Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Satu perilaku baruk yang kerap terlihat dikalangan sebagian pelajar atau mahasiswa
kita terutama pada setiap musim ujian atau ulangan adalah kebiasaan menyontek. Kebiasaan
buruk yang sudah menjadi rahasia umum ini seakan menjadi “budaya” dan sesuatu yang sah
dilakukan, ketika dunia pendidikan kita menerapkan sistem Ujian Nasional (UN) bagi standar
atau ukuran kelulusan.
Biasanya remaja bahkan sekarangpun anak-anak SD (Sekolah Dasar) ikut menyontek
sehingga membuat anak-anak tidak mengetahui apa yang dipelajari dan tidak akan fokus pada
pelajaran. Ketika ujian contek-mencontek tidak penah ditinggalkan. Peserta ujian dalam hal
ini siswa maupun mahasiswa berusaha untuk menyelesaikaan soal atau permasalahan yang
telah disiapkan oleh penguji (guru maupun dosen) agar memperoleh hasil belajar sesuai
dengan apa yang telah diterimanya selama melaksanakan proses pembelajaran. Bahkan
mencontek sering kali diartikan sebagai bentuk solidaritas. Tapi solidaritas ini sering
disalahartikan. Jika solidaritas diartikan sebagai solidaritas yang positif maka akan
berdampak positif juga karena semakin eratnya rasa persatuan dan baik untuk perkembangan
kehidupan sosial mereka dimasa yang akan datang. Tapi jika solidaritas disalahartikan
dengan memberikan contekan kepada teman tentu saja ini menyimpang dari arti solidaritas
yang sebenarnya. Biasanya mereka beranggapan jika tidak memberikan contekan maka akan
dianggap pelit dan mengakibatkan tidak mempunyai teman. Hal ini yang menbuat mereka
serba salah sehingga mereka tetap mencontek meskipun tahu bahwa apa yang mereka
lakukan adalah hal yang salah.
Menyontek merupakan salah satu fenomena pendidikan yang sering dan bahkan selalu
muncul menyertai aktivitas proses belajar mengajar sehari-hari, tetapi jarang mendapat
pembahasan dalam wacana pendidikan di Indonesia. Kurangnya pembahasan dalam hal
mengenai menyontek mungkin disebabkan karena kebanyakan pakar menganggap persoalan
ini sebagai sesuatu yang sifatnya sepele, padahal masalah menyontek sesungguhnya
merupakan sesuatu yang sangat mendasar.
Dalam konteks kehidupan bangsa saat ini, tidak jarang kita mendengar asumsi dari
masyarakat yang menyatakan bahwa koruptor-koruptor besar, mungkin adalah penyontek-
penyontek berat ketika mereka masih berada di bangku sekolah. Mereka yang terbiasa
menyontek di sekolah, memiliki potensi untuk menjadi koruptor, penipu, dan penjahat krah
putih dalam masyarakat nanti.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagamana keadaan pendidikan di Indonesia?
2. Apakah pengertian dari menyontek?
3. Bagaimana tinjauan psikologi tentang menyontek?
4. Apa faktor yang menyebabkan para pelajar melakukan contek-menyotek?
5. Apakah dampak dari perbuatan menyontek?
6. Bagaimana cara mengatasi kebiasaan menyontek dikalangan pelajar?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan informasi
tentang pengertian menyontek dan faktor penyebab menyontek, untuk mengetahui tinjauan
psikologi tentang menyontek, dan memberikan masukan tentang cara-cara mengatasi
perbuatan menyontek di sekolah sehingga dapat memahami makna dari proses pembelajaran
atau pendidikan. Dengan ditulisnya makalah ini diharapkan juga dapat mengetahui akibat dari
perbuatan menyontek sehingga mempunyai kesadaran untuk tidak melakukan hal tersebut
dan dapat menghindarinya bahkan dapat meninggalkan kebiasaan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Keadaan Pendidikan Indonesia
Salah satu usaha pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia dan kualitas lulusan sekolah ialah dengan cara meningkatkan standart kelulusan
baik nilai rata-rata maupun nilai ketuntasan minimal. Setiap tahun selalu terjadi perubahan
kebijakan dan standart nilai yang mejadi patokan akan lulus atau tidaknya seorang pelajar.
Seharusnya hal tersebut memacu peserta didik untuk bersungguh-sungguh dalam memahami
setiap mata pelajaran. Tapi hal ini menjadi sebuah beban berat bagi sebagian peserta didik.
Bahkan mereka cenderung melakukan berbagai cara untuk mencapai kelulusan dan mendapat
nilai yang baik termasuk melakukan berbagai kecurangan seperti mencontek.
Bukan hanya dari pihak peserta didik sendiri yang melakukan aksi ini, bahkan baik
dari pihak orang tua maupun guru ikut terlibat dalam aksi kecurangan ini. Dengan alasan
tidak ingin mendapat malu, mereka juga melakukan berbagai cara untuk membantu anaknya
tersebut padahal mereka mengetahui apa yang mereka lakukan ini adalah perbuatan yang
salah. Bahkan ketika Ujian Nasional berlangsung tidak jarang ada orang tua yang rela
mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk membayar sejumlah opnum untuk memberikan
jawaban Ujian Nasional agar anak mereka dapat lulus dengan nilai yang baik. Sedangkan
guru membocorkan soal-soal ujian agar peserta didiknya dapat lulus dan nama sekolah
mereka tetap terjaga baik.
Satu sekolah dianggap berprestasi jika banyak peserta didiknya yang lulus Ujian
Nasional dan sebaliknya dianggap tidak berprestasi jika peserta didik sekolah tersebut banyak
yang tidak lulus Ujian Nasional (UN). Akibatnya, pada saat UN berlangsung, mulai dari
sekolah menengah atas, menengah pertama, hingga sekolah dasar, kebiasaan menyontek
dikalangan siswa dianggap sah-sah saja. Semua ini dianggap legal atas nama prestasi sekolah
dan kepala sekolah serta guru-guru di sekolah tersebut. Sebab, persentase tingkat kelulusan
merupakan martabat sekolah atau pimpinan sekolah dan para gurunya. Hal seperti ini sudah
menjadi praktik biasa dalam dunia pendidikan di Indonesia.
2.2 Pengertian Menyontek
Menyontek memiliki arti yang beraneka macam, akan tetapi biasanya dihubungkan
dengan kehidupan sekolah khususnya bila ada ulangan dan ujian.
Ada berbagai macam pegertian tentang mencontek, yaitu:
1. Menurut Purwadarminta menyontek adalah sebagai suatu kegiatan mencontoh/meniru/m
engutip tulisan, pekerjaan orang lain sebagaimana aslinya.
2. (menyontek) menurut Wikipedia Encyclopedia sebagai suatu tindakan tidak jujur yang
dilakukan secara sadar untuk menciptakan keuntungan yang mengabaikan prinsip
keadilan.
3. Bower (1964) yang mendefinisikan “cheating is manifestation of using illigitimate means
to achieve a legitimate end (achieve academic success or avoid academic failure)”.
Maksudnya, menyontek adalah perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah
untuk tujuan yang sah/terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau
menghindari kegagalan akademis.
4. Deighton (1971) yang menyatakan “Cheating is attempt an individuas makes to attain
success by unfair methods”. Maksudnya, menyontek adalah upaya yang dilakukan
seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang tidak jujur.
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa mencontek adalah suatu
perbuatan atau cara-cara yang tidak jujur, curang, dan menghalalkan segala cara yang
dilakukan seseorang untuk mencapai nilai yang terbaik dalam menyelesaikan tugas terutama
pada ulangan atau ujian.
Pada dasarnya mencontek dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu mencontek
dengan usaha sendiri dengan membuka buku catatan atau membuat berbagai catatan kecil
yang ditulis pada kertas kecil, tangan atau di tempat lain yang dianggap aman dan tidak
diketahui oleh guru atau pengawas. Dan yang kedua yaitu dengan meminta bantuan teman.
Misalnya dengan meniru jawaban dari teman atau dengan berkompromi menggunakan
berbagai macam kode tertentu, menerima jawaban dari pihak luar dan mencari bocoran soal.
Dalam perkembangannya menyontek dapat ditemukan dalam bentuk perjokian seperti kasus
yang sering terjadi dalam UMPTN/SMPTN, memberi lilin atau pelumas pada lembar
jawaban komputer atau menebarkan atom magnet dengan maksud agar mesin scanner
komputer dapat terkecoh ketika membaca lembar jawaban sehingga gagal mendeteksi
jawaban yang salah atau menganggap semua jawaban benar. Dan banyak cara-cara yang
sifatnya spekulatif maupun rasional.
Ternyata praktik menyontek banyak macamnya, dimulai dari bentuk yang sederhana
sampai dalam bentuk yang canggih. Teknik menyontek tampaknya mengikuti pula
perkembangan teknologi, artinya semakin canggih teknologi yang dilibatkan dalam
pendidikan semakin canggih pula bentuk menyontek yang bakal menyertainya. Bervariasi
dan beragamnya bentuk perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai menyontek maka sekilas
dapat diduga bahwa hampir semua pelajar pernah melakukan menyontek meskipun mungkin
wujudnya sangat sederhana dan sudah dalam kategori yang dapat ditolerir. Meskipun dapat
dikatakan cara sederhana ataupun dengan cara yang canggih, dari sesuatu yang sangat tercela
sampai yang mungkin dapat ditolerir, menyontek tetap dianggap oleh masyarakat umum
sebagai perbuatan ketidakjujuran, perbuatan curang yang bertentangan dengan moral dan
etika serta tercela untuk dilakukan oleh seseorang yang terpelajar.
2.3 Tinjauan Psikologi Tentang Menyontek
Menurut Vegawati, Oki dan Noviani (2004), pada saat dorongan tingkah laku
mencontek muncul, terjadilah proses atensi, yaitu muncul ketertarikan terhadap dorongan
karena adanya harapan mengenai hasil yang akan dicapai jika ia mencontek. Pada proses
retensi, faktor-faktor yang memberikan atensi terhadap stimulus perilaku mencontek itu
menjadi sebuah informasi baru atau digunakan untuk mengingat kembali pengetahuan
maupun pengalaman mengenai perilaku mencontek, baik secara maya (imaginary) maupun
nyata (visual).
Pertimbangan-pertimbangan yang sering digunakan adalah nilai-nilai agama yang
akan memunculkan perasaan bersalah dan perasaan berdosa, kepuasan diri terhadap prestasi
akademik yang dimilikinya, dan juga karena sistem pengawasan ujian, kondusif atau tidak
untuk mencontek. Masalah kepuasan prestasi akademik juga akan menjadi sebuah
konsekuensi yang mungkin menjadi pertimbangan bagi seseorang untuk mencontek. Bila ia
mencontek, maka ia menjadi tidak puas dengan hasil yang diperolehnya.
Yesmil Anwar (dalam Rakasiwi, 2007), mengatakan sebenarnya nilai hanya menjadi
alat untuk mencapai tujuan dan bukan merupakan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Karena
pendidikan sejatinya adalah sebuah proses manusia mencari pencerahan dari ketidaktahuan.
Yesmil Anwar mengungkapkan, bahwa menyontek terlanjur dianggap sepele oleh
masyarakat. Padahal, bahayanya sangat luar biasa. Bahaya buat anak didik sekaligus untuk
masa depan pendidikan Indonesia. Ibarat jarum kecil di bagian karburator motor. Sekali saja
jarum itu rusak, mesin motor pun mati.
2.4 Faktor-faktor Penyebab Menyontek
Menurut Nugroho (2008), yang menjadi penyebab munculnya tindakan menyontek
bisa dipengaruhi beberapa hal. Baik yang sifatnya berasal dari dalam internal yakni diri
sendiri, maupun dari luar (eksternal) misalnya dari guru, orang tua maupun sistem pendidikan
itu sendiri.
1. Faktor dari dalam diri sendiri
a. Kurangnya rasa percaya diri pelajar dalam mengerjakan soal. Biasanya disebabkan
ketidaksiapan belajar baik persoalan malas dan kurangnya waktu belajar.
b. Orientasi pelajar pada nilai bukan pada ilmu.
c. Sudah menjadi kebiasaan dan merupakan bagian dari insting untuk bertahan.
d. Merupakan bentuk pelarian atau protes untuk mendapatkan keadilan. Hal ini
disebabkan pelajaran yang disampaikan kurang dipahami atau tidak mengerti dan
sehingga merasa tidak puas oleh penjelasan dari guru atau dosen.
e. Melihat beberapa mata pelajaran dengan kacamata yang kurang tepat, yakni merasa
ada pelajaran yang penting dan tidak penting sehingga mempengaruhi keseriusan
belajar.
f. Terpengaruh oleh budaya instan yang mempengaruhi sehingga pelajar selalu
mencari jalan keluar yang mudah dan cepat ketika menghadapi suatu persoalan
termasuk tes atau ujian.
g. Tidak ingin dianggap sok suci dan lemahnya tingkat keimanan.
2. Faktor dari Guru
a. Guru tidak mempersiapkan proses belajar mengajar dengan baik sehingga yang terjadi
tidak ada variasi dalam mengajar dan pada akhirnya murid menjadi malas belajar.
b. Guru terlalu banyak melakukan kerja sampingan sehingga tidak ada kesempatan
untuk membuat soal-soal yang variatif. Akibatnya soal yang diberikan antara satu
kelas dengan kelas yang lain sama atau bahkan dari tahun ke tahun tidak mengalami
variasi soal.
c. Soal yang diberikan selalu berorientasi pada hafal mati dari text book.
d. Tidak ada integritas dan keteladan dalam diri guru berkenaan dengan mudahnya soal
diberikan kepada pelajar dengan imbalan sejumlah uang.
e. Kurangnya sistem pengawasan dari guru.
3. Faktor dari Orang Tua
a. Adanya hukuman yang berat jika anaknya tidak berprestasi.
b. Ketidaktahuan orang tua dalam mengerti pribadi dan keunikan masing-masing dari
anaknya, sehingga yang terjadi pemaksaan kehendak.
4. Faktor dari Sistem Pendidikan
a. Meskipun pemerintah terus memperbaharui sistem kurikulum yang ada, akan tetapi
sistem pengajarannya tetap tidak berubah. Misalnya tetap terjadi one way yakni dari
guru untuk siswa.
b. Muatan materi kurikulum yang ada seringkali masih tumpang tindih dari satu jenjang
ke jenjang lainnya yang akhirnya menyebabkan pelajar/siswa menganggap rendah dan
mudah setiap materi. Sehingga yang terjadi bukan semakin bisa melainkan
pembodohan karena kebosanan.
Adapun beberapa faktor yang menyebabkan pelajar melakukan mencontek ketika
ujian adalah sebagai berikut:
a. Tekanan yang terlalu besar yang diberikan kepada hasil studi berupa angka dan nilai yang
diperoleh siswa dalam tes formatif atau sumatif.
b. Pendidikan moral baik di rumah maupun di sekolah kurang diterapkan dalam kehidupan
siswa.
c. Sikap malas yang terukir dalam diri siswa sehingga ketinggalan dalam menguasai mata
pelajaran dan kurang bertanggung jawab.
d. Anak remaja lebih sering menyontek dari pada anak SD, karena masa remaja bagi mereka
penting sekali memiliki banyak teman dan populer di kalangan teman-teman sekelasnya.
e. Kurang mengerti arti dari pendidikan.
f. Karena terpengaruh setelah melihat orang lain melakukan menyontek meskipun pada
awalnya tidak ada niat melakukannya.
g. Karena jawaban dari pertanyaan tersebut sama dengan yang ada pada buku sehingga bisa
langsung disalin dari buku.
h. Merasa dosen atau guru kurang adil dalam memberikan nilai.
i. Adanya kesempatan atau pengawasan tidak ketat.
j. Takut gagal karena yang bersankutan merasa belum siap menghadapi ujian dan dia tidak
ingin mengulang.
k. Ingin mendapat nilai tinggi
l. Tidak percaya diri sehingga tidak yakin pada jawabanya sendiri.
m. Terlalu cemas menghadapi ujian sehingga apa yang dipelajari sudah hilang sehingga
terpaksa membuka catatan atau bertanya kepada teman yang duduk berdekatan.
n. Merasa sudah sulit menghafal atau mengingat karena faktor usia, sementara soal yang
dibuat penguji sangat menekankan kepada kemampuan mengingat.
o. Mencari jalan pintas dengan pertimbangan daripada mempelajari sesuatu yang belum tentu
keluar lebih baik mencari bocoran soal.
p. Menganggap sistem penilaian tidak objektif, sehingga pendekatan pribadi kepada dosen
atau guru lebih efektif daripada belajar serius.
q. Penugasan guru atau dosen yang tidak rasional yang mengakibatkan siswa atau mahasiswa
terdesak sehingga terpaksa menempuh segala macam cara.
r. Yakin bahwa dosen atau guru tidak akan memeriksa tugas yang diberikan berdasarkan
pengalaman sebelumnya sehingga bermaksud membalas dengan mengelabui dosen atau
guru yang bersangkutan
2.5 Dampak Dari Perbuatan Menyontek
Dampak yang timbul dari praktik menyontek yang secara terus menerus dilakukan
akan mengakibatkan ketidakjujuran. Jika tidak, niscaya akan muncul malapetaka. Peserta
didik akan menanam kebiasaan berbuat tidak jujur, yang pada saatnya nanti akan menjadi
kandidat koruptor. (Poedjinoegroho, 2006).
Kebiasaan mencontek juga akan mengakibatkan seseorang tidak mau berusaha sendiri
dan selalu mengandalkan orang lain. Sehingga seseorang tersebut tidak mau mempergunakan
otaknya sendiri dan tentu saja akan muncul generasi-generasi yang bodoh dan tidak jujur.
Selain itu, umumnya para pelajar atau mahasiswa akan malas belajar, malas berpikir dan
merenung, malas membaca dan tidak suka meneliti. Orang yang suka menyontek biasanya
hanya memerlukan yang instan-instan saja dan tidak percaya pada kemampuan dirinya
sendiri, yang pada akhirnya akan menjadi generasi yang labil. Kreatifitas dalam dirinya
terhambat. Penuh dengan rasa malas, putus asa, dan tidak bertanggung jawab. Semua yang
diraihnya tidak halal karena kecurangan sehingga mengakibatkan reputasi diri akan buruk di
mata sosial.
Dampak buruk lainya adalah membodohi diri sendiri. Ketika kita mencontek, berarti
kita memanipulasi nilai kita. Karena sebenarnya itu bukanlah jawaban kita, melainkan
jawaban orang lain. Belum tentu jawaban teman itu benar. Dan ketika kita memberikan
jawaban kepada teman kita, maka kita memberikan peluang kepada teman kita untuk
mendapatkan nilai yang lebih besar.
2.6 Cara Mengatasi Kebiasaan Menyontek
Ada beberapa macam untuk mengatasi kebiasaan menyontek yaitu:
1. Dari dalam diri sendiri
a. Bangkitkan rasa percaya diri.
b. Arahkan self consept ke arah yang lebih proporsional.
c. Biasakan berpikir lebih realistis dan tidak ambisius.
2. Dari Lingkungan dan Kelompok
Ciptakan kesadaran disiplin dan kode etik kelompok yang sarat dengan pertimbangan
moral.
3. Dari Sistem Evaluasi
a. Buat instrumen evaluasi yang valid dan reliable (yang tepat dan tetap).
b. Terapkan cara pemberian skor yang benar-benar objektif.
c. Lakukan pengawasan yang ketat.
d. Bentuk soal disesuaikan dengan perkembangan kematangan peserta didik dan dengan
mempertimbangkan prinsip paedagogy serta prinsip andragogy.
4. Dari Guru atau Dosen
a. Berlaku objektif dan terbuka dalam pemberian nilai.
b. Bersikap rasional dan tidak menyontek dalam memberikan tugas ujian atau tes.
c. Tunjukkan keteladanan dalam perilaku moral.
d. Berikan umpan balik atas setiap penugasan.
Selain itu kita sebagai calon pendidik tentunya memiliki tugas yang berat dalam
upaya mengatasi kebiasaan mencontek dikalangan pelajar. Salah satu upaya yang bisa kita
lakukan sebagai calon guru ialah memberikan motivasi pada peserta didik yang mencontek
pada saat ulangan agar peserta didik dapat bersikap jujur dalam menghadapi ulangan dan
menanamkan rasa percaya diri pada setiap peserta didik.
Beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam mengadapi persoalan setiap siswa,
yaitu:
a. Siswa bukanlah miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri sehingga metode
belajar mengajar tidak boleh disamakan denagan orang dewasa.
b. Siswa mengikuti periode-periode perkembangan tertentu dan mempunyai pola
perkembangan serta tempo dan iramanya. Implimintasi terhadap pendidikan adalah
bagaimana menyesuaikan proses pendidiakn itu dengan pola dan tempo, serta irama
dan perkembangan siswa itu sendiri.
c. Siswa memiliki kebutuhan dan menuntut untuk memenuhi kebutuhan itu semaksimal
mungkin.
d. Siswa memiliki perbedaan antara individu-individu dengan individu yang lain, baik
perbedaan yang disebabkan faktor endogen (fitrah) maupun eksogen (lingkungan)
yang meliputi segi jasmani, intelegensi, sosial, bakat, minat dan lingkungan yang
mempengaruhinya.
e. Siswa dipandang sebagai kesatuan sistem manusia (cipta, rasa, karsa).
f. Siswa merupakan objek pendidikan yang aktif dan kreatif serta produktif.
Tindakan guru pada umumnya dalam pelaksanaan ujian dan ulangan dengan
memberikan penguatan dan peneguhan terhadap sikap dan perilaku mereka yang positif,
dimana mereka berusaha sendiri menyelesaikan tugasnya dengan baik dan tertib. Namun bila
tidak ada perilaku positif yang dapat diberikan penguatan dan peneguhan maka dibutuhkan
pendekatan lain yaitu:
a. Cuing Promping, yaitu siasat memberikan tanda, guru menyajikan suatu perangsang
yang berfungsi sebagai pemberitahuan bahwa siswa diharapkan berbuat sesuatu yang
sebenarnya dapat mereka lakukan, tetapi belum dilakukan.
b. Model, yaitu guru memberikan model yang ditiru oleh siswanya.
c. Shaping, yaitu membuat tingkah laku secara berlahan-lahan, yaitu setiap tingkah laku
siswa, seperti mengatur buku, menyapa guru atau teman, cara ini memerlukan
kesabaran yang sangat dari guru.
Adapun tindakan kuratif guru, berlaku bagi siswa yang sudah terbiasa dengan contek
mencontek, dengan memberikan peringatan. Bentuk kongkrit dari peringatan dapat
bermacam- macam, yaitu :
a. Teguran Verbal, yaitu mendekati siswa tertentu dengan berbicara suara kecil sehingga
tidak terdengar oleh teman sekelas.
b. Mengambil suatu hal yang digemari atau disukai siswa, seperti mengikuti kegiatan
tertentu atau menyerahkan benda yang dipegangnya.
c. Mengisolasi siswa dari teman-temannya untuk waktu tidak terlalu lama, seperti
memindahkannya diruang kosong atau tempat yang jarang dilalui orang.
Jadi, dari bentuk tindakan guru yang telah dipaparkan, guru dapat membantu siswanya
untuk meninggalkan kebiasaan menyontek dalam ujian atau ulangan dengan berusaha
melakukan berbagai hal sebagai berikut:
a. Membentuk hubungan saling menghargai antara guru dengan siswa, serta menolong
siswa bertindak jujur dan tanggung jawab.
b. Membuat dan mendukung peraturan sehubungan dengan menyontek, karena siswa
memahami peraturan dari tindakan guru.
c. Mengembangkan kebiasaan dan keterampilan belajar yang baik dan menolong siswa
merencanakan, melaksanakan cara belajar siswa.
d. Tidak membiarkan siswa menyontek jika hal tersebut terjadi dalam kelas dengan
teguran atau cara lain yang pantas dengan perbuatannya, sebagai penerapan disiplin.
e. Bertanggung jawab merefleksikan “kebenaran dan kejujuran”, yaitu guru menjadikan
diri sebagai teladan siswa dalam menanamkan nilai kebenaran dan kejujuran.
f. Menggunakan tes subjektif sebagai dasar proses ulangan dan ujian.
g. Menekankan “belajar” lebih sekedar mendapat nilai, yaitu membantu siswa
memahami arti belajar sebagai suatu tujuan mereka sekolah dan nilai akan berarti bila
murni dengan kemampuan siswa sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam batas-batas tertentu menyontek dapat dipahami sebagai sesuatu fenomena yang
manusiawi, artinya perbuatan menyontek bisa terjadi pada setiap orang. Sebagai bagian dari
aspek moral, maka terjadinya menyontek sangat ditentukan oleh faktor kondisional yaitu
suatu situasi yang membuka peluang, mengundang, bahkan memfasilitasi perilaku
menyontek. Seseorang yang memiliki nalar moral, yang tahu bahwa menyontek adalah
perbuatan tercela, sangat mungkin akan melakukannya apabila ia dihadapkan kepada kondisi
yang memaksa.
Menyontek adalah tindakan negatif yang mempengaruhi kinerja otak yang membuat
siswa menganggap enteng pelajaran tersebut. Menyontek merupakan salah satu wujud
perilaku dan ekspresi mental seseorang. Ia bukan merupakan sifat bawaan individu, tetapi
sesuatu yang lebih merupakan hasil belajar atau pengaruh yang didapatkan seseorang dari
hasil interaksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, menyontek lebih muatan aspek
moral daripada muatan aspek psikologis.
Mencontek bukanlah salah satu bentuk solidaritas, tapi justru mencontek itu adalah bentuk
dari kecurangan. Mencontek adalah suatu perbuatan atau cara-cara yang tidak jujur, curang,
dan menghalalkan segala cara yang dilakukan seseorang untuk mencapai nilai yang terbaik
dalam menyelesaikan tugas terutama pada ulangan atau ujian.
Banyak hal yang menyebakan seseorang untuk berani mencontek, baik itu dorongan
dari diri sendiri maupun orang lain. Dengan demikian menyontek bisa membawa dampak
negatif, baik kepada individu maupun bagi masyarakat. Dampak negatif bagi individu akan
terjadi apabila praktik menyontek dilakukan secara terus-menerus sehingga menjurus menjadi
bagian kepribadian seseorang. Selanjutnya, dampak negatif bagi masyarakat akan terjadi
apabila masyarakat terlalu permisif terhadap praktik menyontek sehingga akan menjadi
bagian dari kebudayaan, dimana nilai-nilai moral akan terkaburkan dalam setiap aspek
kehidupan dan pranata sosial. Perbuatan mencontek memberikan dampak yang buruk bagi
siswa, karena dengan mencontek siswa cenderung tidak percaya diri dan hanya
mengandalkan orang lain. Selain itu kebiasaan mencontek juga menjadikan seorang siswa itu
menjadi pribadi yang tidak jujur.
Mencegah menyontek tidaklah cukup dengan sekedar mengintervensi aspek kognitif
seseorang, akan tetapi yang paling penting adalah penciptaan kondisi positif pada setiap
faktor yang menjadi sumber terjadinya menyontek, yaitu pada faktor siswa atau mahasiwa,
pada lingkungan, pada sistem evaluasi dan pada diri guru atau dosen.
3.2 Saran
Tidak munafik jika kebiasaan mencontek sulit untuk dihilangkan. Bahkan penulis
sendiri sangat sulit untuk meninggalkan kebiasaan mencontek ini. Namun kita tidak boleh
hanya menyerah dengan kebiasaan buruk ini, tapi kita harus tetap berusaha menjadi manusia
yang lebih baik. Jika kita memang benar-benar sulit menghilang kebiasaan ini tapi paling
tidak kita dapat memeinimalisir kebiasaan mencontek ini. Tumbuhkan rasa percaya diri
dengan merasa puas akan hasil kerja sendiri. Mengubah kebiasaan. Mungkin pada awalnya
memang bukan hal gampang, tetapi jika kita memang meniatkan dalam hati pasti bisa
dilakukan. Bukan hal yang mustahil kebiasaan ini untuk dihilangkan, jika tekat dan niat kita
sungguh-sungguh maka tidak mungkin jika tidak dapat meninggalkan kebiasaan ini.
Setiap orang berpotensi untuk melakukan menyontek dan gejala kecenderungan
semakin maraknya praktik menyontek di dunia pendidikan, maka perlu segera dilakukan
review atau reformulasi sistem atau cara pengujian, penyelenggaraan tes yang berlangsung
selama ini baik yang diselenggarakan secara massal oleh suatu badan atau kepanitiaan
maupun yang diselenggarakan secara individual oleh setiap guru atau dosen.
Banyak hal yang bisa kita lakukan sebagai seorang pendidik untuk menghilangkan
kebiasaan mencontek ini. Misalnya saja dengan memberikan motivasi pada para peserta didik
kita, sehingga mereka dapat menjadi anak yang jujur dan percaya diri sehingga mereka dapat
yakin dengan mereka sendiri. Memberikan tes lisan juga merupakan cara yang efektif, karena
dengan lisan ini akan meminimalisir berbagai tindakan kecurangan. Adanya kesepakatan dan
kerjasama dari berbagai pihak juga sangat penting, karena jika hanya satu pihak saja yang
mendukung tapi pihak lain bertentangan maka tidak akan muncul kesepakatan. Dan tentunya
juga harus didukung dengan kejujuran dari semua pihak.
1. Peran Orang Tua
Peran orang tua adalah yang paling utama untuk mendidik anak. Kewajiban orang tua
agar anaknya tidak mencontek terus diterapkan. Jika anak akan mengikuti UN disekolah,
selalu ingatkan agar tidak mencontek. Dan ingatkan anak terus belajar di rumah agar bisa
menjawab soal jika ujian. Jangan selalu membentak anak jika bernilai jelek karena itu adalah
hasil perjuangannya.
2. Peran Teman
Selalu tegur jika ada teman yang mencontek. Jangan mengkait-kaitkan masalah
persahabatan dengan tidak diberi contekan oleh teman. Intropeksi diri jika teman tidak mau
memberikan contekan kepada kita. Karena teman sudah berusaha keras menjawab soal
dengan belajar di rumah.
3. Peran Guru dan Sekolah
Guru dan sekolah harus saling bekerja sama dalam memberantas budaya mencontek
ini. Guru harus selalu memperingatkan siswanya agar tidak mencontek di kelas dan memberi
nasehat atau motivasi. Sekolah juga harus mempersiapkan hukuman (menyontek) untuk
siswanya yang melanggar peraturan dari guru.
4. Kesadaran Diri
Kesadaran diri bahwa budaya mencontek hanya merugikan diri sendiri. Banyak-
banyak dengar nasehat dari orang tua, teman, dan guru disekolah. Selalu intropeksi diri,
karena mencontek bisa menjadi sebuah kebiasaan dengan kerugian jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Alhadza, Abdullah. 2004. Makalah menyontek (Cheating) di Dunia Pendidikan.
http;//www.depdiknas.go.id/Jurnal.
Poedjinoegroho, Baskoro. 2006. Biasa Mencontek Melahirkan Koruptor.
http://ilman05.blogspot.com.
Rakasiwi, Agus. 2007. Nyontek, Masuk Katagori “Kriminogen”. http://www.pikiran-
rakyat.com.
Sujinalarifin. 2009. Menyontek, Penyebab dan Penanggulangannya.
http://sujinalarifin.wordpress.com/2009.
Suparno, Paul, DR, SJ. 2000. Sekolah Memasung Kebebasan Berfikir Siswa,
https://www.kompas.com/kompas.
Vegawati, Dian., Oki, Dwita.,P.S., Noviani, Dewi, Rina. 2004. Perilaku Mencontek di
Kalangan Mahasiswa. http://www.pikiran-rakyat.com.
Widiawan, Kriswanto. 1995. Menyontek Jadi Budaya Baru.
http://www1.bpkpenabur.or.id/kwiyata.

Anda mungkin juga menyukai