bekerja sama. Kapan kesadaran itu timbul? Pada umumnya kesadaran timbul,

apabila beberapa peserta itu, sebelum mereka melakukan suatu delik, terlebih

dahulu melakukan perundingan/sepakat untuk melakukan suatu delik. Tetapi ini

bukan syarat mutlak, artinya para peserta itu sebelumnya tidak harus melakukan

musyawarah/mufakat terlebih dahulu,tetapi cukup kesadaran ada pada saat mereka

melakukan suatu delik, bahwa mereka melakukan perbuatan yang terlarang.

4) Penganjuran/Penggerakan ( Uitlokking).

Dalam bentuk penyertaan penggerakan (uitlokking), inisiatif berada pada

penggerak. Dengan perkataan lain suatu tindak pidana tidak akan terjadi (dalam

bentuk ini) bila inisiatif tidak ada pada penggerak. Karenanya penggerak harus

dianggap sebagai pelaku dan harus dipidana sepadan dengan pelaku yang secara

fisik melakukan (auctores physici) tindak pidana yang digerakkan. Tidak menjadi

persoalan apakah pelaku yang digerakkan itu sudah atau belum mempunyai

kesediaan tertentu sebelumnya untuk melakukan tindak pidana. Pokoknya tindak

pidana yang digerakkan sudah terwujud.

Kesengajaan penggerak ditujukan agar suatu tindakan dilakukan oleh pelaku

yang digerakkan. Tujuan penggerakan itu adalah terwujudnya suatu tindak pidana

tertentu. Ini berarti apabila yang dilakukan oleh pelaku yang digerakkan itu adalah

tindak pidana lain,maka penggerak bukan merupakan pelaku sebagaimana

dimaksudkan oleh pasal ini. Dengan perkataan lain hams ada hubungan kausal

antara kesengajaan/tu ju an penggerak dengan tindak pidana yang terjadi.


Pengaturan tentang pelaku (Pleger) dalam pasal 55 KUHP tentunya yang

dimaksud adalah bukan pelaku tunggal yang secara sendiri mewujudkan suatu

delik atau tindak pidana tanpa adanya keterlibatan orang lain sebagai peserta

didalamnnya. Maksud dari adanya ketentuan tentang penyertaan dalam pasal 55

KUHP dimana pelaku melakukan suatu delik karena adanya kemungkinan disuruh

atau dibujuk oleh orang lain atau pelaku melakukan delik atau tindak pidana

dengan mudah atas bantuan sarana orang lain.28

D. Tinjuauan Tentang Perjudian Online

1. Pengertian Perjudian Online

Perjudian adalah salah satu bentuk hiburan tertua di dunia, dan sifatnya

sebagai permainan untung-untungan terkenal di hampir setiap negara. Perjudian

juga menjadi perhatian publik karena berdampak negatif pada kepentingan

nasional, terutama di kalangan generasi muda, karena mempromosikan

kemalasan, dan karena uang yang berisiko dapat digunakan sebagai modal awal.

Selain bertentangan dengan agama, moralitas, dan tata krama, judi tidak

kondusif untuk kemajuan. Ini adalah penyakit masyarakat untuk berjudi.

Perjudian adalah permainan di mana peserta bertaruh satu sama lain dan memilih

dari sejumlah kemungkinan hasil, yang mana hanya satu yang menjadi

pemenangnya. Undang-undang memberi kesan bahwa perjudian adalah kegiatan

kriminal atau terlarang. Tidak hanya permainan kartu dan dadu seperti jenis judi

tradisional yang sedang naik daun, tetapi juga judi online. Perjudian adalah

kekhawatiran masyarakat karena memiliki konsekuensi negatif pada kepentingan

28
Emy Rosna Wati & Abdul Fatah, Buku Ajar Hulmm Pidana, (Jawa Timur: UMSIDA Press,
Sidorujo,2020) hal.51- 59
nasional, terutama bagi generasi muda, karena mempromosikan kemalasan dan

jumlah uang yang dihabiskan dalam permainan tidak cukup untuk menyediakan

pembiayaan awal. Perjudian bertentangan dengan agama, moral, dan kesopanan,

dan sebagai gantinya dana harus dialokasikan untuk pembangunan. Perjudian

pada hakekatnya bertentangan dengan agama, kesusilaan, dan kesusilaan

Pancasila, serta membahayakan kebutuhan hidup dan kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara. Penyakit masyarakat yang terkait dengan kriminalitas

yang telah diturunkan dari generasi ke generasi tidak mungkin disembuhkan:

judi. Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk menjauhkan orang dari

perjudian, membatasinya pada pengaturan sekecil mungkin, menghindari

perilaku negatif yang berlebihan, dan akhirnya menghentikannya.29

Tindak pidana judi atau judi tidak terjadi secara spontan, dan permainan judi

ini juga sangat sulit untuk dihilangkan dari kehidupan sebagian masyarakat,

karena didukung oleh beberapa faktor seperti yang dijelaskan oleh G.W.

Bawengan, yang menyatakan, "Keuntungan hanya didasarkan pada spekulasi,

dan harapan akan keuntungan adalah daya pikat dari setiap pertaruhan." Namun,

ada permainan yang didasarkan pada kecerdasan dan kemampuan yang unsur

dugaannya minimal, seperti berharap menang berdasarkan kecerdasan, tetapi

keinginan untuk menang tetap menjadi motif utama.

Ada taruhan dengan tujuan untuk menang. Yang tidak terpisahkan dari

perjudian adalah pertaruhan antara dua orang atau lebih terhadap satu orang atau

lebih dengan tujuan memperoleh hasil berupa barang secara cepat dan dalam

jumlah besar. Pengejaran materialistis masyarakat Dengan tujuan memperoleh


29
M. Irsan, Zuleha, Andi Rachmad, Meukuta Alam, Penegakan Hukum Terhadap Wanita Yang
Melakukan Tindak Pidana Di Kota Langsa, Volume 1, Nomor 1, Juni 2019,
keuntungan atau kekayaan, beberapa individu siap mempertaruhkan kekayaan

mereka untuk terlibat dalam perjudian apa pun yang mereka suka atau

berpartisipasi secara materi dalam permainan yang sedang dilakukan, terlepas

dari dampak buruk yang akan mereka hadapi. . Jika dia kalah dalam permainan

taruhan, dia akan dihukum. Sebagai akibat dari penurunan norma masyarakat

yang disebabkan oleh kemewahan dan kepentingan pribadi, beberapa orang

menjadi acuh tak acuh terhadap orang lain dan mengabaikan hukum lingkungan

mereka. Dengan kondisi tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa game akan terus

berkembang di beberapa titik. Keberadaan perjudian spekulatif dan delusi benar-

benar menguntungkan, dan dengan sedikit usaha, Trial and error diproyeksikan

menghasilkan kemenangan atau keberuntungan yang spektakuler tergantung

pada keadaan yang dihadapi pelaku sebelum memenangkan permainan judi.

Hobi Kadang-kadang, orang bermain game untuk cinta atau kesenangan

yang sulit dilepaskan, bahkan jika mereka menderita karena game tersebut.

Terlepas dari kelangkaan kejadian ini, seringkali sulit bagi individu untuk

berhenti bermain game.30

2. Unsur-Unsur Perjudian Online

Dari uraian perilaku perjudian di atas, suatu perilaku harus memiliki ketiga

faktor tersebut untuk disebut perjudian, 3 faktor tersebut adalah:

a. Game/perlombaan, perbuatan yang biasanya berlangsung dalam bentuk

permainan atau balapan. Jadi dilakukan hanya untuk bersenang-senang

atau bekerja untuk mengisi waktu luang untuk menghibur hati, jadi

30
Oktir Nebi, Jurnal Administrasi Sosial dan Humaniora, Penegakan Hukum Terhadap Tindak
Pidana Perjudian Toto Gelap (Togel) di Masyarakat, volume 3, Nomor 1, Desember 2018.
hiburan. Tapi di sini, pelakunya tidak harus ada di sana. Karena mereka

bisa menjadi penonton atau peserta taruhan pada kemajuan pertandingan

atau balapan.

b. Untung-unungan, artinya untuk memperlunak pertandingan atau

persaingan, ia lebih mengandalkan faktor spekulasi/acak atau

keberuntungan. Atau faktor kemenangan diperoleh melalui kebiasaan atau

kecerdasan pemain yang sudah dikenal atau terlatih

c. Ada taruhan, dalam permainan atau kontes ini di mana pemain memasang

taruhan di rumah, dalam bentuk uang atau properti lainnya.31

3. Faktor-Faktor Penyebab Kejahatan Perjudian Online

Perkembagan pola pemikiran manusia menghasilkan suatu pemahaman

yang mendalam dan secara logis dalam mencari penyebab terjadinya kejahatan.

Menurut Sutherland kejahatan adalah hasil dari Faktor-faktor itu dewasa ini dan

buat selanjutnya tidak bisa disusun dari suatu ketentuan yang berlaku generik

tanpa terdapat pengecualian. Begitu pula halnya dengan faktor-faktor yang

beraneka ragam sehubungan dengan kejahatan perjudian online. Beberapa faktor

penyebab timbulnya kejahatan secara kriminologi serta motif dari seseorang

untuk melakukannya tidak terlepas dari dua unsur pokok. Kedua faktor tersebut

adalah faktor internal maupun faktor eksternal.

a. Faktor intern (individual)

Pada faktor-faktor ini ditinjau dari sifat umum dari individu, seperti:

31
Andi kumala yusri Tanra, Tinjaun Yuridis Terhadap Tindak Pidana Perjudian.
1) Umur, pada faktor ini sangat berpengaruh dimana setiap manusia dari

sejak kecil himgga dewasa mengalami kenakalan baik secara jasmani dan

rohaninya.

2) Seks, hal yang berhubungan dengan keadaan fisik

3) Yang ada disekitar individu

4) Kedudukan individu dalam masyarakat

5) Agama individu

6) Masalah reaksi individu

7) Pendidikan individu.

b. Faktor ekstern (di luar individu)

Faktor-faktor ekstern ini berpangkal pada lingkunagan yang mempunyai

korelasi dengan kejahatan dan justru faktor-faktor inilah yang menurut para

sarjana merupakan faktor yang menentukan atau mendominir individu

kearah suatu kejahatan, yang secara garis besar dapat dibagi dalam empat

bagian, yaitu:

1) Lingkungan yang memberikan kesempatan akan timbulnya kejahatan

2) Lingkungan pergaulan yang memberikan contoh

3) Lingkungan ekonomi

4) Lingkungan pergaulan yang berbeda-beda

Bahwa sehubungan terjadinya kejahatan perjudian online melalui media

internet dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang beraneka ragam, mulai


dari faktor gejala sosial, penyakit sosial (patologi) hingga termasuk faktor

intern individu dan faktor ekstern yang yang ikut serta mengakibatkan suatu

kejahatan dapat terjadi.32

4. Bentuk-Bentuk Perjudian Online

Perjudian online dilakukan oleh masyarakat untuk memperoleh keuntungan

dengan cara yang cepat dan mudah. Namun keuntungan yang didapatkan belum

ada kepastiannya. Berikut ini terdapat beberapa bentuk perjudian online, antara

lain :

1) Taruhan Bola

Taruhan bola atau judi bola merupakan permainan terkenal di abad 21

ini. Permainan judi bola ini dimainkan melalui sistem online. Para

pemain judi bola ini berasal dari kelas menengah atas. Karena sistem

yang diterapkan dalam permainan ini mewajibkan para pemain untuk

menginvestasikan sayap kepada sang agen judi dengan menggunakan

kartu kredit dan ATM. Adapun agen judi yang terkenal dimasa sekarang

ini yaitu : SBOBET, IBCBET, MABOSBET, berdasarkan tiga hal

tersebut merupakan tempat taruhan atau agen judi bola yang populer

dimainkan pada saat ini.

2) Togel Online

Togel online adalah permainan yang dimainkan dengan menebak angka

dengan hasil kelipatan yang diterima menjanjikan dan menggiurkan,

apabila angka yang ditebak tersebut benar. Perjudian jenis ini dapat

32
Wulan Kartika Sari. Perbandingan Formulasi Tindak Pidana Judi Dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Di Indonesia Dengan Hukum Islam, JOM Fakultas Hukum Volume V Nomor 1,
April 2018.
dikategorikan kedalam perjudian semi modern, karena menggunakan

peralatan yang bisa dikatakan moderen seperti : bilyard, dan balapan

motor secara liar. Sedangkan perjudian yang dilakukan secara

tradisional menggunakan alat tradisional, misalnya : batu domino, togel,

kartu remi kupon berhadiah atau lotre, dadu, sabung ayam, Pacu kuda,

pacuan merpati, pacuan anjing, adu kambing, dan lain sebagainya.

3) Poker

Dalam permainan ini, menggunakan kartu Remi dengan suatu perangkat

elektronik yang terhubung ke jaringan internet dan dimainkan secara

online. Permainan seperti ini sudah diakses oleh masyarakat di berbagai

penjuru dunia. Cara bermainnya dengan cara melihat kartu yang sama,

warna yang sama, serta nomor kartu yang berurut dan tanda warna sama,

dalam permainan poker ini juga menggunakan chip, jika pemian

memenangkan permainan tersebut maka akan mendapatkan chip yang

nantinya dapat dijualkan ke agen chip atau ke sesama pemain judi online

ini. Berdasarkan harga yang telah ditentukan.33

5. Dampak Judi Online

Dampak perjudian online dapat dirasakan dan juga dapat melemahkan

jasmani dan rohani seseorang. Dalam sifat jasmaninya yaitu seseorang yang

awalnya sehat menjadi sakit, seseorang yang kuat menjadi lemah, lesu. Sering

melamun dan pikirannya terlihat kosong.

33
Daman Huri Lubis dan Syafrizal, Judi Online di Kalangan Mahasiswa Kota Pekanbaru” (Study
kasus Mahasiswa yang berdomisili di Kecamatan Tampan), Pekanbaru.
Dalam sifat rohaninya yaitu Seseorang yang baik akan menjadi jahat,

orang yang awalnya taat dan giat dapat menjadi jahil, orang yang aktif menjadi

pasif, seseorang yang rajin beribadah dapat menjadi malas, seseorang yang

ramah dapat menjadi pemarah, seseorang yang giat bekerja dapat menjadi malas

bekerja. yang sering dan candu terhadap judi online, dan ketika mereka sudah

merasakan frustasi maka mereka akan berani menjual harga dirinya dan tanah

airnya, bahkan agamanya demi permainan judi. Kecintaannya terhadap perjudian

ini akan mencabut kecintaannya terhadap orang lain, atau hal yang bernilai

lainnya.

Orang yang candu perjudian online ini, hanya memikirkan kemenangan

yang didapatkan tanpa menghiraukan dampak dari perbuatan yang dilakukannya.

Yang selalu diharapkan ialah kemengan yang belum jelas dan pasti nilainya.

Dalam sejarah permainan judi tidak ada orang yang sukses dan kaya sepanjang

masa dengan bermain judi, namun yang ada sebaliknya hidup dalam

kesengsaraan yang diakibatkan oleh kekalahan dalam berjudi.

Adapun dampak judi online lainnya adalah :

1) Mengakibatkan depresi

Ketika seorang pemain memulai permainan, maka ia harus meletakkan

taruhannya baik itu berupa uang maupun barang taruhan lainnya. Baik itu

dalam jumlah yang kacil maupun besar. Dalam meletakkan taruhan

tersebut tentunya terdapat rasa cemas dan takut, sehingga membuat diri

nya menjadi tertekan. Hal ini dikarenakan pemain tersebut takut salah dan

gagal dalam mengambil langkah Untuk memenangkan permainan tersebut.


Pemain yang kalah tentunya akan merasa kesal dan tidak puas sehingga

tidak mampu mengontrol emosi dan pikirannya, maka yang terjadi ialah

frustasi dan tidak semangat dalam menjalani kehidupan.

2) Data pribadi mudah untuk di curi

Dalam mengakses situs judi online tidak menutup kemungkinan bahwa

data pribadi si pemain akan dicuri oleh orang lain untuk suatu

kepentingan. Pada saat pemain mengikuti permainan judi online ini,

tentunya si pemain akan memasukkan data pribadinya berupa email, sandi,

nomor rekening dan data penting lainnya. Apabila data tersebut jatuh ke

tangan orang yang salah, maka data pribadi si pemain akan

disalahgunakan.

3) Terselip konten pornografi di dalamnya

Konten pornografi, biasanya akan muncul dalam situs judi online. Hal ini

bertujuan untuk menarik perhatian para pemain dalam melakukan

permainan judi online. Dapat diketahui bahwa konten yang berbau

pornografi dapat mengakibatkan dampak buruk terhadap psikologis

seseorang.

4) Penyebab kasus bunuh diri

Banyak kasus bunuh diri yang terjadi, dilatar belakangi oleh kekalahan

dalam perjudian online. Seseorang yang mengalami kekalahan akan

mengalami depresi yang berlebihan. Yang diakibatkan karena kehilangan

harta benda yang dimilikinya. Ketika dirinya sudah merasakan depresi,

maka ia merasa tidak ada jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi.
Hal ini juga didorong oleh kesehatan mental yang terganggu, karena sering

melakukan perjudian online.

5) Rentan diretas dan serangan Malware dan qaieVirus

Penyedia layanan situs judi online rentan mengalami peretasan dan

terserang Malware dan virus. Hal ini dikarenakan situs seperti ini memiliki

resolusi yang begitu tinggi dan tidak akuratnya sistem keamanan situs.

Sehingga memudahkan orang yang ahli dalam kejahatan digital ini

meretas dan menyebarkan virus dan lain-lain.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini, penulis menggunakan penelitian yuridis normatif, yakni

penulisan yang berdasarkan pada studi kepustakaan dan mencari konsep-konsep,

pendapat-pendapat prosedural hukum yang berdasarkan bahan hukum yang

dilakukan dengan prosedur pengumpulan bahan hukum secara studi kepustakaan.

B. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini memfokuskan pembahasan pada Penegakan Hukum Terhadap

Tindak Pidana Perjudian Online di Tinjau Dari Kuhp dan Undang-Undang No. 19

Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008

Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (Analisis Putusan No.

1564/Pid.B/2021/PN.Mdn).

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah, sebagai

berikut :

1. Pendekatan Perundang-undangan (Stateu Approach)

Metode ini dilakukan dengan meninjau semua peraturan perundang-undangan

yang terkait dengan perkara (berita hukum) yang di hadapi. Dalam hal ini

peraturan perundang-undangan yang bersangkutan terkait dengan kasus yang

sudah diundangkan dalam saat perkara itu dirumuskan.

2. Pendekatan kasus (Case Approach)

40
Pendekatan ini dilakukan dengan cara melakukan pengkajian yang berkaitan

dengan isu hukum yang dihadapi dan telah menjadi putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum yang tetap, yaitu menganalisi Putusan No.

1564/Pid.B/2021/PN.Mdn.

C. Sumber dan Jenis Data

1. Sumber Data

a. Kepustakaan

Memperoleh data melalui penelitian kepustakaan atau penelitian terhadap

Undang-Undang.

1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 atas perubahan UndangUndang

Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

2) Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tantang Tindak

Pidana Perjudian Online

3) Pasal 303 KUHP tentang Tindak Pidana Perjudian bagi Pemain

4) Pasal 303 bis KUHP tentang Tindak Pidana Perjudian bagi Bandar

5) Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1564/Pid.B/2021/PN.Mdn.

b. Data Lapangan

Data lapangan merupakan deretan data yang diperoleh dengan melakukan

pengukuran langsung pada lapangan, dalam penelitian ini dilakukan di

Pengadilan Negeri Medan.

2. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


a. Data Primer

Data diperoleh langsung dari sumber utama yaitu pihak-pihak yang

menjadi subyek penelitian ini, data primer penelitian ini dikumpulkan melalui

wawancara.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui studi kepustakaan,

yaitu kepustakaan, kitab teks & peraturan perundangundangan.

D. Lokasi Penelitian

Dalam penyusuan skripsi ini, penelitian dilakukan dengan mengambil lokasi

di Kota Medan yaitu di Pengadilan Negeri Medan. Pemilihan lokasi penelitian

tersebut atas pertimbangan, bahwa pada instansi tersebut, sesuai studi kasus yang

penulis akan kaji sekaligus yang berwenang memutus perkara tersebut pada

peradilan tingkat pertama mengenai putusan Pengadilan Negeri Medan No.

1564/Pid.B/2021/PN.Mdn.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian dokumenter dan

wawancara observasional. Secara umum dalam penelitian ini menggunakan 3

(tiga) jenis alat pengumpulan data, yaitu studi kepustakaan atau bahan pustaka,

wawancara, dan studi dokumen. Penelitian dokumenter dipahami sebagai langkah

pertama dalam penelitian hukum apa pun (baik normatif maupun yang sosiologis).

1. Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research)


Pengumpulan data pustaka diperoleh dari berbagai data yang berhubungan

dengan hal-hal yang diteliti, beberapa buku dan literatutur yang berkaitan dengan

penelitian ini

2. Wawancara

Penulis mengadakan penelitian secara langsung dengan wawancara dan

tanya jawab dengan aparat hukum dalam hal ini adalah hakim yang memutuskan

perkara tersebut.

3. Studi Dokumen

Penelitian yang dilakukan oleh penulis untuk mendapatkan data sekunder,

yaitu data yang didapatkan dengan menelaah buku-buku, peraturan perundang-

undangan, karya tulis, makalah serta data yang didapatkan dari penelusuran

melalui media internet, atau media lain yang berhubungan dengan penulisan

skripsi ini.

F. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, penulis menganalisis dengan metode analisis kualitatif.

Analisis kualitatif merupakan produser penelitian yang membentuk data deskriptif

atau verbal menurut orang atau konduite yang bisa diamati. Analisis yang

dilakukan dengan cara menganalisis putusan No. 1564/Pid.B/2021/PN.Mdn, yang

ada hubungannya dengan masalah yang dibahas dan yang dikerjakan dengan

Undang-undang Republik Indonesia yang berkaitan degan masalah yang diteliti,

juga yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas dan yang dikerjakan

dengan undang-undang republik indonesia tentang informasi dan transaksi


elektronik kemudian menyusunnya dengan sistematis untuk menjawab

permasalahan.
DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat (3)

Undang-undang no 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,


2007.

Adon Nasrullah Jamaludin, 2016, Dasar-Dasar Patologi Sosial, Bandung:


Pustaka Setia, hal.38.

Ahmad zurohman,dkk, 2016, Dampak Fenomena Judi Online terhadap


Melemahnya Nilai-nilai Sosial pada Remaja (Studi di Campusnet Data
Media Cabang Sadewa Kota Semarang), Jurnal of education.

Andi kumala yusri Tanra, Tinjaun Yuridis Terhadap Tindak Pidana Perjudian.

Asshiddiqie J. Penegakan Hukum. Penegakan Hukum. 2016;3.

Aswar Ardi, 2016, Skripsi: “Analisis Tindak Pidana Hukum Islam terhadap Judi
Online (Studi Kasus Desa Lautang Kec. Belawa Kab. Wajo)”, Fakultas
Syriah dan Hukum UIN Alauddin Makassar.

Chairul, Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Kencana Prenada Media
Grup: Jakarta, 2011

Daman Huri Lubis dan Syafrizal, Judi Online di Kalangan Mahasiswa Kota
Pekanbaru” (Study kasus Mahasiswa yang berdomisili di Kecamatan
Tampan), Pekanbaru.

Emy Rosna Wati & Abdul Fatah, Buku Ajar Hulmm Pidana, (Jawa Timur:
UMSIDA Press, Sidorujo,2020).

Fence M. Wantu, 2011, Idee Des Recht,Kepastian Hukum, Keadilan dan


Kemanfaatan (Implementasi Dalam Proses peradilan Perdata), Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.

Lamintang, Franciscus Theojunior Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di


Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta 2016,

Laurensius Arliman S, Penegekan Hukum dan Kesadaran Masyarakat,


Deepublish, Yogyakarta, 2015

45
Lukman Hakim, Asas-Asas Hukum Pidana Buku Ajar Bagi Mahasiswa,
(Yogyakarta:Deepublish, 2020).

M. Ali Zaidan, Menuju Pembaharuan Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta,


2015.

M. Irsan, Zuleha, Andi Rachmad, Meukuta Alam, Penegakan Hukum Terhadap


Wanita Yang Melakukan Tindak Pidana Di Kota Langsa, Volume 1, Nomor
1, Juni 2019.

Marcy Marlando, 2016, “Tinjauan Yuridis Pembuktian Kasus Perjudian Sepak


Bola Via Internet,” DIH, Jurnal Ilmu Hukum, Vol.7, No. 14.

Maskun, 2021, Kejahatan Siber (Cyber Crime), Jakarta:Kencana Prenada Media


Grup, hal.1.

Muhammad Ainul Syamsu, Penjatuhan Pidana dan Dua Prinsip Dasar Hukum
Pidana, Kencana, Jakarta, 2016.

Muhammad Iqbal, Suhendra & Ali Imron, Hukum Pidana, (Tangerang Selatan:
Unpan1 Press, 2019).

Muharnmad Fajrul Falah Dan Samuel S.M Samosir, Kajian Pidana atas Putusan
Nomor 1033/Pid.B/2014/P11.Bdg, Lantera Hukum, Vol.4 No.I (April 2017)
hal.31-46.

Oktir Nebi, Jurnal Administrasi Sosial dan Humaniora, Penegakan Hukum


Terhadap Tindak Pidana Perjudian Toto Gelap (Togel) di Masyarakat,
volume 3, Nomor 1, Desember 2018.

P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti,


Bandung, 1997.

Peter Mahmud, Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada.


2012).

Pipin Syarifin, Hukum Pidana Di Indonesia, cet. 1, Pustaka Setia, Bandung, 2000

Soerjono Soekanto, 2014, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Rajawali Pers,


hat 99-100.

Sugeng, 2020, Hukum Telematika Indonesia, Jakarta:Prenadarnedia Grup, hal. 2-


3.

Takdir, Mengenal Hukum Pidana, (Palopo:Laskar Perubahan, 2013).


Wulan Kartika Sari. Perbandingan Formulasi Tindak Pidana Judi Dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Di Indonesia Dengan Hukum Islam, JOM
Fakultas Hukum Volume V Nomor 1, April 2018.

Anda mungkin juga menyukai