Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan sebuah ruang atau wadah bagi peserta didik untuk

mengeksplorasi potensi yang dimiliki melalui kegiatan belajar. Dengan adanya pendidikan,

diharapkan peserta didik mampu menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional. Jika pendidikan merupakan wadah untuk menampung dan

mengeksplore kemampuan peserta didik, maka belajar merupakan alat untuk membantu

peserta didik mencapai suatu ketrampilan, kompetensi, serta perubahan perilaku kearah

yang lebih baik.

Belajar dalam pengertian luas dapat diartikan sebagai kegiatan psikofisik menuju

ke perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan

sebagai usaha penguasaan meteri ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan

menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya (Sardiman, 2011: 22). Maka dapat dipahami

bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku yang terbentuk karena pengalaman

maupun ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. Dengan belajar, seseorang akan

memahami, mengerti bahkan menguasai hal yang sebelumnya belum pernah ia ketahui.

Kenyataan dilapangan mengatakan, untuk menunjukkan kemajuan atau perubahan

pada diri diri siswa, sistem pendidikan di Indonesia menggunakan tes sebagai alat ukurnya.

Tes tersebut bisa dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah tes tertulis dan tes

lisan. Nilai dari tes tersebut akan dijadikan acuan dalam menentukan prestasi belajar
seorang siswa. Dengan adanya ketentuan seperti itu, masyarakat memandang prestasi

belajar hanya dari pencapaian nilai yang tinggi, bukan pada prosesnya. Pandangan tersebut

menimbulkan tekanan pada siswa untuk mencapai nilai yang tinggi. Tekanan yang

dirasakan akan membuat siswa lebih berorientasi pada nilai, bukan pada ilmu. Siswa dapat

mempersepsi ujian sebagai alat untuk menyusun peringkat dan dapat menyebabkan dirinya

mengalami kegagalan, bukan sebagai instrumen yang dapat menunjukkan kemajuan dalam

proses belajar (Sujana dan Wulan, 1994 : 2-3).

Berdasarkan pandangan tersebut, menuai berbagai respon yang dilakukan oleh

siswa. ada yang meresponnya dengan lebih giat belajar tetapi ada juga yang meresponnya

dengan melakukan sesuatu yang curang untuk mencapai nilai yang tinggi atau yang biasa

kita kenal dengan mencontek. Mencontek, mungkin tidak asing lagi dikalangan peserta

didik, karena mencontek sudah menjadi suatu kebiasaan yang diturunkan dan tidak

berkesudahan. Beberapa pendidik menganggap bahwa mencontek merupakan masalah

yang sepele dalam dunia pendidikan. Namun, dari ketidakperhatian tersebut menjadikan

masalah yang sepele ini menjadi suatu masalah yang serius. Menurut Indarto dan Masrun

(2004 : 411-413) perilaku menyontek menjadi masalah karena akan menimbulkan

kekaburan dalam pengukuran kemampuan siswa, guru menjadi sulit untuk menentukan

penilaian secara objektif. Dengan adanya perilaku mencontek, guru tidak bisa

membedakan siswa yang memperoleh nilai tinggi karena kemampuannya sendiri dengan

siswa yang memperoleh nilai tinggi karena mencontek.

Jika kita teliti lebih dalam, masalah besar di negeri ini seperti korupsi, kriminalitas,

dan pengangguran merupakan akibat dari kebiasaan mencontek ketika sekolah. Mencontek

membuat peserta didik tidak jujur. Ketika kebiasaan tidak jujur sudah melekat pada diri
seseorang, maka peluang untuk menjadi koruptor pun lebih besar ketika ia diberikan

tanggung jawab dalam pekerjaannya. Selain itu mencontek juga membuat peserta didik

tidak kreativ, karena mereka dibiarkan berpikir instan tanpa menggunakan berpikir

logisnya. Akibatnya ketika sudah menjadi lulusan, peserta didik tidak kreativ dalam

membaca peluang pekerjaan, mudah menyerah dalam menghadapi kesulitan karena

terbiasa bergantung kepada orang lain dan berujung pada pengangguran dan kriminalitas.

Masa depan generasi muda merupakan masa depan bangsa, maka apabila mencontek masih

dianggap hal sepele bagi para pendidik, maka jangan heran jika generasi muda tidak lagi

bermoral dan tidak kompeten dibidangnya.

Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis akan melakukan penelitian yang

berjudul “Analisis Kebiasaan Mencontek Siswa pada Materi Virus di SMA Negeri 1

Sliyeg”

1.2 Fokus Penelitian

Supaya penelitian ini lebih jelas dan terarah, maka perlu diberikan fokus penelitian yaitu

sebagai berikut :

1. Kebiasaan mencontek siswa berdasarkan hasil tes tulis dan tes lisan.

2. Materi dalam penelitian ini yaitu Bab Virus.

3. Subjek penelitian yaitu siswa kelas X-3 MIPA di SMA Negeri 1 Sliyeg.

1.3 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

“Bagaimanakah Gambaran Kebiasaan Mencontek Siswa Berdasarkan Hasil Tes Tulis Dan Tes

Lisan Pada Materi Plantae di SMA Negeri 1 Sliyeg ?”.


1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menggambarkan

kebiasaan mencontek siswa berdasarkan hasil tes tulis dan tes lisan pada materi plantae di SMA

Negeri 1 Sliyeg

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun beberapa manfaat dari penelitian ini secara teoritis dan praktis, yaitu sebagai

berikut :

1. Manfaat Teoritis

2. Manfaat Praktis
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Kebiasaan

Manusia merupakan makhluk sosial yang mempunyai segudang kegiatan, baik itu kegiatan

yang dilakukan dengan orang lain maupun dilakukan sendirian. Dalam suatu keluarga setiap pagi

sebelum melakukan aktifitas, mereka akan mengisi perutnya terlebih dahulu. Setelah itu mereka

berdoa sebelum makan. Dan akan menggunakan tangan kanan ketika makan. Kegiatan tersebut

dilakukan setiap hari secara berulang-ulang dalam waktu yang lama. Hal tersebut bisa terjadi

karena kebiasaan.

Kebiasaan adalah pengulangan sesuatu secara terus-menerus atau dalam sebagian besar

waktu dengan cara yang sama dan tanpa hubungan akal, atau dia adalah sesuatu yang tertanam di

dalam jiwa dari hal-hal yang berulang kali terjadi dan diterima tabiat (Sayid, 2006:347). Dari

penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebiasaan merupakan suatu kegiatan yang

dilakukan secara berulang-ulang dalam waktu yang lama.

Dalam dunia pendidikan terdapat banyak kebiasaan yang dilakukan oleh siswa, kebiasaan-

kebiasaan tersebut berawal dari tanggapan suatu keadaan yang memungkinkan siswa melakukan

kegiatan tersebut terus menerus. Pernyataan tersebut sejalan dengan pengertian kebiasaan menurut

(Artikata.com, 2010:1) Kebiasaan adalah pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi

tertentu yang dipelajari oleh seorang individu dan yang dilakukannya secara berulang untuk hal

yang sama.
Kebiasaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kebiasaan baik dan kebiasaan buruk.

Kebiasaan baik misalnya belajar kelompok dirumah teman, belajar untuk mempersiapkan ulangan.

Sementara itu kebiasaan buruk salah satunya adalah mencontek. Mencontek termasuk dalam

kebiasaan buruk karena melakukan suatu kegiatan yang tidak jujur, curang, dan menghalalkan

segala cara untuk mencapai nilai yang terbaik dalam ulangan atau ujian pada setiap mata pelajaran

(Suparno,2000)

2.1.2 Mencontek

Kata mencontek sangat erat kaitannya dengan ujian atau tes, dimana ketika ujian sedang

dilaksanakan mencontek selalu mewarnai kegiatan ujian tersebut. Sebenarnya arti dari mencontek

itu sendiri adalah suatu kegiatan curang yang dilakukan oleh siswa guna mendapatkan nilai yang

diinginkan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Pustaka Pheonix, 2009), mencontek

berasal dari kata sontek yang berarti melanggar, menocoh, menggocoh yang artinya mengutip

tulisan, sebagaimana aslinya atau menjiplak.

Seseorang yang mencontek bisa jadi memiliki ambisi tinggi tetapi malas untuk berusaha,

sehingga akan menghalalkan segala cara untuk mencapai keiinginannya tersebut meskipun dengan

cara yang tidak jujur. Seperti yang dikemukakan oleh Eric, dkk dalam (Hartanto, 2012),

mencontek berarti upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara-

cara yang tidak jujur.

Menurut Deighton yang dikutip oleh Alhadza dalam (Indri, 2007) mencontek berarti upaya

yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang tidak fair (tidak

jujur). Sementara itu Cizek dalam (Anderman, 2007:34) memberikan definisi yang lebih

terperinci, yaitu perilaku mencontek digolongkan dalam tiga kategori: (1) memberikan,
mengambil, atau menerima informasi (2), menggunakan materi yang dilarang atau membuat

catatan atau ngepek, dan (3), memanfaatkan kelemahan seseorang, prosedur, atau proses untuk

mendapatkan keuntungan dalam tugas akademik.

Definisi lain oleh Athanasou dan Olasehinde tentang mencontek adalah kegiatan

menggunakan bahan atau materi yang tidak diperkenankan atau menggunakan pendampingan

dalam tugas-tugas akademik dan atau kegiatan yang dapat mempengaruhi proses penilaian

(Hartanto, 2012:11). Pendapat yang hampir sama juga diungkapkan oleh Sujana dan Wulan

(1994:1), bahwa mencontek adalah tindak kecurangan dalam tes melalui pemanfaatan informasi

yang berasal dari luar secara tidak sah.

Pada konteks mencontek, menurut Sujana dan Wulan (1994:3) perilaku tersebut dapat

muncul jika siswa merasa berada dalam kondisi terdesak, misalnya diadakan pelaksanaan ujian

secara mendadak, materi ujian terlalu banyak, atau adanya beberapa ujian yang diselenggarakan

pada hari yang sama sehingga siswa merasa kurang memiliki waktu untuk belajar. Situasi lain

yang mendorong siswa untuk menyontek menurut Klausmeier (1985:388) adalah jika siswa

merasa perilakunya tidak akan ketahuan. Meskipun ketahuan, hukuman yang diterima tidak akan

terlalu berat.

Dari teori-teori tentang motivasi, diketahui bahwa cheating atau mencontek bisa terjadi

apabila seseorang berada dalam kondisi underpressure (dibawah tekanan), atau apabila dorongan

atau harapan untuk berprestasi jauh lebih besar dari pada potensi yang dimiliki. Semakin besar

harapan atau semakin tinggi prestasi yang diinginkan dan semakin kecil potensi yang dimiliki

maka semakin besar hasrat dan kemungkinan untuk melakukan perilaku mencontek (Alhadza,

2004).
Berdasarkan uraian diatas, dapat peneliti simpulkan bahwa pengertian mencontek adalah

suatu perilaku curang yang dilakukan untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan cara yang

tidak halal seperti membuka catatan, bertanya kepada teman, ataupun melihat langsung jawaban

dari internet, dan perilaku lainnya yang tidak dibenarkan untuk dilakukan karena tidak hanya

merugikan bagi orang lain, tetapi juga sangat merugikan dirinya sendiri sebagai pelaku sontek.

Mencontek juga disebabkan oleh adanya tekanan, atau kondisi mendesak yang membuat pelajar

menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan tertentu.

2.1.2.1 Bentuk-Bentuk Mencontek

Menurut Klausmeier (1985:388), menyontek dapat dilakukan dalam

bentuk-bentuk sebagai berikut :

a. Menggunakan catatan jawaban sewaktu ujian/tes

Survei yang dilakukan oleh Mulyana (2002) memperoleh informasi

bahwa bentuk menyontek yang sering dilakukan adalah menulis

contekan dalam kertas yang kemudian dilipat kecil, menulis pada kertas

tisu, menulis contekan di atas meja, menulis di tangan, atau mencatat

pada kalkulator yang memiliki memori.

b. Mencontek jawaban siswa lain

Pada bentuk mencontek ini, siswa menengok teman sebelah kanan,

kiri, depan, dan belakangnya untuk dilihat jawabannya.

c. Memberikan jawaban yang telah selesai kepada teman

Biasanya cara mencontek ini dilakukan oleh siswa yang

berkemampuan lebih dibandingkan dengan teman-temannya yang lain,


sehingga ketika ia telah selesai mengerjakan soal, ia akan memberikan

jawaban kepada temannya.

Bentuk-bentuk perilaku menyontek mengalami perkembangan.

Menurut Alhadza (1998), perilaku menyontek sekarang ini ditemukan dalam

bentuk :

a. Perjokian seperti kasus yang sering terjadi dalam ujian. Misalnya

dalam ujian masuk perguruan tinggi, seperti yang terjadi dalam

Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

b. Memberi lilin/pelumas atau menebarkan atom magnet pada lembar jawab

komputer untuk mengecoh mesin scanner komputer, sehingga gagal

mendeteksi jawaban dan menganggap semua jawaban benar.

2.1.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Mencontek

faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek menurut Schab dalam

(Klausmeier, 1985:388) adalah :

a. Malas Belajar

Siswa malas berusaha karena merasa usaha apa pun yang dilakukan tidak akan

banyak berperan dalam pencapaian hasil yang diharapkan (Sujana dan Wulan,

1994:2). Siswa yang memiliki konsep diri negatif akan merasa pesimis dan tidak

percaya pada kemampuan dirinya (Brooks dan Emmert dalam Rahmat, 2000:105),

sehingga malas berusaha karena merasa dirinya tidak kompeten dan tidak akan

mampu mencapai prestasi yang diharapkan.


b. Ketakutan mengalami kegagalan dalam meraih prestasi

Perasaan tidak kompeten atau bahkan bodoh pada siswa yang memiliki konsep

diri negatif akan membuatnya merasa bahwa dirinya akan gagal (Susana, 2006:25).

Munculnya gambaran akan kegagalan dalam meraih prestasi belajar (nilai yang

baik) membuat individu khawatir. Ketakutan terhadap suatu kegagalan dihindari

dengan melakukan perbuatan menyontek (Gibson dalam Sujana dan Wulan,

1994:2).

c. Tuntutan dari orang tua untuk mendapatkan nilai baik

Pandangan orang tua tentang penampilan, kemampuan, dan prestasi anak akan

mempengaruhi cara pandang anak terhadap dirinya, atau dengan kata lain akan

mempengaruhi konsep dirinya (Hurlock, 1997:132). Harapan orang tua yang terlalu

tinggi membuat anak cenderung gagal. Kegagalan yang dialami dapat

mempengaruhi konsep diri anak dan menjadi dasar dari perasaan rendah diri dan

tidak mampu. Misalnya jika orang tua menganggap nilai akademis sama dengan

kemampuan, orang tua akan mengharapkan anaknya mendapat nilai yang bagus

tanpa berpikir sejauhmana pelajaran yang telah diserap oleh sang anak. Tuntutan

orang tua semacam itu dapat menimbulkan keinginan pada anak untuk menyontek.

2.1.3 Tes Tulis

Ada beberapa teknik dan alat penilaian yang dapat digunakan sebagai sarana untuk

memperoleh informasi tentang keadaan peserta didik. Penggunaan berbagai teknik dan alat

disesuaikan dengan tujuan penilaian, waktu yang tersedia, sifat tugas yang dilakukan peserta didik,

dan banyaknya/jumlah materi pembelajaran yang sudah disampaikan (Depdinnas, 2008:3).


Teknik penilaian merupakan suatu metode atau cara penilaian yang dapat digunakan guru

untuk mendapatkan informasi. Teknik penilaian yang mungkin dan dapat dipergunakan dengan

mudah oleh guru salah satunya yaitu tes tulis (Depdiknas, 2008:5). Tes tertulis adalah tes yang

soal-soalnya harus dijawab peserta didik dengan memberikan jawaban secara tertulis. Dalam

penelitian ini tes tulis digunakan untuk melihat respon siswa dalam menjawab soal, apakah siswa

tersebut mencontek atau tidak. Karena mayoritas siswa akan melakukan kegiatan mencontek jika

soalnya tertulis.

Di dalam Depdiknas (2008:5) jenis tes dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu tes objektif

dan tes uraian.

1. Tes Objektif

Salah satu bentuk tes objektif adalah soal bentuk pilihan ganda. Soal bentuk pilihan ganda

merupakan soal yang telah disediakan pilihan jawabannya (Depdiknas, 2008:15). Tes objektif

disebut juga sebagai tes jawaban singkat. Ada empat macam tes objektif, yaitu tes jawaban benar-

salah (true-false), pilihan ganda (multiple choice), isian (completion), dan penjodohan (matching)

(Nurgiyantoro, 2001: 98). Tes pilihan ganda terdiri dari paparan pertanyaan dan dibawahnya

terdapat beberapa dictator (pengecoh), setiap jenjang pendidikan memiliki jumlah pengecoh yang

berbeda. Pada Sekolah Dasar (SD) pengecoh yang digunakan hanya dua, sehingga pilihan

jawabannya A, B, dan C. Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) pengecoh yang digunakan ada

tiga, sehingga pilihan jawabannya A, B, C, dan D. Sedangkan pada Sekolah Menengah Atas

(SMA) pengecoh yang digunakan ada 4, sehingga pilihan jawabannya A, B, C, D, dan E.

Dilihat dari sistem penskorannya, tes objektif akan menghasilkan skor yang sama.

Sebagaimana nama yang digunakannya, soal objektif adalah soal yang tingkat kebenarannya
objektif. Oleh karenanya, tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan

secara objektif (Arikunto, 1995: 165).

2. Tes Uraian

Secara umum tes uraian ini adalah pernyataan yang menuntut siswa menjawabnya dalam

bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan

bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan penyataan dengan menggunakan kata-kata dan

bahasa sendiri. Tes uraian adalah bentuk tes yang terdiri dari satu atau beberapa pertanyaan yang

menuntut jawaban tertentu dari mahasiswa secara individu berdasarkan pendapatnya sendiri yang

berbeda dengan jawaban mahasiswa lainnya (Bloom & Madaus, 1981).

Menurut Grondlund (1982), tes uraian adalah kebebasan menjawab pertanyaan yang ditujukan pada

seseorang, yang menuntutnya agar memberikan jawaban sendiri, relatif bebas, bagaimana mendekati masalahnya,

informasi apa yang akan digunakan, bagaimana mengorganisasi jawabannya, dan berapa besar tekanan yang

diberikan kepada setiap aspek jawaban. Pendapat yang hampir sama juga diungkapkan oleh Nitko (1996)

mengemukakan bahwa soal-soal tes uraian memperbolehkan seseorang bebas untuk mengekspresikan

jawaban, ide-ide mereka sendiri dan hubungan antar ide-ide tersebut, serta mengorganisasi jawaban

sendiri.

2.1.4 Tes Lisan

2.1.5 Virus
2.2 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian yang penulis akan lakukan yaitu berjudul “Analisis Kebiasaan Mencontek Siswa

Berdasarkan Hasil Tes Tulis dan Tes Lisan Pada Materi Plantae di SMA Negeri 1 Sliyeg”. Adapun

beberapa penelitian terdahulu yang relevan yang penulis kutip dari berbagai sumber untuk bisa

dijadikan bahan acuan dan untuk memperkuat penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu

sebagai berikut :

Kris Pujiatni dan Sri Lestari pada tahun 2010 dalam jurnal penelitian dengan judul “Studi

Kualitatif Pengalaman Menyontek Pada Mahasiswa”. Tujuan dari diadakannya penelitian ini

adalah untuk memahami perilaku menyontek di kalangan mahasiswa melalui pendekatan

kualitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan dilaksanakan di Universitas

Muhammadiyah Surakarta. Perekruitan partisipan dilakukan dalam kuliah Psikologi Keluarga dan

sejumlah 26 orang mahasiswa bersedia berpartisipasi. Pengambilan data dilakukan dengan

memberikan kuesioner terbuka tentang perilaku mencontek. Hasil menunjukkan Perilaku

menyontek pada mahasiswa menggambarkan mental mahasiswa yang kurang sehat yang dicirikan

oleh sikap tidak realistik terhadap kenyataan yang benar, penerimaan diri yang kurang positif dan

kurang kreatif. Perilaku menyontek juga menjadi bukti terjadinya peregangan moral pada

mahasiswa sebagai akibat dari lemahnya internalisasi nilai-nilai kejujuran dan belum berfungsinya

sanksi diri.

Yulis Nursita Sari pada tahun 2015 dalam studi kasus dengan judul “Faktor Penyebab Dan

Dampak Negatif Menyontek Bagi Siswa Sekolah Menengah Pertama”. Penelitian ini bertujuan

untuk mendiskripsikan faktor penyebab siswa menyontek dan dampak negatif bagi siswa yang

menyontek di SMP Suka Maju Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015. Jenis penelitian termasuk

kualitatif dan strategi adalah studi kasus tunggal. Teknik pengumpulan data menggunakan metode
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik untuk menguji validitas atau keabsahan data

dilakukan dengan cara triangulasi, khususnya triangulasi sumber data dan triangulasi teknik

pengumpulan data. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan siswa

menyontek di SMP Suka Maju Surakarta tahun pelajaran 2014/2015, karena adanya tekanan untuk

mendapatkan nilai yang tinggi, dan keinginan menghindari kegagalan. Dampak negatif siswa

menyontek di SMP Suka Maju Surakarta tahun pelajaran 2014/2015 antara lain: 1) Siswa menjadi

malas untuk belajar, 2) Siswa menjadi lebih terbiasa berbohong, 3) Siswa menjadi terbiasa

menghalalkan segala cara, 4) Siswa menjadi ikut terlibat, sehingga perilaku menyontek bisa

menular ke siswa yang lain, dan 5) Siswa menjadi tidak percaya dengan dirinya sendiri.

Marlina Husain pada tahun 2013 dalam jurnal penelitian dengan judul “Deskripsi Faktor-

Faktor Penyebab Perilaku Menyontek Siswa Kelas III SDN 59 Kecamatan Dumbo Raya Kota

Gorontalo”. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran nyata tentang faktor-faktor

penyebab perilaku menyontek pada siswa kelas III SDN 59 Kecamatan Dumbo Raya Kota

Gorontalo. Jenis penelitian termasuk penelitian deksriptif. Teknik pengumpulan data yaitu dengan

angket, wawancara dan dokumentasi. Faktor penyebab siswa menyontek di SDN No. 59 Dumbo

Raya yaitu karena siswa masih ragu dalam mengerjakan soal yang diberikan guru dan pandangan

masyarakat bahwa prestasi belajar tercermin dari pencapaian nilai yang tinggi, sehingga membuat

siswa terpaku untuk memperoleh nilai tinggi.


2.3 Kerangka Berpikir
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

3.2 Subjek Penelitian

3.3 Desain Penelitian

3.4 Waktu dan Tempat Penelitian

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Anda mungkin juga menyukai