Anda di halaman 1dari 26

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING SISWA SMK

TELKOM 2 MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

Oleh:

PUTRI ANGGRAINI

NIM : 1851000034

JENJANG PENDIDIKAN STRATA-1

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS POTENSI UTAMA

MEDAN

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Zaman seperti ini semakin banyak berita mengenai kekerasan yang terjadi di
dalam lingkungan sekolah. Baik kekerasan yang dilakukan oleh guru pada muridnya,
kakak kelas kepada adik kelasnya, maupun siswa yang sebaya. Kekerasan yang
dilakukan pun bermacam bentuknya, baik secara fisik maupun non-fisik. Kekerasan
yang terjadi dalam sekolah sudah terjadi sejak lama. Namun, hal tersebut sering
dianggap sebagai suatu tradisi yang sudah mendarah daging dan menjadi sebuah
kebiasaan yang wajar jika dilakukan oleh civitas akademik sekolah.

Sekolah sering menjadi tempat dimana perilaku bullying kerap terjadi. KPAI
mencatat dalam kurun waktu 9 tahun, dari 2011 sampai 2019, ada 37.381 pengaduan
kekerasan terhadap anak. Untuk bullying baik di pendidikan maupun sosial media,
angkanya mencapai 2.473 laporan dan trennya terus meningkat (Tim KPAI, 2020).
Data hasil riset Programme for International Students Assessment (PISA) 2018
menunjukkan murid yang mengaku pernah mengalami perundungan (bullying) di
Indonesia sebanyak 41,1%.

Indonesia sendiri berada di posisi kelima tertinggi dari 78 negara sebagai


negara yang paling banyak murid mengalami bullying. Murid di Indonesia mengaku
sebanyak 15% mengalami intimidasi, 19% dikucilkan, 22% dihina dan barangnya
dicuri. Selanjutnya sebanyak 14% murid di Indonesia mengaku diancam, 18%
didorong oleh temannya, dan 20% terdapat murid yang kabar buruknya disebarkan
(Jayani, 2019). Hal ini menandakan banyak sekali perilaku bullying yang ada di
Indonesia terlebih di sekolah.

Sekolah merupakan tempat untuk memperoleh pendidikan dan tempat paling


menyenangkan bagi siswa dan siswi untuk memperoleh ilmu dan bersosialisasi.
Tetapi sering sekali terjadi sesuatu hal yang tidak menyenangkan disekolah seperti
bullying. Bullying adalah kasus yang sering sekali terjadi dilingkungan sekolah.
Kasus bullying memang terkadang bersifat sepele yang dilakukan oleh siswa tetapi
itu mampu berdampak terhadap perkembangan psikologis pada anak-anak. Bullying
bukanlah hal yang sepele tetapi merupakan hal yang sangat penting untuk ditangani
apalagi kasus bullying ini belum bisa diberhentikan dan masih saja kita dengar
dilingkungan sekolah. Salah satu alasan mengapa perilaku bullying terjadi karena
terdapat konsep diri yang kurang, sehingga mereka yang merasa lebih baik akan
menindas mereka yang dirasa kurang (Charly & Monalisa, 2020) yang merupakan
salah satu dari faktor internal penyebab terjadinya perilaku bullying.

Adapun faktor eksternal yang dapat memengaruhi terjadinya bullying yaitu


keluarga, sekolah dan teman sebaya. Bukan hanya faktor eksternal yang
mempengaruhi seseorang melakukan perilaku bullying, namun faktor internal juga
mempengaruhi perilaku tersebut. Faktor dari setiap individu atau faktor internal,
merupakan salah satu faktor yang dapat membedakan pelaku bullying dengan
individu lainnya yang berada dalam lingkungan atau faktor eksternal yang sama
(Charrly & Monalisa,2020).

Perilaku bullying tidak terlepas dari sebuah konsep diri seseorang, dimana
konsep diri tersebut terkadang mempengaruhi perilaku seseorang terhadap orang lain
disekitar mereka. Konsep diri merupakan keadaan di mana seseorang mampu menilai
dirinya secara fisik, psikis, sosial, emosional, aspirasi, dan prestasi (Nurul,2019).
Konsep diri juga merupakan suatu cara untuk memprediksi tingkah laku seseorang.
Seseorang yang memiliki konsep diri negatif akan memiliki perilaku yang negatif
pula, seperti mudah menyerah dan selalu menyalahkan dirinya ketika mengalami
kegagalan. Sebaliknya, ketika konsep diri yang dimiliki positif, maka berdampak pula
pada perilaku positif, seperti terlihat lebih percaya diri dan selalu bersikap positif
terhadap sesuatu (Nurul,2019).
Konsep diri terbentuk dari pengalaman internal seseorang, hubungan dengan
orang lain dan interaksi dengan dunia luar. Adaptasi yang baik pada individu untuk
membentuk konsep diri yang positif apabila individu gagal dalam beradaptasi dan
mempengaruhi seluruh aspek konsep diri yang akan menyebabkan terbentuknya
konsep diri yang negatif (Arip , 2020).

Seseorang yang memiliki konsep diri yang negatif cendenrung akan mudah
melalukan perundungan, bullying atau kekerasan lain terhadap teman atau orang
sekitar (fidella & margaretha,2016). Secara general, bullying merupakan fenomena
yang sering terjadi di masa sekarang ini. Banyak kejadian ini terjadi di berbagai
tempat, terlebih di sekolah yang ada di Indonesia.

Sekolah SMK Telkom 2 Medan sendiri tidak terlepas dari yang namanya
perilaku atau tindakan bullying oleh para siswanya. Hal ini ditunjukkan dari adanya
perilaku secara verbal yang diutarakan oleh siswa seperti “kamu cacat, gak akan bisa
ambil barang itu” ataupun secara fisik seperti menarik bangku secara sengaja pada
temannya yang mau duduk tanpa adanya rasa bersalah. Perilaku lainnya juga cukup
sering diperlihatkan oleh para siswa selama peneliti berada disana untuk melakukan
observasi dan PKL.

Berdasarkan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk melihat apakah ada


Hubungan Konsep Diri dengan Perilaku Bullying Siswa SMK Telkom 2 Medan.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengungkap konsep diri dan
perilaku bullyuing siswa SMK Telkom 2 Medan.
1.3 Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat dalam melakukan penelitian, sebagai berikut:


a. Manfaat Teoritis
1. Memberikan manfaat dalam mengembangkan ilmu pendidikan khususnya
mengenai konsep diri dan seberapa bahaya nya bullying di lingkungan
sekolah.
2. Memberikan wawasan yang berguna bagi peneliti lain untuk melaksanakan
riset yang relevan kedepannya.
3. Mendeskripsikan konsep diri siswa SMK Telkom 2 Medan.
b. Manfaat Praktis
1. Memberikan manfaat bagi guru khususnya guru-guru SMK Telkom 2 dalam
mengetahui konsep diri dan beberapa perilaku bullying yang sering terjadi
antar siswa.
2. Memberikan informasi bagi setiap siswa untuk mengetahui pentingnya
meningkatkan konsep diri .

Gambaran Umum SMK Telkom 2 Medan

SMK Sandhy Putra – 2 Medan adalah salah satu sekolah yang didirikan dan
dikelola oleh Yayasan Sandhykara Putra Telkom ( YSPT ) sejak tahun 1992 , yang
berlokasi di Jl. Halat No. 68 Medan. Pada awal didirikan sekolah ini hanya
mengelolah 2 (dua) kompetensi keahlian yaitu Usaha Perjalanan Wisata (UPW) dan
Akomodasi Perhotelan (AP). Namun seiring berkembangnya zaman,SMK SANDHY
PUTRA – 2 MEDAN terus berbenah diri untuk dapat menciptakan sumber daya
manusia yang berkualitas yang dapat menjawab tantangan zaman dan perkembangan
teknologi, sehingga saat ini SMK SANDHY PUTRA – 2 MEDAN telah mengelola 4
(empat) kompetensi keahlian yaitu :
1. Usaha Perjalanan Wisata (UPW)
2. Akomodasi Perhotelan (AP)
3. Tata Boga (Patiseri)
4. Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ)

Untuk dapat menciptakan lulusan – lulusan yang berkualitas, SMK SANDHY


PUTRA – 2 MEDAN disamping melengakapi sarana prasarana pembelajaran yang
dibutuhkan para siswanya, juga dalam mengelola pendidikan menerapkan Sistem
Manajemen Mutu berstandar Internasional yaitu SMM ISO 9001 : 2008 dengan
nomor sertifikat QEC29885 tanggal 17 Juli 2012.

VISI

Mewujudkan Sekolah Menengah Kejuruan yang menghasilkan  peserta didik


yang beriman, cerdas, terampil, mandiri dan berwawasan global

MISI

1. Menanamkan Keimanan dan ketaqwaan melalui pengamalan ajaran agama


2. Mengoptimalkan proses pembelajaran dan bimbingan.
3. Mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berdasarkan minat, bakat,
dan potensi.
4. Membina kemandirian peserta didik melalui kegiatan kewirausahaan, dan
pengembangan diri yang terencana dan berkelanjutan.

Identitas Sekolah

NPSN : 10259305
Status : Swasta

Bentuk Pendidikan : SMK

Status Kepemilikan : Yayasan

SK Pendirian Sekolah : 219/I05/A/1992

Tanggal SK Pendirian : 08/09/1992

SK Izin Operasional : 421.5/1769/DIS PM PPTSP/6/X/2019

Tanggal SK Izin Operasional : 11/10/2019

Alamat : Jl. HALAT NO. 68 MEDAN

Desa / Kelurahan : KOTA MATSUM II

Kecamatan : MEDAN AREA

Kabupaten : KOTA MEDAN

Provinsi : PROV. SUMATERA UTARA

Kode Pos : 20215

Lintang : 3.5641

Bujur : 98.6918

Jumlah siswa : 457

Jumlah guru : 55
Jumlah jurusan :4

Jumlah kelas : 17

Jumlah ekstrakulikuler :9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diri

2.1.1 Pengertian Konsep Diri

Konsep diri merupakan kesadaran dari batin yang tetap, tentang pengalaman
dari individu tersebut dan juga yang membedakan antara individu tersebut dengan
individu lainnya ( Hadyan, Marni, dan Yecy , 2018). Konsep diri ini merupakan
bagian inti dari pengalaman individu. Secara perlahan-lahan pengalaman tersebut
dibedakan dan disimbolisasikansebagai bayangan diri tentang siapa individutersebut
sebenarnya dan apa yang seharusnya diperbuat oleh individu tersebut. ( Hadyan,
Marni, dan Yecy , 2018).

Konsep diri (self concept) merupakan sikap atau nilai individu. Nilai individu
memiliki karakterikstik yang reaktif dan dapat memprediksi apa yang akan dilakukan
oleh seseorang dalam waktu yang singkat. Konsep diri menunjukan bagaimana
seseorang memandang dirinya sendiri atau sesuatu yang mempengaruhi etika, cara
pandang atau pengertian seseorang terhadap sesuatu. ( Eldasa, 2018)

Ghufron dan Risnawita (Ersa, 2016) mendefinisikan konsep diri sebagai


gambaran seseorang mengenai diri sendiri yang merupakan gabungan dari keyakinan
fisik, psikologis, sosial, emosional aspiratif, dan prestasi yang mereka capai. Konsep
diri merupakan salah satu aspek yang cukup penting bagi individu dalam berperilaku.
Setiap individu memiliki konsep diri yang berbeda-beda, karena setiap individu
mendapatkan sumber yang berbeda dalam pembentukan konsep diri tersebut
Konsep diri adalah sikap seseorang terhadap diri sendiri atau berupa penilaian
yang diprediksi diri sendiri mengenai dirinya. Sikap dan nilai dari seorang individu
inilah yang akan menentukan apa yang akan mereka lakukan dan perbuat pada
dirinya sendiri (Rilla, 2017). Konsep diri adalah sebuah keyakinan, persepsi, perasaan
dan penilaian akademis diri seseorang (Afriliani,2020).
Rakhmat (Aditya & Rusmawati, 2018) menyebut bahwa konsep diri adalah
pandangan tentang perasaaan dan persepsi individu. Persepsi tentang diri bersifat
psikologi, sosial, dan fisis. Konsep diri bukan sekedar gambaran deskriftif namun
juga tentang penilaian dari individu.

2.1.2 Pembentukan Konsep Diri


Konsep diri terbagi atas beberapa bagian. Atwater (Beatriks, 2016)
menggolongkan dalam empat bagian konsep diri yaitu :
a. Pola pandang diri subjektif (subjective self)
Konsep diri terbentuk melalui pengenalan diri. Pengenalan diri
merupakan proses bagaimana orang melihat dirinya sendiri. Proses ini dapat
terjadi saat orang melihat bayangannya sendiri di cermin. Apa yang dipikirkan
seseorang pada proses pengenalan diri ini dapat terdiri dari gambaran-
gambaran diri (self image), baik itu potongan visual maupun persepsi diri.
Potongan visual ini seperti bentuk wajah dan tubuh yang dicermati ketika
bercermin, sedangkan persepsi diri biasanya diperoleh dari komunikasi
terhadap diri sendiri maupun pengalaman berinteraksi dengan
orang lain.
b. Bentuk dan bayangan tubuh (body image)
Selain melalui proses pengenalan diri yang biasa dilakukan dengan
melihat bayangan diri sendiri di cermin, pembentukan konsep diri dapat
melalui penghayatan diri terhadap bentuk fisiknya. Persepsi ataupun
pengalaman emosional dapat memberikan pengaruh terhadap bagaimana
seseorang mengenali bentuk fisiknya.
c. Perbandingan ideal (the ideal self)
Salah satu proses pengenalan diri adalah dengan membandingkan diri
dengan sosok ideal yang diharapkan. Dengan melihat sosok ideal yang
diharapkannya, seseorang akan mengacu pada sosok tersebut dalam proses
pengenalan dirinya. Pada masa anak-anak, lingkungan keluarga menjadi pusat
pembentukan konsep diri pada anak.
d. Pembentukan diri secara sosial (the sosial self)
Proses pembentukan diri secara sosial merupakan proses dimana
seseorang mencoba untuk memahami persepsi orang lain terhadap dirinya.
Penilaian kelompok terhadap seseorang akan membentuk konsep diri pada
orang tersebut.

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri


Menurut Inge Hutagalung (2017) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
konsep diri sebagai berikut:
1) Orang lain
Seseorang mengenal tentang dirinya dengan mengenal orang lain terlebih
dahulu. Konsep diri seseorang individu terbentuk dari bagaimana penilaian orang lain
mengenai dirinya. Orang yang paling berpengaruh padadiri seseorang adalah orang-
orang yang disebut significant others, yaitu orang-orang yang sangat penting bagi diri
seseorang. Ketika kecil, significant others adalah orang tua dan saudara. Dari
merekalah seseorang membentuk konsep dirinya. Dalam perkembangannya
significant others meliputi semua orang yang memengaruhi perilaku, pikiran dan
perasaan seseorang. Ketika individu telah dewasa, maka yang bersangkutan akan
mencoba untuk menghimpun penilaian semua orang yang pernah berhubungan
dengannya. Konsep ini disebut dengan generalized others, yaitu pandangan seseorang
mengenai dirinya berdasarkan keseluruhan pandangan orang lain terhadap dirinya.
2) Kelompok acuan (reference group)
Dalam kehidupannya, setiap orang sebagai anggota masyarakat menjadi
anggota berbagai kelompok. Setiap kelompok memiliki norma- norma sendiri.
Diantara kelompok tersebut, ada yang disebut kelompok acuan, yang membuat
individu mengarahkan perilakunya sesuai dengan norma dan nilai yang dianut
kelompok tertentu. Kelompok inilah yang memengaruhi konsep diri seseorang.

2.1.4 Bentuk Konsep Diri


Konsep diri menurut Calhaoun dan Acocella (Ramadona & Mamat, 2019),
dibagi menjadi konsep diri positif dan konsep diri negatif sebagai berikut:
a) Konsep diri positif; merupakan penerimaan yang mengarah individu ke arah
sifat yang rendah hati, dermawan, dan tidak egois. Orang dengan konsep diri
positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang bermacam-macam
tentang dirinya sendiri baik yang merupakan kekurangan maupun kelebihan.
Adapun ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri positif (Rakhmat, 2020) yaitu
sebagai berikut:
a. Yakin akan kemampuannya dalam mengatasi masalah.
b. Merasa setara dengan orang lain.
c. Menerima pujian tanpa rasa malu.
d. Menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan, dan
perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.
e. Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-
aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya
b) Konsep diri negatif merupakan pandangan seseorang terhadap dirinya yang
tidak teratur, tidak memiliki kestabilan, dan keutuhan diri. Selain itu, bisa juga
konsep diri yang terlalu stabil dan terlalu teratur (kaku).
Adapun Ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri negatif (Rakhmat, 2020)
yaitu sebagai berikut:
a. Peka terhadap kritik.
b. Responsif terhadap pujian.
c. Punya sikap hiperkritis.
d. Cenderung merasa tidak disukai orang lain.
e. Pesimis terhadap kompetisi.
2.1.5 Aspek Konsep Diri
Menurut Veiga & Leite (2016) ada beberapa aspek yang membentuk sebuah
konsep diri seseorang yaitu:
1. Kecemasan
Kecemasan merupakan sebuah kondisi emosional individu seperti
kekhawatiran, ketegangan, dan juga ketakutan yang dirasakan oleh seseorang.
2. Penampilan Fisik
Penampilan fisik selalu berrkaitan dengan penampilan luar individu, apakah
penampilan luar individu ini terbagi lagi apakah penampilan yang menarik ataupun
sebaliknya tidak menarik.
3. Perilaku
Perilaku merupakan suatu tindakan atau reaksi individu yang dapat diamati
oleh lingkungan disekitarnya, apakah individu bersosialisasi sesuai dengan norma-
norma yang sudah di tetapkan dilingkungan sekitarnya atau malah sebaliknya.
4. Popularitas
Popularitas merupakan bentuk penerimaan atau penolakan individu dalam
hubungan sosial, apakah individu tersebut berhasil dalam bersosialisasi dan
mendapatkan popularitas atau malah justru sebaliknya.
5. Kebahagiaan
Kebahagaian merupakan sebuah kondisi yang positif terutama dalam hal
psikologis seseorang baik kepuasaan terhadap dirinya sendiri, kepuasaan dimasa lalu,
maupun masa yang akan dihadapinya.
6. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan suatu hal yang sudah diketahui individu tentang
gambaran bagaimana dirinya baik kelebihan dan kekurangan dari segi fisik, jenis
kelamin, usia, kebangsaan, agama, suku, pekerjaan, dan lainnya sebagainya.
2.2. Bullying
2.2.1. Pengertian Bullying
Kata bullying berasal dari Bahasa Inggris, yaitu dari kata bull yang berarti
banteng yang senang merunduk kesana kemari. Secara etimologi kata bully berarti
penggertak, orang yang mengganggu orang lemah (Zakiyah, Humaedi, & Meilani,
2017). Bullying juga merujuk pada tindakan agresif, baik secara fisik maupun verbal,
yang dilakukan oleh individu. Tindakan tersebut dilakukan secara berulang kali, dan
terdapat perbedaan kekuatan antara pelaku dan korban. Perbedaan kekuatan dalam
hal ini merujuk pada sebuah persepsi terhadap kapasitas fisik dan mental. Selain itu,
perbedaan kekuatan juga terdapat pada jumlah pelaku dan korban (Sari & Farida,
2019).

Olweus mengungkapkan bahwa bullying adalah sebuah tindakan atau perilaku


agresif yang disengaja, yang dilakukan oleh sekelompok orang atau seseorang secara
berulang-ulang dan dari waktu ke waktu terhadap seorang korban yang tidak dapat
mempertahankan dirinya dengan mudah atau sebagai sebuah penyalahgunaan
kekuasaan atau kekuatan secara sistematik (Riadi, 2018). Hal ini juga sejalan dengan
Surilena (2016) bahwa perilaku bullying merupakan tindakan negatif yang dilakukan
secara sengaja oleh seseorang atau sekelompok orang yang bersifat menyerang yang
mana kekuatan antara pihak yang terlibat dalam ketidakseimbangan (Surilena, 2016).

Bullying adalah jenis ganggungan tingkah laku (conduct disorder) dan


perilaku antisosial yang menjadikan kelompok anak dengan gangguan jiwa terbesar.
Ganggungan tingkah laku terbentuk pada perilaku agresi predator (berorientasi
tujuan, terencanaan, atau tersembunyi) dapat dilihat pada anak dengan kelaian
tingkah laku (Stuart, 2016). Menurut Bosworth perilaku bullying dapat menimbulkan
rasa takut, gangguan fisik, maupun gangguan akademis, dan gangguan kemampuan
sosial bagi korban (Pragholapati, Muliani, fita 2020).

Lebih lanjut bahwa perilaku bullying juga didefnisikan sebagai perilaku


emosional, verbal, fisik berulang terhadap orang lain atau sekelompok orang yang
lemah dan tidak mampu membela diri. Bullying ini dapat dikatakan sebagai perilaku
agresif yang sifatnya menyerang dan tidak dapat membuat korban untuk
mempertahankan dirinya dari perilaku agresif yang telah dilakukan oleh temannya
(Amalia,2018). Bullying sering sekali dikatakan dengan penyalahgunaan kekuasaan
yang sistematis yang dilakukan oleh pelaku. Terdapat beberapa kriteria yang relavan
untuk menentukan perilaku agresif seperti pengulangan, disengaja, dan
ketidakseimbangan kekuasaan (Menesini, Salminivalli, 2017)

2.2.2 Aspek-aspek Bullying


Solberg & Olweus (Al Wicaksana, 2017) mengemukakan beberapa aspek
mengenai perilaku bullying meliputi:
a. Aspek Verbal
Yaitu kegiatan yang bertujuan untuk menyakiti seseorang dengan cara
menertawakan dengan menjadikannya bahan lelucon, menyapa seseorang dengan
nama julukan sehingga akan membuat seseorang manjadi tidak nyaman, sakit hati
dan marah.
b. Aspek indirect
Yaitu kegiatan yang bertujuan untuk menolak atau mengeluarkan dan menjauhi
seseorang dari kelompok pertemanan atau meninggalkannya dari berbagai hal secara
disengaja seperti memfitnah seseorang dengan menceritakan kebohongan tentang
seseorang agar orang tersebut di nilai buruk oleh teman-temannya.
c. Aspek physical
Yaitu kegiatan melukai seseorang dengan cara Memukul, menendang,
mendorong, mempermainkan atau meneror dan melakukan hal-hal yang bertujuan
untuk menyakiti dan mencederai.
2.2.3 Bentuk Perilaku Bullying
Riauskina, dkk (Widya & Ali, 2020) mengelompokkan perilaku bullying ke dalam 5
(lima) bentuk yaitu :
a. Kontak Fisik Langsung
Bentuk kontak langsung antara lain seperti memukul, mendorong,menggigit,
menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar,
memeras, dan merusak barang-barang yang dimiliki orang lain.
b. Kontak Verbal Langsung
Kontak verbal langsung yang ditunjukkan antara lain seperti mengancam,
mempermalukan, merendahkan, menganggu, memberi panggilan nama, mencela atau
mengejek, mengintimidasi, memaki, dan menyebarkan gosip.
c. Perilaku Non-Verbal Langsung
Perilaku non-verbal langsung yang ditunjukkan antara lain seperti melihat
dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan,
mengejek atau mengancam (biasanya disertai dengan bullying fisik atau verbal).
d. Perilaku Non Verbal tidak langsung
Perilaku non-verbal tidak langsung yang ditunjukkan antara lain seperti
mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja
mengucilkan atau mengabaikan, dan mengirimkan surat kaleng.
e. Pelecehan Seksual
Bentuk perilaku bullying dengan pelecehan seksual dikategorikan kedalam
bentuk perilaku agresi fisik atau verbal. Berdasarkan penjelasan mengenai aspek-
aspek perilaku bullying diatas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang menunjukkan
perilaku bullying dapat dilakukan secara Verbal, Indirect, dan secara physical dalam
bentuk langsung maupun tidak langsung.
2.2.3. Faktor yang mempengaruhi perilaku bullying
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bullying ( Ela zein et all, 2017)
yaitu:
1. Faktor individu
Terdapat dua kelompok individu yang terlibat secara langsung dalam peristiwa
buli, yaitu pembuli dan korban buli. Kedua kelompok ini merupakan faktor utama
yang mempengaruhi perilaku buli. Ciri kepribadian dan sikap seseorang individu
mungkin menjadi penyebab kepada suatu perilaku buli.
a. Pembully
Pembuli cenderung menganggap dirinya senantiasa diancam dan berada dalam
bahaya. Pembuli ini biasanya bertindak menyerang sebelum diserang. Biasanya,
pembuli memiliki kekuatan secara fisik dengan penghargaan diri yang baik dan
berkembang. Pembuli juga biasanya terdiri dari kelompok yang coba membina atau
menunjukkan kekuasaan kelompok mereka dengan mengganggu dan mengancam
anak-anak atau murid lain yang bukan anggota kelompok. Kebanyakan dari mereka
menjadi pembuli sebagai bentuk balas dendam. Dalam kasus ini peranan sebagai
korban buli telah berubah peranan menjadi pembuli.
b. Korban bully
Korban bully ialah seseorang yang menjadi sasaran bagi berbagai tingkah laku
agresif. Dengan kata lain, korban buli ialah orang yang dibuli atau sasaran pembuli.
Anak-anak yang sering menjadi korban buli biasanya menonjolkan ciri-ciri tingkah
laku internal seperti bersikap pasif, sensitif, pendiam, lemah dan tidak akan membalas
sekiranya diserang atau diganggu. Secara umum, anak-anak yang menjadi korban buli
karena mereka memiliki kepercayaan diri dan penghargaan diri (self esteem) yang
rendah.
2. Faktor keluarga
Latar belakang keluarga turut memainkan peranan yang penting dalam
membentuk perilaku bullying. Orang tua yang sering bertengkar atau berkelahi
cenderung membentuk anak-anak yang beresiko untuk menjadi lebih agresif. Anak-
anak yang mendapat kasih sayang yang kurang, didikan yang tidak sempurna dan
kurangnya diberikan ajaran yang positif akan berpotensi untuk
menjadi pembuli.
3. Faktor teman sebaya
Teman sebaya memainkan peranan yang tidak kurang pentingnya terhadap
perkembangan dan pengukuhan tingkah laku buli, sikap anti sosial dan tingkah laku
di kalangan anak-anak. Kehadiran teman sebaya sebagai pengamat, secara tidak
langsung, membantu pembuli memperoleh dukungan kuasa, popularitas, dan status.
Pada beberapa banyak kasus, saksi atau teman sebaya yang melihat, umumnya
mengambil sikap berdiam diri dan tidak mau campur tangan.
4. Faktor sekolah
Lingkungan, praktik dan kebijakan sekolah mempengaruhi aktivitas, tingkah
laku, serta interaksi pelajar di sekolah. Rasa aman dan dihargai merupakan dasar
kepada pencapaian akademik yang tinggi di sekolah. Jika hal ini tidak dipenuhi, maka
pelajar mungkin bertindak untuk mengontrol lingkungan mereka dengan melakukan
tingkah laku anti sosial seperti melakukan buli terhadap orang lain. Managemen dan
pengawasan disiplin sekolah yang lemah akan mengakibatkan lahirnya tingkah laku
buli di sekolah
5. Faktor media
Paparan aksi dan tingkah laku kekerasan yang sering ditayangkan oleh televisi
dan media elektronik akan mempengaruhi tingkah laku kekerasan anak- anak dan
remaja. Beberapa waktu yang lalu, masyarakat diramaikan oleh perdebatan mengenai
dampak tayangan Smack-Down di sebuah televisi swasta yang dikatakan telah
mempengaruhi perilaku ke-kerasan pada anak-anak. Meskipun belum ada kajian
empiris dampak tayangan Smack-Down di Indonesia, namun para ahli ilmu sosial
umumnya menerima bahwa tayangan yang berisi kekerasan akan memberi dampak
baik jangka pendek maupun jangka panjang kepada anak-anak.
6. Faktor kontrol diri
Kontrol diri adalah faktor yang berasal dari diri individu. Kontrol diri yang
dimiliki setiap individu berbeda-beda, ada yang memiliki kontrol diri yang tinggi dan
ada yang memiliki kontrol diri yang rendah. Menurut Denson (kontrol diri dapat
menurunkan agresi dengan mempertimbangkan aspek dan aturan yang berlaku.
Dengan adanya kontrol diri individu dapat mengatur perilakunya secara positif dan
mempertimbangkan kosekuensi yang di hadapi sehingga menghindari untuk
melakukan tindakan kekerasan terhadap teman- temannya.

Sedangkan faktor yang mempengaruhi perilaku bullying menurut astuti antara lain:

1. Perbedaan kelas (senioritas), ekonomi, agama, jender, etnisitas atau rasisme.


Biasanya muncul karena ada perbedaan strata atau tingkat ekonomi dari mayoritas
yang berada di lingkungan tersebut yang menyebabkan munculnya perilaku bullying.
2. Tradisi senioritas, sebagai tempat munculnya perilaku bullying, yang paling
terlihat saat MOS atau masa orientasi siswa dimana kakak-kakak kelasnya selalu
menunjukkan bahwa mereka lah yang paling berkuasa karena mereka sudah lama
bersekolah di sekolah tersebut daripada adik tingkatnya tersebut, sehingga adik
tingkatnya harus menuruti apa kata kakak kelasnya.
3. Senioritas, sebagai salah satu perilaku bullying seringkali pula justru diperluas oleh
siswa sendiri sebagai kejadian yang bersifat laten. Bagi mereka keinginan untuk
melanjutkan masalah senioritas ada untuk hiburan, penyaluran dendam, iri hati atau
mencari popularitas, melanjutkan tradisi
atau menunjukkan kekuasaan.
4. Keluarga yang tidak rukun, juga menjadi salah satu timbulnya perilaku bullying,
jika para orang tua sering bertengkar bahkan sampai menunjukkan kekerasan di
hadapan anak-anaknya maka anak akan mengikuti apa yang dilakukan oleh orang
tuanya, begitu juga jika kurangnya rasa kasih sayang yang diberikan orang tua kepada
anaknya, hal ini juga akan membuat anak memiliki perilaku agresif.
5. Situasi sekolah yang tidak harmonis, hal ini juga memberikan pengaruh munculnya
perilaku bullying, seperti halnya jika para guru yang kurang dalam memberikan
pengawasan terhadap para siswa, dan adanya peraturan yang dibuat hanya untuk
formalitas saja tetapi tidak benar-benar dipergunakan semestinya.
6. Karakter individu atau kelompok seperti :
a. Dendam atau iri hati.
b. Adanya semangat ingin menguasai korban dengan kekuasaan fisik dan daya tarik
seksual.
c. Untuk meningkatkan popularitas pelaku di kalangan teman sepermainannya
(peers).
d. Persepsi nilai yang salah atas perilaku korban, karena rendahnya kepercayaan diri
dan (self esteem) yang dimiliki korban, korban seringkali merasa bahwa dirinya
memang pantas untuk dibully.

2.2.4. Karakteristik Bullying


Biasanya pada kasus bullying terdapat beberapa komponen bullying yaitu
pelaku bullying, korban bullying atau victim, dan partisipan atau bystander. Ketiga
komponen tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga dapat terlihat
bahwa individu memiliki karakteristik khususnya sebagai pelaku bullying Menurut
Rigby ( Ella Zein et all, 2017 ) terdapat tiga karakteristik bullying yang biasanya
dilakukan di sekolah, antara lain :
a. Ada perilaku agresi yang menyenangkan pelaku untuk menyakiti korban
b. Tindakan itu dilakukan secara tidak seimbang sehingga munculnya perasaan
tertekan pada korban
c. Perilaku tersebut dilakukan secara berulang-ulang dan terus-menerus Sedangkan
menurut sejiwa pelaku bullying memiliki beberapa karakteristik. Karakteristik yang
terdapat pada pelaku bullying yaitu :
a. Pelaku bullying umumnya seorang anak atau murid yang memiliki fisik besar dan
kuat.
b. Pelaku bullying yang memiliki tubuh kecil atau sedang namun memiliki dominasi
psikologis yang besar dikalangan teman-teman sebaya.
c. Memiliki kekuatan dan kekuasaan di atas korban bullying.
d. Memiliki rasa puas apabila pelaku berkuasa di kalangan teman sebaya.
e. Individu memiliki rasa kepercayaan diri yang rendah, sehingga cenderung
melakukan bullying untuk menutupi kekurangan pada diri individu
f. Individu yang memiliki rasa kepercayaan diri yang begitu tinggi dan memiliki
dorongan untuk selalu menindas serta menggencet anak yang lebih lemah.
g. Pada umumnya memiliki sifat temperamental, sehingga individu melakukan
kesalahan bullying kepada orang lain sebagai pelampiasan rasa kekesalan dan
kekecewaan diri individu.
h. Individu yang merasa tidak memiliki teman, sehingga menciptakan situasi bullying
agar memiliki “pengikut”.
i. Individu yang merasa takut menjadi korban bullying, sehingga lebih dulu
mengambil inisiatif sebagai pelaku.
j. Individu yang hanya mengulang kejadian yang pernah dilihat dan dialami, seperti
pernah merasakan dianiaya oleh orang tua di rumah dan dianiaya oleh teman-teman
sebaya.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan waktu kegiatan

Tempat dan waktu kegiatan penelitian ini dilaksanakan di sekolah menengah


kejurusan (SMK) Telkom 2 Medan di Jl. Halat No. 68 Medan. Waktu pelaksanaan
kegiatan ini dimulai tanggal 06 September 2021 sampai dengan tanggal 06 Oktober
2021.

3.2 Variabel Penelitian


Menurut Sugiono (2017) variabel adalah “suatu atribut atau sifat atau nilai dari
individu, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpilannya”. Variabel terbagi dua
macam, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi
kedua variabel tersebut adalah sebagai berikut :
1. Variabel bebas
Variabel bebas adalah variabel yang diukur, dimanipulasi, atau dipilih peneliti untuk
menentukan hubungan dengan suatu gejala yang diobservasi. Dimana variabel bebas
dari penelitian ini adalah konsep diri
2. Variabel terikat
Variabel terikat adalah variabel yang diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh
yang disebabkan oleh variabel bebas. Dimana variabel terikat dalam penelitian ini
adalah kecenderungan berperilaku bullying.

3.3 Definisi Operasional


1. Konsep diri adalah pandangan & perasaan tentang diri individu tentang bagaimana
individu melihat dirinya se ndiri sebagai pribadi yang disebut pengetahuan diri,
bagaimana individu me rasa atas dirinya yang merupakan penilaian dirinya sendiri
serta bagaim ana individu menginginkan diri sendiri sebagai manusia yang
diharapkan. Dapat juga dimasukkan ke dalam identitas diri dimana remaja ini
mencari jati diri dia yang sebenarnya dengan melakukan identifikasi terhadap
lingkungan sekitarnya
.
2. Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara sadar oleh individu atau
kelompok yang memiliki kekuatan terhadap orang yang lemah, bertujuan untuk
menyakiti korban, dan dilakukan secara berulang – ulang, dalam periode waktu
tertentu.

3.4 Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek peneliti dari sebuah unit atau elemen yang
digeneralisasikan maupun dipelajari kemudian mendapatkan hasil kesimpulan
(Sugiyono,2018). Populasi penelitian ini adalah siswa – siswi SMK Telkom 2 Medan
sebanyak 412 orang.

2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi dari karakteristik-karakteristik yang


dimiliki (Sugiono,2018). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik Sampling Insidental dikarenakan cara pengambilan sampel ini
berdasarkan kebetulan siapa saja yang bertemu dan ada pada saat penelitian tersebut
digunakan sesuai dengan variabel penelitian (Sugiyono, 2019). Sehingga jumlah
sampel sebanyak 60 orang siswa SMK Telkom 2 Medan.

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data adalah suatu alat yang digunkan untuk mengukur
nilai variabel yang akan diteliti yang dapat memperoleh data dukungan dalam
melakukan sebuah penelitian (Indrawan & Yaniawati, 2017). Peneliti menggunakan
kuesioner yang dibuat dalam bentuk pernyataan dalam penelitian ini.
Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
menyertakan atau mengirimkan daftar pernyataan untuk diisi sendiri oleh responden,
yaitu orang yang memberikan tanggapan atau menjawab pernyataan – pernyataan
yang diajukan (Sugiyono,2019). Adapun kuisioner yang dipakai dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:

a. Konsep diri; menggunakan kuisioner milik Robson (1989) dengan validitas 0,7 dan
reliabilitas sebesar 0,89. Kuisioner ini memiliki 30 aitem.

b. Bullying; menggunakan kuisioner milik Olweus dengan nilai validitas sebesar 0,4
danss reliabilitas 0,75 sebesar . Kuisioner ini memiliki 39 aitem.

3.6 Teknik analisa data

s Teknik pengumpulan data merupakan suatu langkah maupun cara agar dapat
memperoleh data serta keterangan-keterangan yang diperlukan dalam penelitian
(Sugiyono, 2018). Adapun teknik analisa data yang dilakukan untuk mengolah hasil
penelitian yang didapatkan dengan menggunakan statistik SPSS 16.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Orientasi kancah

Orientasi kancah atau orientasi lapangan merupakan suatu hal penting yang
harus diperhatikan dan dilaksanakan agar penelitian berjalan dengan baik dan
optimal. Tujuan adanya orientasi kancah adalah untuk mengetahui dimana lokasi dan
bagaimana situasi atau kondisi ditempat penelitian. Peneliti melakukan penelitian di
SMK Telkom 2 Medan. Orientasi kancang atau orientasi lapangan ini dilakukan oleh
peneliti pada saat sebelum memulai penelitian dengan menggali informasi yang ada
serta mencari responden yang tepat. Peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian
disekolah tersebut dengan responden siswa SMK Telkom 2 Medan.

4.1.1 Persiapan Penelitian

Persiapan utama yang disiapkan oleh peneliti yaitu menyelesaikan


administrasi penelitian terlebih dahulu. Lalu peneliti mengurus surat pengantar izin
penelitian dari administrasi kemahasiswaan (BAK), setelah surat selesai maka
peneliti mulai mendatangi tempat penelitian tersebut. Peneliti lalu pergi ke lokasi dan
bertemu kepala sekolah SMK Telkom 2 medan. Setelah diterima dan mengikuti
segala prosedur yang diberikan oleh pihak sekolah SMK Telkom 2 Medan, maka
permohonan izin penelitian diterima oleh pihak sekolah SMK Telkom 2 Medan.

1.1.2 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 06 September 2021 sampai 06


Oktober 2021 di SMK Telkom 2 Medan. Responden pada penelitian ini adalah para
siswa yang belum pernah mengisi kuesioner pada saat uji coba. Para siswa mengikuti
dengan baik instruksi yang diberikan oleh peneliti dalasm mengisi kuesioner, dan
mengisi kuesioner dengan baik, lengkap, dan sesuaidengan petunjuk. Setelah
penyebaran kuesioner dilakukan maka langkah selanjutnya adalah melakukan skoring
atas jawaban kuesioner yang telah diisi oleh para responden siswa SMK Telkom
Medan. Langkah awal dimulainya skoring yaitu memilih pernyataan skala konsep diri
dan bullying kemudian dihitung berdasarkan total masing-masing kuesioner yang
diberikan kepada responden tersebut.

1.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan

1.2.1 Hasil

Anda mungkin juga menyukai