PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan sebuah ruang atau wadah bagi peserta didik untuk
mengeksplorasi potensi yang dimiliki melalui kegiatan belajar. Dengan adanya pendidikan,
diharapkan peserta didik mampu menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
Sistem Pendidikan Nasional. Jika pendidikan merupakan wadah untuk menampung dan
mengeksplore kemampuan peserta didik, maka belajar merupakan alat untuk membantu
peserta didik mencapai suatu ketrampilan, kompetensi, serta perubahan perilaku kearah
Belajar dalam pengertian luas dapat diartikan sebagai kegiatan psikofisik menuju
sebagai usaha penguasaan meteri ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan
menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya (Sardiman, 2011: 22). Maka dapat dipahami
bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku yang terbentuk karena pengalaman
maupun ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. Dengan belajar, seseorang akan
memahami, mengerti bahkan menguasai hal yang sebelumnya belum pernah ia ketahui.
pada diri diri siswa, sistem pendidikan di Indonesia menggunakan tes sebagai alat ukurnya.
Tes tersebut bisa dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah tes tertulis dan tes
lisan. Nilai dari tes tersebut akan dijadikan acuan dalam menentukan prestasi belajar
seorang siswa. Dengan adanya ketentuan seperti itu, masyarakat memandang prestasi
belajar hanya dari pencapaian nilai yang tinggi, bukan pada prosesnya. Pandangan tersebut
menimbulkan tekanan pada siswa untuk mencapai nilai yang tinggi. Tekanan yang
dirasakan akan membuat siswa lebih berorientasi pada nilai, bukan pada ilmu. Siswa dapat
mempersepsi ujian sebagai alat untuk menyusun peringkat dan dapat menyebabkan dirinya
mengalami kegagalan, bukan sebagai instrumen yang dapat menunjukkan kemajuan dalam
siswa. ada yang meresponnya dengan lebih giat belajar tetapi ada juga yang meresponnya
dengan melakukan sesuatu yang curang untuk mencapai nilai yang tinggi atau yang biasa
kita kenal dengan mencontek. Mencontek, mungkin tidak asing lagi dikalangan peserta
didik, karena mencontek sudah menjadi suatu kebiasaan yang diturunkan dan tidak
yang sepele dalam dunia pendidikan. Namun, dari ketidakperhatian tersebut menjadikan
masalah yang sepele ini menjadi suatu masalah yang serius. Menurut Indarto dan Masrun
kekaburan dalam pengukuran kemampuan siswa, guru menjadi sulit untuk menentukan
penilaian secara objektif. Dengan adanya perilaku mencontek, guru tidak bisa
membedakan siswa yang memperoleh nilai tinggi karena kemampuannya sendiri dengan
Jika kita teliti lebih dalam, masalah besar di negeri ini seperti korupsi, kriminalitas,
dan pengangguran merupakan akibat dari kebiasaan mencontek ketika sekolah. Mencontek
membuat peserta didik tidak jujur. Ketika kebiasaan tidak jujur sudah melekat pada diri
seseorang, maka peluang untuk menjadi koruptor pun lebih besar ketika ia diberikan
tanggung jawab dalam pekerjaannya. Selain itu mencontek juga membuat peserta didik
tidak kreativ, karena mereka dibiarkan berpikir instan tanpa menggunakan berpikir
logisnya. Akibatnya ketika sudah menjadi lulusan, peserta didik tidak kreativ dalam
terbiasa bergantung kepada orang lain dan berujung pada pengangguran dan kriminalitas.
Masa depan generasi muda merupakan masa depan bangsa, maka apabila mencontek masih
dianggap hal sepele bagi para pendidik, maka jangan heran jika generasi muda tidak lagi
berjudul “Analisis Kebiasaan Mencontek Siswa pada Materi Virus di SMA Negeri 1
Sliyeg”
Supaya penelitian ini lebih jelas dan terarah, maka perlu diberikan fokus penelitian yaitu
sebagai berikut :
1. Kebiasaan mencontek siswa berdasarkan hasil tes tulis dan tes lisan.
3. Subjek penelitian yaitu siswa kelas X-3 MIPA di SMA Negeri 1 Sliyeg.
“Bagaimanakah Gambaran Kebiasaan Mencontek Siswa Berdasarkan Hasil Tes Tulis Dan Tes
Berdasarkan permasalahan tersebut, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menggambarkan
kebiasaan mencontek siswa berdasarkan hasil tes tulis dan tes lisan pada materi plantae di SMA
Negeri 1 Sliyeg
Adapun beberapa manfaat dari penelitian ini secara teoritis dan praktis, yaitu sebagai
berikut :
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.1 Kebiasaan
Manusia merupakan makhluk sosial yang mempunyai segudang kegiatan, baik itu kegiatan
yang dilakukan dengan orang lain maupun dilakukan sendirian. Dalam suatu keluarga setiap pagi
sebelum melakukan aktifitas, mereka akan mengisi perutnya terlebih dahulu. Setelah itu mereka
berdoa sebelum makan. Dan akan menggunakan tangan kanan ketika makan. Kegiatan tersebut
dilakukan setiap hari secara berulang-ulang dalam waktu yang lama. Hal tersebut bisa terjadi
karena kebiasaan.
Kebiasaan adalah pengulangan sesuatu secara terus-menerus atau dalam sebagian besar
waktu dengan cara yang sama dan tanpa hubungan akal, atau dia adalah sesuatu yang tertanam di
dalam jiwa dari hal-hal yang berulang kali terjadi dan diterima tabiat (Sayid, 2006:347). Dari
penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebiasaan merupakan suatu kegiatan yang
Dalam dunia pendidikan terdapat banyak kebiasaan yang dilakukan oleh siswa, kebiasaan-
kebiasaan tersebut berawal dari tanggapan suatu keadaan yang memungkinkan siswa melakukan
kegiatan tersebut terus menerus. Pernyataan tersebut sejalan dengan pengertian kebiasaan menurut
(Artikata.com, 2010:1) Kebiasaan adalah pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi
tertentu yang dipelajari oleh seorang individu dan yang dilakukannya secara berulang untuk hal
yang sama.
Kebiasaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kebiasaan baik dan kebiasaan buruk.
Kebiasaan baik misalnya belajar kelompok dirumah teman, belajar untuk mempersiapkan ulangan.
Sementara itu kebiasaan buruk salah satunya adalah mencontek. Mencontek termasuk dalam
kebiasaan buruk karena melakukan suatu kegiatan yang tidak jujur, curang, dan menghalalkan
segala cara untuk mencapai nilai yang terbaik dalam ulangan atau ujian pada setiap mata pelajaran
(Suparno,2000)
2.1.2 Mencontek
Kata mencontek sangat erat kaitannya dengan ujian atau tes, dimana ketika ujian sedang
dilaksanakan mencontek selalu mewarnai kegiatan ujian tersebut. Sebenarnya arti dari mencontek
itu sendiri adalah suatu kegiatan curang yang dilakukan oleh siswa guna mendapatkan nilai yang
diinginkan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Pustaka Pheonix, 2009), mencontek
berasal dari kata sontek yang berarti melanggar, menocoh, menggocoh yang artinya mengutip
Seseorang yang mencontek bisa jadi memiliki ambisi tinggi tetapi malas untuk berusaha,
sehingga akan menghalalkan segala cara untuk mencapai keiinginannya tersebut meskipun dengan
cara yang tidak jujur. Seperti yang dikemukakan oleh Eric, dkk dalam (Hartanto, 2012),
mencontek berarti upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara-
Menurut Deighton yang dikutip oleh Alhadza dalam (Indri, 2007) mencontek berarti upaya
yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang tidak fair (tidak
jujur). Sementara itu Cizek dalam (Anderman, 2007:34) memberikan definisi yang lebih
terperinci, yaitu perilaku mencontek digolongkan dalam tiga kategori: (1) memberikan,
mengambil, atau menerima informasi (2), menggunakan materi yang dilarang atau membuat
catatan atau ngepek, dan (3), memanfaatkan kelemahan seseorang, prosedur, atau proses untuk
Definisi lain oleh Athanasou dan Olasehinde tentang mencontek adalah kegiatan
menggunakan bahan atau materi yang tidak diperkenankan atau menggunakan pendampingan
dalam tugas-tugas akademik dan atau kegiatan yang dapat mempengaruhi proses penilaian
(Hartanto, 2012:11). Pendapat yang hampir sama juga diungkapkan oleh Sujana dan Wulan
(1994:1), bahwa mencontek adalah tindak kecurangan dalam tes melalui pemanfaatan informasi
Pada konteks mencontek, menurut Sujana dan Wulan (1994:3) perilaku tersebut dapat
muncul jika siswa merasa berada dalam kondisi terdesak, misalnya diadakan pelaksanaan ujian
secara mendadak, materi ujian terlalu banyak, atau adanya beberapa ujian yang diselenggarakan
pada hari yang sama sehingga siswa merasa kurang memiliki waktu untuk belajar. Situasi lain
yang mendorong siswa untuk menyontek menurut Klausmeier (1985:388) adalah jika siswa
merasa perilakunya tidak akan ketahuan. Meskipun ketahuan, hukuman yang diterima tidak akan
terlalu berat.
Dari teori-teori tentang motivasi, diketahui bahwa cheating atau mencontek bisa terjadi
apabila seseorang berada dalam kondisi underpressure (dibawah tekanan), atau apabila dorongan
atau harapan untuk berprestasi jauh lebih besar dari pada potensi yang dimiliki. Semakin besar
harapan atau semakin tinggi prestasi yang diinginkan dan semakin kecil potensi yang dimiliki
maka semakin besar hasrat dan kemungkinan untuk melakukan perilaku mencontek (Alhadza,
2004).
Berdasarkan uraian diatas, dapat peneliti simpulkan bahwa pengertian mencontek adalah
suatu perilaku curang yang dilakukan untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan cara yang
tidak halal seperti membuka catatan, bertanya kepada teman, ataupun melihat langsung jawaban
dari internet, dan perilaku lainnya yang tidak dibenarkan untuk dilakukan karena tidak hanya
merugikan bagi orang lain, tetapi juga sangat merugikan dirinya sendiri sebagai pelaku sontek.
Mencontek juga disebabkan oleh adanya tekanan, atau kondisi mendesak yang membuat pelajar
contekan dalam kertas yang kemudian dilipat kecil, menulis pada kertas
bentuk :
a. Malas Belajar
Siswa malas berusaha karena merasa usaha apa pun yang dilakukan tidak akan
banyak berperan dalam pencapaian hasil yang diharapkan (Sujana dan Wulan,
1994:2). Siswa yang memiliki konsep diri negatif akan merasa pesimis dan tidak
percaya pada kemampuan dirinya (Brooks dan Emmert dalam Rahmat, 2000:105),
sehingga malas berusaha karena merasa dirinya tidak kompeten dan tidak akan
Perasaan tidak kompeten atau bahkan bodoh pada siswa yang memiliki konsep
diri negatif akan membuatnya merasa bahwa dirinya akan gagal (Susana, 2006:25).
Munculnya gambaran akan kegagalan dalam meraih prestasi belajar (nilai yang
1994:2).
Pandangan orang tua tentang penampilan, kemampuan, dan prestasi anak akan
mempengaruhi cara pandang anak terhadap dirinya, atau dengan kata lain akan
mempengaruhi konsep dirinya (Hurlock, 1997:132). Harapan orang tua yang terlalu
mempengaruhi konsep diri anak dan menjadi dasar dari perasaan rendah diri dan
tidak mampu. Misalnya jika orang tua menganggap nilai akademis sama dengan
kemampuan, orang tua akan mengharapkan anaknya mendapat nilai yang bagus
tanpa berpikir sejauhmana pelajaran yang telah diserap oleh sang anak. Tuntutan
orang tua semacam itu dapat menimbulkan keinginan pada anak untuk menyontek.
Ada beberapa teknik dan alat penilaian yang dapat digunakan sebagai sarana untuk
memperoleh informasi tentang keadaan peserta didik. Penggunaan berbagai teknik dan alat
disesuaikan dengan tujuan penilaian, waktu yang tersedia, sifat tugas yang dilakukan peserta didik,
untuk mendapatkan informasi. Teknik penilaian yang mungkin dan dapat dipergunakan dengan
mudah oleh guru salah satunya yaitu tes tulis (Depdiknas, 2008:5). Tes tertulis adalah tes yang
soal-soalnya harus dijawab peserta didik dengan memberikan jawaban secara tertulis. Dalam
penelitian ini tes tulis digunakan untuk melihat respon siswa dalam menjawab soal, apakah siswa
tersebut mencontek atau tidak. Karena mayoritas siswa akan melakukan kegiatan mencontek jika
soalnya tertulis.
Di dalam Depdiknas (2008:5) jenis tes dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu tes objektif
1. Tes Objektif
Salah satu bentuk tes objektif adalah soal bentuk pilihan ganda. Soal bentuk pilihan ganda
merupakan soal yang telah disediakan pilihan jawabannya (Depdiknas, 2008:15). Tes objektif
disebut juga sebagai tes jawaban singkat. Ada empat macam tes objektif, yaitu tes jawaban benar-
salah (true-false), pilihan ganda (multiple choice), isian (completion), dan penjodohan (matching)
(Nurgiyantoro, 2001: 98). Tes pilihan ganda terdiri dari paparan pertanyaan dan dibawahnya
terdapat beberapa dictator (pengecoh), setiap jenjang pendidikan memiliki jumlah pengecoh yang
berbeda. Pada Sekolah Dasar (SD) pengecoh yang digunakan hanya dua, sehingga pilihan
jawabannya A, B, dan C. Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) pengecoh yang digunakan ada
tiga, sehingga pilihan jawabannya A, B, C, dan D. Sedangkan pada Sekolah Menengah Atas
Dilihat dari sistem penskorannya, tes objektif akan menghasilkan skor yang sama.
Sebagaimana nama yang digunakannya, soal objektif adalah soal yang tingkat kebenarannya
objektif. Oleh karenanya, tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan
2. Tes Uraian
Secara umum tes uraian ini adalah pernyataan yang menuntut siswa menjawabnya dalam
bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan penyataan dengan menggunakan kata-kata dan
bahasa sendiri. Tes uraian adalah bentuk tes yang terdiri dari satu atau beberapa pertanyaan yang
menuntut jawaban tertentu dari mahasiswa secara individu berdasarkan pendapatnya sendiri yang
Menurut Grondlund (1982), tes uraian adalah kebebasan menjawab pertanyaan yang ditujukan pada
seseorang, yang menuntutnya agar memberikan jawaban sendiri, relatif bebas, bagaimana mendekati masalahnya,
informasi apa yang akan digunakan, bagaimana mengorganisasi jawabannya, dan berapa besar tekanan yang
diberikan kepada setiap aspek jawaban. Pendapat yang hampir sama juga diungkapkan oleh Nitko (1996)
mengemukakan bahwa soal-soal tes uraian memperbolehkan seseorang bebas untuk mengekspresikan
jawaban, ide-ide mereka sendiri dan hubungan antar ide-ide tersebut, serta mengorganisasi jawaban
sendiri.
2.1.5 Virus
2.2 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian yang penulis akan lakukan yaitu berjudul “Analisis Kebiasaan Mencontek Siswa
Berdasarkan Hasil Tes Tulis dan Tes Lisan Pada Materi Plantae di SMA Negeri 1 Sliyeg”. Adapun
beberapa penelitian terdahulu yang relevan yang penulis kutip dari berbagai sumber untuk bisa
dijadikan bahan acuan dan untuk memperkuat penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu
sebagai berikut :
Kris Pujiatni dan Sri Lestari pada tahun 2010 dalam jurnal penelitian dengan judul “Studi
Kualitatif Pengalaman Menyontek Pada Mahasiswa”. Tujuan dari diadakannya penelitian ini
Muhammadiyah Surakarta. Perekruitan partisipan dilakukan dalam kuliah Psikologi Keluarga dan
menyontek pada mahasiswa menggambarkan mental mahasiswa yang kurang sehat yang dicirikan
oleh sikap tidak realistik terhadap kenyataan yang benar, penerimaan diri yang kurang positif dan
kurang kreatif. Perilaku menyontek juga menjadi bukti terjadinya peregangan moral pada
mahasiswa sebagai akibat dari lemahnya internalisasi nilai-nilai kejujuran dan belum berfungsinya
sanksi diri.
Yulis Nursita Sari pada tahun 2015 dalam studi kasus dengan judul “Faktor Penyebab Dan
Dampak Negatif Menyontek Bagi Siswa Sekolah Menengah Pertama”. Penelitian ini bertujuan
untuk mendiskripsikan faktor penyebab siswa menyontek dan dampak negatif bagi siswa yang
menyontek di SMP Suka Maju Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015. Jenis penelitian termasuk
kualitatif dan strategi adalah studi kasus tunggal. Teknik pengumpulan data menggunakan metode
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik untuk menguji validitas atau keabsahan data
dilakukan dengan cara triangulasi, khususnya triangulasi sumber data dan triangulasi teknik
pengumpulan data. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan siswa
menyontek di SMP Suka Maju Surakarta tahun pelajaran 2014/2015, karena adanya tekanan untuk
mendapatkan nilai yang tinggi, dan keinginan menghindari kegagalan. Dampak negatif siswa
menyontek di SMP Suka Maju Surakarta tahun pelajaran 2014/2015 antara lain: 1) Siswa menjadi
malas untuk belajar, 2) Siswa menjadi lebih terbiasa berbohong, 3) Siswa menjadi terbiasa
menghalalkan segala cara, 4) Siswa menjadi ikut terlibat, sehingga perilaku menyontek bisa
menular ke siswa yang lain, dan 5) Siswa menjadi tidak percaya dengan dirinya sendiri.
Marlina Husain pada tahun 2013 dalam jurnal penelitian dengan judul “Deskripsi Faktor-
Faktor Penyebab Perilaku Menyontek Siswa Kelas III SDN 59 Kecamatan Dumbo Raya Kota
Gorontalo”. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran nyata tentang faktor-faktor
penyebab perilaku menyontek pada siswa kelas III SDN 59 Kecamatan Dumbo Raya Kota
Gorontalo. Jenis penelitian termasuk penelitian deksriptif. Teknik pengumpulan data yaitu dengan
angket, wawancara dan dokumentasi. Faktor penyebab siswa menyontek di SDN No. 59 Dumbo
Raya yaitu karena siswa masih ragu dalam mengerjakan soal yang diberikan guru dan pandangan
masyarakat bahwa prestasi belajar tercermin dari pencapaian nilai yang tinggi, sehingga membuat
METODE PENELITIAN