Anda di halaman 1dari 4

BUKU JAWABAN

TUGAS MATA KULIAH


TUGAS 3

Nama Mahasiswa : Azzahra Amalia Hasyim


Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 044766109
Kode/Nama Mata Kuliah : ISIP4130 Pengantar Ilmu Hukum/PTHI
UPBJJ Masa Ujian : 2022.2
Kasus Baiq Nuril

Putusan Nomor 83 PK/Pid.Sus/2019, Mahkamah Agung (MA) telah memutus perkara


Baiq Nuril Maknun yang putusannya menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK)
atas permohonan Baiq Nuril yang mengajukan PK ke MA. Kasus Baiq Nuril berawal
pada tahun 2012, di mana ia menjadi guru honorer pada SMA 7 Mataram, bermula
dari percakapan telepon dengan Kepala Sekolahnya yang bercerita soal pengalaman
hubungan seksual yang diduga juga mengarah pada pelecehan seksual secara verbal
kepada Baiq Nuril. Karena merasa risih, Baiq Nuril kemudian merekam pembicaraan
tersebut dan rekaman itu akhirnya diketahui orang lain. Kemudian Kepala Sekolah
dimaksud melaporkan sebagai kasus pelanggaran terhadap UU Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE).

Ditolaknya permohonan PK Baiq Nuril, berdampak bahwa putusan kasasi MA yang


menghukum Baiq Nuril dinyatakan berlaku. Sebagaimana putusan tingkat Kasasi
bulan September 2018 memutus Baiq Nurul Maknun bersalah dan diganjar hukuman 6
bulan penjara dan denda Rp. 500 juta, karena dianggap melanggar UU ITE, Pasal 27
ayat (1) dan (3) jo Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), walaupun sebelumnya Pengadilan Negeri
Mataram, dalam sidang putusan tertanggal 26 Juli 2017, menyatakan Baiq Nuril tidak
bersalah dan divonis bebas.

Sumber : https://www.kompasiana.com/rat/5d2d95d00d82304da36e6d52/kasus-baiq-
nuril-antara-amnesti-dan-ketiadaan-mekanisme-menemukan-hukum-yang-adil

Soal :

1. Uraikan oleh saudara berdasarkan kasus di atas, Sistem hukum manakah


yang dianut oleh Indonesia dan apakah sistem hukum tersebut masih
relevan diberlakukan di Indonesia?

Jawab :

Indonesia menganut sistem hukum Civil Law. Menurut saya, Civil Law sudah tidak relevan
untuk diberlakukan di Indonesia. Selain sistem hukum ini terbilang tua (peninggalan kerajaan
Roma), Civil Law sangat bergantung kepada profesionalisme dan kejujuran hakim. Sementara
profesionalisme dan kejujuran masih dapat dibeli, sehingga membatasi efektifitas dari sistem
hukum tersebut. Salah satu kelemahan terbesar Civil Law adalah menempatkan undang-undang
sebagai acuan utama merupakan suatu perbuatan yang berbahaya karena aturan undang-undang
itu merupakan hasil karya kaum teoretisi yang bukan tidak mungkin berbeda dengan kenyataan
dan tidak sinkron dengan kebutuhan. Lagi pula dengan berjalannya waktu, undang-undang itu
sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan yang ada, sehingga memerlukan intrepretasi pengadilan.
Karena didalam sistem hukum Civil Law, yang ditonjolkan adalah adanya kepastian hukum. Bila
kepastian hukum sudah tercapai, maka selesailah perkara, meskipun mungkin, bagi sebagian
orang dinilai tidak adil. sistem hukum civil law tetap memiliki beberapa aspek positif yang
harus dijaga. Sedangkan sistem hukum Common Law digunakan oleh Inggris dengan negara
bekas koloninya.
2. Ada dua sistem hukum yang berlaku di dunia, apakah dimungkinkan
kedua sistem hukum tersebut diberlakukan di Indonesia secara
bersamaan? Berikan pendapat saudara disertai dengan contohnya.

Jawab :

Secara umum sistem hukum atau tatanan hukum diartikan sebagai sebuah sistem dari keseluruhan
kaidah-kaidah hukum dan bentuk penampilanya dalam aturan-aturan hukum (B. Arief Sidharta, tanpa
tahun). Sistem hukum merupakan suatu sistem terbuka yang harus mampu mengakomodasi
perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Lawrence M. Friedman dalam bukunya ‘American Law:
An Introduction’ mengemukakan tiga unsur sistem hukum, yaitu legal substance (substansi atau materi
hukum), legal structure (kelembagaan hukum) dan legal culture (budaya hukum). Elemen pertama
berupa keseluruhan aturan (kaidah) dan asas hukum. Elemen kedua menunjuk pada keseluruhan
organisasi, lembaga-lembaga dan pejabat-pejabatnya, yang meliputi badan-badan legislatif, eksekutif,
dan yudikatif dengan aparat-aparatnya seperti birokrasi pemerintahan, pengadilan, kejaksaan,
kepolisian, dan dunia profesi seperti advokatur dan kenotariatan. Sedangkan unsur atau elemen ketiga
merupakan unsur aktual yang menunjuk pada keseluruhan putusan ataupun perilaku yang berkaitan
dengan unsur pertama. Bagir Manan mengartikan budaya hukum sebagai persepsi terhadap hukum.

Meskipun di dunia dikenal berbagai sistem hukum (misal sistem hukum Islam, sistem hukum Sosialis),
namun secara umum dikenal dua sistem hukum besar, yaitu sistem hukum Eropa Kontinental dan
sistem hukum Anglo Saxon. Perbedaan utama dari kedua sistem hukum tersebut terletak pada sumber
hukum. Sistem hukum Eropa Kontinental menempatkan peraturan perundang-undangan sebagai
sumber utama, sedangkan sistem Anglo Saxon menempatkan putusan hakim sebagai sumber hukum
utamanya. Dalam perkembangannya, perbedaan tersebut menjadi tidak terlalu fundamental karena
Negara yang menganut sistem Eropa Kontinental mulai menggunakan putusan hakim sebagai sumber
hukum. Demikian pula sebaliknya. Tidak terdapat larangan suatu negara menggunakan dua sistem
hukum sekaligus. Filipina, misalnya, untuk kaidah-kaidah Hukum Tata Negara, Pajak, Hukum Acara
menggunakan sistem hukum Anglo Saxon. Sedangkan sistem Eropa Kontinental terlihat pada hukum
yang mengatur hubungan keluarga, property, kontrak dan Hukum Pidana. Di Indonesia berlaku paling
tidak tiga sistem hukum, yaitu sistem hukum adat, sistem hukum Eropa Kontinental, dan sistem hukum
Islam. Jika Indonesia ingin menganut kedua sistem hukum tersebut secara bersamaan, maka sistem
hukum adat dan sistem hukum Islam harus ditiadakan agar tidak bertabrakan dalam penerapannya.

3.Berdasarkan kasus di atas menunjukkan bahwa hukum telematika saat ini


mulai terus berkembang seiring perkembangan zaman. Berikan pendapat
saudara mengenai perkembangan hukum telematika dan implementasi UU ITE
apakah kasus Baiq Nuril memang termasuk pelanggaran UU ITE? Jelaskan!

Jawab :

Indonesia sangat memerlukan perkembangan hukum telematika. UU ITE yang sekarang perlu di revisi
karena dirasa mengekang kebebasan berpendapat. Banyaknya pasal “karet” di dalam UU ITE yang
dapat mengkriminalisasi disinyalir menjadi biang keladinya. Menurut data SafeNet, setidaknya ada
sembilan pasal karet yang membuat banyak orang harus terjerat pidana oleh UU ITE. Masih
berdasarkan catatan SAFEnet, terdapat 381 korban dari UU ITE sejak pertama kali diundangkan pada
tahun 2008 hingga tahun 2018. Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil juga melaporkan bahwa kasus-
kasus yang dijerat dengan Pasal 27, 28, dan 29 UU ITE menunjukkan penghukuman mencapai 96,8
persen (744 perkara) dengan tingkat pemenjaraan yang sangat tinggi, yakni mencapai 88 persen (676
perkara).
Penerapan UU ITE terhadap Baiq Nuril tidak layak tetapi didapatkan bahwa dalam Keputusan Presiden
(Keppres) Nomor 24 Tahun 2019 tentang Pemberian Amnesti dari Presiden Joko Widodo bahwa Baiq
Nuril yang sebelumnya pada tingkat kasasi divonis Mahkamah Agung (MA) melanggar Pasal 27 ayat (1)
juncto Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik dinyatakan bebas dari jerat hukum. Berdasarkan hak prerogatif Presiden Pasal 14 ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta dengan dikeluarkannya Keputusan
Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2019 tentang Pemberian Amnesti dari Presiden Joko Widodo,
maka Baiq Nuril telah mendapatkan perlindungan yang semestinya sesuai dengan hak dan kewenangan
presiden.

(www.lbhmasyarakat.org) Baiq Nuril merupakan korban dari UU ITE yang sangat tidak relevan dan
terlalu mengekakng kebebasan berbicara masyarakat Indonesia di internet.
http://eprints.ums.ac.id/83432/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf

Anda mungkin juga menyukai