Anda di halaman 1dari 7

Pengertian Menyontek

Ilustrasi Menyontek
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Pustaka Pheonix, 2009), menyontek berasal dari
kata sontek yang berarti melanggar, menocoh, menggocoh yang artinya mengutip tulisan, dan
lain sebagainya sebagaimana aslinya, menjiplak. Menurut Webster’s New Universal Unabridged
Dictionary (Schmelkin, 2008) menyontek diartikan sebagai perilaku yang menipu yaitu dengan
dengan kecurangan.

Menurut Eric, dkk (Hartanto, 2012), menyontek berarti upaya yang dilakukan seseorang untuk
mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang tidak jujur.

Taylor dan  Carol (Hartanto, 2012) menyontek didefinisikan sebagai mengikuti ujian dengan
melalui jalan yang tidak jujur, menjawab pertanyaan dengan cara yang tidak semestinya,
melanggar aturan dalam ujian atau kesepakatan.

Menurut Ronney dan Steinbach (Barzegar dan Khezin, 2011) menyontek didefinisikan sebagai
menggunakan cara apapun untuk mendapatkan sesuatu yang tidak adil, yang termasuk
berbohong, menutupi kebenaran, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan.

Pengertian lain menurut pendapat Wilkinson (Barzegar dan Khezin, 2011), menyontek adalah
menyalin dari siswa lain selama ujian, salah satu dari perbuatan yang tidak baik yang menjadi
salah satu dari masalah yang serius dalam institusi pendidikan.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian perilaku menyontek adalah
kecurangan yang dilakukan untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan cara yang tidak halal
seperti membuka catatan, bertanya kepada teman, ataupun melihat langsung jawaban dari
internet, dan perilaku lainnya yang tidak dibenarkan untuk dilakukan karena tidak hanya
merugikan bagi orang lain, tetapi juga sangat merugikan dirinya sendiri sebagai pelaku sontek.

Faktor-faktor Menyontek

Menurut Brown dan Choong  (2003), faktor-faktor perilaku menyontek ada empat, yaitu:

1. Ingin mendapatkan nilai dengan cara yang mudah


Faktor pertama dari perilaku menyontek ini yaitu dimana siswa ingin mendapatkan nilai yang
baik tanpa usaha yang keras, sehingga melakukan perilaku ini, bahkan dianggap tidak merugikan
orang lain.

2. Lingkungan Pendidikan

Pengaruh lingkungan di sekolah atau institusi pendidikan lain karena tekanan teman sebaya,
budaya sekolah, budaya bersenang-senang, dan rendahnya resiko untuk ditangkap atau dihukum
jika melakukan perilaku menyontek.

3. Kesulitan yang dihadapi

Kesulitan yang dihadapi siswa dalam bentuk keterbatasan waktu yang mereka miliki untuk
mengerjakan tugas dan pada kesulitan yang ada pada materi pelajaran. Ini merupakan kesulitan
yang benar-benar dihadapi siswa.

2. Kurangnya kualitas pendidik

Kualitas pendidik juga merupakan faktor penyumbang terjadinya perilaku menyontek. Siswa
melihat tugas, bahan yang tidak relevan dan sikap guru yang acuh tak acuh, yang menjadi faktor
timbulnya perilaku menyontek.

Bentuk-bentuk Perilaku Menyontek

Perilaku menyontek sebagai perilaku yang kompleks (rumit) dapat disebabkan berbagai macam
faktor, juga dapat terlihat dalam berbagai bentuk perilaku yang  terkadang tidak kita sadari
bahwa sebenarnya kita sudah melakukan perilaku menyontek.

Hetherington dan Feldman (Anderman dan Murdock, 2007) mengelompokkan empat bentuk
perilaku menyontek, yaitu:
1. Individualistic-opportunistic dapat diartikan sebagai perilaku dimana siswa mengganti
suatu jawaban ketika ujian atau tes sedang berlangsung dengan menggunakan catatan
ketika guru atau guru keluar dari kelas. 
2. Independent- planned dapat diidentifikasi sebagai menggunakan catatan ketika tes atau
ujian berlangsung, atau membawa jawaban yang telah lengkap atau telah dipersiapkan
dengan menulisnya terlebih dahulu sebelum ujian berlangsung. 
3. Social-active yaitu perilaku menyontek dimana siswa mengkopi, melihat atau meminta
jawaban dari orang lain. 
4. Social-passive adalah mengizinkan seseorang melihat atau mengkopi jawabannya.

PENGERTIAN MENYONTEK
Pengertian menyontek atau menjiplak atau ngepek menurut Purwadarminta
sebagai suatu kegiatan mencontoh/ meniru/ mengutip tulisan, pekerjaan orang lain
sebagaimana aslinya. Cheating (menyontek) menurut Wikipedia Encyclopedia sebagai
suatu tindakan tidak jujur yang dilakukan secara sadar untuk menciptakan keuntungan
yang mengabaikan prinsip keadilan. Ini mengindikasikan bahwa telah terjadi
pelanggaran aturan main yang ada.
Abdullah Alhadza dalam Admin (2004) mengutip pendapat dari Bower (1964)
yang mendefinisikan “cheating is manifestation of using illigitimate means to achieve a
legitimate end (achieve academic success or avoid academic failure),” maksudnya
“menyontek” adalah perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk
tujuan yang sah/terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau menghindari
kegagalan akademis. Pendapat Bower ini juga senada dengan Deighton (1971) yang
menyatakan “Cheating is attempt an individuas makes to attain success by unfair
methods.” Maksudnya, cheating adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk
mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang tidak jujur.
Dalam konteks pendidikan atau sekolah, beberapa perbuatan yang termasuk
dalam kategori menyontek antara lain adalah meniru pekerjaan teman, bertanya
langsung pada teman ketika sedang mengerjakan tes/ujian, membawa catatan pada
kertas, pada anggota badan atau pada pakaian masuk ke ruang ujian, menerima
dropping jawaban dari pihak luar, mencari bocoran soal, arisan (saling tukar)
mengerjakan tugas dengan teman, menyuruh atau meminta bantuan orang lain dalam
menyelesaikan tugas ujian di kelas ataupun take home test.
Dalam perkembangan mutakhir “menyontek” dapat ditemukan dalam bentuk
perjokian seperti kasus yang sering terjadi dalam UMPTN/SMPTN, memberi lilin atau
pelumas kepada lembaran jawaban komputer atau menebarkan atom magnit dengan
maksud agar mesin scanner komputer dapat terkecoh ketika membaca lembar jawaban
sehingga gagal mendeteksi jawaban yang salah atau menganggap semua jawaban
benar, dan banyak lagi cara-cara yang sifatnya spekulatif maupun rasional.
Dalam tingkatan yang lebih intelek, sering kita dengar plagiat karya ilmiah seperti
dalam wujud membajak hasil penelitian orang lain, menyalin skripsi, tesis, ataupun
desertasi orang lain dan mengajukannya dalam ujian sebagai karyanya sendiri.
Ternyata praktik “menyontek” banyak macamnya, dimulai dari bentuk yang
sederhana sampai kepada bentuk yang canggih. Teknik “menyontek” tampaknya
mengikuti pula perkembangan teknologi, artinya semakin canggih teknologi yang
dilibatkan dalam pendidikan semakin canggih pula bentuk ”menyontek” yang bakal
menyertainya. Bervariasi dan beragamnya bentuk perbuatan yang dapat dikategorikan
sebagai “menyontek” maka sekilas dapat diduga bahwa hampir semua pelajar pernah
melakukan ”menyontek” meskipun mungkin wujudnya sangat sederhana dan sudah
dalam kategori yang dapat ditolerir.
Meskipun demikian dapat dikatakan bahwa apapun bentuknya, dengan cara
sederhana ataupun dengan cara yang canggih, dari sesuatu yang sangat tercela
sampai kepada yang mungkin dapat ditolerir, ”menyontek” tetap dianggap oleh
masyarakat umum sebagai perbuatan ketidakjujuran, perbuatan curang yang
bertentangan dengan moral dan etika serta tercela untuk dilakukan oleh seseorang
yang terpelajar.
Berdasarkan uraian di atas maka yang dimaksud dengan “menyontek” dalam tulisan ini
adalah segala perbuatan atau trik-trik yang tidak jujur, perilaku tidak terpuji atau
perbuatan curang yang dilakukan oleh seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam
menyelesaikan tugas-tugas akademik terutama yang terkait dengan evaluasi/ujian hasil
belajar.

Apa Salahnya Menyontek?

”Semua orang tahu menyontek itu salah, tapi itu cara yang gampang.”—Jimmy, berusia 17
tahun.

PERNAHKAH Anda tergoda untuk diam-diam mengintip sekilas lembar jawaban teman sekelas
sewaktu ujian? Jika demikian, Anda tidak sendirian. Jenna, siswa SMU kelas 3, mengomentari
bagaimana banyak teman sekelasnya menyontek tanpa sedikit pun rasa malu, ”Mereka membual
tentang cara mereka melakukannya,” katanya. ”Mereka menganggap Anda orang yang aneh
kalau Anda tidak menyontek!”

Dalam sebuah survei di Amerika Serikat, 80 persen remaja dengan ranking tertinggi di kelas
mereka mengaku menyontek, dan 95 persen ”siswa berprestasi” ini tidak pernah ketahuan.
Setelah mengadakan survei atas lebih dari 20.000 siswa SMP dan SMU, Institut Etika Josephson
menyimpulkan, ”Dalam hal kejujuran dan integritas, situasinya semakin memburuk.” Para
pendidik terperangah menyaksikan betapa merajalelanya praktek menyontek ini sekarang!
Bahkan, direktur sekolah Gary J. Niels sampai menyatakan, ”Mereka yang tidak menyontek kini
termasuk kalangan minoritas.”

Kebanyakan orang tua mengharapkan anak-anak mereka bersikap luhur sehubungan dengan
pekerjaan sekolah mereka. Namun, sayangnya, banyak remaja mengkompromikan kejujuran
mereka dengan menyontek. Apa saja metode baru yang mereka gunakan? Mengapa beberapa
remaja sering menyontek? Mengapa Anda seharusnya menghindari praktek tersebut?

Menyontek Cara Mutakhir

Berbagai metode tidak jujur digunakan oleh para penyontek modern. Sebenarnya, menyontek
dengan cara menjiplak PR atau menggunakan lembar daftar jawaban sangat jauh ketinggalan
apabila dibandingkan dengan taktik-taktik mutakhir dewasa ini. Taktik ini mencakup
penggunaan penyeranta untuk menerima jawaban soal-soal ujian dari orang luar; kalkulator yang
telah diprogram sebelumnya dengan informasi ”ekstra”; kamera mini yang disembunyikan dalam
pakaian, yang digunakan untuk mengirimkan pertanyaan ke seorang penolong di tempat lain;
peralatan yang dapat mengirim pesan via sinar inframerah ke teman sekelas yang berdekatan;
dan bahkan, situs-situs Internet yang berisi lembar soal lengkap untuk hampir semua mata
pelajaran!

Para pendidik sedang berupaya menanggulangi tren menyontek yang mengkhawatirkan ini,
tetapi tugas ini tidak mudah. Bagaimanapun juga, tidak semua siswa—atau guru—sependapat
tentang apa yang dianggap menyontek. Misalnya, sewaktu kelompok-kelompok siswa
mengerjakan suatu proyek bersama-sama, batas antara kerja sama yang jujur dan persekongkolan
yang curang mungkin tidak begitu jelas. Kemudian, ada siswa yang bisa jadi memanfaatkan
kerja kelompok dengan membiarkan yang lain mengerjakan semua tugas. ”Beberapa siswa ini
sangat malas—mereka tidak melakukan apa pun!” cetus Yuji, yang sedang menjalani pendidikan
akademi. ”Lantas, mereka mendapat nilai yang sama. Saya rasa itu sama saja dengan
menyontek!”

Mengapa Mereka Menyontek?

Dalam sebuah survei, kurangnya persiapan didapati sebagai alasan nomor satu mengapa banyak
siswa memilih menyontek. Siswa-siswa lain, karena didesak oleh suasana kompetitif di sekolah
atau oleh harapan orang tua mereka yang muluk-muluk, menyimpulkan bahwa mereka tidak
punya pilihan lain. ”Prestasi akademis adalah segala-galanya bagi orang tua saya,” kata Sam,
berusia 13 tahun. ”Mereka menanyai saya, ’Berapa nilai ujian matematikamu? Berapa nilai ujian
bahasa Inggrismu?’ Saya benci itu!”

Bagi beberapa orang, tekanan yang tak henti-hentinya untuk memperoleh prestasi yang baik
membuat mereka akhirnya menyontek. Buku The Private Life of the American Teenager
mengatakan, ”Ada ketidakseimbangan dalam suatu sistem yang tekanannya begitu kuat sehingga
kepuasan belajar sering kali tersingkir oleh tekanan untuk berprestasi, adakalanya dengan
mengorbankan kejujuran.” Banyak siswa sependapat. Lagi pula, tidak seorang pun ingin
ujiannya gagal, apalagi seluruh mata pelajarannya. ”Beberapa siswa benar-benar sangat takut
kalau-kalau mereka gagal,” kata Jimmy, seorang siswa SMU. ”Bahkan sekalipun mereka tahu
jawabannya, mereka tetap saja menyontek hanya untuk memastikan.”

Banyaknya orang yang rela mengorbankan standar kejujuran dapat membuat menyontek tampak
tidak berbahaya. Dan, kadang-kadang tindakan itu mungkin kelihatannya benar-benar
menguntungkan. ”Kemarin, saya melihat seorang anak menyontek dalam sebuah ujian di kelas
saya,” kata Greg yang berusia 17 tahun. ”Hari ini, ketika kami menerima hasil ujiannya, ia
mendapat nilai yang lebih tinggi daripada saya.” Banyak siswa terpengaruh oleh merajalelanya
perbuatan menyontek di kalangan teman-teman mereka. ”Beberapa siswa merasa bahwa ’kalau
yang lain-lain melakukannya, saya pun harus melakukannya’,” kata Yuji. Namun, benarkah
demikian?

Kecanduan yang Menyesatkan

Bandingkan menyontek dengan mencuri. Apakah fakta bahwa banyaknya orang yang sering
mencuri menjadikan perbuatan itu berterima? ’Tentu saja tidak,’ jawab Anda—apalagi jika uang
Anda-lah yang dicuri! Dengan menyontek, kita menerima pujian untuk sesuatu yang tidak layak
kita terima—bahkan mungkin dengan memanfaatkan mereka yang berlaku jujur. (Efesus 4:28)
”Itu sungguh-sungguh tidak benar,” kata Tommy, yang baru saja lulus SMU. ”Anda mengatakan,
’Saya memahami pokok ini,’ padahal sebenarnya tidak. Jadi, Anda berbohong.” Pandangan
Alkitab tentang hal ini dengan jelas ditunjukkan di Kolose 3:9 yakni, ”Janganlah saling
mendustai.”

Menyontek dapat menjadi seperti kecanduan yang sulit dihentikan. ”Para penyontek tahu bahwa
mereka bahkan tidak perlu belajar agar dapat lulus ujian,” kata Jenna, ”maka mereka sangat
bergantung pada menyontek. Lalu, sewaktu mereka tidak bersama siapa pun lagi, mereka tidak
tahu caranya untuk sukses.”

Prinsip yang dicatat di Galatia 6:7 menggugah kita berpikir, ”Apa pun yang ditabur orang, ini
juga yang akan dituainya.” Konsekuensi menyontek di sekolah dapat mencakup pedihnya hati
nurani yang terganggu, hilangnya kepercayaan teman-teman Anda, dan terhambatnya
perkembangan akademis karena Anda menghindari proses belajar. Bagaikan kanker yang
mengganas, pola penipuan ini dapat menyebar hingga mempengaruhi bidang kehidupan lain dan
dapat meracuni hubungan Anda yang paling berharga. Yang tak terelakkan ialah kebiasaan itu
akan mempengaruhi hubungan Anda dengan Allah, yang tidak senang akan penipuan.—Amsal
11:1.

Mereka yang mengandalkan menyontek hanya mengelabui diri sendiri. (Amsal 12:19) Dengan
perbuatan itu, mereka berpendirian seperti para penguasa yang bejat di kota Yerusalem zaman
dahulu, yaitu, ”Kami telah menjadikan dusta sebagai perlindungan dan dalam kepalsuan kami
bersembunyi.” (Yesaya 28:15) Akan tetapi, pada kenyataannya, seorang penyontek tidak dapat
menyembunyikan perbuatannya dari Allah.—Ibrani 4:13.

Jangan Menyontek!

Dalam banyak kasus, kaum remaja mengerahkan banyak upaya dan kelihaian untuk menyontek
—upaya dan kelihaian yang sebenarnya jauh lebih baik jika digunakan untuk memperoleh
pendidikan dengan jujur. Seperti dinyatakan Abby yang berusia 18 tahun, ”seandainya upaya
mereka untuk belajar sama kerasnya seperti upaya mereka untuk menyontek, kemungkinan
mereka akan mendapat nilai yang sangat bagus”.

Memang, godaan untuk menyontek mungkin saja kuat. Namun, Anda harus menghindari jerat
moral ini! (Amsal 2:10-15) Bagaimana Anda dapat melakukannya? Pertama-tama, ingatlah
mengapa Anda berada di sekolah—untuk belajar. Memang, mungkin tampaknya hanya sedikit
manfaatnya mengumpulkan fakta yang tidak akan pernah Anda gunakan. Namun, dengan
mengambil jalan pintas berupa menyontek, seseorang menghambat kemampuannya untuk
mempelajari hal-hal baru dan menerapkan pengetahuannya secara praktis. Pemahaman yang
sejati tidak pernah didapatkan tanpa upaya; seseorang perlu upaya untuk memperolehnya.
Alkitab menyatakan, ”Belilah kebenaran dan jangan menjualnya—hikmat dan disiplin serta
pengertian.” (Amsal 23:23) Ya, Anda perlu memiliki pandangan yang serius tentang belajar dan
persiapan. ”Anda harus mengerahkan diri,” saran Jimmy. ”Hal itu akan membuat Anda percaya
diri karena Anda tahu jawabannya.”

Ya, kadang-kadang Anda mungkin tidak mengetahui semua jawabannya, sehingga Anda bisa
jadi mendapat nilai yang lebih rendah. Meskipun demikian, jika Anda tidak mengkompromikan
prinsip-prinsip Anda, Anda dapat melihat hal-hal yang perlu Anda lakukan untuk memperbaiki
diri.—Amsal 21:5.

Yuji, yang dikutip sebelumnya, adalah salah seorang Saksi-Saksi Yehuwa. Ia menjelaskan apa
yang ia lakukan sewaktu teman sekelas memaksanya untuk membantu mereka menyontek,
”Pertama-tama—saya segera memberi tahu mereka bahwa saya seorang Saksi,” katanya. ”Hal itu
banyak membantu saya karena mereka tahu Saksi-Saksi Yehuwa adalah orang-orang yang jujur.
Jika ada yang meminta saya memberinya jawaban pada saat ujian berlangsung, saya langsung
mengatakan tidak. Sesudah itu, saya akan menjelaskan mengapa saya tidak melakukannya.”

Yuji setuju dengan pernyataan rasul Paulus kepada orang-orang Ibrani, ”Kami ingin bertingkah
laku jujur dalam segala perkara.” (Ibrani 13:18) Jika Anda berpaut pada standar luhur berupa
kejujuran dan menolak berkompromi dengan menyontek, prestasi bagus yang Anda peroleh akan
memiliki nilai yang sejati. Anda membawa pulang dari sekolah salah satu hadiah terbaik yang
dapat Anda berikan kepada orang tua Anda—catatan integritas Kristen. (3 Yohanes 4) Selain itu,
Anda memelihara hati nurani yang bersih dan memiliki sukacita karena tahu bahwa Anda
membuat hati Allah Yehuwa bersukacita.—Amsal 27:11.

Oleh karena itu, tidak soal seberapa lazimnya perbuatan tersebut, hindarilah menyontek! Dengan
melakukannya, Anda akan memelihara hubungan baik Anda dengan orang lain dan, yang
terpenting, dengan Allah kebenaran, Yehuwa.—Mazmur 11:7; 31:5.

Anda mungkin juga menyukai