DISUSUN OLEH :
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “PERMASALAHAN
HUKUM DAN TEKNOLOGI” tepat pada waktunya.
Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Pendidikan
Pancasila yang diberikan oleh Ibu Paradika Anggeni M.Pd. Dalam penyusunan makalah ini,
Penyusun
I
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Permasalahan Hukum Dan Teknologi ....................................................... 3
Kesimpulan .......................................................................................... 5
Saran .......................................................................................... 6
II
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1. Bagaimana peranan TI (Teknologi Informasi) sebagai alat bukti dalam penyelesaian perkara
pidana?
2. Bagaimana kedudukan hukum mengenai keterangan saksi ahli TI (Teknologi Informasi)
dalam menyelesaikan perkara pidana?
3. Bagaimana kendala aparat penegak hukum dalam pelaksanaan Undang Undang nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik?Permasalahan kasus-kasus hukum
apakah terkait dengan perlindungan hak cipta di internet?
C. TUJUAN
Tujuan penelitian harus dinyatakan dengan jelas dan ringkas, karena hal yang demikian akan
dapat memberikan arah pada penelitian yang dilakukan. Berdasarkan pada latar belakang dan
permasalahan yang diuraikan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk :
a) Untuk mengetahui peranan TI (Teknologi Informasi) sebagai alat bukti dalam penyelesaian
perkara pidana.
b) Untuk mengetahui kedudukan hukum mengenai keterangan saksi ahli Teknologi Informasi
dalam pembuktian di sistem Peradilan Pidana.
c) Untuk menambah pengetahuan bagi aparat penegak hukum dalam pelaksanaan Undang
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Permasalahan hukum di Indonesia seakan tak ada habisnya, bahkan di jaman yang semakin
maju seperti saat ini hukum Indonesia belum mampu menunjukan kemampuan bentuk
penyimpangan social yang signifikan.Hal ini dapat terlihat jelas dari beberapa kasus
permasalahan hukum yang terkadang tak ada habisnya dan tak memiliki solusi yang
tepat.Banyak oknum-oknum tertentu yang terkadang menjadikannya sebagai alat rekayasa untuk
pembenaran atas kesalahan yang terjadi.Hal ini membuat masyarakat Indonesia sendiri tidak
terlalu mempercayai hukum yang berlaku di Indonesia saat inPemanfaatan Teknologi Informasi,
media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia
secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan perubahan
sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat.
Cyber Law adalah aspek hukum yang istilahnya berasal dari Cyberspace Law, yang ruang
lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek
hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet/elektronik yang dimulai pada
saat mulai “online” dan memasuki dunia cyber atau maya. Pada negara yang telah maju dalam
penggunaan internet/elektronik sebagai alat untuk memfasilitasi setiap aspek kehidupan mereka,
perkembangan hukum dunia maya sudah sangat maju.
Jonathan Rosenoer (1997) membagi ruang lingkup Cyber Law dalam beberapa hal
diantaranya: Copyright (hak cipta), Trademark (hak merek), Defamation (pencemaran nama
baik), Hate Speech (penistaan, penghinaan, fitnah), Hacking, Viruses, Illegal Access,
(penyerangan terhadap komputer lain), Regulation Internet Resource (pengaturan sumber daya
internet), Privacy (kenyamanan pribadi), Duty Care (kehati-hatian), Criminal Liability (kejahatan
menggunakan IT), Procedural Issues (yuridiksi, pembuktian, penyelidikan, dll.), Electronic
Contract (transaksi elektronik), Pornography, Robbery (pencurian lewat internet), Consumer
Protection (perlindungan konsumen), dan E-Commerce, E-Government (pemanfaatan internet
dalam keseharian).
Cyber Law sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, maupun
penanganan tindak pidana. Cyber Law akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan
hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan
pencucian uang dan kejahatan terorisme. Dengan kata lain, Cyber Law diperlukan untuk
menanggulangi kejahatan Cyber.
Cyber Law penting diberlakukan sebagai hukum di Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh
perkembangan zaman. Menurut pihak yang pro terhadap Cyber Law, sudah saatnya Indonesia
memiliki Cyber Law, mengingat hukum-hukum tradisional tidak mampu mengantisipasi
perkembangan dunia maya yang pesat.
Salah satu contoh kasus dalam kejahatan cyber adalah kasus yang dialami oleh Wakil Ketua
MPR periode 2009-2014 Lukman Hakim Saifuddin, di mana e-mail beliau dibajak oleh
seseorang untuk mendapatkan kepentingan dengan sejumlah uang dengan mengirimkan surat
kepada kontak-kontak yang ada di e-mail milik beliau.Lukman Hakim Saifuddin memiliki hak
sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (“UU ITE”) yang mengatakan bahwa “setiap orang yang dilanggar haknya
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang
ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.”
Dengan hak yang telah disebutkan di atas, Lukman Hakim Saifuddin berhak untuk
mengajukan gugatan yang berdasarkan pada Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang berbunyi, “setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik”, di mana hal tersebut
merupakan perbuatan yang dilarang. Sejalan dengan itu, pelaku dapat dikenakan pidana sesuai
ketentuan Pasal 45A UU ITE yang berbunyi, “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).”
Dalam kasus yang menimpa Lukman Hakim Saifuddin tersebut, pelaku kejahatan dunia
maya yang membajak e-mail beliau juga dapat diterapkan dengan pelanggaran Pasal 378 KUHP
tentang penipuan yang berbunyi, “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat
(hoendanigheid) palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, mengerakkan
orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun.”
Internet sebagai sebuah temuan teknologi pada abad 21 ini merupakan suatu hal yang sangat
luar biasa.internet membuat umat manusia di seluruh dunia dapat melakukan komunikasi
lintas batas tanpa suatu hambatan yang berarti.Hal ini berbeda ketika komunikasi tersebut di
lakukan secara fisik.Hadirnya teknologi internet ini ternyata telah mendorong perubahan
sikap dan perilaku manusia.Hal mana manusia dengan dengan di fasilitasi teknologi ini ada
kecenderungan melakukan tindakan-tindakan diluar batas kewajarannya sebagai manusia.Di
samping itu,terkadang melalui pemanfaatan teknologi internet ini,manusia menjadi berlaku
sewenang-wenang terhadap hak-hak orang lain,bahkan dapat di maknai melanggar hukum
dalam perspektif hukum konvesional.
Salah satu sikap dan perilaku manusia yang berubah itu adalah berhubungaan dengan
pengunaan atau pemanfaatan berbagai informasi yang tersedia di internet.Sebagaimana di
ketahui,di internet tersedia berbagai informasi.informasi ini terkadang masuk rumusan atau
kualifikasi hasil oleh fikir.manusia yang di lindungi oleh hukum.Contohnya,tulisan yang
berbentuk elektronik,gambar,grafik,logo dagang,domain name yang kesemuanya berbentuk
elektronik.
Dalam realitasnya,informasi dalam jenis ini acapkali di salah gunakan dalam bentuk di
copy,ditransimisikan,didistribusikan dan di umumkan dengan “klaim”seolah-olah informasi
tersebut di miliki olehnya.Hal yang sangat fatal manakala tindakan tersebut akhirnya
menimbulkan kasus, Hal ini sebagaimana diungkapkan pada tulisan
sebelumnya.Akibatnya,banyak creator atau penghasil informasi elektronik dalam jenis ini
merasa resah dan khawatir apabila perbuatan tersebut terus-terusan di lakukan,maka akan
mematikan berbagai kreativitas yang selama ini ada internet.Oleh sebab itu maka berbagai
cara atau solusi di upayakan untuk dapat meminimalisir tindakan dari pengunaan
internet.Adapun cara-cara yang dilakukan,misalnya melalui pendekatan penerapan hukum
konvesional.di mana perbuatan di atas di coba di selesaikan melalui penegakan hukum
konvensional.
4
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
2. SARAN
1.Penyidik dalam proses penyidikan selama belum dirumuskannya ketentuan mengenai siapa
yang berwenang melakukan penanganan dokumen dan/atau informasi elektronik sebagai alat
bukti elektronik dan bagaimana penanganan dokumen dan/atau informasi elektronik sebagai alat
bukti elektronik dilakukan disarankan untuk melakukan upaya optimalisasi dilingkungan internal
masing-masing. Terutama melakukan optimalisasi dengan mempersiapkan SOP internal guna
memberikan pedoman ataupun tata cara dalam melakukan penyidikan penyebaran berita bohong
sebagai salah satu bentuk cyber crime.
2. Pihak-pihak (stakeholder) terkait terutama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai legistalor
dan bersama penyidik POLRI serta penyidik PNS harus segera merumuskan ketentuan terkait
siapa yang berwenang melakukan penanganan dokumen dan/atau informasi elektronik sebagai alat
bukti elektronik dengan dan bagaimana penanganan dokumen dan/atau informasi elektronik
sebagai alat bukti elektronik dilakukan. Ketentuan terkait kewenangan dan penanganan ini dapat
dilakukan dengan perubahan ketentuan khusus yang ada dalam dalam UU ITE dan dengan
melakukan perubahan atas ketentuan umum yang telah ada yaitu dalam perubahan KUHAP dan
UU Kepolisian sebagai dasar kewenangan penyidik POLRI.Kiranya formulasi ketentuan
menegenai landasan kewenangan dan penanganan ini perlu diatur secara lebih spesifik dan tegas
dalam sebuah undang-undang dan peraturan teknis internalkelembagaan penyidikan keren. dalam
penyidikan cyber crime ini sangat dekat bahkan bersinggungan dengan hak asasi manusia,
khususnya hak privasi. 5.
DAFTAR PUSTAKA
https://www-dslalawfirm-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.dslalawfirm.com/cyber
. www.dslalawfirm.com%2Fcyber-law%2F https://www.neliti.com/id/publications/84135/hukum-dan-
teknologi-model-kolaborasi-hukum-dan-teknologi-dalam-kerangka-perlindu
http://eprints.ums.ac.id/30305/2/