Anda di halaman 1dari 3

Lembar jawaban tugas 3 PTHI

Nama : Dio Rasoki Purnama Pane


NIM : 048330222
UPBJJ : Bengkulu

Kasus Baiq Nuril

Putusan Nomor 83 PK/Pid.Sus/2019, Mahkamah Agung (MA) telah memutus perkara Baiq Nuril
Maknun yang putusannya menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas permohonan Baiq
Nuril yang mengajukan PK ke MA. Kasus Baiq Nuril berawal pada tahun 2012, di mana ia
menjadi guru honorer pada SMA 7 Mataram, bermula dari percakapan telepon dengan Kepala
Sekolahnya yang bercerita soal pengalaman hubungan seksual yang diduga juga mengarah pada
pelecehan seksual secara verbal kepada Baiq Nuril. Karena merasa risih, Baiq Nuril kemudian
merekam pembicaraan tersebut dan rekaman itu akhirnya diketahui orang lain. Kemudian Kepala
Sekolah dimaksud melaporkan sebagai kasus pelanggaran terhadap UU Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE).

Ditolaknya permohonan PK Baiq Nuril, berdampak bahwa putusan kasasi MA yang menghukum
Baiq Nuril dinyatakan berlaku. Sebagaimana putusan tingkat Kasasi bulan September 2018
memutus Baiq Nurul Maknun bersalah dan diganjar hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp. 500
juta, karena dianggap melanggar UU ITE, Pasal 27 ayat (1) dan (3) jo Pasal 45 ayat 1 Undang-
Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), walaupun
sebelumnya Pengadilan Negeri Mataram, dalam sidang putusan tertanggal 26 Juli 2017,
menyatakan Baiq Nuril tidak bersalah dan divonis bebas.

1. Uraikan oleh saudara berdasarkan kasus di atas, Sistem hukum manakah yang dianut oleh
Indonesia dan apakah sistem hukum tersebut masih relevan diberlakukan di Indonesia?

Jawaban : Berdasarkan uraian diatas maka sistem hukum yang dianut Indonesia adalah sistem
hukum civil law atau eropa kontinental, Dalam sistem hukum eropa kontinental, hukum memang
memliki kekuasaan yang mengikat karena hukum yang terdiri dari kaidah atau peraturan-
peraturan tersebut telah disusun secara sistematis dan dikodifikasi (dibukukan) sebagaiman
kelebihan demokrasi pancasila . Ini merupakan kelebihan dari sistem hukum eropa kontinental
dimana Sistem hukumnya tertulis dan terkodifikasi, sehingga ketentuan yang berlaku dengan
mudah dapat diketahui dan digunakan untuk menyelesaikan setiap terjadi peristiwa hukum
(kepastian hukum yang lebih ditonjolkan). Pada sistem ini, putusan pengadilan berdasarkan pada
peraturan perundang undangan yang berlaku. Menurut saya sistem hukum ini masih sangat
relevan untuk berlaku di Indonesia, karena sifatnya yang menjamin kepastian hukum, karena
adanya kodifikasi peraturan-peraturan yang membuatnya mudah di akses dan diketahui oleh
masyarakat.
2. Ada dua sistem hukum yang berlaku di dunia, apakah dimungkinkan kedua sistem hukum
tersebut diberlakukan di Indonesia secara bersamaan? Berikan pendapat saudara disertai
dengan contohnya.

Jawaban : Sistem hukum yang ada di dunia adalah sistem civil law (eropa kontinental) dan sistem
common law (anglo saxon). Sistem hukum civil law adalah sistem hukum yang sumber utamanya
adalah peraturan-peraturan hukum tertulis yang dibuat oleh pihak berwenang sedangkan sistem
hukum common law yaitu sistem hukum yang sumber utamanya adalah kebiasaan-kebiasaan yang
hidup di masyarakat atau hukum tidak tertulis. Mengenai penggunaan kedua sistem hukum ini
secara bersamaan di Indonesia menurut saya bisa, karena saat ini pun Indonesia masih mengakui
hukum adat, memberlakukan kedua sistem hukum ini di Indonesia bisa menjadi solusi dalam
penegakan hukum, karena terkadang apa yang ada dalam peraturan perundang-undangan tidak
sesuai dengan yang terjadi di masyarakat, sehingga dalam hal ini hukum adat sangat diperlukan.
Contohnya dalam masalah perzinahan, dalam KUHP pasal perzinahan hanya bisa menjerat orang
yang sudah menikah, atau salah satunya sudah menikah, padahal di masyarakat banyak terjadi
perzinahan yang dilakukan oleh orang yang sama-sama belum menikah, sehingga dalam hal ini
KUHP tidak bisa menjerat mereka, sehingga dibutuhkan hukum adat untuk menangani hal
tersebut, biasanya sanksi yang dikenakan oleh hukum adat adalah sanksi cuci kampung dengan
mengarak pelaku perzinahan untuk menimbulkan sanksi sosial.

3.Berdasarkan kasus di atas menunjukkan bahwa hukum telematika saat ini mulai terus
berkembang seiring perkembangan zaman. Berikan pendapat saudara mengenai perkembangan
hukum telematika dan implementasi UU ITE apakah kasus Baiq Nuril memang termasuk
pelanggaran UU ITE? Jelaskan!

Jawaban : Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik
perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas
(borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan
berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena
selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia,
sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.

Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum
telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang
terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum
telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media,
dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law
of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara.

Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer
dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan
teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat
dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan
penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal
pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem
elektronik.

Dilihat dari pasal yang menjerat Baiq Nuril yakni Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) UU No.
11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi

“ Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”

“ Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Dari bunyi kedua pasal tersebut memanglah benar bahwa kasus Baiq Nuril termasuk kedalam
pelanggaran UU ITE, namun terlepas dari hal itu, kita tidak bisa mengabaikan bahwa Baiq Nuril
adalah korban pelecehan seksual verbal, melihat kasus ini memberikan kita bukti kurangnya
perlindungan kepada korban pelecehan seksual di Indonesia, korban malah dituntut balik
menggunakan UU ITE, penjatuhan putusan oleh pengadilan memperlihatkan pula bahwa masih
ada hakim yang tidak memperhatikan berbagai aspek sebelum menjatuhkan putusan, padahal
sudah seharusnya dalam menjatuhkan putusan, hakim harus memperhatikan berbagai macam
aspek, seperti aspek kemanusiaan, aspek agama, aspek kesusilaan dan banyak lagi untuk
mengetahui apakah perbuatan yang dilakukan memanglah dilakukan untuk mencemarkan nama
baik pelaku pelecehan seksual, atau hal itu dilakukan untuk meminta perlindungan dan keadilan
sebagai korban pelecehan seksual. Untungnya pada 29 Juli 2019, Presiden Joko Widodo
menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) mengenai pemberian amnesti bagi Baiq Nuril
Maknun. Dengan terbitnya amnesti ini, maka Nuril yang sebelumnya divonis Mahkamah Agung
(MA) melanggar UU ITE pada tingkat kasasi, bebas dari jerat hukum

Anda mungkin juga menyukai