Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada


hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)
terhadap perkara tersebut. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai usaha yang
dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam memperoleh bukti-bukti yang
dibutuhkan untuk mengungkap suatu perkara baik pada tahap pemeriksaan
pendahuluan seperti penyidikan dan penuntutan maupun pada tahap persidangan
perkara tersebut. Sejalan dengan perkembangan yang pesat dunia teknologi
telekomunikasi dan teknologi komputer menghasilkan internet yang multiguna.
Perkembangan ini membawa kita ke revolusi dalam sejarah pemikiran manusia bila
ditinjau dari konstruksi pengetahuam umat manusia yang dicirikan dengan cara
berfikir yang tanpa batas dengan Percepatan teknologi semakin lama semakin
canggih yang menjadi sebab perubahan yang terus menerus dalam semua interaksi
dan aktivitas masyarakat informasi. Internet merupakan bukti masyarakat global. Era
informasi ditandai dengan aksesibilitas informasi yang amat tinggi. Dalam era ini,
informasi merupakan komoditi utama yang diperjualbelikan sehingga akan muncul
berbagai network & information company yang akan memperjualbelikan berbagai
fasilitas bermacam jaringan dan berbagai basis data informasi tentang berbagai hal
yang dapat diakses oleh user dan pelanggan. Perkembangan Internet dan umumnya
dunia cyber tidak selamanya menghasilkan hal-hal yang postif. Salah satu hal negatif
yang merupakan efek sampingannya antara lain adalah kejahatan di dunia maya.

Kini, sudah dikenal forensik asuransi, forensik akuntansi, forensik computer,


toksikologi forensik dalam kasus kejahatan lingkungan, dan forensik balistik. Meski
berbeda sebutan, tujuannya tetap sama. Forensik itu mengungkap kejahatan Saat ini
teknologi komputer dapat digunakan sebagai alat bagi para pelaku kejahatan
komputer seperti dengan berbagai istilah sehingga munculah istilah carding,hacking,
cracking.Barang bukti yang berasal dari komputer telah muncul dalam persidangan30
tahun. awal nya hakim menerima bukti tersebut tanpa membedakan dengan bentuk
bukti lainnya namun seiring dengan kemajuan teknologi komputer, perlakuan tersebut
menjadi membingungkan karena bukti elektronik sangat sulit dibedakannya antara
yang asli dan yang palsu berdasarkan sifat alaminya,data yang ada dalam komputer
sangat mudah dimodifikasi.

Oleh karena itu, penulis ingin memberikan pandangan terhadap aksi-aksi cyber
crime khususnya yang ada di Indonesia karena selama ini, pemberitaan tentang aksi-
aksi kejahatan di internet sangat banyak dan pembuktiannya pun sulit. Dalam melihat
kasus ini adalah mencari akar masalah bukti elektronik atau di kaji dalam computer
forensic merupakan alat bukti hukum yang sah.

Maksud dan Tujuan

a. Maksud

Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur
dari Dosen Pengampu Mata Kuliah Hukum Kedokteran Forensik yang materinya
menyangkut masalah alat komputer forensik terkait bukti elektronik merupakan alat
bukti hukum yang sah..
b. Tujuan
Dengan penulisan makalah ini, penulis mengharapkan agar makalah ini dapat
dijadikan tambahan wawasan atau pengetahuan bagi pembaca mengenai hal-hal yang
berkenaan dengan upaya memberikan pemahaman kepada masyarakat luas agar alat
bukti elektronik merupakan alat bukti yang sah.
2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat diambil beberapa
pokok permasalahan yang akan dibahas, antara lain:
1. Apakah yang dimaksud dengan komputer forensik ?.
2. Bagaimana pembuktian dengan komputer forensik ?
BAB II

PEMBAHASAN

1. Komputer Forensik?

Menurut Ruby Alamsyah, digital forensik atau terkadang disebut komputer


forensik adalah ilmu yang menganalisa barang bukti digital sehingga dapat
dipertanggungjawabkan di pengadilan. Barang bukti digital tersebut termasuk
handphone, notebook, server, alat teknologi apapun yang mempunyai media
penyimpanan dan bisa dianalisa. Jumlah kejahatan komputer (computer crime),
terutama yang berhubungan dengan sistem informasi, akan terus meningkat karena
kejahatan di internet terbagi dalam berbagai versi. Salah satu versi menyebutkan
bahwa kejahatan ini terbagi dalam dua jenis, yaitu kejahatan dengan motif intelektual.
Biasanya jenis yang pertama ini tidak menimbulkan kerugian dan dilakukan untuk
kepuasan pribadi. Jenis kedua adalah kejahatan dengan motif politik, ekonomi, atau
kriminal yang potensial yang dapat menimbulkan kerugian bahkan perang informasi.
komputer forensik dapat diartikan sebagai pengumpulan dan analisis data dari
berbagai sumber daya komputer yang mencakup sistem komputer, jaringan komputer,
jalur komunikasi, dan berbagai media penyimpanan yang layak untuk diajukan dalam
sidang pengadilan. Komputer forensik banyak ditempatkan dalam berbagai
keperluan, bukan hanya untuk menangani beberapa kasus kriminal yang melibatkan
hukum, seperti rekonstruksi perkara insiden keamanan komputer, upaya pemulihan
kerusakan sistem, pemecahan masalah yang melibatkan hardware ataupun software,
dan dalam memahami sistem atau pun berbagai perangkat digital agar mudah
dimengerti.
Komputer forensik merupakan ilmu baru yang akan terus berkembang. Ilmu
ini didasari oleh beberapa bidang keilmuan lainnya yang sudah ada. Bahkan,
komputer forensik pun dapat dispesifikasi lagi menjadi beberapa bagian, seperti Disk
Forensik, System Forensik, Network Forensik, dan Internet Forensik. Pengetahuan
Disk Forensik sudah terdokumentasi dengan baik dibandingkan dengan bidang
forensik lainnya. Beberapa kasus yang dapat dilakukan dengan bantuan ilmu Disk
Forensik antara lain mengembalikan file yang terhapus, mendapatkan password,
menganalisis File Akses dan System atau Aplikasi Logs, dan sebagainya.

Permodelan Forensik
Model forensik melibatkan tiga komponen terangkai yang dikelola sedemikian rupa
sehingga menjadi sebuah tujuan akhir dengan segala kelayakan serta hasil yang
berkualitas. Ketiga komponen tersebut adalah:

• Manusia (People), diperlukan kualifikasi untuk mencapai manusia yang


berkualitas. Memang mudah untuk belajar komputer forensik, tetapi untuk
menjadi ahlinya, dibutuhkan lebih dari sekadar pengetahuan dan pengalaman.

• Peralatan (Equipment), diperlukan sejumlah perangkat atau alat yang tepat


untuk mendapatkan sejumlah bukti (evidence) yang dapat dipercaya dan
bukan sekadar bukti palsu.

• Aturan (Protocol), diperlukan dalam menggali, mendapatkan, menganalisis,


dan akhirnya menyajikan dalam bentuk laporan yang akurat. Dalam
komponen aturan, diperlukan pemahaman yang baik dalam segi hukum dan
etika, kalau perlu dalam menyelesaikan sebuah kasus perlu melibatkan peran
konsultasi yang mencakup pengetahuan akan teknologi informasi dan ilmu
hukum tentunya.

Ilmu forensik telah didefinisikan sebagai ilmu apapun yang digunakan untuk tujuan
hukum (menyediakan) tidak memihak bukti ilmiah untuk digunakan dalam
kepentingan peradilan, dan dalam penyelidikan.
Menurut Marcus Ranum Jaringan forensik adalah menangkap, merekam, dan analisis
peristiwa jaringan untuk menemukan sumber serangan keamanan atau lainnya
masalah insiden.

Sedangkan menurut Joel Weise and Brad Powell Komputer forensik adalah
Penerapan, pengolahan, pemeliharaan, dan analisis informasi yang diperoleh dari
sistem, jaringan, aplikasi, atau sumber daya komputasi lain, untuk menentukan
sumber serangan terhadap sumber-sumber itu. Kegiatan-kegiatan ini dilakukan dalam
perjalanan sebuah investigasi forensik komputer sebenarnya yang dirasakan atau
serangan terhadap sumber daya komputer. Tujuan utama dari proses analisis forensik
komputer adalah:

1. Untuk membantu menentukan peristiwa apa yang tidak diinginkan terjadi.


2. Untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan melestarikan bukti-bukti
untuk mendukung tuntutan dari tindak kejahatan.
3. Untuk menggunakan pengetahuan itu untuk mencegah kejadian masa depan.
4. Untuk menentukan motivasi dan tujuan para penyerang.

Definisi lain dari komputer forensik adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan sekumpulan prosedur untuk melakukan pengujian secara


menyeluruh suatu sistem komputer dengan mempergunakan software dan tool
untuk memelihara barang bukti tindakan kriminal.
2. Menurut Noblett, yaitu berperan untuk mengambil, menjaga, mengembalikan,
dan menyajikan data yang telah diproses secara elektronik dan disimpan di
media komputer.
3. Menurut Judd Robin, yaitu penerapan secara sederhana dari penyidikan
komputer dan teknik analisisnya untuk menentukan bukti-bukti hukum yang
mungkin.
Dalam prateknya komputer forensik atau digital forensik melibatkan pelestarian,
identifikasi, ekstraksi, dokumentasi, dan interpretasi data komputer.

Investigasi dan penuntutan kejahatan komputer memiliki beberapa isu unik, seperti:

1. Penyelidik dan pelaku memiliki kerangka waktu padat untuk investigasi.


2. Informasinya tidak dapat diukur.
3. Investigasi harus turut mencampuri tingkah laku normal bisnis organisasi.
4. Pasti ada kesulitan dalam memperoleh bukti.
5. Data yang berkaitan dengan investigasi kriminal harus berlokasi di komputer
yang sama sebagaimana kebutuhan data bagi kelakuan normal bisnis
(percampuran data).
6. Dalam banyak hal, seorang ahli atau spesialis dibutuhkan.
7. Lokasi yang melibatkan kriminal pasti terpisah secara geografis dari jarak
yang cukup jauh dalam yurisdiksi yang berbeda.
8. Banyak yurisdiksi telah memperluas definisi properti untuk memasukkan
informasi elektronik
2. Bagaimana pembuktian dengan komputer forensik

komputer forensik adalah proses penggunaan pengetahuan ilmiah dalam


mengumpulkan, menganalisis, dan membawanya ke pengadilan tanpa mengalami
perubahan seperti apa yang terjadi pada waktu kejadian. Sedangkan forensik
komputer merupakan cabang ilmu pengetahuan baru yang mengombinasikan antara
ilmu komputer dan ilmu hukum. Digital forensik itu turunan dari disiplin ilmu
teknologi informasi (information technology/IT) di ilmu komputer, terutama dari ilmu
IT security. Kata forensik itu sendiri secara umum artinya membawa ke pengadilan.
Digital forensik atau kadang disebut komputer forensik yaitu ilmu yang menganalisa
barang bukti digital sehingga dapat dipertanggungjawabkan di pengadilan.
Bukti digital adalah informasi yang didapat dalam bentuk / format digital
(scientific Working Group on Digital Evidence, 1999). Beberapa contoh bukti digital
antara lain: E-mail, alamat e-mail Filewordprocessor/spreadsheet Source code
perangkat lunak File berbentuk image(.jpeg, .tip, dan sebagainya)Web Browser
bookmarks, cookies Kalender, to-do list Bukti digital tidak dapat langsung dijadikan
barang bukti pada proses peradilan, karena menurut sifat alamiahnya bukti digital
sangat tidak konsisten. Untuk menjamin bahwa bukti digital dapat dijadikan barang
bukti dalam proses peradilan maka diperlukan sebuah standar data digital yang dapat
dijadikan barang bukti dan metode standar dalam pemrosesan barang bukti sehingga
bukti digital dapat dijamin keasliannya dan dapat dipertanggung jawabkan. Berikut
ini adalah aturan standar agar bukti dapat diterima dalam proses peradilan:

v Dapat diterima, artinya data harus mampu diterima dan digunakan demi hukum, mulai
dari kepentingan penyelidikan sampai dengan kepentingan pengadilan.
v Asli, artinya bukti tersebut harus berhubungan dengan kejadian / kasus yang terjadi
dan bukan rekayasa.
v Lengkap, artinya bukti bisa dikatakan bagus dan lengkap jika di dalamnya terdapat
banyak petunjuk yang dapat membantu investigasi.
v Dapat dipercaya, artinya bukti dapat mengatakan hal yang terjadi di belakangnya. Jika
bukti tersebut dapat dipercaya, maka proses investigasi akan lebih mudah. Syarat
dapat dipercaya ini merupakan suatu keharusan dalam penanganan perkara. Untuk itu
perlu adanya metode standar dalam pegambilan data atau bukti digital dan
pemrosesan barang bukti data digital, untuk menjamin keempat syarat di atas
terpenuhi. Sehingga data yang diperoleh dapat dijadikan barang bukti yang legal di
pengadilan dan diakui oleh hukum.
Barang bukti sangat di perlukan keberadaanya karena sangat menentukan
keputusan di pengadilan, untuk itu pemrosesan barang bukti dalam analisa forensik
sangat diperhatikan. Berikut ini adalah panduan umum dalam pemrosesan barang
bukti menurut Lori Wilier dalam bukunya "Computer Forensic":

1. Shutdown komputer perlu dipertimbangkan hilangnya informasi proses yang


sedang berjalan
2. dokumentasikan konfigurasi hardware sistem, perhatikan bagaimana komputer
disetup karena mungkin akan diperlukan restore kondisi semula pada tempat yang
aman pindahkan sistem komputer ke lokasi yang aman buat backup secara bit-by-
bitdan hardisk dan floppy barang bukti asli uji keotentikan data pada semua perangkat
penyimpanan dokumentasikan tanggal dan waktu yang berhubungan dengan file
komputer buat daftar keyword pencarian evaluasi swap file, evaluasi file slack
evaluasi unallocated space (erased file) pencarian keyword pada file, file slack, dan
unallocated space dokumentasikan nama file, serta atribut tanggal dan waktu
identifikasikan anomali file, program untuk mengetahui kegunaannya
dokumentasikan temuan dan software yang dipergunakan buat salinan software yang
dipergunakan
3. Untuk memastikan bahwa media bukti digital tidak dimodifikasi, sebelum ia
digunakan untuk duplikasi, ia harus diset ke "Read Only", locked" atau "Write
Protect", untuk mencegah terjadinya modifikasi yang tidak disengaja. Secara baku,
SLAX4 menset seluruh device sebagai read only, sehingga mereka tidak dapat
dimodifikasi dengan mudah. Namun demikian, kami tetap menyarankan untuk
melindungi media digital tersebut menggunakan hardware write protector.(Di sadur
dari TUTORIAL INTERAKTIF INSTALASI KOMPUTER FORENSIK
MENGGUNAKAN APLIKASI OPEN SOURCE).

• Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan,


dikirimkan,diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,
optikal, atau sejenisnya,yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui
Komputer atau Sistem Elektronik,termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,
gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses,
simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang
yangmampu memahaminya.
• Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik
yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang
digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.

Menurut Pasal 5 UU ITE, informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik


merupakan alat bukti hukum yang sah namun bukanlah alat bukti baru, melainkan
perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di
Indonesia. Ketentuan yang perlu diperhatikan agar suatu informasi elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik adalah sah harus menggunakan Sistem Elektronik
yang diatur dalam UU ITE ini -antara lain terdapat dalam Pasal 6 dan pasal 7,
mengenai persyaratan tandatangan elektronik- , karena dalam hakekatnya semua
informasi dapat disajikan bukan hanya dalam media kertas, namun juga media
elektronik. Namun informasi dalam Sistem Elektronik, informasi yang asli dengan
salinannya tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem Elektronik pada dasarnya
beroperasi dengan carapenggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak
dapat dibedakan lagi dari salinannya, oleh karena itu perlu cara/sistem yang dapat
memastikan bahwa informasi yang diberikan adalah benar/valid, diberikan oleh pihak
yang berhak/berwenang dan dapat dipertanggung jawabkan.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan dan Saran

Dalam UU ITE diatur bahwa informasi elektronik/dokumen elektronik dan/atau hasil


cetaknya(buktidigital)merupakan alat bukti hukum yang sah, dan merupakan
perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di
Indonesia. Tapi, tidak sembarang informasi elektronik/dokumen elektronik dapat
dijadikan alat bukti yang sah. Menurut UU ITE, suatu informasi elektronik/ dokumen
elektronik dinyatakan sah untuk dijadikan alat bukti apabila menggunakan sistem
elektronik yang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU ITE, yaitu sistem
elektronik yang andal dan aman, serta memenuhi persyaratan minimum sebagai
berikut:

1. dapat menampilkan kembali informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik


secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan peraturan perundang-
undangan.
2. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan
keteraksesan informasi elektronik dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;
3. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam penyelenggaraan
systemelektronik.
4. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa,
informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan
penyelenggaraansistemelektronik.
5. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan
kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
Pihak yang mengajukan informasi elektronik tersebut harus dapat membuktikan
bahwa telah dilakukan upaya yang patut untuk memastikan bahwa suatu sistem
elektronik telah dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan,
dan keteraksesan informasi elektronik tersebut. Dapat disimpulkan bahwa sebelum
dokumen elektronik dapat dijadikan suatu bukti yang sah, maka harus diuji lebih
dahulu syarat minimal yang ditentukan oleh undang-undang yaitu pembuatan
dokumen elektronik tersebut dilakukan dengan menggunakan sistem elektronik yang
andal, aman dan beroperasi sebagaimana sudah semestinya memenuhi batas minimal
pembuktian, oleh karena dalam teori hukum pembuktian disebutkan bahwa agar suatu
alat bukti yang diajukan di persidangan sah sebagai alat bukti, harus dipenuhi secara
utuh syarat formil dan materiil sesuai dengan yang ditentukan oleh undang-undang.

Batas minimal pembuktian akta otentik cukup pada dirinya sendiri, oleh karena nilai
kekuatan pembuktian yang melekat pada akta otentik adalah sempurna dan mengikat,
pada dasarnya ia dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan bantuan atau dukungan alat
bukti yang lain.

Kalau syarat diatas dipenuhi, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1975 KUH Perdata
juncto Pasal 288 RBG maka nilai kekuatan pembuktiannya sama dengan akta otentik;
dan oleh karena itu juga mempunyai batas minimal pembuktian yaitu mampu berdiri
sendiri tanpa bantuan alat bukti lain.

Dari syarat-syarat formil dan materiil tersebut dapat dikatakan bahwa dokumen
elektronik agar memenuhi batas minimal pembuktian haruslah didukung dengan saksi
ahli yang mengerti dan dapat menjamin bahwa sistem elektronik yang digunakan
untuk membuat, meneruskan, mengirimkan, menerima atau menyimpan dokumen
elektronik adalah sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang; kemudian juga
harus dapat menjamin bahwa dokumen elektronik tersebut tetap dalam keadaan
seperti pada waktu dibuat tanpa ada perubahan apapun ketika diterima oleh pihak
yang lain (integrity), bahwa memang benar dokumen tersebut berasal dari orang yang
membuatnya (authenticity) dan dijamin tidak dapat diingkari oleh pembuatnya (non
repudiation).

Hal ini bila dibandingkan dengan bukti tulisan, maka dapat dikatakan dokumen
elektronik mempunyai derajat kualitas pembuktian seperti bukti permulaan tulisan
(begin van schriftelijke bewijs), dikatakan seperti demikian oleh karena dokumen
elektronik tidak dapat berdiri sendiri dalam mencukupi batas minimal pembuktian,
oleh karena itu harus dibantu dengan salah satu alat bukti yang lain. Dan nilai
kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada pertimbangan hakim, yang dengan
demikian sifat kekuatan pembuktiannya adalah bebas (vrij bewijskracht).
DAFTAR PUSTAKA

Makarim, Edmon. 2004. Kompilasi Hukum Telematika.Jakarta: PT RajaGrafindo


Persada.

http://www.wahyudi.or.id/2010/01/19/seminar-mencari-bukti-valid-melalui-forensik-
digital/

http://www.legalitas.org/artikel/alat/bukti/elektronik/dokumen/elektronik/kedudukan/
nilai/derajat/kekuatan/pembuktiannya/hukum

http://notarisgracegiovani.com/Seputar-PT-dan-CV/RUPS-Melalui-Media-
Elektronik.html

http://www.scribd.com/doc/27116840/Pengantar-Menuju-Ilmu-Forensik

http://www.kusandriadi.com/sertifikat-digital-forensik-di-indonesia/

http://yanto-ssi.blogspot.com/2010/05/komputer-forensik.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Komputer_forensik

http://www.perspektifbaru.com/wawancara/708
HUKUM KEDOKTERAN FORENSIK
(Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Kedokteran Forensik)

“KOMPUTER FORENSIK SEBAGAI ALAT BUKTI HUKUM YANG SAH”

Disusun Oleh:

Oktaviana Gilang Pratama E1A006216

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2010

Anda mungkin juga menyukai