Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK (E-COMMERCE)

Tugas Untuk memenuhi Nilai Mata Kuliah Hukum Bisnis Islam

Dosen Pengampu:
Saijun, S.E., M.M

Kelompok 9 :

Ayudiah Saputri A.H (501200433)


Merdiana Ferdila (501200425)
Riki Saputra (501200431)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2023

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil 'alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Tanpa pertolongan-nya tentunya penulis tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaituNabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafa’atnya di akhirat nanti. Penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah
SWT atas limpahan nikmat sehat-nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal
pikiran. Dantidaklupa pula penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak
Saijun, S.E., M.M Selaku dosen pengajar pada mata kuliah Hukum Bisnis Isam. Dan
terimakasih juga kepada semua pihak yang telah berkontribusi dan turut membantu
dalam proses penyusunan makalah ini.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari katasempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta sarandari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahanpada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Dansemoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca danbisabermanfaat
untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan. Terima kasih

Jambi 20 Juni 2023

Kelompok 9

ii
DAFTAR ISI

COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Konsep Umum E-Commerce 3
B. E-Commerce Dalam Tinjauan Hukum Perikatan Islam 9
BAB III PENUTUP 13
A. Kesimpulan 13
DAFTAR PUSTAKA 14

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, telah menciptakan
jenis-jenis dan peluang-peluang bisnis yang baru di mana transaksi-transaksi
bisnis makin banyak dilakukan secara elektronika. Sehubungan dengan
perkembangan teknologi informasi tersebut memungkinkan setiap orang
dengan mudah melakukan perbuatan hukum seperti misalnya melakukan jual-
beli. Perkembangan internet memang cepat dan memberi pengaruh signifikan
dalam segala aspek kehidupan kita. Internet membantu kita sehingga dapat
berinteraksi, berkomunikasi, bahkan melakukan perdagangan dengan orang
dari segala penjuru dunia dengan murah, cepat dan mudah. beberapa tahun
terakhir ini dengan begitu merebaknya media internet menyebabkan
banyaknya perusahaan yang mulai mencoba menawarkan berbagai macam
produknya dengan menggunakan media ini. Dan salah satu manfaat dari
keberadaan internet adalah sebagai media promosi suatu produk. Suatu
produk yang dionlinekan melalui internet dapat membawa keuntungan besar
bagi pengusaha karena produknya di kenal di seluruh dunia.

Penggunaan internet tidak hanya terbatas pada pemanfaatan informasi


yang dapat diakses melalui media ini, melainkan juga dapat digunakan
sebagai sarana untuk melakukan transaksi perdagangan yang sekarang di
Indonesia telah mulai diperkenalkan melalui beberapa seminar dan telah mulai
penggunaannya oleh beberapa perusahaan yaitu electronic commerce atau
yang lebih dikenal dengan E-Commerce, yang merupakan bentuk
perdagangan secara elektronik melalui media internet. E-Commerce pada
dasarnya merupakan suatu kontak transaksi perdagangan antara penjual dan
pembeli dengan menggunakan media internet. Jadi proses pemesanan barang

1
dikomunikasikan melalui internet.

Keberadaan E-Commerce merupakan alternatif bisnis yang cukup


menjanjikan untuk diterapkan pada saat ini, karena E-Commerce memberikan
banyak kemudahan bagi kedua belah pihak, baik dari pihak penjual
(merchant) maupun dari pihak pembeli (buyer) di dalam melakukan transaksi
perdagangan, meskipun para pihak berada di dua benua berbeda sekalipun.
Dengan E-Commerce setiap transaksi tidak memerlukan pertemuan dalam
tahap negoisasi. Oleh karena itu jaringan internet ini dapat menembus batas
geografis dan teritorial termasuk yurisdiksi hukumnya.

2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep umum tentang E-Commerce?
2. Bagaimana E-Commerce dalam tinjauan hukum perikatan islam?

3. Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui konsep umum tentang e-commerce
2. Dapat mengetahui dan memahami mengenai e-commerce dalam
tinjauan hukum perikatan islam

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Umum E-Commerce

Pengertian E-Commerce
Berkembang pesatnya teknologi di bidang informasi dan komunikasi di
dunia telah mempengaruhi berbagai aspek pada kehidupan manusia. Penetrasi
teknologi informasi saat ini memicu lahirnya banyak konsep terbaru pada
sebagian besar kegiatan manusia yang ada di masyarakat. Pemanfaatan
teknologi informasi kini tidak terbatas untuk kepentingan komunikasi saja,
akan tetapi dimanfaatkan juga dalam banyak hal termasuk kegiatan
perdagangan. Pemanfaatan teknologi informasi untuk perdagangan dikenal
dengan istilah electronic commerce (E-Commerce).1

Electronic commerce merupakan perpaduan dari dua kata dalam


bahasa Inggris, yaitu “electronic” dan “commerce”. Electronic atau sistem
elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur yang berfungsi
mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,
menampilkan, mengumumkan, mengirimkan dan/atau menyebarkan informasi
elektronik.2 Sedangkan pengertian “commerce” atau komersial dalam Kamus
Bahasa Indonesia adalah berhubungan dengan niaga atau perdagangan.3 Dari
dua kata tersebut apabila dipahami secara kesatuan, maka secara sederhana e-
commerce adalah kegiatan bisnis atau perdagangan yang menggunakan suatu

1
Abdul Hakim Barkatullah, “Hukum Transaksi Elektronik di Indonesia: Sebagai
Pedoman dalam Menghadapi Era Digital Bisnis E-Commerce di Indonesia”, 11.
2
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggara Sistem dan
Transaksi Elektronik (PSTE).
3
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, “Kamus Bahasa Indonesia”
(Jakarta: Balai Pustaka, 2008), 794.

3
sistem elektronik dan jaringan komputer (internet).4

Dalam UU ITE pengertian e-commerce disebut sebagai transaksi


elektronik. Pasal 1 angka 2 UU ITE menyebutkan bahwa transaksi elektronik
adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer,
jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Perbuatan hukum
adalah perbuatan subjek hukum yang ditujukan untuk menimbulkan akibat
hukum yang sengaja dikehendaki oleh subjek hukum, yaitu hak dan kewajiban
yang melekat pada pihak–pihak yang melakukan perbuatan hukum tersebut,
yang dalam hal ini adalah pihak konsumen dan pihak pelaku usaha.

Kalakota dan Whinston mendefinisikan electronic commerce dilihat


dari berbagai perspektifnya ialah sebagai berikut:5

a. Dari perspektif komunikasi, e-Commerce merupakan pengiriman


informasi, produk/layanan, atau pembayaran melalui lini telepon,
jaringan komputeratau sarana elektronik lainnya.

b. Dari perspektif proses bisnis, e-Commerce merupakan aplikasi


teknologi menuju otomatisasi transaksi dan aliran kerja perusahaan.

c. Dari perspektif layanan, e-Commerce merupakan satu alat yang


memenuhi keinginan perusahaan, konsumen dan manajemen dalam
memangkas service cost ketika meningkatkan mutu barang dan
kecepatan pelayanan.

d. Dari perspektif online, e-Commerce berkaitan dengan kapasitas jual


beli produk dan informasi di internet dan jasa online lainnya.

4
Abdul Hakim Barkatullah, “Hukum Transaksi Elektronik di Indonesia: Sebagai
Pedoman dalam Menghadapi Era Digital Bisnis E-Commerce di Indonesia”, 11.
5
Kalakota dan Whinston, “Frontiers of Electronic Commerce” (New York: Addision-
WesleyPublishing Company. Inc, 1996), 177.

4
Pada pengertian di atas, Kalakota dan Whinston mendefinisikan e-
commerce dalam arti yang sempit dan terbatas pada aspek-aspek tertentu.
Namun, jika mengacu pada kegiatan komersial secara umum, maka seharusnya
konsep e-commerce tidak terbatas pada kegiatan-kegiatan operasional
perusahaan saja.

Penggunaan sarana internet merupakan suatu kemajuan teknologi yang


dapat dikatakan menunjang secara keseluruhan spektrum kegiatan komersial.
Dari hal tersebut, Abdul Hakim Barkatullah mendefinisikan e-commerce
sebagai kegiatan- kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen, manufaktur,
services providers, dan pedagang perantara (intermediateries) dengan
menggunakan jaringan-jaringan komputer.6

Berangkat dari berbagai pemaparan di atas, penulis menyimpulkan


bahwa e- commerce merupakan bagian dari transaksi perdagangan melalui
sistem elektronik. Dengan demikian, e-commerce adalah suatu hubungan
perjanjian jual beli yang dilakukan melalui fasilitas jaringan internet (open
network) yang melibatkan pihak ketiga seperti provider sebagai penyedia jasa
layanan jaringan internet dan banksebagai sarana pembayaran.

2. Kontrak Pada E-Commerce


Pada prinsipnya, tranksaksi melalui media elektronik dengan transaksi
yang dilakukan secara konvensional adalah suatu model kontrak yang sama.
Hal ini dikarenakan keduanya merupakan kegiatan jual beli yang diatur secara
jelas dalam KUH Perdata sebagai salah satu perjanjian yang bernama.
Menurut Pasal 1457 Undang-Undang Hukum Perdata, jual beli adalah suatu
persetujuan yang mengikat pihak penjual berjanji menyerahkan suatu
barang/benda, dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri
berjanji untuk membayar harga. Menurut Hartono Soerjopraktijo, perjanjian

6
Abdul Hakim Barkatullah, “Hukum Transaksi Elektronik di Indonesia: Sebagai
Pedoman dalam Menghadapi Era Digital Bisnis E-Commerce di Indonesia”, 11

5
jual beli adalah suatu perjanjian di mana satu pihak mengikatkan diri untuk
menyerahkan (leveren) suatu barang (benda) dan pihak lain mengikatkan diri
untuk membayar harga yang disetujui bersama. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa jual beli online merupakan kegiatan jual beli yang dilakukan
secara virtual dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi komunikasi
seperti internet. Meskipun pada kegiatan jual beli online penggunaan istilah
perjanjian masih lebih sering digunakan ketimbang kontrak, namun nyatanya
istilah kontrak memiliki konteks yang lebih tepat dibandingkan perjanjian
yang memiliki arti yang lebih luas daripada kontrak. Secara umum, kontrak
adalah hubungan antara dua pihak atau lebih dalam bentuk kesepakatan.
Kontrak memiliki karakteristik lebih khusus karena adanya aspek keuntungan
komersial yang akan diperoleh kedua belah pihak.7 Adapun istilah perjanjian
mencakup berbagai macam bentuk kesepakatan lainnya termasuk yang bersifat
social agreement yang belum tentu menguntungkan kedua belah pihak secara
komersial. Dengan demikian, kontrak pada transaksi elektronik adalah
kesepakatan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih untuk melakukan transaksi
atau kegiatan lain yang memiliki nilai komersial dan dilakukan secara virtual
melalui media internet.8

Perbedaan yang mendasar antara kontrak jual beli biasa dengan jual
beli online adalah adanya penggunaan media teknologi komunikasi seperti
internet. Transaksi yang dilakukan melalui jaringan komputer dan internet
dikenal dengan kontrak elektronik. Kontrak elektronik sendiri sebenarnya
tidak memiliki banyak perbedaan khusus dengan kontrak pada umumnya,
hanya saja dikarenakan penggunaan medium perdagangan yang tidak terbatas

7
Zulham, “Hukum Perlindungan Konsumen Edisi Revisi” (Jakarta:
Kencana, 2013), 69.
8
Zulham, “Hukum Perlindungan Konsumen Edisi Revisi”, 69-70.

6
pada geografis (internet) menyebabkan adanya perbedaan dalam
9
pengaplikasiannya.

Di dalam setiap kontrak jual beli, baik secara konvensional maupun


online akan melalui 3 (tiga) rangkaian tahapan pelaksanaan dari kontrak yaitu:
(1) tahap pra contractual yaitu adanya penawaran dan penerimaan; (2) tahap
contractual yaitu adanya persetujuan pernyataan kehendak para pihak, dan; (3)
tahap post contractual yaitu pelaksanaan perjanjian.10
Tahapan pra contract dalam jual beli online didahului dengan penawaran jual
dan penerimaan beli. Penawaran dalam hukum positif Indonesia merupakan suatu
tawaran jika pihak lain menganggap atau memandangnya sebagai suatu tawaran,
suatu ajakan untuk masuk ke dalam suatu ikatan kontrak. Tawaran ini adalah
pernyataan mengenai syarat-syarat yang dikehendaki oleh penawar supaya mengikat,
jika suatu tawaran diterima sebagai adanya penawaran berarti persetujuan ini tercapai.
Namun perlu diingat, dalam proses penawaran pihak penjual harus memiliki itikad
baik dalam menyampaikan kebenaran informasi tentang barang yang
diperdagangkan.11

3. Pihak Dalam Transaksi Elektronik (E-commerce)


Para pihak pada transaksi melalui internet (jual beli online) sebenarnya
sama saja dengan kegiatan jual beli yang dilakukan secara konvensional yaitu
pihak penjualdan pembeli, yang menjadi perbedaannya adalah para pihak tidak
perlu bertemu secara langsung melainkan berkomunikasi melalui media
elektronik. Para pihak dalam dunia e-commerce lebih dikenal sebagai
merchant yang melakukan penjualan dan buyer yang berperan sebagai
pembeli. Selain pelaku usaha dan konsumen, dalam transaksi perdagangan
melalui media internet juga melibatkan provider sebagai penyedia jasa layanan

9
Munir Fuady, “Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global”
(Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2005), 20
10
H. Salim, “Perkembangan dalam Ilmu Hukum” (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2010), 164.
11
Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE)

7
jaringan internet dan bank sebagai sarana pembayaran.

Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dipahami bahwa jual beli


melalui internet mengindikasikan adanya pemanfaatan berbagai media dalam
menunjang proses transaksi tersebut. Dengan kata lain, selain merchant dan
buyer, ada pihak lain yang terlibat dalam jual beli melalui internet. Mansur dan
Gultom mengidentifikasikan para pihak dalam jual beli secara elektronik
sebagai berikut:

a. Penjual (merchant), yaitu perusahaan atau produsen yang menawarkan


produknya melalui internet.

b. Konsumen (buyer), yaitu orang–orang yang ingin memperoleh produk


(barang/jasa) melalui pembelian secara online. Konsumen yang akan
berbelanja di internet dapat berstatus perorangan atau perusahaan.

Acquirer, yaitu pihak perantara penagihan (antara penjual dan penerbit)


dan perantara pembayaran (antara pemegang dan penerbit). Perantara
penagihan adalah pihak yang meneruskan penagihan kepada penerbit
berdasarkan tagihan yang masuk kepadanya yang diberikan oleh
penjual barang atau jasa.

c. Issuer, yaitu perusahaan yang menerbitkan suatu kartu kredit yang


dapat digunakan oleh nasabah dari perusahaan tersebut. Di Indonesia
ada beberapa lembaga yang diizinkan untuk menerbitkan kartu kredit,
yaitu bank, lembaga keuangan bukan bank, perusahaan non bank, dan
perusahaan yang membuka cabang dari perusahaan induk yang ada di
luar negeri.

d. Certification Authorities, yaitu pihak ketiga yang netral yang


memegang hak untuk mengeluarkan sertifikasi kepada merchant,
kepada issuer dan dalam beberapa hal diberikan kepada card holde

8
B. E-Commerce Dalam Tinjauan Hukum Perikatan Islam
Transaksi jual beli secara elektronik, sama halnya dengan transaksi
jual beli biasa yang dilakukan di dunia nyata, dilakukan oleh para pihak yang
terkait, walaupun dalam jual beli secara elektronik ini pihak-pihaknya tidak
bertemu secara langsung satu sama lain, tetapi berhubungan melalui internet.
Pada dasarnya pihak-pihak dalam jual beli secara elektronik tersebut diatas,
masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Penjual/pelaku usaha/merchant
merupakan pihak yang menawarkan produk melalui internet, oleh karena itu,
seorang penjual wajib memberikan informasi secara benar dan jujur atas
produk yang ditawarkannya kepada pembeli atau konsumen. Disamping itu,
penjual juga harus menawarkan produk yang diperkenankan oleh undang-
undang, maksudnya barang yang ditawarkan tersebut bukan barang yang
bertentangan dengan peraturan perundang- undangan, tidak rusak ataupun
mengandung cacat tersembunyi, sehingga barang yang ditawarkan adalah
barang yang layak untuk diperjualbelikan. Dengan demikian transaksi jual
beli termaksud tidak menimbulkan kerugian bagisiapapun yang menjadi
pembelinya.

Jual beli secara elektronik pada kegiatan e-commerce menciptakan


sebuah sistem ekonomi baru yang di dalamnya menghubungkan antara
produsen, penjual, dan konsumen melalui sebuah teknologi yang tidak
pernah dilakukan sebelumnya. Transaksi antar negara yang dilakukan via
internet ini telah memunculkan pertanyaan bagi sebagian besar muslim
mengenai kesesuaian transaksi ini dengan hukum dan aturan yang berlaku
dengan syariat Islam, terutama dengan hukum jual-beli dalam muamalat
maliyah. E-commerce yang tidak dilakukan dengan tatap muka (face to face)
secara langsung antara penjual dan pembeli ini bertentangan dengan rukun
dan syarat sah jual beli yang dikenal dengan literatur fiqh klasik.

Transaksi jual beli e-commerce, penawaran dilakukan oleh penjual

9
atau pelaku usaha melalui website pada internet. Penjual atau pelaku usaha
menyediakan storefront yang berisi katalog produk dan pelayanan yang akan
diberikan. Masyarakat yang memasuki website pelaku usaha tersebut dapat
melihat-lihat barang yang ditawarkan oleh penjual. Penawaran dalam sebuah
website biasanya menampilkan barangbarang yang ditawarkan, harga, nilai
rating atau poll otomatis tentang barang yang diisi oleh pembeli sebelumnya,
spesifikasi barang termaksud dan menu produk lain yang berhubungan. e-
commerce terjadinya penawaran apabila seseorang menggunakan media
internet untuk berkomunikasi baik via email atau chating untuk memesan
barang yang diinginkan

Bila dilihat dari sistem operasionalnya, maka e-commerce menurut


kacamata fikih kontemporer merupakan alat, media, metode teknis ataupun
sarana (wasilah) yang dalam kaidah syari‟ah bersifat flesibel, dinamis, dan
variable. Hal ini termasuk unmurid dunya (persoalan teknis keduniawian)
selama dalam koridor syari‟ah kepada umat islam untuk menguasai dan
memanfaatkan perkembangan zaman demi kemakmuran bersama. Menurut
kaidah fikih sebagaimana dikemukakan oleh Wahbah Zuhaili bahwa prinsip
dasar dalam transaksi muamalah dan persyaratannya yang terkait dengannya
adalah boleh selama tidak dilarang oleh syari‟ah atau bertentangan dengan
dalil. Oleh karena itu, hukum transaksi dengan menggunakan media e-
commerce adalah boleh berdasarkan prinsip maslahah karena akan
kebutuhan manusia dengan kemajuan teknologi ini dengan berusaha
memperbaiki dan menghindari kelemahan dan penyimpangan teknik dari
syari‟ah. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa mekanisme yang dibuat
manusia tidak luput dari kelemahan dan selama masih relative aman dan
didukung oleh upaya-upaya pengaman hal itu dapat ditolelir berdasarkan
prinsip toleransi syariah dalam muamalah dan kaidah fiqih: adh-dhararu
yuzal mudarat harus dihilangkan. Dan jual beli tersebut harus sah menurut

10
syarat dan rukun syari‟ah Islam, jika tidak maka jual beli yang rusak atau
batal akan menghalangi kepemilikan, sebab larangan tersebut berarti tidak
boleh menurut syara‟ maka sesuatu yang illegal (ghairu al-masyru‟) tidak
dapat dimiliki oleh pembeli Berdasarkan tuntunan ajaran Islam, setiap usaha
harus dilakukan menurut ketentuan hukum yang berlaku agar tidak ada
kelompok atau pihak yang dirugikan. Untuk itulah, usaha atau kegiatan
bisnis tidak boleh menyimpang dari syariat Islam maupun ketentuan umum
yang berlaku dalam suatu negara. Setiap usaha yang merugikan seseorang
atau melanggar undang-undang akan dikenakan sanksi, sedangkan dalam
Islam transaksi dianggap batal (tidak sah).

Transaksi e-commerce yang dilakukan via internet, tanpa tatap muka


secara langsung antara penjual dan pembeli menjadi permasalahan pada
kesesuaian dan keshahihan akadnya menurut perspektif fiqih muamalat. Dari
penelurusan terhadap beberapa literatur mengenai mekanisme akad dan
pembayaran, maka transaksi e-commerce dianggap sesuai dengan akad jual
beli yang umum dalam syariat Islam.

Hal ini dipertegas oleh pendapat para ulama kontemporer dalam


Majmu‟ Fatawa bahwa transaksi e-commerce tidak menyalahi syariat selama
tidak merugikan salah satu pihak dan memenuhi rukun dan syarat sah jual
beli dalam Islam. Asal dari setiap kegiatan muamalat adalah mubah
(diperbolehkan), hingga ada hal yang mengubahnya. Dalam hal ini, baik
transaksi e-commerce maupun jual beli tradisional tidak dilarang sesuai
dengan firman Allah dalam Al Quran Surat Al-Jumuah ayat 10 yang artinya
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi;
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung”. Berdasarkan Tafsir Al-Wajiz oleh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhail,
maka jika selesai kalian dari mengerjakan shalat wahai orang-orang yang
beriman; bertebaranlah di muka bumi untuk berikhtiar dan berdagang, dan

11
carilah rezeki Allah dengan usaha dan amal, dan ingatlah Allah dengan
banyak berdzikir pada segala kondisi kalian dan janganlah perdaganganmu
melalikan dari dzikir kepada Allah, dan barangsiapa yang banyak mengingat
Allah maka dia adalah orang-orang yang beruntung, menang dengan
kemenangan yang besar.

Meskipun tidak dilakukan secara langsung, namun dengan


mekanisme dan deskripsi yang rinci serta seluruh kesepakatan yang telah
disetujui kedua belah pihak maka dalam hal ini internet bisa dianggap
sebagai majelis dimana penjual dan pembeli bertemu dan melaksanakan
akad. Mengenai sighat, meskipun tidak dilakukan secara verbal (lisan),
namun kesepakatan pembeli dengan meng-klik „accept‟ bisa dianggap
sebagai qabul dan dianggap sah sesuai dengan Ijma.

12
BAB III
PENUTUP

E-commerce merupakan sebuah sistem yang dibangun dengan tujuan


untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam berbisnis dengan
memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan kualitas dari
produk/service dan informasi serta mengurangi biaya-biaya yang tidak
diperlukan sehingga harga dari produk/service dan informasi tersebut dapat
ditekan sedemikian rupa tanpa mengurangi dari kualitas yang ada.

Di dalam setiap kontrak jual beli, baik secara konvensional maupun


online akan melalui 3 (tiga) rangkaian tahapan pelaksanaan dari kontrak
yaitu: (1) tahap pra contractual yaitu adanya penawaran dan penerimaan; (2)
tahap contractual yaitu adanya persetujuan pernyataan kehendak para pihak,
dan; (3) tahap post contractual yaitu pelaksanaan perjanjian.

Bila dilihat dari sistem operasionalnya, maka e-commerce menurut


kacamata fikih kontemporer merupakan alat, media, metode teknis ataupun
sarana (wasilah) yang dalam kaidah syari‟ah bersifat flesibel, dinamis, dan
variable. Hal ini termasuk unmurid dunya (persoalan teknis keduniawian)
selama dalam koridor syari‟ah kepada umat islam untuk menguasai dan
memanfaatkan perkembangan zaman demi kemakmuran bersama. Menurut
kaidah fikih sebagaimana dikemukakan oleh Wahbah Zuhaili bahwa prinsip
dasar dalam transaksi muamalah dan persyaratannya yang terkait dengannya
adalah boleh selama tidak dilarang oleh syari‟ah atau bertentangan dengan
dalil. Oleh karena itu, hukum transaksi dengan menggunakan media e-
commerce adalah boleh berdasarkan prinsip maslahah karena akan
kebutuhan manusia dengan kemajuan teknologi ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hakim Barkatullah, “Hukum Transaksi Elektronik di Indonesia: Sebagai


Pedoman dalam Menghadapi Era Digital Bisnis E-Commerce di Indonesia”
H. Salim, “Perkembangan dalam Ilmu Hukum” (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2010), 164.
Kalakota dan Whinston, “Frontiers of Electronic Commerce” (New York: Addision-
Wesley Publishing Company. Inc, 1996), 177.
Munir Fuady, “Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global”
(Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2005),
Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE)
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggara Sistem dan
Transaksi Elektronik (PSTE).
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, “Kamus Bahasa Indonesia”
(Jakarta: Balai Pustaka, 2008), 794.

Zulham, “Hukum Perlindungan Konsumen Edisi Revisi” (Jakarta: Kencana, 2013)


Zulham, “Hukum Perlindungan Konsumen Edisi Revisi”, 69-70.

14

Anda mungkin juga menyukai