Anda di halaman 1dari 17

PAPER

ANALISIS KASUS BUKTI DIGITAL

Mata Kuliah : Bukti Digital

Dosen Pengampuh : Dr. Bambang Sutiyoso, SH.,M.Hum.

Di Susun Oleh :

Rahmat Inggi
(16917220)

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK INFORMATIKA


KOSENTRASI FORENSIKA DIGITAL
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan teknologi internet, menyebabkan

munculnya kejahatan yang disebut “CyberCrime” atau kejahatan melalui

jaringan internet. Munculnya beberapa kasus “CyberCrime” di Indonesia,

seperti pencurian kartu kresit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data

orang lain, misnya email, dan manipulasi data dengan cara menyiapkan

perintah yang tidak dikehendaki kedalam programmer computer. Sehingga

dalam computer dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil. Delik

formil adalah perbuatan seseorang yang memasuki computer oaring lain tanpa

ijin, sedangkan delik materil adalah perbuatan yang menimbulkan akibat

kerugian bagi orang lain. Adanya cybercrime telah menjadi ancaman stabilitas,

sehongga pemerintah sulit mengimbangi kejahatan yang dilakukan dengan

teknologi computer.

Khususnya jaringan internet dan intranet. Pengamanan secara teknis

disertai dengan social pressure. Adanya banyak orang mengawasi membuat

seseorang mengurungkan diri untuk melakukan kejahatan. Pendidikan etika

dan moral nampaknya harus kita aktifkan kembali, khususnya untuk dunia

cyberspace.

Dalam sebuah kasus kejahatan yang paling penting di siapkan yaitu

barang bukti begitu juga pada kejahatan yang melibatkan alat teknologi
informasi. Barang bukti sangat penting akan keberadaannya karena Barang

Bukti mengarah pada proses bagaimana, siapa, dan dimana pelaku

melakukannya dan tidak hanya hal Teknis saja, tapi barang bukti

mempengaruhi hasil dipengadilan nantinya. Untuk itu sangat perlu

memperhatikan perubahan disetiap tahap dalam proses analisa forensik yang

kita kembangkan. Dalam dunia komputer dan internet, tindakan kejahatan juga

akan melalui proses yang sama. Proses kejahatan yang dilakukan tersangka

terhadap korbannya juga akan mengandalkan bantuan aspek pendukung dan

juga akan saling melakukan pertukaran atribut. Namun dalam kasus ini aspek

pendukung, media, dan atribut khas para pelakunya adalah semua yang

berhubungan dengan sistem komputerisasi dan komunikasi digital. Atribut-

atribut khas serta identitas dalam sebuah proses kejahatan dalam dunia

komputer dan internet inilah yang disebut dengan bukti-bukti digital.

1.2. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan paper ini adalah :

a. Untuk mengetahui ruang lingkup Digital Forensik

b. Untuk mengetahui bagai mana penanganan barang bukti digital agar dapat

di pertanggung jawabkan di persidangan

c. Agar kita mengetahui bagai mana sebuah bukti digital yang berbentuk

abstrak yang akan di analisi kembali untuk membatu pengungkapan

kejahatan, berdasarkan contoh kasus.


1.3. Batasan Masalah

Pada pembahasan kali ini diarahkan pada masalah Penanganan barang buktti

digital agar barang bukti digital yang masi berupa abstrak dan tidak di mengerti

oleh orang awam yang akan di analisis kembali untuk membantu mengunkap

sebuah kejahatan yang melibatkan perangkat digital.

1.4. Manfaat Penulisan

a) Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada Seorang

investigator di bidang digital forensic tentang bagai mana menangani barang

bukti digital.

b) Penulisan ini juga diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang

Bakaimana menganalisi kasus, ketika kasus tersebut terdapat barang bukti

digital berupa CCTV.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bukti Digital (Digital Evidence)

Barang bukti sangat penting akan keberadaanya karena barang bukti mengarah pada

proses bagaimana, siap, dan dimana pelaku melakukan dan tidak hanya hal teknis

saja tapi barang bukti mempengaruhi hasil dipengadilan nantinya. Untuk itu sangat

perlu memperhatikan perubahan disetiap tahap dalam proses analisa forensic yang

kita kembangkan. Berikut ini beberapa definisi tentang barang bukti digital :

a) Kelompok kerja yang bernama “The Scientific Working Group on Digital

Evidence” (SWGDE), (US Federal Crime Laboratory) dan supervisi dari

International Organization on Computer Evidence (IOEC)

Bukti Digital adalah “Information of probative value stored or

transmitted in digital form.”Artinya Bukti digital adalah segala informasi

yang bersifat membuktikan terhadap nilai yang tersimpan atau ditransmisikan

dalam bentuk digital. Berdasarkan definisi tersebut, bukti digital tidak hanya

meliputi bukti yang dihasilkan atau ditransmisikan melalui jaringan komputer

saja, akan tetapi juga termasuk perangkat audio, video bahkan telepon selular.

b) Menurut (Casey: 2000)

Bukti digital adalah semua data yang dapat menampilkan atau

menujukkan bahwa tindak kriminal terjadi atau dapat memberi atau


menghubungkan antara kriminalitas dan korbannya, atau tindak kriminal dan

pelakunya

c) Harley Kozushko, 2003).

Bukti digital adalah setiap dan semua data digital yang dapat

membuktikan bahwa itu adalah sebuah kejahatan yang telah dilakukan atau

data digital yang menghubungkan antara kejahatan dengan korban atau

kejahatan dengan pelakunya.

d) Menurut Chisum, 1999

Bukti Digital (Digital Evidence) adalah data yang disimpan atau

dikirimkan menggunakan komputer yang dapat mendukung atau menyangkal

sebuah pelanggaran tertentu, atau bisa juga juga disebut sebagai petunjuk yang

mengarahkan kepada elemen-elemen penting yang berkaitan dengan sebuah

pelanggaran.

e) Menurut Venema & Farmer, 2000

Bukti Digital umumnya merupakan abstraksi dari beberapa objek

digital atau kejadian. Ketika seseorang mengoperasikan komputer untuk

melakukan berbagai hal seperti mengirim e-mail, atau kegiatan lainnya maka

kegiatan itu akan menghasilkan jejak-jejak data yang dapat memberikan

sebagian gambaran dari kejadian yang sudah terjadi sebelumnya


Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik atau yang sering disebut dengan UU ITE yang merupakan

pedoman hukum cyber di Indonesia ternyata tidak mencantumkan penjelasan

tentang bukti digital ini. Namun terdapat dua istilah yang mirip dengan bukti

digital ini, yaitu informasi elektronik dan dokumen elektronik.

Dalam pasal 1 butir 1 UU ITE disebutkan bahwa informasi elektronik

adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas

pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data

interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks,

telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau

perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang

yang mampu memahaminya.

Sedangkan dalam pasal 1 butir 4 UU ITE menjelaskan bahwa dokumen

elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan,

dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital,

elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan,

dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi

tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau

sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu

memahaminya.
Informasi dan dokumen elektronik tersebut dapat dibedakan tapi tidak

dapat terpisahkan. Maksudnya adalah Informasi elektronik merupakan data

atau sekumpulan data sedangkan dokumen elektronik merupakan tempat atau

wadah dari informasi eletkronik tersebut. Sebagai contoh, sebuah video

berformat .mp4, maka isi dari video tersebut baik itu berupa gambar, suara,

dan lainnya merupakan informasi elektronik, sedangkan file video .mp4

merupakan dokumen elektroniknya.

Selanjutnya bagaimana keabsahan bukti digital ini.? Seperti yang kita

etahui dalam KUHP pasal 184 ayat (1) mengatakan “alat bukti yang sah adalah

: “keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan

terdakwa”. Tidak ada satu kata pun yang berbunyi bukti digital dalam pasal

tersebut.

Ternyata hal ini telah diatur di dalam pasal 5 ayat (1) UU ITE yang

mengatakan bahwa “alat bukti yang sah adalah : “Informasi elektronik

dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti

hukum yang sah”. Dan juga diperkuat dalam ayat (2) pasal 5 UU ITE juga

menjelaskan bahwa “Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik

dan/atau hasil cetakannya merupakan perluasan dari alat bukti hukum yang

sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia”.


Makna dari “perluasan dari alat bukti hukum yang sah” tersebut

menurut (Sitompul, 2012) adalah:

 Memperluas cakupan atau ruang lingkup alat bukti yang diatur dalam Pasal

184 KUHAP; dan

 Mengatur sebagai alat bukti lain, yaitu menambah alat bukti yang diatur dalam

Pasal 184 KUHAP

2.2 Penanganan Barang Bukti Digital

Penanganan barang bukti digital sangat penting di lakukan diakibatkan

barang buti digital muda saja di manipulasi. Dalam penangan barang bukti digital

salah satu ahli forensik digital mabes polri yaitu bapak Muhammad Nuh Al-Azhar

dalam bukunya yang perjudul Digital Forensics Panduan Praktis Investigasi

Komputer telah mengemas bukti forensic digital dalam sebuah laporan yang rapih

dan mudah dipahami yaitu sebagai berikut :

a. Judul : memuat judul pemeriksaan yang dilengkapi dengan nomor

pemeriksaan di laboratorium

b. Pendahuluan : memuat nama-nama analisis forensic yang melakukan

pemeriksaan dan analisis secara digital forensic terhadap barang bukti

elektroni. Di samping itu, bab ini juga memuat tanggal/waktu pemeriksaan.

c. Barang bukti : memuat jumlah dan jenis barang bukti elektronik yang

diterima untuk dilakukan pemeriksaan dan analisis. Ini juga termasuk data

tentang sfesifikasi teknis dan barang bukti tersebut seperti merek, model,
serial/produc number, serta ukuran kapasitas (size) dari media penyimpanan

seperti harddisk dan flashdisk. Untuk barang bukti berupa

handphone/smartphone, hendaknya data nomor IMEI (International Mobile

Equipment Identity) yang terdiri atas sejumlah digit yang unik sebagai

penanda mesi handphone secara internasional, sedangkan untuk simcard

dilengkapi dengan nomor iCCID (Integrated Circuit Card ID) yang

merupakan data administrasi yang berasal dari provider seluler.

d. Maksud Pemeriksaan : memuat nama lembaga pengirim darang bukti

elektronik berikut surat tertulis yang berisikan maksud permintaan untuk

pemeriksaan data analisis barang bukti tersebut secar digital forensic.

Maksud permintaan ini harus dimintakan kembali penjelasan secara detail

oleh analisis forensic kepada investigator, skaligus analisis forensik

meminta investigator untuk memaparkan secara singkat dan jelas fakta-

fakta kasus yang diinvestigasi.

e. Prosedur Pemeriksaan : menjelaskan tahapan-tahapan yang dilakukan slama

proses pemeriksaan dan analisis barang bukti tersebut secara digital

forensic. Sebaiknya penjelasan panjang mengenai tahapan tersebut yang

akan ditulis dalam laporan, diringkas menjadi SOP (Standard Operating

Procedure) yang baku dan lengkap. Misalnya DFAT (Digital Forensic

Analyst Team) PUSLABFOR BARESKRIM POLRI memiliki sejumlah

SOP, antara lain.

 SOP 1 tentang Prosedur Pemeriksaan Digital Forensic

 SOP 2 tentang Komitmen Jam Kerja


 SOP 3 tentang Pelaporan Hasil Pemeriksaan Digital Forensic

 SOP 4 tentang Penerimaan Barang Bukti Elektronik

 SOP 5 tentang Penyerahan Barang Bukti Elektronik

 SOP 6 tentang Triage Forensik

 SOP 7 tentang Akuisisi Langsung Komputer

 SOP 8 tentang Akuisisi Harddisk, Falsdisk dan Memory Car.

 SOP 9 tentang Analisis Harddisk, Falsdisk dan Memory Car.

 SOP 10 tentang Akuisisi Handphone dan Simcard

 SOP 11 tentang Analisis Handphone dan Simcard

 SOP 12 tentang Analisis Audio Forensic

f. Hasil pemeriksaan : memuat data digital yang berhasil di-recovery dari

image file yang kemudian dianalisis lebih detail dan dikonfirmasi dengan

investigator untuk memastika sesuai dengan investigasi yang sedang

berlangsung.

g. Keismpulan : memuat ringkasan yang disarikan dari hasil pemeriksaan

diatas.

h. Penutup : menjelaskan bahwa proses pemeriksaan dan analisis dilakukan

dengan sebenar-benarnya tanpa ada rekayasa yang dapat dipertanggung

jawabkan secara ilmiah.

Laporan ini nantinya yang akan diajukan dipengadilan untuk diuraikan yang bisa

memberatkan ataupun yang akan meringankan terdakwa/tersangka tergantun kasus

yang dihadapi.
2.3 Contoh Kasus

Pada kesempatan ini saya akan menjelaskan peran CCTV (Close Circuit

Television) dalam mengungkap kasus kejahatan dalam perampokan pada Toko

Emas. Dalam kasus tersebut telah di dapatkan barang bukti digital berupa rekaman

hasil ekstraksi DVR (Data Video Recording), DVR berfungsi untuk merekam

gambar dalam format digital kedalam harddisk, flashdisk, kartu memori dan lain-

lain.

Setehah hasil ekstrasi didapatkan dari DVR maka langka selanjutnya adalan

proses imaging/bit-stream copy terhadap barang bukti, yaitu proses duplikasi

barang bukti ke dalam bentuk salinan (copy) yang identik ke media penyimpanan

yang lain agar data yang original masi tetap utuh selanjutnya dilakukan analisi

forensik video, setelah dilakukan analisi menggunakan tools Video Forensic maka

di dapatkan data-data sebagai berikut.

a) Nilai Hash/MD5 dari Video CCTV tersebut

b) Data video CCTV (Durasi,Format,Rosolusi dan Frame Rate)

c) Waktu kejadian

d) Ciri-Ciri Fisik Pelaku

e) Ciri-Ciri Fisik Kendaraan yang digunakan

f) Plat nomor kendaraan yang digunakan

Dari temuan-temuan data diatas maka akan memudahkan penyelidikan kepada

pelaku perampokan toko emas tersebut.


Selanjutnya untuk menyusun hasil penemuan data pada penanganan barang

bukti yang telah dianalisis, agar data dan laporan tersebut dapat dimengerti oleh

hakim, jaksa, penasehat hukum dan peserta sidang, maka jika data tersebut berasal

dari hasil recovery maka sebaiknya ditampilkan screenshot (Rekaman monitor

dalam bentuk gambar) dan jika data tersebut berupa gambar/foto atau video maka

sebaiknya ditampilkan juga screenshot-nya, dan jika data digital tersebut

merupakan gambar yang memuat konte pornografi, maka bagian-bagian yang

mengandung unsur pornografi tersebut harus ditutupi dengan warna hitam.

Setelah data semua telah dikumpulkan dan laporan telah dibuat maka langka

selanjutnya adalah melakukan presentasi di muka pengadilan/di depan penyidik,

presentase dilakukan dengan menyajikan dan menguraikan secara detai laporan

penyelidikan dengan bukti-bukti yang sudah dianalisa secara mendalam dan dapat

dipertanggung jawabkan secara hukum di pengadilan. Laporan yang disajikan harus

dicross chek langsung dengan saksi baik saksi yang terlibat secara langsung

maupun tidak langsung.

Dalam proses presentase ada beberapa hal penting yang perlu dicantumkan pada

saat presentase penyajian laporan ini antara lain :

a. Tanggal dan waktu terjadinya pelanggaran

b. Tanggal dan waktu pada saat investigasi

c. Permasalahan yang terjadi

d. Masa berlaku analisa laporan


e. Penemuan barang bukti yang berharga (pada laporan akhir penemuan ini

sangat ditekankan sebagai bukti penting proses penyidikan)

f. Teknik khusu yang digunakan contoh : password crecker

g. Bantuan pihak lain (pihak ketiga)

Setelah semua proses di atas selesai dengan baik dan prosedural, selanjutnya

laporan hasil pemeriksaan secara digital forensic berikut barang bukti digital

diserahkan kembali kepada investigator atau lembaga pengirimnya. Pada tahapan

ini, proses serah terima barang bukti harus dicatat di log book dan formulir

penyerahan barang bukti yang dilengkapi dengan identitas jelas dan tanda tangan

petugas dari perwakilan lembaga yang menerima kembali barang bukti dan petugas

yang menyerahkanya, selain tanggal/waktu serah terima dan jumlah spesifikasi

teknis barang bukti tersebut.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Bukti Digital (Digital Evidence) adalah setiap data atau informasi yang di

transmisikan menggunakan alat komputer yang berupa data digital hasil

ekstrak dari perangkat elektronik yang dapat di pertanggung jawabkan di

depan persidangan dan dapat menghasilkan fakta-fakta mengenai kasus

yang sedang di persidangkan baik itu untuk mendukun atau menyangkal

sebuah pelanggaran tertentu.

2. Prosedur pemeriksaan baran bukti digital harus sesuai dengan SOP

(Starndard Operating Procedure) akan menghasislkan peresentasi yang

baik dan di mengerti di depan persidangan.

3. Setelah semua tahapan dalam pengumpulan bukti yaitu Authorization /

approval (izin persetujuan), Preparation (Persiapan), Securing and

Evaluating the Scene (mengamankan dan mengevaluasi tempat kejadian),

Documenting the Scene (Mendokumentasikan tempat kejadian), Evidence

Collection (Mengumpulkan Barang Bukti), Packaging, Transportation and

Storage, Initial Inspection (Pemeriksaan awal), Forensic Imaging and

Copying , Forensic Examination and Analysis, Presentation and Report,

Review, maka selanjutnya akan dipresentasekan laporan tersebut di

pengadilan.

4. Penjelasan laporan dipengadilan harus bisa dipahami oleh semua personel

yang hadir, dari hakim, juri maupun peserta audience, mengingat


banyaknya istilah-istilah forensik dalam prosedure forensika digital, secara

sederhana saksi harus menerangkan istilah tersebut dalam bahasa yang

dipahami oleh semua peserta persidangan.

3.2 Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis

akan lebih fokus dan details lagi dalam menjelaskan tentang paper di atas

dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung

jawabkan.

Untuk itu saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk

menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah dijelaskan.


DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008


Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (2008). Indonesia.

Rayers, A dan Wiles, J, Best Damn Cybercrime and Digital Forensis, Syngress
Publishing Inc.

Al-Azhar, M.N. (2012) Digital Forensics Panduan Praktis Investigasi Komputer,


Salemba Infotek, Jakarta,

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4e8ec99e4d2ae/apa-perbedaan-alat-
bukti-dengan-barang-bukti (di akses 8 Mei 2017)

Ryder, K. Computer Forensics – We’ve had an incident, who do we get to


investigate? SANS Institute InfoSec Reading Room.

Casey, E. (2011). Digital Evidence and Computer Crime : Forensics Science,


Computers and the Internet

Sommer, P. Digital Evidence, Digital Investigations and E-Disclosure: A Guide


to Forensic Readiness for Organisations, security Advisers and lawyers, Third
Edition

Anda mungkin juga menyukai