Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

SOSIOLOGI
TENTANG
KEADAAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

DI SUSUN OLEH :
NI MADE ROSI OKTAVIA ( 150100009 )

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS RATU SAMBAN
BENGKULU UTARA
2015

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Satu perilaku baruk yang kerap terlihat dikalangan sebagian

pelajar atau mahasiswa kita terutama pada setiap musim ujian atau

ulangan adalah kebiasaan menyontek. Kebiasaan buruk yang sudah

menjadi rahasia umum ini seakan menjadi budaya dan sesuatu yang

sah dilakukan, ketika dunia pendidikan kita menerapkan sistem Ujian

Nasional (UN) bagi standar atau ukuran kelulusan.

Biasanya remaja bahkan sekarangpun anak-anak SD (Sekolah

Dasar) ikut menyontek sehingga membuat anak-anak tidak

mengetahui apa yang dipelajari dan tidak akan fokus pada pelajaran.

Ketika ujian contek-mencontek tidak penah ditinggalkan. Peserta ujian

dalam hal ini siswa maupun mahasiswa berusaha untuk

menyelesaikaan soal atau permasalahan yang telah disiapkan oleh

penguji (guru maupun dosen) agar memperoleh hasil belajar sesuai

dengan apa yang telah diterimanya selama melaksanakan proses

pembelajaran. Bahkan mencontek sering kali diartikan sebagai bentuk

solidaritas. Tapi solidaritas ini sering disalahartikan. Jika solidaritas

diartikan sebagai solidaritas yang positif maka akan berdampak positif

juga karena semakin eratnya rasa persatuan dan baik untuk

perkembangan kehidupan sosial mereka dimasa yang akan datang.

Tapi jika solidaritas disalahartikan dengan memberikan contekan

2
kepada teman tentu saja ini menyimpang dari arti solidaritas yang

sebenarnya. Biasanya mereka beranggapan jika tidak memberikan

contekan maka akan dianggap pelit dan mengakibatkan tidak

mempunyai teman. Hal ini yang menbuat mereka serba salah sehingga

mereka tetap mencontek meskipun tahu bahwa apa yang mereka

lakukan adalah hal yang salah.

Menyontek merupakan salah satu fenomena pendidikan yang

sering dan bahkan selalu muncul menyertai aktivitas proses belajar

mengajar sehari-hari, tetapi jarang mendapat pembahasan dalam

wacana pendidikan di Indonesia. Kurangnya pembahasan dalam hal

mengenai menyontek mungkin disebabkan karena kebanyakan pakar

menganggap persoalan ini sebagai sesuatu yang sifatnya sepele,

padahal masalah menyontek sesungguhnya merupakan sesuatu yang

sangat mendasar.

Dalam konteks kehidupan bangsa saat ini, tidak jarang kita

mendengar asumsi dari masyarakat yang menyatakan bahwa koruptor-

koruptor besar, mungkin adalah penyontek-penyontek berat ketika

mereka masih berada di bangku sekolah. Mereka yang terbiasa

menyontek di sekolah, memiliki potensi untuk menjadi koruptor,

penipu, dan penjahat krah putih dalam masyarakat nanti.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagamana keadaan pendidikan di Indonesia?

2. Apakah pengertian dari menyontek?

3
3. Bagaimana tinjauan psikologi tentang menyontek?

4. Apa faktor yang menyebabkan para pelajar melakukan contek-

menyotek?

5. Apakah dampak dari perbuatan menyontek?

6. Bagaimana cara mengatasi kebiasaan menyontek dikalangan pelajar?

1.3 Tujuan

1. untuk memberikan informasi tentang pengertian menyontek

2. faktor penyebab menyontek,

3. cara-cara mengatasi perbuatan menyontek

1.4 Ruang lingkup masalah

Ruang lingkup penelitian dan penulisan makalah ini adalah seluruh


pelajar dan mahasiswa terutama mahasiswa yang berada di
Universitas Ratu Samban

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Keadaan Pendidikan di Indonesia

Salah satu usaha pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu

pendidikan di Indonesia dan kualitas lulusan sekolah ialah dengan

cara meningkatkan standart kelulusan baik nilai rata-rata maupun nilai

ketuntasan minimal. Setiap tahun selalu terjadi perubahan kebijakan

dan standart nilai yang mejadi patokan akan lulus atau tidaknya

seorang pelajar. Seharusnya hal tersebut memacu peserta didik untuk

bersungguh-sungguh dalam memahami setiap mata pelajaran. Tapi hal

ini menjadi sebuah beban berat bagi sebagian peserta didik. Bahkan

mereka cenderung melakukan berbagai cara untuk mencapai kelulusan

dan mendapat nilai yang baik termasuk melakukan berbagai

kecurangan seperti mencontek.

Bukan hanya dari pihak peserta didik sendiri yang melakukan

aksi ini, bahkan baik dari pihak orang tua maupun guru ikut terlibat

dalam aksi kecurangan ini. Dengan alasan tidak ingin mendapat malu,

mereka juga melakukan berbagai cara untuk membantu anaknya

tersebut padahal mereka mengetahui apa yang mereka lakukan ini

adalah perbuatan yang salah. Bahkan ketika Ujian Nasional

berlangsung tidak jarang ada orang tua yang rela mengeluarkan uang

5
jutaan rupiah untuk membayar sejumlah opnum untuk memberikan

jawaban Ujian Nasional agar anak mereka dapat lulus dengan nilai

yang baik. Sedangkan guru membocorkan soal-soal ujian agar peserta

didiknya dapat lulus dan nama sekolah mereka tetap terjaga baik.

Satu sekolah dianggap berprestasi jika banyak peserta didiknya

yang lulus Ujian Nasional dan sebaliknya dianggap tidak berprestasi

jika peserta didik sekolah tersebut banyak yang tidak lulus Ujian

Nasional (UN). Akibatnya, pada saat UN berlangsung, mulai dari

sekolah menengah atas, menengah pertama, hingga sekolah dasar,

kebiasaan menyontek dikalangan siswa dianggap sah-sah saja. Semua

ini dianggap legal atas nama prestasi sekolah dan kepala sekolah serta

guru-guru di sekolah tersebut. Sebab, persentase tingkat kelulusan

merupakan martabat sekolah atau pimpinan sekolah dan para gurunya.

Hal seperti ini sudah menjadi praktik biasa dalam dunia pendidikan di

Indonesia.

2.2 Pengertian Menyontek

Menyontek memiliki arti yang beraneka macam, akan tetapi

biasanya dihubungkan dengan kehidupan sekolah khususnya bila ada

ulangan dan ujian.

Ada berbagai macam pegertian tentang mencontek, yaitu:

1. Menurut Purwadarminta menyontek adalah sebagai suatu kegiatan

mencontoh/meniru/mengutip tulisan, pekerjaan orang lain

sebagaimana aslinya.

6
2. Cheating (menyontek) menurut Wikipedia Encyclopedia sebagai

suatu tindakan tidak jujur yang dilakukan secara sadar untuk

menciptakan keuntungan yang mengabaikan prinsip keadilan.

3. Bower (1964) yang mendefinisikan cheating is manifestation of

using illigitimate means to achieve a legitimate end (achieve

academic success or avoid academic failure). Maksudnya,

menyontek adalah perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak

sah untuk tujuan yang sah/terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan

akademis atau menghindari kegagalan akademis.

4. Deighton (1971) yang menyatakan Cheating is attempt an

individuas makes to attain success by unfair methods. Maksudnya,

menyontek adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk

mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang tidak jujur.

Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa mencontek

adalah suatu perbuatan atau cara-cara yang tidak jujur, curang, dan

menghalalkan segala cara yang dilakukan seseorang untuk mencapai

nilai yang terbaik dalam menyelesaikan tugas terutama pada ulangan

atau ujian.

Pada dasarnya mencontek dapat dikategorikan menjadi dua

bagian, yaitu mencontek dengan usaha sendiri dengan membuka buku

catatan atau membuat berbagai catatan kecil yang ditulis pada kertas

kecil, tangan atau di tempat lain yang dianggap aman dan tidak

diketahui oleh guru atau pengawas. Dan yang kedua yaitu dengan

meminta bantuan teman. Misalnya dengan meniru jawaban dari teman

7
atau dengan berkompromi menggunakan berbagai macam kode

tertentu, menerima jawaban dari pihak luar dan mencari bocoran soal.

Dalam perkembangannya menyontek dapat ditemukan dalam

bentuk perjokian seperti kasus yang sering terjadi dalam

UMPTN/SMPTN, memberi lilin atau pelumas pada lembar jawaban

komputer atau menebarkan atom magnet dengan maksud agar mesin

scanner komputer dapat terkecoh ketika membaca lembar jawaban

sehingga gagal mendeteksi jawaban yang salah atau menganggap

semua jawaban benar. Dan banyak cara-cara yang sifatnya spekulatif

maupun rasional.

Ternyata praktik menyontek banyak macamnya, dimulai dari

bentuk yang sederhana sampai dalam bentuk yang canggih. Teknik

menyontek tampaknya mengikuti pula perkembangan teknologi,

artinya semakin canggih teknologi yang dilibatkan dalam pendidikan

semakin canggih pula bentuk menyontek yang bakal menyertainya.

Bervariasi dan beragamnya bentuk perbuatan yang dapat

dikategorikan sebagai menyontek maka sekilas dapat diduga bahwa

hampir semua pelajar pernah melakukan menyontek meskipun

mungkin wujudnya sangat sederhana dan sudah dalam kategori yang

dapat ditolerir.

Meskipun dapat dikatakan cara sederhana ataupun dengan cara

yang canggih, dari sesuatu yang sangat tercela sampai yang mungkin

dapat ditolerir, menyontek tetap dianggap oleh masyarakat umum

sebagai perbuatan ketidakjujuran, perbuatan curang yang bertentangan

8
dengan moral dan etika serta tercela untuk dilakukan oleh seseorang

yang terpelajar.

2.3 Tinjauan Pskologi Tentang Menyontek

Menurut Vegawati, Oki dan Noviani (2004), pada saat dorongan

tingkah laku mencontek muncul, terjadilah proses atensi, yaitu muncul

ketertarikan terhadap dorongan karena adanya harapan mengenai hasil

yang akan dicapai jika ia mencontek. Pada proses retensi, faktor-faktor

yang memberikan atensi terhadap stimulus perilaku mencontek itu

menjadi sebuah informasi baru atau digunakan untuk mengingat

kembali pengetahuan maupun pengalaman mengenai perilaku

mencontek, baik secara maya (imaginary) maupun nyata (visual).

Pertimbangan-pertimbangan yang sering digunakan adalah nilai-

nilai agama yang akan memunculkan perasaan bersalah dan perasaan

berdosa, kepuasan diri terhadap prestasi akademik yang dimilikinya,

dan juga karena sistem pengawasan ujian, kondusif atau tidak untuk

mencontek. Masalah kepuasan prestasi akademik juga akan menjadi

sebuah konsekuensi yang mungkin menjadi pertimbangan bagi

seseorang untuk mencontek. Bila ia mencontek, maka ia menjadi tidak

puas dengan hasil yang diperolehnya.

Yesmil Anwar (dalam Rakasiwi, 2007), mengatakan sebenarnya

nilai hanya menjadi alat untuk mencapai tujuan dan bukan merupakan

tujuan dari pendidikan itu sendiri. Karena pendidikan sejatinya adalah

sebuah proses manusia mencari pencerahan dari ketidaktahuan.

9
Yesmil Anwar mengungkapkan, bahwa menyontek terlanjur dianggap

sepele oleh masyarakat. Padahal, bahayanya sangat luar biasa. Bahaya

buat anak didik sekaligus untuk masa depan pendidikan Indonesia.

Ibarat jarum kecil di bagian karburator motor. Sekali saja jarum itu

rusak, mesin motor pun mati.

2.4 Faktor-Faktor Penyebab Menyontek

Menurut Nugroho (2008), yang menjadi penyebab munculnya

tindakan menyontek bisa dipengaruhi beberapa hal. Baik yang

sifatnya berasal dari dalam internal yakni diri sendiri, maupun dari

luar (eksternal) misalnya dari guru, orang tua maupun sistem

pendidikan itu sendiri.

1. Faktor dari dalam diri sendiri

a. Kurangnya rasa percaya diri pelajar dalam mengerjakan soal.

Biasanya disebabkan ketidaksiapan belajar baik persoalan malas dan

kurangnya waktu belajar.

b. Orientasi pelajar pada nilai bukan pada ilmu.

c. Sudah menjadi kebiasaan dan merupakan bagian dari insting untuk

bertahan.

d. Merupakan bentuk pelarian atau protes untuk mendapatkan keadilan.

Hal ini disebabkan pelajaran yang disampaikan kurang dipahami atau

tidak mengerti dan sehingga merasa tidak puas oleh penjelasan dari

guru atau dosen.

10
e. Melihat beberapa mata pelajaran dengan kacamata yang kurang tepat,

yakni merasa ada pelajaran yang penting dan tidak penting sehingga

mempengaruhi keseriusan belajar.

f. Terpengaruh oleh budaya instan yang mempengaruhi sehingga pelajar

selalu mencari jalan keluar yang mudah dan cepat ketika menghadapi

suatu persoalan termasuk tes atau ujian.

g. Tidak ingin dianggap sok suci dan lemahnya tingkat keimanan.

2. Faktor dari Guru

a. Guru tidak mempersiapkan proses belajar mengajar dengan baik

sehingga yang terjadi tidak ada variasi dalam mengajar dan pada

akhirnya murid menjadi malas belajar.

b. Guru terlalu banyak melakukan kerja sampingan sehingga tidak ada

kesempatan untuk membuat soal-soal yang variatif. Akibatnya soal

yang diberikan antara satu kelas dengan kelas yang lain sama atau

bahkan dari tahun ke tahun tidak mengalami variasi soal.

c. Soal yang diberikan selalu berorientasi pada hafal mati dari text book.

d. Tidak ada integritas dan keteladan dalam diri guru berkenaan dengan

mudahnya soal diberikan kepada pelajar dengan imbalan sejumlah

uang.

e. Kurangnya sistem pengawasan dari guru.

3. Faktor dari Orang Tua

a. Adanya hukuman yang berat jika anaknya tidak berprestasi.

11
b. Ketidaktahuan orang tua dalam mengerti pribadi dan keunikan

masing-masing dari anaknya, sehingga yang terjadi pemaksaan

kehendak.

4. Faktor dari Sistem Pendidikan

a. Meskipun pemerintah terus memperbaharui sistem kurikulum yang

ada, akan tetapi sistem pengajarannya tetap tidak berubah. Misalnya

tetap terjadi one way yakni dari guru untuk siswa.

b. Muatan materi kurikulum yang ada seringkali masih tumpang tindih

dari satu jenjang ke jenjang lainnya yang akhirnya menyebabkan

pelajar/siswa menganggap rendah dan mudah setiap materi. Sehingga

yang terjadi bukan semakin bisa melainkan pembodohan karena

kebosanan.

Adapun beberapa faktor yang menyebabkan pelajar melakukan

mencontek ketika ujian adalah sebagai berikut:

a. Tekanan yang terlalu besar yang diberikan kepada hasil studi berupa

angka dan nilai yang diperoleh siswa dalam tes formatif atau sumatif.

b. Pendidikan moral baik di rumah maupun di sekolah kurang diterapkan

dalam kehidupan siswa.

c. Sikap malas yang terukir dalam diri siswa sehingga ketinggalan dalam

menguasai mata pelajaran dan kurang bertanggung jawab.

d. Anak remaja lebih sering menyontek dari pada anak SD, karena masa

remaja bagi mereka penting sekali memiliki banyak teman dan

populer di kalangan teman-teman sekelasnya.

e. Kurang mengerti arti dari pendidikan.

12
f. Karena terpengaruh setelah melihat orang lain melakukan menyontek

meskipun pada awalnya tidak ada niat melakukannya.

g. Karena jawaban dari pertanyaan tersebut sama dengan yang ada pada

buku sehingga bisa langsung disalin dari buku.

h. Merasa dosen atau guru kurang adil dalam memberikan nilai.

i. Adanya kesempatan atau pengawasan tidak ketat.

j. Takut gagal karena yang bersankutan merasa belum siap menghadapi

ujian dan dia tidak ingin mengulang.

k. Ingin mendapat nilai tinggi

l. Tidak percaya diri sehingga tidak yakin pada jawabanya sendiri.

m. Terlalu cemas menghadapi ujian sehingga apa yang dipelajari sudah

hilang sehingga terpaksa membuka catatan atau bertanya kepada

teman yang duduk berdekatan.

n. Merasa sudah sulit menghafal atau mengingat karena faktor usia,

sementara soal yang dibuat penguji sangat menekankan kepada

kemampuan mengingat.

o. Mencari jalan pintas dengan pertimbangan daripada mempelajari

sesuatu yang belum tentu keluar lebih baik mencari bocoran soal.

p. Menganggap sistem penilaian tidak objektif, sehingga pendekatan

pribadi kepada dosen atau guru lebih efektif daripada belajar serius.

q. Penugasan guru atau dosen yang tidak rasional yang mengakibatkan

siswa atau mahasiswa terdesak sehingga terpaksa menempuh segala

macam cara.

13
r. Yakin bahwa dosen atau guru tidak akan memeriksa tugas yang

diberikan berdasarkan pengalaman sebelumnya sehingga bermaksud

membalas dengan mengelabui dosen atau guru yang bersangkutan.

2.5 Dampak dari Perbuatan Mencontek

Dampak yang timbul dari praktik menyontek yang secara terus

menerus dilakukan akan mengakibatkan ketidakjujuran. Jika tidak,

niscaya akan muncul malapetaka. Peserta didik akan menanam

kebiasaan berbuat tidak jujur, yang pada saatnya nanti akan menjadi

kandidat koruptor. (Poedjinoegroho, 2006).

Kebiasaan mencontek juga akan mengakibatkan seseorang tidak

mau berusaha sendiri dan selalu mengandalkan orang lain. Sehingga

seseorang tersebut tidak mau mempergunakan otaknya sendiri dan

tentu saja akan muncul generasi-generasi yang bodoh dan tidak jujur.

Selain itu, umumnya para pelajar atau mahasiswa akan malas

belajar, malas berpikir dan merenung, malas membaca dan tidak suka

meneliti. Orang yang suka menyontek biasanya hanya memerlukan

yang instan-instan saja dan tidak percaya pada kemampuan dirinya

sendiri, yang pada akhirnya akan menjadi generasi yang labil.

Kreatifitas dalam dirinya terhambat. Penuh dengan rasa malas, putus

asa, dan tidak bertanggung jawab. Semua yang diraihnya tidak halal

karena kecurangan sehingga mengakibatkan reputasi diri akan buruk

di mata sosial.

14
Dampak buruk lainya adalah membodohi diri sendiri. Ketika

kita mencontek, berarti kita memanipulasi nilai kita. Karena

sebenarnya itu bukanlah jawaban kita, melainkan jawaban orang lain.

Belum tentu jawaban teman itu benar. Dan ketika kita memberikan

jawaban kepada teman kita, maka kita memberikan peluang kepada

teman kita untuk mendapatkan nilai yang lebih besar.

2.6 Cara Mengatasi Kebisaan Mencontek

Ada beberapa macam untuk mengatasi kebiasaan menyontek yaitu:

1. Dari dalam diri sendiri

a. Bangkitkan rasa percaya diri.

b. Arahkan self consept ke arah yang lebih proporsional.

c. Biasakan berpikir lebih realistis dan tidak ambisius.

2. Dari Lingkungan dan Kelompok

Ciptakan kesadaran disiplin dan kode etik kelompok yang sarat

dengan pertimbangan moral.

3. Dari Sistem Evaluasi

a. Buat instrumen evaluasi yang valid dan reliable (yang tepat dan

tetap).

b. Terapkan cara pemberian skor yang benar-benar objektif.

c. Lakukan pengawasan yang ketat.

d. Bentuk soal disesuaikan dengan perkembangan kematangan peserta

didik dan dengan mempertimbangkan prinsip paedagogy serta prinsip

andragogy.

15
4. Dari Guru atau Dosen

a. Berlaku objektif dan terbuka dalam pemberian nilai.

b. Bersikap rasional dan tidak menyontek dalam memberikan tugas ujian

atau tes.

c. Tunjukkan keteladanan dalam perilaku moral.

d. Berikan umpan balik atas setiap penugasan.

Selain itu kita sebagai calon pendidik tentunya memiliki tugas

yang berat dalam upaya mengatasi kebiasaan mencontek dikalangan

pelajar. Salah satu upaya yang bisa kita lakukan sebagai calon guru

ialah memberikan motivasi pada peserta didik yang mencontek pada

saat ulangan agar peserta didik dapat bersikap jujur dalam

menghadapi ulangan dan menanamkan rasa percaya diri pada setiap

peserta didik.

Beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam mengadapi persoalan

setiap siswa, yaitu:

a. Siswa bukanlah miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri

sehingga metode belajar mengajar tidak boleh disamakan denagan

orang dewasa.

b. Siswa mengikuti periode-periode perkembangan tertentu dan

mempunyai pola perkembangan serta tempo dan iramanya.

Implimintasi terhadap pendidikan adalah bagaimana menyesuaikan

proses pendidiakn itu dengan pola dan tempo, serta irama dan

perkembangan siswa itu sendiri.

16
c. Siswa memiliki kebutuhan dan menuntut untuk memenuhi kebutuhan

itu semaksimal mungkin.

d. Siswa memiliki perbedaan antara individu-individu dengan individu

yang lain, baik perbedaan yang disebabkan faktor endogen (fitrah)

maupun eksogen (lingkungan) yang meliputi segi jasmani, intelegensi,

sosial, bakat, minat dan lingkungan yang mempengaruhinya.

e. Siswa dipandang sebagai kesatuan sistem manusia (cipta, rasa, karsa).

f. Siswa merupakan objek pendidikan yang aktif dan kreatif serta

produktif.

Tindakan guru pada umumnya dalam pelaksanaan ujian dan

ulangan dengan memberikan penguatan dan peneguhan terhadap sikap

dan perilaku mereka yang positif, dimana mereka berusaha sendiri

menyelesaikan tugasnya dengan baik dan tertib. Namun bila tidak ada

perilaku positif yang dapat diberikan penguatan dan peneguhan maka

dibutuhkan pendekatan lain yaitu:

a. Cuing Promping, yaitu siasat memberikan tanda, guru menyajikan

suatu perangsang yang berfungsi sebagai pemberitahuan bahwa siswa

diharapkan berbuat sesuatu yang sebenarnya dapat mereka lakukan,

tetapi belum dilakukan.

b. Model, yaitu guru memberikan model yang ditiru oleh siswanya.

c. Shaping, yaitu membuat tingkah laku secara berlahan-lahan, yaitu

setiap tingkah laku siswa, seperti mengatur buku, menyapa guru atau

teman, cara ini memerlukan kesabaran yang sangat dari guru.

17
Adapun tindakan kuratif guru, berlaku bagi siswa yang sudah terbiasa

dengan contek mencontek, dengan memberikan peringatan. Bentuk

kongkrit dari peringatan dapat bermacam- macam, yaitu :

a. Teguran Verbal, yaitu mendekati siswa tertentu dengan berbicara

suara kecil sehingga tidak terdengar oleh teman sekelas.

b. Mengambil suatu hal yang digemari atau disukai siswa, seperti

mengikuti kegiatan tertentu atau menyerahkan benda yang

dipegangnya.

c. Mengisolasi siswa dari teman-temannya untuk waktu tidak terlalu

lama, seperti memindahkannya diruang kosong atau tempat yang

jarang dilalui orang.

Jadi, dari bentuk tindakan guru yang telah dipaparkan, guru

dapat membantu siswanya untuk meninggalkan kebiasaan menyontek

dalam ujian atau ulangan dengan berusaha melakukan berbagai hal

sebagai berikut:

a. Membentuk hubungan saling menghargai antara guru dengan siswa,

serta menolong siswa bertindak jujur dan tanggung jawab.

b. Membuat dan mendukung peraturan sehubungan dengan menyontek,

karena siswa memahami peraturan dari tindakan guru.

c. Mengembangkan kebiasaan dan keterampilan belajar yang baik dan

menolong siswa merencanakan, melaksanakan cara belajar siswa.

d. Tidak membiarkan siswa menyontek jika hal tersebut terjadi dalam

kelas dengan teguran atau cara lain yang pantas dengan perbuatannya,

sebagai penerapan disiplin.

18
e. Bertanggung jawab merefleksikan kebenaran dan kejujuran, yaitu

guru menjadikan diri sebagai teladan siswa dalam menanamkan nilai

kebenaran dan kejujuran.

f. Menggunakan tes subjektif sebagai dasar proses ulangan dan ujian.

g. Menekankan belajar lebih sekedar mendapat nilai, yaitu membantu

siswa memahami arti belajar sebagai suatu tujuan mereka sekolah dan

nilai akan berarti bila murni dengan kemampuan siswa sendiri.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam batas-batas tertentu menyontek dapat dipahami sebagai

sesuatu fenomena yang manusiawi, artinya perbuatan menyontek bisa

terjadi pada setiap orang. Sebagai bagian dari aspek moral, maka

terjadinya menyontek sangat ditentukan oleh faktor kondisional yaitu

suatu situasi yang membuka peluang, mengundang, bahkan

memfasilitasi perilaku menyontek. Seseorang yang memiliki nalar

moral, yang tahu bahwa menyontek adalah perbuatan tercela, sangat

mungkin akan melakukannya apabila ia dihadapkan kepada kondisi

yang memaksa.

Menyontek adalah tindakan negatif yang mempengaruhi kinerja

otak yang membuat siswa menganggap enteng pelajaran tersebut.

Menyontek merupakan salah satu wujud perilaku dan ekspresi mental

seseorang. Ia bukan merupakan sifat bawaan individu, tetapi sesuatu

yang lebih merupakan hasil belajar atau pengaruh yang didapatkan

seseorang dari hasil interaksi dengan lingkungannya. Dengan

demikian, menyontek lebih muatan aspek moral daripada muatan

aspek psikologis.

Mencontek bukanlah salah satu bentuk solidaritas, tapi justru

mencontek itu adalah bentuk dari kecurangan. Mencontek adalah

suatu perbuatan atau cara-cara yang tidak jujur, curang, dan

20
menghalalkan segala cara yang dilakukan seseorang untuk mencapai

nilai yang terbaik dalam menyelesaikan tugas terutama pada ulangan

atau ujian.

Banyak hal yang menyebakan seseorang untuk berani

mencontek, baik itu dorongan dari diri sendiri maupun orang lain.

Dengan demikian menyontek bisa membawa dampak negatif, baik

kepada individu maupun bagi masyarakat. Dampak negatif bagi

individu akan terjadi apabila praktik menyontek dilakukan secara

terus-menerus sehingga menjurus menjadi bagian kepribadian

seseorang. Selanjutnya, dampak negatif bagi masyarakat akan terjadi

apabila masyarakat terlalu permisif terhadap praktik menyontek

sehingga akan menjadi bagian dari kebudayaan, dimana nilai-nilai

moral akan terkaburkan dalam setiap aspek kehidupan dan pranata

sosial. Perbuatan mencontek memberikan dampak yang buruk bagi

siswa, karena dengan mencontek siswa cenderung tidak percaya diri

dan hanya mengandalkan orang lain. Selain itu kebiasaan mencontek

juga menjadikan seorang siswa itu menjadi pribadi yang tidak jujur.

Mencegah menyontek tidaklah cukup dengan sekedar

mengintervensi aspek kognitif seseorang, akan tetapi yang paling

penting adalah penciptaan kondisi positif pada setiap faktor yang

menjadi sumber terjadinya menyontek, yaitu pada faktor siswa atau

mahasiwa, pada lingkungan, pada sistem evaluasi dan pada diri guru

atau dosen.

21
3.2 Saran

Tidak munafik jika kebiasaan mencontek sulit untuk

dihilangkan. Bahkan penulis sendiri sangat sulit untuk meninggalkan

kebiasaan mencontek ini. Namun kita tidak boleh hanya menyerah

dengan kebiasaan buruk ini, tapi kita harus tetap berusaha menjadi

manusia yang lebih baik. Jika kita memang benar-benar sulit

menghilang kebiasaan ini tapi paling tidak kita dapat memeinimalisir

kebiasaan mencontek ini. Tumbuhkan rasa percaya diri dengan merasa

puas akan hasil kerja sendiri. Mengubah kebiasaan. Mungkin pada

awalnya memang bukan hal gampang, tetapi jika kita memang

meniatkan dalam hati pasti bisa dilakukan. Bukan hal yang mustahil

kebiasaan ini untuk dihilangkan, jika tekat dan niat kita sungguh-

sungguh maka tidak mungkin jika tidak dapat meninggalkan

kebiasaan ini.

Setiap orang berpotensi untuk melakukan menyontek dan

gejala kecenderungan semakin maraknya praktik menyontek di dunia

pendidikan, maka perlu segera dilakukan review atau reformulasi

sistem atau cara pengujian, penyelenggaraan tes yang berlangsung

selama ini baik yang diselenggarakan secara massal oleh suatu badan

atau kepanitiaan maupun yang diselenggarakan secara individual oleh

setiap guru atau dosen.

Banyak hal yang bisa kita lakukan sebagai seorang pendidik

untuk menghilangkan kebiasaan mencontek ini. Misalnya saja dengan

22
memberikan motivasi pada para peserta didik kita, sehingga mereka

dapat menjadi anak yang jujur dan percaya diri sehingga mereka dapat

yakin dengan mereka sendiri. Memberikan tes lisan juga merupakan

cara yang efektif, karena dengan lisan ini akan meminimalisir

berbagai tindakan kecurangan. Adanya kesepakatan dan kerjasama

dari berbagai pihak juga sangat penting, karena jika hanya satu pihak

saja yang mendukung tapi pihak lain bertentangan maka tidak akan

muncul kesepakatan. Dan tentunya juga harus didukung dengan

kejujuran dari semua pihak.

1. Peran Orang Tua

Peran orang tua adalah yang paling utama untuk mendidik anak.

Kewajiban orang tua agar anaknya tidak mencontek terus diterapkan.

Jika anak akan mengikuti UN disekolah, selalu ingatkan agar tidak

mencontek. Dan ingatkan anak terus belajar di rumah agar bisa

menjawab soal jika ujian. Jangan selalu membentak anak jika bernilai

jelek karena itu adalah hasil perjuangannya.

2. Peran Teman

Selalu tegur jika ada teman yang mencontek. Jangan mengkait-kaitkan

masalah persahabatan dengan tidak diberi contekan oleh teman.

Intropeksi diri jika teman tidak mau memberikan contekan kepada

kita. Karena teman sudah berusaha keras menjawab soal dengan

belajar di rumah.

3. Peran Guru dan Sekolah

23
Guru dan sekolah harus saling bekerja sama dalam memberantas

budaya mencontek ini. Guru harus selalu memperingatkan siswanya

agar tidak mencontek di kelas dan memberi nasehat atau motivasi.

Sekolah juga harus mempersiapkan hukuman (menyontek) untuk

siswanya yang melanggar peraturan dari guru.

4. Kesadaran Diri

Kesadaran diri bahwa budaya mencontek hanya merugikan diri

sendiri. Banyak-banyak dengar nasehat dari orang tua, teman, dan

guru disekolah. Selalu intropeksi diri, karena mencontek bisa menjadi

sebuah kebiasaan dengan kerugian jangka panjang.

24
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Anisah. 2012. Kebiasaan Menyontek.


http://aceh.tribunnews.com.

Alhadza, Abdullah. 2004. Makalah menyontek (Cheating) di Dunia


Pendidikan. http;//www.depdiknas.go.id/Jurnal.

Poedjinoegroho, Baskoro. 2006. Biasa Mencontek Melahirkan Koruptor.


http://ilman05.blogspot.com.

Rakasiwi, Agus. 2007. Nyontek, Masuk Katagori Kriminogen.


http://www.pikiran-rakyat.com.

Sujinalarifin. 2009. Menyontek, Penyebab dan Penanggulangannya.


http://sujinalarifin.wordpress.com/2009.

Suparno, Paul, DR, SJ. 2000. Sekolah Memasung Kebebasan Berfikir Siswa,
https://www.kompas.com/kompas.

Vegawati, Dian., Oki, Dwita.,P.S., Noviani, Dewi, Rina. 2004. Perilaku


Mencontek di Kalangan Mahasiswa. http://www.pikiran-rakyat.com.

Widiawan, Kriswanto. 1995. Menyontek Jadi Budaya Baru.


http://www1.bpkpenabur.or.id/kwiyata.

25

Anda mungkin juga menyukai