Anda di halaman 1dari 22

TUGAS PSIKOLOGI PENDIDIKAN

PERILAKU KEBIASAAN MENCONTEK

Makalah ini disusun guna melengkapi tugas Psikologi pendidikan yang diampu oleh
Arcivid Chorynia Ruby S.Psi. M.si.

Disusun oleh

Nama : Andhika Sandy


Pramono
NIM : 202360034
Kelas : 1A Psikologi

PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam menunjang

kemajuan bangsa di masa depan. Melalui pendidikan manusia sebagai subyek

pembangunan dapat dididik, dibina dan dikembangkan potensinya.

Proses pembelajaran dalam dunia pendidikan disebut dengan proses

belajar. Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada setiap

individu di sepanjang hidupnya. Pada proses belajar terdapat beberapa elemen.

Salah satunya yaitu siswa atau pelajar. Siswa atau pelajar inilah yang nantinya

akan menjadi senjata utama demi terwujudnya pendidikan yang lebih maju dari

sebelumnya. Apabila pelajar masa kini bisa berkembang, kreatif, inovatif dan

solutif serta memiliki perilaku yang baik maka pendidikan masa kini tentunya akan

lebih maju. Begitu sebaliknya bahwa pelajar masa kini yang tidak seperti yang

disebutkan tersebut maka akan menjadi suatu permasalahan dalam dunia

pendidikan.

Pemberitaan mengenai perilaku pelajar masa kini yang meresahkan cukup

menjadi perhatian publik yang cukup serius, di samping menjadi permasalahan ini

juga menjadi tugas kita untuk menjadikan pelajar menjadi lebih maju. Salah satu

satu perilaku yang menjadi perhatian pada pelajar saat ini yaitu perilaku

mencontek. Perilaku mencontek terjadi karena kurangnya pemahaman atau

kesadaran siswa tentang perilaku mencontek dan cenderung menganggap sebagai

hal biasa.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal harus berupaya semaksimal

mungkin secara konsisten dan berkesinambungan untuk menghasilkan lulusan

yang amanah, berakhlak mulia, bertindak berintegritas, percaya diri, dan mandiri.
hal penting dan mendasar yang harus dimiliki siswa. Namun kenyataannya masih

banyak siswa yang tidak bisa jujur di sekolah. Salah satunya adalah mencontek

saat ulangan yang meliputi ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan

semester/ ulangan kenaikan kelas, bahkan ujian.

Menyontek merupakan kegiatan bahkan kebiasaan yang turun temurun

dilakukan. Hal ini sejalan dengan pendapat(Astuti et al., 2016)aksi Menyontek

bukanlah hal baru, kebudayaan ini sudah mengakar dan menjadi bagian dari

sebuah ritual saat evaluasi pembelajaran. Dalam hal ini, jika kebudayaan

Menyontek di lingkungan sekolah terjadi terus menerus maka akan terjadi

pemerosotan nilai perkembangan kemandirian yang ada di dalam diri anak.

Kemandirian ini bisa berupa sikap tidak percaya kepada diri sendiri,

menggantungkan diri kepada orang lain, dan malas untuk berpikir.

Anak dikatakan mandiri ketika anak tersebut memiliki kepercayaan diri

yang tinggi saat dihadapkan sebuah permasalahan. Hal ini sejalan dengan pendapat

(Name et al., 2021)) pribadi yang mandiri, kreatif, dan berdiri diatas kaki sendiri

merupakan sikap kemandirian. Dengan demikian, lingkungan sekolah harus

meningkatkan perkembangan kemandirian dengan mencegah kebudayaan

Menyontek dan menerapkan upaya efektif yang dapat digunakan sesuai dengan

kondisi saat ini. Salah satu contoh upaya mencegah kebudayaan Menyontek adalah

dengan memberikan konsep berupa esensi belajar yang menyenangkan dan

memberikan penguatan bahwa harus percaya dengan diri sendiri dalam

menghadapi segala persoalan dan permasalahan yang dialami oleh anak tersebut.

Banyaknya perilaku ketidakjujuran akademik yang terjadi seperti

mencontek, menyalin jawaban, dan sebagainya, belum ada solusi pencegahan yang

efektif, perilaku tersebut masih saja terulang. Beberapa peserta didik mengakui

bahwa perilaku mencontek merupakan perilaku yang tidak terpuji, tidak baik dan

harus dihindari. Namun di sisi lain perilaku mencontek dianggap sebagai salah satu
jalan pintas untuk mendapatkan nilai baik yang di inginkan, dari pada mengambil

resiko mendapat nilai buruk atau tidak lulus mata pelajaran tertentu. Ketika peserta

didik mengetahui perilaku menyontek merupakan perilaku yang tidak terpuji,

namun tetap melakukannya, merupakan gambaran terjadinya peregangan moral

pada peserta didik. Seperti diungkapkan dalam teori Bandura, peregangan moral

terjadi bila secara kognitif peserta didik memiliki alasan untuk membenarkan suatu

perilaku yang secara moral tidak dibenarkan, dan mereka tidak lagi merasakann ya

sebagai perilaku yang salah (Kris & Sri, 2010). Konsekuensi yang kurang tegas

dalam menindak perilaku academic dishonesty dapat menjadi salah satu faktor

yang menyebabkan perilaku tersebut cenderung menyenangkan untuk diulang,

anggapanya yaitu “tanpa usaha yang keras, nilai tinggi bisa diraih”.

B. RUMUSAN MASALAH

 Bagaimana gambaran perilaku mencontek?

 Apa saja faktor penyebab kebiasaan mencontek?

 Hubungan antara motivasi belajar dengan perilaku mencontek pada siswa

disekolah?
ISI

A. KAJIAN TEORI

I. Konsep dasar perilaku mencontek

1. Pengertian perilaku

Perilaku merupakan sebuah respon individu terhadap stimulus atau

suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai tujuan baik disadari

ataupun tidak. Menurut Azwar (Wibowo, 2013), perilaku adalah reaksi

terhadap stimulus yang bersifat sederhana maupun kompleks.

2. Pengertian perilaku mencontek

Mencontek adalah kegiatan menggunakan bahan atau materi yang

tidak diperkenankan atau menggunakan pendampingan dalam tugas-

tugas akademik dan atau kegiatan yang dapat mempengaruhi proses

penilaian. Perilaku mencontek sering dikaitkan dengan kecurangan

karena merugikan tidak hanya bagi diri sendiri tetapi orang lain.

Mencontek adalah suatu kegiatan menghilangkan nilai-nilai yang

berharga dengan melakukan ketidakjujuran atau penipuan.

Menurut (Andiwatir & Khakim, 2019)mencontek didefinisikan

sebagai mengikuti sebuah ujian dengan melalui jalan yang tidak jujur,

menjawab pertanyaan dengan cara yang tidak semestinya

3. Aspek-aspek perilaku mencontek

Aspek-aspek perilaku menyontek dapat diperoleh dari aspek

perilaku itu sendiri dengan mengambil Teori Perilaku Terencana

(Theory of Planned Behavior) yang dikemukakan oleh Ajzen (dalam

Azwar, 2003) yaitu:


a) Intensi perilaku, yaitu keyakinan-keyakinan bahwa perilaku akan

membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan;

b) Norma subjektif, yaitu keyakinan mengenai perilaku apa yang

bersifat normatif (yang diharapkan oleh orang lain) dan motivasi untuk

bertindak sesuuai dengan harapan normatif;

c) Perilaku kontrol, yaitu pengalaman masa lalu dan perkiraan individu

mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan perilaku yang

bersangkutan.

Sejalan dengan teori tersebut, Bandura (dalam Irawati, 2008)

berpendapat bahwa fungsi psikologis merupakan hubungan timbal balik

yang interdependen dan berlangsung terus menerus antara faktor

individu, tingkah laku, dan lingkungan. Dalam hal ini, faktor penentu

tingkah laku internal (a.l., keyakinan dan harapan), serta faktor penentu

eksternal (a.l., “hadiah” dan “hukuman”) merupakan bagian dari sistem

pengaruh yang saling berinteraksi. Proses interaksi yang terjadi dalam

individu terdiri dari empat proses, yaitu atensi, retensi, reproduksi

motorik, dan motivasi.

4. Faktor-faktor penyebab perilaku mencontek

Faktor-faktor umum yang menyebabkan terjadinya perilaku

mencontek adalah: adanya kemalasan pada diri seseorang, karena

merasa strees, melihat perilaku mencontek bukan merupakan hal yang

salah dan merugikan, dan sebagian yang lain mencontek karena

memiliki keyakinan bahwa perilakunya tidak akan diketahui.

Perilaku mencontek meningkat dengan adanya hubungan sosial

yang terjadi diantara peserta didik di sekolah. Hal ini terjadi karena

siswa belajar mencontek dari teman-temannya dan kemudian belajar

untuk menerima bahwa hal tersebut bukan merupakan perilaku yang


salah. Pendapat tersebut didukung oleh Lambert (dalam Hartanto,

2012) penyebab seorang individu mencontek adalah:

a. Adanya tekanan untuk mendapatkan nilai yang tinggi,

Pada dasarnya setiap peserta didik memiliki keinginan yang

sama yaitu mendapatkan nilai yang baik (tinggi). Keinginan

tersebut terkadang membuat peserta didk menghalalkan segala cara,

termasuk dengan melakukan mencontek.

b. Keinginan untuk menghindari kegagalan,

Ketakutan peserta didik mendapat kegagalan di sekolah

merupakan hal yang sering dialami oleh peserta didik. Kegagalan

yang dimaksud antara lain dalam bentuk (takut tidak naik kelas,

takut mengikuti ulangan susulan) tersebut memicu terjadinya

perilaku mencontek.

c. Adanya persepsi bahwa sekolah melakukan hal yang tidak adil,

Sekolah dianggap hanya memberikan akses bagi siswa-siswi

yang cerdas dan berprestasi sehingga siswa-siswi yang memiliki

kemampuan menengah merasa tidak diperhatikan dan dilayani

dengan baik

d. Kurangnya waktu untuk menyelesaikan tugas sekolah,

Siswa terkadang mendapatkan tugas secara bersamaan.

Waktu penyerahan tugas dalam waktu yang bersamaan membuat

siswa tidak dapat membagi waktunya.

e. Tidak adanya sikap untuk menentang perilaku mencontek di

sekolah.

Perilaku mencontek di sekolah kadang dianggap sebagai

suatu permasalahan yang biasa baik oleh siswa maupun oleh guru.

Sehingga banyak peserta didik yang membiarkan perilaku ini atau


terkadang justru membantu terjadinya perilaku mencontek.

5. Dampak perilaku mencontek

a. Ketidakadilan Akademis:

Mencontek dapat merugikan siswa atau mahasiswa yang

bekerja keras untuk memahami dan menguasai materi.

Merugikan guru atau dosen yang mencoba menilai pemahaman

dan kemampuan siswa secara adil.

b. Kerusakan Integritas Pendidikan:

Mencontek dapat merusak integritas sistem pendidikan dan

menciptakan lingkungan di mana prestasi didasarkan pada

tindakan tidak jujur daripada pemahaman sebenarnya.

c. Kurangnya Pengembangan Kompetensi:

Mencontek mencegah pengembangan kemampuan belajar

mandiri dan pemahaman mendalam, yang penting untuk sukses

di masa depan.

d. Ketidaksiapan dalam Karir:

Orang yang terbiasa mencontek mungkin kurang siap

menghadapi tuntutan pekerjaan atau situasi di kehidupan nyata

yang memerlukan kemampuan individual.

e. Kurangnya Kreativitas:

Mencontek dapat menghambat perkembangan kreativitas

dan pemikiran inovatif, karena individu lebih cenderung

mengandalkan ide orang lain daripada mengembangkan ide

mereka sendiri.

f. Kehilangan Kepercayaan dan Reputasi:

Orang yang terbukti mencontek dapat kehilangan

kepercayaan teman sebaya, guru, atau atasan, yang dapat


merusak reputasi mereka.

g. Konsekuensi Hukum:

Beberapa institusi pendidikan atau tempat kerja memiliki

sanksi hukum atau disiplin untuk pelanggaran kejujuran

akademis atau profesional, dan mencontek bisa mengakibatkan

konsekuensi serius.

h. Pentingnya Pembelajaran Etika:

Perilaku mencontek juga menyoroti kebutuhan akan

pembelajaran etika dan nilai-nilai integritas dalam pendidikan,

karena perilaku tidak jujur dapat merusak kepercayaan dalam

masyarakat.

6. Hubungan antara motivasi belajar dengan perilaku mencontek.

Motivasi belajar dan perilaku mencontek memiliki kaitan yang erat.

Motivasi belajar adalah faktor internal atau eksternal yang mendorong

seseorang untuk belajar dan mencapai tujuan akademis atau

pembelajaran. Perilaku mencontek, di sisi lain, mencakup tindakan

menyalin pekerjaan orang lain tanpa izin, yang seringkali terkait

dengan kurangnya motivasi intrinsik atau cara yang tidak sehat untuk

mencapai hasil tanpa usaha yang memadai. Berikut adalah beberapa

hubungan antara motivasi belajar dan perilaku mencontek:

1. Motivasi Intrinsik:

Individu yang memiliki motivasi intrinsik yang tinggi

cenderung belajar karena keinginan untuk memahami materi,

mengembangkan keterampilan, atau mencapai pencapaian pribadi.

Motivasi intrinsik yang kuat dapat mengurangi keinginan untuk

mencontek, karena fokusnya lebih pada pengembangan diri

daripada pencapaian hasil semata.


2. Motivasi Ekstrinsik:

Jika motivasi belajar didorong oleh hadiah eksternal seperti

nilai tinggi, pujian, atau penghargaan, individu mungkin cenderung

mencari cara-cara instan untuk mencapai hasil tersebut, termasuk

perilaku mencontek.

3. Tingkat Keterlibatan:

Individu yang kurang terlibat dalam pembelajaran atau

merasa tidak terhubung dengan materi pelajaran mungkin lebih

cenderung mencari jalan pintas, seperti mencontek, sebagai cara

untuk mengatasi ketidaknyamanan atau kebosanan.

4. Pentingnya Tujuan Pendidikan:

Jika tujuan utama individu adalah untuk mendapatkan nilai

tinggi tanpa memahami materi, maka perilaku mencontek bisa

menjadi pilihan yang menarik. Motivasi belajar yang berfokus pada

pemahaman dan perkembangan pribadi lebih mungkin untuk

mencegah perilaku ini.

5. Pengaruh Lingkungan Pendidikan:

Lingkungan pendidikan yang mendukung motivasi intrinsik,

memberikan tantangan yang sesuai, dan mendorong pembelajaran

aktif dapat membantu mengurangi kemungkinan perilaku

mencontek.

6. Pendidikan Etika dan Nilai:

Motivasi belajar yang didasarkan pada nilai-nilai kejujuran,

integritas, dan tanggung jawab dapat membantu melawan godaan

perilaku mencontek.

7. Hubungan perilaku mencontek dengan teori kognitif leon festinger

Teori Konflik Kognitif, yang dikembangkan oleh Leon Festinger pada


tahun 1957, menyatakan bahwa individu memiliki dorongan bawaan

untuk mencapai konsistensi kognitif dalam pikiran dan keyakinan

mereka. Ketika terjadi ketidaksesuaian antara dua atau lebih keyakinan

atau antara keyakinan dan perilaku, individu akan mengalami

ketidaknyamanan kognitif, yang memotivasi mereka untuk mencari

konsistensi dan mengurangi konflik tersebut.

1. Konflik antara Keyakinan Moral dan Perilaku Tidak Etis:

Individu yang memiliki keyakinan moral bahwa mencontek

adalah tindakan tidak etis dapat mengalami konflik kognitif jika

mereka terlibat dalam perilaku mencontek. Konflik ini timbul dari

ketidaksesuaian antara keyakinan moral dan tindakan yang

melibatkan pelanggaran etika.

2. Upaya Mengurangi Ketidaknyamanan Kognitif:

Konsep utama dalam Teori Konflik Kognitif adalah bahwa

individu akan melakukan upaya untuk mengurangi

ketidaknyamanan kognitif. Dalam konteks perilaku mencontek,

upaya ini mungkin termasuk rasionalisasi tindakan, penegasan

bahwa mencontek adalah suatu kebutuhan atau alasan tertentu yang

dapat mengurangi konflik.

3. Penentuan Konsistensi:

Individu cenderung mencari konsistensi antara keyakinan

dan perilaku mereka. Dalam situasi mencontek, mereka mungkin

mencoba merasionalisasi tindakan mereka dengan meyakinkan diri

sendiri bahwa keuntungan atau tekanan akademis melebihi nilai-

nilai moral yang mereka pegang.

4. Pentingnya Konsistensi:

Teori Konflik Kognitif menekankan bahwa individu


memiliki dorongan untuk mencapai konsistensi dalam pemikiran

dan perilaku mereka. Oleh karena itu, individu yang sering

mencontek mungkin mencari cara untuk menjaga konsistensi

kognitif mereka dengan merubah keyakinan mereka tentang

kepatutan mencontek.

5. Pengaruh Lingkungan Sosial:

Faktor-faktor lingkungan sosial, seperti norma kelompok

atau tekanan dari rekan sebaya, juga dapat mempengaruhi upaya

individu untuk mengurangi konflik kognitif. Jika mencontek

dianggap sebagai perilaku yang diterima dalam lingkungan tertentu,

individu mungkin lebih cenderung melakukan upaya untuk menjaga

konsistensi dengan norma tersebut.

8. Hubungan perilaku mencontek dengan teori pembelajaran sosial albert

bandura

Teori Pembelajaran Sosial Albert Bandura adalah kerangka kerja yang

menekankan peran pengaruh sosial dalam pembentukan perilaku

individu. Beberapa aspek teori ini dapat dihubungkan dengan kebiasaan

mencontek:

1. Pemodelan (Modeling):

Konsep utama dalam teori Bandura adalah bahwa individu

belajar melalui proses pemodelan atau mengamati orang lain. Jika

seseorang melihat orang lain melakukan perilaku mencontek dan

mengalami hasil positif, individu tersebut mungkin cenderung

meniru perilaku tersebut.

2. Reinforcement:

Dalam konteks perilaku mencontek, hasil positif seperti

mendapatkan nilai tinggi atau pengakuan dari rekan sebaya dapat


berfungsi sebagai bentuk reinforcement. Jika perilaku mencontek

diperkuat dengan hasil yang diinginkan, individu mungkin lebih

cenderung untuk terus melakukan perilaku tersebut.

3. Sanksi dan Hukuman:

Teori Bandura juga mencakup peran sanksi dan hukuman

dalam membentuk perilaku. Jika individu melihat bahwa teman

sebaya atau orang lain tidak menghadapi konsekuensi negatif saat

mencontek, mereka mungkin lebih cenderung untuk mengadopsi

perilaku tersebut. Sebaliknya, jika ada hukuman atau sanksi yang

konsisten terhadap perilaku mencontek, individu mungkin berpikir

dua kali sebelum meniru tindakan tersebut.

4. Self-Efficacy:

Konsep self-efficacy, yaitu keyakinan individu terhadap

kemampuannya untuk melakukan suatu tindakan, dapat memainkan

peran penting dalam perilaku mencontek. Jika seseorang percaya

bahwa mereka dapat sukses mencontek tanpa terdeteksi, atau bahwa

itu adalah satu-satunya cara untuk mencapai hasil yang diinginkan,

mereka mungkin lebih cenderung untuk melibatkan diri dalam

perilaku tersebut.

5. Peran Lingkungan Sosial:

Teori Bandura menekankan peran lingkungan sosial dalam

pembentukan perilaku. Jika lingkungan pendidikan atau pekerjaan

mendukung atau bahkan memperbolehkan perilaku mencontek

tanpa memberikan hukuman yang konsisten, individu mungkin

cenderung untuk mengadopsi atau mempertahankan kebiasaan

tersebut.

6. Proses Kognitif:
Teori Bandura menekankan pada proses kognitif individu,

termasuk peran pengamatan dan interpretasi informasi. Individu

yang cenderung mencontek mungkin telah mengamati perilaku

tersebut di lingkungan mereka dan menginterpretasikan bahwa itu

adalah cara yang efektif untuk mencapai tujuan tanpa terlalu banyak

usaha.

9. Hubungan perilaku mencontek dengan teori motivasi abraham maslow

Teori Motivasi Abraham Maslow, yang dikenal sebagai Teori

Hierarki Kebutuhan, membagi motivasi manusia ke dalam lima tingkat

kebutuhan hierarkis. Hubungan kebiasaan mencontek dengan teori

motivasi Maslow dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kebutuhan Fisiologis:

Menurut Maslow, kebutuhan fisiologis seperti makanan,

minuman, dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang harus

dipenuhi terlebih dahulu. Jika seseorang menghadapi tekanan atau

kebutuhan akademis yang tinggi, mereka mungkin merasa bahwa

mencontek adalah cara yang cepat untuk memenuhi tuntutan

tersebut tanpa perlu menghabiskan waktu dan energi untuk belajar.

2. Kebutuhan Keamanan:

Kebutuhan keamanan melibatkan kebutuhan untuk merasa

aman dan terlindungi. Dalam konteks pendidikan atau pekerjaan,

tekanan untuk mencapai hasil yang tinggi atau takut menghadapi

konsekuensi negatif dari kinerja rendah dapat mendorong individu

untuk mencari cara instan seperti mencontek agar merasa aman.

3. Kebutuhan Sosial:

Kebutuhan untuk bersosialisasi, memiliki hubungan sosial,

dan diterima oleh kelompok merupakan faktor penting dalam


kehidupan manusia. Jika mencontek dianggap sebagai cara untuk

mendapatkan pengakuan dari teman sebaya atau merasa diterima

dalam kelompok, individu mungkin cenderung terlibat dalam

perilaku tersebut.

4. Kebutuhan Penghargaan:

Kebutuhan akan penghargaan, prestise, dan pengakuan

mendorong individu untuk mencapai keberhasilan dan menghargai

pencapaian mereka. Namun, jika individu merasa sulit mencapai

penghargaan ini melalui upaya sendiri, mereka mungkin mencari

cara instan seperti mencontek untuk meraihnya.

5. Kebutuhan Aktualisasi Diri:

Kebutuhan untuk aktualisasi diri adalah dorongan untuk

mencapai potensi penuh dan menjadi versi terbaik dari diri sendiri.

Dalam konteks pendidikan, perilaku mencontek mungkin

bertentangan dengan pencapaian potensi penuh dan pertumbuhan

pribadi. Namun, jika individu mengalami tekanan berlebihan atau

kegagalan dalam memenuhi kebutuhan ini, mereka mungkin

mencari cara instan seperti mencontek.


METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif yaitu metode

yang digunakan untuk membuat pecandraan secara sistematis, faktual, dan akurat

mengenai fakta-fakta dan sifat populasi (Suryabrata, 2012). Metode kualitatif deskriptif

merupakan metode yang digunakan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki,

dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang,

berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Metode ini memusatkan

perhatiannya pada penemuan fakta-fakta (fact finding) sebagaimana keadaan sebenarnya

dalam bentuk penelitian pemusatan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan

mendetail pada subjek yang diselidiki (Nawawi, 1993).

Subyek kasus penelitian ini adalah dua orang peserta didik. Adapun kriteria subyek

kasus adalah laporan dari teman-teman dan beberapa guru mata pelajaran tentang perilaku

menyontek yang sering dilaukan baik pada saat mengerjakan tugas maupun pada saat

ulang. Teknik pengumpul data menggunakan komunikasi langsung, observasi langsung,

dan studi dokumentasi. Adapun alatnya adalah pedoman wawancara, pedoman observasi

(catatan anekdot) dan dokumentasi. Data yang telah terkumpul dianalisis secara kualitatif.

Dari hasil analisis ini akan dibuat sebuah rancangan program untuk mengubah perilaku

dengan metode diagnosis ABC (Antecedent, Behavior, Consequence) untuk

mengoptimalkan upaya pencegahan perilaku menyontek pada siswa.


HASIL PENELITIAN

Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan maka kesimpulan yang dapat

diambil adalah, karakteristik subjek 1 yang menyontek pada saat ulangan matematika

cenderung tidak tenang, sering melihat kiri kanan, dan menoleh ke belakang, sambil

menanyakan jawaban ke teman lain (sebelah). Selain itu karakteristik yang ditunjukkan

subjek subyek 2 adalah subjek cenderung tidak tenang, sering melakukan gerakangerakan

pada bagian tubuh tertentu dan subjek menggunakan kertas contekan.

Melalui hasil analisis data yang diperoleh, adapun faktor-faktor internal yang

menyebabkan siswa mencontek pada subyek 1 yaitu: (1) Perasaan panik pada saat ulangan

dimulai, maka subjek merasa takut tidak tuntas dan malu terhadap teman yang lain (2)

Takut mengecewakan orang tua. Dan faktor internal pada subjek 2 yaitu:

(1) Adanya perasaan khawatir ketika ulangan dilaksanakan dan

(2) Adanya perasaan malu kalau remedial. sehingga dapat dengan mudah menyontek saat

ulangan agar bisa mencukupi nilai kriteria ketuntasan minimum dan merasa bahwa itu

adalah hasil usahanya sendiri.

Selain faktor internal, ada juga faktor eksternal yang menyebabkan peserta didik

menyontek. Berdasarkan wawancara, observasi dan dokumentasi faktor eskternal yang

menyebabkan subjek 1 menyontek adalah: (1) Terpengaruh oleh teman yang biasanya

menyontek (2) Teman-teman disekitar rumahnya kurang minat mata pelajaran matematika

dan (3) Harapan yang besar dari orang tua terhadap dirinya untuk mendapatkan nilai yang
tinggi, harapan orang tua yang terlalu besar menjadi tekanan sehingga mempermudah

mendapat nilai tinggi dengan cara menyontek bukan hasil dari diri sendiri. Adapun faktor

eskternal subyek kasus II yaitu: (1) Banyak peserta didik yang berprestasi di kelasnya (2)

Tuntutan orang tua agar anaknya masuk ke fakultas kedokteran. Dari hasil yang diperoleh

di atas adapun rancangan yang dibuat dengan tujuan untuk perubahan perilaku mencontek

pada peserta didik

A. Treatmen Pelaksanaan Bantuan

Berdasarakan kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis ini bahwa

perilaku menyontek yang dilakukan subjek karena ada beberapa hal yaitu,

karakteristik perilaku menyontek dan faktor internal dan eksternal perilaku

menyontek. Dari hasil tersebut ada beberapa pihak yang terlibat dan dapat

memberikan pengaruh positif dalam proses perubahan perilaku. Pihak-pihak itu

antara lain, subjek yang diteliti, orang tua, guru, dan teman-teman (lingkungan

sekolah).

B. Pendidikan Integritas

Pendidikan integritas adalah pendidikan yang mengedepankan

pembangunan karakter. Pendidikan seperti ini tidak hanya mengandalkan teori,

tapi harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Ketidakjujuran saat ini, akan

berakibat buruk pada masa yang akan datang karena perilaku ini menunjukkan

bahwa seorang pribadi memiliki tingkat integritas pribadi yang rendah. Maka dari

itu Pendidikan Integritas muncul sebagai suatu kebutuhan terhadap tantangan yang

dihadapi siswa saat ini sebab tanpa prinsip dasar integritas tidaklah mungkin

tercapai tingkat efektifitas yang tinggi untuk menegakkan kejujuran akademik.

Sistem pendidikan harus dibangun dengan menekankan pada prinsip-prinsip

pendidikan integritas, yaitu bagaimana menciptakan faktor kondisional yang dapat

mengundang dan memfasilitasi siswa untuk selalu berbuat secara jujur, moral dan

beretika, dalam ujian (tidak “menyontek, melakukan plagiat, titip absen, dll”).
C. Pendidikan Karakter

Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang mempunyai tujuan untuk

menghasilkan sumber daya manusia yang berkakareter, bermoral, dan memiliki

martabat luhur sebagai manusia. Melalui lembaga pendidikan manusia secara utuh

menemukan eksistensi dirinya untuk mewujudkan kehidupan pribadi dan

sosialnya. Karena itu sekolah harus secara jelas memiliki kurikulum yang memuat

pendidikan karakter. Yang dimaksud dengan karakter adalah “Character

determines someone’s private thoughts and someone’s actions done. Good

character is the inward motivation to do what is right, according to the highest

standard of behaviour, in every situation”

Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku

yang membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga,

masyarakat, dan bernegara dan membantu individu untuk membuat keputusan

yang dapat dipertanggungjawabkan.

Enam jenis karakter yang menjadi acuan seperti yang terdapat dalam The

SixPillars of Character yang dikeluarkan oleh Character Counts! Coalition (a

project of The Joseph Institute of Ethics):

a. Trustworthiness,

bentuk karakter yang membuat seseorang menjadi: berintegritas, jujur, dan loyal.

b. Fairness,

bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki pemikiran terbuka serta tidak

suka memanfaatkan orang lain.

c. Caring,

bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki sikap peduli dan perhatian

terhadap orang lain maupun kondisi sosial lingkungan sekitar.

d. Respect,

bentuk karakter yang membuat seseorang selalu menghargai dan menghormati


orang lain.

e. Citizenship,

bentuk karakter yang membuat seseorang sadar hukum dan peraturan serta peduli

terhadap lingkungan alam.

KESIMPULAN

Menyontek adalah salah satu wujud perilaku dan ekspresi mental seseorang. Ia

bukan merupakan sifat bawaan individu, tetapi sesuatu yang lebih merupakan hasil

belajar/pengaruh yang didapatkan seseorang dari hasil interaksi dengan lingkungannya.

Mencegah menyontek tidaklah cukup dengan sekedar mengintervensi aspek kognitif

seseorang, akan tetapi yang paling penting adalah penciptaan kondisi positif pada setiap

faktor yang menjadi sumber terjadinya menyontek, yaitu pada faktor siswa, lingkungan,

sistem evaluasi dan pada diri guru. Oleh karena itu dengan maraknya perilaku menyontek

pada siswa yang akan merusak potensi dan masa depan mereka, maka perlu segera

dilakukan review atau reformulasi sistem atau cara pengujian, penyelenggaraan tes yang

berlangsung; baik yang diselenggarakan secara massal oleh suatu badan atau kepanitiaan

maupun yang diselenggarakan secara individual oleh setiap guru. Hal di atas dapat

ditangani dan segera diminimalisisr, maka paradigma yang harus dibangun terlebih dahulu

adalah, dengan menumbuhkan budaya jujur dikalangan siswa dengan menciptakan strategi

pembelajaran yang berbasis pada pendidikan integritas dan pendidikan karakter.

Faktor terjadinya perilaku menyontek, antara lain yaitu kepercayaan diri, efikasi

diri, dan juga prokrastinasi pada pelajar. Hal ini menjadi factor yang melatarbelakangi

terjadinya kegiatan menyontek pada saat ujian ataupun pada tugas harian. Menyontek

pada ujian dapat berupa bertanya pada teman terdekat, melirik jawaban teman,

menggunakan kertas untuk menuliskan catatan, ataupun juga melihat pada smartphone.
Hal ini berhubungan erat dengan kemampuan pelajar dalam menangkap sebuah keilmuan

yang sedang ditransfer dari pemikiran seorang guru kepada pelajar.

DAFTAR PUSTAKA

Andiwatir, A., & Khakim, A. (2019). Analisis Perilaku Menyontek dan Rancangan
Perubahannya pada Siswa SMP. Jurnal Psikologi Ilmiah, 11(2), 88–97.
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/INTUISI
Astuti, Y., Herminingsih, A., & Suprapto. (2016). PERSEPSI MAHASISWA
TERHADAP PERILAKU MENYONTEK (Studi Kasus Program Studi Manajemen
S1 FEB-UMB Jakarta). Jurnal Ilmu Ekonomi Dan Sosial, 5(3), 354–362.
Name, C., Name, T., Revd, R. T., Lungile, L., World Economic Forum, Fitzpatrick, T.,
Modeling, L. M., Measurement, F., Snowrift, O. N., Environmental, A. R., Regional,
S. S., Power, E., Limited, G. C., Influence, T. H. E., Snow, O. F., On, F., Around, S.,
Embankment, T. H. E., Wind, I. N., … End, F. Y. (2021). perilaku membolos. Paper
Knowledge . Toward a Media History of Documents, 3(2), 6.

Anda mungkin juga menyukai