Anda di halaman 1dari 45

TEMA : ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN HUKUM ATAS TRANSAKSI

ELEKTRONIK

JUDUL : PERWUJUDAN KEAMANAN DAN KEPERCAYAAN OLEH

PELAKU BISNIS DIGITAL.

Mata Kuliah : Hukum Informasi dan

Transaksi Elektronik (ITE)

Dosen : Erwin Asmadi, S.H., M.H.

Penulis : Kelompok 3

Kelas : V-F1 (Pagi)

1. Abdi Kurniawan (2106200501)

2. Ffira Salsabila (2106200314)

3. Lira Novaeliza (2206200121)

4. Rafli Abdillah (2106200278)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas

rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas peniulisan makalah

mata kuliah Hukum Internasional tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam

tercurah kepada Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak. Penulisan

makalah berjudul “Analisis Yuridis Dalam Mewujudkan Keamanan Dan

Kepercayaan oleh Pelaku Bisnis Digital” dapat diselesaikan karena bantuan

banyak pihak. Kami berharap makalah ini dapat menjadi referensi bagi pihak

pembaca sekalian. Selain itu, kami juga berharap agar pembaca mendapatkan

sudut pandang baru setelah membaca makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masioh memerlukan penyempurnaan,

terutama pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca

demi penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah

ini, kami memohon maaf . Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata,

semoga makalah Informasi Transaksi Elektronik ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

MEDAN, 22 NOVEMBER 2023

KELOMPOK 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................1

A. LATAR BELAKANG.........................................................1

B. PERUMUSAN MASALAH................................................4

C. METODE PENELITIAN...................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................8

a. Definisi bisnis digital...........................................................8

b. Unsur-unsur bisnis digital..................................................14

c. Manfaat dan kekurangan bisnis digital............................15

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.............16

A. Analisis yuridis kedudukan situs jual beli online............16

B. Tanggung jawab hukum penyelenggara perdagangan

melalui sistem elektronik terhadap barang yang tidak

sampai..................................................................................22

C. Kedudukan tanda tangan kontrak dalam perjanjian

digital yang dibuat pelaku bisnis digital...........................29

ii
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.......................................35

KESIMPULAN..............................................................................35

SARAN...........................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................39

iii
1

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Masyarakat digital dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat melalui

pesatnya perkembangan teknologi saat ini.1 Selain itu, teknologi juga membawa

perubahan peradaban masyarakat secara global (globalisasi). 2 Masyarakat global

ini membawa perubahan pesat secara signifikan dalam kehidupan sosial, sehingga

perkembangan teknologi juga memiliki dampak kepada dunia yang menjadi tanpa

batas (borderless).3Kemudian perkembangan teknologi yang berdampak kepada

masyarakat ini menimbulkan perbuatan hukum baru dikarenakan dalam

penggunaan teknologi harus dibarengi dengan perkembangan peraturan hukum

juga demi memelihara dan menjaga kepentingan nasional.4

Bisnis digital merupakan kegiatan yang memanfaatkan teknologi internet

sebagai sarana utama dalam menjalankan proses bisnis di perusahaan, teknologi

ini juga dapat menekan biaya operasional karena semua kegiatan perusahaan

dapat dilakukan secara online. Sejak internet menjadi dapat diakses secara luas

baik untuk bisnis maupun individu, teknologi informasi telah mengubah

infrastruktur dan operasi bisnis. Transformasi ini berdampak signifikan pada cara

1
Muhamad Ngafifi, “KEMAJUAN TEKNOLOGI DAN POLA HIDUP MANUSIA DALAM
PERSPEKTIF SOSIAL BUDAYA”, Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Vol. 2,
no. 1 (2014): 33-47
2
Hendro Setyo Wahyudi, Mita Puspita Sukmasari, “TEKNOLOGI DAN KEHIDUPAN
MASYARAKAT”, Jurnal Analisa Sosiologi Vol. 3, no. 1 (2014): 13-24
3
Roy Marten Moonti, “PENGARUH INTERNET DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PERJANJIAN JUAL BELI”, Jurnal Legalitas Vol. 5, no. 1 (2012): 1-10
4
Djulaeka & RhidoJusmadi, “KONVERGENSI TELEMATIKA, ARAH KEBIJAKAN DAN
PENGATURANNYA DALAM TATA HUKUM INDONESIA”, Yustisia 2, no. 3 (2013): 46-60,
47, DOI: 10.20961/yustisia.v2i3.10156

1
bisnis beroperasi secara rutin. Ini telah memanfaatkan sebagian besar sumber daya

data dan teknologinya.5

Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,¹

transaksi elektronik diartikan sebagai perbuatan hukum² yang dilakukan dengan

menggunakan komputer,6 jaringan komputer, dan atau media elektronik lainnya.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik (UU ITE) dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang

Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) tidak menjelaskan

apa yang dimaksud dengan perbuatan hukum sehingga definisi perbuatan hukum

dalam penulisan artikel ini mengacu pada pendapat Prof. Sudikno Mertokusumo7

yang menyebutkan bahwa, “perbuatan hukum adalah perbuatan subjek hukum

yang ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum yang sengaja dikehendaki oleh

subjek hukum”. Pengertian akibat hukum menurut Prof. Satjipto Rahardjo 8 adalah,

“kelanjutan dari perbuatan hukum yang ditimbulkan dari peristiwa hukum, yang

akan menimbulkan hak dan kewajiban pada subjek hukum yang

melakukannya”.Berdasarkan pendapat pendapat tersebut, pengertian transaksi

elektronik yang dibahas dalam artikel ini kurang lebih sebagai berikut, “perbuatan

para pihak (dalam hal ini pelaku usaha dan konsumen), yang dilakukan dengan

tujuan menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi, sebagai akibat

hukum dari kesepakatan antara konsumen dan pelaku usaha yang dilakukan
5
Kenneth dkk, MANAJEMEN INFORMATION SYSTEM: MANAGINGTHE DIGITAL FIRM,
(New Jersey: PrenticeHall, 2010).
6
Jack Febrian, KAMUS KOMPUTER & TEKNOLOGI INFORMASI, (Bandung: Informatika,
2007), hlm. 108
7
Sudikno Mertokusumo, MENGENAL HUKUM SUATU PENGANTAR, (Yogyakarta:
Universitas Atma Jaya), hlm. 63
8
Satjipto Rahardjo, ILMU HUKUM, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 36
3

melalui media elektronik. Kesepakatan tersebut berupa persetujuan konsumen atas

barang dan/atau jasa yang ditawarkan pelaku usaha melalui tampilan di halaman

web-nya9, dan persetujuan pelaku usaha untuk memenuhi janji yang

disebutkannya dalam penawaran”.Pada praktiknya, mekanisme transaksi

elektronik di Indonesia seringkali menimbulkan kerugian terhadap konsumen.

Salah satu bentuk kerugian yang timbul adalah kerugian akibat pembayaran

dengan menggunakan kartu kredit yang dilakukan oleh seseorang yang bukan

pemiliknya. Konsumen yang dirugikan adalah pihak pemilik kartu kredit yang

dananya digunakan tanpa sepengetahuannya10 Kasus lainnya adalah pelaksanaan

kewajiban pelaku usaha yang tidak sesuai dengan janji yang ditawarkan. Hal ini

dialami oleh konsumen yang ingin membeli peralatan elektronik, kamera,

komputer, telepon genggam, dengan harga lebih murah dari yang seharusnya, 11

ternyata harus menanggung kerugian berupa kehilangan uang tanpa memperoleh

barang yang dijanjikan dalam penawaran, meskipun telah memenuhi kewajiban

mengirimkan uang untuk pembelian barang. Kasus-kasus tersebut timbul

dikarenakan kemudahan mekanisme transaksi elektronik yang dapat dilakukan

oleh siapa saja (dengan identitas yang sangat beragam) yang dapat mengakses

internet, sehingga aspek perlindungan pada pelaksanaan transaksi tidak menjadi

pertimbangan utama dan; Kurangnya kesadaran dari para pihak akan hak dan

kewajiban yang timbul dari transaksi elektronik yang dilakukan terutama

9
Wiharso Kurniawan, JARINGAN KOMPUTER, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hlm.
449
10
http://tugaseptik-kami.blogspot.com
11
http://www.bloggerngalam.com.
mengenai perlindungan bagi konsumen transaksi elektronik (e-konsumen) sebagai

pihak yang lebih lemah dibandingkan dengan pelaku usaha.

B. PERUMUSAN MASALAH

1. Bagimana Analisis Yuridis transaksi elektronik bagi Pelaku Bisnis

Digital dalam mewujudkan Keamanan dan Kepercayaan bagi

Konsumen?

2. Bagaimana Tanggung Jawab Hukum Penyelenggara Perdagangan

Melalui Sistem Elektronik Terhadap Barang Yang Tidak Sampai?

3. Bagaimana Kedudukan Tanda tangan Kontrak dalam perjanjian digital

yang dibuat pelaku bisnis digital?

C. METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode

sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan mempelajari sesuatu atau

beberapa gejala hokum tertentu dengan jalan menganalisisnya. Disamping itu,

diadakan pemeriksaan terhadap faktor hukum tersebut, untuk kemudian

mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di

dalam gejala yang bersangkutan. Penelitian sebagai upaya untuk memperoleh

kebenaran, harus didasari oleh proses berpikir ilmiah yang dituangkan dalam

metode ilmiah. Agar mendapatkan hasil yang maksimal, maka metode yang

dipergunakan dalam penelitian ini adalah terdiri dari:12

1. Jenis Penelitian atau Pendekatan

12
Zainuddin Ali, METODE PENELITIAN HUKUM, (Jakarta: SInar Grafika, 2011), hlm. 18
5

Di dalam tulisan ini penulis menggunakan metode penelitian

hukum yuridis normative yaitu menjadikan penelitian hukum kepustakaan

dijadikan sebagai bahan dasar yang paling utama. Di dalam penelitian

hukum yuridis normative ini penulis melakukan beberapa penelitian

terhadap asas-asas hukum yang bertumpu dari beberapa bidang-bidang

hukum Transaksi Elektronik tertentu, yaitu dengan cara melakukan

identifikasi terlebih dahulu terhadap kaidah-kaidah hukum yang telah

dirumuskan terlebih dahulu di dalam perundang-undangan yang

bersangkutan.

Menurut Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Normatif

adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip

hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

dihadapi. Penelitian Hukum Normatif disebut juga penelitian hukum

doktrinal, dimana hukum dikonsepkan sebagai apa yang dituliskan

peraturan perundang-undangan (law in books), dan penelitian terhadap

sistematika hukum dapat dilakukan pada peraturan perundang-undangan

tertentu atau hukum tertulis.13

2. Sifat Penelitian

Apabila ditinjau dari sifat penelitian tulisan ini, maka disini penulis

melakukan penelitian deskritif yaitu penelitian yang dilakukannya bersifat

menjelaskan pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara jelas

dan terperinci dari hasil penelitian tersebut. Menurut Sumadi Suryabrata,

penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat


13
Ida Hanifa, dkk. PENELITIAN HUKUM, (Medan: Umsu press, 2010), hlm. 19
pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situaasi atau kejadian-kejadian.

Penelitian deskriptif adalah akumulasi data dasar dalam cara-cara deskripsi

semata-mata tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan,

mentest hipotesis, membuat ramalan, atau mendapatkan makna dari

implikasi.14

3. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini

ialah studi kepustakaan atau dikenal dengan library research ialah metode

pengumpulan data yang dilakukan penulis berupa mencari landasan teori

dari permasalahan penelitian. Studi kepustakaan ini digunakan untuk

mencari data dengan cara offline dan online. Cara online dilakukan

melalui penelusuran kepustakaan melalui internet guna mendapatkan

bahan hukum yang diperlukan. Sedangkan cara offline dilakukan dengan

mendatangi perpustakaan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

(UMSU) guna memperoleh sumber bahan hukum yang relevan dengan

judul penelitian.

Berdasarkan fungsinya, studi dokumen dikelompokkan menjadi 2 macam

ialah:15

1) Acuan umum

14
Soerjono Soekamto dkk, PENELITIAN HUKUM NORMATIF, Suatu Tinjauan Singkat, (PT.
Raja Grafindo, Jakarta: 22003), hlm. 23
15
Bambang Sunggono, METODE PENELITIAN HUKUM. (Jakarta. Raja Grafindo Persada,
1997), hlm. 41
7

Acuan umum yang berisi tentang konsep-konsep, teori-teori dan

informasi-informasi yang bersifat umum yang berhubungan dengan

penelitian ini, berupa buku-buku ensiklopedia, indeks, dan

sebagainya.

2) Acuan khusus

Acuan khusus yang berisi hasil-hasil penelitian terdahulu yang

berkaitan dengan permasalahan penelitian yang diteliti ini, berupa

jurnal, laporan penelitian bulletin, tesis, disertasi dan sebagainya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bisnil Digital

a. Defenisi Bisnis Digital

Menurut Harisno & Pujadi (2009), Bisnis digital adalah

proses menjalankan bisnis secara online, yang mencakup

pembelian dan penjualan, serta memberikan layanan kepada

pelanggan, dan berkolaborasi dengan mitra bisnis.

Menurut Dhillon & Kaur (2012), Bisnis digital adalah

teknologi yang memfasilitasi pengembangan proses bisnis,

termasuk proses internal organisasi, seperti sumber daya manusia,

sistem keuangan dan administrasi, dan proses eksternal, seperti

penjualan dan pemasaran, penyediaan produk dan layanan, serta

interaksi dengan pelanggan.

Menurut O'Brien (2003), Bisnis digital adalah pemanfaatan

Internet dan teknologi informasi lainnya untuk memfasilitasi e-

commerce, komunikasi dan kolaborasi perusahaan, dan proses

bisnis berbasis Web dalam infrastruktur perusahaan dan untuk

berhubungan langsung dengan pelanggan dan mitra bisnis.

Berdasarkan teori diatas, bisnis digital merupakan kegiatan

yang memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana utama dalam

menjalankan proses bisnis di perusahaan, teknologi ini juga dapat

8
9

menekan biaya operasional karena semua kegiatan perusahaan

dapat dilakukan secara online.Sejak internet menjadi dapat diakses

secara luas baik untuk bisnis maupun individu, teknologi informasi

telah mengubah infrastruktur dan operasi bisnis. Transformasi ini

berdampak signifikan pada cara bisnis beroperasi secara rutin. Ini

telah memanfaatkan sebagian besar sumber daya data dan

teknologinya.16

Transformasi digital memiliki dampak yang signifikan

terhadap bisnis, dampak ini dipercepat oleh proses dan digunakan

untuk memanfaatkan peluang secara strategis. Bisnis digital

memanfaatkan ini untuk menghindari gangguan dan berkembang

di era ini.17 Pandangan teknologi ini menjadi hal yang lumrah

bahkan di industri tradisional yang membutuhkan strategi bisnis

digital untuk menyimpan dan menganalisis data guna mendapatkan

keunggulan kompetitif dalam persaingan. Pengenalan komputasi

cloud dan model pengiriman memungkinkan organisasi untuk

dengan mudah mengelola proses internal melalui berbagai aplikasi

perangkat lunak, namun, organisasi memiliki pilihan untuk

mengubah atau menambahkan perangkat lunak seiring

pertumbuhan bisnis mereka, daripada harus melakukannya.

16
Op.Cit, Kenneth dkk.
17
Thayla Tavares Sousa-Zomer dkk, DIGITAL TRANSFORMING
CAPABILITY AND PERFORMANCE: A MICROFOUNDATIONAL
PERSPECTIVE, International Journal of Operations and Production Management
Vol. 40, no. 7–8 (2020): hlm. 1095
Ekonomi digital adalah bentuk perdagangan yang

mengandalkan teknologi digital untuk operasinya. Ekonomi digital

juga dikenal sebagai ekonomi internet, ekonomi web, ekonomi

berbasis digital, ekonomi pengetahuan baru, atau ekonomi baru.3

Era ekonomi digital atau era ekonomi baru lahir ketika organisasi

mulai menggabungkan produktivitas TI dengan pengetahuan

sumber daya manusia untuk menciptakan ekonomi yang terhubung.

Dalam ekonomi saat ini, organisasi memanfaatkan TI sebagai

fasilitator dan alat strategis. Saat ini, pertanyaannya bukan lagi apa

bisnis Anda, melainkan bagaimana model bisnis digital. Ekonomi

digital terdiri dari 12 karakter berbeda.18

1) Knowledge.

Kekuatan pengetahuan diterjemahkan menjadi inovasi

unggul dalam ekonomi digital melalui peluang baru yang

bertujuan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif.

2) Digitization.

Transaksi bisnis menggunakan teknologi digital dan

informasi digital.

3) Virtualization.

Barang fisik dapat diubah menjadi barang virtual dalam

ekonomi digital. Modal intelektual sedang diubah kedalam

bentuk modal digital.

4) Molecularization.
18
Ibid.
11

Dalam ekonomi digital, organisasi yang berat pada

organisasi tradisional telah menjadi organisasi yang ringan,

fleksibel, organisasi M-form telah bertransisi menjadi

organisasi yang merupakan organisasi E-form atau organisasi

ekosistem yang mudah beradaptasi dengan lingkungannya.

5) Internetworking.

Memanfaatkan internet untuk membuat koneksi yang

menghubungkan jaringan ekonomi.

6) Disintermediation.

Tidak perlu perantara; transaksi dapat dilakukan secara

langsung antar peer to peer.

7) Convergence.

Penggabungan komputasi, komunikasi, dan konten

menciptakan multimedia interaktif, yang kini menjadi

komponen penting.

8) Innovation.

Sumber utama nilai dalam ekonomi inovasi adalah

imajinasi dan kreativitas manusia.

9) Prosumption.

Di ekonomi sebelumnya, aspek yang dominan adalah

produksi massal, tetapi di ekonomi digital, kustomisasi dalam

skala besar menjadi aspek yang dominan. Perbedaan antara


produsen dan konsumen hilang, setiap pelanggan di jalan raya

informasi juga bisa menjadi produsen.

10) Immediacy.

Kesenjangan antara waktu yang dibutuhkan untuk

memesan barang dan waktu yang dibutuhkan untuk

memproduksi dan mengirimkannya telah berkurang secara

signifikan karena kecepatan teknologi digital.

11) Globalization.

Peter Drucker menyatakan bahwa pengetahuan tidak

terbatas. Tidak ada batas atas untuk perdagangan global.

12) Discordance.

Akan ada kesenjangan antara mereka yang mengerti

teknologi dan mereka yang tidak. Untuk berkembang dalam

ekonomi digital, semua pemain harus melek teknologi, mampu

melacak pergeseran teknologi ke arah interaksi dan integrasi

dalam bentuk ekonomi internetworked.

Secara umum, bisnis digital terdiri dari empat komponen berbeda. Bisnis

virtual, bisnis digital yang tidak virtual, bisnis digital yang tidak digital, fasilitator

digital untuk bisnis nondigital, dan bisnis hybrid. sebagai berikut:19

1) Digital murni adalah perusahaan yang menjual produk yang

mengandung "bit dan byte", seperti pengembangan perangkat lunak

19
Aan Ansori, “DIGITALISASI EKONOMI SYARIAH,” Islamiconomic: Jurnal
Ekonomi Islam, Vol. 7, no. 1 (2016): 1–18
13

yang ekstensif. Contohnya termasuk perangkat lunak pendidikan,

perangkat lunak bisnis khusus, dan lainnya.

2) Versi digital dari bisnis non-digital adalah bisnis yang menawarkan

versi digital dari barang dan jasa fisik, tetapi dalam bentuk digital.

Versi digital tersebut dapat berupa ebook, e-journal, dan e-comics.

3) Fasilitator digital bisnis non-digital adalah perusahaan yang

memanfaatkan teknologi digital untuk menjual barang dan jasa, seperti

e-commerce.

4) Hybrid adalah kombinasi dari menggabungkan beberapa upaya digital

untuk memaksimalkan pendapatan.

Mengenali dan memahami model bisnis digital ini sangatlah penting,

karena masing-masing memiliki strategi pemasaran dan target audiens yang unik,

serta memerlukan pendekatan yang berbeda. Layanan penting lainnya juga

ditawarkan di sektor bisnis digital, termasuk media sosial, pencarian dan analitik,

manajemen konten di web, penyedia konten yang berspesialisasi dalam konten

digital, distribusi dan pengiriman, aplikasi hiburan, dan banyak lagi. 20 Ada lima

cara berbeda untuk membentuk hubungan bisnis berdasarkan transaksi., yakni:21

1) Business to Business (perdagangan antar pelaku usaha bisnis).

2) Business to Consumer (perdagangan antar pelaku usaha bisnis itu dengan

konsumen).

20
Ibid.
21
Riswandi, “Transaksi On-Line (E-Commerce) : PELUANG DAN
TANTANGAN DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM,” (Angewandte Chemie
International Edition, Vol. 13, (2019), hlm. 15
3) Consumer to Consumer (perdagangan antar konsumen yang satu (1)

dengan konsumen yang lain).

4) Consumer to Business (perdagangan antar konsumen dengan pelaku bisnis

atau juga perusahaan).

5) Intrabusiness e-business (perdagangan dalam lingkup intranet perusahaan

yang melibatkan pertukaran barang, jasa, serta informasi).

b. Unsur-Unsur Bisnis Digital

Unsur-unsur pada bisnis digital, diantaranya yakni sebagai

berikut:22

1) Organisasi, pabrikan, atau perusahaan, pemasok, mitra

bisnis, konsumen, dan lainnya adalah contoh bisnis.

2) Teknologi informasi adalah salah satu sumber daya atau

alat yang digunakan (internet, komputer dll).

3) Aktivitas dan tujuan mencakup aktivitas dan proses, serta

proses bisnis (layanan, penjualan, dan transaksi) dan

operasi bisnis penting.

4) Tujuannya adalah komunikasi, koordinasi, pemrosesan

organisasi, transformasi proses bisnis, dan berbagi

informasi.

5) Beberapa keuntungannya antara lain pendekatan yang

relatif aman, keuntungan yang meningkat, fleksibilitas

22
S etia
Murti Makmur, “PENGEMBANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA
SEKTOR KULINERMELALUI PENERAPAN, (Universitas Negeri Makasar, Vol.1
no. 1, (2019)
15

yang lebih besar, efisiensi, produktivitas yang meningkat,

bisnis yang terintegrasi, dan sebagainya.

c. Manfaat dan Kekurangan Bisnis Digital

Manfaat yang dapat diperoleh dari e-commerce antara lain

sebagai berikut:23

1) Dengan memanfaatkan e-business, perusahaan atau

individu akan memiliki kemampuan untuk memperluas

pasar mereka, hal ini akan memungkinkan mereka untuk

memasuki pasar nasional dan internasional.

2) Di mana pun pengusaha itu berada, dia bisa menjangkau

banyak pelanggan.

3) Menurunkan biaya promosi serta mengurangi waktu

transaksi dan sejauh mana produk diterima.

23
Ibid.
BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Analisis Yuridis Kedudukan Situs Jual Beli Online (E-Commerce)

Menurut Hukum Perjanjian

Di era globalisasi kegiatan jual beli online sudah diatur di dalam Undang

Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008

selanjutnya disebut dengan UU ITE dengan tujuan untuk mengoptimalkan

kegiatan tersebut dan berdasarkan pada asas kepastian hukum, manfaat,

kehati-hatian, itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral

teknologi. Ternyata dengan pesatnya peminat jual beli online memunculkan

sebuah gagasan yang berperan sebagai penyedia jasa yaitu marketplace.

Dengan kemunculannya sebagai jembatan perantara memberi kemudahan,

keamanan, dan kepastian. Marketplace adalah perantara antara penjual dan

pembeli di dunia maya yang bertindak sebagai pihak ketiga dalam transaksi

online yang menjembatani dengan menyediakan tempat berjualan dan fasilitas

pembayaran berbasis elektronik.24 Kata lain dari marketplace adalah

Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) yaitu pelaku

usaha penyedia sarana komunikasi yang disediakan untuk perdagangan.

Kehadiran marketplace bertujuan untuk mengembangkan perdagangan dan

perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Dengan hadirnya marketplace membuat semakin banyak

masyarakat yang tergiur untuk melakukan jual beli online karena berbagai

24
Agung, Edwin et al. “PEMANFAATAN TEKNOLOGI E-COMMERCE DALAM PROSES
BISNIS,” Jurnal Equilibiria Vol. 1, no. 1, 2014: 95-108.

16
17

pelaku usaha dari dalam negeri maupun luar negeri bergabung di dalamnya

melakukan penjualan dengan variasi harga, marketplace juga dapat ditemukan

selain melalui web dapat juga mengunduh aplikasi di smartphone di platform

appstore dan playstore.25

Dengan demikian kehadiran marketplace juga tidak selalu berjalan lancar

karena masih terdapat masalah mengenai kerugian yang diderita oleh

konsumen dimana hal tersebut telah melanggar hak konsumen atas informasi

yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ atau

jasa dan hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan

perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Sehingga untuk memberi

kepastian hukum dalam kegiatan jual beli online diperlukan Undang Undang

Perlindungan Konsumen untuk menjadi payung hukum dengan dasar

pertimbangan bahwa pembangunan perekonomian nasional pada era

globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu

menghasilkan beraneka barang dan/atau jasa yang memiliki kandungan

teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan

sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan/atau jasa yang diperoleh dari

perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen. Karena semakin

terbukanya pasar nasional sebagai akibat dari proses globalisasi ekonomi

harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kepastian

25
Ibid.
atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan/atau jasa yang diperolehnya di

pasar.26

Transaksi menggunakan digital dapat diartikan dengan berbagai definisi,

Chissic dan kelman menyatakan bahwa “e-commerce is a broad term

describing business activities with associated technical data that are conducted

electronically”.”Sultan Remy Sjahdeini mendefinisikan Electronic Commerce

atau disingkat E-Commerce adalah kegiatan-kegiatan yang menyangkut

konsumen, manufaktur, service provider, dan pedagang perantara dengan

menggunakan jaringan-jaringan komputer, yaitu internet.27 ”Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa, terdapat beberapa unsur pada bisnis e-commerce,

yaitu sebagai berikut28:

a. Adanya Kontrak bisnis

b. Kontrak dilaksanakan dengan media elektronik

c. Tidak diperlukannya kehadiran fisik dari para pihak

d. Kontrak dilakukan dalam jaringan public

e. Kontrak yang terlepas dari batas yurisdiksi Negara

f. Mempunyai nilai ekonomi

Secara umum transaksi melalui e-commerce dapat memunculkan suatu

perikatan yang harus dipenuhi berupa hak dan kewajiban oleh para pihak yang

terlibat dalam melakukan prestasi seperti jual beli. Pada dasarnya, e-commerce

diatur berdasarkan hukum perjanjian yang termuat dalam Buku III KUHPerdata.
26
Ibid.
27
Pradana, Mahir. “KLASIFIKASI BISNIS E-COMMERCE DI INDONESIA,” Jurnal Modus
Vol. 27, no. 2, 2016: 163-174
28
Op. Cit. Thayla Tavares Sousa-Zomer dkk
19

Hal tersebut dikarenakan dalam proses transaksi jual beli baik secara langsung

maupun secara elektroni akan selalu berhubungan dengan konsep perjanjian yang

diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Secara sederhana, perjanjian yang diatur

dalam pasal ini yaitu para pihak yang saling mengikatkan diri dalam suatu

perjanjian. Perjanjian dalam e-commerce berupa perjanjian tertulis antara pelaku

usaha dengan konsumen yang menggunakan data digital.29

jual-beli dalam e-commerce jika ditinjau dengan Hukum Perjanjian di

Indonesia yang bersumber pada KUHPerdata adalah sah karena telah memenuhi

syarat yang diharuskan baik syarat obyektif maupun syarat subyektif, maka

sebagaimana halnya jual-beli pada umumnya (konvensional), jual-beli dalam e-

commerce secara tidak langsung haruslah memenuhi berbagai asas-asas kontrak

dalam KUHPerdata antara lain asas itikad baik, dan kesepakatan (Pacta Sun

Servanda). Kesepakatan dalam perjanjian, pada dasarnya merupakan perwujudan

dari kehendak dua pihak atau lebih dala perjanjian tersebut, mengenai hal-hal

yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, mengenai cara melaksanakannya,

mengenai saat pelaksanaannya dan mengenai pihak yang berkewajiban untuk

melaksanakan hal-hal yang telah disepakati tersebut.30Jual-beli dalam e-commerce

mengikat dan berlaku bagi para pihaknya ketika jual-beli tersebut disepakati oleh

kedua belah pihak, hal ini terjadi dikarenakan adanya sifat terbuka dariBuku III

KUHPerdata.31

29
Ibid.
30
Op.Cit. Riswandi, hlm. 28
31
Aco, Ambo dkk, “ANALISIS BISNIS E-COMMERCE PADA MAHASISWA UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR,” Jurnal INSYPRO (Information System and
Processing) 2, no. 1, 2017: 1-13
Asas-asas dalam Kitab Undang - Undang Hukum Perdata yang dapat

digunakan dalam e-commerce, diantaranya:32

1. Asas KebebasanBerkontrak (Contractvrijheid)

Pada pasal 1338, ayat 1 KUHPerdatadijelaskanbahwa “semuaperjanjian

yang dibuatsecarasahberlakusebagaiundangundangbagimereka yang

membuatnya”.

2. Asas Konsensualisme (PersesuaianKehendak)

Dalam pasal 1338 KUHPerdatadapatkitatemukanistilah “semua”yang

menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan

keinginannya yang dirasa baik untuk menciptakan perjanjian.

3. Asas Itikad Baik

Dalam pasal 1338 ayat 3 menyatakan bahwa “suatu perjanjian harus

dilaksanakan dengan itikad baik”.

4. Asas Kepercayaan (Vertrouwensbeginsel)

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan

kepercayaan antara kedua belah pihak. Tanpa adanya kepercayaan itu

maka perjanjian tidak mungkin di adakan. Jika tidak ada kepercayaan, para

pihak akan merasa ragu-ragu dan tidak nyaman sehingga menimbulkan

tidak adanya kekuatan mengikat.

5. Asas KekuatanMengikat (Pucta Sunt Servanda)

Terikatnya para pihakdalamsuatuperjanjiandapatkitalihatdalampasal 1338

ayat 1 KUHPerdata. Dalam perjanjian e-commerce jika terjadi kesepakatan

32
Ibid.
21

maka akan timbul kewajiban hukum yang tidakbisa dielak oleh para pihak

karena bersifat mengikat.

6. Asas Kepastian Hukum

Perjanjian Sebagai figur hukum harus mengandung hukum. Kepastian

hukum merupakan konsekuensi dari adanya asas yang lain.

7. Asas Keseimbangan

Asas ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan

perjanjiannya itu melaksanakan kewajiban masing-masing untuk

memperoleh hak sebagai konsekuensinya.

Jual-Beli secara Elektronik (e-commerce) menurut Hukum Perjanjian diIndonesia

menggunakan Pasal 18 (1) Transaksi Elektronik yang dituangkan kedalam

Kontrak Elektronik mengikat para pihak. Dari ketentuan pasal tersebut mengenai

daya ikat dari suatu kontrak atau perjanjian yang dilakukan melalui transaksi

elektronik. Artinya meskipun perjanjian tersebut dilakukan melalui suatu kontrak

elektronik namun perjanjian tersebut tetaplah perjanjian sebagaimana perjanjian

konvensional yang mengikat para pihak, serta melahirkan hak dan kewajiban bagi

para pihak.

Keabsahan Transaksi Elektronik Berdasarkan Peraturan Perundang-

Undangan, Keabsahan transaksi elektronik harus berdasarkan pada pengaturan

KUHperdata sebagai peraturan pokok dan UU peraturan tambahan. Keabsahan

transaksi elektonik dilihat dari hukum bisnis dikembalikan kepada syarat sahnya

perjanjian berdasarkan Buku III KUHPerdata tentang perikatan. Kesepakatan

lebih mudah diketahui pada perjanjian konvensional karena bentuk kesepakatan


yang tulisan. Namun pada transaksi online melalui e-commerce, kesepakatan lebih

sulit diketahui karena diberikan melalui media elektronik. Selain itu, barang dan

harga di situs e-commerce telah ditentukan terlebih dahulu oleh penjual sehingga

tidak ada proses tawar menawar.

Adapun keabasahan transaksi elektronik dapat ditinjau berdasarkan Pasal

1320 KUHperdata tentang hukum perjanjian. Pasal ini menyebutkan tentang

media saat terjadinya transaksi jual beli, sehingga dapat dikatakan bahwa Pasal

1320 KUHPerdata dapat digunakan pada transaksi e-commerce, selama transaksi

tersebut telah memenuhi syarat sah perjanjian yang diatur dalamPasal 1320

KUHPerdata tersebut. Selain itu, keabsahan juga diatur dalam UU ITE yakni

dalam Pasal 18 Ayat (1) UU ITE yang menyebutkan bahwa setiap kontrak

elektronik akan mengikat para pihaknya yang dilakukan melalui transaksi

elektronik. Namun pasal ini tetap berpedoman pada hukum perjanjian

KUHPerdata untuk syarat sahnya transaksi elektronik. Selain itu UU ITE juga

mengatur bahwa tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat

hukum yang sah selama memenuhi syarat dan ketentuan yang diatur hukum.33

B. Tanggung Jawab Hukum Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem

Elektronik Terhadap Barang Yang Tidak Sampai

Tanggung jawab merupakan upaya dari suatu bentuk perlindungan,

tanggung jawab merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu liability,

sedangkan dalam bahasa Belanda yaitu verantwoordelijk. Tanggung jawab

adalah kewajiban sebagai akibat dari suatu perbuatan yang dilakukan secara

33
Ibid.
23

sengaja maupun tidak sengaja. Secara umum terdapat berbagai macam prinsip

tanggung jawab, antara lain yaitu:34

a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (liability based on

fault) Tanggung jawab berdasarkan kesalahan adalah suatu

tanggung jawab yang ditentukan oleh perilaku produsen, tanggung

jawab ini dipegang teguh dalam hukum perdata yaitu pada Pasal

1365 sampai 1367 KUHPerdata, dimana seseorang dapat

dimintakan pertanggungjawaban apabila terdapat unsur kesalahan.

Dalam hal ini yang dimaksud dengan kesalahan adalah adanya

suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum, adapun yang

menjadi unsur-unsur kesalahan disini dan unsur yang harus

dipenuhi adalah:35

a) Adanya perbuatan melawan hukum;

b) Adanya kesalahan;

c) Adanya sebab akibat;

d) Adanya kerugian.

Didalam teori ini karena adanya kelalaian dari pelaku usaha sehingga

menimbulkan kerugian kepada konsumen dan dari kelalaian tersebut konsumen

dapat mengajukan gugatan ganti rugi, dari kelalaian atau kesalahan tersebut juga

dapat dijadikan dasar gugatan.

34
Dr. Abdul Halim Barkatullah, S.H., M.Hum, HUKUM TRANSAKSI ELEKTRONIK
(SEBAGAI PEDOMAN DALAM MENGHADAPI ERA DIGITAL BISNIS E-COMMERCE DI
INDONESIA, (Bandung: Nusa Media, 2019), hal. 39
35
Ibid.
b. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab (presumption of

liability) Didalam prinsip praduga untuk selalu bertanggungjawab

ini dibebankan dengan pembuktian terbalik, dimana tergugat selalu

dianggap bersalah dan bertanggung jawab sampai ia dapat

membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Sehingga dalam hal

barang yang tidak sampai maka yang membuktikan adalah pelaku

usaha

c. Prinsip Praduga Tidak Selalu Bertanggung Jawab (presumption of

non liability) Prinsip praduga tidak selalu bertanggung jawab

merupakan kebalikan dari prinsip praduga untuk bertanggung

jawab, karena dalam hal ini konsumen yang dibebankan untuk

tanggung jawab, contohnya seperti kehilangan barang di kabin

pesawat, dalam hal ini konsumen yang bertanggung jawab bukan

tanggung jawab dari maskapai.

d. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (strict liability) Didalam tanggung

jawab mutlak ini digunakan untuk menjerat pelaku usaha, jadi

konsumen yang mengalami kerugian tidak perlu membuktikan.

Didalam tanggung jawab mutlak kesalahan tidak menjadi faktor

yang penentu, dan juga terdapat pengecualian untuk tidak

dibebankan tanggung jawab. Tanggung jawab ini sangat

mementingkan perlindungan konsumen, karena didalam prinsip ini

didasarkan dengan empat alasan, yaitu:36

36
Ibid.
25

a) Tanggung jawab yang memperjuangkan hak konsumen

untuk mendapatkan ganti rugi;

b) Merupakan perubahan hukum di bidang ekonomi;

c) Akan membuat pelaku usaha untuk bertanggung jawab

untuk menangani resiko;

d) Di Indonesia masih terjadi kesenjangan antara hukum

positif dengan kepentingan konsumen. Seiring

perkembangannya, tanggung jawab ini diterapkan untuk

menjerat pelaku usaha yang memasarkan produk dimana

produk tersebut dapat merugikan konsumen.

e) Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of

liability) Tanggung jawab dengan pembatasan dianggap

dapat merugikan konsumen karena pelaku usaha dapat

mencantumkan klausul sepihak. Dalam hal barang yang

tidak sampai, maka konsumen tidak dapat meminta

pertanggung jawaban kepada marketplace karena mengenai

pengiriman bukan kewajibannya untuk mengetahui hal

tersebut, dan apabila terdapat kelalaian terhadap pelayanan

penyedia jasa jual beli online karena tidak menyediakan

fitur verifikasi resi, hal tersebut juga tidak menjadi

kewajibannya karena belum ada peraturan perundang-

undangan yang mengatur mengenai kebijakan untuk

menyediakan fitur verifikasi resi tersebut. Yang akan


menjadi tanggung jawab dari marketplace adalah ketika

konsumen mengalami kerugian karena penggunaannya

contohnya diretasnya data pribadi konsumen, maka hal

tersebut dapat dibebankan tanggung jawab kepada

marketplace. Karena sesuai dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 80 Tahun 2019 Pasal 22 ayat (3) huruf C bahwa

dalam konteks pekerjaan sebagai pihak yang menyediakan

ruangan untuk melakukan penempatan, pemuatan, atau

penyimpanan informasi (hosting) yaitu:

1. Tidak memiliki pengetahuan aktual atas suatu

tindakan atau informasi yang melawan hukum dan

dalam hal terdapat tuntutan atau gugatan atas

kerusakan atau kerugian yang terjadi, penyedia yang

bersangkutan tidak menyadari atau mengetahui

adanya suatu fakta bahwa suatu tindakan atau

informasi tersebut bersifat melawan hukum; atau

2. Setelah penyedia yang bersangkutan mengetahui

atau menyadari adanya suatu fakta bahwa suatu

tindakan atau informasi tersebut bersifat melawan

hukum, penyelenggara sarana perantara bertindak

secara cepat untuk menghapus atau menonaktifkan

akses atas informasi tersebut.


27

Dan pada Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang

Penyelenggaraan Sistem Dan Transaksi Elektronik, yaitu:

1. Penyelenggara sistem elektronik wajib:

a. Menjaga rahasia, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi yang

dikelolanya;

b. Menjamin bahwa perolehan, penggunaan, dan pemanfaatan data

pribadi berdasarkan persetujuan pemilik data pribadi, kecuali

ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan; dan

c. Menjamin penggunaan atau pengungkapan data dilakukan

berdasarkan persetujuan dari pemilik data pribadi saat perolehan

data.

2. Jika terjadi kegagalan dalam perlindungan rahasia data pribadi yang

dikelolanya, penyelenggara sistem elektronik wajib memberitahukan

secara tertulis kepada pemilik data tersebut.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman perlindungan data pribadi

dalam sistem elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam

Peraturan Menteri.

Maka dalam hal barang yang tidak sampai bukan kewajiban dari

marketplace untuk bertanggungjawab, namun konsumen dapat menunjuk

pihak lain yaitu meminta pertanggungjawaban kepada pedagang karena

pedagang tersebut telah melanggar Pasal 28 ayat (1) UU ITE “Setiap

orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan

menyesatkan mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi


elektronik” dan telah melanggar Pasal 7 UUPK pada huruf (a), (b), dan

(g). Dengan merujuk kepada Pasal 19 UUPK ayat (1) yaitu “Pelaku usaha

bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran

dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa

yang dihasilkan atau diperdagangkan.” Ganti rugi ini dapat berupa barang

yang sama atau nominal yang sesuai kerugian dan dilaksanakan dalam

batas waktu 7 hari. Konsumen dapat mengajukan laporan kerugian

tersebut ke direktorat pemberdayaan konsumen, setelah itu akan di tunjuk

lembaga penyelesaian sengketa yang akan membantu atau Lembaga

Perlindungan Konsumen Nasional Indonesia (LPKNI). Lembaga yang

disediakan akan memberikan bantuan konsultasi atas kerugian yang

diderita oleh konsumen dan akan didampingi sampai pengadilan dengan

menuntut berdasar prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan. Adapun

upaya penyelesaian lain yang dapat dilakukan dengan:

a. Mediasi

Upaya penyelesaian suatu masalah dengan melibatkan

pihak ketiga yang tidak memihak kepada siapapun dan

diselesaikan secara musyawarah dan mufakat;

b. Konsiliasi

Upaya penyelesaian suatu masalah diluar pengadikan

melalui proses perundingan kedua belah pihak dan untuk

mencapai sebuah kesepakatan dibantu oleh konsiliator;


29

c. Arbitrase Upaya penyelesaian suatu sengketa diluar

peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian tertulis

yang dibuat oleh para pihak.

C. Kedudukan Tanda tangan Kontrak dalam perjanjian digital yang

dibuat pelaku bisnis digital

Kegiatan transaksi jual beli yang dilakukan dengan metode elektronik oleh

pihak terkait, ketika para pihak tidak bertemu atau tidak saling tatap muka,

tapi hal tersebut dapat diimplementasikan melalui internet. Pada umumnya

setiap golongan pada konteks jual beli yang dilakukan secara elektronik itu,

tetap mempunyai hak serta kewajiban, sama seperti transaksi yang dilakukan

secara langsung. Bahwa penjual merupakan pihak yang menawarkan produk,

hanya saja fasilitas yang digunakan dengan internet, oleh sebab hal tersebut penjual

wajib bertanggung jawab memberi secara benar serta jujur terhadap produk yang

presentasikan kepada konsumen dan penjual pun harus menjual produk yang tak

menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Maksudnya

adalah barang yang ditawarkan, bukanlah barang yang dilarang untuk diperjual

belikan, seperti organ tubuh dan narkotika, tidak cacat, sehingga barang yang

ditawarkan adalah barang yang layak untuk di konsumsi atau di manfaatkan.

Selain itu, penjual pun bertanggung jawab terhadap jasa pengiriman produk atau

atas jasa yang telah dibeli dan dibayarkan oleh konsumen. Sehingga transaksi jual

beli tersebut tidak berdampak kepada timbulnya kerugian bagi para pihak, khsusnya

dalam hal ini adalah konsumen. Sejalan dengan hal tersebut, salah satu penjual

ataupun pelaku usaha mempunyai hak agar mendapat bayaran dari pembeli atau

konsumen dari kesepakatan harga barang yang dijual serta berhak mendapatkan
pengamanan dari perlakuan pembeli yang berniat tidak baik dalam melakukan

transaksi jual beli online. Oleh karna itu, pembeli wajib untuk memberikan sejumlah

uang dari produk atau jasa yang telah dipesan pada penjual itu.

Pembeli mempunyai kewajiban membayar uang dari barang yang telah dipesan

dari penjual sesuai dengan jenis barang dan harga yang telah diberitahukan oleh

penjual kepada pembeli itu, selanjutnya menulis data identitas diri dengan benar pada

formulir penerimaan. Selain itu, seorang pembeli juga berhak mendapatkan informasi

dengan lengkap dari barang yang akan dibeli. Pembeli pun mempunyai hak

mendapatkan perlindungan hukum dari perbuatan penjual atau pelaku usaha yang

berniat tidak baik.

Proses jual beli secara online adalah hubungan hukum yang dilakukan dengan

menyatukan jaringan dari sistem dan informasi. Pada suatu pekerjaan timbal balik

pasti terdapat dua macam subjek hukum, yang setiap subjek hukum itu memiliki hak

juga kewajiban dengan timbal balik pada perjanjian yang telah mereka buat.

Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian bertimbal balik, kedua subjek hukumnya

itu pihak konsumen dan pedagang yang masing-masing memiliki hak serta

kewajiban. Dalam seluruh perjanjian, yang masuk dalam kategori perjanjian jual beli

terdapat kemungkinan diantara satu pihak tak melakukan perjanjian ataupun tidak

mematuhi isi dari perjanjian secara baik dan benar.

Apabila salah satu pihak tidak melakukan sesuatu yang telah dijanjikan atau lebih

jelas, apa yang menjadi kewajiban menurut isi perjanjian yang telah mereka perbuat,

mereka dapat dikatakan bahwa pihak tersebut telah melakukan wanprestasi. 37

Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalainya suatu prestasi dalam hukum

37
Wirjono. P, HUKUM PERDATA TENTANG PERSETUJUAN-PERSETUJUAN TERTENTU
(Bandung, Sumur Bandung, 1991), hlm. 17.
31

perjanjian, berarti suatu hal harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. 38

Barangkali dalam bahasa indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk

wanprestasi. Apabila dalam suatu perikatan si debitur yang disebabkan oleh

kesalahannya, seperti tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan dan

disepakati, maka perbuatan tersebut merupakan perbuatan wanprestasi. 39

Selain mengaitkan pihak penjual dan pembeli, dalam konteks jual beli yang

dengan menggunakan sarana internet, transaksi jual beli online juga tentunya akan

melibatkan provider internet sebagai penyedia fasilitas layanan jaringan internet, serta

wadah perbankan sebagai sarana dalam metode pembayarannya. Problematika

terhadap hak dan kewajiban pedagang/penjual sebagai pelaku usaha dan pembeli

sebagai konsumen terkadang membuat masyarakat abu-abu dalam menyikapi, apalagi

jika terjadi perselisihan antara keduanya, khsususnya dalam jual beli yang dilakukan

secara online, seperti perbuatan wanprestasi dalam jual beli.

Betolak belakang dari penjelasan tersebut diatas, seringkali dijumpai oleh seluruh

lapisanmasyarakat, dalam era globaliasi terakait maraknya kasus perselisihan yang

identik dengan wanprestasi, sampai pada persoalan yang tendesius pada penipuan

dalam transaksi jual beli dengan media elektronik sampai saat ini tidak dapat

terselsaikan secara komprehensif. Kesenjangan dapat disebabkan oleh karena sikap

dalam menghadapi suatu persoalan ole para pihak, padahal masih banyak alternatif

cara untuk dapat menyelesaikan persoalan wanprestasi. Dalam hal telah terjadi

perbuatan wanprestasi, maka salah satu pihak yang dalam hal ini menderita kerugian

38
A. A. Pradnyaswari, "UPAYA HUKUM PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM
PERJANJIAN SEWA MENYEWA KENDARAAN (RENT A CAR)", Jurnal Advokasi 3, no. 3 (2013):
119-130, hlm. 126.
39
H. Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perdata Tentang Perikatan (Medan: Fakultas
Hukum USU, 1994), hlm. 33
bisa memilih pilihan-pilihan hukum sebagai berikut dalam penyelesainnya, yaitu

sebagai berikut:

a. Seorang yang telah di rugikan dapat menggugat agar perjanjian tersebut

segara dilaksanakan sesuai dengan apa yang diperjanjikan;

b. Seorang yang telah di rugikan dapat menggugat ganti kerugian;

c. Seorang yang telah di rugikan dapat menggugat praktik perjanjian serta

mengganti kerugian;

d. Seorang yang telah di rugikan dapat menggugat pembatalan perjanjian;

e. Seorang yang telah di rugikan dapat menggugat pembatalan perjanjian

disertai ganti rugi.

Berdasarkan penjelasan tersebut penulis menganalisis bahwa: 40

a. Pihak yang telah dirugikan dapat menuntut pelaksanaan perjanjian tersebut segara

dilaksanakan sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Dalam konteks kesepakatan

jual beli elektronik yang disetujui dengan tanda tangan elektronik dan

menggunakan metode bayar serta melunasi serta memenuhi secara utuh dan

penuh pada batas waktu yang telah ditentukan konsumen, kemudian penjual

mengirimkan barang yang sudah disepakati, tetapi kemudian ketika pembeli

sudah melaksanakan kelebihannya tapi penjual tak melaksanakan kelebihannya

secara akurat, maka pembeli bisa menggugat atas dilakukannya kesepakatan jual

beli secara utuh kepada penjual.

b. Pihak yang telah di rugikan dapat menggugat untuk mengganti kerugian. Suatu

kesepakatan jual beli elektronik bisa disetujui bahwa pembayaran akan dilunasi

secara penuh terlebih dahulu, kemudian penjual baru akan mengirimkan barang

yang sudah disetujui oleh konsumen, tetapi dalam kenyataan, biasanya barang

40
Ibid.
33

yang telah dikirimkan tersebut mendapati cacat hingga berrkurangnya nilai guna /

nilai jual atas barang itu, kemudian pihak konsumen bisa mengugat untuk

mengganti rugi pada penjual, biasanya seperti dengan apa yang telah disepakati

c. Pihak yang telah di rugikan dapat menggugat pelaku perjanjian serta mengganti

kerugian.

Dalam kesepakatan jual beli elektronik, tentunya telah disetujui bahwa pembayaran

wajib melunasi terlebih dulu secara penuh dan selanjutnya penjual akan mengirimkan

barang yang sudah disetujui tersebut. Tetapi problem yang terjadi, barang yang sudah

dikirimkan telat waktu serta barang tersebut tak seperti dengan apa yang telah disetujui

oleh para pihak, misalkan; bentuk, warna, model ukuran. Hingga berdampak kepada

tuntutan pembeli dalam melakukan perjanjian secara peuh dan mengganti kerugian

seperti dengan persetujuan keduanya.41

a. Pihak yang telah di rugikan dapat menggugat membatalkan kesepakatan. Pada

suatu kesepakatan jual beli elektronik, misalkan disetujui terhadap pembayaran

15% terlebih dahulu lalu selanjtnya harus melunasi setelahnya, selanjutnya

barang dikirimkan oleh penjual. Tetapi kemudian yang terjadi adalah si pembeli

belum juga melunasi pembayaran terhadap barang itu pada jangka waktu yang

telah disepakati. Sehingga penjual bisa juga melakukan penuntutan terhadap

pembatalan perjanjian.

b. Pihak yang telah di rugikan dapat mengugat pembatalan kesepakatan serta

mengganti kerugian. Pada suatu kesepakatan jual beli elektronik, disetujui bahwa

dalam hal pembayaran harus melunasi secara penuh dalam jangka waktu yang

telah disepakati, lalu penjual mengirimkan barang yang telah disetujui tersebut

oleh konsumen, tetapi yang menjadi problem adalah ketika si pembeli telah

41
Ibid.
melakukan pembayaran tetapi si penjual belum juga mengirimkan barang

tersebut, sehingga pembeli dapat menggugat pembatalan kesepakatan serta

mengganti kerugian.

Sejalan dengan hasil analisis tersebut diatas, bahwa beberapa kemungkinan gugatan

dari salah satu yang mengalami kerugian tersebut pada suatu kesepakatan timbal balik

yang ditentukan oleh pasal 1266 KUH Pdt dengan syarat jika salah satu pihak tak

melakukan kewajibannya bisa dilakukan pembatalan kesepakatan pada hakim sebagai

konsekuensi hukum atau akibat hukum dari wanprestasi dalam perjanjian jual beli barang

secara online. Dengan demikian berdasarkan kitab hukum perdata, tepatnya pada pasal

1266, menegaskan bahwa pada kesepakatan jual beli apabila salah satu pihak wanprestasi

maka pihak yang mengalami kerugian bisa memelalui upaya hukum untuk menggugat

pembatalan kesepakatan pada hakim. Pada realitanya dalam kesepakatan jual beli muncul

persoalan antara kedua belah pihak, para pihak terjerat pada apa yang telah disepakati

kedua belah pihak.

A.
35

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Kedudukan jual-beli secara elektronikdalam e-commerce jika ditinjau

dengan Hukum Perjanjian di Indonesia yang bersumber pada KUHPerdata

adalah sah karena telah memenuhi syarat yang diharuskan baik syarat

obyektif maupun syarat subyektif. Jual-Beli secara Elektronik (e-

commerce) menurut Hukum Perjanjian di Indonesia menggunakan Pasal

18 (1) Transaksi Elektronik yang dituangkan kedalam Kontrak Elektronik

mengikat para pihak.

2. Tanggung jawab adalah kewajiban sebagai akibat dari suatu perbuatan

yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja. Secara umum

prinsip tanggung jawab ada 5 yaitu:

- Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan

- Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab

- Prinsip praduga untuk tidak bertanggung jawab

- Prinsip tanggung jawab mutlak

- Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan.

Dalam hal pesanan barang yang tidak sampai ditangan konsumen, dalam

hal ini konsumen tidak dapat menyalahkan pihak penyelenggara dalam hal

ini marketplace, karena hal tersebut bukan menjadi kewajibannya maka

konsumen dapat menunjuk pihak lain yaitu pedagang dengan meminta

pertanggungjawabannya yang merujuk pada Pasal 19 UUPK. Dan dapat

35
melaporkan kerugian ini kepada direktorat pemberdayaan konsumen,

setelah itu akan diberikan bantuan dengan ditunjuk lembaga yang akan

menyelesaikan. Upaya penyelesaian yang diberikan dengan:

- Mediasi

- Konsiliasi

- Arbitrase.

3. Akibat hukum perikatan yang dilakukan secara online/elektronik ketika

salah satu pihak wanprestasi/cidera janji adalah dapat diminta pembatalan

perjanjian kepada hakim sebagai konsekuensi hukum atau akibat hukum

dari wanprestasi dalam perjanjian jual beli barang secara online. Oleh

karna itu berdasarkan pasal 1266 KUH Perdata, pada kesepakatan jual beli

salah satu pihak wanprestasi maka pihak yang mengalami kerugian dapat

melalui jalur hukum dengan menggugat pembatalan kesepakatan pada

hakim. Namun realitanya dalam wujud kesepakatan jual beli sering

muncul permasalahan antara keduabelah pihak, oleh karna itu pihak yang

terjerat dalam isi kesepakatan yang telah disepakati keduanya itu dengan

menyelesaikan permasalahan dengan cara musyawarah, atau di lakukan

via pengadilan dimana kesepakatan Proses menyelesaikan lewat jalur

pengadilan atau meja hijau itu pilihan terakhir.


37

SARAN

1. Bagi konsumen yang hendak membeli suatu barang dalam situs jual beli

online (ecommerce) disarankan lebih berhati-hati untuk melakukannya,

apalagi situs tersebut mencantumkan klausul disclaimer guna untuk

mengalihkan tanggung jawabnya. Setiap pelaku usaha hendaknya harus

dapat memberikan pertanggung jawaban dan hendakny beritikad baik

dengan tidak bermaksud merugikan konsumen dan mengalihkan tanggung

jawabnya agar tercipta transaksi jual beli yang kondusif dan aman.

2. Tanggung Jawab Hukum Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem

Elektronik Terhadap Barang Yang Tidak Sampai sudahlah efektif terkait

kelalaian terhadap pelayanan penyedia jasa jual beli online karena tidak

menyediakan fitur verifikasi resi, hal tersebut juga tidak menjadi

kewajibannya karena belum ada peraturan perundang-undangan yang

mengatur mengenai kebijakan untuk menyediakan fitur verifikasi resi

tersebut. Yang akan menjadi tanggung jawab dari marketplace adalah

ketika konsumen mengalami kerugian karena penggunaannya contohnya

diretasnya data pribadi konsumen, maka hal tersebut dapat dibebankan

tanggung jawab kepada marketplace, terkait hal ini perlulah dibuat aturan

yang mengatur vitur tersebut

3. Pelaku usaha bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,

pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang

dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.” Ganti rugi ini dapat
berupa barang yang sama atau nominal yang sesuai kerugian dan

dilaksanakan dalam batas waktu 7 hari.


39

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Bambang Sunggono, METODE PENELITIAN HUKUM. (Jakarta. Raja


Grafindo Persada, 1997)

Dr. Abdul Halim Barkatullah, S.H., M.Hum, HUKUM TRANSAKSI


ELEKTRONIK (SEBAGAI PEDOMAN DALAM MENGHADAPI ERA DIGITAL
BISNIS E-COMMERCE DI INDONESIA, (Bandung: Nusa Media, 2019)

H. Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perdata Tentang Perikatan


(Medan: Fakultas Hukum USU, 1994)

Ida Hanifa, dkk. PENELITIAN HUKUM, (Medan: Umsu press, 2010)

Jack Febrian, KAMUS KOMPUTER & TEKNOLOGI INFORMASI,


(Bandung: Informatika, 2007)

Kenneth dkk, MANAJEMEN INFORMATION SYSTEM: MANAGINGTHE


DIGITAL FIRM, (New Jersey: PrenticeHall, 2010)
Pradana, Mahir. “KLASIFIKASI BISNIS E-COMMERCE DI INDONESIA,” Jurnal
Modus Vol. 27, no. 2, 2016: 163-174

Satjipto Rahardjo, ILMU HUKUM, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006)

Soerjono Soekamto dkk, PENELITIAN HUKUM NORMATIF, Suatu


Tinjauan Singkat, (PT. Raja Grafindo, Jakarta: 22003)

Sudikno Mertokusumo, MENGENAL HUKUM SUATU PENGANTAR,


(Yogyakarta: Universitas Atma Jaya)

Wiharso Kurniawan, JARINGAN KOMPUTER, (Bandung: Citra Aditya


Bakti, 2006)

Wirjono. P, HUKUM PERDATA TENTANG PERSETUJUAN-


PERSETUJUAN TERTENTU (Bandung, Sumur Bandung, 1991)

Zainuddin Ali, METODE PENELITIAN HUKUM, (Jakarta: SInar Grafika,


2011)
JURNAL
Aan Ansori, “DIGITALISASI EKONOMI SYARIAH,” Islamiconomic:
Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 7, no. 1 (2016): 1–18

Aco, Ambo dkk, “ANALISIS BISNIS E-COMMERCE PADA MAHASISWA


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR,” Jurnal INSYPRO
(Information System and Processing) 2, no. 1, 2017: 1-13

Agung, Edwin et al. “PEMANFAATAN TEKNOLOGI E-COMMERCE


DALAM PROSES BISNIS,” Jurnal Equilibiria Vol. 1, no. 1, 2014: 95-108.

A. Pradnyaswari, "UPAYA HUKUM PENYELESAIAN WANPRESTASI


DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA KENDARAAN (RENT A CAR)", Jurnal
Advokasi 3, no. 3 (2013): 119-130

Djulaeka & RhidoJusmadi, “KONVERGENSI TELEMATIKA, ARAH


KEBIJAKAN DAN PENGATURANNYA DALAM TATA HUKUM
INDONESIA”, Yustisia 2, no. 3 (2013): 46-60

Hendro Setyo Wahyudi, Mita Puspita Sukmasari, “TEKNOLOGI DAN


KEHIDUPAN MASYARAKAT”, Jurnal Analisa Sosiologi Vol. 3, no. 1 (2014): 13-
24

Muhamad Ngafifi, “KEMAJUAN TEKNOLOGI DAN POLA HIDUP


MANUSIA DALAM PERSPEKTIF SOSIAL BUDAYA”, Jurnal Pembangunan
Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Vol. 2, no. 1 (2014): 33-47

Pradana, Mahir. “KLASIFIKASI BISNIS E-COMMERCE DI


INDONESIA,” Jurnal Modus Vol. 27, no. 2, 2016: 163-174

Riswandi, “Transaksi On-Line (E-Commerce) : PELUANG DAN


TANTANGAN DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM,” (Angewandte Chemie
International Edition, Vol. 13, (2019)

Roy Marten Moonti, “PENGARUH INTERNET DAN IMPLIKASINYA


TERHADAP PERJANJIAN JUAL BELI”, Jurnal Legalitas Vol. 5, no. 1 (2012): 1-
10

Setia Murti Makmur, “PENGEMBANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA


SEKTOR KULINERMELALUI PENERAPAN, (Universitas Negeri Makasar, Vol.1
no. 1, (2019)

INTERNET
http://tugaseptik-kami.blogspot.com
41

http://www.bloggerngalam.com.

Anda mungkin juga menyukai