Anda di halaman 1dari 55

PENANAMAN NILAI-NILAI KARAKTER PADA

PEMBELAJARAN TEMATIK BERMUATAN IPS SECARA


DARING SISWA KELAS IV DI SDN KEPEK II SAPTOSARI
GUNUNGKIDUL

PROPOSAL PENELITIAN

ERLINDA

2017015096

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA

YOGYAKARTA

2020

i
A. JUDUL : PENANAMAN NILAI-NILAI KARAKTER PADA
PEMBELAJARAN TEMATIK BERMUATAN IPS SECARA DARING
SISWA KELAS IV DI SDN KEPEK II SAPTOSARI GUNUNGKIDUL
B. BIDANG ILMU
Dalam penelitian ini peneliti mengambil bidang ilmu Pembelajaran
Tematik Bermuatan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
C. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dan
nilai sangat penting dalam kehidupan manusia. Sesuai dengan ajaran
Tamansiswa yang berbunyi Lawan Sastra Ngesti Mulya yang artinya ilmu
pengetahuan ialah pintu kemuliaan. Pendidikan dapat diperoleh memalui
lembaga formal maupun lembaga nonformal. Hal ini sesuai dengan
Tripusat Pendidikan dalam sistem pendidikan Tamansiswa yang
memusatkan 3 (tiga) lingkungan pendidikan yaitu lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Lembaga formal dalam
ajaran Tamansiswa yakni lingkungan sekolah, kemudian lembaga
nonformal adalah lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat (Tim
Dosen Ketamansiswaan, 2017: 37-40).
Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menambah ilmu
pengetahuan dan juga usaha manusia untuk menjadi pribadi yang lebih
baik salah satunya didukung dengan penanaman nilai-nilai karakter.
Penanaman nilai-nilai karakter membutuhkan keteladanan seorang guru,
maka dari itu dalam Trilogi Kepemiminan yang berbunyi Ing Ngarso Sung
Tuladha (di depan memberikan contoh dan teladan), Ing Madya Mangun
Karso (di tengah membangun semangat), Tut Wuri Handayani (mengikuti
dari belakang dan memberi pengaruh), diharapkan guru dapat memberikan
contoh secara langsung kepada peserta didik dalam pembelajaran. Dengan
diberikan contoh secara langsung peserta didik lebih mudah menerima dan
mengaplikasikan nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari baik di
lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat (Tim Dosen
Ketamansiswaan, 2017: 39).

1
Karakter merupakan suatu kumpulan dari berbagai aspek yang
saling berkaitan. Dari berbagai aspek yang saling berkaitan diantaranya;
aspek moral, sikap, dan perilaku. Seseorang tidak cukup untuk dikatakan
memiliki karakter yang baik atau buruk hanya dengan memperhatikan
salah satu aspek saja. Melalui sikap dan perbuatan secara nyata karakter
seseorang dapat diketahui. Pada diri seseorang karakter tidak hanya
berkaitan dengan kepribadian, tetapi karakter juga berkaitan dengan
kemajuan akademik seseorang. Oleh karena itu, pendidikan karakter
merupakan sarana agar terbentuk pribadi yang memiliki kemampuan
intelektual dan moral secara seimbang.
Indonesia saat ini sedang mengalami krisis karakter hal ini dapat
dilihat dibeberapa pemberitaan di media massa, internet (youtube), surat
kabar dan televisi, disana terlihat anak-anak usia sekolah dasar yang sudah
berani melakukan tindakan-tindakan yang tidak seharusnya mereka
lakukan seperti merokok, mencuri, melakukan tindakan asusila,
membunuh dan masih banyak lagi tindakan-tindakan yang terjadi. Hal
berikut membuat guru memiliki peran penting dalam penanaman nilai-
nilai karakter, sebab masyarakat menilai bahwa lembaga formal (sekolah)
mampu mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai karakter pada siswa
(Zulfiati, Heri Maria. 2019: 1).
Wabah virus covid-19 saat ini sedang marak di seluruh dunia, salah
satunya yakni di Negara Indonesia. Indonesia mengalami dampak dari
adanya virus covid-19 ini, dampak yang dialami salah satunya dalam
bidang pendidikan. Dalam bidang pendidikan, Menteri Pendidikan
Indonesia mengeluarkan kebijakan bahwa pembelajaran selama masa
pandemi covid-19 dilaksanakan di rumah dengan sistem pembelajaran
daring. Pembelajaran online atau biasa disebut dengan daring merupakan
pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan jaringan internet dan
memanfaatkan berbagai situs misalkan whatsapp group, google
classroom, zoom, dan lain sebagainya. Hampir seluruh jenjang pendidikan
baik dari SD, SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi menggunakan

2
pembelajaran daring. Dengan sistem pembelajaran daring dirasa oleh
pemerintah akan membantu mengurangi penyebaran virus covid-19 dan
juga memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa.
Banyak tantangan yang harus diselesaikan guru dengan adanya
wabah covid-19 tersebut, seperti melaksanakan pembelajaran secara
daring, mengetahui dan menggunakan berbagai media atau teknologi
untuk melaksanakan pembelajaran, serta penanaman nilai-nilai karakter
pada siswa juga merupakan hal yang tidak dapat terlewatkan dalam
pembelajaran daring. Sehingga hal ini menuntut guru untuk menguasai
berbagai teknologi agar semua tujuan pembelajaran dapat tersampaikan
dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan baik.
Pada jenjang Sekolah Dasar IPS masuk dalam pembelajaran
tematik. Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang
mengintegrasikan beberapa aspek yakni aspek pengetahuan, keterampilan,
dan nilai atau sikap, mengintegrasikan beberapa aspek tersebut dikemas
dengan menggunakan tema. Sehingga pada pembelajaran tematik
melibatkan beberapa kompetensi dasar, indikator dari suatu mata pelajaran
bahkan hingga melibatkan beberapa mata pelajaran. Menurut Sapriya
dalam Rifki Afandi (2011: 96) “Secara konseptual, melalui mata pelajaran
IPS, peserta didik diarahkan untuk menjadi warga Negara yang demokratis
dan bertanggungjawab, serta menjadi warga dunia yang cinta damai”.
Sehingga dengan mata pelajaran IPS diharapkan guru mampu melakukan
penanaman nilai-nilai karakter pada siswa.
Hasil observasi awal saat Magang III yang dilaksanakan pada
tanggal 07 September 2020 sampai 07 November 2020 di SDN Kepek II
Saptosari Gunungkidul masih banyak siswa yang kurang mandiri, jujur
dan tanggung jawab dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru,
pada saat pembelajaran tatap muka yang dilaksanakan satu minggu sekali
kurangnya peduli terhadap lingkungan dan kurangnya disiplin siswa yakni
ada siswa yang terlambat berangkat ke sekolah. Hal tersebut dapat
mengindikasikan kurangnya pemahaman mengenai nilai-nilai karakter.

3
D. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah dapat diidentifikasi masalah
seperti berikut:
1. Sekolah menyelenggarakan pembelajaran secara daring sehingga
kurangnya pengawasan guru pada siswa secara langsung.
2. Dengan pembelajaran daring mengakibatkan menurunnya nilai-
nilai karakter pada siswa.
3. Kurangnya peran orang tua dalam penanaman nilai-nilai karakter
pada pembelajaran daring.
4. Kurangnya nilai karakter jujur dan mandiri siswa dalam
mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.
5. Menurunnya nilai karakter peduli lingkungan, disiplin, dan
tanggung jawab pada siswa.
E. FOKUS MASALAH
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, ada beberapa masalah
yang muncul. Agar penelitian ini lebih mendalam dan tidak terlalu luas
maka diperlukan adanya pembatasan masalah. Adapun pembatasan
masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Penanaman nilai-nilai karakter pada pembelajaran tematik
bermuatan IPS secara daring siswa kelas IV di SDN Kepek II
Saptosari Gunungkidul.
F. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, rumusan masalah yang
akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana pentingnya pendidikan karakter pada pembelajaran
tematik bermuatan IPS secara daring siswa kelas IV di SDN Kepek
II Saptosari Gunungkidul?
2. Bagaimana penanaman nilai-nilai karakter pada pembelajaran
tematik bermuatan IPS secara daring siswa kelas IV di SDN Kepek
II Saptosari Gunungkidul?

4
G. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dalam
penelitian ini sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan pentingnya pendidikan karakter pada
pembelajaran tematik bermuatan IPS secara daring siswa kelas IV
di SDN Kepek II Saptosari Gunungkidul.
2. Mendeskripsikan penanaman nilai-nilai karakter pada
pembelajaran tematik bermuatan IPS secara daring siswa kelas IV
di SDN Kepek II Saptosari Gunungkidul.

H. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian mengenai “Penanaman Nilai-Nilai Karakter Pada
Pembelajaran Tematik Bermuatan IPS Secara Daring Siswa Kelas IV di
SDN Kepek II Saptosari Gunungkidul” ini diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi peneliti dan orang banyak. Dalam penelitian ini terdapat 2
manfaat yaitu sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini dapat menambah wawasan dalam
penanaman nilai-nilai karakter melalui pembelajaran tematik
bermuatan IPS secara daring pada siswa sehingga meningkatkan
kualitas pendidikan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peserta Didik
Menambah kualitas nilai-nilai karakter siswa melalui
pembelajaran tematik bermuatan IPS secara daring.
b. Bagi Guru/Pendidik
Guru memperoleh wawasan mengenai penanaman nilai-
nilai karakter pada siswa melalui pembelajaran tematik
bermuatan IPS secara daring. Selain itu, juga dapat
meningkatkan kualitas karakter siswa selama pembelajaran
daring/jarak jauh..

5
c. Bagi Orang Tua
Orang tua dapat mengetahui bagaimana penanaman nilai-
nilai karakter pada anak melalui pembelajaran daring.
d. Bagi Peneliti
Peneliti mendapatkan pengalaman tentang bagaimana
penanaman nilai-nilai karakter pada pembeajaran tematik
bermuatan IPS secara daring.
I. TINJAUAN PUSTAKA DAN PERTANYAAN PENELITIAN
1. Landasan Teori
1) Karakter
a. Pengertian Karakter
Karakter merupakan suatu kumpulan dari berbagai aspek
yang saling berkaitan. Dari berbagai aspek yang saling berkaitan
diantaranya; aspek moral, sikap, dan perilaku. Seseorang tidak
cukup untuk dikatakan memiliki karakter yang baik atau buruk
hanya dengan memperhatikan salah satu aspek saja. Melalui sikap
dan perbuatan secara nyata karakter seseorang akan dapat
diketahui. Pada diri seseorang karakter tidak hanya berkaitan
dengan kepribadian, akan tetapi karakter juga akan berkaitan
dengan kemajuan akademik seseorang. Oleh karena itu, pendidikan
karakter merupakan sarana agar terbentuk pribadi yang memiliki
kemampuan intelektual dan moral secara seimbang.
Sebelum membahas tentang karakter peserta didik, kita perlu
mengetahui terlebih dahulu perbedaan antara Personality
(kepribadian), Character (karakter), Disposition (Watak),
Temperament (temperamen), Trait (Sifat), Type (ciri), Habit
(Kebiasaan). Personality (kepribadian) ialah sejumlah karakteristik
individu yang cenderung menetap dan kemudian ditampilkan lewat
perilaku. Character (karakter) adalah suatu kualitas atau sifat yang
terus menerus dan kekal yang dapat dijadikan mengidentifikasikan
individu. Disposition (watak) adalah karakter yang lama dimiliki

6
dan belum berubah. Temperament (temperamen) adalah
kepribadian yang berkaitan erat dengan determinan biologic atau
fisiologik. Trait (sifat) ialah respon yang senada (sama) terhadap
sekelompok stimuli yang mirip, berlangsung dalam kurun waktu
yang (relatif) lama. Type (ciri) ialah aspek yang mengkategorikan
manusia menjadi beberapa jenis model atau jenis tingkah laku.
Habit (kebiasaan) ialah respon yang sama untuk stimulus yang
sama pula dan cenderung berulang (Fathurrohman, Pupuh dkk.
2017: 16)
Karakter berasal dari bahasa Yunani “to mark” atau
menandai atau memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai-
nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga
orang yang tidak jujur, kejam, rakus, dan perilaku jelek lainnya
dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang
perilakunya sesuai dengan kaidah moral tersebut dengan
berkarakter mulia. Secara etimologis, kata karakter bisa berarti
sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang. Orang berkarakter berarti orang yang memiliki watak,
kepribadian, budi pekerti, atau akhlak. Dengan makna seperti ini
berarti karakter identik dengan kepribadian atau akhlak.
Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik atau sifat khas dari
diri seseorang yang bersumber dari proses alamiah sebagai hasil
yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil,
dan juga bawaan sejak lahir berulang (Fathurrohman, Pupuh dkk.
2017: 17).
Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas (dalam
Fathurrohman, Pupuh dkk. 2017: 17) adalah “bawaan, hati, jiwa,
kepribadian, karakter dan akhlak mulia, perilaku, personalitas,
sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah
berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak.
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang

7
berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, dririnya, sesame, lingkungan, bangsa, dan Negara serta
dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan
potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran,
emosi dan motivasinya (perasaannya).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:623 (dalam
Fathurrohman, Pupuh dkk. 2017: 18) yang dimaksud Karakter
adalah sifat-sifat kejiwaan; akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak. Budi
merupakan alat batin yang merupakan panduan akal dan perasaan
untuk menimbang baik buruk; tabiat, akhlak, watak, perbuatan
baik; daya upaya dan akal. Perilaku diartikan sebagai tanggapan
atau reaksi indvidu yang berwujud dalam gerakan (sikap) tidak
hanya badan tetapi juga ucapan. Pendidikan karakter berkaitan
dengan sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan
Yang Maha Esa, diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa
serta alam sekitar.
Megawangi 2004:38 (dalam Handoyo, Eko., & Tijan
2010:32), “Pendidikan karakter bukan saja dapat membuat
seseorang anak mempunyai akhlak mulia, tetapi juga dapat
meningkatkan keberhasilan akademiknya”. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat kekaitan erat antara
keberhasilan pendidikan karakter dengan keberhasilan akademik.
Dengan pendidikan karakter, suasana sekolah dapat lebih
menyenangkan dan kondusif untuk proses belajar mengajar yang
efektif. Anak-anak yang berkarakter baik adalah mereka yang
memiliki kematangan emosi dan spiritual tinggi, sehingga dapat
mengelola stresnya secara lebih baik, yang pada akhirnya akan
meningkatkan ketahanan fisiknya. Ketahanan fisik inilah yang
ditengarai turut menyumbang pencapaian akademik seseorang.

8
Pendidikan karakter merupakan sesuatu yang mendasar
dalam proses pendidikan manusia, bukan pendidikan yang bersifat
aksesoris. Oleh karena itu, pendidikan karakter merupakan sarana
pembudayaan dan pemanusiaan agar terbentuk sosok pribadi
manusia yang memiliki kemampuan intelektual dan moral secara
seimbang. Pendidikan karakter tersebut akan menciptakan pribadi
manusia yang utuh dan pada gilirannya membentuk masyarakat
menjadi semakin manusiawi. Sebagai bagian dari program
pendidikan, pendidikan karakter dapat menciptakan makhluk baru,
yaitu manusia yang berkarakter, Durkheim 1990 (dalam Handoyo,
Eko., & Tijan 2010:33).
Menurut T. Ramli, 2003 (dalam Fathurrohman, Pupuh dkk.
2017: 15), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang
sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya
adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang
baik, warga masyarakat, dan warga Negara yang baik. Ada pun
kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan
warga Negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara
umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi
oleh karakter masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat
dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia
adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang
bersumber dari karakter bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka
membina kepribadian generasi muda.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa, karakter merupakan sikap atau perilaku yang tumbuh
karena kebiasaan terus menerus yang dilakukan oleh seserang.
Karakter merupakan kumpulan dari berbagai aspek yakni moral,
sikap, dan perilaku. Seseorang tidak dapat dikatakan berkarakter
buruk atau baik hanya dengan satu aspek saja, tetapi dengan
memperhatikan seluruh aspek. Karakter juga sangat berpengaruh

9
terhadap kemajuan akademik seseorang, orang yang berkarakter
baik maka dia dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik.
b. Nilai-nilai Karakter
Fathurrohman, Pupuh dkk (2017:19-21), Ada enam pilar
penting karakter manusia yang dapat digunakan untuk mengukur
dan menilai watak/perilakunya, yaitu; respect (penghormatan),
responsibility (tanggung jawab), citizenship-civic duty (kesadaran
berwarganegara), fairmess (keadilan), caring (kepedulian dan
kemauan berbagi) dan trustworthiness (kepercayaan).
Ada pun nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan
budaya dan karakter bangsa yang diidentifikasi adalah sebagai
berikut:
1) Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah
agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2) Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
3) Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,
etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda
dari dirinya.
4) Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
5) Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

10
6) Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau
hasil bari dari sesuatu yang telah dimiliki.
7) Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang
lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8) Demokratis
Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
9) Rasa ingin tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui
lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya,
dilihat, dan didengar.
10) Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
11) Cinta tanah air
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap
bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik
bangsa.
12) Menghargai prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13) Bersahabat
Komunikatif tindakan yang memperhatikan rasa senang
berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain.
14) Cinta damai

11
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15) Gemar membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai
bacaan yang memberikan kebijakan bagi dirinya.
16) Peduli lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kekuasaan
pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan
upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah
terjadi.
17) Peduli sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada
orang lain dan masyarakat yang membutuhkan
18) Tanggung jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri
sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya),
Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Karena terlalu banyaknya nilai-nilai karakter, maka Menteri
Pendidikan Nasional telah memilih nilai-nilai inti (core values)
yang dikembangkan dalam implementasi pendidikan karakter di
indonesia. Nilai-nilai inti yang dipilih adalah cerdas, jujur,
tangguh, dan peduli.
c. Proses Pembelajaran
Winarko Surachmad. 2009 (dalam Fathurrohman, Pupuh
dkk. 2017:33) Pendidikan di Indonesia ibarat buku yang bahasanya
ruwet dan tidak karuan. Sejauh ini kondisi pendidikan masih
berputar-putar dari orbit kegagalan yang satu ke orbit kegagalan
lainnya. Ia mendambakan suatu sistem pendidikan nasional yang
mengindonesiakan, kemudian ia mengingatkan bangsa ini harus
sadar dan peduli bahwa apa yang sekarag disebut “pendidikan”

12
sebagai pendidikan nasional lebih banyak melahirkan masalah
daripada melahirkan solusi. Pendidikan hari ini harus mampu
mengembangkan segala potensi untuk generasi sekarang, tetapi
tetap memungkinkan generasi berikutnya untuk lebih lanjut
membangun masa depa mereka. Pendidikan hari ini adalah usaha
membangun masa depan. Strategi pendidikan nasional karena tidak
mempunyai semangat habitus, hasilnya adalah tragedi nasional.
Pendidikan nasional hanya menggiring bangsa Indonesia pada
tragedi nasional akibat kekurangmantapan kebijakan dan
ketidakjelasan birokrasi serta pelaksanaan pendidikan yang kurang
professional.
Reformasi politik yang terjadi tahun 1998 semula
diharapkan menjadi titik awal perbaikan pendidikan, ternyata tidak
membawa hasil. Kurikulum menjadi instrumen bagi
operasionalisasi ideologi pendidikan juga tidak menjawab
persoalan. Kurikulum di jenjang SD hingga SLTA mencantumkan
topik berbagai bidang-bidang studi secara rinci. Kurikulum yang
menonjolkan otoritas dominan jelas tidak membebaskan siswa.
Sekolah menjadi lingkungan yang penuh sensor yang memupus
bakat dan gairah siswa untuk mengembangkan rasa ingin tahu.
Kurikulum tidak dilatari semangat pembebasan dengan pendekatan
emansipatoris (menyantuni dan memberdayakan peserta didik).dan
metode partisipatoris (penempatan peserta didik sebagai subjek
belajar), tapi lebih banyak didasari semangat untuk meniru negara
lain, karena jatuh dalam jebakan globalisasi. Pendidikan ini
menyebabkan bangsa Indonesia mengalami krisis martabat,
Fathurrohman, Pupuh dkk (2017:33-34).
Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh
guru untuk mengembangkan kreativitas kognitif, afektif, dan
psikomotor, yang dapat meningkatkan kualitas peserta didik, serta
dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan

13
baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap
materi ajar. Oleh sebab itu diperlukan adanya teori pembelajaran
yang menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang
efektif di kelas. Pembelajaran merupakan suatu proses yang
sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Guru harus benar-benar sebagai pendidik yang sangat mengetahui
posisi keadaan kejiwaan anak didik, Fathurrohman, Pupuh dkk
(2017:34).
Fathurrohman, Pupuh dkk (2017:35-37), Proses
pembelajaran dikembangkan harus melalui pola pembelajaran yang
mengambarkan hubungan dan kedudukan serta peran pendidik dan
peserta didik dalam proses pembelajaran yang menyenangkan.
Beberapa prinsip pembelajaran, sebagai berikut :
1) Pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan
paradigm perilaku.
Prinsip ini mengandung makna bahwa ciri utama proses
pembelajaran adalah perubahan perilaku dalam diri peserta
didik. Artinya seseorang yang telah mengalami
pembelajaran akan berubah perilakunya. Perubahan
perilaku sebagai hasil pembelajaran mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut :
a) Perubahan yang disadari. Individu yang melakukan
proses pembelajaran menyadari bahwa
pengetahuannya telah bertambah, keterampilannya
bertambah, ia lebih yakin terhadap dirinya sendiri,
dan kondisi emosionalnya lebih terkontrol, dan
sebagainya.
b) Perubahan yang bersifat kontinu. Perubahan
perilaku sebagai hasil pembelajaran akan
berlangsung secara berkesinambungan.

14
c) Perubahan yang bersifat fungsional. Perubahan yang
telah diperoleh sebagai hasil pembelajaran
memberikan manfaat bagi individu yang
bersangkutan.
d) Perubahan yang bersifat positif. Terjadi adanya
pertambahan perubahan dalam diri individu.
Perubahan yang diperoleh senantiasa bertambah
sehingga berbeda dengan keadaan sebelumnya.
e) Perubahan yang bersifat aktif. Perubahan itu tidak
terjadi dengan sendirinya, tetapi melalui aktivitas
indiviu. Perubahan yang terjadi karena kematangan,
bukan hasil pembelajaran karena terjadi dengan
sendirinya, sesuatu dengan tahapan-tahapan
perkembangan.
2) Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku
secara keseluruhan
Peinsip ini mengandung makna bahwa perubahan
perilaku sebagai hasil pembelajaran meliputi semua aspek
perilaku dan bukan hanya satu aspek atau dua aspek saja.
Perubahan perilaku itu meliputi aspek-aspek kognitif,
afektif, dan motorik.
3) Pembelajaran merupakan suatu proses
Prinsip ketiga ini mengandung makna bahwa
pembelajaran itu merupakan suatu aktivitas yang
berkesinambungan. Di dalam aktivitas itu terjadi adanya
tahapan-tahapan aktivitas yang sistematis dan terarah. Jadi
pembelajaran bukan sebagai suatu benda atau keadaan
statis, melainkan nerupakan suatu rangkaian aktivitas-
aktivitas yang dinamis dan saling berkaitan.pembelajaran
tidak dapat dilepaskan dengan interaksi individu dengan
lingkungannya. Dengan demikian, suatu pembelajaran yang

15
efektif adalah apabila peserta didik melakukan perilaku
secara aktif.
4) Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang
mendorong dan ada sesuatu tujuan yang hendak dicapai.
Prinsip ini mengandung makna bahwa aktivitas
pembelajaran terjadinya karena adanya kebutuhan yang
harus dipuaskan, dan adanya tujuan yang ingin dicapai.
Dengan kata lain, pembelajaran merupakan aktivitas untuk
memenuhi kebutuhan. Belajar tidak efektif tanpa adanya
dorongan dan tujuan.
5) Pembelajaran merupakan bentuk pengalaman
Pengalaman pada dasarnya adalah kehidupan
melalui situasi yang nyata dengan tujuan tertentu.
Pembelajaran merupakan bentuk interaksi individu dengan
lingkungannya sehingga banyak memberikan pengalaman
pada situasi nyata. Perubahan perilaku yang diperoleh dari
pembelajaran, pada dasarnya merupakan pengalaman.
d. Fungsi pendidikan karakter
Fathurrohman, Pupuh dkk (2017:97), Fungsi pendidikan
karakter sebagai berikut :
1) Pengembangan: pengembangan potensi peserta didik untuk
menjadi perilaki yang baik bagi peserta didik yang telah
memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan karakter
dan karakter bangsa.
2) Perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk
bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta
didik yang lebih bermartabat.
3) Penyaring: untuk menyaring karakter-karakter bangsa
sendiri dan karakter bangsa lain yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai karakter dan karakter bangsa.

16
e. Tujuan Pendidikan Karakter
Fathurrohman, Pupuh dkk (2017:97), Pedidikan karakter
memiliki tujuan sebagai berikut :
1) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang
terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi
karakter bangsa yang religius.
2) Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik
sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai
karakter dan karakter manusia.
3) Menanamkan jika kepemimpinan dan tanggungjawab
peserta didik sebagai generasi penerus bangsa.
4) Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi
manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan.
5) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai
lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan
persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan
penuh kekuatan (dignity).
2) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial
Menurut Trianto, 2012:171 (dalam Nasution, Toni.,
& Maulana Arafat Lubis. 2018: 184-187), Ilmu
Pengetahuan Sosial merupakan integrasi dari berbagai
cabang ilmu-ilmu sosial seperti; sosiologi, sejarah,
geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya.
Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial disingkat IPS,
merupakan mata pelajaran ditingkat sekolah dasar dan
menengah atau nama program studi diperguruan tinggi
identik dengan istilah “social studies”. Istilah IPS di
Sekolah Dasar merupakan mata pelajaran yang berdiri
sebagai integrasi dari sejumlah konsep disiplin ilmu sosial,
humaniora, sains, bahkan berbagai isu dan masalah sosial

17
kehidupan, Swasono. 2013:20 (dalam Lubis, Nur Apidah
dkk. 2019).
Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi
dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, dan humaiora, yaitu:
sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan
budaya. Ilmu pengetahuan sosial dirumuskan atas dasar
realistis dan fenomena sosial yang mewujudkan satu
pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang
ilmu sosial di atas. Pelajaran IPS di SD mengajarkan
konsep-konsep esensi ilmu sosial untuk membentuk subjek
didik menjadi warga negara yang baik. Istilah IPS mulai
digunakan secara resmi di Indonesia sejak tahun 1975
adalah istilah Indonesia untuk social studies di Amerika.
Susanto, Ahmad. 2014: 6-7 (dalam Rahmatiya, Ita. 2020:
33-34).
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dikenal sebagai mata
pelajaran di tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah
pertama, ditemukan pula sebagai program studi di
Perguruan Tinggi. Istilah IPS di tingkat sekolah dasar dan
sekolah menengah pertama dalam penejelasan kurikulum
2013 “dikembangkan sebagai mata pelajaran integrative
social studies, bukan sebagai disiplin ilmu, sebagai
pendidikan berorientasi aplikatif, pengembangan sikap
peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial
dan alam”. Kemendikbud, 2014 (dalam Rahmatiya, Ita.
2020: 34).
Pencapaian pembelajaran IPS di persekolahan
diperlukan pemahaman dan pengembangan program
pendidikan yang komprehensif. Program pendidikan IPS
yang komprehensif tersebut menurut Sapriya (2009: 46-56)
adalah program pendidikan yang mencakup empat dimensi,

18
yaitu dimensi pengetahuan (knowledge), dimensi
keterampilan (skill), dimensi nilai dan sikap (value and
attitude), dan dimensi tindakan (action). Susanto, Ahmad,
2014 (dalam Rahmatiya, Ita. 2020: 35)
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwa, Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan integrasi dari
berbagai cabang ilmu-ilmu sosial dan humaniora, seperti
sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan
budaya.
b. Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial
Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial adalah untuk
membantu pembangunan wawasan, pemikiran, dan
kepribadian agar memperoleh wawasan pemikiran yang
lebih luas dan ciri-ciri kepribadian yang diharapkan dari
setiap anggota golongan terpelajar Indonesia, khususnya
berkenaan dengan sikap dan tingkah laku manusia lain
terhadap manusia yang bersangkutan.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sangat penting
diajarkan kepada peserta didik agar mereka mengenal
lingkungan sosial di sekitarnya dan untuk dapat menjalani
kehidupan yang lebih baik ditengah-tengah lingkungan
sosial tersebut. Ilmu Pengetahuan Sosial mengkaji
seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang
berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata
pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi,
dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik
diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia
yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia
yang cinta damai. Mata pelajaran IPS disusun secara
sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses
pembelajaran menuju pendewasaan dan keberhasilan dalam

19
kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut
diharapkan peserta didik memperoleh pemahaman yang
lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan
(Lubis, Nur Apidah dkk. 2019).
Di tingkat SD/MI, mata pelajaran IPS bertujuan
agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Megenal konsep-konsep yang berkaitan dengan
kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan
kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah,
dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai
sosial dan kemanusiaan, dan memiliki kemampuan
berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, ditingkat local, nasional,
dan global.
c. Model-model pembelajaran IPS dalam kurikulum 2013
Model pembelajaran menurut Suyatno (dalam
Lubis, Nur Apidah dkk. 2019). Adalah bentuk
pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru kelas. Sedangkan menurut
Trianto adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang
akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan
pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran,
lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.
Model pembelajaran merupakan bingkai dari
penerapan suatu pendekatan metode, dan teknik
pembelajaran. Ada banyak model pembelajaran dan

20
beberapa yang disarankan didalam kurikulum 2013 yakni
sebagai berikut:
a) Problem Based Learning
Menurut Lubis, model pembelajaran problem
based learning adalah model pembelajaran yang
menunjukkan kepada siswa suatu masalah yang
kemudian siswa dapat memecahkannya melalui berfikir
maupun menganalisis berdasarkan pengalaman mereka
dalam lingkungannya.
Berikut langkah-langkah pembelajaran problem
based learning:
1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.
Menjelaskan logistic yang dibutuhkan. Memotivasi
siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah
yang dipilih.
2) Guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas,
jadwal, dll)
3) Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah,
pengumpulan data, hipotesis, dan pemecahan
masalah.
b) Project Based Learning
Project Base Learning adalah model
pembelajaran yang menggunakan proyek. Peserta
didik melakukan eksplorasi, penilaian, imteretasi,
sintesis, dan informasi untuk menghasilkan sebagai
bentuk hasil belajar. Berikut ini langkah-langkah
model pembelajaran project based learning:

21
1) Penentuan pertanyaan mendasar (start based
learning).
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan
esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi
penugasan peserta didik dalam melakukan suatu
aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan
realitas dunia dan dimulai dengan sebuah investigasi
mendalam dan topik yang diangkat relevan untuk
para peserta didik.
2) Mendesain perencanaan proyek (design a plan for
the project)
Perencanaan dilakukan secara kolanoratif
antara pengajar dan peserta didik. Peserta didik
diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek
tersebut. Perencanaan berisi aturan kegiatan dalam
penyelesaian proyek.
c) Discover Learning
Langkah-langkah atau sintaksnya adalah sebagai
berikut:
1) Stimulation (memberi stimulus), dapat berupa
bacaan, atau gambar, serta situasi sesuai dengan
materi pembelajaran/topic/tema.
2) Problem Statement (mengidentifikasi masalah);
menemukan permasalahan, menanya, mencari
informasi, dan merumuskan masalah.
3) Data Collecting (mengumpulkan data); mencari dan
mengumpulkan data/informasi, melatih ketelitian,
akurasi, dan kejujuran, mencari atau merumuskan
berbagai alternative pemecahan masalah.

22
4) Data Processing (mengolah data); mencoba dan
mengeksplorasi pengetahuan konseptualnya, melatih
keterampilan berfikir logis dan aplikatif.
5) Verification (memferifikasi); mengecek kebenaran
atau keabsahan hasil pengelolaan data, mencari
sumber yang relevan baik dari buku atau media,
mengasosiasikannya menjadi suatu kesimpulan.
6) Generalization (menyimpulkan); melatih
pengetahuan metakognisi peserta didik.
3) Pembelajaran Daring
a. Pengertian Daring

Di dunia saat ini sedang marak-maraknya wabah


coronavirus, tidak luput juga dengan Indonesia. Dengan adanya
virus covid-19 ini, Indonesia mengalami dampak di berbagai
bidang seperti sosial, ekonomi, pariwisata, dan pendidikan. Untuk
bidang pendidikan, Menteri Pendidikan mengeluarkan edaran
bahwa proses belajar dilaksanakan di rumah melalui pembelajaran
daring/jarak jauh. Pembelajaran online atau biasa disebut dengan
daring merupakan pembelajaran yang dilakukan dengan
memanfaatkan jaringan internet. hampir seluruh jenjang
pendidikan baik dari SD, SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi
menggunakan pembelajaran daring. Dengan sistem pembelajaran
daring dirasa oleh pemerintah membantu mengurangi penyebaran
virus covid-19 dan juga memberikan pengalaman belajar yang
bermakna bagi siswa.

Menurut Heru Purnomo (dalam Jurnal Ilmu Pendidikan,


Vol 2 No 1 April 2020 pembelajaran jarak jauh dengan penerapan
metode pemberian tugas secara daring bagi para siswa melalui
whatsapp group dipandang efektif dalam kondisi darurat karena
adanya virus corona seperti sekarang ini. Banyak guru

23
mengimplementasikan dengan cara-cara beragam belajar di rumah,
dari perbedaan belajar itu basisnya tetap pembelajaran daring.

Menurut Isman (dalam Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol 2 No 1


April 2020) mengatakan, pembelajaran daring merupakan
pemanfaatan jaringan internet dalam proses pembelajaran. Dengan
pembelajaran daring siswa memiliki keleluasaan waktu belajar,
dapat belajar kapanpun dan dimanapun. Siswa dapat berinteraksi
dengan guru menggunakan beberapa aplikasi seperti classroom,
video converence, telepon, atau live chat, zoom, maupun melalui
whatsapp group. Pembelajaran ini merupakan inovasi pendidikan
untuk menjawab tantangan akan ketersediaan sumber belajar yang
variatif. Keberhasilan dari suatu model maupun media
pembelajaran tergantung dari karakteristik peserta didiknya.

Kartikawati, Titik (dalam Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol 2 No


1 April 2020) mengatakan, pembelajaran dirumah tetap dapat
dilaksanakan. Ia mulai membuka kelas dari pukul 07.00 hingga
12.00. Dalam hal pelaksanaan belajar di rumah guru meminta
bantuan orang tua atau kakak siswa sebagai narasumber yang
langkah-langkahnya telah diberikan melalui grup whatsapp. Untuk
laporan pelaksanaan pembelajaran dapat berupa foto atau video
yang harus diposting melalui grup.

Dari berbagai pernyataan diatas peneliti menyimpulkan


bahwa, pembelajaran daring merupakan pembelajaran yang
dilakukan tanpa adanya tatap muka secara langsung. Pembelajaran
daring atau pembelajaran jarak jauh memanfaatkan jaringan
internet dalam proses pembelajaran. Guru dapat menggunakan
beberapa aplikasi untuk melaksanakan pembelajaran daring seperti
classroom, video converence, telepon atau live chat, zoom, maupun
melalui whatsapp group.

24
b. Dampak Pandemi Covid-19 terhadap proses pembelajaran daring
Menurut Agus dkk (dalam Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol 2 No
1 April 2020) pembelajaran daring berdampak pada siswa, orang
tua dan guru itu sendiri.
1) Dampak pada siswa
Beberapa dampak yang dirasakan murid yaitu murid
belum ada budaya belajar jarak jauh karena selama ini
sistem belajar yang dilaksanakan adalah tatap muka, murid
terbiasa berada di sekolah untuk berinteraksi dengan teman-
temannya, bermain dan bercanda gurau dengan teman-
temannya serta bertatap muka dengan para gurunya, dengan
adanya metode pembelajaran jarak jauh membuat para
murid perlu waktu untuk beradaptasi dan mereka
menghadapi perubahan baru yang secara tidak langsung
akan mempengaruhi daya serap belajar mereka.
2) Dampak pada orang tua
Dampak terhadap orang tua yaitu kendala yang
dihadapi para orang tua adalah adanya penambahan biaya
pembelian kuota internet bertambah, teknologi online
memerlukan koneksi jaringan ke internet dan kuota oleh
karena itu tingkat penggunaan kuota internet akan
menambah beban pengeluaran orang tua.
3) Dampak pada guru
Dampak yang dirasakan guru yaitu tidak semua
mahir menggunakan teknologi internet atau media sosial
sebagai sarana pembelajaran, beberapa guru senior belum
sepenuhnya mampu menggunakan perangkat atau fasilitas
untuk penunjang kegiatan pembelajaran online dan perlu
pendampingan dan pelatihan terlebih dahulu. Jadi,
dukungan dan kerjasama orang tua demi keberhasilan

25
pembelajaran sangat dibutuhkan. Komunikasi guru dan
sekolah dengan orang tua harus terjalin dengan lancar.
c. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Daring
Menurut (Pangondian, Roman Andrianto dkk. 2019:56-60),
pembelajaran daring/jarak jauh memiliki kelebihan dan juga
kekurangan seperti berikut:
1) Kelebihan pembelajaran daring
a) Pembelajaran terpusat dan melatih kemandirian
b) Waktu dan lokasi yang fleksibel
c) Biaya yang terjangkau untuk pada peserta
d) Akses yang tidak terbatas dalam perkembangan
pengetahuan
2) Kekurangan pembelajaran daring
a) Kurang cepatnya umpan balik yang dibutuhkan dalam
proses belajar mengajar
b) Pengajar perlu waktu lebih lama untuk mempersiapkan
diri
c) Terkadang membuat beberapa orang merasa tidak
nyaman
d) Adanya kemungkinan muncul perilaku frustasi,
kecemasan, dan kebingungan
d. Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Dalam Pembelajaran Daring
Menurut (Pangondian, Roman Andrianto dkk. 2019:56-60),
untuk menjadikan pembelajaran daring berjalan sukses maka
kuncinya adalah efektivitas, berdasarkan studi yang dilakukan
sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat 3 hal yang dapat
memberikan efek terkait pembelajaran secara daring, yaitu:
1) Teknologi, secara khusus pengaturan jaringan harus
memungkinkan untuk terjadinya pertukaran sinkronisasi
dan asinkronisasi; siswa harus memiliki akses yang mudah
(misalnya melalui akses jarak jauh); dan jaringan

26
seharusnya membutuhkan waktu minimal untuk pertujaran
dokumen.
2) Karakteristik pengajar, pengajar memainkan peran sentral
dalam efektivitas pembelajaran secara daring, bukan sebuah
teknologi yang penting tetapi penerapan instruksional
teknologi dan pengajar yang menentukan efek pada
pembelajaran, siswa yang hadir dalam kelas dengan
instruktur yang memiliki sifat positif terhadap
pendistribusian suatu pembelajaran dan memahami akan
sebuah teknologi akan cenderung menghasilkan suatu
pembelajaran yang lebih positif. Dalam lingkungan belajar
konvensional siswa cenderung terisolasi karena mereka
tidak memiliki lingkungan khusus untuk berinteraksi
dengan pengajar.
3) Karakteristik siswa, siswa yang tidak memiliki ketrampilan
dasar dan disiplin diri yang tinggi dapat melakukan
pengajaran yang lebih baik dengan metode yang
disampaikan secara konvensional, sedangkan siswa yang
cerdas serta memiliki disiplin serta kepercayaan diri yang
tinggi akan mampu untuk melakukan pembelajaran dengan
metode daring.
4) Peran Orang Tua dalam Mendidik Anak
a. Pengertian Orang Tua
Orang tua terdiri dari ayah, ibu serta saudara adik dan
kakak. Orang tua atau biasa disebut dengan keluarga, atau yang
identik dengan orang yang membimbing anak dalam lingkungan
keluarga. Meskipun orang tua pada dasarnya dibagi menjadi tiga,
yaitu orang tua kandung, orang tua asuh, dan orang tua tiri. Tetapi
yang kesemuanya itu dalam bab ini diartikan sebagai keluarga.
Sedangkan pengertian keluarga adalah suatu ikatan laki-laki

27
dengan perempuan berdasarkan hokum dan undang-undang
perkawinan yang sah.
(Winarta, Hafidz Argo Pantris. 2017:16) orang tua adalah
komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan
merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang
dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung
jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-
anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan
anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat.
Menurut pandangan sosiologi, keluarga dalam arti luas
meliputi semua pihak yang mempunyai hubungan darah dan atau
keturunan, sedangkan dalam arti sempit keluarga meliputi orang
tua dengan anak-anaknya. Jalaluddin Rakhmat, 1994 (dalam
Winarta, Hafidz Argo Pantris. 2017:17).
Ramayulis, 1987 ( dalam Winarta, Hafidz Argo Pantris.
2017:18) keluarga adalah unit pertama dan institusi pertama di
dalam masyarakat dimana hubungan-hubungan yang terdapat
didalamnya sebagian besar sifatnya hubungan langsung. Disitulah
perkembangan individu dan disitulah terbentuknya tahap-tahap
awal perkembangan dan mulai interaksi dengannya, ia
memperoleh pengetahuan, keterampilan, minat dan sikap dalam
hidup. Dalam keluarga orang tua sangat berperan sebab dalam
kehidupan anak waktunya sebagian besar dihabiskan dalam
lingkungan keluarga apalagi anak masih di bawah pengasuhan
atau anak usia sekolah dasar, terutama peran seorang ibu.
Anak mulai bisa mengenyam pendidikan dimulai dari
kedua orang tua atau mulai pada masa kandungan, ayunan,
berdiri, berjalan dan seterusnya. Orang tualah yang bertugas
mendidik. Dalam hal ini (secara umum) baik potensi psikomotor,
kognitif, maupun potensi afektif, disamping itu orang tua juga
harus memelihara jasmaniah mulai dari memberi makan dan

28
penghidupan yang layak. Dan itu semua merupakan beban dan
tanggung jawab sepenuhnya yang harus dipukul oleh orang tua
sesuai yang telah diamanatkan oleh Allah SWT. Demikianlah
keluarga atau orang tua menjadi faktor penting untuk mendidik
anak-anaknya baik dalam sudut tinjauan agama, sosial
kemasyarakatan maupun tinjauan individu, (Winarta, Hafidz Argo
Pantris. 2017:18).
Sesuai dengan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa
keluarga merupakan tempat pertama untuk anak belajar. Keluarga
juga memiliki peran penting untuk mendidik karakter anak, agar
mampu mempersiapkan untuk sosial bermasyarakat dan juga
masa depan anak.
b. Peran Oarng Tua Terhadap Anak
Anggota keluarga terdiri dari suami, istri, atau orang tua
(ayah dan ibu) serta anak. Ikatan dalam keluarga tersebut
didasarkan kepada cinta kasih saying antara suami istri yang
melahirkan anak-anak. Oleh karena itu hubungan pendidikan
dalam keluarga adalah didasarkan atas adanya hubungan kodrati
antara orang tua dan anak. Pendidikan dalam keluarga
dilaksanakan atas dasar cinta kasih sayang yang kodrati, rasa
kasih sayang yang murni, yaitu rasa cinta kasih sayang orang tua
terhadap anaknya. Rasa kasih sayang inilah yang menjadi sumber
kekuatan menjadi pendorong orang tua untuk tidak jemu-jemunya
membimbing dan memberikan pertolongan yang dibutuhkan
anak-anaknya. HM. Alisuf Sabri (dalam Winarta, Hafidz Argo
Pantris. 2017:21).
Dari sini, peranan orang tua dalam keluarga mempunyai
peranan besar dalam pembangunan masyarakat. Dalam rangka
pelaksanaan pendidikan nasional, peranan orang tua semakin jelas
dan penting terutama dalam penanaman sikap dan nilai atau
norma-norma hidup bertetangga dan bermasyarakat,

29
pengembangan bakat dan minat serta pembinaan bakat dan
kepribadian. Sebagaimana dijelaskan oleh Singgih D. Gunarsa
(1995) sebagai berikut: “Hubungan antar pribadi dalam keluarga
sangat dipengaruhi oleh orang tua (ayah dan ibu) dalam
pandangan dan arah pendidikan yang akan mewujudkan suasana
keluarga. Masing-masing pribadi diharapkan tahu perannya
didalam keluarganya dan memerankan dengan baik agar keluarga
menjadi wadah yang memungkinkan perkembangan secara
wajar”. Winarta, Hafidz Argo Pantris (2017:23).
Jadi jelaslah orang tua mempunyai perenan penting dalam
tugas dan tanggung jawabnya yang besar terhadap semua anggota
keluarga yaitu lebih bersifat pembentukan watak dan budi pekerti,
latihan keterampilan dan ketentuan rumah tangga, dan sejenisnya.
Orang tua sudah selayaknya sebagai panutan atau model yang
selalu ditiru dan dicontoh anaknya.
Tugas dan tanggung jawab tersebut tidaklah mudah
terutama dalam mendidik anak. Minimnya pendidikan
kepribadian, mental dan perhatian orang tua akibatnya dapat
terbawa arus hal-hal negatif seperti penyalahgunaan obat-obat
terlarang yang saat ini sedang berkembang di kota besar bahkan
sampai ke kampung-kampung yang akibatnya akan merusak
mental dan masa depan anak, khususnya para pelajar yang
diharapkan untuk menjadi generasi penerus bangsa yang sangat
potensial dan produktif. (Winarta, Hafidz Argo Pantris. 2017:24).
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa, orang tua
atau keluarga memiliki peran penting dalam pendidikan. Sebab
keluarga merupakan tempat pertama untuk belajar. Sehingga pada
penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana peran orang
tua dalam penanaman nilai-nilai karakter pada anak, terlebih lagi
kondisi saat ini pembelajaran dilakukan secara daring atau jarak

30
jauh sehingga dapat membantu peneliti untuk meneliti hal
tersebut.
c. Fuad ihsan (dalam Winarta, Hafidz Argo Pantris. 2007: 24)
Tanggung jawab pendidikan yang perlu disadarkan dan dibina
oleh kedua orang tua terhadap anak sebagai berikut:
1) Memelihara dan membesarkannya. Tanggung jawab ini
meruapakan dorongan alami yang dilaksanakan, karena akan
memerlukan makan, minum dan perawatan agar ia dapat
hidup secara berkelanjutan.
2) Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara
jasmaniah maupun rohaniah dan berbagai penyakit atau
bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya.
2. Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Mimin Hamidah, tahun 2015
dengan judul “Meningkatkan Nilai-Nilai Karakter Anak Usia Dini
Melalui Penerapan Metode Proyek”, menunjukkan keberhasilan
karena karakter anak yang pada awalnya belum optimal mengalami
peningkatan setelah diterapkan metode khusunya dalam nilai
tanggung jawab, komunikatif, dan kerjasama, sehingga dengan kata
lain meningkatnya nilai-nilai karakter anak merupakan gambaran
keberhasilan penerapan metode proyek di TK Negeri Centeh.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya


yakni mengenai penanaman nilai-nilai karakter pada peserta didik.
Perbedaannya pada penelitian ini dilakukan pada jenjang sekolah
dasar sedangkan pada penelitian sebelumnya dilakukan pada
jenjang pendidikan TK.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Yudi Permana, tahun 2016 dengan
judul “Implementasi Nilai-Nilai Karakter Dengan Model Problem

31
Based Learning Pada Pembelajaran Tematik Integratif”,
menunjukkan keberhasilan karena pembelajaran lebih menarik dan
menekankan pada aktivitas anak dalam berfikir kritis dan kreatif
dalam meneliti dan memecahkan masalah.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya


yakni pada pembelajaran Tematik, dilakukan di jenjang pendidikan
sekolah dasar, dan juga mengenai nilai-nilai karakter pada peserta
didik. Perbedaannya pada penelitian ini dilakukan secara daring
kemudian pada peneitian sebelumnya dilaksanakan secara tetap
muka.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Aji Fatma Dewi, pada tahun
2020 dengan judul “Dampak Covid-19 Terhadap Implementasi
Pembelajaran Daring Di Sekolah Dasar” menunjukkan
keberhasilan karena kegiatan belajar dapat berjalan dengan baik
dan efektif sesuai dengan kreatifitas guru dalam memberikan
materi dan soal latihan kepada siswa, dari soal-soal latihan yang
dikerjaka oleh siswa dapat digunakan untuk nilai harian siswa.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya


yakni penelitian yang dilakukan di masa pandemi covid-19.
Perbedaannya pada penelitian ini merupakan penelitian menenai
nilai-nilai karakter pada pembelajaran yang dilaksanakan secara
daring, kemudian penelitian sebelumnya merupakan penelitian
mengenai pembelajaran daring.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Alfiannor, pada tahun 2020 dengan
judul “Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Pada Masa
Pandemi Covid-19 Di SMP Muhammadiyah 2 Boyolali Program
Khusus (PK) Tahun Pelajaran 2020/2021” menunjukkan
keberhasilan karena internalisasi nilai-nilai karakter dapat
terlaksana di sekolah tersebut melalui berbagai kegiatan seperti

32
shalat dhuha, membantu orang tua, tilawah dan hafalan Al-Qur’an,
shalat berjamaah dan olahraga.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya


yakni meneliti mengenai internalisasi/penanaman nilai-nilai
karakter pada peserta didik pada pembelajaran secara daring.
Perbedaannya pada penelitian ini dilakukan di jenjang pendidikan
sekolah dasar, kemudian pada penelitian sebelumnya dilakukan di
jenjang pendidikan menengah (SMP).
3. Kerangka Pikir
Penelitian ini diawali dengan adanya permasalahan yang
muncul, yaitu pada penanaman nilai-nilai karakter pada pembelajaran
secara daring di kelas IV SD N Kepek II Saptosari Gunungkidul. Hal
ini disebabkan karena adanya pandemi covid-19 yang marak di
seluruh dunia, dan kemudian mempengaruhi berbagai bidang salah
satunya yakni bidang pendidikan. Karena adanya pandemi covid-19,
Indonesia melaksanakan pembelajaran daring/jarak jauh dengan
tujuan untuk mengurangi penyebaran virus tersebut.

Karena pentingnya karakter dalam kepribadian dan keberhasilan


akademik seseorang, maka perlunya penanaman nilai-nilai karakter
pada sejak dini. Penanaman nilai-nilai karakter dapat dilakukan pada
pembelajaran di sekolah. Pada kondisi saat ini dengan maraknya virus
covid-19 pembelajaran dilaksanakan secara daring maka pendidik atau
guru sebagai seseorang yang membantu membentuk kepribadian
peserta didik harus tetap mampu menanamkan nilai-nilai karakter
untuk peserta didik. Guru dapat memberikan penanaman nilai-nilai
karakter melalui pembelajaran daring dengan berbagai cara. Dengan
penanaman nilai-nilai karakter pada pembelajaran tematik bermuatan
IPS secara daring di SDN Kepek II Saptosari Gunungkidul diharapkan
siswa mampu memiliki karakter mulia terhadap Tuhan Yang Maha

33
Esa, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia
internasional.

Kerangka pikir dalam penelitian ini memiliki bagan sebagai


berikut:

Masalah pada
Penanaman nilai-
lunturnya nilai-
nilai karakter
nilai karakter anak

Melalui
Siswa memiliki pembelajaran
nilai-nilai karakter tematik bermuatan
IPS

4. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian kerangka pikir di atas, peneliti
menyimpulkan pertanyaan penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana pentingnya pendidikan karakter pada pembelajaran
tematik bermuatan IPS secara daring siswa kelas IV di SDN Kepek
II Saptosari Gunungkidul?
2. Bagaimana penanaman nilai-nilai karakter pada pembelajaran
tematik bermuatan IPS secara daring siswa kelas IV di SDN Kepek
II Saptosari Gunungkidul?
3. Bagaimana peran orang tua dalam penanaman nilai-nilai karakter
pada pembelajaran tematik bermuatan IPS secara daring siswa
kelas IV di SDN Kepek II Saptosari Gunungkidul?
J. METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan peneliti adalah Penelitian
Kualitatif. Metode penelitian Kualitatif dinamakan sebagai metode
baru, karena popularitasnya belum lama, dinamakan metode
postpositivistik karena berlandaskan pada filsafat postpositiveisme.

34
Metode ini disebut juga sebagai metode artistik, karena proses
penelitian lebih bersifat seni (kurang terpola), dan disebut sebagai
metode interpretive karena data hasil penelitian lebih berkenaan dengan
interprestasi terhadap data yang ditemukan di lapangan (Sugiyono,
2019:16).
Metode penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai metode
penelitian yang berlandaskan pada filsafat pospositivisme, digunakan
meneliti pada polulasi atau sempel tertentu, pengumpulan menggunakan
instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statstik, dengan
tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono. 2019:
16-17).
Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian
naturalistic karena penelitinya dilakukan pada kondisi yang alamiah
(natural setting). (Sugiyono. 2019:17).
Nana Sayodih (2012: 60) dalam (Rahmatiya, Ira. 2020: 42-43)
mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu penelitian
yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,
peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran
orang secara individual maupun kelompok.
Peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif sebab peneliti
ingin mengetahui mengenai pentingnya penanaman nilai-nilai karakter
pada pembelajaran tematik bermuatan IPS secara daring di SD Negeri
Kepek II Saptosari Gunungkidul.
2. Setting Penelitian
a. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Kepek II Saptosari


Gunungkidul. Alasan mengambil kelas IV karena pada kelas rendah
(Kelas I, II dan III) Kompetensi Dasar mata pelajaran IPS
diintegrasikan ke Kompetensi Dasar mata pelajaran Bahasa
Indonesia, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, dan
Matematika. Sedangkan untuk kelas tinggi (Kelas IV, V dan VI)

35
Kompetensi Dasar mata pelajaran IPS berdiri sendiri, sehingga
pendekatan integrasinya adalah multidisipliner, walaupun
pembelajarannya tetap menggunakan tematik terpadu.

b. Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan dilakukan pada semester genap 2020/2021


yang meliputi perencanaan-pelaksanaan tindakan. Peneliti
mengambil materi dalam Standar Kompetensi/Kompetensi Dasar
(SK/KD) pada semester dua. Pelaksanaan tindakan disesuaikan
dengan jadwal pelajaran kelas IV di SD Negeri Kepek II Saptosari
Gunungkidul.

3. Data dan Sumber Data Penelitian


Menurut Siguyono (2019: 194) bila dilihat dari sumber datanya,
maka pengumpulan data dapat menggunakan:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data. Dalam penelitian
kualitatif yang dilakukan oleh peneliti maka, sumber data primer
merupakan sumber data utama peneliti untuk mendapatkan informasi
yang berkaitan dengan judul penelitian. Pada penelitian ini peneliti
menggunakan data primer yang berupa wawancara dan observasi.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber yang tidak lengsung
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain
atau lewat dokumen. Sumber data sekunder dari penelitian ini dapat
berupa hasil dari wawancara, observasi, dokumentasi dan juga
kuesioner (angket).
4. Variabel Penelitian
Secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut
seseorang, atau objek, yang mempunyai “variasi” antara satu orang
dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain (Hatch and

36
Farhady, 1981). Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala
sesuatu yang terbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian
ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2019: 67).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat
dirumuskan di sini bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut atau
sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2019: 68). Oleh karena itu, variabel
dalam penelitian ini adalah Penanaman Nilai-Nilai Karakter Pada
Pembelajaran Tematik Bermuatan IPS Secara Daring di SDN Kepek II
Saptosari Gunungkidul.
5. Teknik Pengumpulan Data
Sugiyono, (2019: 296), teknik pengumpulan data merupakan
langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari
penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik
pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang
memenuhi standar data yang ditetapkan.
Secara umum terdapat empat macam teknik pengumpulan data,
yaitu observasi, wawancara, dokumentasi dan gabungan/trianggulasi.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dengan
menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Teknik Observasi
Nasution (1998) dalam (Sugiyono, 2019: 297) mengatakan
bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Faisal,
Sanafiah (1990) dalam (Sugiyono, 2019: 297-298)
mengklarifikasikan observasi menjadi observasi berpartisipasi
(participant observation), observasi yang secara terang-terangan
dan tersamar (overt observation dan covert observation), dan
observasi tak terstruktur (unstructured observation). Stainback
(1988) dalam (Sugiyono, 2019: 299) mengemukakan bahwa

37
observasi berpartisipasi digolongkan menjadi empat yaitu,
partisipasi pasif, partisipasi moderat, observasi yang terus terang
dan tersamar, dan observasi yang lengkap.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi
partisipasi pasif dimana peneliti hanya mengamati proses
pembelajaran tanpa terlibat aktif dalam pembelajaran.
b. Teknik Wawancara

Wawancara dapat dilakukan oleh dua orang atau lebih yang


mana satu pihak mencari informasi dan pihak lainnya memberikan
informasi. Peneliti menggunakan teknik wawancara untuk
memperoleh data lebih mendalam lagi dari sumber yang
terpercaya.

Menurut Sugiyono (2019: 304) menyatakan bahwa,


wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam. Esterberg
(2002) dalam (Sugiyono, 2019: 305) mengemukakan beberapa
macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semi terstruktur,
dan tidak terstruktur.
Sesuai dengan macam-macam wawancara di atas, peneliti
menggunakan teknik wawancara terstruktur. Dengan wawancara
terstruktur ini, peneliti dapat menggunakan beberapa narasumber
baik dengan kepala sekolah, guru kelas IV dan siswa kelas IV
untuk mendapatkan informasi yang akurat. Wawancara digunakan
peneliti untuk mengetahui lebih mendalam mengenai penanaman
nilai-nilai karakter pada pembelajaran tematik bermuatan IPS
secara daring di SD N Kepek II Saptosari Gunungkidul.
c. Teknik Dokumentasi

38
Menurut Sugiyono (2019: 314) dokumen merupakan
catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk
tulisan, gambar, atau karya-karya monumentasi dari seseorang.
Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya cacatan harian, sejarah
kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan.
Dokumen yang berbentuk gambar misalnya, foto, gambar hidup,
sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya
karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik
dokumentasi untuk mencatat atau menyimpan dokumen baik
berupa tulisan ataupun gambar sebagai bahan laporan mengenai
penanaman nilai-nilai karakter pada pembelajaran tematik
bermuatan IPS secara daring di SDN Kepek II Saptosari
Gunungkidul
d. Teknik Kuesioner (angket)
Sugiyono, (2019: 199), Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawabnya. Kuesioner dapat berupa pertanyaan/pernyataan
tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara
langsung atau dikirim melalui pos, atau internet.
Dalam penelitian ini, menggunakan kuesioner (angket)
untuk mendapatkan informasi dari orang tua siswa dikarenakan
pembelajaran dilakukan secara daring atau jarak jauh di masa
pandemic covid-19..
6. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variable
yang diteliti, dengan demikian jumlah instrumen yang akan digunakan
untuk penelitian akan tergantunng pada jumlah variable yang diteliti.
(Sugiyono, 2019: 145). Instrumen dalam penenilian ini adalah sebagai
berikut:

39
1. Peneliti
Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi
menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber
data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis
data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.
(Sugiyono, 2019: 294)
2. Observasi
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi
partisipasi pasif dimana peneliti hanya mengamati proses
pembelajaran tanpa terlibat aktif dalam pembelajaran. Lembar
observasi digunakan untuk mengetahui lebih mendalam mengenai
penanaman nilai-nilai karakter pada pembelajaran tematik bermuatan
IPS secara daring siswa kelas IV di SDN Kepek II Saptosari
Gunungkidul.
3. Wawancara
Peneliti melakukan wawancara dalam penelitian ini kepada
kepala sekolah, guru kelas IV, dan siswa kelas IV untuk memperoleh
data mengenai penanaman nilai-nilai karakter pada pembelajaran
tematik bermuatan IPS secara daing.
4. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan
semua dokumen yang berkaitan dengan penelitian mengenai
penanaman nilai-nilai karakter pada pembelajaran tematik bermuatan
IPS secara daring siswa kelas IV di SDN Kepek II Saptosari
Gunungkidul.
5. Kuesioner (Angket)
Kuesioner (angket) diberikan oleh peneliti untuk mengetahui
informasi mengenai penanaman nilai-nilai karakter pada
pembelajaran tematik bermuatan IPS secara daring di SDN Kepek II
Saptosari, Gunungkidul.
7. Keabsahan Data

40
Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan
valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti
dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek peneliti. Uji
keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji, credibility
(validitas internal), transferability (validitas eksternal), dependability
(reliabilitas), dan confirmability (obyektivitas). (Sugiyono, 2019: 363-
364).
a. Perpanjangan Pengamatan
Perpanjangan penelitian berarti peneliti kembali ke lapangan,
melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang
pernah ditemui maupun yang baru. Dengan perpanjangan
pengamatan ini berarti hubungan peneliti dengan narasumber akan
semakin terbentuk rapport, semakin akrab (tidak ada jarak lagi),
semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi
yang disembunyikan lagi. (Sugiyono, 2019: 365).
b. Meningkatkan Ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan
secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut
maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara
pasti dan sistematis.meningkatkan ketekunan ibarat kita mengecek
soal-soal, atau makalah yang dikerjakan, ada yang salah atau tidak.
Dengan meningkatkan ketekunan itu, maka peneliti dapat melakukan
pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau
tidak. Demikian juga dengan meningkatkan ketekunan maka, peneliti
dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang
apa yang diamati. (Sugiyono, 2019: 367)
c. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan
berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber,

41
triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu. (Sugiyono, 2019:
368).
1) Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data
dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh
melalui bebrapa sumber. Data yang didapatkan dari berbagai
sumber tidak bisa di rata-ratakan seperti dalam penelitian
kuantitatif, tetapi dideskripsikan, dikategorisasikan, mana
pandangan yang sama, yang berbeda, dan mana spesifik dari
sumber-sumber tersebut. Data yang telah dianalisis oleh peneliti
sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya
dimintakan kesepakatan (member check) dengan sumber
tersebut. (Sugiyono, 2019: 369).
2) Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data
dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang
sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya diperoleh dengan
wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi, atau
kuesioner. Bila dengan tiga teknik pengujian kredibilitas data
tersebut, menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peeliti
melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang
bersangkutan atau yang lain, untuk memastikan data mana yang
dianggap benar. Atau mungkins emuanya benar, karena sudut
pandangnya berbeda-beda. (Sugiyono, 2019: 369).
3) Triangulasi Waktu
Waktu juga sering mempegaruhi kredibilitas data. Data
yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada
saat narasumbermasih segar, belum banyak masalah, akan
memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel.
Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat
dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan

42
wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi
yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda,
maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai
ditemukan kepastian datanya. (Sugiyono, 2019: 369-370).
d. Menggunakan bahan referensi
Menggunakan bahan referensi disini adalah adanya pendukung
untuk membuktikan data yang telah ditemukan oelh peneliti. Sebagai
contoh, data hasil wawancara perlu didukung dengan adanya
rekaman wawancara. Data tentang interaksi manusia, atau gambaran
suatu kejadian perlu didukung oleh foto-foto. Alat-alat bantu
perekam data dalam penelitian kualitatif, seperti camera, handycam,
alat rekam suara sangat diperlukan oleh peneliti. Dalam laporan
penelitian, sebaiknya data-data yang dikemukakan perlu dilengkapi
dengan foto-foto atau dokumen autentik, sehingga menjadi lebih
dapat dipercaya.
8. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak
sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di
lapangan. Dalam hal ini Nasution (1988) dalam (Sugiyono. 2019: 320)
menyatakan “Analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan
masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai
penulisan hasil penelitian. Analisis data menjadi pegangan bagi
penelitian selanjutnya sampai jika mungkin, teori yang grounded”.
Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selam
proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Dalam
kenyataannya, analisis data kualitatif berlangsung selama proses
pengumpulan data dari pada setelah selesai pengumpulan data.
Miles and Huberman (1984), mengemukakan bahwa aktivitas
dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara tersu menerus sampai tuntas, sehingga datanya

43
sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data
display, dan conclusion drawing/verification. (Sugiyono, 2019: 321).
Langkah-langkah analisis data model Miles and Huberman
(dalam Sugiyono, 2019: 321) sebagai berikut:
1. Data Collection/ Pengumpulan Data
Kegiatan utama pada setiap penelitian adalah
mengumpulkan data. Pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, wawancara,
dokumentasi, dan kuesioner (angket). Peneliti melakukan observasi
dalam kegiatan pembelajaran untuk mendapatkan informasi
tentang pelaksanaan penanaman nilai-nilai karakter. Selain itu
untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat peneliti melakukan
wawancara terhadap kepala sekolah, guru kelas IV dan siswa.
Dokumentasi juga digunakan untuk pendukung dalam mencari
informasi yang dibutuhkan. Peneliti juga menggunakan kuesioner
(angket) untuk mengetahui informasi mengenai penanaman nilai-
nilai karakter pada pembelajaran secara daring.
2. Data Reduction (Reduksi Data)
Sugiyono (2019: 323) mereduksi data berarti merangkum,
memilih dan memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-
hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data
yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas,
dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
3. Data Display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan data. Dalam penelitian kulitatif, penyajian data bisa
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori, flowchart, dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles and
Huberman (1984) menyatakan bahwa yang paling sering

44
digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif
adalah dengan teks yang bersifat naratif. (Sugiyono, 2019: 325).
4. Conclusion Drawing/Verification
Langkah keempat dalam analisis data kualitatif menurut
Miles and Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan
akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi
apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung
oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke
lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif
mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak
awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan
bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif
masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian
berada di lapangan.

K. JADWAL PENELITIAN

45
DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Rifki. 2011. “Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS


di Sekolah Dasar”. Pedagogia (Vol. 1 Nomor 1) Hlm. 96.

Alfiannor. 2020. “Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Pada Masa


Pandemi Covid-19 di SMP Muhammadiyah 2 Boyolali Program
Khusus (PK) Tahun Pelajaran 2020/2021”. Skripsi, tidak diterbitkan.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Dewi, Wahyu Aji Fatma. 2020. “Dampak Covid-19 Terhadap Implementasi


Pembelajaran Daring Di Sekolah Dasar”. Jurnal Ilmu Pendidikan
(Vol. 2 Nomor 1) Hlm. 56-60.

Hamidah, Mimin. 2017. “Meningkatkan Nilai-Nilai Karakter Anak Usia Dini


Melalui Penerapan Metode Proyek”. Jurnal Tunas Siliwangi (Vol 3
Nomor 1) Hlm. 21-37.`

Handoyo, Eko., & Tijan. 2010. Model Pendidikan Karakter Berbasis


Konservasi. Semarang: Widya Karya Press.

Lubis, Nur Apidah., Rizka Nurfidiati., Kemi Argianti., & Reforma Sari. 2019.
“Pendidikan IPS dalam Kurikulum 2013”. Laporan penelitian, tidak
diterbitkan. Padang: IAIN Padang.

Pangondian, Roman Andrianto., Paulus Insap Santosa., & Eko Nugroho. 2019.
“Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesuksesan Pembelajaran
Daring dalam Revolusi Indrusti 4.0”. (Sainteks, Universitas Gajah
Mada). ISBN: 978-602-52720-1-1. Hlm. 57-58.

Pupuh, Fathurrohman., AA, Suryana., & Fenny, Fatriany. 2017.


Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung: Refika Aditama.

Rahmatiya, Ita. 2020. Penanaman Nilai Karakter Nasionalisme dan


Patriotisme Pada Pembelajaran Tematik Bermuatan IPS Siswa

46
Kelas IV SD Negeri Singosaren Bantul. Skripsi, tidak diterbitkan.
Yogyakarta: FKIP UST.

Sugiyono. 2019. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.


Bandung: Alfabeta.

Sutarno., Sukarno., & Martaningsih. 2016. “Optimalisasi Active Learning dan


Character Building dalam Meningkatkan Daya Saing Bangsa di Era
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). (Prosiding Seminar Nasional,
Prodi PGSD dan Prodi BK FKIP UAD). ISBN: 978-602-70296-8-2.

Tim Dosen Ketamansiswaan. 2017. Materi Kuliah Ketamansiswaan.


Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa: Yogyakarta.

Zhafira, Nabila Hilmy., Yeni Ertika., & Chairiyaton. 2020. “Presepsi


Mahasiswa Terhadap Perkuliahan Daring Sebagai Sarana
Pembelajaran Selama Masa Karantina Covid-19”. Jurnal Bisnis dan
Kajian Strategi Manajemen (Vol. 4 Nomor 1) Hlm. 38-40.

Zulfiati, Heri Maria. 2019. “Pendidikan Karakter Perspektif Ki Hadjar


Dewantara dalam Membentuk Generasi Unggul Era Revolusi
Industri 4.0”. (Prosiding Seminar Nasional PGSD). ISBN: 978-602-
6258-11-3.

47
LAMPIRAN FOTO BUKU DAN SCREENSHOOT JURNAL

48
49
50
51
52
53
54

Anda mungkin juga menyukai