Anda di halaman 1dari 22

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM

PERJANJIAN JUAL BELI MELALUI INTERNET (E-COMMERCE)

Oleh :
MUHAMMAD AGUNG SURYATMAN
010121118

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAKUAN

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karna berkat
rahmatnya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik
untuk pemenuhan tugas.

Selama proses penyusunan laporan ini, penulis banyak dapat banyak


bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terimakasih
penulis tujukan kepada:

1. Dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan dan ilmu yang


bermanfaat selama proses pembelajaran sampai penyusunan makalah
tugas ini.
2. Orang tua tercinta yang selalu memberikan dukungan dan doa.
3. Serta teman-teman sekelas yang telah memberikan dukungan, semangat
serta bantuannya dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat pada penyusunan


tugas ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar makalah ini dapat lebih baik dan bermanfaat bagi pembaca dan bagi penulis
sendiri.

ii
DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................5
2.1 Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen.........................................................5
2.1.1 Asas-asas Hukum Perlindungan Konsumen.....................................................5
2.1.2 Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha..........................................................7
2.1.3 Hubungan Hukum Antara Produsen dan Konsumen........................................8
2.2 Tinjauan Umum Tentang E-Commerce...........................................................................8
2.2.1 Pengertian E-Commerce....................................................................................8
2.2.2 Mekanisme E-Commerce..................................................................................9
2.2.3 Sistem Pembayaran Transaksi Elektronik.........................................................10
2.2.4 Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)...........................................11
BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN.......................................................................12
3.1 Perjanjian Jual Beli E-Commerce terkait Dengan UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen............................................................................................12
3.2 Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Kerugian Pada Konsumen Dalam
Perjanjian Jual Beli E-Commerce..............................................................................14
BAB IV KESIMPULAN......................................................................................................17
4.1 Kesimpulan ..............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hukum merupakan sarana pembaharuan masyarakat berdasarkan suatu


anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha pembangunan atau
pembaharuan itu merupakan suatu yang diinginkan atau bahkan dipandang (mutlak)
perlu. Anggapan lain yang terkandung dalam konsepsi hukum sebagai saarana
pembaharuan adalah bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang
dapat berfungsi sebagai alat (pengaturan) atau sarana pembangunan dalam arti
penyalur kearah kegiatan manusia yang dikehendaki oleh pembangunan atau
pembaharuan.
Globalisasi perdagangan ditandai dengan adanya pembangunan dan
pemanfaatan media internet. Internet adalah sebuah alat penyebaran informasi secara
global, sebuah mekanisme penyebaran informasi dan sebuah media untuk
berkolaborasi dan berinteraksi antar individu dengan menggunakan komputer tanpa
batas geografis. Di era tekonolgi saat ini, perkembangan terjadi pada seluruh aspek
kehidupan termasuk di dalamnya kegiatan perdagangan. Pada awalnya perdagangan
dilakukan dengan cara konvensional, yaitu dengan bertemunya penjual dan pembeli
untuk melakukan transaksi jual beli. Seiring perkembangan teknologi, pasar sebagai
tempat bertemunya permintaan dan penawaran mengalami perubahan. Pembeli dan
penjual tidak lagi harus bertatap muka untuk melakukan transaksi. Munculnya
internet sebagai media baru, mendorong perubahan ini menjadi lebih maju.
Kecepatan, kemudahan, serta murahnya biaya internet menjadi pertimbangan banyak
orang untuk memakainya, termasuk untuk melakukan transaki1

1
Imam,Sjaputra, Problematika Hukum Internet Indonesia (Jakarta: Prenhallindo, 2002), hlm. 92

1
Masalah yuridis yang ditimbulkan oleh perjanjian e-commerce karena
perjanjian e-commerce memiliki perbedaan dengan perdagangan dalam dunia nyata.
Dalam perdagangan dunia nyata pembeli dan penjual bertemu secara langsung
sedangkan dalam e-commerce tidak. Berdasarkan perbedaan tersebut, maka
perjanjian melalui e-commerce memiliki bentuk tersendiri yaitu dapat berbentuk B to
B (Business to Business) atau B to C (Business to Consumers). Khusus untuk B to C
pada umumnya posisi konsumen tidak sekuat perusahaan sehingga dapat
menimbulkan beberapa persoalan, antara lain tanggung jawab pelaku usaha terhadap
kerugian konsumen dalam perjanjian jual beli e-commerce, perlindungan konsumen
untuk mendapatkan ganti rugi, dan juga mengenai perjanjian e-commerce sebagai
bukti. Kerugian konsumen secara garis besar dapat dibagi dua; pertama. kerugian
yang diakibatkan oleh perilaku pelaku usaha yang memang secara tidak bertanggung
jawab merugikan pihak konsumen dan kedua. kerugian konsumen yang terjadi
karena tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak ketiga, sehingga
konsumen disesatkan dan kemudian dirugikan2.
Masalah hukum yang mengenai kebutuhan perlindungan hukum bagi
konsumen semakin mendesak dalam hal seorang konsumen membuat perjanjian jual
beli e-commerce. Banyaknya kerugian yang sering diderita oleh konsumen dalam
perjanjian e-commerce terjadi karena Indonesia belum memiliki Undang-undang
tentang e-commerce. Perjanjian jual beli di Indonesia mengacu pada ketentuan Buku
III KUH Perdata, yaitu Pasal 1457 KUH Perdata yang menyatakan bahwa jual beli
merupakan suatu persetujuan yang para pihaknya mengikatkan diri untuk
menyerahkan suatu kebendaan dan membayar harga yang telah disetujui. Pengertian
jual beli dalam Pasal 1457 KUH Perdata tersirat unsur-unsur jual beli yaitu
kesepakatan untuk menyerahkan suatu barang dan kesepakatan untuk membayar
harga barang tersebut. Didasarkan Pasal 1457 KUH Perdata maka perjanjian jual beli

2
Marcella Elwina S, Aspek Hukum Transaksi (Perdagangan) Melalui Media Elektronik (ECommerce)
Di Era Global: Suatu Kajian Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen”, dari
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/legality/article/view/278/291.

2
melalui e-commerce juga terdapat unsur kesepakatan bahwa emerchant membayar
harga barang tersebut.
Perjanjian jual beli membawa akibat adanya hak dan kewajiban kepada para
pihak, sehingga dalam perjanjian jual beli melalui e-commerce juga membawa hak
dan kewajiban e-merchant dan konsumen. Konsumen dalam perjanjian jual beli
melalui e-commerce berhak atas barang yang dipesan dalam formulir pembelian dan
telah membayarnya, konsumen berkewajiban untuk membayar sejumlah harga barang
yang dipesannya dalm formulir pembelian. E-merchant dalam perjanjian jual beli
melalui e-commerce berhak atas pembayaran sejumlah harga barang yang dipesan
oleh konsumen dalam formulir pembelian dan berkewajiban untuk menyerahkan
barang yang dibayar oleh konsumen.
Setiap perjanjian jual beli pasti terjadi peralihan hak milik karena setiap
pemilik benda berhak untuk menikmati dan menjaminkannya, begitu pula dalam
perjanjian jual beli melalui e-commerce. Dalam perjanjian jual beli melalui e-
commerce terjadinya perjanjian jual beli adalah pada saat konsumen mengisi formulir
pembelian serta masukan kode pembayaran dan kemudian menekan tombol setuju
pada layar computer. Setelah terjadi perjanjian jual beli maka kemudian terjadilah
peralihan hak milik yaitu pada saat e-merchant mengirim benda pesanan kepada
konsumen. Peralihan hak milik dalam perjanjian jual beli memungkinkan terjadinya
suatu wanprestasi dapat berupa empat macam yaitu3
1) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2) Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
3) Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Empat macam wanprestasi diatas jika dihubungkan dengan wanprestasi dalam
perjanjian jual beli melalui e-commerce adalah sebagaimana dijanjikan, hal ini terjadi
apabila e-merchant mengirimkan barang pesanan konsumen tetapi tidak sesuai

3
Sutan Remy Sjahdeini, E-Commerce Tinjauan Dari Perpektif Hukum, Jurnal Hukum Bisnis, Volume
12, 2001

3
dengan yang dituliskan dalam shopping card atau terdapat cacat atau kerusakan
terhadap barang tersebut. Untuk membuktikan telah terjadinya wanprestasi dalam
perjanjian jual beli maka diperlukan suatu pembuktian.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dengan latar belakang yang sudah dipparkan diatas maka


rumusan masalah yang dirumuska, ialah sebagai berikut:
1) Bagaimana jual beli E-commerce terkait dengan UU Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan konsumen?
2) Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha terhadap kerugian pada konsumen
dalam perjanjian jual beli e-commerce?

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen


2.1.1 Asas-asas Hukum Perlindungan Konsumen
Menurut Az Nasution, pengertian hukum konsumen adalah
keseluruhan rangkaian asas dan aturan hukum yang mengatur hubungan dan
persoalan antara satu pihak dengan pihak lain dalam kaitannya dengan barang
dan/atau jasa konsumen. Perlindungan konsumen menetapkan prinsip atau
kaidah hukum perlindungan konsumen, yang menyatakan bahwa
perlindungan konsumen adalah segala upaya untuk menjamin kepastian
hukum guna memberikan perlindungan kepada konsumen. Penegakan
perlindungan hak-hak konsumen merupakan bagian penting dari negara
Indonesia, karena hukum sebagai tolak ukur pembangunan nasional
diharapkan mampu memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk
melakukan reformasi menyeluruh di segala aspek4
norma hukum atau peraturan perundang-undangan sebagai substansi
hukum, tetapi juga perlu adanya lembaga atau badan sebagai kekuatan
penggeraknya sebagai struktur hukum yang didukung oleh perilaku hukum
masyarakat sebagai budaya hukum. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 1 Ayat (2)
Undang-Undang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa konsumen
adalah “Setiap orang yang menggunakan barang dan/atau jasa dalam
masyarakat, baik untuk kepentingan dirinya sendiri, keluarganya, orang lain,
atau makhluk hidup lainnya, dan tidak untuk diperdagangkan.”
Konsumen adalah individu dan rumah tangga yang melakukan
pembelian untuk tujuan penggunaan pribadi, produsen adalah individu atau
organisasi yang melakukan pembelian untuk tujuan produksi. Pasal 2 Undang-

4
Rosmawati, Pokok-Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Depok, Prenadamedia Group, 2018, hal.
32-35

5
Undang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa “Perlindungan
konsumen didasarkan atas manfaat, keadilan, dan kepastian hukum.”
Penjelasan pasal tersebut menyebutkan bahwa perlindungan konsumen
dilakukan sebagai upaya bersama berdasarkan lima prinsip yang relevan
dalam pembangunan nasional, yaitu:
a) Asas Manfaat
Asas Manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala
upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan
konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
b) Asas Keadilan
Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh masyarakat dapat
terwujud secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
c) Asas Keseimbangan
Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan
antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam
arti materiil atau spiritual.
d) Asas Keamanan
Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberikan jaminan keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalam penggunaan, penggunaan, dan pemanfaatan barang dan/atau
jasa yang diisi atau digunakan.
e) Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun
konsumen taat hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin
kepastian hukum. Selanjutnya, jika dilihat dari substansi Pasal 2

6
Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan penjelasannya, tampak
bahwa rumusannya mengacu pada falsafah pembangunan nasional,
yaitu pembangunan manusia seutuhnya berdasarkan falsafah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2.1.2 Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen dalam Pasal 1 Angka (2), konsumen adalah “Setiap orang yang
menggunakan barang dan/atau layanan yang tersedia di masyarakat, baik
untuk kepentingan diri sendiri, diri mereka sendiri, keluarga mereka, orang
lain, dan makhluk hidup lain dan bukan untuk diperdagangkan” Menurut
pendapat A. Abdurahman, konsumen adalah seseorang yang menggunakan
atau memakai, mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Menurut KBBI (Kamus
Besar Bahasa Indonesia) arti dari konsumen adalah pemakai barang hasil
produksi (bahan pakaian, 13P asal 1 Angka (2) Undang-Undang Perlindungan
Konsumen 16 makanan, dan sebagainya); penerima pesan iklan; atau juga bisa
merupakan pemakai jasa (pelanggan dan sebagainya)5
Menurut Johannes Gunawan mengemukakan cakupan luasnya
pengertian pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen
memiliki persamaan dengan pengertian pelaku usaha menurut masyarakat
eropa terutama negara Belanda. Adapun yang dapat dikualifikasikan sebagai
pelaku usaha adalah
a) Pembuat produk jadi (finished product);
b) Penghasil bahan baku;
c) Pembuat suku cadang;
d) Setiap orang yang menampakkan dirinya sebagai produsen dengan
jalan mencantumkan namanya, tanda pengenal tertentu atau tanda lain
yang membedakan dengan produk asli, pada produk tertentu;

5
Kurniawan, Hukum Perlindungan Konsumen, Mataram, UB Press, 2011, hal. 43

7
e) Importir suatau produk dengan maksud untuk dijualbelikan,
disewakan, disewagunakan (leasing) atau bentuk distribusi lain dalam
transaksi perdagangan
f) Pemasok (supplie), dalam hal identitas produsen atau importir tidak
dapat ditentukan.
2.1.3 Hubungan Hukum Antara Produsen dan Konsumen
Dalam hal pemindahan barang dari satu pihak kepihak lain, pada
umumnya pihak-pihak yang terlibat dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yaitu: Pada kelompok pertama, kelompok pemasok barang dan
jasa, pada umumnya pihak tersebut bertindak sebagai6
a) Penyedia dana untuk keperluan penyedia barang atau jasa (investor);
b) Produsen atau pembuat barang/jasa;
c) Penyalur barang atau jasa
2.2 Tinjauan Umum Tentang E-Commerce
2.2.1 Pengertian E-Commerce
Electronic commerce (EC) adalah sebuah konsep baru yang dapat
digambarkan sebagai proses jual beli barang atau jasa di World Wide Web
Internet atau proses jual beli atau pertukaran produk, jasa dan informasi
melalui jaringan informasi termasuk internet. Kalakota dan Whinston
mendefinisikan EC dari perspektif berikut7
a) Dari sudut pandang komunikasi, EC adalah mengirimkan informasi,
produk/layanan atau pembayaran pelanggan melalui saluran telepon,
jaringan komputer atau sarana elektronik lainnya.
b) Dari perspektif proses bisnis, EC adalah penerapan teknologi untuk
otomatisasi transaksi dan alur kerja perusahaan.

6
Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, Jakarta,
Rajagrafindo Persada, 2013, hal. 33
7
Kasmi dan Adi Nurdian Candra, Penerapan E-commerce Berbasis Business To Consumers Untuk
Meningkatkan Penjualan Produk Makanan Ringan Khas Pringsewu, Jurnal Aktual STIE Trisna
Negara, Volume 15, Nomor 2, 2017, hal. 111

8
c) Dari sudut pandang layanan, EC adalah yang memenuhi keinginan
perusahaan, konsumen, dan manajemen untuk mengurangi biaya
layanan sambil meningkatkan kualitas produk dan kecepatan layanan.
d) Dari perspektif online, EC berfokus pada kemampuan untuk membeli
dan menjual produk dan informasi serta layanan online lainnya di
Internet. Beberapa orang menganggap istilah Commerce sebagai
transaksi antara perusahaan mitra.
2.2.2 Mekanisme E-Commerce
Dalam kegiatan bisnis, keberadaan e-commerce berfungsi sebagai
media transaksi bagi penjual dan pembeli yang bertransaksi. Sebagai media
transaksi e-commerce memberikan berbagai kemudahan yang dapat dirasakan
oleh pengguna setelah melalui beberapa tahapan, yaitu8
a) Berbagi informasi adalah proses pertama dalam transaksi e-commerce.
Pada tahap ini, calon pembeli biasanya menelusuri internet untuk
mendapatkan informasi tentang beberapa produk yang akan dibeli.
Informasi beberapa produk dapat diperoleh secara langsung melalui
website merchant atau perusahaan yang memproduksi barang tersebut.
Dalam hal informasi, ada dua hal utama yang dapat dilakukan
pengguna di dunia maya, yaitu:
 Iklan dapat dilihat pada berbagai produk, barang atau jasa yang
diiklankan oleh perusahaan melalui websitenya dan,
 Data dapat dicari melalui informasi tertentu yang diperlukan
sehubungan dengan transaksi jual beli yang akan dilakukan.
2.2.3 Sistem Pembayaran Transaksi Elektronik
Mengenai mekanisme transaksi, seringkali dapat disepakati dalam
paket implementasi yang dapat mencakup keberadaan sistem pembayaran dan
juga sistem pengiriman barang/jasa yang dapat dipilih oleh pengguna. Jika hal
ini diatur dalam syarat-syarat penawaran, maka hubungan kontraktual antara
8
ibid

9
pihak-pihak perdagangan harus jelas dan merupakan hasil kerjasama
komersial antara pihak-pihak perdagangan.
Sistem pembayaran saat ini dapat dikategorikan menjadi 5 sebagai
berikut9
a) COD (cash on delivery) COD (Cash On Delivery) atau membayar di
tempat. Metode pembayaran ini hanya tersedia untuk wilayah terdekat,
atau wilayah lain yang memiliki jaringan regional, dan pembeli
membayar barang yang dipesan pada saat kedatangan;
b) Transfer Bank Transfer Bank, jika Anda memilih untuk membayar
melalui transfer, dapat mentransfer uang ke rekening Penjual. Transfer
jumlah yang dipesan paling lambat 3 hari setelah melakukan transaksi
dan mengirimkan bukti transfer melalui email atau fax. Setelah dana
transfer masuk dan bukti transfer diterima barang pesanan langsung
dikirim.
c) Sistem Utang Sistem ini mengharuskan konsumen untuk memiliki
rekening bank terlebih dahulu. Jika dia akan melakukan pembayaran,
pembayaran akan ditarik dari rekening dengan cara debet. Contoh
sistem tersebut adalah: Bank Internet Payment Sistem, Electronik
Check, dan Open Financial Exchange (OFX).
d) Kartu Kredit Penjual dapat menggunakan jasa bank yang terkait
dengan jaringan kartu kredit internasional, seperti Mastercard, JSB dan
Visa. Setelah pesanan selesai dan pembeli memilih untuk membayar
dengan kartu kredit, pembeli akan terhubung ke bank sebagai gateway
2.2.4 Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) diatur
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen Bab XI Pasal 49 sampai Pasal 58. Pada Pasal 49 Ayat (1)
9
Edmon Makarim, Kerangka Kebijakan dan Reformasi Hukum Untuk Kelancaran Perdagangan Secara
Elektronik (E-Commerce) di Indonesia, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Volume 43, Nomor 3, 2013,
hal. 302

10
dinyatakan bahwa “Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa
konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di
luar pengadilan.” Badan ini merupakan peradilan kecil (Small Claim Court)
yang melakukan persidangan dengan menghasilkan keputusan secara cepat,
sederhana dan dengan biaya murah sesuai dengan asas peradilan. Disebut
cepat karena harus memberikan keputusan dalam waktu maksimal 21 (dua
puluh satu) hari kerja (Pasal 55), dan tanpa ada penawaran banding yang dapat
memperlama proses pelaksanaan keputusan (Pasal 56 dan Pasal 58).

11
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1 Perjanjian Jual Beli E-Commerce terkait Dengan UU Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen
Didasarkan pada bentuk-bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada
konsumen maka dalam perjanjian jual beli e-commerce juga mengacu pada hakekat
bentuk perlindungan konsumen diatas, yaitu10 :
a) Perlindungan yang diberikan undang-undang, yaitu perlindungan hukum yang
diberikan oleh UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan
mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usah serta
tanggung jawab pelaku usaha terhadap kerugian yang diderita oleh konsumen;
b) Perlindungan hukum berdasarkan perjanjian yang dibuat, yaitu perlindungan dari
e-merchant mengenai data-data pribadi konsumen dan pemberian ganti rugi pada
setiap terjadinya kerugian yang dialami oleh konsumen. Perlindungan hubungan
berdasarkan perjanjian yang dibuat, merupakan suatu jaminan atas kualitas
produk yang dinyatakan secara lisan ataupun tulisan. Umumnya jaminan ini
dinyatakan secara tertulis dalam setiap perjanjian yang dibuat antara pelaku
usaha dengan konsumen, atau apabila tidak dibuat secara tertulis, umumnya
konsumen akan diberikan kartu garansi11.
Berdasarkan hak-hak konsumen dalam Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen
jika dihubungkan hal perlindungan konsumen yang harus diperhatikan oleh para
pelaku usaha dalam e-commerce. Hak-hak konsumen dasar yang perlu diperhatikan
antara lain adalah
a) Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa. Didasarkan pada Pasal 4 butir a UU Perlindungan Konsumen

10
Undang - Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
11
Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2012. HLM 21

12
bahwa konsumen berhak untuk mendapat kenyamanan dan keamanan dalam
mengadakan perjanjian atau mengkonsumsi barang melalui e-commerce.
Konsumen memiliki hak untuk dapat bertransaksi dengan aman dalam
memberikan perlindungan terhadap data-data pribadi konsumen agar tidak
disalahgunakan oleh pihak ketiga;
b) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa. Didasarkan pada Pasal 4 butir c UU Perlindungan
Konsumen maka konsumen berhak untuk mendapat informasi yang benar, atas
barang yang dikonsumsi. Manfaat memperoleh informasi yang jelas, benar dan
jujur, konsumen akan dapat memiliki barang atau jasa yang dibutuihkan dan
terhindar dari berbagai kerugian. E-merchant dalam menawarkan barang
memberikan informasi secara jelas, sehingga tidak akan menyesatkan konsumen
seperti dalam shopping cart terdapat foto tentang barang yang ditawarkan secara
benar;
c) Hak untuk didengar pendapat dan keluhan atas barang dan/atau jasa yang
digunakan. Didasarkan pada Pasal 4 butir dalam UU Perlindungan Konsumen
bahwa konsumen berhak didengar pendapat dan keluhan atas barang yang dibeli,
dapat diaktualisasi dengan mengadu baik kepada e-merchant nya langsung atau
pengelola virtual mall sebagai penyelenggara kegiatan perdagangan dalam e-
commerce dengan cara mengirimkan e-mail, fax atau telepon;
d) Hak untuk diperlukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif. Didasarkan pada Pasal 4 butir h UU Perlindungan Konsumen maka
konsumen berhak untuk memperoleh perlakuan yang sama, pelaku usaha
dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan terhadap para konsumennya, dalam
hal ini e-merchant atau pengelola virtual mall;
e) Hak untuk mendapat kompensasi ganti rugi/penggantian, apabila barang/jasa
yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau semestinya. Didasarkan pada
Pasal 4 butir g UU Perlindungan Konsumen maka konsumen berhak memperoleh
ganti rugi atas barang yang dikonsumsi yang tidak sesuai dengan yang

13
diberitahukan oleh pelaku usaha. Setiap pembelian barang yang tidak sesuai
dengan perjanjian atau ada kerusakan atau cacat terhadap barang yang dibeli oleh
konsumen, maka jual beli melalui e-commerce, jika konsumen mengalami
kerugian yaitu menerima barang pesanannya dalam keadaan rusak atau cacat
maka konsumen dapat meminta ganti rugi melalui fax, e-mail atau telepon
kepada e-merchant.
3.2 Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Kerugian Pada Konsumen Dalam
Perjanjian Jual Beli E-Commerce
Perjanjian jual beli dalam e-commerce mengacu kepada ketentuan Buku III
KUH Perdata maka perjanjian jual beli dalam e-commerce memiliki kesamaan
dengan perjanjian jual beli konvensional. Dalam setiap perjanjian pasti akan
menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak apabila hak dan kewajiban para
pihak tidak terpenuhi maka akan menimbulkan adanya wanprestasi. Dalam perjanjian
jual beli e-commerce yang tidak mencantumkan tentang hak dan kewajiban
konsumen akan mengacu pada ketentuan pada KUH Perdata karena tidak diatur
dalam perjanjian jual beli secara khusus dalam e-commerce12.
Perlu ditegaskan kembali mengenai para pihak dalam perjanjian jual beli
dalam ecommerce yaitu konsumen dan pelaku usaha yaitu e-merchant. Pengertian
konsumen disini adalah sesuai dengan pengertian konsumen dalam Pasal 1 ayat 2 UU
Perlindungan Konsumen yaitu konsumen akhir sehingga pengertian konsumen dalam
bentuk perjanjian e-commerce (B to C) ini dapat dianalogikan dengan pengertian
konsumen menurut UU Perlindungan Konsumen, yang termasuk dalam ini adalah
perusahaan, koorporasi, BUMN, Koperasi, importer, pedagang, distributor, dan lain-
lain. Didasarkan pada pengertian Pasal tersebut maka pengertian pelaku usaha dapat
dianalogikan sebagai e-merchant dalam perjanjian jual beli melalui e-commerce
karena e-merchant memilik pengertian electronic merchant atau pedagang melalui

12
Putra, I Made Dwija Di, & Sukihana, Ida Ayu. “Tanggung Jawab Penyedia Aplikasi Jual Beli Online
Terhadap Konsumen Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.” Kertha Semaya : Jurnal. Ilmu Hukum 1, No. 10 (2018).

14
media elektronik yang sama pengertiannya dengan pedagang konvensional hanya
perbedaannya media tempat pedagangnya.
Perjanjian jual beli dengan mempergunakan e-commerce terkandung adanya
beberapa kewajiban (prestasi) yang harus dilakukan oleh pelaku usaha, anatara lain
menyerahkan barang sesuai dengan yang telah dipesan, baik dari segi kwantitas,
kwalitas dan harga barang sesuai dengan yang telah dipesan, baik dari segi kwantitas,
mutu maupun harga, mengirimkan barang dengan tepat waktu. Apabila pelaku usaha
tidak melakukan kewajiban tersebut bukan keadaan memaksa maka pelaku usaha
dianggap telah melakukan wanprestasi. Tanggung jawab pelaku usaha untuk member
ganti rugi seperti terdapat dalam Pasal 1243 KUH Perdata merupakan kewajiban-
kewajiban pelaku usaha yang ditegaskan lebih lanjut dalam Pasal 7 UU Perlindungan
Konsumen.
Didasarkan pada Pasal 7 tentang kewajiban-kewajiban pelaku usaha dalam
pelaksanaannya dalam perjanjian jual beli ecommerce maka e-merchant sebagai
pelaku usaha berkewajiban untuk (a) berdasarkan Pasal 7 butir b, pelaku usaha wajib
memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta member penjelasan penggunaan, perbaikan, pemeliharaan.
Dalam perjanjian jual beli e-commerce, e-merchant berkewajiban untuk memberikan
informasi yang benar dan jelas tentang kondisi barang yang ditawarkan dalam
shopping cart,serta memberikan informasi secara rinci tentang kondisi barang, cara
penggunaannya atau pemakaiannya.
E-merchant juga berkewajiban untuk memberikan garansi terhadap barang
yang dijual, seperti dalam pelaksanaan jual beli melalui e-commerce, e-merchant
memberikan garansi selama kurang lebih satu tahun terhadap barangf yang dijualnya
(khusus untuk elektronik), (b) berdasarkan Pasal 7 butir f, pelaku usaha berkewajiban
member kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa
yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Dalam pelaksanaan
perjanjian jual beli e-commerce, e-merchant berkewajiban memberikan ganti rugi
terhadap barang yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian. Seperti dalam

15
pelaksanaan jual beli terhadap barang yang dikirimkan apabila terjadi kerusakan atau
cacat.
Pemberian ganti rugi tersebut biasanya diberikan dalam jangka waktu kurang
lebih 7 hari setelah barang diterima. Salah satu bukti adanya hubungan kontraktual ini
adalah adanya modul order, sebaiknya modul order ini di print out atau dicetak oleh
pihak konsumen sebagai alat bukti, apabila terjadi sengketa dikemudian hari. Bentuk
tanggung jawab dari pelaku usaha berkaitan dengan adanya kerugian yang diderita
oleh konsumen umumnya adalah terhadap produk yang dijual diwujudkan dalam
bentuk pemberian garansi dalam waktu tertentu atau jika produk yang dibeli tidak
sesuai dengan yang dikirimkan uang akan dikembalikan.
Bentuk tanggung jawab jika dihubungkan dengan pertanggung jawab dalam
Pasal 19 UU Perlindungan Konsumen, pemberian ganti rugi dalam UU Perlindungan
Konsumen pelaksanaannya adalah 7 hari setelah perjanjian. Pemberian ganti rugi
dalam e-commerce memberikan jangka waktu pemberian ganti rugi adalah 7 hari
setelah barang diterima oleh konsumen. Pihak yang bertanggung jawab terhadap
kerugian yang diderita oleh konsumen adalah pihak e-merchant. Segala kerugian baik
untuk masalah kwalitas, kerusakan atau keterlambatan dalam pengiriman barang
merupakan tanggung jawab e-merchant13.

13
Perlindungan hukum pemegang saham minoritas perseroan terbatas tertutup dan keadilan berdasar
pancasila, jurnal Nasional SASI FH Universitas Pattimura Vol 25 No 22. 2019 hlm 3

16
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Dari hasil yang telah dipaparkan oleh penulis maka kesimpulan yang dapat
diambil oleh penulis adalah Perlindungan konsumen terhadap tindakan penipuan jual
beli online/ wanprestasi dalam transaksi e-commerce, khususnya dalam hal
pengaturan tentang perlindungan konsumen terhadap tindakan wanprestasi pelaku
usaha dalam e-commerce masih perlu dibenahi lagi. Pada dasarnya, belum ada
ketentuan yang mengatur secara khusus mengenai perlindungan konsumen terhadap
tindakan penipuan jual beli online/ wanprestasi dalam transaksi e-commerce.
Seharusnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik ini disesuaikan dengan perkembangan e-commerce, termasuk
banyaknya kasus kerugian konsumen yang muncul dalam masyarakat, akibat
tindakan penipuan dalam jual beli online/wanprestasi dari pelaku usaha e-commerce,
sehingga dapat dibuat suatu ketentuan dalam undang-undang ini mengenai
perlindungan konsumen terhadap penipuan jual beli online/ wanprestasi pelaku usaha
dalam transaksi e-commerce.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Miru (2013) Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di


Indonesia. Jakarta: Rajagrafindo Persada

Edmon, Makarim (2013) Kerangka Kebijakan dan Reformasi Hukum Untuk


Kelancaran Perdagangan Secara Elektronik (E-Commerce) di Indonesia. Jurnal
Hukum dan Pembangunan. Vol 43(3). 302-310
http://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/view/25

Imam,Sjaputra (2002). Problematika Hukum Internet Indonesia. Jakarta:


Prenhallindo

Kasmi dan Adi Nurdian Candra. (2017) Penerapan E-commerce Berbasis Business
To Consumers Untuk Meningkatkan Penjualan Produk Makanan Ringan Khas
Pringsewu. Jurnal Aktual STIE Trisna Negara, Vol 5(2), 105-112

Kurniawan. (2011). Hukum Perlindungan Konsumen. Mataram: UB Press

Marcella Elwina S, Aspek Hukum Transaksi (Perdagangan) Melalui Media


Elektronik (ECommerce) Di Era Global: Suatu Kajian Perlindungan Hukum
Terhadap Konsumen”, dari
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/legality/article/view/278/291

Mustaqim, (2019). Perlindungan hukum pemegang saham minoritas perseroan


terbatas tertutup dan keadilan berdasar pancasila, jurnal Nasional SASI FH
Universitas Pattimura Vol 25(22). 3-10
https://fhukum.unpatti.ac.id/jurnal/sasi/article/view/222/pdf

Putra, I Made Dwija Di, & Sukihana, Ida Ayu. Tanggung Jawab Penyedia Aplikasi
Jual Beli Online Terhadap Konsumen Berdasarkan Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.” Kertha Semaya : Jurnal. Ilmu
Hukum 1(10)
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/download/42598/25849/
&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id

Rosmawati. (2018) Pokok-Pokok Hukum Perlindungan Konsumen. Depok:


Prenadamedia Group.

Sutan Remy Sjahdeini (2001). E-Commerce Tinjauan Dari Perpektif Hukum, Jurnal
Hukum Bisnis, Volume 12

18
Undang - Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. (2012). Hukum Tentang Perlindungan


Konsumen. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

19

Anda mungkin juga menyukai