Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HUKUM TEKNOLOGI INFORMASI

KETENTUAN DAN SANKSI PIDANA DALAM UU ITE

Dosen Pengampu :
Wiwin Guanti, MH

OLEH:

DEDI YANSYAH
NIM. 302.2019.015
Semester : V
Kelompok : 11

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN
SAMBAS
2021 M/ 1442 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Hukum Teknologi Informasi program studi Hukum
Teknologi Informasi. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada
junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga maupun para
pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Penulis menyadari dalam penulisan
makalah ini masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
ini menjadi lebih baik lagi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Wiwin Guanti, MH selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Teknologi
Informasi yang telah mempercayakan dan memberi penulis tugas makalah ini.
Semoga makalah ini bisa bermanfat bagi penulis dan pembaca.

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman :
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian UU ITE..............................................................................2
B. Pasal – Pasal Dalam UU ITE...............................................................2
C. Contoh Kasus Dan Penyelesaiannya Dalam UU ITE..........................3
1. Penerapan Sanksi Terhadapat Pelaku Tindak Pidana
Pencemaran Nama Baik Melalui Jejaring Sosial...........................3
2. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Dalam Penerapan
Sanksi Terhadap Pelaku Pencemaran Nama Baik Melalui
jejang Sosial...................................................................................5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................7
B. Saran....................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini, terdapat beberapa hal yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan suatu individu dalam masyarakat. Salah satu dari beberapa hal
tersebut adalah teknologi informasi. Teknologi informasi atau yang dalam
bahasa Inggris dikenal sebagai information technology adalah istilah umum
untuk teknologi apa pun yang membantu manusia dalam membuat,
mengubah, menyimpan, mengomunikasikan, dan/atau menyebarkan
informasi.
Individu-individu yang hidup di masyarakat pada umumnya sangat
dependen pada teknologi informasi dalam kesehariannya. Sebagai contoh,
tidak banyak orang yang dapat melalui kesehariannya tanpa memegang
ponsel. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi informasi sudah menjadi suatu
hal yang vital dalam kehidupan manusia.
Semakin besar pengaruh teknologi informasi dalam kehidupan manusia,
maka semakin besar pula risiko teknologi informasi untuk disalahgunakan.
Pada realitanya, banyak hal buruk yang dapat terjadi melalui teknologi
informasi. Oleh karena itu, pemerintah merasa bahwa teknologi informasi
tidak hanya perlu diperhatikan, tetapi juga perlu diatur dalam hukum.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan
permasalahannya sebagai berikut :
1. Apa pengertian UU ITE ?
2. Apa saja pasal – pasal dalam UU ITE ?
3. Apa contoh kasus dan penyelesaiannya dalam UU ITE ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian UU ITE
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik merupakan Undang-
undang yang mengatur tentang Informasi Elektronik dan Transaksi
Elektronik. Informasi Elektronik diartikan sebagai satu atau sekumpulan data
elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik
(electronic mail/e-mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf,
tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang
memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Sedangkan Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan
dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media
elektronik lainnya.1

B. Pasal – Pasal Dalam UU ITE


Keberadaan UU ITE ini memang diperlukan dalam kehidupan manusia,
terlebih lagi dengan adanya perkembangan zaman yang cukup pesat. Namun
dengan segala fungsi dan tujuan diundangkannya UU ITE, masih terdapat
persoalan-persoalan dalam isinya. Sejak UU ITE disahkan, kasus – kasus
pidana penghinaan yang melibatkan pengguna internet di Indonesia mulai
naik secara signifikan.
Persoalannya, Indonesia memiliki kondisi geografis yang menjadi
tantangan tersendiri untuk meningkatkan akses keadilan terhadap para
tersangka/terdakwa. Selain persoalan kondisi geografis tersebut ketersediaan
advokat/pengacara yang memahami persoalan – persoalan internet juga tidak
cukup banyak khususnya pengacara yang memberikan nuansa hak asasi
manusia dalam kasus – kasus pidana tersebut.

1
Agustan, Tinjauan Yuridis Tentang Pembuktian Tindak Pidana Pemerkosaan, Fakultas
Hukum Universitas Tadulako
3

Berdasarkan laporan dari Institute for Criminal Justice Reform, terdapat


problematika pada Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (1) UU ITE, karena
sejumlah istilah dalam pasal tersebut, seperti mendistribusikan dan transmisi,
merupakan istilah teknis yang dalam praktiknya tidak sama di dunia teknologi
informasi dan dunia nyata. Model rumusan delik dalam Pasal 27 ayat (3) ko.
Pasal 45 ayat (1) UU ITE membawa konsekuensi tersendiri karena pada
praktiknya pun Pengadilan memutuskan secara berbeda-beda terhadap
rumusan delik tersebut.
Berdasarkan paparan dari Southeast Asia Freedom of Expression Network,
beberapa persoalan terhadap UU ITE adalah Pasal 27 hingga Pasal 29 UU
ITE dalam bab Kejahatan Siber, dan juga Pasal 26, Pasal 36, Pasal 40, dan
Pasal 45. Persoalan yang terdapat di antaranya adalah mengenai penafsiran
hukum, dimana rumusan pasal-pasal dalam UU ITE tersebut tidak ketat
(karet) dan tidak tepat serta menimbulkan ketidakpastian hukum (multitafsir).
Selain itu, pada penerapannya, kurangnya pemahaman Aparat Penegak
Hukum di lapangan. Yang terakhir adalah dampak sosial yang ditimbulkan,
dimana pasal-pasal tersebut dapat menimbulkan konsekuensi negatif seperti
ajang balas dendam, barter kasus, serta menjadi alat shock therapy dan
memberi chilling effect.2

C. Contoh Kasus Dan Penyelesaiannya Dalam UU ITE


1. Penerapan Sanksi Terhadapat Pelaku Tindak Pidana Pencemaran
Nama Baik Melalui Jejaring Sosial
Salah satu perbuatan pidana yang sering mengundang perdebatan
di tengah masyarakat adalah pencemaran nama baik. Dalam peraturan
perundangundangan di Indonesia, pencemaran nama baik diatur dan
dirumuskan dalam Pasal 310 KUHP. yang terdiri dari 3 (tiga) ayat. Dalam
ayat (1) dinyatakan bahwa barangsiapa sengaja menyerang kehormatan
atau nama baik seseorang, dengan menuduh sesuatu hal, yang maksudnya
terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran,

2
Andi Hamza, 1994, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.
4

dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling
banyak tiga ratus rupiah.
Selanjutnya ayat (2) menyatakan bahwa apabila perbuatan tersebut
dilaku- kan dengan tulisan atau gambaran yang di- siarkan, dipertunjukan
atau ditempelkan di muka umum, maka yang bersalah, karena
pencemaran tertulis, diancam pidana pen- jara paling lama satu tahun
empat bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. Sebaliknya, ayat
(3) menegaskan bahwa tidak merupakan pencemaran atau pencemaran
tertulis, jika perbuatan terang dilakukan demi kepentingan umum atau
karena terpaksa untuk bela diri.3
Berdasarkan rumusan pasal di atas dapat dikemukakan bahwa
pencemaran nama baik bisa dituntut dengan Pasal 310 ayat (1) KUHP,
apabila perbuatan tersebut harus dilakukan dengan cara sedemikian rupa,
sehingga dalam perbuatannya terselip tuduhan, seolaholah orang yang
dicemarkan (dihina) itu telah melakukan perbuatan tertentu, dengan
maksud agar tuduhan itu tersiar (diketahui oleh orang banyak). Perbuatan
yang dituduhkan itu tidak perlu perbuatan yang menyangkut tindak
pidana (menipu, menggelapkan, berzina dan sebagainya), melainkan
cukup dengan perbuatan biasa seperti melacur di rumah pelacuran.
Meskipun perbuatan melacur tidak merupakan tindak pidana, tetapi cukup
memalukan pada orang yang bersangkutan apabila hal tersebut
diumumkan. Tuduhan itu harus dilakukan dengan lisan, karena apabila
dilakukan dengan tulisan atau gambar, maka perbuatan tersebut
digolongkan pencemaran tertulis dan dikenakan Pasal 310 ayat (2)
KUHP.
Kejahatan pencemaran nama baik ini juga tidak perlu dilakukan di
muka umum, cukup apabila dapat dibuktikan bahwa terdakwa mempunyai
maksud untuk menyiarkan tuduhan tersebut. Pencemaran nama baik
(menista) sebenarnya merupakan bagian dari bentuk penghinaan yang
diatur dalam Bab XVI KUHP. Pengertian “penghinaan” dapat ditelusuri

3
Arief, B.N. 2003. Kapita Selekta Hukum Pidana. PT Citra Aditya Bakti. Bandung,
5

dari kata “menghina” yang bearti “menyeran kehormatan dan nama baik
seseorang”. Korban penghinaan tersebut biasanya merasa malu,
sedangkan kehormatan di sini hanya menyangkut nama baik dan bukan
kehormatan dalam pengertian seksualitas. Perbuatan yang menyinggung
ranah seksualitas termasuk kejahatan kesusilaan dalam Pasal 281-303
KUHP.
Penghinaan dalam KUHP terdiri dari pencemaran atau pencemaran
tertulis (Pasal 310), fitnah (Pasal 311), penghinaan ringan (Pasal 315),
mengadu dengan cara memfitnah (Pasal 317) dan tuduhan dengan cara
memfitnah (Pasal 318). Pengaturan pencemaran nama baik dapat
ditemukan pula dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informai dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Ketentuan pasal tersebut melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa
hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Selanjutnya dalam Pasal 45 ayat (1) UU ITE mengancam setiap orang
yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) UU
ITE dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp1 miliar.4

2. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Dalam Penerapan Sanksi


Terhadap Pelaku Pencemaran Nama Baik Melalui jejang Sosial
Berbagai kasus yang muncul sejak adanya UU ITE, telah menyasar
pada penggunaan berbagai medium dalam sistem informasi dan perangkat
elektronik, yang tidak terbatas pada media yang kemungkinan bisa
diakses publik atau ‘di muka umum’, tetapi melalui medium lainnya yang
lebih personal. Hampir keseluruhan medium tersebut dapat dijerat dengan
UU ITE, diantaranya: (i) pemberitaan di media online, (ii) forum diskusi
online, (iii) Facebook, (iv) Twitter, (v) blog, (vii) surat elektronik (email),

4
Cohen, J. Mutz, D., Price, V., & Gunther, A. 1988.
6

(viii) Pesan Pendek/SMS, (ix) menggunakan compact disk/CD, (x) status


di BBM, (xi) medium untuk melakukan advokasi, dan lain sebagainya.
Segala pendapat, opini, ekspresi, yang dilakukan dengan sengaja
atau tidak, ditujukan untuk menghina dan mencemarkan atau bukan,
dilakukan secara privat atau publik, dapat menjadi sasaran tuduhan
penahanan dan pemenjaraan. Publik jadi semakin takut berbicara,
mengemukakan pendapat, melakukan kritik kepada pemerintah dan
aparatnya, termasuk komplain kepada buruknya pelayanan badanbadan
pemerintah dan swata melalui medium internet dan sarana elektronik
lainnya.
Penguraian pengadilan atas unsur-unsur tindak pidana Pasal 27 (3)
UU ITE, sebagai berikut: (i) setiap orang, (ii) dengan segaja dan tanpa
hak, (iii) mendistribusikan dan /atau mentransmisikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, dan
(iv) memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.5

5
Barda Nawawi Arif, 2010, Strategi Penanggulangan Kejahatan Telematika, Yogyakarta -
Atma Jaya,
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kehadiran internet telah membuka cakrawala baru dalam kehidupan
manusia. Internet merupakan sebuah ruang informasi dan komunikasi yang
menjanjikan menembus batas-batas antar negara, penyebaran dan
pertukaranilmu serta gagasan di kalangan ilmuwandan cendekiawan di
seluruh dunia. Internet membawa kemajuan kepada ruang dunia baru yang
tercipta yang dinamakan cyberspace yaitu sebuah dunia komunikasi berbasis
komputer.
Teknologi internet semakin menjadikan dunia seolah tiada batas. Semua
orang yang mempunyai kesempatan untuk menyuarakan opininya dapat
menggunakan internet tanpa hambatan. Dengan internet setiap pengguna
internet dapat berkomunikasi dengan pengguna lainnya di seluruh dunia, baik
untuk bertukar informasi data, berita, sertadapat mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan baru, dengan cepat, praktis dan murah. Walaupun ada
banyak manfaat disadari internet juga dapat membawa masalah ,seperti
pengguna dapat mencemarkan nama baik seseorang atau lembaga, dapat
memberi informasi yang tidak selalu benar.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis yakin bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, sehingga mengharapkan kepada para pembaca untuk
memberikan kritik dan saran yang membangun agar penulis mendapatkan
membelajaran baru. Dan semoga makalah ini dapat menjadi tempat
mendapatkan ilmu pengetahuan baru.
DAFTAR PUSTAKA

Agustan, Tinjauan Yuridis Tentang Pembuktian Tindak Pidana Pemerkosaan,


Fakultas Hukum Universitas Tadulako
Andi Hamza, 1994, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.
Arief, B.N. 2003. Kapita Selekta Hukum Pidana. PT Citra Aditya Bakti. Bandung,
Cohen, J. Mutz, D., Price, V., & Gunther, A. 1988.
Barda Nawawi Arif, 2010, Strategi Penanggulangan Kejahatan Telematika,
Yogyakarta - Atma Jaya,
Budi Agus Riswandi, Hukum dan Internet di Indonesia, VII Press, Yogyakarta,
2003.
Cohen, J. Mutz, D., Price, V., & Gunther, A. 1988. Perceived Impact of
Defamation an Experiment on Third Person Effects. Public Opinion
Quarterly.
Fuad, 2007, Pengantar Hukum Pidana, UPT. Penerbitan Universitas
Muhammadiyah Malang, Malang.
Erwin, J.G. 2000. Can Deterrence Play a Positive Role in Defamation Law. The
Review of Litigation. 19 (3).
Garner, B.A. 1999.Black’s Law Dictionary. 7th edition. West Group. ST. Paul.
MINN.
Hiariej, E.O.S. 2009. Asas Legalitas dan Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana.
Erlangga. Jakarta. Hiariej, E.O.S. 2009. Memahami Pencemaran Nama
Baik.

Anda mungkin juga menyukai