Disusun Oleh :
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat dan atas
segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas yang berbentuk makalah ini sesuai dengan waktu yang telah
direncanakan.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada banginda Nabi Besar
Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya yang selalu eksis membantu
perjuangan beliau dalam menegakkan Dinullah di muka bumi ini.
Penyusunan makalah ini adalah merupakan salah satu tugas dari “Mata Kuliah Aspek
Hukum Dalam Ekonomi”. Dalam penulisan makalah ini, tentu banyak pihak yang telah
memberikan bantuan baik moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada rekan-rekan Mahasiswa yang telah
membantu memberikan masukan dalam Makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran
dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan selanjutnya.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulisdan para
pembaca pada umumnya.
KATA PENGANTAR…………………………………………………… 1
DAFTAR ISI…………………………………………………………….. 2
BAB I : PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG………………………………………… 3
B. RUMUSAN MASALAH..……………………………………. 4
BAB II : ISI / PEMBAHASAN
A. PERJANJIAN DALAM PERDAGANGAN.............………… 5
B. LEGALITAS PERJANJIAN PERDANGAN....……………… 7
BAB III : PENUTUP
A. KESIMPULAN...……………………………………………… 12
DAFTAR PUSTAKA..…………………………………………………… 13
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Semakin konvergennya (keterpaduan) perkembangan Teknologi Informasi dan
Telekomunikasi dewasa ini, telah mengakibatkan semakin beragamnya pula aneka
jasa-jasa (features) fasilitas telekomunikasi yang ada, serta semakin canggihnya
produk-produk teknologi informasi yang mampu mengintegrasikan semua media
informasi. Di tengah globalisasi komunikasi yang semakin terpadu (global
communication network) dengan semakin populernya Internet seakan telah membuat
dunia semakin menciut (shrinking the world) dan semakin memudarkan batas-batas
Negara berikut kedaulatan dan tatananan masyarakatnya. Ironisnya, dinamika
masyarakat Indonesia yang masih baru tumbuh dan berkembang sebagai masyarakat
industri dan masyarakat Informasi, seolah masih tampak prematur untuk mengiringi
perkembangan teknologi tersebut. (Group Riset UI, 1999: 1). Komputer sebagai alat
Bantu manusia dengan didukung perkembangan teknologi informasi telah membantu
akses ke dalam jaringan public (public network) dalam melakukan pemindahan data
dan informasi. Dengan kemampuan komputer dan akses yang semakin berkembang
maka transaksi perdagangan pun dilakukan di dalam jaringan komunikasi tersebut.
Jaringan public mempunyai keunggulan dibandingkan dengan jaringan privat dengan
adanya efisiensi biaya dan waktu. Hal ini membuat perdagangan dengan transaksi
elektronik (Electronic Commerce) menjadi pilihan bagi para pelaku bisnis untuk
melancarkan transaksi perdagangannya karena sifat jaringan public yang mudah
untuk diakses oleh setiap orang ataupun perusahaan.
Sementara itu pola dinamika masyarakat Indonesia khususnya pemerintah
sebagai lembaga yang mempunyai otoritas membuat regulasi akan masih bergerak tak
beraturan ditengah keinginan untuk mereformasi semua bidang kehidupannya dua
ketimbang suatu pemikiran yang handal untuk merumuskan suatu kebijakan ataupun
pengaturan yang tepat untuk itu.Meskipun masyarakat telah banyak menggunakan
produk-produk teknologi informasi dan jasa telekomunikasi dalam kehidupannya
khususnya dalam perdagangan, tetapi bangsa Indonesia secara garis besar masih
merabaraba dalam mencari suatu kebijakan public atau regulasi dalam membangun
suatuinfrastruktur yang handal (National Information Infrastructure) dalam
menghadapi infrastruktur informasi global (Global Information Infrastructure)
Nusantara (21, 1999: 61). Beberapa pembahasan tentang telematika dan cyberlaw
telah banyak dibahas, namun demikian RUU tentang Informasi elektronik dan
transaksi elektronik belum disahkan sebagai hukum positif bagi aspek hukum
transaksi elektronik dalam hokum perdagangan di Indonesia .
B. RUMUSAN MASALAH
Media elektronik di dalam tulisan ini untuk sementara hanya difokuskan dalam
hal penggunaan media internet, mengingat penggunaan media internet yang saat ini
paling populer digunakan oleh banyak orang, Selain merupakan hal yang bisa
dikategorikan sebagai hal yang sedang ‘booming’. Begitu pula perlu digaris bawahi,
dengan adanya perkembangan teknologi di masa mendatang, terbuka kemungkinan
adanya penggunaan media jaringan lain selain internet dalam ecommerce.
Penggunaan internet dipilih oleh kebanyakan orang sekarang ini karena kemudahan-
kemudahan yang dimiliki oleh jaringan internet :
Dari apa yang telah diuraikan di atas, dengan kata lain; di dalam transaksi
elektronik (electronic commerce), para pihak yang melakukan kegiatan
perdagangan/perniagaan hanya berhubungan melalui suatu jaringan publik (public
network) yang dalam perkembangan terakhir menggunakan media internet. Hal ini
menimbulkan konsekuensi bahwa E-commerce yang dilakukan dengan koneksi ke
internet adalah merupakan bentuk transaksi beresiko tinggi yang dilakukan di media
yang tidak aman. Kelemahan yang dimiliki oleh internet sebagai jaringan public yang
tidak aman tersebut telah dapat diminimalisasi dengan adanya penerapan teknologi
penyandian informasi (Crypthography). Electronic data transmission dalam transaksi
elektronik (commerce) disekuritisasi dengan melakukan proses enkripsi (dengan
rumus algoritma) sehingga menjadi cipher/locked data yang hanya bias dibaca/dibuka
dengan melakukan proses reversal yaitu proses dekripsi sebelumnya yang telah
banyak diterapkan dengan adanya sistem sekuriti seperti SSL, Firewall. Perlu
diperhatikan bahwa, kelemahan hakiki dari open network yang telah dikemukakan
tersebut semestinya dapat diantisipasi atau diminimalisasi dengan adanya system
pengamanan jaringan yang juga menggunakan kriptografi terhadap data dengan
menggunakan sistem pengamanan dengan Digital Signature (Arianto Mukti
Wibowo,1998). Digital Signature selain sebagai system tekhnologi pengamanan
berfungsi pula sebagai suatu prosedur tekhnis untuk melakukan kesepakatan dalam
transaksi elektronik atau standart prosedur suatu perjanjian dalam transaksi elektronik
, dari proses penawaran hingga kesepakatan yang di buat para pihak (Group Riset
FIKom.UI,1999: 3).
Dalam perspektif hukum, suatu perikatan adalah suatu hubungan hokum antara
subyek hukum antara dua pihak, berdasarkan mana satu pihak berkewajibanatas suatu
prestasi sedangkan pihak yang lain berhak atas prestasi tersebut. Karena perjanjian
sebagai sumber perikatan maka sahnya perjanjian menjadi sangat penting bagi para
pihak yang melakukan kegiatan perdagangan. Menurut pasal 1320 KUHPerdata
sahnya suatu perjanjian meliputi syarat subyektif dan syarat obyektif ( Subekti, 1996:
1). syarat subyektif adalah :
1. Kesepakatan
2. Kecakapan (bersikap tindak dalam hukum) untuk membuat suatu
perikatan.
Syarat sahnya perjanjian kesepakatan antara para pihak untuk mengikatkan diri
dalam suatu perjanjian atau perikatan. Kesepakatan inilah yang menjadikan perbuatan
tersebut dapat dilaksanakan kedua belah pihak tanpa adanya paksaan dan kewajiban
yang mutlak setelah perjanjian ini disepakati, sehingga ini akan melahirkan sebuah
konsekuensi hukum bagi keduanya untuk mentaati dan melaksanakannya dengan
sukarela. Berkaitan dengan perikatan yang lahir berdasarkan perjanjian, J.Satrio
mengatakan bahwa perjanjian adalah sekelompok/sekumpulan perikatan-perikatan
yang mengikat para pihak dalam perjanjian yang bersangkutan, sehingga apabila
salah satu pihak dengan sengaja atau terbukti sengaja melakukan hal-hal yang
merugikan pihak lain, dapat diupayakan hukum untuk meminta pihak yang
bersangkutan ( J Satrio, 1995: 6).
Pesan Presiden Clinton di atas sedikit banyak menekankan pada suatu bentuk
baru perdagangan global yang menggunakan tekhnologi tinggi , dimana hal ini perlu
didukung oleh pemerintah dengan mengajak bersama para pengguna electronic
commerce membuat suatu kesepakatan tentang sebuah tatanan kerjasama yang baru
dalam electronic commerce (A Framework for Global Electronic Commerce). Karena
kegiatan Electronic Commerce yang diatur dalam UNCITRAL Model Law on
Electronic Commerce 1996 (adalah salah satu produk dari UNCITRAL) maka,
sekiranya tersebut, UNCITRAL Model Law on 5 Electronic Commerce1996 dapat
digunakan sebagai "pegangan" atau kepastian dalam transaksi perdagangan
internasional di Electronic Commerce. Beberapa hal yang perlu digaris bawahi tentang
UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce 1996 seperti yang dikutip dari US
Framework for Global Electronic Commerce 1997 adalah “ Internationlly, the United
Nations Commision on International Trade Law ( UNCITRAL ) , has completed work
on a model law that supports the commercial used of internatonal contracts in
electronic commerce . This model law establishes rules and norms that validate and
recognize contract fromed through electronic means , sets default rules for contract
formation and governance of electronic contract performance, defines the
characteristicof a valid electronic writing and an original document ,provides far the
acceptability of electronic signatures for legal and
commercial purposes and support the admission of computer evidence in court and
arbitration proceedings“ (UNCITRAL Model Law EC, 1996: 3).
Dari uraian kutipan tersebut terdapat penekanan pada validity and recoqnition
of electronic contract performance ( keabsahan serta pengakuan terhadap bentuk
kontrak elektronis ) dimana dapat diambil beberapa issues (Richard Hill and Ian
Walden, 1996: 1), yaitu : a. “Writing required” (tulisan yang dikehendaki atau
dibutuhkan); b. “Signature required” ( tanda tangan yang dikehendaki )
a) Bentuk tulisan
b) Tanda tangan
Tanda tangan dalam model hukum secara eksplisit memberikan solusi teknis
yang pas dan sama nilai legalnya dengan tandatangan tradisional, yang dalam maksud-
maksud tertentu para pihak bias menyetujuinya jika mereka mau. Teknologi
tandatangan elektronik masa depan ini dapat diperkenalkan sebagai teknologi yang
cocok, tanpa harus mengubah undang-undang. Ketentuanketentuan pasal 7 dalam
model hokum berhubungan erat dengan praktik yang sedang berlangsung (Richard
Hill and Ian Walden, 1996:7). Article 7. Signature (1) Where the law requires a
signature of a person, that requirement is met in relation to a data message if:
a) a method is used to identify that person and to indicate that person's approval
of the information contained in the data message
b) that method is as reliable as was appropriate for the purpose for which the
data message was generated or communicated, in the light of all the
circumstances, including any relevant agreement.
Selain itu tekhnologi digital signaturetersebut mampu menjamin keutuhan isi data
(dokument) perjanjian transaksi perdagangan, sehingga masing-masing pihak tidak
bias mengingkari isi perjanjian yang telah disepakati, karena teknologi tersebut
mempunyai beberapa sifat : (Arianto Mukti Wibowo, et. All., :1)
KESIMPULAN
Arrianto Mukti Wibowo, Tanda tangan digital & sertifikat digital: Apa itu? 1998
Artikel Infokomputer edisi Internet Juni 1998
Budi Sutedjo S., Internet lahirkan cara dagang secara electronik, bulletin jendela
informatika,vol 1, no. 2, edisi desember 1999
http://www.jus.uio.no/lm/un.electronic.commerce.model.law.1996/
Richard hill and Ian Walden The Draft UNCTRAL Model Law for Electronic
Commerce ; isues andsolutions, terjem. Oleh M. fajar dipublikasikan maret 1996, hal
1 lihat