Anda di halaman 1dari 3

NAMA : ERWIN SYAH

NIM : 044204997

MATA KULIAH : ISIP4130

Kasus Baiq Nuril

Putusan Nomor 83 PK/Pid.Sus/2019, Mahkamah Agung (MA) telah memutus perkara Baiq Nuril
Maknun yang putusannya menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas permohonan
Baiq Nuril yang mengajukan PK ke MA. Kasus Baiq Nuril berawal pada tahun 2012, di mana ia
menjadi guru honorer pada SMA 7 Mataram, bermula dari percakapan telepon dengan Kepala
Sekolahnya yang bercerita soal pengalaman hubungan seksual yang diduga juga mengarah pada
pelecehan seksual secara verbal kepada Baiq Nuril. Karena merasa risih, Baiq Nuril kemudian
merekam pembicaraan tersebut dan rekaman itu akhirnya diketahui orang lain. Kemudian Kepala
Sekolah dimaksud melaporkan sebagai kasus pelanggaran terhadap UU Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE).

Ditolaknya permohonan PK Baiq Nuril, berdampak bahwa putusan kasasi MA yang menghukum
Baiq Nuril dinyatakan berlaku. Sebagaimana putusan tingkat Kasasi bulan September 2018
memutus Baiq Nurul Maknun bersalah dan diganjar hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp. 500
juta, karena dianggap melanggar UU ITE, Pasal 27 ayat (1) dan (3) jo Pasal 45 ayat 1 Undang-
Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), walaupun
sebelumnya Pengadilan Negeri Mataram, dalam sidang putusan tertanggal 26 Juli 2017,
menyatakan Baiq Nuril tidak bersalah dan divonis bebas.

Sumber : https://www.kompasiana.com/rat/5d2d95d00d82304da36e6d52/kasus-baiq-nuril-
antara-amnesti-dan-ketiadaan-mekanisme-menemukan-hukum-yang-adil

Soal :

1. Uraikan oleh saudara berdasarkan kasus di atas, Sistem hukum manakah yang dianut oleh
Indonesia dan apakah sistem hukum tersebut masih relevan diberlakukan di Indonesia?

Jawaban :

Berdasarkan kasus yang menimpa Baiq Nuril, sistem hukum yang dianut bangsa Indonesia
adalah sistem Eropa Kontinental yang dinamakan juga sebagai sistem Civil Law, sistem
Rechtaat atau sistem Romawi Jerman. Sistem tersebut masih relevan diberlakukan di
Indonesia. Hanya saja, mengacu pada kasus Baiq Nuril, bangsa ini perlu meningkatkan
kecakapan hakim dan juga menyempurnakan formulasi Undang-undang agar tidak bias dan
melukai prinsip keadilan.

Pembahasan

Kasus yang menimpa Baiq Nuril diselesaikan di pengadilan dan diputuskan oleh hakim
berdasarkan pada undang-undang yang berlaku. Dengan demikian,
jelas Indonesia menganut sistem hukum Civil Law atau Eropa Kontinental sebab pada
sistem lainnya, yakni Common Law, persidangannya disebut dengan Jury Trial yang masih
dipimpin hakim namun keputusan ada di tangan para juri. Hakim dalam hal ini hanya
bertugas mengarahkan jalannya sidang agar kondusif sesuai aturan yang ada.
Kasus Baiq Nuril sendiri berkaitan dengan UU ITE yang memang disebut-sebut ahli hukum
kaya akan pasal karet. Maksud pasal karet adalah pasal yang maknanya tidak tegas dan
lentur sehingga cenderung multitafsir. Mengacu pada kasus tersebut maka bangsa
Indonesia harus ketat dalam memformulasikan Undang-undang sebab jika cacat atau bias
maka yang menjadi korban adalah rakyat. Selain itu, kompetensi hakim juga perlu
ditingkatkan sebab meski menganut Civil Law, kepastian hukum tidak selalu sumbernya
dari undang-undang semata. Hakim harus mampu melihat persoalan lebih luas dengan
mempraktekkan metode penemuan hukum menurut Van Apeldorn. Jika UU ITE belum
mampu menjangkau substansi dari kasus secara utuh maka hakim semestinya
mempertimbangkan nilai-nilai dan norma yang berlaku dengan mempertimbangkan
tindakan pelecehan seksual yang terjadi pada Baiq Nuril.

2. Ada dua sistem hukum yang berlaku di dunia, apakah dimungkinkan kedua sistem hukum
tersebut diberlakukan di Indonesia secara bersamaan? Berikan pendapat saudara disertai
dengan contohnya.

Jawaban :

Tidak dimungkinkan bisa kedua sistem hukum didunia yang ada di terapkan pada
Indonesia berupa Eropa Kontinental dan Anglo Saxon dapat dilakukan bersamaan. Hal ini
dikarenakan pada Eropa Kontinental lebih terfokus pada sumber hukum yang ada di
Indonesia berupa UUD dan Anglo Saxon lebih fokus ke putusan hakim, contoh pada
Indonesia sendiri memiliki berbagai contoh ada hukum-hukum yang masih memfokuskan
ke Eropa Kontinental adanya putusan hukum yang kaku meskipun hanya ada orang yang
tua sudah mencuri beberapa kayu tetap dihukum namun ada juga yang fokus Anglo Saxon
lebih kepada keputusan hakim seperti pembatalan hukum istri yang dilaporkan suami
karena memarahinya mabuk.

Pembahasan

Ada berbagai sistem hukum yang mana diterapkan di dunia ini. Berikut beberapa sistem-
sistem hukum yang ada:

1. Sistem hukum Eropa Kontinental. Sistem ini hampir digunakan 60% dari setiap negara
yang ada di dunia ini jadi tidak heran banyak orang diluar negeri maupun Indonesia
mengetahui hal ini. Pada sistem ini segala keputusan dikembalikan ke peraturan
sumber hukum yang utama, bisa dibilang maupun hukuman kecil dan seharusnya tidak
dibesar-besarkan seperti seorang kakek hanya mencuri sebatang kayu namun tetap
dihukum. Meskipun sang kakek sudah tua dan tidak berpikir jernih. Maka masih ada
pro serta kontra jika sepenuhnya hukum tidak di adili dengan perasaan keputusan
hakim yang ada.
2. Sistem hukum Anglo-Saxon. Sebuah hukum yang difokuskan terhadap keputusan
hakim, keputusan hakim tersebut menjadi keputusan hakim dasar selanjutnya. Anglo
Saxon keputusan memang terfokuskan kepada keputusan, pandangan dan perasaan
hakim yang didasarkan terhadap kasus yang ditangani serta dasar hukum yang
dipegang. Maka dari hal ini Anglo-Saxon bisa dianggap sebagai penengah hukum
Eropa Kontinental yang relatif kaku.
3. Sistem hukum adat. Sistem ini berupa sistem yang mana berdasarkan norma serta
aturan yang mana berlaku di suatu wilayah. Maka dari hal ini aturan hukum yang ada
terkadang ada aturan-aturan yang memiliki beberapa hubungan dengan daerah
tersebut.

3. Berdasarkan kasus di atas menunjukkan bahwa hukum telematika saat ini mulai terus
berkembang seiring perkembangan zaman. Berikan pendapat saudara mengenai
perkembangan hukum telematika dan implementasi UU ITE apakah kasus Baiq Nuril
memang termasuk pelanggaran UU ITE? Jelaskan!

Jawaban :

Kasus penyebaran rekaman asusila yang menimpa Baiq Nuril membuka perdebatan baru
terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Mantan Kepala SMU 7 Mataram, Muslim, melaporkan Nuril dengan menggunakan UU
tersebut.

Nuril dinyatakan bebas dari tuduhan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Mataram.

Namun, ia divonis bersalah dan melanggar UU ITE dalam kasasi yang diajukan kejaksaan
di Mahkamah Agung.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, kasus yang menimpa Baiq
Nuril bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat di era digital.

Rudiantara mengingatkan masyarakat untuk hati-hati dalam menyebarkan dokumen


elektronik mengingat saat ini ada regulasinya, yakni Undang-undang No 19 Tahun 2016
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Agar masyarakat juga berhati-hati dalam menggunakan digital. Menggunakan perangkat


digital. Menggunakan media sosial ataupun sistem pesan yang instan seperti WhatsApp,"
kata Rudiantara saat ditemui di Hotel Sahid, Jakarta, Minggu (25/11/2018).

Menurut dia, UU ITE tidak perlu direvisi atau ditambahkan dengan Peraturan Pemerintah
tertentu.

Alasannya, sudah ada aturan tentang perlindungan perempuan yang bisa memenuhi
kebutuhan perempuan.

Dia mengatakan, Kemenkominfo akan berupaya agar pasal dalam UU ITE tidak
disalahartikan atau disalahgunakan.

Salah satu upayanya adalah dengan menjadi saksi ahli dalam setiap kasus yang berkaitan
dengan UU ITE.
"Diproses itu ada yang namanya memanggil saksi ahli. Saksi ahli itu adalah dari penyidik
PNS. Kominfo mempunyai lebih dari 10 penyidik PNS. Biasanya Kementerian Kominfo
yang dihadirkan," ujar Rudiantara.

Anda mungkin juga menyukai