Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL PENELITIAN

PENERAPAN TEKNIK PUNISHMENT UNTUK MENGURANGI


PERILAKU MEMBOLOS PESERTA DIDIK KELAS VII MTS AL HUDA
GONDANG NGANJUK

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Modifikasi Perilaku

Dosen Pengampu: Drs.Moh Irfan Burhani, M.Psi

OLEH:

ULFA NURROHMAH

NIM. 21201235

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI

2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis
melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan pelatihan dalam rangka
membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut
aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, maupun sosial. Sekolah berperan
sebagai substitusi keluarga, dan guru substitusi orang tua. Substitusi berarti
pengganti, sehingga peran orang tua pada saat di rumah atau di keluarga dapat
digantikan oleh guru pada saat anak berada di sekolah dan peserta didik lebih
banyak menghabiskan waktu di sekolah dari pada di tempat lain di luar rumah.1
Proses pendidikan dan perbaikan perilaku peserta didik di sekolah tidak
hanya menjadi tugas dan tanggung jawab kepala sekolah, guru, atau guru mata
pelajaran saja, akan tetapi semua pihak. Dan salah satu pihak yang sangat
berkepentingan tentang perkembangan peserta didik di sekolah adalah konselor
atau guru BK. Konselor ikut berperan meningkatkan mutu pendidikan dan
perbaikan terhadap perilaku peserta didik didalam sekolah. Hal ini sejajar dengan
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal
1 butir 6 bahwa ‘’Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai
guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator
dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
penyelenggaraan pendidikan’’.2
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya pedagogis untuk
mentransfer sejumlah nilai yang dianut oleh masyarakat suatu bangsa kepada
sejumlah subjek didik melalui sejumlah pembelajaran.3 Karena, dengan pendidikan
peserta didik menjadi banyak belajar dan menjadi tau dengan banyaknya informasi
yang didapatkan serta banyak menambah ilmu dan bisa diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari dan masa yang akan datang.

1
Chairul Anwar, Teori-teori Pendidikan Klasik Hingga Kontemporer, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2017), 18.
2
Mamat Supriatna (Editor), Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi: Orientasi Dasar Pengembangan
Profesi Konselor, Rajawali Pers, (Jakarta: 2011), 8.
3
Chairul Anwar, Hakikat Manusia Dalam Pendidikan, (Yogyakarta : Suka-Pres, 2014), 64.

1
Menurut Cavan menyebutkan bahwa “ Juvenile Delinguency refers to the
failure of children and youth to meet certain obligation expected of them by the
society in which they live “ . kenakalan anak dan remaja itu disebabkan kegagalan
mereka dalam memperoleh penghargaan dari masyarakat tempat mereka tinggal.
Dimana salah satu bentuk kenakalan remaja yang berada di sekolah yaitu perilaku
membolos siswa. Yang mana setiap sekolah pasti siswanya mengalami perilaku
tersebut. Perilaku membolos sebenarnya bukan hal yang baru lagi bagi banyak
pelajar-setidaknya mereka yang pernah mengenyam pendidikan sebab perilaku
membolos itu sendiri telah ada sejak dulu. Tindakan membolos dikedepankan
sebagai sebuah jawaban atas kejenuhan yang sering dialami oleh banyak siswa
terhadap kurikulum sekolah. 4
Hal memang akan menjadi fenomena yang jelas-jelas mencoreng lembaga
persekolahan itu sendiri. Tidak hanya di kota-kota besar saja siswa yang terlihat
sering membolos, bahkan di daerah-daerah pun prilaku membolos sudah menjadi
kegemaran. Meskipun terjadi dikota besar ini tidak hanya berada dilokasi tengah
kota saja akan tetapi didaerah pinggiran juga. Siswa yang sering membolos bukan
hanya disalah satu sekolah saja tetapi banyak sekolah mengalami hal yang sama
kesemua di sebabkan oleh faktor-faktor internal dan eksternal dari anak itu sendiri.5
Kebiasaan membolos ini merupakan suatu permasalahan yang perlu
ditangani dan memerlukan bimbingan guru dan konselor, seperti dikemukakan
Gunarsa bahwa tingkah laku di sekolah yang bertahan dengan kurang pembentukan
kesanggupan disiplin diri, pengendalian tingkah laku dan memerlukan bimbingan
guru adalah antara lain keterlambatan, membolos, menentang guru, perkelahian,
nyontek dan sebagainya.
Menurut Gunarsa Membolos adalah pergi meninggalkan sekolah tanpa
alasan yang tepat pada jam pelajaran dan tidak ijin terlebih dahulu kepada pihak
sekolah Perilaku membolos yang dimaksud dalam penelitian disini adalah tidak
masuk sekolah tanpa alasan tertentu baik pada saat pelajaran sedang berlangsung,
pada waktunya masuk kelas, dan ketika sekolah berlangsung.Membolos
merupakan suatu perilaku yang melanggar norma-norma sosial, karena siswa yang

4
Chairul Anwar, Teori-teori Pendidikan Klasik Hingga Kontemporer, (Yogyakarta: IRCiSoD,2017), 1.
5
Feny Annisa Damayanti dan Denok Setiawati, M.Pd., Kons., “Studi Tentang Perilaku Membolos Pada Siswa
Sma Swasta Di Surabaya,” Jurnal BK UNESA 03 (2013), 454.

2
membolos akan cenderung melakukan halhal atau perbuatan yang negatif sehingga
akan merugikan masyarakat sekitarnya. Seperti yang dikemukakan Kartono bahwa
membolos merupakan perilaku yang melanggar norma-norma sosial sebagai akibat
dari proses pengondisian lingkungan yang buruk.
Hasil penelitian Damayanti dan Setiawati mengungkapkan bahwa
kecenderungan siswa membolos disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal
seperti motivasi siswa yang rendah, minat dalam belajar yang rendah, mudah
emosional, tingkat intelektual siswa. Kemudian faktor eksternal seperti
permasalahan keluarga dimana siswa berlatar belakang dari keluarga broken home,
ibu yang suka membeda-bedakan, sering mendapatkan perlakuan fisik dari ayah.
Pengaruh dari teman sebaya yang mana bergaul dengan teman yang suka
membolos, kecanduan game online dan sering bermain game serta tidur di rumah
teman. Selain itu faktor eksternal yang sering menjadi alasan siswa membolos
adalah tidak meminati pelajaran yang sedang diajarkan oleh guru di sekolah,
kejenuhan dan keengganan dalam menghadapi guru killer saat sedang mengikuti
proses belajar mengajar tak jarang menjadi alasan siswa dalam membolos.
Dalam proses pembentukan karakter siswa agar tidak sering membolos
perlu diadakanya hukuman/punishment untuk memberikan sansi/hukuman dengan
efek jera yang diaalami. Akan tetapi masih banyak ditemukan kasus siswa yang
mengalami tidak jera, sehingga proses pembelajaran menjadi tidak kondusif, salah
satunya siswa kelas didik kelas VII Mts. Al Huda Gondang Nganjuk. Berdasarkan
hasil observasi dan wawancara dengan kepala sekolah serta wali kelas VII Mts. Al
Huda Gondang Nganjuk. ditemukan ada beberapa peserta didik yang melakukan
perilaku membolos pada saat kegiatan belajar mengajar dimulai dan membuat guru
yang berada dikelas marah dan menegur mereka. Dan ada sebagian besar dari
mereka melakukan hal mbolos, dengan jumlah keseluruhan siswa kelas VII Mts.
Al-Huda Gondang berjumlah 33 siswa, dari jumlah keseluruhan siswa kelas VII
Mts. Al-Huda Gondang tersebut yang memiliki sikap sering membolos hanya 7
siswa, yang mana jumlah tersebut tidak mencapai setengah dari jumlah
keseluruhan siswa. Sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat perilaku membolos
saat pelajaran siswa kelas VII Mts. Al-Huda Gondang.
Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya kebiasaan siswa yang tidak
ada ketika guru mengabsen mereka guru selama proses pembelajaran. Dengan

3
adanya problem tersebut, perlu diterapkan teknik dalam memodifikasi perilau
siswa kelas VII Mts. Al-Huda Gondang dengan menggunakan teknik hukuman
(punishment). Sehingga dengan menerapkan teknik penguatan tersebut diharapkan
perilaku membolos nembe siswa kelas VII Mts. Al-Huda Gondang.
Hukuman (Punishment) adalah hukuman yang diberikan atau ditimbulkan
dengan sengaja oleh pendidik (guru) sesudah terjadi suatu pelanggaran, kejahatan
atau kesalahan. Tujuan untuk memberikan efek jera dan mencegah siswa yang
bersangkutan untuk mengulangi kesalahan yang sama. Hukuman adalah tindakan
yang dijatuhkan kepada anak secara sadar dan sengaja sehingga menimbulkan
nestapa, dan dengan adanya nestapa itu anak akan menjadi sadar akan
perbuatannya dan akan berjanji didalam hatinya untuk tidak mengulanginya.6
Dengan menggunanakan teknik punishment ini sangatlah relevan untuk
digunakan karena dapat menimmbulkan efek jera dan mendorong siswa untuk
selalu bertindak sesuai dengan keinsyafanya akan moralitas, dan kerelaan untu
membuat sesuatu dengan moralitas oleh karena itu maka sebagai pendidik atau
guru juga harus harus memiliki sikap manejemen baik. Selanjutnya berdasarkan
hasil observasi yang dilakukan oleh penulis, khususnya pada peserta didik kelas
kelas VII Mts. Al Huda Gondang Nganjuk pelajaran ditemukan peserta didik yang
melakukan perilaku membolos. Oleh karena itu berdasarkan hal tersebut penulis
memfokuskan penelitian ini pada peserta didik kelas VII B2 berjumlah 32 peserta
didik. Populasinya yaitu 32 peserta didik dan sampel 18 peserta didik. Maka dapat
diketahui bahwa terdapat peserta didik yang terindikasi melakukan tindakan
perilaku membolos.
Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka peneliti tertarik untuk
meneliti tentang perilaku membolos siswa kelas VII B2 Mts. Al Huda Gondang
Nganjuk dengan menerapkan teknik punishment dengan judul “Penerapan Teknik
Punishment Untuk Mengurangi Perilaku Membolos Peserta Didik Kelas VII
Mts. Al Huda Gondang Nganjuk”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat memudahkan sebuah penelitian,
maka masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

6
Amin Danien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional,1973), 1.

4
1. Bagaimana penerapan teknik punishment untuk mengurangi perilaku
membolos peserta didik kelas VII B2 Mts. Al Huda Gondang Nganjuk?
2. Bagaimana keefektifan teknik punishment untuk mengurangi perilaku
membolos peserta didik kelas VII Mts Al Huda Gondang Nganjuk?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan diadakan penelitian diatas yaitu untuk mengetahui penerapan teknik
punishment untuk mengurangi perilaku membolos peserta didik kelas VII Mts. Al
Huda Gondang Nganjuk, selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
keefektifan teknik punishment untuk mengurangi perilaku membolos peserta didik
kelas VII Mts Al Huda Gondang Nganjuk.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam dunia
pendidikan khususnya tentang mengetahui penerapan teknik punishment untuk
mengurangi perilaku membolos peserta didik kelas VII B2 Mts. Al Huda
Gondang Nganjuk
2. Secara Praktis
a. Kepada Lembaga Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada
lembaga pendidikan dalam meningkatkan model atau teknik modifikasi
yang dimiliki guru terhadap perilaku siswa, sehingga dapat berbagai
kebijakan yang bersifat mendukung untuk program bimbingan dan
konseling mengenai punishment sehingga dapat membantu siswa dalam
menghindari perilaku negatif siswa khususnya pada sikap membolos
ketika pelajaran.
b. Kepada Siswa
Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman
siswa mengenai bahaya perilaku membolos yang bermanfaat untuk
kehidupan dimasa depan.
c. Bagi Peneliti Berikutnya
Hasil penelitian kepada peneliti yang akan datang diharapkan
dapat bermanfaat sebagai petunjuk, arahan, maupun acuan serta bahan

5
pertimbangan dalam penyusunan rancangan penelitian yang lebih baik
dan relevan dengan hasil penelitian ini.
E. Hipotesis Tindakan
Apabila teknik punishment diterapkan pada siswa yang melanggar aturan
seperti sering membolos dalam belajar, maka akan menimbulkan perasaan
penyesalan akan perbutatan siswa yang telah ditentukan dan tidak akan
mengulanginya.

6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Perilaku Membolos
1. Pengertian Membolos
Sebelum lebih jauh membahas tentang perilaku membolos, perlu
dijelaskan dahulu apa yang disebut perilaku, perilaku merupakan reaksi yang
bersifat sederhyana maupun bersifat bersifat kompleks. Menurut Kurt lewin,
perilaku merupakan fungsi karakterisik individu meliuti berbagai variabel
seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian dan sikap saling berinteraksi satu
sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan
dalam menentukan perilaku7
Membolos dapat diartikan sebagai perilaku peserta didik yang tidak masuk
sekolah dengan alasan yang tidak tepat. Atau bisa dikatakan dengan ketidak
hadiran tanpa alasan yang jelas. Membolos merupakan salah satu bentuk dari
kenakalan peserta didik, yang jika tidak segera diselesaikan atau dapat dicari
solusinya dapat menimbulkan dampak yang lebih parah. Oleh karena itu
penanganan peserta didik yang suka membolos menjadi perhatian yang sangat
serius.
Dibawah ini ada beberapa pengertian perilaku membolos perilaku
membolos menurut Surya adalah bentuk perilaku meninggalkan aktivitas yang
seharusnya dilakukan dalam waktu tertentu dan tugas atau peranan tertentu
tanpa pemberitahuan yang jelas.
Sedangkan menurut Gunarsa membolos adalah pergi meninggalkan
sekolah tanpa pengetahuan pihak sekolah. Menurut Setyowati perilaku
membolos merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh peserta didik dalam
bentuk pelanggaran tata tertib sekolah atau meninggalkan sekolah pada jam
pelajaran dari awal sampai akhir guna menghindari pelajaran efektif tanpa
keterangan yang dapat diterima oleh pihak sekolah ataupun dengan keterangan
palsu.
Membolos juga dapat diartikan sebagai perilaku peserta didik yang tidak
masuk sekolah dengan alsan yang tidak tepat. Membolos merupakan satu

7
Saifudin Azwar, Sikap Manusia Teori Dan Pengukirannya, (Yogyakarta;Pustaka Pelajar), 9-10.

7
bentuk kenakalan peserta didik jika tidak segera diselesaikan atau dicari
solusinya akan menimbulkan dampak yang lebih parah. Oleh karena itu
penanganan terhadap peserta didik yang suka membolos menjadi perhatian
yang sangat serius.8
2. Faktor Penyebab Perilaku Membolos
Menurut Kearney Faktor penyebab munculnya perilaku membolos sekolah
pada remaja dapat dikelompokkan menjadi tiga, faktor sekolah, personal, dan
keluarga.
1) Faktor sekolah yang beresiko meningkatkan munculnya perilaku membolos
pada remaja antara lain kebijakan mengenai pembolosan yang tidak
konsisten, interaksi yang minim antara orang tua siswa dengan pihak
sekolah, guru-guru yang tidak suportif, atau tugas-tugas sekolah yang
kurang menantang bagi siswa.
2) Faktor personal misalnya terkait dengan menurunnya motivasi atau
hilangnya minat akademik siswa, kondisi ketinggalan pelajaran, atau
karena kenakalan remaja seperti konsumsi alkohol dan minuman keras.
3) Faktor keluarga meliputi pola asuh orang tua atau kurangnya partisipasi
orang tua dalam pendidikan anak.
Penyebab peserta didik membolos dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Beberapa faktor-faktor penyebab peserta didik membolos tersebut dapat
dikelompokkan menjadi dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik bisa
berupa karakter peserta didik yang memang suka membolos, sekolah hanya
dijadikan tempat mangkal dari rutinitas-rutinitas yang membosankan dirumah.
Sementara itu, faktor eksternal adalah faktor yang dipengaruhi dari luar
peserta didik, misalnya kebijakan sekolah yang tidak berdamai dengan peserta
didik, guru yang tidak profesional, fasilitas penunjang sekolah misal
laboratorium dan perpustakaan yang tidak memadai, bisa juga kurikulum yang
bersahabat sehingga mempengaruhi proses belajar disekolah9

8
Suparwoto, Konseling Teman Sebaya, (Bandung: Rajawali Pers, 2018), 21.
9
Feny Annisa Damayanti, Studi Tentang Perilaku Membolos Pada Siswa SMA Swasta Di Surabaya (Online),
Ejournal Unesa, (2017), 455.

8
Selanjutnya, faktor lain yang perlu diperhatikan pihak sekolah adalah
kegiatan belajar mengajar yang berlangsung disekolah. Dalam menghadapi
peserta didik yang sering membolos, pendekatan konseling kelompok perlu
dilakukan oleh pihak sekolah. Selain terkait dengan permasalahan pribadi dan
keluarga, kepada peserta didik perlu ditanyakan pandangan mereka terhadap
kegiatan belajar disekolah, apakah peserta didik merasa tugas-tugas yang ada
sangat mudah sehingga membosankan dan kurang menantang atau sebaliknya
sangat sulit sehingga membuat frustasi. Tugas pihak sekolah dalam membantu
menurunkan perilaku membolos adalah mengusahakan kondisi sekolah hingga
nyaman bagi peserta didiknya. Kondisi ini meliputi proses belajar mengajar
dikelas, proses administratif serta informal diluar kelas.
Faktor lainnya seperti faktor personal dan faktor keluarga juga tak kalah
penting dan memberi konstrubusi besar dalam perilaku membolos, sehingga
pencarian mengenai penyebab yang pasti dari perilaku membolos perlu
dilakukan terlebih dahulu sebelum kita menetapkan pihak mana yang layak
melakukan intervensi.
Jadi, dapat dikatakan bahwa faktor sekolah merupakan faktor beresiko
munculnya perilaku membolos pada remaja yaitu antara lain kebijakan
mengenai pembolosan yang tidak konsisten, interaksi minim antara orang tua
peserta didik dengan pihak sekolah, guru-guru yang tidak suportif, atau tugas-
10
tugas sekolah yang kurang menantang bagi peserta didik. Adapula faktor
yang mendorong siswa untuk membolos diantara lain:
a. Motivasi siswa yang rendah.
Siswa membolos karena ia sudah merasa malas dengan sekolah yang
begitu banyak peraturan-peraturan yang ada, semangatnya untuk berangkat
kesekolah yang kurang. Bergitu pula dengan semangat siswa yang kurang
untuk mengikuti pembelajaran sehingga siswa sering meninggalkan kelas
pada saat jam pelajaran berlangsung.
b. Belum memenuhi tugas yang telah diberikan oleh Bapak/Ibu guru
Belum mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh Bapak/Ibu guru
menjadi salah satu faktor penyebab siswa membolos, hal tersebut dilakukan

10
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta,2004), 61.

9
oleh siswa dengan alasan jika siswa tetap masuk akan mendapat hukuman
dari Bapak/Ibu guru mata pelajaran.
c. Sering datang terlambat ke sekolah.
Sering datang terlambat ke sekolah adalah kebiasaan yang sering
dilakukan oleh siswa. Tidur terlalu malam sehingga bangun kesiangan
sudah menjadi kebiasaan mereka sehingga sering terlambat datang ke
sekolah. Peraturan yang ada di sekolah siswa terlambat datang kurang dari
5 menit harus lapor pada guru piket dan diijinkan masuk sekolah, sedangkan
siswa terlambat datang ke sekolah lebih dari 5 menit dipulangkan, kecuali
ada bukti yang dapat dipertanggung jawabkan dan diantar kembali oleh
orang tua. Hal tersebut yang membuat siswa memilih untuk memolos dari
pada ia harus pulang dan diantar oleh orang tua nya.
d. Kondisi ekonomi keluarga.
Kedua orang tuanya yang tidak bekerja, ayah adalah tulang punggung
keluarga. Tidak memiliki pekerjaan yang tetap dan hanya bekerja seadanya
atau serabutan serta ibu yang hanya sebagai ibu rumah tangga membuat
Wortel sering bekerja untuk membantu dan memperoleh uang saku nya
setiap hari.
e. Kurangnya pengawasan dari orang tua dan kurangnya perhatian dari orang
tua.
Orang tua yang sama-sama sibuk bekerja dan jarang berada dirumah
hal tersebut yang membuat siswa merasa bebas ketika berada di rumah dan
merasa tidak adanya batasan-batasan dari kedua orang tua. siswa akhirnya
sering membolos dirumah karena dirasa cukup aman dan orang tua tidak
mengetahui bahwa anaknya membolos. Alasan yang digunakan oleh siswa
ketika orang tua menanyakan bahwa dirinya berada dirumah, hanya
menjawab sekolah pulang pagi karena ada rapat semua Bapak/Ibu guru.
Begitupun juga respon orang tua siswa yang selalu percaya dengan apa
yang diucapkan anak dan menganggap bahwa memang hal tersebut benar.
f. Penanganan dari pihak sekolah yang kurang maksimal.
Tidakan yang sudah dilakukan oleh guru BK dalam menangani siswa
yang membolos dalam pandangan siswa masih belom maksimal. dan siswa

10
belom merasakan efek jera dari perbuatannya sehingga siswa masih
mengulangi perilaku yang sama.
g. Merasa bosan dan jenuh dengan pelajaran.
Rasa bosan akan sesuatu hal sudah biasa dialami oleh setiap siswa akan
tetapi siswa yang tidak dapat menahan dan mudah merasa jenuh terutama
dengan mata pelajaran yang dirasa sulit dan membingungkan baginya akan
mengakibatkan siswa memilih jalan keluar dengan cara tidak mengikuti
pelajran tersebut, yaitu sengaja meminta ijin pada saat jam pelajaran dengan
alasan pergi ketoilet dll, dan tidak segera masuk ke kelas sedangkan bel
pelajaran sudah dimulai.11
3. Jenis-Jenis Membolos Disekolah
Beberapa berikut jenis-jenis membolos dalam lingkungan sekolah:
a. Peserta didik absen di sekolah tanpa sebab yang sah dan tanpa izin orang
tua atau pimpinan sekolah.
b. Mereka pergi sesuka hati mereka tanpa terlihat orang tua, tetangga atau
guru, dan kepala sekolah. Pada jenis membolos yang kedua, seorang anak
biasanya meninggalkan sekolah tanpa sepengaetahuan dan seizin dari orang
tua. Ini seringkali halnya dengan anak yang berasal dari kelompok
sosioekonomi rendah, yang orang tuanya sedikit menghargai pendidikan
atau yang ingin anaknya membantu dirumah atau meninggalkan sekolah
untuk sesegera mungkin mencari pekerjaan.12
4. Ciri-ciri Peserta Didik Yang Sering Membolos
Gambaran yang lebih rinci tentang perilaku membolos menurut Prayitno yaitu:
a. Berhari-hari tidak masuk sekolah.
b. Tidak masuk sekolah tanpa izin.
c. Sering keluar pada jam pelajaran tertentu.
d. Tidak masuk kembali setelah meminta izin.
e. Masuk sekolah berganti hari
f. Mengajak teman-teman keluar pada mata pelajaran yang tidak disenangi.

11
Ririn Nopiarni, Hengki Yandri, dan Dosi Juliawati, “Perilaku Membolos Siswa Sekolah Menengah Atas Di
Era Revolusi Industri 4.0” 03 (2019), 15.
12
Ibid,h. 60

11
g. Minta izin keluar dengan berpura-pura sakit. Mengirimkan surat izin tidak
masuk dengan alasan yang dibuatbuat.
h. Tidak masuk kelas lagi setelah jam istirahat13
Adapun pendapat Menurut Mustaqim dan wahib, ciri-ciri peserta didik
membolos yaitu:
a. Sering tidak masuk sekolah.
b. Tidak memperhatikan guru dalam menjelaskan pelajaran.
c. Meninggalkan sekolah sebelum pelajaran usai.
d. Tidak bertanggung jaab dalam studinya.
e. Suka datang terlambat.
f. Sering tidak mengikuti pelajaran.
g. Tidak mengerjakan tugas.
h. Tidak menghargai guru dikelas.
i. Tidak memiliki cita-cita.
j. Kurang berminat pada suatu mata pelajaran.14
5. Dampak Perilaku Membolos
Menururt Haryanto ada beberapa dampak dari perilaku membolos yaitu:
a. Perasaan takut dan cemas
Perasaan takut, cemas, deg-deg’an, dan tidak tenang seringkali dialami
oleh siswa ketia ia membolos ataupun saat mereka sudah masuk sekolah.
Perasaan takut ketika membolos adalah ketika orang tua mereka tau
bahwa sedang membolos dan orang tua cenderung akan memarahi serta
pihak sekolah yang mengetahui keberasaan siswanya yang membolos.
Sedangkan perasaan takut saat sudah kembali sekolah adalah ketia siswa
dipanggil atau bertemu dengan guru BK atau Bapak/Ibu guru yang
mengetahui.
b. Sering Mendapat Teguran dari Bapak/Ibu Guru
Tidak hanya guru BK saja yang memberikan teguran pada siswa yang
sering membolos, akan tetapi Bapak/Ibu guru yang lain pun kerap

13
Ibid,h.61
14
Dylia Afrira, Pelaksanaan Konseling Individu Dengan Pendekatan Konseling Realitas Dalam Mengurangi
Perilaku Membolos Peserta Didik Kelas VIII SMP Perintis 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2017/2018,
(Skripsi Dylia Afrira Mahasiswa UIN Raden Intan Lampung, 2018), 37-38.

12
mmeberikan teguran pada siswasiswa karena sering tidak berada dikelas
pada saat jam KBM berlangsung. Begitupun juga kepala sekolah yang
sering memberikan teguran pada siswa khususnya siswa yang membolos.
Hal tersebut betujuan agar siswa-siswa di sekolah tidak mengulangi
perilaku yang sama.
c. Tidak dapat mengikuti pelajaran selanjutnya atau tertinggal materi-materi
pelajaran
Sering membolos membuat siswa tidak dapat mengikuti pelajaran.
Dan cenderung tidak mau mendengarkan pada saat pembelajaran. Sering
terlambat dalam mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh Bapak/Ibu
guru sudah menjadi langganan mereka, oleh sebab itu siswa sering
mendapat teguran dari guru mata pelajaran mengenai tugas yang sering
terlambat serta nilainya yang sangat berbeda dan tertinggal jauh oleh
temantemanya.
d. Tidak pernah belajar dirumah
Kebiasaan siswa yang sering keluar hingga tengah malah bahkan
sampai menjelang pagi, mereka tidak dapat membagi waktu antara
bermain dan belajar. Siswa jarang sekali belajar dirumah, sesekali mereka
belajar pada saat menjelang ulangan harian, uts, uas bahkan ada siswa
yang tidak pernah belajar sama sekali.
e. Gagal dalam ujian
Akibat dari tidak pernah belajar dirumah berdampak pada nilai ujian
siswa. Terdapat pula siswa yang membolos pada saat ujian sehingga
Bapak/Ibu guru tidak mengijinkan siswa mengikuti ujian susulan.
f. Prestasi yang rendah
Akibat dari sering membolos siswa mendapatkan prestasi yang rendah
di kelasnya. Karena tidak hanya nilai akademik siswa akan tetapi nilai
kehadiran juga sangat berpengaruh terhadap peringkat yang diperolehnya.
Ketika dirumah siswa jarang sekali belajar bahkan hampir tidak pernah.
Mereka belajar pada saat ujian semester atau ujian akhir sekolah saja.
g. Nilai Non akademik yang Menurun
Tidak hanya berdampak pada akademik akan tetapi juga pada non
akademik siswa. Siswa seringkali mendapat teguran oleh Bapak/Ibu guru

13
yang memegang ekstrakulikuler karena siswa sering tidak mengikuti
eksrta serta seringnya terlambat ketika ekstra. Karena sering terlambat dan
tidak mengikuti ekstrakurikuler nilai non akademik siswa juga menurun.
h. Siswa dikucilkan oleh temanya
Dampak perilaku mmebolos tidak hanya pada akademik maupun non
akademik siswa saja, akan tetapi dampak sosial juga berpengaruh terhadap
siswa. Sering tidak hadir disekolah dan selalu menyendiri membuat siswa
tidak disenangi oleh teman-temanya dan dikucilkan oleh teman.
Adapun dampak dari perilaku membolos menurut Prayitno bagi peserta didik
sangat beragam, antara lain:
a. Minat terhadap pelajaran akan semakin berkurang.
b. Gagal dalam ujian.
c. Hasil belajar yang diperoleh tidak sesuai dengan potensi yang dimiliki.
d. Tidak naik kelas.
e. Penguasaan terhadap materi pelajaran tertinggi dari teman-teman lainnya.
f. Dikeluarkan dari sekolah.15
Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku membolos selain berdampak pada diri
sendiri juga berdampak pada sekolah bahkan masyarakat, dampak pada diri
sendiri adalah peserta didik yang bersangkutan akan ketinggalan pelajaran
sehingga gagal dalam prestasi belajar dan akan berakibat tidak akan naik kelas.
Sedangkan terhadap sekolah adalah peserta didik lain akan kehilangan
sebagian waktu belajar karena digunakan guru untuk menegur atau memberi
hukuman kepada peserta didik yang membolos tersebut. Dampak terhadap
masyarakat adalah dengan membolos peserta didik akan berpotensi salah dalam
bergaul sehingga bisa menimbulkan tindak kejahatan.
B. Teknik Punishment
1. Pengertian Teknik Punishment
Hukuman (Punishment) adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan
dengan sengaja oleh pendidik (guru) sesudah terjadi suatu pelanggaran,

15
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, 59.

14
kejahatan atau kesalahan.16 Tujuan untuk memberikan efek jera dan mencegah
siswa yang bersangkutan untuk mengulangi kesalahan yang sama.
Hukuman adalah tindakan yang dijatuhkan kepada anak secara sadar
dan sengaja sehingga menimbulkan evek jera, dan dengan adanya evek jera itu
anak akan menjadi sadar akan perbuatannya dan akan berjanji didalam hatinya
untuk tidak mengulanginya17
Hukuman (punishment) yakni konsekuensi yang menurunkan
probabilitas terjadinya suatu perilaku. Contoh muka guru merengut pada saat
peserta didik bicara di kelas dan kemudian perilaku itu menurun, maka muka
guru merengut itu merupakan hukuman bagi tindakan peserta didik.
18
Mengutip pendapat Ivancevich dkk dalam makalahnya Kevin Tangkuman
dkk, punishment diartikan sebagai tindakan menyajikan konsekuensi yang
tidak menyenangkan atau tidak diinginkan sebagai hasil dari perilaku tertentu.
Hukuman diberikan dengan adanya penjelasan, hukuman segera diberikan
setelah terbukti adanya penyimpangan
Menghukum adalah memberikan atau mengadakan nestapa atau
penderitaan dengan sengaja kepada anak yang menjadi asuhan kita dengan
maksud supaya penderitaan itu betul-betul dirasainya untuk menuju kearah
perbaikan. Dari beberapa pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
hukuman adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja
oleh pendidik setelah peserta didik melakukan pelanggaran atau kesalahan
yang berfungsi sebagai upaya preventif ataupun represif untuk menuju kearah
perbaikan.
Adapun beberapa resiko yang mungkin akan didapat oleh seorang guru
pada saat ia memberikan sanksi kepada anak didiknya. Antara resiko tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Proses belajar mengajar mengalami kendala, tidak hanya bagi siswa yang
bersangkutan, tetapi juga menghambat proses belajar bagi siswa yang lain.

16
Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan Dalam Prespektif, (Jogjakarta: PT Purwa Atmaja Prawira,
2013), 144.
17
Amin Danien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1973), 14.
18
Azis, Reward-Punishment Sebagai Motivasi Pendidikan (Perspektif Barat Dan Islam), Jurnal Cendikia, Vol.
14, No. 02, (Desember 2016), 333-49.

15
b. Hubungan si guru dan siswa yang mendapat sanksi pastilah akan
berdampak buruk pada semua
c. Pemahaman pelajaran tidak bisa diterima sepenuhnya oleh siswa yang
mendapat sanksi.
d. Pemikiran guru tidak berkembang lagi pada saat melaksanakan sanksi itu.
e. Hal ini juga berimbas pada siswa yang lain pada saat menerima pelajaran.
f. Guru sudah terlihat tidak terhormat dan tidak terhargai di depan para
muridnya.19
2. Ketentuan Memberikan Hukuman (Punishment)
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih dan menentukan
hukuman adalah sebagai berikut:
a. Macam besar dan kecilnya pelanggaran:besar kecilnya pelanggaran akan
menentukan berat ringannya hukuman yang harus diberikan;
b. Pelaku pelanggaran;
c. Hukuman diberikan dengan melihat jenis kelamin: usia dan kasarnya
perangai dari pelaku pelanggaran;
d. Akibat-akibat yang mungkin timbul dalam hukuman: pemebrian
hukuman jangan sampai menimbulkan akibat yang negatif pada diri anak,
e. Pilihlah bentu-bentuk hukuman yang pedagogis: hukuman yang dipilih
harus sedikit mungkin segi negatifnya baik di pandang dari sisi murid,
guru, maupun orang tua;
f. edapat mungkin jangan menggunakan hukuman badan: hukuman badan
adalah hukuman yang menyebabkan rasa sakit pada tubuh anak, hukuman
badan merupakan sarana terakhir dari proses pendisiplinan20
Berkaitan dengan hukuman, Ibnu Sina mengatakan bahwa hukuman
dilakukan bila terpaksa dan pukulan tidak digunakan kecuali setelah diberi
peringatan, ancaman dan perantara untuk memberi nasehat, dengan maksud
untuk merangsang jiwa anak. Bila memukul, hendaknya dapat menimbulkan
rasa pedih sehingga timbul effek yang diharapkan dan supaya anak tidak
menganggap enteng hukuman yang akan datang.

19
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), 187.
20
Amir Danien Indrakusuma,Pengantar Ilmu pendidikan, 1.

16
3. Pemberian Hukuman (Punishment)
Suwarno dalam bukunya mengemukakan tentang syarat-syarat
pemberian hukuman hendaknya:
a. Hukuman harus selaras dengan kesalahannya.
b. Hukuman harus seadil-adilnya.
c. Hukuman harus lekas dijalankan agar anak mengerti benar sebabnya apa
ia dihukum dan apa maksud hukuman itu.
d. Pemberian hukuman harus dalam keadaan tenang, jangan dalam keadaan
emosional (marah).
e. Hukuman harus sesuai dengan umur anak.
f. Hukuman harus diikuti dengan penjelasan, sebab bertujuan untuk
membentuk kata hati, tidak hanya sekedar menghukum saja.
g. Hukuman harus diakhiri dengan pemberian ampu.
h. Hukuman kita gunakan jika kita terpaksa, atau hukuman merupakan alat
pendidikan yang terakhir karena penggunaan alat-alat pendidikan yang
lain sudah tidak dapat lagi.
i. Yang berhak memberikan hukuman hanyalah mereka yang cinta pada
anak saja, sebab jika tidak berdasarkan cinta, maka hukuman akan bersifat
balas dendam.
j. Hukuman harus menimbulkan penderitaan pada yang dihukum dan yang
menghukum (sebab yang menghukum memilih hukuman dan menentukan
hukuman).21
4. Syarat-syarat Memberikan Hukuman (Punishment)
Wiliam Sterm membedakan tiga macam hukuman yang disesuaikan
dengan tingkat perkembangan anak-anak yang menerima hukuman itu.
1) Hukum Asosiatif
Seorang anak pada umumnya mengasosiakan antara hukuman dan
kejahatan atau pelanggaran, antara penderitaan yang diakibatkan oleh
hukuman dengan perbuatan pelanggaran yang dilakukan. Untuk
menyingkirkan perasaan tidak enak (hukum) itu, biasanya anak menjauhi

21
Azis, Reward-Punishment Sebagai Motivasi Pendidikan (Perspektif Barat Dan Islam), Jurnal Cendikia, Vol.
14 No 2 07(Desember 2016), 33–34.

17
perbuatan yang tidak baik atau yang dilarang. Hukuman jenis ini bisa
diterapkan untuk anak usia dini yang hanya mampu merasakan dan
mengasosiakan sesuatu.
2) Hukuman Logis
Hukuman ini dipergunakan terhadap anak-anak yang telah agak
besar. Dengan hukuman ini, anak mengerti bahwa hukuman itu adalah
akibat yang logis dari pekerjaan atau perbuataanya yang tidak baik. Anak
mengerti bahwa ia mendapat hukuman itu adlah akibat dari kesalahan
yang diperbuatnya. Misalnya seorang anak disuruh menghapus papan
tulis bersih-bersih karena ia telah mencoret-coret dan mengkotorinya.
3) Hukum Normatif
Hukuman normatif adalah hukuman yang bermaksud
memperbaiki moral anak-anak. Hukuman ini dilakukan terhadap
pelanggaran-pelanggaran mengenai norma-norma etika, seperti
berdusta, menipu dan mencuri maupun kedisiplinan. Jadi, hukuman
normatif sangat erat hubungannya dengan pembentukan watak dan
kepribadian anak-anak.41 Dengan ini, pendidik berusaha mempengaruhi
kata hati anak, menginsafkan anak terhadap perbuatannya yang salah,
dan memperkuat kemauannya untuk slalu berbuat baik dan menghindari
kejahatan.22
5. Bentuk-bentuk Hukuman (Punishment)
J.J. Hasibuan dalam bukunya menyatakan bentuk-bentuk hukuman
lebih kurang dapat dikelomppokan menjadi empat kelompok, yaitu:
1) Hukuman fisik misalnya dengan mencubit, menampar, memukul dan lain
sebagainya.
2) Hukuman dengan kata-kata atau kalimat yang tidak menyenangkan,
seperti omelan, ancaman, kritikan, sindiran, cemoohan dan lain
sejenisnya.
3) Hukuman dengan stimulus fisik yang tidak menyenangkan, misalnya
menuding, memelototi, mencemberuti dan lain sebagainya.

22
Amir Danien Indrakusuma,Pengantar Ilmu pendidikan, 36.

18
4) Hukuman dalam bentuk kegiatan yang tidak menyenangkan, misalnya
disuruh berdiri didepan kelas, dikeluarkan didalam kelas, didudukan
disamping guru, disuruh menulis suatu kalimat sebanyak puluhan atau
ratusan kali, dan lain sebagainya.23
6. Keunggulan dan Kelemahan Hukuman (Punishment)
Keunggulan utama dari hukuman bahwa pemakaiannya dengan tepat
akan dapat menghentikan dengan segera tingkah laku siswa yang
mengganggu jalannya kegiatan belajar mengajar. Seorang peserta didik yang
mengganggu jalannya kegiatan jalannya kegiatan belajar mengajar dengan
sendiri akan tidak mengganggu lagi bila hukuman degan menyuruhnya
keluar dari kelas. Tetapi pada sisi lain, hukuman mengandung kelemahan
berupa sejumlah akibat sampingan yang negatif. Akibat-akibat terjadi antara
lain:
1) Hubungan antara guru dan siswa menjadi terganggu, misalnya peserta
didik mendendam pada guru.
2) Peserta didik menarik diri dari kegiatan belajar mengajar, misalnya tidak
mau mendengarkan pelajaran.
3) Peserta didik melakukan tindakan-tidakan agresif misalnya merusak
sekolah.
4) Peserta didik mengalami gangguan psikologis, misalnya rasa rendah
diri.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih dan menentukan
hukuman adalah sebagai berikut:
1) Macam dan besar kecilnya pelanggaran: besar kecilnya pelanggaran
akan menentukan berat ringannya hukuman yang harus diberikan.
2) Pelaku pelanggaran.
3) Hukuman diberikan dengan melihat jenis kelamin: usia dan halus
kasarnya perangai dari pelaku pelanggaran.
4) Akibat-akibat yang mungkin timbul dalam hukuman: pemberian
hukuman jangan sampai menimbulkan akibat yang negatif pada diri
anak.

23

19
5) Pilihlah bentuk-bentuk hukuman yang pedagogis: hukuman yang dipilih
harus sedikit mungkin segi negatifnya baik dipandang dari sisi murid,
guru, maupun orang tua24
7. Teori Punishment (hukuman)
Maksud orang memberikan hukuman ini bermacam-macam. Hal ini
sangat berkaitan erat dengan pendapat tentang teori-teori hukuman.
a) Teori Pembalasan Teori inilah yang tertua.
Menurut teori ini hukuman diadakan sebagai pembalasan dendam
terhadap kelainan pembalasan dan pelanggaran yang telah dilakukan
seseorang. Tentu saja teori ini tidak boleh dipakai dalam pendidikan di
sekolah.
b) Teori Perbaikan.
Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk membasmi kejahatan. Jadi,
maksud hukuman itu ialah untuk memperbaiki si pelanggar agar jangan
berbuat suatu macam kesalahan itu lagi. Teori inilah yang lebih bersifat
pedagogis karena bermaksud untuk memperbaiki si pelanggar baik
lahiriyah maupun batiniyah.
c) Teori Perlindungan
Menurut teori ini hukuman diadakan untuk melindungi masyarakat
dari perbuatan-perbuatan yang tidak wajar. Dengan adanya hukuman ini,
masyarakat dapat dilindungi dari kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan
oleh si pelanggar.
d) Teori Ganti Rugian
Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk mengganti kerugian-
kerugian yang telah diderita akibat dari kejahatan-kejahatan atau
penlanggaran itu. Hukuman ini banyak dilakukan dalam masyarakat atau
pemerintahan. Dalam proses pendidikan, teori ini masih belum cukup.
Sebab, dengan hukuman semacam itu anak mungkin menjadi tidak merasa
bersalah atau berdosa karena kesalahannya itu terbayar dengan hukuman.
e) Teori Menakut-nakuti

24
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, 96.

20
Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk menimbulkan perasaan
takut kepada si pelanggar akan akibat perbuatan yang melanggar itu
sehingga ia akan selalu takut melakukan perbuatannya itu dan meu
meningggalkannya. Juga teori ini masih membutuhkan teori perbaikan
Sebab dengan teori ini besar kemungkinan anak meninggalkan suatu
perbuatan itu hanya karena takut, bukan karena keinsfan bahwa
perbuatannya emang sesat atau memang buruk. Dalam hal ini anak tidak
terbentuk kata hati.
Dari uraian diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa tiap teori itu
masih belum lengkap karena masing-masing hanya mencakup satu aspek
saja tiap-tiap teori tadi saling membutuhkan kelengkapan dari teori yang
lain. Dengan singkat dapat kita katakan bahwa tujuan pedagogis dari
hukuman ialah untuk memperbaiki tabiat dan tingkah laku anak didik,
untuk mendidik anak ke arah kebaikan.25
8. Fungsi Pemberian Hukuman
Pada dasarnya ada tiga fungsi penting dari hukuman yang berperan
perkembangan moral anak, yaitu fungsi reskriptif, pendidikan dan motivasi.
1) Fungsi Represif
Hukuman dapat menghalangi terulangnya kembali hukuman yang
tidak diinginkan pada anak. Jika seorang anak pernah mendapatkan
hukuman karena ia telah mendapatkan suatu kesalahan atau pelanggaran,
maka ia akan berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang serupa
dimasa akan datang.
2) Fungsi Pendidikan
Hukuman yang diterima anak merupakan pengalaman anak yang akan
dapat dijadikan pelajaran yang beharga. Anak bisa belajar tentang salah
dan benar melalui hukuman yang telah diberikan kepadanya hal ini akan
menyadarkan anak akan adnya suatu aturan yang harus dipahami dan
dipatuhi, yang bisa menuntunnya untuk memastikan boleh atau tidaknya
suatu tindakan dilakukan.
3) Fungsi Motivasi

25
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), 187.

21
Hukuman dapat memperkuat motivasi anak untuk menghindarkan diri
dari tingkah laku yang tidak diinginkan. Dari pengalaman hukuman yang
telah diterima anak, maka anak merasakan bahwa menerima hukuman
suatu pengalaman yang kurang menyenangkan, dengan demikian bertekad
untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama dan akhirnya timbul
dorongan untuk berprilaku wajar, yaitu perilaku yang diinginkan dan
dapat diterima oleh kelompoknya.
C. Kerangka Berfikir
Penelitian dilakukan untuk mendapatkan sebuah data yang alamiah dan
sitematis maka dibutuhkan penelitian yang relevan untuk menunjang kerelevanan
dalam penelitain. Berikut adalah beberapa penelitian yang relevan dalam penelitian
yang dilakukan.
a. Ratna Putri Handayani, ” PENERAPAN TEKNIK PUNISHMENT UNTUK
MENGURANGI PERILAKU MEMBOLOS PESERTA DIDIK KELAS VII
MTs MUHAMMADIYAH SUKARAME BANDAR LAMPUNG TAHUN
AJARAN 2018/2019” Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas
Islam Negeri Raden Intan Lampung, (2019).
b. Febri Anggarini, “IMPLEMENTASI KONSELING INDIVIDU TEKNIK
PUNISHMENT OLEH GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM
MEREDUKSI PERILAKU MEMBOLOS PESERTA DIDIK KELAS VIII
MTSN 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2019/2020”, Skripsi,
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Raden Intan
Lampung, (2020).
c. Arie Bastian Hadinata, Penerapan sanksi berjenjang untuk meningkatkan
disiplin dantanggungjawab belajar siswa di MTs. Al-Mushlihin Kota Binjai,
Thesis, Program Pascasarjana, IAIN Sumatra Utara Medan, 2013.
d. Mahar Alamsyah Santosa, UPAYA PENINGKATAN DISIPLIN
GURUDALAM KEHADIRAN MENGAJAR DI KELASMELALUI
PENERAPAN REWARD AND PUNISHMENTMI AL AMIN, Jurnal,
Lentera Pendidikan Nasional, (2021).
e. Farhanah, “PENERAPAN REWARD AND PUNISHMENT DALAM
MENINGKATKAN KEDISIPLINAN PADA KEGIATAN
PEMBELAJARAN TEMATIK SISWA KELAS II MI DARUL MUQININ”,

22
Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, (2020).
f. Endang Sholichatin, “PERAN PUNISHMENT DALAM MENUMBUHKAN
DISIPLIN DAN MOTIVASI SISWA DALAM MENGIKUTI KEGIATAN
KEAGAMAAN DI SMP NEGERI 1 SIMAN PONOROGO”, Skripsi,
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Ponorogo,
(2020).
g. Arna Ulinuha, “PENERAPAN REWARD DAN PUNISMENT DALAM
MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SISWA di MADRASAH TSANAWIYAH
SURYA BUANA KOTA MALANG”, Skripsi, Univesitas Islam Negeri Malang
Maulana Malik Ibrahin Malang, (2020).

23
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan
dengan menggunakan teknik punisment untuk mengurangi perilaku membolos
siswa kelas VII di MTs Gondang Nganjuk. Penelitian tindakan modifikasi perilaku
merupakan suatu kegiatan penelitian yang didasarkan pada prinsip kolaboratif
(kerjasama) dan reflektif (perenungan dan penilaian) yang dilakukan oleh pendidik
atau guru yang bekerja sama dengan pihak-pihak lain yang terkait untuk
memperbaiki perilaku siswa dalam proses belajar khususnya perilaku disiplin
belajar. Ciri yang menonjol dari penelitian tindakan kelas ini adalah pihak yang
menjadi sasaran perubahan memiliki tanggung jawab untuk mengevaluasi hasil
dari teknik atau cara yang diterapkan dalam praktik. Sehingga dengan
menggunakan pendekatan serta jenis penelitian tersebut, penelitian ini diharapkan
dapat meningkatkan perilaku disiplin belajar siswa kelas VII MTs Al-Huda
Gondang Nganjuk.
B. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII MTs Al-Huda Gondang
Nganjuk dengan inisial RA, HN, KP, LB, MF, SA, dan JS yang memiliki sikap
rasa ingin membolos yang tinggi dikarenakan proses pergaulan yang terlalu bebas
dan pengaruh lingkungan yang kurang mendukung dengan dan ditambah lagi
dengan kebiasaan pribadi siswa yang selalu menunda-nunda dalam mengerjakan
dan mengumpulkan tugas, serta tidak tertib dalam mengikuti proses pembelajaran
di kelas. Objek penelitian ini adalah teknik punisment yang diterapkan untuk
mengurangi perilaku membolos ketika belajar kelas VII MTs Al-Huda Gondang
Nganjuk dengan inisial RA, HN, KP, LB, MF, SA, dan JS.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini diterapkan pada siswa kelas VII di MTs Al-Huda
Gondang Nganjuk dimulai semester ganjil pada tanggal 16 November – 18
November 2023. Penelitian ini dilakukan karena banyaknya siswa kelas VII di MTs
Al-Huda Gondang Nganjuk yang memiliki tingkat membolos yang tinggi, oleh

24
sebab itu peneliti tertarik untuk meningkatan taraf kedisiplinan siswa agar tidak
memiliki sikap membolos lagi dengan menerapan teknik Punisment.
D. Prosedur penelitian
Tindakan dalam penelitian ini dilakukan sebanyak 2 kali, dimana dalam
masing-masing fase atau siklus terdiri dari penyusunan tindakan punisment ini,
pelaksanaan teknik punisment dalam mengurangi siswa yang membolos, serta
evaluasi untuk melihat keefektivan teknik punisment dalam mengurangi siswa agar
tidak membolos lagi pada siswa kelas VII di MTs Gondang Nganjuk. Berikut
rincian dari beberapa fase atau siklus tersebut.
1. Siklus pertama
a. Tahap Penyususnan
Hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan teknik token
ekonomi mampu meningkatkan disiplin belajar siswa pada kelas VII MTs
Al-Huda Gondang Nganjuk. Tahap pertama dimulai dengan menyusun
aturan dalam program Punisment yang menjadi acuan dalam pelaksanaan
penelitian ini. Penyusunan aturan dalam program ini selalu dirundingkan
dengan guru agar pelaksanaan program ini dapat berjalan efektif. Tahap
penyusunan selanjutnya adalah mempersiapkan penguatan yang akan
diterapkan, selain itu peneliti juga menyiapkan lembar observasi yang di
isi oleh observer guna pencatatan penguatan yang diterapkan oleh guru
kepada siswa untuk setiap pertemuan. Setelah persiapan tersebut sudah
selesai, peneliti mensosialisasikan aturan-aturan yang diberlakukan dalam
program ini.
b. Tahap Pelaksanaan
Sebelum pelaksanaan tindakan, peneliti mensosialisasikan aturan-
aturan yang diberlakukan. Pelaksanaan program punisment siklus I,
peneliti memberi penguatan positif saat itu juga dengan memberikan
pujian dan hadiah untuk siswa yang tidak membolos sehingga
menunjukkan sebuah perilaku yang diharapkan selama proses penelitian.
Pada tindakan pertama yang dilaksanakan tanggal 16 November 2023,
bertepatan pada hari Kamis, sehingga kegiatan tidak menganggu rutinitas
yang dilakukan. Jika ditinjau nampak ada peningkatan, yang dapat di
dilihat dari menyusustnya kasus siswa yang membolos setelah penelitian

25
ini dilauan. Selain itu, mengurangnya siswa yang membolos dikarenakan
pengaruh postif yang diterapkan dalam penelitian ini sehingga dapat
menimbulkan efek kemalasan anak dalam membolos kelas dengan
dorongan teknik punisment ini.
c. Evaluasi
Penerapan teknik punisment pada pertemuan pertama berjalan
dengan baik dimana terdapat peningkatan kepatuhan pada diri peserta
didik yang cukup. Hal ini bisa dilihat jika dibandingkan dengan hasil yang
diperoleh pada masa pratindakan. Meskipun masih saja terdapat beberapa
peserta didik yang belum patuh dan masih membolos belajar sehingga
cara peneliti selanjutnya adalah dengan melakukan meningkatkan
penguatan positif yang diberikan pada siswa.
2. Siklus kedua
a. Tahap Penyususnan
Siklus II ini pada umunya tindakan yang dilakukan sama dengan
tindakan yang sudah dilakukan pada siklus yang I, hanya saja terdapat
perbedaan sedikit dengan siklus I yakni tindakan pada siklus ini siswa
tidak akan mendapatkan pujian dan hadiah. Hal ini dilakukan untuk
menghindari ketergantungan siswa terhadap penguatan positif berupa
pujian atau hadiah yang diberikan serta ingin melihat respon siswa secara
alamiah. Peneliti menyiapkan pedoman observasi untuk membantu
peneliti merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung.
Observasi dilakukan oleh peneliti dan berkoordinasi dengan guru,
mengenai tahapan penelitian agar penerapan teknik punisment dapat
berjalan dengan baik. Peneliti juga mempersiapkan angket untuk pasca
tindakan siklus II ini.
b. Tahap Pelaksanaan
Seperti yang telah dipaparkan di atas, pelaksanaan pada siklus II
ini tidak jauh berbeda dengan perencanaan, penerapan siklus ini
dilaksanakan selama tiga hari yang sama halnya dengan pelaksanaan
siklus I yang dilaksanakan pada tanggal 23 November 2023 sampai
dengan tanggal 25 November 2023. Pada umunya pelaksanaan pada siklus

26
II ini berjalan dengan lancar, namun masih saja ditemui peserta didik yang
masih membolos ketika jam pelajaran.
c. Evaluasi
Setelah dilakukannya siklus II, terdapat penurunan yang sangat
signifikan pada taraf membolos siswa MTs Gondang Nganjuk, namun
demikian masih saja terdapat beberapa anak yang belum bisa
meninggalkan kebiasaan buruk tersebut. Hal tersebut kemungkinan
terbesar diakibatkan ketergantungan terhadap penguatan yang diberikan
yang berupa pujian dan hadiah. Namun demikian hal itu hanya terjadi
pada sebagian siswa saja.
D. Analisis Data
Sebelum diterapkannya teknik token ekonomi kepada siswa kelas VII di
MTs Al-Huda Gondang Nganjuk dengan inisial RA, tingkat membolos siswa
cukup tinggi, kemudian setelah diterapkannya teknik punisment untuk
meningkatkan disisplin belajar siswa terdapat peningkatan yang cukup signifikan
dalam perilaku siswa. Berdasarkan hasil analisis data tersebut ditemukan bahwa
penerapan teknik punisment berhasil dalam meningkatkan perilaku membolos
siswa kelas VII MTs Al-Huda Gondang Nganjuk, sehingga teknik punisment
tersebut sangat relevan untuk diterapkan pada sekolahan tersebut.

27
Lampiran:

Daftar Pustaka

Chairul Anwar, Teori-teori Pendidikan Klasik Hingga Kontemporer, (Yogyakarta:


IRCiSoD, 2017)
Mamat Supriatna (Editor), Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi:
Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor, Rajawali Pers, (Jakarta:
2011).
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta:
Rineka Cipta,2004).
Chairul Anwar, Hakikat Manusia Dalam Pendidikan, (Yogyakarta : Suka-Pres,
2014).
Suparwoto, Konseling Teman Sebaya, (Bandung: Rajawali Pers, 2018).
Feny Annisa Damayanti, Studi Tentang Perilaku Membolos Pada Siswa SMA
Swasta Di Surabaya (Online), Ejournal Unesa, (2017).
Saifudin Azwar, Sikap Manusia Teori Dan Pengukirannya,
(Yogyakarta;Pustaka Pelajar).
Amin Danien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha
Nasional,1973).
Feny Annisa Damayanti dan Denok Setiawati, M.Pd., Kons., “Studi Tentang
Perilaku Membolos Pada Siswa Sma Swasta Di Surabaya,” Jurnal BK
UNESA 03 (2013).
Ririn Nopiarni, Hengki Yandri, dan Dosi Juliawati, “Perilaku Membolos Siswa
Sekolah Menengah Atas Di Era Revolusi Industri 4.0” 03 (2019).
Dylia Afrira, Pelaksanaan Konseling Individu Dengan Pendekatan Konseling
Realitas Dalam Mengurangi Perilaku Membolos Peserta Didik Kelas VIII
SMP Perintis 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2017/2018, (Skripsi
Dylia Afrira Mahasiswa UIN Raden Intan Lampung, 2018).
Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan Dalam Prespektif, (Jogjakarta: PT
Purwa Atmaja Prawira, 2013).
Amin Danien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha
Nasional, 1973).

28
Azis, Reward-Punishment Sebagai Motivasi Pendidikan (Perspektif Barat Dan
Islam), Jurnal Cendikia, Vol. 14, No. 02, (Desember 2016).
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009).

Pedoman Pelaksanaan Intervensi (PPI)


Langkah-langkah pelaksanaan layanan teknik punishment untuk
mengurangi perilaku membolos peserta didik kelas VII Mts. Al-Huda Gondang
Nganjuk menggunakan teknik punishment. Dilihat dari kebiasaan peserta didik
yang tidak berangkat, sekolah tanpa surat izin dan ketika istirahat masuk ke-kelas
lagi atau tidak. Pengurangan perilaku membolos ini diintegrasikan dengan RPL
yang berlaku dikelas. Langkah-langkah penerapan layanan teknik punisment
adalah sebagai berikut:
1. Sebelum memulai layanan, Guru BK mengadakan sosialisasi dan perjanjian
dahulu secara klasikal, menerangkan bahwa ada peraturan baru dikelas yaitu
harus kembali lagi ke dalam kelas setelah bel masuk sekolah berbunyi dan
memberikan surat izin jika tidak berangkat, jika ada yang melanggar akan
dihukum dengan diberi hukuman menghafal surat di dalam Al-Qur’an dan
menyetorkannya kepada guru BK apabila tidak hafal maka akan dikenakan
poin didalam buku kasus.
2. Langkah kedua, guru BK memberikan peringaan apabila point sudah mencapai
target maka akan dilakukan pemanggilan orang tua.
3. Langkah ketiga, apabila peserta didik melanggar peraturan yang disapaikan
oleh guru BK maka peserta didik akan dikenakan sanksi.
4. Subjek mengikuti pembelajaran di kelas seperti biasanya.
5. Selama layanan ini apakah subjek datang kesekolah dengan surat izin dan
kembali lagi ke dalam kelas setelah bel masuk berbunyi.
6. Guru BK mengamati kegiatan subjek, perilaku membolos apakah muncul atau
tidak, Guru BK mengingatkan tentang perjanjiannya terlebih dahulu. Jika
peserta didik tidak mau menurut maka akan ditulis didalam buku kasus (poin)
7. Hal ini dilakukan terus menerus karena jika sering mendapatkan poin peserta
didik takut poin semakin banyak dan orang tuanya akan dipanggil.

29
8. Peserta didik akan mengerti bahwa semakin banyak poin adalah hukuman
yang menakutkan bagi mereka.
9. Guru BK melihat perubahan pada peserta didik, setelah dilakukan menambah
poin ketika tidak menyetorkan hafalan akan menambah poin dan perilaku
membolos adalah perilaku yang tidak baik dan diterangkan bahwa sekolah
mempunyai aturan tata tertib.
10. Kemajuan peserta didik akan terlihat pada absensi.
11. Guru BK memberitahukan bahwa peraturan ini tidak hanya berlaku pada hari
ini saja melainkan untuk hari-hari selanjutnya.

Indikator Ketercapaian
Komponen Fokus Observasi

Frekuensi Peserta didik lebih sering menghabiskan


waktunya untuk bermain dan bercanda
dengan teman-temannya dibandingkan
untuk mengikuti proses pembelajaran
dengan baik dan mengerjakan tugas baik
secara mandiri maupun kelompok.

Durasi Berdasarkan hasil observasi dan


wawancara yang telah dilakukan, siswa
kelas VII B2 berinisial RA, HN, KP, LB,
MF, SA, dan JS memiliki perilaku kurang
baik yaitu membolos ketika jam pelajaran
dimulai serta sering tidak masuk dengan
alasan yang tertentu.

Intensitas 1. Siswa dapat mengikuti proses


pembelajaran dengan baik dan
maksimal.

30
2. Siswa mampu masuk kelas dengan aktif
dan enjoy dalam mengikuti proses
pembelajaran.
3. Siswa mampu mendengarkan
penjelasan dari guru dengan baik.
4. Siswa mampu mentaati peraturan
selama proses pembelajaran di dalam
kelas maupun peraturan sekolahan. .

31

Anda mungkin juga menyukai