UNIVERSITAS LANGLANGBUANA
PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI: MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
Pertemuan 2:
TUJUAN PEMBELAJARAN
PENDAHULUAN
2
Sejak dimulainya masa pandemi, pendidikan di Indonesia beralih melalui daring (online).
Hampir semua jenjang mengikuti pembelajaran melalui platform yang terdapat di
komputer. Banyak pembelajaran yang diambil ketika mengikuti belajar online. Menurut
Hendarman, kondisi anak zaman ‘now’ kebanyakan sudah menggunakan gadget bahkan
lebih canggih dari orang tua. Umumnya anak-anak menggunakan gadget untuk sosial
media, game, dan youtube. WHO telah mengeluarkan Clasification of Disease yang
menyebutkan kecanduan main game sebagai gangguan kesehatan jiwa. Maka dari itu,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Kebijakan Penguatan Pendidikan
Karakter. Strategi kebijakan ini tertuang dalam habituasi yaitu diajarkan,dibiasakan, dilatih
konsisten, menjadi kebiasaan, menjadi karakter, menjadi budaya. Strategi ini dapat
diterapkan mulai dari rumah, kelas, sekolah, dan masyarakat. Nilai Karakter yang dapat
diciptakan saat pembelajaran di rumah adalah nilai kemandirian, gotong royong, dan
kreativitas. Selama masa pandemi ini, semua pihak di sektor pendidikan harus keluar dari
zona nyaman untuk berinovasi menciptakan kreativitas, harus melakukan adaptasi yang
lebih dengan penggunaan teknologi, serta harus menyadari peranan penting teknologi
dalam mendukung pembelajaran.
Pada sesi selanjutnya, Reneta Kristiana memberi penjelasan bagaimana membentuk
karakter anak di masa belajar dari rumah. Peran guru yang masih bisa dilakukan saat
pembelajaran di rumah adalah menyiapkan materi pembelajaran, mengajarkan dan
mengevaluasi pembelajaran apakah sudah sesuai. Penting bagi guru untuk meningkatkan
kreativitas untuk pembelajaran di rumah agar tidak terlalu bosan. Peran guru saat ini yang
sudah digantikan orang tua adalah membimbing keteraturan dan kedisiplinan ketika proses
belajar, lalu juga memotivasi anak dalam belajar dan menjadi fasilitator yang baik bagi
anak dalam belajar.
Mendikbud dalam isi Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 itu juga menyatakan
bahwa pembelajaran daring/jarak jauh difokuskan pada peningkatan pemahaman siswa
mengenai virus korona dan wabah Covid-19. Adapun aktivitas dan tugas pembelajaran
dapat bervariasi antar siswa, sesuai minat dan kondisi masing-masing, termasuk dalam hal
kesenjangan akses/fasilitas belajar di rumah. Bukti atau produk aktivitas belajar diberi
umpan balik yang bersifat kualitatif dan berguna dari guru, tanpa diharuskan memberi
skor/nilai kuantitatif. Walaupun banyak sekolah menerapkan belajar dari rumah, bukan
berarti guru hanya memberikan pekerjaan saja kepada peserta didik, tetapi juga ikut
berinteraksi dan berkomunikasi membantu peserta didik dalam mengerjakan tugas-tugas
mereka. Guru tetap perlu berinteraksi dan berkomunikasi dengan siswanya meskipun tidak
dari dalam ruang kelas, dan juga bekerja sama dengan orang tua dalam membentuk
karakter dan kompetensi siswa.
Sampai hari ini ruang kelas masih dipandang sebagai pendidikan yang
sesungguhnya oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Masyarakat masih memandang bahwa
ruang kelas adalah sekolah yang sesungguhnya dan kelas online itu less effective.
Masyarakat belum menganggap kelas online dapat membantu dalam pendidikan anak
meskipun, saat ini telah banyak bermunculan start-up yang bergerak dalam bidang
pendidikan online. Kita menganggap bahwa penutupan ruang kelas berdampak terhadap
guru, siswa, dan orang tua di mana pun. Jika sebelumnya ada banyak sekali sekolah yang
sudah menggunakan teknologi dalam pembelajaran, maka dalam kondisi yang tidak biasa
ini, semua sekolah di Indonesia dipaksa untuk menerapkan teknologi dalam proses belajar
mengajar. Padahal teknologi tidak sepenuhnya dapat membantu proses belajar dari jarak
4
jauh menjadi lebih mudah untuk diterapkan. Ada banyak kendala yang dihadapi oleh siswa
dalam menggunakan teknologi dalam proses pembelajaran jarak jauh, khususnya untuk
para siswa dan guru yang tinggal di daerah – daerah terpencil, mereka yang tinggal di
pedalaman, ditambah lagi dengan kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan orang tua
peserta didik untuk memiliki HP smartphone dan harus membeli kuota internet guna
mengakses internet setiap hari. Mengesampingkan keterbatasan di atas, artikel ini ingin
menyampaikan bahwa ada kendala yang tidak dapat dijangkau oleh teknologi yang lebih
dari itu semua, bahwa teknologi tidak dapat menyentuh salah satu inti dari pendidikan,
yaitu pendidikan karakter. Ketika pendidikan harus menerapkan pembalajaran jarak jauh,
ketika siswa harus belajar dari rumah, ketika guru harus mengajar dari rumah, maka siapa
yang bertanggung jawab terhadap pendidikan karakter siswa?
Salah satu ajaran yang terkenal dari sang bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar
Dewantara adalah “Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah.”
Mengintegrasikan ajaran beliau dengan tujuan kurikulum 2013, maka setidaknya kita
dapat mengambil dua pelajaran. Pertama bahwa setiap anggota keluarga yang lebih dewasa
harus dapat mengajarkan sikap spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Kedua
bahwa setiap rumah hendaknya menjadi tempat bagi setiap anggota keluarga, khususnya
anak – anak, untuk bisa memperoleh sikap spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan
untuk kehidupan yang penuh makna di masa depan. Sikap spiritual dan sosial inilah yang
akan membentuk karakter peserta didik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
karakter atau watak adalah sifat batin yang memengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi
pekerti, dan tabiat yang dimiliki manusia atau makhluk hidup lainnya. Pemerolehan
pengetahuan, keterampilan, dan karakter yang baik itu tidak selalu harus mengandalkan
ruang – ruang kelas melalui guru yang secara resmi mengajar di sekolah, namun
seyogyanya bisa diperoleh dari orang tua dan orang dewasa yang ada di rumah dan di
sekitarnya (community based education).
Pada ayat di atas, dijelaskan bahwa pendidikan yang paling ditekankan adalah
pendidikan karakter yang dilakukan orang tua dari rumah, karena pendidikan dari orang tua
merupakan pendidikan yang paling pertama didapatkan oleh seorang anak sebelum
mendapatkan pendidikan dari luar seperti sekolah atau madrasah. Dan ayat tersebut
menjelaskan kepada kita bahwa orang tua sebagai orang dewasa yang ada di rumah dan
sebagai guru pertamanya peserta didik, harus melarang kita untuk berbuat yang tidak sesuai
dengan ajaran agama. Di samping itu pada ayat selanjutnya secara terang-terangan
menjelaskan kepada kita tentang prinsip-prinsip dasar dari materi pendidikan karakter yang
sangat kuat yang terdiri atas masalah iman, ibadah, sosial, dan ilmu pengetahuan yang
nantinya akan membentuk karakter seorang anak untuk menjadi bekal bagi anak tersebut.
Sebagian besar orang tua siswa mengatakan bahwa mereka tidak dapat sepenuhnya
melakukan pendidikan karakter terhadap anaknya tanpa kerjasama dengan guru. Para orang
tua yakin bahwa guru sangat membantu mereka dalam membentuk dan membangun
karakter anak-anaknya. Mereka merasa bahwa keberadaan guru dalam membangun
karakter anak-anak sangat dibutuhkan. Tanpa adanya peran serta guru maka orang tua
tidak dapat secara maksimal membentuk dan membangun karakter anak – anak mereka.
Dalam kerangka inilah perlunya kerja sama orang tua dan guru dalam membangun pribadi
siswa.
Meskipun guru harus mengajar dari jarak jauh namun para orang tua masih sangat
percaya bahwa pendidikan karakter di bawah bimbingan guru tetap diperlukan demi
terciptanya tujuan pendidikan nasional sesuai amanah UUD tahun 1945. Dalam pendidikan
karakter Thomas Lickona (1992) menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang
baik yang disepakati secara global, yaitu moral knowing atau memiliki pengetahuan
tentang moral dan etika dalam bermasyarakat, moral feeling yaitu memiliki perasaan yang
sesuai dengan moral, dan moral action yaitu melakukan perbuatan – perbuatan yang sesuai
dengan nilai – nilai moral. Ketiga karakter ini berlaku secara global di seluruh dunia secara
7
fitrah manusia. Untuk mencapai ketiga karakter ini diperlukan tiga tempat pendidikan yang
bekerja secara bersamaan yaitu rumah, sekolah, dan masyarakat.
Pendidikan karakter melalui sekolah jarak jauh di saat peserta didik sedang school
from home (sekolah dari rumah) dapat tetap dikawal dan dikontrol oleh para guru. Salah
satunya dengan memberikan lembar control karakter. Banyak karakter positif yang dapat
dikembangkan oleh guru sesuai kompetensi inti dari kurikulum 2013 seperti memiliki sifat
religius, jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, toleransi, gotong royong, santun, percaya
diri, dll. Guru dapat mengembangkan lembar kontrol untuk diberikan kepada peserta didik
dan untuk orang tua. Lembar kontrol tersebut dinilai oleh guru, setelah itu guru
memberikan umpan balik. Guru kemudian menguatkan karakter yang sudah baik dan
mengubah karakter yang masih tidak sesuai. Guru dapat pula memberikan
penghargaan (prizing) kepada siswa yang berprestasi setidaknya dengan mengucapkan
selamat (congratulation) di group WA peserta didik, dan memberikan
hukuman (punishment) melalui WA jalur pribadi agar nama baiknya tetap terjaga dan anak
tidak merasa direndahkan di depan teman – temannya. Peserta didik juga dapat diberikan
ucapan selamat jika mengerjakan tugas tepat waktu dan diberikan hukuman jika terlambat
mengerjakan tugas sebagai bentuk penanaman karakter disiplin. Ketika ada kabar seorang
peserta didik tidak dapat mengerjakan tugas karena tidak memiliki kuota internet, maka
guru dapat mengajak teman – teman kelasnya untuk mentransfer pulsa sebagai bentuk
8
penanamna karakter empati dan peduli. Guru dan wali kelas harus selalu mengkontrol
setiap kata yang ditulis oleh peserta didik di dalam group WA anak2 sebagai bentuk
penanaman karakter sopan dan antun dalam berucap dan bertanggung jawab atas semua
ucapan dan perbuatan mereka.
Pendidikan karakter di masa learn from home (belajar dari rumah) ini harus tetap
dikawal dan diawasi oleh guru. Menurut Arifin (2003) Tanggung jawab pendidikan
karakter ada di tangan kita bersama demi mewujudkan pembangunan pendidikan nasional
yang didasarkan pada paradigma membangun manusia Indonesia seutuhnya; yaitu manusia
Indonesia yang memiliki keimanan, ketakwaan, akhlak mulia dan budi pekerti yang luhur,
memiliki kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menguasai ilmu pengetahuan, serta
memiliki kecakakapan dan keterampilan demi Indonesia unggul.
Prof. Eko memaparkan bahwa ada empat “aktor” yang memiliki peran masing-
masing, yakni orangtua, siswa, guru dan masyarakat. Sedangkan untuk strategi di masa
mendatang, Eko menyebut bahwa ada lima hal yang bisa dilakukan oleh sekolah, yaitu:
1. Lakukan peninjauan kembali terhadap target pembelajaran yang ingin dicapai, agar
secara rasional selaras dengan situasi dan kondisi baru dalam new normal.
2. Identifikasi sumber daya yang perlu dimiliki dan diadakan agar tujuan baru yang telah
ditetapkan tersebut dapat dicapai dengan ketersediaan sumber daya yang ada.
3. Petakan situasi dan kondisi masing-masing guru dan siswa yang harus bersiap-siap
melakukan model pembelajaran baru berbasis blended learning sebagaimana dirancang.
5. Eksekusi langkah-langkah tersebut secara kreatif dan inovatif dengan menjalin berbagai
kemitraan dengan pihak-pihak eksternal yang peduli mengenai pendidikan.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa di masa pandemi ini terbagi menjadi 4 kuadran; yakni
“orang tua, siswa, guru dan masyarakat,".
9
Kuadran 1
Kini ada komunikasi yang intensif antara anak dan orang tua.
Orang tua memberikan nilai tambah pada anak dalam bentuk pendidikan karakter,
pola pikir dan perilaku.
Kuadran 2
Siswa berusaha keras untuk menunaikan tugas dan kewajiban meski dengan
pendampingan minimum dari guru.
Siswa lebih bebas berkreasi dan berimajinasi mengenai tugas. Siswa terbiasa
mengelola waktu secara mandiri.
Kuadran 3
Guru mengkonfirmasi kemajuan siswa bisa lewat media sosial. Guru memberikan
materi yang penting sebagai bekal siswa.
Guru berusaha keras untuk beradaptasi dengan teknologi yang selama ini dipandang
sebelah mata.
Kuadran 4
Masyarakat industri secara serentak memberikan keleluasaan bagi siapa saja tanpa
biaya.
"Pada masa pendemi ini, tentu mereka akan menuntut blended learning. Karena semuanya
sudah tahu banyak dengan adanya teknologi dan juga dukungan orang tua,"
utuh perlu ditekankan, karena hasil pendidikan sebagai output dari setiap satuan
pendidikan belum menunjukan keutuhan tersebut. Bahkan dapat dikatakan bahwa lulusan-
lulusan dari setiap satuan pendidikan tersebut baru menjunjukkan kompetensi pada
permukaannya saja, atau hanya kulitnya saja. Kondisi ini juga boleh jadi disebabkan karena
alat ukur atau penilaian keberhasilan peserta didik dari setiap satuan pendidikan hanya
menilai permukaannya saja, sehingga hasil penilaian tersebut belum menggambarkan
kondisi yang sebenarnya.
PENUTUP
Revitalisasi pendidikan karakter di era pandemi menuntut peran berbagai pihak;
terutama orang tua, guru, dan para tokoh masyarakat untuk memberi contoh dan menjadi
suri tauladan dalam perilaku sehari-hari. Hal tersebut diperlukan, terutama untuk
menciptakan iklim yang kondusif bagi pembentukkan karakter masyarakat; sehingga
pendidikan karakter tidak hanya dijadikan ajang pembelajaran, tetapi menjadi
tanggungjawab semua warga masyarakat untuk membina dan mengembangkannya; karena
pendidikan karakter bukan hanya tanggungjawab sekolah semata, tetapi merupakan
tanggungjawab semua pihak: orang tua, pemerintah, dan masyarakat. Semakin banyak
pihak yang terlibat dalam pendidikan karakter, akan semakin efektif hasil yang diperoleh.
Oleh karena itu, untuk mengefektifkan pendidikan karakter di era pandemic sekarang ini
diperlukan jalinan kerja sama antara sekolah, orang tua, masyarakat, dan pemerintah; baik
dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi dan pengawasannya.
TUGAS LATIHAN
2. Rumuskan berbagai strategi alternatif pendidikan karakter di era pandemi sekarang ini.
12
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, Thomas. (2009). Multiple Intelligences in the Classroom. 3rd ed. California:
ASCD.
Bogdan and Taylor. (1975). Introduction to Qualitative Research Methode. NewYork: John
Willey and Sons.
Dyer.et al. (2011). The Innovator’s DNA Matering The Five Skills of Disruptive
Innovator’s. Harvard Bussiness Review Press.
Goleman, Daniel (1996). Emotional Intelegence. New York, London: Bantam Book.
Joice, Bruce et al. (1996). Models of Teaching. Boston: Allyn and Bacon.
Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Nomor 22 tahun 2016 Tentang Standar
Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Sinar Grafika.
SNI 19-8402. (1996). Sistem Informasi Standar Nasional Indonesia. Jakarta: BSN.
Thomas, J. Alan. 1985. The Productive School: A System Analisys Approach to
Educational Administration. Chichago University.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas). Jakarta: Sinar Grafika.
Undang-Undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta:
Sinar Grafika.
13
White, John. (1990). Educational and The Good Life. London: Educational Studies. Kogan
Page.
https://bdkjakarta.kemenag.go.id/berita/pendidikan-karakter-di-masa-pandemi-
menjadi-tanggung-jawab-siapa.
https://tanotofoundation.org/id/news/menyusun-strategi-pendidikan-masa-depan-di-
era-pandemi/
https://edukasi.kompas.com/read/2020/06/09/180742171/5-langkah-susun-strategi-
pendidikan-di-masa-depan-pasca-pandemi?page=all#page2