MAKALAH
Disusun Oleh:
Kelompok 5
Aska Diana Maulidia (21382072002)
Nurul Iman Adianta (21382071068)
Toiburrahman (21382071069)
FAKULTAS SYARI’AH
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur senentiasa kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul “ Alat Bukti Elektronik Dalam
Hukum Acara Pidana”.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ………………………………………………...……..……12-13
B. Saran..............................................................................................................13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembuktian memiliki peranan kunci dalam proses pengadilan. Hasil dari proses
pembuktian ini menentukan apakah seseorang dinyatakan bersalah atau tidak dalam
pengadilan. Jika alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang tidak cukup untuk
membuktikan kesalahan seseorang, maka orang tersebut akan dibebaskan dari
hukuman. Sebaliknya, jika kesalahan dapat dibuktikan, maka orang tersebut akan
dianggap bersalah dan dikenai hukuman. Oleh karena itu, penting untuk
1
mempertimbangkan secara cermat masalah pembuktian ini, terutama dalam kasus
tindak pidana korupsi yang memerlukan dasar hukum yang kuat untuk mengakui alat
bukti yang sah.1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
1
Rivan Nelson, Maarthen Y. Tampanguma, Reymen M. rewah, “Analisis yuridis mengenai pembuktian
informasi electronic (digital Evidence) Sebagai Alat Bukti Yang Sah dalam Hukum Acara Pidana”.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Terobosan terbaru dari perkembangan alat bukti berupa alat bukti elektronik dapat
dilihat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-Undang itu
merupakan jawaban dari permasalahan utama dalam perkembangan kejahatan yang
berbasis teknologi informasi (cybercrime) dan mampu mengakomodasi alat bukti yang
paling diperlukan dalam kejahatan itu, yaitu alat bukti elektronik berupa informasi
elektronik dan dokumen elektronik.3
2
M. Yahya Harahap, “Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang
Pengadilan, Banding, Kasasi, Dan Peninjauan Kembali)” (Jakarta: Sinar Grafika, 2012). Hlm.273.
3
Alcadini Wijayanti, Pujiono & Bambang Dwi Baskoro. “Perkembangan Alat Bukti Dalam Pembuktian
Tindak Pidana Berdasarkan Undang-Undang Khusus Dan Implikasi Yuridis Terhadap KUHAP”
Diponegoro Law Review, (Online). (Vol. I, No. 4. 2012) Hal. 3
3
kejahatan suatu tindak pidana yang dilaksanakan lewat media elektronik. Respon tanggap
yang cukup baik sejak tahun 2008 dengan melakukan pengaturan perundang-undangan UU
ITE. Tujuannya untuk penggunaan kemajuan teknologi yang dapat digunakan secara sinkron
pada ketetapan yang ada di undang-undang.4 Undang-undang tersebut dibuat untuk
mencegah kejahatan terhadap kasus/perkara siber (cybercrime) dan sampai sekarang masih
sangat diperlukan (urgent) sebagai dasar untuk mengambil sebuah keputusan (decision
maker) dalam menanggulangi kejahatan siber agar dapat mengetahui modus dan
karakteristik pelaku serta modus yang dipergunakan. Terobosan UU ITE ini membawa
perubahan yang signifikan dalam dunia peradilan, yakni terobosan baru dalam alat bukti
elektronik, walaupun didalam KUHAP belum mengatur tetapi UU ITE memperbolehkan dan
mensyahkan alat bukti elektronik di muka persidangan.
4
Sujamawardi, Lalu Heru. "Analisis Yuridis Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik." Dialogia Iuridica: Jurnal Hukum Bisnis dan Investasi 9, no. 2 (2018): 86.
5
Tumiwa, Natalia Maria. "Tinjauan Hukum Pembuktian Dalam Hukum Acara Pidana” LEX PRIVATUM
9, No. 4 (2021): 256.
4
signifikan yang dapat membuat seseorang bisa bertukar komunikasi melalui sosial media
seperti Facebook, Twitter, Instagram, maupun alat komunikasi canggih lainnya.6
1. Alat bukti petunjuk berupa elektronik dan hasil cetak menerangkan hasil bukti
hukum yang sah pada proses peradilan.
2. Alat bukti serta hasil cetak elektronik sebagai halnya yang dimaksud pada ayat
(1) sah dijadikan selaku bukti tepat dengan KUHAP yang sah di Indonesia.
6
Suhariyanto, Budi. "Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime): Urgensi Pengaturan dan Celah
Hukumnya." (2012), 1
7
Hanafi, Hanafi, and Muhammad Syahrial Fitri. "Implikasi Yuridis Kedudukan Alat Bukti Elektronik
Dalam Perkara Pidana Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU XIV/2016." Al-Adl: Jurnal
Hukum 12, no. 1 (2020): 109.
5
petunjuk bukti elektronik tak bisa dihadirkan jadi alat petunjuk dimuka pada saat proses
diperadilan.8
Alat bukti elektronik adalah perangkat atau sistem yang digunakan dalam
proses hukum untuk mengumpulkan, menyimpan, atau menghasilkan bukti elektronik
dalam suatu perkara hukum. Alat bukti elektronik sering digunakan dalam kasus-
kasus yang melibatkan bukti digital, seperti pesan teks, email, dokumen elektronik,
rekaman suara, atau data elektronik lainnya. Tujuan utama alat bukti elektronik
adalah untuk memastikan bahwa bukti elektronik yang digunakan dalam pengadilan
dapat diandalkan, otentik, dan dapat diterima secara hukum.
8
Hanafi, Hanafi, and Muhammad Syahrial Fitri. Lanjutan, Hal 111
9
Sumber Chat GPT “Pengertian Alat Bukti Elektronik dalam Pandangan Hukum Acara Pidana”
(Diakses pd tgl 6 Okt 2023)
6
penanggulangan kejahatan siber. Hal ini memungkinkan kita untuk memahami modus
operandi dan karakteristik pelaku kejahatan.10
Bagi dunia peradilan alat bukti elektronik memang sudah menjadi kebutuhan yang sangat
penting apalagi secara zaman telah mengalami pergeseran kearah yang lebih modern dan
serba elektronik, baik itu informasi,dokumen atau hasil cetak yang melahirkan
pengembangan dari hukum acara di Indonesia. Alat bukti elektronik ini secara absah/valid
10
Ramiyanto. "Bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana." Jurnal Hukum
dan Peradilan 6, no. 3 (2017): 469.
11
Manope, Indra Janli. "Kekuatan Alat Bukti Surat Elektronik Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana." Lex
Crimen 6, no. 2 (2017): 111.
7
untuk menjadi alat bukti yang kuat selama proses persidangan pidana. Penggunaan secara
elektronik merupakan ketentuan yang telah diatur kedalam UU ITE. Bukti elektronik
pertama kali diatur pada Tahun 1997 yaitu pada ketentuan undang-undang No. 8 Tahun
1997 tentang Dokumen Perusahaan. Tetapi pada pengaturan perundang-undangan ini tidak
menyebutkan secara tegas kata bukti elektronik, namun didalam pasal 15 disebutkan bahwa
data yang disimpan dalam microfilm atau media lainnya dianggap dalam bukti yang sah.
microfilm memiliki fungsi sama dengan surat. Hal ini juga kembali ditegaskan pada saat
disahkannya undang-undang ITE dalam Pasal 5 menerangkan alat bukti petunjuk elektronik
diakui selaku bukti yang tidak dapat didatangkan di pengadilan. Pada pelaksanaan acara
pidana segala petunjuk alat bukti mempunyai kemampuan untuk melakukan pembuktian
setara, tak ada bukti yang lebih kuat semua dianggap sama, dan di dalam alat bukti pidana
tidak mengenal istilah hierarki.12
Apabila dilihat dari UU ITE yang tidak mengatur secara jelas perihal syarat formil untuk
mengajukan alat bukti elektronik itu sendiri, seperti contohnya alat bukti seperti surat
elektronik. Jika surat elektronik ini diajukan sebagai salah satu alat bukti dimuka
persidangan apakah ada upaya kepastian bahwa surat elektronik memang untuk melindungi
keutuhan, keaslian, keotentikan, serta kerahasian surat secara elektronik sangat rentan
dapat diubah, di retas, serta terjadinya pemalsuan. Penetapan bukti elektronik selaku bukti
yang sah serta dapat diterima dipengadilan yang sudah diatur kedalam ketentuan UU ITE,
saat ini belum bisa dikatakan mampu untuk menjalankan keperluan praktik diperadilan,
sebab masih menyesuaikan pengaturan yang ada dalam tataran hukum materiil. Melihat
pelaksanaan peradilan didasari oleh hukum yang secara resmi mengikat, bahwa penyusunan
bukti elektronik (selaku alat bukti yang bersifat valid dan mengikat ketika dihadirkan ke
12
Isma, Nur Laili, and Arima Koyimatun. "Kekuatan pembuktian alat bukti informasi elektronik pada
dokumen elektronik serta hasil cetaknya dalam pembuktian tindak pidana." Jurnal Penelitian Hukum
Gadjah Mada 1, no. 2 (2014): 112.
8
pengadilan) pada hukum formal/hukum acara masih begitu dibutuhkan untuk mencapai
terjadinya kepastian hukum.13
C. Prosedur Autentik Alat Bukti Elektronik Pada Hukum Acara Pidana
Dalam perkara Tindak Pidana Umum, ketentuan mengenai alat bukti informasi
elektronik belum diatur secara khusus dalam KUHAP, sehingga Hakim harus melakukan
penemuan hukum untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum. Hakim sebagai aparat
penegak hukum yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara tidak boleh menolak
perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan Undang undangnya tidak lengkap atau
tidak jelas, sehingga Hakim dapat menggunakan metode argumentasi karena KUHAP belum
mengatur secara khusus mengenai ketentuan bukti elektronik. Dalam hukum pembuktian
pidana di Indonesia, secara yuridis belum mengakomodasikan dokumen atau informasi
dalam bentuk elektronik sebagai alat bukti dalam penyelesaian sengketa melalui Pengadilan.
Di masa lalu alat bukti yang dapat diterima di pengadilan terbatas pada alat-alat bukti yang
bersifat materiil, yaitu alat bukti yang dapat dilihat dan diraba dan sesuai Pasal 184 KUHAP,
alat bukti yang diperkenankan dalam Hukum Acara Pidana yaitu Keterangan Saksi,
Keterangan Ahli, Surat, Petunjuk, dan Keterangan Terdakwa. Secara tertulis seluruh alat
bukti yang disebutkan dalam KUHAP tersebut tidak mengakomodir alat bukti informasi
elektronik. 14
Untuk memudahkan dalam proses pembuktian di persidangan, alat bukti informasi
elektronik tidak diperlukan bentuk aslinya (soft copy), yang diperlukan hanya hasil
cetakannya (print out). Namun tidak menutup kemungkinan juga bentuk aslinya ditampilkan
dalam persidangan. Hal ini mengacu kepada Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang No.11 Tahun
2008. Mengenai aspek keaslian dari hasil cetakan (printout) informasi elektronik, hakim
akan menanyakan kepada terdakwa atau korban mengenai informasi elektronik tersebut
13
Ardwiansyah, Bayu. "Keabsahan Penggunaan Tanda Tangan Elektronik Sebagai Alat Bukti Menurut
Undang–Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik." Lex Privatum 5,
no. 7 (2017): 89
14
Kekuatan Nilai Pembuktian Terhadap Alat bukti informasi elektronik Dalam Penanganan Tindak
Pidana,” Kejaksaan Republik Indonesia : https://www.kejaksaan.go.id/unit_kejaksaan.php?idu=28
&idsu=35&id=4183. 06 Okt 2023.
9
apakah terdapat perbedaan dari bentuk aslinya, jika terdakwa atau korban mengakui bahwa
surat elektronik tersebut sama dengan aslinya atau tidak terdapat perbedaan maka
informasi elektronik tersebut telah memenuhi aspek keaslian sebagai alat bukti dan menjadi
alat bukti yang sah. Apabila salah satu pihak tidak mengakuinya, maka diperlukan
keterangan ahli untuk menentukan sah atau tidaknya hasil cetak dari surat elektronik
tersebut, dan keterangan ahli tersebut akan menjadi dasar pertimbangan hakim dalam
menentukan sah atau tidaknya hasil cetak (printout) surat elektronik sebagai alat bukti
dalam persidangan. Keterangan ahli mengenai alat bukti informasi elektronik ini dapat
dibagi menjadi 2 (dua), yaitu ahli digital forensik dan ahli hukum. Keduanya memiliki tugas
yang berbeda, diamana ahli digital forensik lebih fokus pada memeriksa keabsahan dari alat
bukti sedangkan ahli hukum lebih fokus pada tindak pidana maupun pasal apa yang
dilanggar oleh pelaku yang terdapat dalam alat bukti tersebut.
Pada hakekatnya, dalam hukum acara pidana, kekuatan semua alat bukti dalam
pembuktian itu sama, tidak ada satu melebihi yang lain seperti kedudukan alat bukti dalam
pemeriksaan tindak pidana. Alat bukti dalam hukum acara pidana tidak mengenal hierarki.
Hanya saja ada ketentuan-ketentuan yang mensyaratkan keterkaitan antara bukti yang satu
dengan bukti yang lain. Oleh karena itu dalam hukum acara pidana terdapat bukti yang
bersifat pelengkap. Alat bukti informasi elektronik dan dokumen elektronik seperti yang
terdapat dalam Pasal 108 huruf (b) UU Keimigrasian sangat rentan untuk dimanipulasi,
sehingga keaslian alat bukti informasi elektronik dan dokumen elektronik serta autentifikasi
digital forensik sangat penting dalam pembuktian. File asli dari sebuah hasil cetak haruslah
dijamin keasliannya untuk menghindari adanya perubahan (editing) karena pada dasarnya
sebuah data digital itu rentan oleh perubahan dari apapun maupun siapapun. Oleh karena
itu dalam pembuktian ini perlu ketelitian dan kecermatan khusus baik dari pihak penyidik
dan ahli dalam membuktikan suatu alat bukti informasi elektronik.15
Dapat disimpulkan bahwa dalam hal kekuatan pembuktian, hakim memiliki peranan
penting dalam menilai kekuatan dari alat bukti informasi elektronik. Meskipun telah
15
Budy Mulyawan, “KEKUATAN ALAT BUKTI INFORMASI ELEKTRONIK DALAM PENYIDIKAN TINDAK
PIDANA KEIMIGRASIAN” Jurnal Politeknik (JIKH Vol. 12 No.1 Maret 2018), 107 - 118
10
dijelaskan sebelumnya bahwa dalam pembuktian pidana tidak mengenal hierarki alat bukti
atau pembuktian bebas. Hakim memiliki hak untuk menilai alat bukti yang dihadirkan dalam
persidangan. Hakim terikat dengan minimum pembuktian yaitu dalam menjatuhkan
putusan hakim harus berdasarkan 2 alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 183
KUHAP. Dalam Pasal 5 Ayat 3 UU ITE sendiri menyebutkan bahwa keabsahan alat bukti
informasi elektronik ini diakui oleh hakim apabila menggunakan Sistem Elektronik yang
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UU ITE, yaitu yang memenuhi
persyaratan minimum sebagai berikut:
a. dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan
Perundang-undangan;
b. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan
keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik
tersebut;
c. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan
Sistem Elektronik tersebut;
d. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa,
informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan
dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan
e. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan,
dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.16
16
, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal. 16
Indonesia. 116
11
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
13
DAFTAR PUSTAKA
Alcadini Wijayanti, Pujiono & Bambang Dwi Baskoro. “Perkembangan Alat Bukti Dalam
Pembuktian Tindak Pidana Berdasarkan Undang-Undang Khusus Dan Implikasi
Yuridis Terhadap KUHAP” Diponegoro Law Review, (Online). (Vol. I, No. 4. 2012)
Ardwiansyah, Bayu. "Keabsahan Penggunaan Tanda Tangan Elektronik Sebagai Alat Bukti
Menurut Undang–Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik." Lex Privatum 5, no. 7 (2017).
Hanafi, Hanafi, and Muhammad Syahrial Fitri. "Implikasi Yuridis Kedudukan Alat Bukti
Elektronik Dalam Perkara Pidana Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
20/PUU XIV/2016." Al-Adl: Jurnal Hukum 12, no. 1 (2020).
Isma, Nur Laili, and Arima Koyimatun. "Kekuatan pembuktian alat bukti informasi
elektronik pada dokumen elektronik serta hasil cetaknya dalam pembuktian tindak
pidana." Jurnal Penelitian Hukum Gadjah Mada 1, no. 2 (2014).
Kekuatan Nilai Pembuktian Terhadap Alat bukti informasi elektronik Dalam Penanganan
Tindak Pidana,” Kejaksaan Republik Indonesia :
https://www.kejaksaan.go.id/unit_kejaksaan.php?idu=28 &idsu=35&id=4183. 06
Okt 2023.
Manope, Indra Janli. "Kekuatan Alat Bukti Surat Elektronik Dalam Pemeriksaan Perkara
Pidana." Lex Crimen 6, no. 2 (2017).
Ramiyanto. "Bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana." Jurnal
Hukum dan Peradilan 6, no. 3 (2017).
Sujamawardi, Lalu Heru. "Analisis Yuridis Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik." Dialogia Iuridica: Jurnal Hukum Bisnis dan
Investasi 9, no. 2 (2018).
14
Suhariyanto, Budi. "Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime): Urgensi Pengaturan
dan Celah Hukumnya." (2012).
Sumber Chat GPT “Pengertian Alat Bukti Elektronik dalam Pandangan Hukum Acara
Pidana” (Diakses pd tgl 6 Okt 2023)
Tumiwa, Natalia Maria. "Tinjauan Hukum Pembuktian Dalam Hukum Acara Pidana” LEX
PRIVATUM 9, No. 4 (2021).
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal. 16
Indonesia.
Jawaban dari Azka : Dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana),
alat bukti elektronik diatur dalam Pasal 184B hingga Pasal 184I. Sedangkan terkait
Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), ketentuan mengenai alat
bukti elektronik terdapat dalam beberapa pasal, antara lain Pasal 5 dan Pasal 10.
Dalam prakteknya, pemanfaatan alat bukti elektronik harus memenuhi standar
keabsahan, integritas, otentik, dan reliabilitas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penggunaan teknologi informasi dan elektronik diatur untuk mendukung
keberlanjutan proses hukum.
2. Pertanyaan dari Basori : Apa peran utama alat bukti elektronik dalam hukum
acara pidana?
Jawaban dari Zainal Abidin : Alat bukti elektronik memiliki peran utama dalam
hukum acara pidana sebagai bukti yang digunakan untuk mendukung atau
menyanggah suatu tuntutan hukum. Alat bukti elektronik dapat berupa pesan teks,
email, rekaman video, atau data elektronik lainnya yang digunakan untuk
membuktikan keberadaan fakta atau kejadian dalam suatu perkara pidana.
Penggunaan alat bukti elektronik memerlukan ketentuan dan prosedur khusus guna
memastikan keabsahan dan keandalannya di pengadilan.
Jawaban kedua dari Sahrul Riski Darusman : Alat bukti elektronik memiliki peran
utama dalam hukum acara pidana untuk mendukung penyelidikan dan pembuktian
tindak pidana. Bukti elektronik, seperti data digital atau rekaman elektronik, dapat
digunakan sebagai bukti yang kuat dalam persidangan untuk menentukan kesalahan
atau keabsahan klaim. Penggunaan alat bukti elektronik memainkan peran penting
dalam memastikan keadilan dan ketertiban hukum dalam penegakan pidana.
15
3. Pertanyaan dari Mohammad Romli : Berbicara alat bukti elektronik, di
Indonesia adalah negara hukum dan jika ada suatu benda atau alat elektronik
yg dilarang penggunaannya di Indonesia atau dilarang oleh hukum. Apakah
ketika ada kasus tindak pidana yg melibatkan hal tersebut boleh digunakan di
Indonqesia semisal judi online ?
Jawaban dari Nurul Iman Adianta : Penggunaan alat bukti elektronik dalam suatu
kasus tindak pidana, seperti judi online, dapat diakui di Indonesia asalkan memenuhi
ketentuan hukum yang berlaku. Namun, keberlakuan alat bukti tersebut juga dapat
dipengaruhi oleh prosedur perundang-undangan dan keabsahan bukti tersebut di mata
hukum. Jadi, keabsahan penggunaan alat bukti elektronik dalam suatu kasus dapat
ditentukan oleh peraturan hukum yang berlaku.
16