Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“Cyber Law”

Disusun Oleh :
Nama : Natalia Butar-Butar
NPM : 21120015
Kelas : SI-M2102
Dosen Pembimbing : A. M. Hatuaon Sihite, SE., MM.

UNIVERSITAS BUDI DARMA MEDAN


FAKULTAS KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
PRODI. SISTEM INFORMASI
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Kita Panjatkan Kepada Tuhan yang Maha Esa yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang, karena berkat rahmat-Nya, saya bisa menyusun dan menyelesaikan
makalah yang berjudul “Cyber Law”. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah memberikan dorongan dan motivasi.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran yang membangun guna menyempurnakan makalah ini dan dapat menjadi acuan dalam
menyusun makalah-makalah atau tugas-tugas selanjutnya.
Penulis juga memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan
pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami maksud
penulis.

Medan, 20 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................II

DAFTAR ISI.........................................................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang....................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................2

1.4 Manfaat Penulisan...............................................................................................2

BAB II CYBER LAW

2.1 Pengertian Cyber Law......................................................................................3


2.2 Sejarah Cyber Law di Indonesia.......................................................................3
2.3 Topic Seputar Cyber law..................................................................................5
2.4 Ruang Lingkup Cyber Law..............................................................................5
2.5 Komponen dari Cyber Law..............................................................................6
2.6 Asas-asas Cyber Law........................................................................................7
2.7 Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Penyalahgunaan Informasi
Dunia Maya......................................................................................................8
2.8 Perkembangan Cyber Law di Indonesia...........................................................9

2.9 Jenis – Jenis Pelanggaran Kejahatan dalam Cyber Law...................................10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................14
3.2 Saran dan Kritik................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau
hukum telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah
hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian
pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum
telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan
adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya
(virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan
yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup
lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem
komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan
hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi,
komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal
yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.

Berdasarkan permasalahan hukum tersebutlah pemerintah sebagai penjamin kepastian


hukum dapat menjadi sarana pemanfaatan teknologi yang modern. Sebagai salah satu bukti
nyata adalah dibuatnya suatu kebijakan dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Sistem ekonomi  yang dianut oleh Indonesia adalah sistem ekonomi campuran
yaitu  perekonomian bertumpu pada kekuatan dan mekanisme pasar tetapi pasar tersebut
tidak kebal dari intervernsi pemerintah singkatnya sistem ekonomi ini merupakan campuran
antara unsur-unsur dalam perekonomian pasar dan perekonomian sosialis.

iv
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Topik Cyber Law di setiap negara ?


2. Bagaimana ruang lingkup Cyber Law?
3. Apa saja komponen dari Cyber Law?
4. Apa saja Asas-Asas dari Cyber Law?
5. Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Penyalahgunaan Informasi Dunia
Maya ?
6. Apa saja jenis-jenis Pelanggaran yang terdapat di dalam Cyber Law?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui bagaimana topik Cyber Law di setiap negara
2. Untuk mengetahui bagaimana ruang lingkup Cyber Law
3. Untuk mengetahui apa saja komponen dari Cyber Law
4. Untuk mengetahui apa saja Asas-Asas dari Cyber Law
5. Untuk mengetahui kebijakan Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Penyalahgunaan
Informasi Dunia Maya
6. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis Pelanggaran yang terdapat di dalam Cyber
Law

1.4 Manfaat Penulisan

Setelah disusunnya makalah ini untuk penulis pribadi dapat membuka wawasan
kami bahwa di era global ini penjahat bisa muncul dimana pun sehingga kami bisa lebih
berhati-hati lagi dalam penggunaan teknologi internet, dengan mempelajari cyber law ini
kami juga mengetahui aturan-aturan atau batas-batas penggunaan internet dalam cyber law,
sehingga kita bisa membantu menerapkan dan menegakkan cyber law minimal untuk diri kita
sendiri maupun di lingkungan sekitar.

v
BAB II

CYBER LAW

2.1 Pengertian Cyber Law

Cyberlaw adalah hukum yang digunakan didunia cyber ( dunia maya ) yang umumnya
diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw merupakan aspek hukum yang ruang lingkupnya
meliputi suatu aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang
menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat online dan
memasuki dunia cyber atau dunia maya. Cyberlaw sendiri merupakan istilah yang berasal
dari Cyberspace Law. Cyberlaw akan memainkan peranannya dalam dunia masa depan,
karena nyaris tidak ada lagi segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh keajaiban teknologi
dewasa ini dimana kita perlu sebuah perangkat aturan main di dalamnya.

Hukum pada prinsipnya merupakan pengaturan terhadap sikap tindakan perilaku


seseorang dan masyarakat dimana akan ada sangsi bagi yang melanggar. Pada dasarnya
sebuah undang - undang dibuat sebagai jawaban hukum terhadap persoalan yang ada di
masyarakat, namun pada pelaksanaannya tak jarang suatu undang - undang yang sudah
terbentuk menemui kenyataan yang mungkin tidak terjangkau saat undang - undang di
bentuk.

2.2 Sejarah Cyberlaw di Indonesia

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini diawali dengan


perkembangan teknologi komputer sejak tahun 1990- an sudah menjadi perhatian masyarakat
dan pemerintah indonesia. Pada tahun 2000 pemerintah mulai menggagas untuk mengatur
berbagai aktivitas di cyberspace. Usaha untuk melakukan regulasi terhadap aktivitas manusia
di cyberspace termasuk aspek hukum pidananya telah dilakukan sejak tahun 2000, yaitu
pertama dengan disusunnya RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi yang diprakarsai
Direktorat Jendral Pos dan Telekomunikasi Departemen Perhubungan.

RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi disusun oleh Tim Fakultas Hukum UNPAD
dan ITB. Kedua, RUU Tanda Tangan Digital diprakarsai oleh Departemen Perindustrian dan
Perdagangan dan disusun oleh Tin Fakultas Hukum UI, khususnya Lembaga Kajian Hukum
dan Teknologi (LKTH). RUU tersebut akhirnya digabung menjadi, RUU Informasi,
Komunikasi, dan Transaksi Elektronik (RUU IKTE) yang diprakarsai oleh Direktorat Jendral

vi
Pos dan Telekomunikasi Departemen Perhubungan dan Departemen Perindustrian dan
Perdagangan, dengan penyusun berasa dari Tim Fakultas Hukum UNPAD dan Tim Asistensi
ITB serta Lembaga Kajian Hukum dan Teknologi (LKTH) UI. Seiring dengan dibentuknya
Kementrian Negara Komunikasi dan Informasi (KOMINFO), sejak maret 2003 pembentukan
RUU IKTE selanjutnya dilakukan oleh Kementrian Kominfo dan menjadi RUU Informasi
Elektronik dan Transaksi Elektronik (RUU IETE). Pada tahun 2005 Kementrian Komunikasi
dan Informasi berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.9 Tahun 2005 berubah menjadi
Departemen Komunikasi dan Informatika (DEPKOMINFO) dan penyusunan RUU IETE
yang kemudian berubah menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE)
dilakukan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika.

Melalui pembahasan di DPR pada tanggal 25 maret 2008 rapat paripurna DPR
menyetujui RUU ITE ditetapkan menjadi Undang-undang dan kemudian pada tanggal 21
April 2008 oleh Presiden Republik Indonesia diundangkan dengan Undang-undang No.11
tahun2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Lembaran Negara tahun 2008 No.58.

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) merupakan Hukum


Siber Pertama Indonesia dan pembentukannya bertujuan untuk memberikan kepastian hukum
bagi masyarakat yang melakukan transaksi secara elektronik, mendorong pertumbuhan
ekonomi, mencegah terjadinya kejahatan berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta
melindungi masyarakat pengguna jasa yang memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi. UU ITE terdiri dari 54 pasal yang terbagi dalam 13 Bab. Ketentuan-ketentuan
yang mengatur kriminalisasi perbuatan yang termasuk kategori tindak pidana siber adalah
Bab VII tentang perbuatan yang dilarang pasal 27-pasal37. Sanksi pidana atas perbuatan-
perbuatan tersebut dirumuskan dalam Bab XI tentang ketentuan pidana Pasal 45-Pasal52.

Dalam perjalanannya, kriminalisasi tindak pidana siber dalam UU ITE yang mengatur
penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam aktivitas di dunia siber belum
memadai. Saat ini hukum internasional yang banyak digunakan negara-negara di dunia
sebagai pedoman dalam pengaturan tindak pidana siber adalah Convention on Cybercrime
2001. Sehubungan dengan itu pemerintah Indonesia bermaksud untuk melakukan aksesi
terhadap Convention on Cybercrine 2001 dan melakukan harmonisasi hukum nasional
indonesia dengan Convention on Cybercrime 2001. Berdaarkan hasil kajian dan juga hasil
Workshop on Cybercrime Legislation in Indonesia dengan Council of Europe Expert,
ketentuan-ketentuan UU ITE belum sesuai dengan ketentuan tindak pidana siber dalam
konvensi. Untuk itu pemerintah telah menyusun draf RUU Tindak Pidana Teknologi

vii
Informasi (RUU TIPITI) yang akan mengatur beberapa terminologi dan norma-norma dalam
konvensi yang belum sesuai atau belum diatur dalam UU ITE.

RUU TIPITI yang terdiri dari 10 Bab dan 27 pasal merumuskan beberapa pengertian
baru yang dirumuskan adalah sistem komputer, data komputer dan data trafik. Perbuatan-
perbuatan yang dikriminalisasi dalam RUU TIPITI pada dasarnya mengatur 5 jenis tindak
pidana yaitu : penipuan, pelanggaran hak cipta dan hak-hak terkait, menghambat atau
menghalangi proses peradilan, pembantuan dan penghasutan serta pelanggaran kewajiban
oleh penyelenggara sistem.8

2.3 Topic Seputar Cyber law

Secara garis besar ada lima topic dari cyberlaw di setiap negara yaitu:

a) Information security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan


integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah
kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik.
b) On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman
barang melalui internet.
c) Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi
pengguna maupun penyedia content.
d) Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content
yang dialirkan melalui internet.
e) Regulation on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui
internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi
hukum

2.4 Ruang Lingkup Cyber Law

Pembahasan mengenai ruang lingkup ”cyber law” dimaksudkan sebagai inventarisasi


atas persoalan-persoalan atau aspek-aspek hukum yang diperkirakan berkaitan dengan
pemanfaatan Internet. Secara garis besar ruang lingkup ”cyber law” ini berkaitan dengan
persoalan-persoalan atau  aspek hukum dari:

a. E-Commerce,
b. Trademark/Domain Names,

viii
c. Privacy and Security on the Internet,
d. Copyright,
e. Defamation,
f. Content Regulation,
g. Disptle Settlement, dan sebagainya.

2.5 Komponen dari Cyber law

Pertama, tentang yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait; komponen ini


menganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di
dalam dunia maya itu.
Kedua, tentang landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan
kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang
menyampaikan, aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online
dan penyedia jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi
penyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet.
Ketiga, tentang aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentang  patent,
merek dagang rahasia yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia cyber.
Keempat, tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang
berlaku di masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau
memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa yang
mereka lakukan.
Kelima, tentang aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna
internet.
Keenam, tentang ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan dalam
internet sebagai bagian dari nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinisip-
prinsip keuangan atau akuntansi.
Ketujuh, tentang aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai
bagian dari perdagangan atau bisnis usaha.

ix
2.6 Asas-asas Cyber Law

Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang
biasa digunakan, yaitu :

1. Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan


berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan
di negara lain.
2. Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum
dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat
merugikan bagi negara yang bersangkutan.
3. Nationality, yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan
hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
4. Passive Nationality, yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan
korban.
5. Protective Principle, yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan
negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar
wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah.
6. Universality. Asas ini selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan
penanganan hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest
jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk
menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas
sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity),
misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain. Meskipun di masa
mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy,
seperti computer, cracking, carding, hacking and viruses, namun perlu dipertimbangkan
bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius
berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional.
7. Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan
pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan batas-batas wilayah.
Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screens
and passwords. Secara radikal, ruang cyber telah mengubah hubungan antara legally
significant (online) phenomena and physical location.
x
2.7 Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Penyalahgunaan Informasi Dunia
Maya

“Salah satu kemajuan terknologi informasi yang diciptakan pada akhir abad ke-20
adalah internet. Jaringan komputer-komputer yang saling terhubung membuat hilangnya
batas-batas wilayah. Dunia maya menginternasionalisasi dunia nyata. Dunia cyber yang
sering disebut dunia maya menjadi titik awal akselerasi distribusi informasi dan membuat
dunia internasional menjadi  tanpas batas. “Teknologi informatika saat ini menjadi pedang
bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan
peradaban dunia, sekaligus menjadi sarana efektif melawan hukum. Maka untuk menghadapi
sifat melawan hukum yang terbawa dalam perkembangan informasi data di dunia maya.

Diperlukan sebuah perlawanan dari hukum positif yang ada. “Suatu perbuatan tidak
dapat dipidana, kecuali  berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang
telah ada sebelumnya” hal ini adalah asas legalitas yang tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 1 tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hukum pidana
merupakan salah satu instrumen dalam menghadapi perbuatan melawan hukum. Maka perlu
dikaji lebih mendalam secara teoritik bagaimana kebijakan hukum pidana yang dalam
faktanya sering kalah satu langkah dengan tindak pidana. Dalam hal ini terhadap kejahatan
penyalahgunaan informasi data di dunia cyber.

Sesuai Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi


Elektronik (UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE) Pasal 1 angka 1 bahwa : “Informasi
elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada
tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, poto, electronic data interchange (EDI), surat
elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka,
Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya.

xi
2.8 Perkembangan Cyberlaw di Indonesia

Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999.
Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai
transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat
digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya yang generik,
diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke yang
lebih spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana.

Dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam
rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-
hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan
komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk
pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain,
dan masalah privasi. Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang
mengatur hal ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu
rancangan. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke
Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di
luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang.

Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan
teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan
terhadap sebuah situs di Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau sang penyusup ini?
Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di
Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Apakah kita akan mengejar
cracker ini ke luar negeri? Nampaknya hal ini akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan
sumber daya yang dimiliki oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini
jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk
mengunjungi sebuah tempat di dunia. Pendekatan ini dilakukan oleh Amerika Serikat.

xii
2.9 Jenis – Jenis Pelanggaran Kejahatan dalam Cyber Law

Beberapa contoh Kasus Cyber Law dan Hukumnya.

1. Penyebaran Virus
Virus dan Worm mulai menyebar dengan cepat membuat komputer cacat, dan
membuat internet berhenti. Kejahatan dunia maya, kata Markus, saat ini jauh lebih
canggih. Modus : supaya tidak terdeteksi, berkompromi dengan banyak PC, mencuri
banyak identitas dan uang sebanyak mungkin sebelum tertangkap. Penanggulangan :
kita dapat menggunakan anti virus untuk mencegah virus masuk ke PC. Penyebaran
virus dengan sengaja, ini adalah salah satu jenis cyber crime yang terjadi pada bulan
Juli 2009. Twitter (salah satu jejaring sosial) kembali menjadi media infeksi
modifikasi New Koobface, worm yang mampu membajak akun Twitter dan menular
melalui postingannya, dan mengjangkit semua followers. Semua kasus ini hanya
sebagian dari sekian banyak kasus penyebaran Malware di seantero jejaring sosial.
Twitter ta kalah jadi target, pada Agustus 2009 di serang oleh penjahat cyber yang
mengiklankan video erotis. Ketika pengguna mengkliknya, maka otomatis
mendownload Trojan-Downloader. Win32. Banload. sco.
Modus serangannya adalah selain menginfeksi virus akun yang bersangkutan
bahkan si pemiliknya terkena imbas. Karena si pelaku mampu mencuri nama dan
password pengguna, lalu menyebarkan pesan palsu yang mampu merugikan orang
lain, seperti permintaan transfer uang . Untuk penyelesaian kasus ini, Tim keamanan
dari Twitter sudah membuang infeksi tersebut. Tapi perihal hukuman yang diberikan
kepada penyebar virusnya belum ada kepastian hukum. Adapun Hukum yang dapat
menjerat Para Penyebar Virus tersebut tercantum dalam UU ITE pasal 33 yaitu
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau
mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Pelanggaran UU ITE ini akan dikenakan denda 1 ( Satu ) Milliar rupiah.
2. Spyware
Sesuai dengan namanya, spy yang berarti mata-mata dan ware yang berarti
program, maka spyware yang masuk dalam katagori malicious software ini, memang
dibuat agar bisa memata-matai komputer yang kita gunakan. Tentu saja, sesuai
xiii
dengan karakter dan sifat mata-mata, semua itu dilakukan tanpa sepengetahuan si
empunya.
Setelah memperoleh data dari hasil monitoring, nantinya spyware akan
melaporkan aktivitas yang terjadi pada PC tersebut kepada pihak ketiga atau si
pembuat spyware. Spyware awalnya tidak berbahaya karena tidak merusak data
seperti halnya yang dilakukan virus. Berbeda dengan virus atau worm, spyware tidak
berkembang biak dan tidak menyebarkan diri ke PC lainnya dalam jaringan yang
sama.
Modus : perkembangan teknologi dan kecanggihan akal manusia, spyware yang
semula hanya berwujud iklan atau banner dengan maksud untuk mendapatkan profit
semata, sekarang berubah menjadi salah satu media yang merusak, bahkan cenderung
merugikan.
Penanggulangan: Jangan sembarang menginstall sebuah software karena bisa jadi
software tersebut terdapat Spyware. Pelakunya dapat dijerat UU ITE Pasal 27 (1)
yaitu setiap orang dilarang menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau
sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak, untuk memperoleh, mengubah,
merusak, atau menghilangkan informasi dalam komputer dan atau sistem elektronik.
Dengan hukuman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1. 000. 000. 000, 00 (satu miliar rupiah).
3. Thiefware
Difungsikan untuk mengarahkan pengunjung situs ke situs lain yang mereka
kehendaki. Oleh karena itu, adanya kecerobohan yang kita lakukan akan
menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Apalagi jika menyangkut materi seperti
melakukan sembarangan transaksi via internet dengan menggunakan kartu kredit atau
sejenisnya. Modus : Nomor rekening atau kartu kredit kita akan tercatat oleh mereka
dan kembali dipergunakan untuk sebuah transaksi yang ilegal. Dari berbagai sumber
penanggulangan : jangan sembarang menggunakan kartu kredit dalam transaksi
internet, karena bisa jadi nomor rekening kita disadap oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab.
Pelakunya dapat dijerat UU ITE Pasal 31 (1) yaitu setiap orang dilarang
menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik secara tanpa
hak atau melampaui wewenangnya untuk memperoleh keuntungan atau memperoleh
informasi keuangan dari bank sentral, lembaga perbankan atau lembaga keuangan,
penerbit kartu kredit, atau kartu pembayaran atau yang mengandung data laporan

xiv
nasabahnya. Atau Pasal 31 (2) yaitu setiap orang dilarang menggunakan dan atau
mengakses dengan cara apapun kartu kredit atau kartu pembayaran milik orang lain
secara tanpa hak dalam transaksi elektronik untuk memperoleh keuntungan.
Dengan hukuman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp800. 000. 000, 00 (delapan ratus juta rupiah).
4. Cyber Sabotage and Exortion
Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau
penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer
yang terhubung dengan Internet. Modus : kejahatan ini dilakukan dengan
menyusupkan suatu logic bomb, virus komputer ataupun suatu program tertentu,
sehingga data, program komputer atau sistem jaringan komputer tidak dapat
digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau berjalan sebagaimana yang
dikehendaki oleh pelaku. Penanggulangan : Harus lebih ditingkatkan untuk security
pada jaringan.
Pelakunya dapat dijerat UU ITE Pasal 27 (1) yaitu setiap orang dilarang
menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan cara
apapun tanpa hak, untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan
informasi dalam komputer dan atau sistem elektronik. Dengan hukuman pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1. 000. 000.
000, 00 (satu miliar rupiah).
5. Browser Hijackers
Browser kita dimasukkan secara paksa ke link tertentu dan memaksa kita masuk
pada sebuah situs tertentu walaupun sebenarnya kita sudah benar mengetik alamat
domain situs yang kita tuju. Modus : program browser yang kita pakai secara tidak
langsung sudah dibajak dan diarahkan ke situs tertentu. Penanggulangan : lebih
waspada membuka link yang tidak dikenal pada browser.
Pelakunya dapat dijerat Pasal 23 (2) yaitu pemilikan dan penggunaan nama
domain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didasarkan pada etikad baik,
tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak
orang lain. (tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dituntut
atas pengaduan dari orang yang terkena tindak pidana. Dengan hukuman pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100. 000. 000,
00 (seratus juta rupiah).
6. Search hijackers

xv
Kontrol yang dilakukan sebuah search engine pada browser. Modus : Bila salah
menulis alamat, program biasanya menampilkan begitu banyak pop up iklan yang
tidak karuan. Penanggulangan : jangan sembarang membuka pop up iklan yang tidak
dikenal.
Pelakunya dapat dijerat Pasal 23 (2) yaitu pemilikan dan penggunaan nama
domain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didasarkan pada etikad baik,
tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak
orang lain. (tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dituntut
atas pengaduan dari orang yang terkena tindak pidana. Dengan hukuman pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100. 000. 000,
00 (seratus juta rupiah).
7. Surveillance software
Salah satu program yang berbahaya dengan cara mencatat kegiatan pada sebuah
komputer, termasuk data penting, password, dan lainnya. Modus : mengirim data
setelah seseorang selesai melakukan aktivitas. Penanggulangan : Selalu hati-hati
ketika ingin menginstal software. Jangan sekali-kali menginstal software yang tidak
dikenal.
Pelakunya dapat dijerat Pasal 22 (1) yaitu penyelenggara agen elektronik tertentu
wajib menyediakan fitur pada agen elektronik yang dioperasikannya yang
memungkinkan penggunanya melakukan yang melakukan perubahan informasi yang
masih dalam proses transaksi. Atau Pasal 25 yaitu penggunaan setiap informasi
melalui media elektronik yang menyangkut data tentang hak pribadi seseorang harus
dilakukan atas persetujuan dari orang yang bersangkutan, kecuali ditentukan lain oleh
peraturan perundang – undangan. Dengan hukuman pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100. 000. 000, 00 (seratus juta
rupiah).

xvi
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Di dunia ini banyak hal yang memiliki dualisme yang kedua sisinya saling berlawanan.
Seperti teknologi informasi dan komunikasi, hal ini diyakini sebagai hasil karya cipta
peradaban manusia tertinggi pada zaman ini. Namun karena keberadaannya yang bagai
memiliki dua mata pisau yang saling berlawanan, satu mata pisau dapat menjadi manfaat bagi
banyak orang, sedangkan  mata  pisau  lainnya dapat menjadi sumber kerugian bagi yang
lain, banyak pihak yang memilih untuk tidak berinteraksi dengan teknologi informasi dan
komunikasi. Sebagai manusia yang beradab, dalam  menyikapi dan  menggunakan teknologi
ini, mestinya kita dapat memilah mana yang baik, benar dan bermanfaat bagi sesama,
kemudian mengambilnya sebagai penyambung mata rantai kebaikan terhadap sesama, kita
juga mesti pandai melihat mana yang buruk dan merugikan bagi orang lain untuk selanjutnya
kita menghindari atau memberantasnya jika hal itu ada di hadapan kita

3.2 Saran dan Kritik

Demikian makalah ini kami susun dengan usaha yang maksimal dari tim kami, kami
mengharapkan yang terbaik bagi kami dalam penyusunan makalah ini maupun bagi para
pembaca semoga dapat mengambil manfaat dengan bertambahnya wawasan dan pengetahuan
baru setelah membaca tulisan yang ada pada makalah ini. Namun demikian, sebagai manusia
biasa kami menyadari keterbatasan kami dalam segala hal termasuk dalam penyusunan
makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik atau saran yang membangun demi
terciptanya penyusunan makalah yang lebih sempurna di masa yang akan datang. Atas segala
perhatiannya kami haturkan terimakasih.

xvii
DAFTAR ISI

http://ourcreated.blogspot.com/2012/05/contoh-makalah-perkembangan-cybercrime.html

http://makalahuuite.blogspot.com/

http://egb4n04.blogspot.com/2013/05/dinegara-kita-terkenal-dengan-undang.html

http://group-eptik.blogspot.com/2013/04/kesimpulan-dan-saran.html

http://ghanchou.blogspot.com/

xviii

Anda mungkin juga menyukai