Anda di halaman 1dari 17

Transaksi Elektronik (E-Commerce) dalam Perspektif Hukum Islam

Makalah ini di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Fiqih Kontemporer

Dosen Pengampu :
Hud Leo Perkasa Maki, M.H.

Disusun Oleh :

Della Saputri 2002010005


Ai Siti Hajar 2002010002
Hanisa Nurhalimah IP 1702030063

FAKULTAS SYARI’AH
JURUSAN AHWAL AL SYAKHSHIYYAH
INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO LAMPUNG
2022
KATA PENGANTAR

Alhumdulillah segala puji dan syukur hanya tertuju kepada Allah SWT.
Berkat taufik dan hidayahnya makalah ini dapat terselesaikan. Sholawat serta
salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Saw. Pembawa risalah
yang menjadi petunjuk serta rahmat bagi seluruh alam.

Semoga makalah yang kami tulis ini dapat bermanfaat bagi teman-teman
dan siapa pun yang membacanya. kami menyadari bahwa makalah yang kami
tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik, dan saran sangat kami
harapkan dari pembaca sekalian. Semoga ibadah yang kita lakukan selama ini
dan yang akan datang mengandung ridho Allah SWT. Amin.

Metro, 12 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR......................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................2
C. Tujuan ................................................................................2

BAB II : PEMBAHASAN

A. Pengertian E-Commerce.....................................................3
B. Jenis-jenis E-Commerce.....................................................4
C. Kelebihan dan Kekurangan E-Commerce..........................5
D. Tinjauan Hukum Islam terhadap E-Commerce..................7

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan.....................................................................12
B. Saran ...............................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belakangan ini semakin banyak kegiatan dan tren usaha


dengan menggunakan media elektronik melalui jejaringan
computer maupun smartphone yang dengan mudah sudah terbiasa
dipakai oleh khalayak ramai, lalu bagaimanakah hukum
electronic commerce (e-commerce) tersebut bila dilihat dari
perspektif fiqih kontemporer islam mengingat media ini masih
terdapat beberapa kelemahan dan titik resikonya dan dapatkah
kita melakukan transaksi muamalah tanpa bertemu dan cukup
melakukan deal di cyberspace, bagaimana posisi ijab dan
kabulnya.

Kajian mengenai hukum transaksi elektronik dalam Islam


ini penting disajikan, dengan beberapa alasan sebagai berikut:
Pertama, pengguna dari e-commerce mencakup wilayah yang sangat
luas dan jumlah pengguna yang banyak termasuk umat Islam juga,
maka diperlukan suatu kejelasan hukum tentang penggunaan e-
commerce ini. Terdapat berbagai permasalahan yang menjadikan
kegiatan jual beli online cukup penting untuk dibahas, mulai
dari syarat dan rukun jual beli dalam Islam yang belum
terpenuhi, dan juga rawannya penipuan bagi pengguna e-commerce.

Kedua, Pembahasan ini merupakan salah satu cara kita


sebagai umat Islam untuk memahami akidah muamalah dalam Islam,
agar senantiasa hidup kita berada dalam keridhoan Allah Swt.
Karena di era modern sekarang ini banyak cara manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, namun belum terlalu
memahami kejelasam hukum pekerjaan tersebut, sehingga dapat

1
menjerumuskan manusia ke dalam perbuatan yang dilarang oleh
Allah Swt.

Ketiga, hingga saat ini Indonesia belum memiliki


perangkat hukum yang mengakomodasi perkembangan ecommerce.
Padahal pranata hukum merupakan salah satu ornamen utama dalam
bisnis. Dengan tiadanya regulasi khusus yang mengatur mengatur
perjanjian virtual, maka secara otomatis perjanjian-perjanjian
di internet tersebut akan diatur oleh hukum perjanjian non
elektronik yang berlaku.1 Oleh karena itu, dengan adanya
pembahasan dalam makalah ini bisa memberikan penjelasan secara
Islami terkait aturan tentang apa saja yang diperbolehkan dalam
melakukan kegiatan jual beli online.

Makalah ini disusun dengan metode studi pustaka, yakni


dengan cara mengumpulkan berbagai sumber bacaan yang sesuai
dengan garis besar tema, lalu menyusunnya menjadi satu
pembahasan mengenai hukum jual beli online. Sumber bacaan
berasal dari buku-buku fiqh dan jurnal-jurnal yang diunduh
melalui internet. Penyusunan makalah juga disertai dengan
sumber referensi, sehingga jika ada hal yang kurang dipahami
dapat merujuk secara langsung ke jurnal atau buku yang
tertulis dalam rujukan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan e-commerce?
2. Apa saja jenis-jenis e-commerce?
3. Apa saja kelebihan dan kekurangan e-commerce?
4. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap e-commerce?

C. Tujuan

1
Azhar Muttaqin, “Transaksi E-Commerce Dalam Tinjauan Hukum Jual Beli Islam”,
dalam Jurnal Ulumuddin, VOL. 6, NO 4., 2011, (459-467), h. 459-460.

2
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan e-commerce.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis e-commerce.
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan e-commerce.
4. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap e-commerce.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian E-commerce

Istilah e-Commerce berasal dari bahasa Inggris serta merupakan


penggabungan dua buah kata, yaitu kata “E” yang merupakan kepanjangan
dari “Electronic” dan kata “Commerce”. Menurut bahasa (etimologi) adalah
sebagai berikut: (E) electronic adalah ilmu elektronik (muatan listrik), alat-
alat elektronik, atau semua hal yang berhubungan dengan dunia elektronika
dan teknologi. Sedangkan (C) commerce adalah perdagangan dan perniagaan.
Adapun menurut istilah pengertian E-Commerce adalah transaksi
perdagangan melalui media elektronik yang terhubung dengan internet.2

Kozinets mendefinisikan e-commerce sebagai proses pembelian,


penjualan, pentransferan atau pertukaran produk baik barang, jasa, maupun
informasi melalui jaringan komputer atau sumber internet. Salah satu
keuntungan penggunaan sumber internet adalah pengiriman data dan
informasi yang lebih cepat antara orang-orang yang terlibat, dalam hal ini
yang dimaksud adalah pihak penjual dan pembeli.

Senada dengan beberapa pendapat sebelumnya, Shofiyullah Mz.,


menjelaskan bahwa e-commerce merupakan sebuah transaksi (muamalah)
antara pembeli (musytari) dengan penjual (ba-i) tanpa ada pertemuan fisik
(khiarmajlis) dengan menggunakan peralatan teknologi yang berbasis
teknologi informasi dan komunikasi.3

Dari beberapa pendapat tersebut dapat diperoleh beberapa persamaan


karakteristik e-commerce yaitu: terjadi transaksi antara dua pihak, terjadi

2
Adi Sulistyo Nugroho, E-Commerce Teori Dan Implementasi (Yogyakarta: Ekuilibria,
2016), 5.
3
Annisa Dwi Kurniawati, “Transaksi E-Commerce Dalam Perspektif Islam,” El Barka:
Journal of Islamic Economic and Business 2, no. 1 (June 2019): 96.

4
pertukaran produk (barang maupun jasa), serta terdapat media atau perantara
internet pada proses transaksi tersebut. Beberapa karakteristik e-commerce
yang telah disebutkan dapat dibuat suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya e-
commerce merupakan suatu transaksi jual-beli produk (barang ataupun jasa)
melalui media internet. Penggunaan media internet mengakibatkan transaksi
e-commerce dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja (selama koneksi
internet tidak terputus) tanpa mengenal batas waktu dan ruang.

B. Jenis-jenis E-commerce
1. Jenis-jenis E-Commerce

Berikut ini terdapat empat jenis e-commerce berdasarkan


karasteristiknya menurut Kotler.

a. Business to business (B2B)


Proses transaksi e-commerce bertipe B2B melibatkan
perusahaan atau organisasi yang dapat bertindak sebagai pembeli
atau penjual. Transaksi jenis ini memiliki karakteristik sebagai
berikut.

1) Mitra bisnis yang sudah saling mengenal dan sudah menjalin


hubungan bisnis yang lama.
2) Pertukaran data yang sudah belangsung berulang dan telah
disepakati bersama.
3) Model yang umum digunakan adalah peer to peer, di mana
processing intelligence dapat didistribusi oleh kedua pelaku
bisnis.4

b. Business to consumer (B2C)


Pada e-commerce bertipe B2C transaksi terjadi dalam skala
kecil sehingga tidak hanya organisasi tetapi juga individu dapat
terlibat pada pelaksanaan transaksi tersebut. Tipe e-commerce ini
4
Mahir Pradana, “Klasifikasi Jenis-Jenis Bisnis E-Commerce Di Indonesia,” Jurnal Neo-
Bis 9, no. 2 (Desember 2015): 36.

5
biasa disebut dengan e-tailing. Transaksi B2C memiliki
karakteristik antara lain:
1) Terbuka untuk umum, di mana informasi disebarkan secra
umum pula dan dapat diakses secara bebas.
2) Servis yang digunakan bersifat umum, sehingga dapat
digunakan oleh orang banyak. Sebagai contoh, karena sistem
web sudah umum digunakan maka service diberikan dengan
berbasis web.
3) Servis yang digunakan berdasarkan permintaan. Produsen
harus siap memberikan respon sesuai dengan permintaan
konsumen.
4) Sering dilakukan sistem pendekatan client-server.

c. Consumer to Consumer (C2C)


Dalam C2C seorang konsumen dapat menjual secara
langsung barangnya kepada konsumen lainnya, atau bisa disebut
juga orang yang menjual produk dan jasa ke satu sama lain.

d. Consumer to Business (C2B)


Customer to Busines adalah model bisnis dimana konsumen
(individu) menciptakan nilai, dan perusahaan mengkonsumsi nilai
ini. Sebagai contoh, ketika konsumen menulis review, atau ketika
konsumen memberikan ide yang berguna untuk pengembangan
produk baru, maka individu ini adalah yang menciptakan nilai bagi
perusahaan, jika perusahaan tersebut mengadopsi input-nya.5

C. Kelebihan dan Kekurangan E-Commerce

Pada dasarnya, bisnis online ini sama dengan bisnis offline seperti
biasanya. Hal yang membedakan keduanya hanya lokasi atau tempat bisnis
itu dijalankan. Dalam bisnis offline, terdapat toko atau tempat tetap yang
digunakan untuk menjual barang atau jasa, sedangkan bisnis online

5
Ibid., 36.

6
menggunakan media internet sebagai tempat berjualan sekaligus media
berpromosi. Antara pembeli dan penjual saling tak tatap muka dan transaksi
dilakukan atas dasar kepercayaan.

Adapun keuntungan yang di dapat oleh konsumen antara lain ialah


sebagai berikut:

1) Pembeli tidak perlu mendatangi toko untuk mendapatkan barang, cukup


terkoneksi dengan Internet, pilih barang dan selanjutnya melakukan
pemesanan barang, dan barang akan di antar kerumah.
2) Menghemat waktu dan biaya transportasi berbelanja, karena semua
barang belanjaan bisa dipesan melalui perantara media internet
khususnya situs yang menjual belikan barang apa yang ingin dibeli.
3) Pilihan yang ditawarkan sangat beragam, sehingga sebelum melakukan
pemesanan kita dapat membandingkan semua produk dan harga yang
ditawarkan oleh perusahaan.
4) Dengan perantara via internet pembeli dapat membeli barang di Negara
lain secara online.
5) Harga yang ditawarkan sangat komfetitif, karena tingkat persaingan
dari pelaku usaha melalui media internet sehingga mereka bersaing
untuk menarik perhatian dengan cara menawarkan harga serendah-
rendahnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa


keuntungan jual beli via internet tidak hanya didapatkan oleh konsumen,
penjual pun mendapatkan keuntunggan dimana penjual tidak perlu susah
payah dalam menyewa toko untuk menjual dagangannya, disamping itu
penjual dapat manfaakan teknologi dapat menjangkau kepada calon pembeli
di seluruh dunia, sehingga biaya promosi akan lebih efesien.6

Menurut Sofie, di samping keuntungan yang didapat penjual dan


pembeli, adapun kerugianya adalah sebagai berikut:

6
Tira Nur Fitria, “Jual Beli Online (Online Shop) Dalam Hukum Islam Dan Hukum
Negara,” Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam 3, no. 1 (March 2017): 56.

7
1) Produk tidak dapat dicoba. Dalam jual beli via internet produk yang
ditawarkan adalah bermacam-macam dan beragam. Akan tetaoi semua
produk tersebut tidak dapat dicoba. Dalam hal jual beli pakaian,
sesungguhnya pengecer online telah menyediakan ukuran. Pembeli
harus mempertimbangkan ukuran yang tercantum di toko berbasis web
seperti ukuran, tingkat kehalusan dan sebagainya.
2) Standar dari barang tidak sesuai. Salah satu kerugian yang di dapat
pembeli dalam jual beli via internet adalah barang tidak sama dengan
aslinya. Kesamaan dari barang foto/gambar yang kita lihat di sekitar
monitor tidak bisa seratus persen persis sama. Mungkin yang mirip
dengan barang awal hanya 75 sembilan puluh persen saja. Hal ini
disebabkan oleh pengaruh dari pencahayaan dan faktor lainnya.
3) Pengiriman mahal. Jual beli via internet yang terjadi melalui media
elektronik yang berjauhan tentunya produk yang dibeli tidak selalu
langsung kita dapat mengambil. Pemilik toko online masih memerlukan
jasa pengiriman, dan yang menentukan pengiriman produk yang
memiliki barang-barang tersebut pengiriman jasa JNE, TIKI, Pos
Indonesia, dan sebagainya.
4) Risiko penipuan. Dalam jual beli via intenet, toko berbasis web
memang rentanakan penipuan. Pastikan belanja di website online yang
dapat diandalkan. Bahayanya uang akan diteruskan ke penjual
meskipun produk tidak dikirim dan tidak pernah dikirimkan
selamanya.7

D. Tinjauan Hukum Islam terhadap E-Commerce

Bila dilihat dari sistemnya serta prinsip operasionalnya, maka e-


commerce atau e-business menurut kacamata fiqih kontemporer sebenarnya
merupakan alat, media, metode teknis ataupun sarana (wasilah) yang dalam
kaidah sayriah bersifat fleksibel, dinamis, dan variable. Hal ini termasuk
dalam kategori umurid dunya (persoalan teknis kedunawian) rasulullah

7
Ibid., 57.

8
pasrahkan sepenuhnya selama dalam koridor syarih kepada ummat islam
untuk menguasai dan memanfaatkannya demi kemakmuran bersama. Namun
dalam hal ini ada yang tidak boleh berubah atau bersifat konstan dan prinsipil,
yakni prinsip-prinsip syariah dalam muamalah tersebut yang tidak boleh
dilanggar dalam mengikuti perkembangan.8

Secara keseluruhan e-commerce tidak bertentangan dengan


syariat Islam, selama telah memenuhi hal-hal yang harus
terkandung di dalam suatu akad menurut hukum perikatan
Islam. Dengan kata lain, e-commerce dapat disahkan
transaksinya selama empat rukun dan syaratnya telah sesuai
dengan ketentuan dalam hukum perikatan Islam. Berikut ini
adalah penjelasan mengenai rukun dan syarat yang harus
dipenuhi dalam transaksi elektronik menurut fiqih.

1. Rukun E-Commerce menurut Fiqih


a. Rukun pertama jual beli dalam transaksi e-commerce. Eksistensi
merchant atau penjual dalam transaksi e-commerce adalah
institusi, toko online yang terpercaya, jelas keberadaanya baik dari
segi identitas pemilik maupun dari segi integritas atau
keterpercayaan dalam menjual produknya.
b. Rukun kedua: Obyek Transaksi e-commerce. Adapun obyek
transaksi dalam e-commerce adalah barang, jasa dan informasi
meskipun produk tersebut tidak disaksikan secara langsung dengan
mata kepala sendiri. Tapi hanya berupa gambar dari layar komputer
melalui internet, disertai deskripsi atau penjelasan mengenai
keberadaan barang tersebut., mulai dari merk, kuantitas (jumlah
barang), kualitas, harga barang, proses transaksinya, proses
pengiriman barang dan jumlah barang yang tersedia.
c. Rukun ketiga: ijab qabul e-commerce. Adapun mengenai ijab
qabul (pernyataan kehendak) dalam transaksi e-commerce adalah
dengan mengisi order form secara tertulis yang disediakan oleh
8
Triana Sofiani, “Transaksi E-Commerce: Perspektif Hukum Islam,” Jurnal Hukum Islam
IAIN Pekalongan 1, no. 1 (2020): 14.

9
pihak merchant (penjual) dan diisi oleh customers (pembeli) jika
pihak customers berminat terhadap salah satu produk yang
ditawarkan oleh pihak merchant, maka pihak customers
(pembeli) menyatakan kehendaknya dengan mengisis order form
yang disediakan oleh pihak merchant dengan mengklik piihan-
pilihan yang tersedian dalam order form tersebut, dan sebelum
terjadi transaksi pihak merchant memberikan kesempatan kepada
customer hak khiyar untuk melanjutkan transaksi atau tidak.
d. Rukun keempat: sigat ta'lik e-commerce. Selanjutnya mengenai
sigat ta'lik (pernyataan kerelaan) dari kedua belah pihak (penjual
dan pembeli) dalam e-commerce dapat dilihat pada saat transaksi
dilakukan.kerelaan dari semua pihak yang terkait (antaradin) yang
sesuai dengan surat an-Nisa/2: 29 dari sini kata “suka sama suka”
mengandung pengertian sukarela, tanpa adanya paksaan atau
tekanan.9

Berbagai rukun dan persyaratan sebagaimana dijelaskan


pada pada materi sebelumnya dapat terpenuhi dalam sebuah
transaksi elektronik via internet Tablet atau media online
lainnya. Hanya saja ada permasalahan pada syarat akad atau
transaksi harus satu majelis (ittihad al-majlis). Ulama
fikih kontemporer seperti Mustafa al-Zarqa dan Wahbah al-
Zuhaili berpandangan bahwa satu majelis tidak harus
diartikan hadir dalam satu lokasi atau sebuah tempat,
tetapi satu situasi dan kondisi, meskipun antara pihak
yang bertransaksi berjauhan, tetapi membicarakan obyek
yang sama. Terlebih dengan kecanggihan teknologi
telekomunikasi saat ini, di mana seseorang yang berlainan
tempat dan berjauhan bisa saling melihat gambar dan
mendengar suara secara langsung dengan jelas seakan

9
Fahmi Khalamillah, “Transaksi Jual Beli Online (E-Commerce) Dalam Perspektif Hukum
Islam,” Munich Personal RePEc Archive 1, no. 1 (2019): 8.

10
berhadapan langsung. Hal ini tentunya memenuhi kriteria
satu majelis dalam syarat sebuah transaksi jual beli.10

2. Syarat-syarat Keabsahan Jual Beli Online dalam Hukum Islam

Rasulullah mengisyaratkan bahwa jual beli itu halal


selagi suka sama suka (Antaradhin). Karena jual beli atau
berbisnis seperti melalui online memiliki dampak positif
karena dianggap praktis, cepat, dan mudah. Namun jual beli
lewat online harus memiliki syarat-syarat tertentu boleh
atau tidaknya dilakukan. Adapun syarat-syarat mendasar
diperbolehkannya jual beli lewat online diantaranya:

a. Tidak melanggar ketentuan syari’at agama, seperti


transaksi bisnis yang diharamkan, terjadinya
kecurangan, penipuan dan menopoli.
b. Adanya kesepakatan perjanjian diantara dua belah
pihak (penjual dan pembeli) jika terjadi sesuatu yang
tidak diinginkan antara sepakat (Alimdha’) atau
pembatalan (Fasakh). Sebagaimana yang telah diatur
didalam Fikih tentang bentuk-bentuk option atau
alternative dalam akad jual beli (Alkhiarat) seperti
Khiar Almajlis (hak pembatalan di tempat jika terjadi
ketidak sesuaian), Khiar Al’aib (hak pembatalan jika
terdapat cacat), Khiar As-syarath (hak pembatalan
jika tidak memenuhi syarat), Khiar
At-Taghrir/Attadlis (hak pembatalan jika terjadi
kecurangan), Khiar Alghubun (hak pembatalan jika
terjadi penipuan), Khiar Tafriq As-Shafqah (hak
pembatalan karena salah satu diantara duabelah pihak
terputus sebelum atau sesudah transaksi), Khiar Ar-
10
Imam Mustofa, Kajian Fikih Kontemporer, Jawaban Hukum Islam atas Berbagai
Problem Kontekstual Umat, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2017), h 107-108.

11
Rukyah (hak pembatalan adanya kekurangan setelah
dilihat) dan Khiar Fawat Alwashaf (hak pembatalan
jika tidak sesuai sifatnya).
c. Adanya kontrol, sanksi dan aturan hukum yang tegas
dan jelas dari pemerintah (lembaga yang berkompeten)
untuk menjamin bolehnya berbisnis yang dilakukan
transaksinya melalui online bagi masyarakat.

Jika bisnis lewat online tidak sesuai dengan syarat-


syarat dan ketentuan yang telah dijelaskan di atas, maka
hukumnya adalah “Haram” tidak diperbolehkan. Kemaslahatan
dan perlindungan terhadap umat dalam berbisnis dan usaha
harus dalam perlindungan negara atau lembaga yang
berkompeten. Agar tidak terjadi hal-hal yang membawa
kemudratan, penipuan dan kehancuran bagi masyarakat dan
negaranya.11

Dari berbagai penjelasan mengenai hukum jual beli


online dalam hukum Islam dapat disimpulkan bahwa jual beli
online dalam keabsahannya ditentukan dari terpenuhi atau
tidaknya syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh para
ulama. Hal ini tentunya membuktikan bahwa agama Islam
merupakan agama yang memiliki aturan yang fleksibel, dapat
berkembang sesuai dengan zaman, dengan tetap berpegang
teguh pada Al-Qur’an dan Hadits. Karena di era sekarang
ini permasalahan dalam kehidupan manusia juga semakin
kompleks seiring dengan perkembangan teknologi.

11
Tira Nur Fitria, “Bisnis Jual Beli Online (Online Shop) Dalam Hukum Islam Dan
Hukum Negara”, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam VOL. 03 NO. 01., 2017, (52-62), h 59-60.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

E-commerce adalah proses pembelian, penjualan, pentransferan atau


pertukaran produk baik barang, jasa, maupun informasi melalui jaringan
komputer atau sumber internet. Salah satu keuntungan penggunaan sumber
internet adalah pengiriman data dan informasi yang lebih cepat antara orang-
orang yang terlibat, dalam hal ini yang dimaksud adalah pihak penjual dan
pembeli.

Bila dilihat dari sistemnya serta prinsip operasionalnya, maka e-


commerce atau e-business menurut kacamata fiqih kontemporer sebenarnya
merupakan alat, media, metode teknis ataupun sarana (wasilah) yang dalam
kaidah sayriah bersifat fleksibel, dinamis, dan variable. Secara
keseluruhan e-commerce tidak bertentangan dengan syariat
Islam, selama telah memenuhi hal-hal yang harus terkandung
di dalam suatu akad menurut hukum perikatan Islam.
Dengan kata lain, e-commerce dapat disahkan transaksinya
selama empat rukun dan syaratnya telah sesuai dengan
ketentuan dalam hukum perikatan Islam.

B. Saran

Dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa


kekurangan dan kesalahan,baik dari segi penulisan maupun dari
segi penyusunan kalimatnya dan dari segi isi juga masih perlu
ditambahkan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kepada
para pembaca makalah ini agar dapat memberikan kritikan dan
masukan yang bersifat membangun.

13
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Tira Nur. “Jual Beli Online (Online Shop) Dalam Hukum Islam Dan
Hukum Negara.” Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam 3, no. 1 (March 2017).

Khalamillah, Fahmi. “Transaksi Jual Beli Online (E-Commerce) Dalam Perspektif


Hukum Islam.” Munich Personal RePEc Archive 1, no. 1 (2019).

Kurniawati, Annisa Dwi. “Transaksi E-Commerce Dalam Perspektif Islam.” El


Barka: Journal of Islamic Economic and Business 2, no. 1 (June 2019).

Mustofa, Imam. Kajian Fikih Kontemporer, Jawaban Hukum Islam atas


Berbagai Problem Kontekstual Umat, Yogyakarta: Idea Press
Yogyakarta, 2017.

Nugroho, Adi Sulistyo. E-Commerce Teori Dan Implementasi. Yogyakarta:


Ekuilibria, 2016.

Pradana, Mahir. “Klasifikasi Jenis-Jenis Bisnis E-Commerce Di Indonesia.”


Jurnal Neo-Bis 9, no. 2 (Desember 2015).

Sofiani, Triana. “Transaksi E-Commerce: Perspektif Hukum Islam.” Jurnal


Hukum Islam IAIN Pekalongan 1, no. 1 (2020).

14

Anda mungkin juga menyukai