e. Akomodasi
Akomodasi adalah pembentukan skema baru atau mengubah skema yang
lama, hal ini terjadi karena dalam menghadapi rangsangan/pengalaman baru,
seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu dengan skema
yang telah ia miliki, hal ini terjadi karena pengalaman baru itu tidak cocok dengan
skema yang telah ada.
f. Ekuilibrasi
Ekuilibrasi (imbang) adalah tindakan untuk mencapai keseimbangan.
Equilibrium adalah keadaan harmoni atau stabilitas. Dalam teori Piaget, relatif
(atau sementara) ekuilibrium terjadi setiap kali asimilasi dan akomodasi berada
dalam keseimbangan dengan satu sama lain (Peterson, 1996).
g. Adaptasi
Adaptasi dalam teori Piaget terdiri dari interaksi antara proses asimilasi dan
akomodasi (Peterson, 1996). Secara garis besar, Piaget mengelompokkan tahap-
tahap perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap secara berurutan. Setiap
tahapan ditandai dengan tingkah laku tertentu serta jalan pikiran dan pemecahan
masalah tertentu pula. Tahap pertama disebut sebagai sensory-motor, untuk anak
yang barulahir kira-kira anak berusia 18 bulan sampai dua tahun. Tahap per-
operasional. Untuk anak yang berusia dari dua tahun hingga tujuh
tahun. Operasional yang terbagi menjadi tahapkonkret operasional berawal dari
anak usia 7 tahun dan formal operasional yang berawal dari anak berusia 11
tahun.
1. Tahap Sensorimotorik
Tahap ini merupakan tahap pertama. Tahap ini dimulai sejak lahir sampai usia 2
tahun. Pada tahap ini, bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia dengan
mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensor (seperti melihat dan
mendengar) dengan tindakan-tindakan fisik. Dengan berfungsinya alat-alat indera
serta kemampuan-kemampuan melakukan gerak motorik dalam bentuk refleks ini,
maka seorang bayi berada dalam keadaan siap untuk mengadakan hubungan
dengan dunianya. Piaget membagi tahap sensorimotorik ini kedalam 6 periode,
yaitu:
a. Periode 1: Penggunaan Refleks-Refleks (Usia 0-1 bulan)
b. Periode 2: Reaksi Sirkuler Primer (Usia 1-4 bulan)
c. Periode 3 : Reaksi Sirkuler sekunder (Usia 4-10 bulan)
d. Periode 4 : Koordinasi skema-skema skunder (Usia 10-12 bulan)
e. Periode 5 : Reaksi Sirkuler Tersier (Usia 12-18 bulan)
f. Periode 6 : Permulaan Berfikir (Usia 18-24 bulan)
2. Konsep Scaffolding
Scaffolding ialah perubahan tingkat dukungan. Scaffolding adalah
istilah terkait perkembangan kognitif yang digunakan Vygotsky untuk
mendeskripsikan perubahan dukungan selama sesi pembelajaran, dimana
orang yang lebih terampil mengubah bimbingan sesuai tingkat kemampuan
anak.Dialog adalah alat yang penting dalam ZPD. Vygotsky memandang
anak-anak kaya konsep tetapi tidak sistematis, acak, dan spontan. Dalam
dialog, konsep-konsep tersebut dapat dipertemukan dengan bimbingan yang
sistematis, logis dan rasional.
1. Tahap pertama ialah belajar bahwa tindakan dan suara mempunyai makna
2. Tahap kedua melibatkan praktik
3. Tahap ketiga melibatkan penggunaan tanda untuk berfikir dan memecahkan
masalah tanpa bantuan orang lain.
a. Sebelum mengajar, seorang guru hendaknya dapat memahami ZPD siswa batas
bawah sehingga bermanfaat untuk menyusun struktur materi pembelajaran.
Implikasi atau penerapannya guru lebih akurat tatkala menyusun strategi
mengajarnya, sehingga tidak selalu memberikan bimbingan kepada siswa.
Dampak pengiringnya adalah siswa dapat belajar sampai tingkat keahlian yang
diharapkan dan mencapai ZPD pada batas-batas atas.
b. Untuk mengembangkan pembelajaran yang komunikatif seorang guru perlu
memanfaatkan tutor sebaya di dalam kelas.
Dalam pembelajaran seorang guru sebaiknya menggunakan teknik scaffolding
dengan tujuan siswa dapat belajar atas inisiatifnya sendiri, sehingga mereka dapat
mencapai keahlian pada batas atas ZPD.
TAHAP PERKEMBANGAN BAHASA
Perkembangan fisik motorik secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu: motorik kasar
dan motorik halus. Yang pada prakteknya merupakan dasar dari perkembangan lainnya. Hal
ini dikemukakan oleh Catron dan Alen, bermain menyediakan kerangka kerja untuk anak
dalam mengembangkan pemahaman tentang diri mereka sendiri, orang lain dan
lingkungannya. Bermain adalah bagian dari fungsi kognitif selanjutnya, oleh karenanya
bermain sangat diperlukan dalam kehidupan anak (Catron dan Allen dalam Yuliani
Nurani,2009: 63). Lebih lanjut menyoroti tentang kebutuhan anak akan bermain, tentu saja
melibatkan gerakan motorik. Dengan demikian perkembangan motorik yang baik akan
berdampak pada aspek perkembangan lainnya. Demikian pula sebaliknya, kesempatan yang
luas untuk bergerak, pengalaman belajar untuk menemukan , aktivitas sensori motor yang
meliputi pengguanaan otot-otot besar dan kecil memungkinkan anak untuk memenuhi
perkembangaan perseptual motorik ( Catron dan Allen dalam Yuliani Nurani, 2009:63).
Meskipun setiap anak adalah unik tetapi perkembangan fisik seorang anak berlangsung
secara teratur dan memiliki pola. Pengamatan atas perkembangan fisik mengungkapkan
bahwa pertumbuhan itu adalah bersifat cephalo-caudal (proses pertumbuhan dimulai dari
kepala hingga kaki) dan juga proximo-distal (proses pertumbuhan dimulai dari pusat badan
ke arah luar), serta perkembangan motorik kasar akan mulai berkembang terlebih dahulu
sebelum motorik halus berkembang.
1. Motorik Kasar
Beberapa pendapat ahli mengenai pengertian motorik kasar diantaranya adalah:
Santrock : gerakan tubuh yang menggunakan otot besar yang dipengaruhi oleh
kematangan anak itu sendiri.
Gallahue : kemampuan motorik kasar sangat berhubungan dengan kerja otot-otot besar
pada tubuh manusia .
Hurlock : motorik kasar adalah perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui
syaraf, urat saraf dan otot yang terkoordinasi.
Lebih lanjut Gallahue menguraikan tentang macam-macam kemampuan motorik kasar yang
dapat dikembangkan pada anak usia dini, meliputi:
Lokomotor : Keterampilan motorik kasar melibatkan otot otot besar yang ada pada
tubuh, seperti gerakan tungkai yang digunakan secara keseluruhan oleh anak-anak
untuk berjalan, berlari dan melompat.
Non lokomotor: kemampuan yang digunakan tanpa berpindah tempat atau gerak
ditempat. Contoh : meregang, mendorong dan menarik, jalan ditempat, mengayunkan
satu kaki, berdiri dengan satu kaki .
Manipulatif : kemampuan yang dikembangkan saat anak sedang menguasai berbagai
macam objek (alat) dan kemampuan ini lebih banyak melibatkan tangan dan kaki.
Contoh : melempar, memukul bola kasti, menendan bola, menangkap objek, memutar
tali atau menggiring bola.
Telah disinggung di atas mengenai perkembangan fisik seorang anak berlangsung secara
teratur dan mengikuti pola yang berurutan (tahap-tahap perkembangan). Tahap-tahap
tersebut tidak bisa terjadi terbalik, misalnya anak akan terlebih dahulu mampu berdiri
sebelum berjalan dan bukan sebaliknya dapat berjalan kemudian dapat berdiri. Meskipun
dalam beberapa kasus ada anak yang melewati tahapannya, contohnya seorang anak langsung
dapat berdiri tanpa melewati tahap merangkak. Demikian juga perkembangan terjadi lebih
dahulu di daerah proksimal (gerak kasar) lalu berkembang ke bagian distal seperti jari-jari
yang mempunyai kemampuan gerak halus (pola proksimadistal).
Tahapan belajar motorik kasar secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap Kognitif. Pada tahap ini anak membutuhkan informasi tentang cara melakukan
suatu gerakanmelalui contoh nyata. Tugas guru atau pelatihlah yang sangat berperan
penting dalam hal ini. Pada tahap ini anak sering mengalami kesalahan, gerakannya
masih kaku, dan kurang terkoordinasi.
2. Tahap Asosiatif. Pada tahap ini anak sudah mulai bisa menyesuaikan diri dengan
gerakan yang telah dipelajarinya. Gerakan yang dihasilkan oleh anak juga sudah mulai
konsisten sehingga kesalahan dalam setiap gerakan mulai berkurang.
3. Tahap otomatis. Sesudah melewati proses latihan, anak lalu masuk pada tahap
otomatis. Gerakan yang dilakukannya sudah tidak terganggu oleh kegiatan lainya
yang terjadi secara simultan sehingga tingkat kesalahan dalam melakukan gerakan
semakin berkurang.
Perkembangan fisik motorik kasar pada anak usia dini juga dipengaruhi oleh kondisi-
kondisi tertentu, yang dapat menjadi pemacu laju perkembangan ataupun menjadi
penghambat perkembangannya tergantung dari kondisi yang dialami anak.
2. Genetik. Secara fisik, anak akan membawa sifat yang diturunkan dari kedua orang
tuanya secara genetik. Misalnya saja bentuk raut wajah, bentuk tulang yang
menyusun rangka dan lain sebagainya. Kelengkapan fisik dan kekuatannya
merupakan faktor akan mendorong perkembangan motorik kasar ke arah yang
positif.
3. Pranatal. Seringkali orang hanya memperhatikan pertumbuhan anak setelah anak itu
dilahirkan, tetapi sebenarnya dapat dimulai jauh sebelum anak dilahirkan. Dapat
berupa upaya pemenuhan gizi yang baik terutama selama masa kehamilan.
4. Proses kelahiran. Ada kalanya proses kelahiran menjadi faktor penentu dalam
perkembangan fisik motorik anak usia dini terutama di tahap awal kehidupannya.
sebagai contoh anak yang lahir prematur membutuhkan perhatian lebih
dibandingkan anak yang lahir pada usia kehamilan yang mencukup.
5. Kondisi fisik. Kondisi fisik seseorang memang sedikit banyak membawa pengaruh
bagi kepercayaan dirinya untuk berkembang. Kondisi fisik yang baik
memungkinkan untuk mengembangkan motorik kasar sesuai dengan tahap
perkembangan dan kesiapan anak.
6. Lingkungan. Termasuk didalamnya adalah lingkungan keluarga, teman sebaya,
masyarakat sekitar dan guru. Pengaruhnya sangat signifikan mengingat lingkungan
sangat dekat dan erat serta bersentuhan langsung dengan dunia anak.Dukungan dari
orang-orang terdekat dalam memberikan kesempatan bagi anak untuk bergerak akan
melatih keterampilan motorik anak.
7. Stimulasi. Stimulasi dapat diibaratkan sebagai katalisator perkembangan apabila
diberikan secara tepat sasaran. Stimulasi yang diberikan saat anak telah memiliki
kesiapan akan membantu anak menuntaskan tugas perkembngannya dengan baik.
Dalam tahapan perkembangan fisik motorik, ada hal-hal yang menjadi kompetensi dan
harus dicapai oleh seorang anak menurut usianya. Meski demikian, hal ini bukanlah harga
mati yang menentukan cepat-lambatnya perkembangan anak. Perlu diingat bahwa setiap anak
adalah unik dan kompetensi yang harus dicapai anak memiliki rentang waktu tertentu.
Berikut adalah tabel perkembangan fisik motorik kasar yang diadaptasi dari Yuliani Nurani
Sujiono, 2009:65.
2. Motorik Halus
Motorik kasar disebut-sebut sebagai awal perkembangan fisik motorik anak usia dini
sebelum berkembang ke ranah motorik halus. Hal ini dapat dipahami karena untuk
melakukan gerakan motorik halus diperlukan pengendalian terhadap otot-otot halus pada
tangan, terutama jari yang diperlukan untuk melakukan kegiatan seperti menggambar,
menempel, menggunting dan lain sebagainya.
Pendapat ahli mengenai definisi motorik halus dan terangkum dalam uraian singkat
dibawah ini:
Dapat disimpulkan bahwa keterampilan motorik halus seperti menggunting, menempel,
bermain puzzle, membuat kolase, bermain dengan plastisin, mewarnai dan lain-lain, adalah
keterampilan membutuhkan ketangkasan jari, tingkat ketelitian yang tinggi serta melibatkan
koordinasi mata dan jari. Dalam pengembangannya diperlukan keluasaan kesempatan untuk
belajar dan berlatih agar dicapai kompetensi di aspek pengembangan motorik halus.
Berlatih untuk mempraktekan keterampilan motorik halus merupakan hal yang penting
dalam mengembangkan keterampilan anak menggunakan otot-otot halus melakukan gerkan-
gerakan motorik halus. Keterampilan tersebut dapat diperoleh dengan melalui beberapa
tahapan perkembangan motorik halus. Dave, menguraikan tahapan yang dilalui anak sebagai
berikut:
1. Tahap Imitasi
Adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana sama persis seperti yang dilihat
atau diperhatikan sebelumnya. Pada tahap ini guru memberikan contoh terlebih dahulu,
kemudian anak akan meniru.
2. Tahap Manipulasi
Adalah kemampuan anak melakukan kegiatan sederhana berdasarkan petunjuk yang
diberikan guru. Pada tahap ini, guru tidak lagi memberikan contoh pengerjaan, tetapi
cukup dengan memberi instruksi kepada anak usia dini, dan mereka akan dapat
mengerjakan berdasarkan petunjuk (instruksi) tersebut.
3. Tahap Presisi
Adalah kemampuan melakukan kegiatan yang akurat sehingga mampu menghasilkan
produk kerja yang tepat. Sebagai contoh: anak dapat mengancingkan baju tepat dengan
korelasi satu-satu.
4. Tahap Artikulasi
Adalah kemampuan melakukan kegiatan lebih dari satu (kompleks) secara berurutan
sehingga dapat membuahkan hasil kerja yang merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Contoh: guru meminta anak untuk menggambar dan mewarnai gambarnya sendiri
sehingga hasil kerjanya merupakan kesatuan gambar yang berwarna dan memiliki
makna.
5. Tahap Naturalisasi
Adalah kemampuan melakukan kegiatan secara refleks (dilakukan dengan sendirinya)
tanpa adanya contoh ataupun petunjuk yang diberikan oleh guru. Contohnya anak akan
segera dengan otomatis tanpa diminta mengikat tali sepatunya apabila terlepas
simpulnya.
Pengembangan keterampilan seperti yang diuraikan di atas dan tahapannya akan dapat
dilewati oleh anak jika mendapat stimulasi yang cukup dari guru dan orang tua serta
lingkungan tempat anak tinggal. Variabel lain yang tidak kalah penting adalah memberikan
kesempatan pada anak untuk belajar dan berlatih. Belajar dapat pula diartikan mengeksplorasi
kemampuan motorik halusnya. Seringkali kemampuan motorik halus terhambat karena tidak
adanya ruang bagi anak untuk berekspresi. Sebagai contoh saat anak mulai belajar memegang
pensil atau krayon, orang tua sering kawatir si anak akan menjadikan dinding sebagai media
pembelajaran. Atau dalam hal belajar menggunakan gunting, orang tua sering mengambil alih
pekerjaan atas dasar kekawatiran sang buah hati akan terluka karenanya. Padahal untuk
menjadi terampil dibutuhkan banyak latihan. Agar kedua pihak,- dalam hal ini orang tua dan
anak-, dapat sama-sama terpenuhi keinginannya maka perlu dilakukan mediasi untuk
menjembatani kebutuhan anak untuk belajar dan orang tua juga dapat memastikan keamanan
anak. Dalam kasus belajar menggunakan gunting misalnya, perlu diberikan pemahaman pada
anak sebelum memulai kegiatan dan orang tua/guru melakukan supervisi berupa pengawasan
selama kegiatan berlangsung. Sedangkan dalam kasus mencoret tembok, anak dapat diajak
berkomunikasi untuk negosiasi agar mau berpindah dari media tembok ke media kertas untuk
melatih coretannya agar menjadi bentuk-bentuk bermakna. Pada dasarnya, baik guru maupun
orang tua tidak dianjurkan menghentikan aktifitas motorik halus atas dasar pertimbangan
orang dewasa pada umumnya, akan tetapi diperlukan dukungan guru dan orang tua untuk
lebih memahami anak dan kebutuhannya untuk belajar dan bereksplorasi karena anak adalah
penjelajah ulung.
Adapun kompetensi yang secara umum dapat dicapai oleh anak usia dini dalam aspek
perkembangan motorik halus disajikan dalam bentuk tabel di bawah ini dan merupakan
adaptasi dari tabel perkembangan yang termuat dalam "Konsep Dasar PendidikanAnak Usia
Dini," yang ditulis oleh Yuliani Nurani Sujiono, 2009.
0-3 tahun 3-4 tahun 5-6 tahun 7-8 tahun
-Keterampilan -Dapat melepaskan -Adanya peningkatan -Pengendalian
motorik yang pakaian dan perkembangan otot motorik halus yang
berkembang dengan berpakaian sendiri yang kecil: bagus; dapat
baik: dpat mengambil koordinasi mata dan mengsiis surat-surat
objek yang kecil dari tangan berkembang dengan baik
dalam tumpukan dengan baik
-Mengatur sendok -Menangkap bola -Dapat menggunakan
atau garpu untuk dengan pensil, gunting dan
memberi makan menggunakan lengan lain-lain
-MUlai dapat -memegang krayon -Memotong pada
menggenggam dan dengan jari garis
melepaskan suatu
objek
-Mencetak beberapa
surat
-Pekerjaan
ketrampilan tangan
semakin baik
- Dapat menjiplak
gambar geometris
-Dapat bermain pasta
dan lem
B. PENGARUH PENDIDIKAN BAGI PERKEMBANGAN FISIK-MOTORIK
DAN PERAN PENDIDIK DALAM MENGEMBANGAKAN FISIK MOTORIK
ANAK USIA DINI
Setelah mempelajari pendapat ahli tentang definisi motorik kasar dan halus, serta
tahapan-tahapan perkembangan motorik anak usia dini yang dapat indikatornya dapat dilihat
melalui pencapaian kompetensi berdasarkan usia , maka untuk mendukung
perkembangannya dibutuhkan intervensi pendidikan di dalamnya. Pendidikan anak usia dini
dimaksudkan agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 butir 14
dinyatakan bahwa pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Selanjutnya pengaruh pendidikan bagi perkembangan fisik-motorik anak usia dini dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Fisik dapat berkembang dengan lebih baik karena mendapat perhatian dan pemenuhan
keutuhan yang memadai untuk bekal perkembangan.
2. Fisik juga akan berkembang menjadi lebih kuat karena diberikan kesempatan seluas-
luasnya bagi anak untuk melakukan aktifitas yang membuat akan menggerakan otot-
ototnya.
4. Anak lebih termotivasi untuk dapat melakukan berbagai aktifitas di dalam
lingkungannya yang bermanfaat bagi perkembangan fisiknya.
5. Anak juga akan terhindar dari hal-hal yang dapat mengganggu dan membahayakan
perkembangan fisiknya.
6. Anak akan memiliki konsep diri yang positif dengan segala kondisi yang melekat pada
dirinya.
Dalam penyelenggaraannya PAUD tidak terlepas dari peran pendidik dalam membimbing
dan membantu anak dalam melaksanakan tugas perkembangan yang diembannya menurut
tingkat perkembangan dan kesiapan anak itu sendiri.Peran pendidik dalam mengembangkan
fisik-motorik anak usia dini adalah :