Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH HUKUM SIBER

ALAT BUKTI DAN BARANG BUKTI DIGITAL

Dosen Pengampu : Mitra Unik,S.Kom.,M.Kom

Disusun Oleh:

Reyhan Verdynata (220401150)

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya penyusun diberikan kemudahan dalam menyusun makalah alat bukti
dan barang bukti digital. Tidak lupa penyusun juga mengucapkan banyakterima kasih
atas bantuan Bapak Mitra Unik,S.Kom.,M.Kom. sebagai dosen mata kuliah Hukum
Siber dan mahasiswa lainya yang telah memberikan sumbangan baik motivasi
maupun pikirannya. Penyusun mengharapkan makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca maupun penyusun. Tujuan dari
pembuatan makalah ini yaitu untuk menambah pengetahuan penyusun dan pembaca
serta memenuhi tugas mata kuliah Hukum Siber dengan topik alat bukti dan barang
bukti digital.
Penyusun menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan
dan kesalahan, baik dalam sistematika penyusunan, maupun dalam isi makalah. Untuk
itu, kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan penyusunan di masa
mendatang.

Pekanbaru, Januari 2023

Penyusun

Reyhan Verdynata

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 4

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 6

2.1 Pengertian Alat Bukti dan Barang Bukti Digital................................................. 6

2.2 Profil Alat Bukti Digital dalam Kasus Kejahatan Siber ...................................... 7

2.3 Kedudukan Alat Bukti Digital dalam perkara kejahatan siber............................ 8

BAB III LAPORAN AKTIVITAS ............................................................................. 11

3.1 Pertanyaan-Jawaban pada Sesi Presentasi......................................................... 11

BAB IV KESIMPULAN............................................................................................. 16

4.1 Kesimpulan........................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 18

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat telah mempengaruhi

seluruh aspek kehidupan termasuk aspek hukum yang berlaku. Kemajuan

teknologi informasi tersebut antara lain ditandai dengan maraknya penggunaan

media elektronik mulai dari penggunaan handphone hingga komputer yang

semakin canggih. Penggunaan media elektronik yang menyangkut teknik untuk

mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan,

menganalisa dan atau menyebarkan informasi merupakan hal yang sudah lazim

dilakukan seseorang di zaman modern ini.

Kemajuan teknologi menyebabkan kemudahan seseorang untuk dapat

mengakses apa saja yang dibutuhkan baik mengenai informasi, transaksi, dan

banyak hal lagi lainnya. Pemanfaatan teknologi informasi telah banyak

mengubah perilaku manusia. Perkembangan penggunaan alat komunikasi secara

elektronik memiliki keuntungan antara lain efisiensi, kecepatan dan kemudahan

dalam melakukan kegiatan, namun muncul kekhawatiran ketika alat komunikasi

secara elektronik akan disalahgunakan untuk keuntungan pribadi dan merugikan

orang lain. Untuk mengatasi penyalahgunaan penggunaan media elektronik,

pendekatan hukum sangat diperlukan guna memperoleh kepastian hukum.

Pendekatan hukum juga diperlukan untuk menangani kasus-kasus yang berkaitan

4
dengan bukti elektronik, antara lain pencemaran nama baik, pembunuhan yang

terekam CCTV, penipuan dalam transaksi bisnis.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Alat Bukti dan Barang Bukti Digital?

2. Bagaimana profil alat bukti dalam kasus kejahatan siber?

3. Bagaimana kedudukan alat bukti dalam kasus kejahatan siber?

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Alat Bukti dan Barang Bukti Digital

Menurut beberapa pakar seperti Eoghan Casey (2011), bukti digital

didefinisikan sebagai data yang disimpan atau dikirimkan menggunakan komputer

yang digunakan untuk mendukung atau menyangkal teori tentang bagaimana suatu

pelanggaran terjadi atau elemen-elemen penting dari pelanggaran tersebut. Data

yang dimaksud kombinasi dasar dari angka-angka yang merepresentasikan dari

berbagai jenis informasi seperti teks, gambar, audio, dan vid eo.

Adapun bukti digital menurut Don Mason dalam presentasinya yang berjudul

Digital Evidence and Computer Forensics, bukti digital merupakan Informasi dari

nilai pembuktian yang disimpan atau ditransmisikan dalam bentuk biner dan dapat

diandalkan di pengadilan.

Jika kita melihat dari beberapa definisi yang diutarakan oleh pakar, maka kita

dapat mengambil kesimpulan bahwa bukti digital adalah informasi yang tersimpan

atau terdistribusikan dalam komputer atau dalam bentuk digital yang bisa

dijadikan sebagai bukti dalam persidangan. Informasi tersebut dapat berupa text,

gambar, audio, video yang bisa kita temukan pada harddrive computer, ponsel atau

smartphone, CD/DVD, kartu flash/memory dan lainnya.

6
2.2 Profil Alat Bukti Digital dalam Kasus Kejahatan Siber

Pembuktian merupakan tahap yang menentukan dalam proses perkara, karena

dari hasil pembuktian dapat diketahui benar atau tidaknya suatu dakwaan atau

tuntutan tersebut dengan menunjuk pada alat bukti. Alat bukti adalah segala

sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat

bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan

keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan

terdakwa. Pembuktian sendiri ialah perbuatan membuktikan, membuktikan berarti

memberi atau memperlihatkan bukti, melakukan sesuatu sebagai kebenaran,

melaksanakan, menandakan, menyaksikan, dan meyakinkan.

Pengaturan mengenai alat bukti dalam cyber crime diatur dalam :

a. KUHAP.

b. Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi


Elektronik.

Dalam sistem pembuktian yang dianut dalam KUHAP Pasal 183 KUHAP

dijelaskan “hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali

apabila dengan sekurang- kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar- benar terjadi dan bahwa terdakwa lah

yang bersalah melakukannya”. Masalah pembuktian ini cukup memegang peranan

penting dalam menangani kejahatan siber, hal ini perlu menjadi catatan sebab bukti

7
elektronik telah menjadi media perantara baru bagi pelaksanaan suatu tindak

kejahatan.

Alat bukti petunjuk merupakan otoritas penuh dan subjektivitas hakim yang

memeriksa perkara tersebut. Hakim dalam mengambil kesimpulan tentang

pembuktian sebagai suatu petunjuk haruslah menghubungkan alat bukti yang satu

dengan yang lain. Penilaian atas kekuatan pembuktian suatu petunjuk dalam setiap

keadaan tertentu dilakukan oleh hakim setelah ia mengadakan pemeriksaan.

Tegasnya, syarat-syarat petunjuk sebagai alat bukti harus mempunyai perseuaian

satu sama lain atas perbuatan yang terjadi. Selain itu, keadaan-keadaan tersebut

berhubungan satu sama lain dengan kejahatan yang terjadi dan berdasarkan

pengamatan hakim yang diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan

terdakwa.

2.3 Kedudukan Alat Bukti Digital dalam perkara kejahatan siber

Dalam menangani kasus cyber crime aparat penegak hukum harus

memperhatikan mengenai alat bukti digital yang digunakan oleh pelaku dalam

melakukan perbuatannya. Karena alat bukti digital tersebut mempunyai

kedudukan yang sangat penting dalam rangka proses pembuktian di Persidangan

Pengadilan. Dari alat bukti digital tersebut yang nantinya juga akan menentukan

apakah perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa benar bersalah menurut hukum.

8
Contoh Alat bukti digital yang dapat digunakan adalah :

1. Laptop
2. Email

3. CD

4. Software (Uniblue Spyerasser)

5. Smartphone

6. CPU (Central Processing Unit)

7. Flashdisk
8. Data

9. Konten Film Porno

10. Rekaman CCTV

11. SMS

Alat bukti digital adalah Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

yang memenuhi persyaratan formil dan persyaratan materiil yang diatur dalam

Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Barang bukti dapat dikatakan alat bukti digital karena berbentuk Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sesuai dengan kriteria Pada Pasal

1 angka 1 dan angka 4 Undang-Undang No. 11 tahun 2008 yang meliputi tulisan,

suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat

elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf,

tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki

arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya dan bentuk

analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat,

9
ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik,

termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto

atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu

memahaminya, yang dalam putusan diatas merupakan alat bukti yang mempunyai

kedudukan untuk menjelaskan suatu tindak cyber crime yang mungkin dilakukan

oleh tersangka, sehingga alat bukti digital ini memperjelas fakta yang terjadi

dengan didukung alat bukti lainnya.

10
BAB III

LAPORAN AKTIVITAS

3.1 Pertanyaan-Jawaban pada Sesi Presentasi


Pertanyaan :

1. Apa perbedaan keterangan ahli dan keterangan saksi? Dan apakah


keterangaan saksi bisa menjadi keterangan ahli?
2. Bagaimana jika alat bukti yang diajukan ternyata palsu? Berikan pasalnya!
3. Bagaimana cara menanggulangi aksi pembajakan hak cipta?
4. Apa sanksi bagi orang yang melakukan kejahatan pencucian uang di
Indonesia?
5. Apa hukuman bagi yang melanggar HAKI?
6. Apa perbedaan hak cipta dan hak paten?
7. Apa yang dimaksud dengan data forgery? beserta contohnya

Jawaban:

1. Keterangan saksi memberikan keterangan berdasarkan sesuatu yang ia dengar


sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri sedangkan Keterangan Ahli
memberikan keterangannya berdasarkan keahlian khusus yang dimilikinya.
Tidak bisa karena bisa kita lihat dari pengertian keterangan saksi dan ahli, jika
ingin menjadi keterangan ahli harus keterangan berdasarkan keahlian khusus
yang dimilikinya.

2. Memberikan keterangan palsu saat menjadi saksi di persidangan dapat diancam


dengan sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 242 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (“KUHP”) khususnya ayat (1) dan (2) tentang memberi

11
keterangan di atas sumpah atau yang biasa disebut delik Sumpah
Palsu/Keterangan Palsu:

Ayat 1:

“Barangsiapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya


memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada
keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas
sumpah, baik dengan lisan ataupun tulisan, secara pribadi maupun oleh
kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.”

Ayat 2:

“Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan
merugikan terdakwa atau tersangka yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.”

R Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


(KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 183)
menjelaskan bahwa supaya dapat dihukum unsur-unsur ini harus dipenuhi:

a. Keterangan itu harus di atas sumpah.

b. Keterangan itu harus diwajibkan menurut undang-undang atau menurut


peraturan yang menentukan akibat hukum pada keterangan itu.

c. Keterangan itu harus palsu (tidak benar) dan kepalsuan ini diketahui oleh
pemberi keterangan.

Soesilo juga menambahkan bahwa supaya dapat dihukum pembuat


harus mengetahui bahwa ia memberikan suatu keterangan dengan sadar
bertentangan dengan kenyataan dan bahwa ia memberikan keterangan palsu ini
di atas sumpah. Jika pembuat menyangka bahwa keterangannya itu sesuai

12
dengan kebenaran, akan tetapi akhirnya keterangan ini tidak benar, dengan lain
perkataan, jika ternyata ia tidak mengenal sesungguhnya mana yang benar,
maka ia tidak dapat dihukum. Menyembunyikan kebenaran itu belum berarti
suatu keterangan palsu. Suatu keterangan palsu itu menyatakan keadaan lain
dari pada keadaan yang sebenarnya dengan dikehendaki (disengaja).

3. Dengan adanya sanksi yang berat atas pelanggaran suatu hak cipta, maka
seseorang harus lebih berhati-hati dalam menggunakan hak cipta milik orang
lain dalam karya ciptaannya, dalam hal ini terdapat beberapa cara untuk
menghindari pelanggaran suatu hak cipta diantaranya:

• Mengajukan permintaan izin secara tertulis dari Pemegang hak cipta berisi
informasi spesifik tentang karya yang akan digunakan dan bagaimana
penggunaanya dan tentunya mendapatkan izin pemegang hak cipta secara
tertulis.
• Mencantumkan sumber karya tulis untuk pengutipan karya tulis, dapat
dicantumkan dalam teks, di catatan kaki dan di akhir karya tulis dengan
informasi sekurang-kurangnya terdiri atas nama Pencipta, judul atau nama
ciptaan, dan nama penerbit jika ada.
• Memberikan kompensasi atas karya cipta berbayar sesuai yang ditetapkan oleh
pemegang hak cipta.
• Menggunakan karya cipta Bebas Lisensi (Creative Common License) yang
bisa digunakan dengan legal disitus-situs penyedia karya cipta gratis yang
berlisensi Creative Commons. Namun perlu untuk diperhatikan juga apakah
situs tersebut mempersyaratkan pemberian atribut atau suatu prosedur tertentu
dalam menggunakan karya ciptaannya, jika iya maka penggunaannya harus
mengikuti prosedur tersebut.

13
4. Sanksi pertama, seseorang bisa saja diancam dengan hukuman pidana kurungan
untuk waktu yang cukup lama. Menurut undang-undang yang telah ditetapkan
oleh Negara, seorang tersangka pelaku pencucian uang ini mendapat hukuman
maksimal 15 tahun kurungan badan. Sanksi kedua, pelaku juga diancam dengan
hukuman denda. Menurut undang-undang yang telah ditetapkan oleh
pemerintah, denda maksimal pelaku money laundry ini mencapai 2 miliar
rupiah. Hakim berhak menetapkan denda maksimal jika pelaku pernah
mendekam di penjara untuk kasus yang sama.

5. Menurut Pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta, bagi mereka yang dengan sengaja
atau tanpa hak melanggar Hak Cipta orang lain dapat dikenakan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00
(satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Selain itu,
beberapa sanksi lainnya adalah:

• Menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan atau


barang hasil pelanggaran Hak Cipta dipidana dengan dengan pidana
penjara maksimal 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
• Memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu
program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah)
6. Paten diatur secara khusus dalam UU No.13 Tahun 2016 sedangkan hak cipta
diatur dalam UU No. 28 Tahun 2014. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan
oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk
jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan
persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Sedangkan hak cipta
adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip

14
deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa
mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

7. Data forgery adalah data pemalsuan atau dalam dunia cybercrime Data Forgery
merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen
penting yang tersimpan sebagai scripless document melalui Internet. Contoh
Kejahatan kartu kredit yang dilakukan lewat transaksi online, Data Forgery
Pada E-Banking, dll

15
BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Dalam pembuktian pidana tidak mengenal pembuktian bebas. Hakim

memiliki hak untuk menilai alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan. Hakim

terikat dengan minimum pembuktian yaitu dalam menjatuhkan putusan hakim

harus berdasarkan 2 alat bukti yang sah diatur dalam pasal 183 KUHAP. Sehingga

keberadaan alat bukti informasi elektronik dan dokumen elektronik mememiliki

peranan penting dalam pembuktian suatu perkara pidana.

Sistem pembuktian dan alat-alat bukti berdasarkan Pasal 184 KUHAP

mampu menjangkau pembuktian untuk kejahatan cybercrime yang tergolong

tindak pidana baru. Penelusuran terhadap alat-alat bukti konvensional seperti

keterangan saksi dan saksi ahli, juga pergeseran surat dan petunjuk dari

konvensional menuju elektronik akan mampu menjerat pelaku cyber crime.

Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

pada Pasal 5 telah secara jelas menyebutkan bahwa Informasi Elektronik

merupakan alat bukti hukum yang sah berupa informasi elektronik dan/atau

dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya.

Kedudukan alat bukti digital ini mempengaruhi pertimbangan hakim

dalam mengambil putusan. Serta sebagai pelengkap alat bukti surat seperti yang

dijelaskan pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

16
Transaksi Elektronik. Sehingga dalam pemrosesan alat bukti digital harus di jaga

keaslian alat bukti tersebut untuk meminimalisir berubahnya alat bukti digital

karena, dapat mempengaruhi proses persidangan. Dari hasil penelitian ketiga

Putusan yang didapat penulis di lapangan, belum ada pemrosesan alat bukti yang

sesuai prosedur, alat bukti digital yang dihadirkan di persidangan telah di explore

oleh saksi ahli sebelumnya, sehingga mengurangi keaslian dari sebuah alat bukti

itu sendiri, padahal dalam Undang-Undang No. 11 tahun 2008 pada Pasal 43 ayat

(2) telah dijelaskan tentang pelaksanaan prosedur penyidikan dalam bidang

Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.

17
DAFTAR PUSTAKA

Hiariej, O.S Eddy, 2012. Teori & Hukum Pembuktian, Jakarta:Erlangga.

Maskun, 2013. Kejahatan Siber Cyber Crime, Jakarta:Kencana Prenada Media


Group.

Suhariyanto, Budi. 2012. Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime) Urgensi


Pengaturan dan Celah Hukumnya, Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Jatimprov, 2014, Tiap Tahun Kasus Cyber Crime Naik 100 Persen,(2-4-2014)
dalam http:// www.jatimprov.go.id/site/tiap-tahun-kasus-cyber-crime-naik-
100-persen/
Politkum, Pengertian alat bukti yang sah, dalam
http://politkum.blogspot.com/2013/05/ pengertian-alat-bukti-yang-sah-
dalam.html. diakses pada tanggal 21 Nopember 2014
Samardi, Keterangan Ahli, dalam https://samardi.wordpress.com/tag/keterangan-
ahli/
Mansur, Dikdik M. Arief & Gultom, Elistaris. 2005. Cyberlaw Aspek Hukum
Teknologi Informasi, Bandung : raflika aditama
Al. Wisnubroto, Strategi Penanggulangan Kejahatan Telematika. 2010.
Yogyakarta : Atma jaya
Jurnal
S Hamdi, M Suhaimi dan Mujissalim, 2013, “Bukti Elektronik dalam Sistem
Pembuktian Hukum Pidana”, Jurnal Ilmu Hukum, vol.1 (4) diakses pada
12 April 2018 dari http:// www.jurnal.unsyiah.ac.id/MIH/article/view/
Muhammad danuri, 2017, Trend Siber (Cyber Crime) dan Teknologi Informasi di
Indonesia, Infokam, No.2, XIII, Infokam akses pada 11 April 2018 dari
http://amikjtc.com/ jurnal/index.php/jurnal/article/view133
Michael Barama, 2014, Elektronik sebagai Alat Bukti Yang Sah, Manado, akses
pada 11 April 2018 dari website http://repo.unsrat.ac.id/68/1/1/
Abdullah, Gelombang Online Dalam Perkembangan Hukum diakses pada 14
April 2018 dari https://www.mahkamahagung.go.id/id/artikel/2830/
Nur laili Isma, Arima Koyimatun, 2014, Kekuatan Pembuktian Alat Bukti
Informasi Elektonik pada Dokumen Elektronik serta Hasil Cetaknya
dalam Pembuktian Tindak Pidana,” Jurnal penelitian hukum”, Vol.1(2),

18
diakses pada 14 April 2018 dari website https://
media.neliti.com/media/publications/122959-ID-none.pdf/
Cahyo Handoko, 2016, “Kedudukan Alat Bukti Digital dalam Pembuktian Cyber
crime di Pengadilan”, Jurisprudence, Vol.6 (1) diakses pada 15 April 2018
dari http://journals. ums.ac.id/index.php/jurisprudence/article/
Johan Wahyudi, “Dokumen Elektronik sebagai Alat Bukti pada Pembuktian di
Pengadilan”, perspektif, Vol XVII (2), diakses pada 13 April 2018 dari
http://jurnal-perspektif.org/ article/view/
Ramiyanto, “Bukti Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Hukum
Acara Pidana”, 2017, jurnal hukum dan peradilan, Vol.6, No.3, diakses
pada 15 April 2018, dari website : http://scholar.google.co.id
Sahuri Lasmadi, “pengaturan Alat Bukti Dalam Tindak Pidana Dunia Maya”,
Jurnal Ilmu Hukum, 2014, Diakses pada 5 Juni 2018 dari website online
–journal.unja.ac.id
Dista Amalia Arifah, “Kasus Cybercrime Indonesia”, 2011, Jurnal Bisnis dan
Ekonomi, Vol.18, No.2 diakses pada 5 Juni 2018, dari Website
https://media.neliti.com

19

Anda mungkin juga menyukai