Anda di halaman 1dari 12

Pengaruh self-efficacy terhadap Perilaku menyontek

(Tugas Besar 1 Kognisi Sosial)

Dosen Pengampu
Firman Alamsyah Ario Buntaran, S.Psi, MA

Disusn Oleh :
Abdillah Fatkhurrohman Hakim (46119210038)

FAKULTAS PSIKOLOGI PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


UNIVERSITAS MERCUBUANA
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah self-efficacy terhadap perilaku menyontek ini tepat waktu.

Makalah ini disusun guna memenuhi Tugas Besar 1 pada kognisi sosial. Selain itu, penulis juga
berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang perilaku menyontek.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya kepada bpk Firman Alamsyah Ario
Buntaran, S.Psi, MA selaku dosen. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan
dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada
semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Analisis William James (1907) meletakkan dasar bagi banyak keprihatinan abadi, dan sosiolog
Charles Cooley (1902) dan George Herbert Mead (1934) menyediakan kerangka kerja untuk
memahami diri dalam interaksi sosial. Kita mengenal diri kita sendiri melalui peran kita, seperti
siswa atau pasangan. Kita mengenal diri sendiri sebagai peserta aktif dalam lingkungan yang
sedang berlangsung dan sebagai orang yang telah mengalami dan merefleksikan peristiwa dan
hubungan. Kita dapat mengatakan dengan cepat dan percaya diri apakah kita ramah atau pemalu,
suka berpetualang atau berada dirumah. Keyakinan kita yang terkumpul mengenai diri kita
disebut konsep diri. Sebagai salah satu hasil dari fleksibilitas, sebagian besar pengkodean diri
kita terjadi dalam istilihan interaksi (Mendoza-Denton, Ayduk, Mischel, Shoda, & Testa, 2001).
Artinya, kita memiliki beragam pengertian tentang diri kita sendiri dalam konteks tertentu, setiap
norma situasional (aturan atau tekanan sosial) melibatkan aspek diri (self) yang berbeda. Dalam
hal ini aspek diri mana yang mempengaruhi pemikiran dan perilaku yang sedang berlangsung
tergantung pada aspek diri mana yang diakses.

Berhubungan dengan diri untuk melakukan perilaku tertentu (keyakinan self-efficacy), orang
memiliki rasa umum kontrol pribadi atau penguasaan yang memungkinkan mereka untuk
merencanakan, mengatasi, kemunduran, dan mengejar kegiatan pengaturan diri. Orang – orang
dengan rasa kontrol yang kuat lebih mungkin untuk melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan
mereka. Siswa yang terpapar manipulasi perguruan tinggi yang dapat diprediksi membuat lebih
banyak referensi ke masa depan dan tujuan pribadi dalam daftar pemikiran mereka. Bandura
mendefinisikan sel-efficacy sebagai judgement seseorang atas kemampuannya untuk
merencanakan dan melaksanakan tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan tertentu.
Namun menurut bandura (dalam Sunawan, 2005), individu yang memiliki sel-efficacy yang
rendah merasa tidak memiliki keyakinan bahwa ia dapat menyelesaikan tugas, maka ia berusaha
untuk menghindari tugas tersebut.
Ketika anak merasa tidak memiliki kemampuan atau dengan kata lain self-efficacy rendah
mungkin akan melakukan dua hal. Pertama yaitu perilaku positif dimana ia berusaha untuk
menutupi kekurangannya dengan belajar agar ia lebih mampu atau menguasai suatu hal. Kedua,
yaitu perilaku negatif dimana ia berusaha mengambil jalan pintas atau dengan mudah yaitu
menyontek. Perilaku menyontek (cheating) merupakan salah satu fenomena pendidikan yang
sering dan bahkan selalu muncul menyertai aktivitas dalam proses pembelajaran. Tujuan perilaku
menyontek (cheating) adalah demi memperoleh suatu keberhasilan atau menghindari kegagalan
dalam menyelesaikan tugas akademik terutama yang berkaitan dengan evaluasi atau ujian hasil
belajar.

2. Rumusan Masalah
 Apa yang dimaksud dengan menyontek (Cheating)?
 Bagaimana perilaku menyontek dapat terjadi?
 Apa yang dimaksud dengan self-efficacy?
 Bagaiman pengaruh Self-efficacy terhadap perilaku menyontek?

3. Tujuan
 Untuk mengetahui apa itu menyontek (cheating)
 Untuk mengetahui awal mula perilaku menyontek
 Untuk mengetahui apa yang dimaksud self-efficacy
 Untuk mengetahui pengaruh self-efficacy terhadap perilaku menyontek
BAB II

PEMBAHASAN

1. Menyontek (Cheating)
Menurut sujana dan wulan (1994) menyontek merupakan tindakan kecurangan dalam tes
melalui pemanfaatan informasi yang berasal dari luar secara tidak sah. Oleh karena itu
menurut Indarto dan Masrum (2004), menyontek juga dapat didefinisikan sebagai perbuatan
curang, tidak jujur, an tidak legal dalam mendapatkan jawaban pada saat tes. Banyak faktor
yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan perilaku menyontek, baik internal maupun
eksternal. Terdapat pula faktor personal yang dapat mempengaruhi perilaku curang yang
digolongkan dalam empat kategori yaitu: (1) Demografi (usia, jenis kelamin, perbedaan
budaya); (2) Kepribadian (dorongan mencari sensasi, self-control, perkembangan moral dan
sikap, locus of control); (3) Motivasi (tujuan dan alasan dalam pembelajaran; dan (4)
Akademik meliputi kemampuan, subjek area, institusi dan organisasi (Anderman dan
Murdock, 2007: 10).

Selain faktor personal, terdapat faktor situasional yang mempengaruhi perilaku menyontek
pada siswa. Ketegangan atau kecemasan yang dialami individu pada saat menghadapi tes atau
ujian. Semakin tinggi kecemasan pada individu maka semakin banyak pula tindak kecurangan
yang dilakukannya karena bila terlalu cemas saat ujian, materi yang sudah dipelajari
sebelumnya akan hilang saat menghadapi ujian sehingga tidak dapat menjawab ujian, pada
akhirnya akan bertanya pada teman atau membuka catatannya. Tingginya kecenderungan
menyontek atau perilaku melanggar aturan ini tidal lepas pula dari pengaruh adanya
pengakuan atau persetujuan terhadap tindakan menyontek tersebut dan pada umumnya
tindakan menyontek dilakukan dengan persetujuan teman sebaya atau teman sekelas
(Kusdiyati, Halimah, Rianawati 2010:132).

2. Penyebab Perilaku Menyontek


Semakin hari persaingan antar individu dengan individu lainnya semakin ketat. Sejalan
dengan ini, pentingnya seorang individu itu memiliki kualitas dan kuantitas agar dapat
bersaing dengan individu lainnya. Dalam menghadapi persaingan dan tantangan globalisasi,
dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki penguasaan terhadap
kemampuan tertentu. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pengajaran
ialah ulangan dan ujian, ulangan atau tes digunakan untuk mengukur pencapaian kompetensi
mahasiswa secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran dan untuk memantau kemajuan
hasil belajar mahasiswa, sedangkan ujian untuk mengukur pencapaian kompetensi siswa
sebagai pengakuan prestasi belajar dan penyelesaian dari suatu pendidikan.
Untuk mendapatkan nilai yang terbaik pada saat ujian ada juga sebagian mahasiswa yang
menggunakan tindakan curang yaitu dengan menyontek. Banyak hal yang digunakan
mahasiswa untuk menyontek antara lain menyalin jawaban temanya dan membuat catatan
kecil serta menggunakan kode – kode tertentu untuk bertukar jawaban. Hal ini terjadi karena
hasil ujian dan ulangan itu merupakan salah satu kriteria yang dipakai pendidik atau pengajar
dalam menentukan keberhasilan proses belajar mengajar yang dilakukan. Keyakinan akan
kemampuan yang dimiliki oleh mahasiswa dalam bertindak disebut self-efficacy. Mahasiswa
yang memiliki kebiasaan menyontek dapat dikatakan bahwa ia memiliki self-efficacy rendah
atau low self-efficacy, hal tersebut senada dengan pendapat yang menyebutkan bahwa gejala
yang paling sering ditemua pada siswa menyontek ialah kebiasaan menunda – nunda tugas
dan low self-efficacy.
Tingkat sel-efficacy yang dimiliki mahasiswa akan menentukan keyakinan diri dalam
mengerjakan tugas, ujian, atau ulangan. Menurut Wade keberhasilan seseorang dalam
menguasai suatu materi disebabkan oleh keyakinan yang dimilikinya, karena keyakinan yang
akan menyebabkan orang tersebut berprilaku sedemikian rupa sehingga keyakinan tersebut
akan menjadi kenyataan. Salah satu sumber keyakinan adalah tingkat kepercayaan diri
terhadap kemampuan kita sendiri (self-efficacy).

3. Self-efficacy
Bandura menyatakan bahwa self-efficacy adalah keyakinan akan kemampuan diri yang
dimiliki individu untuk menentukan dan melaksanakan berbagai tindakan yang diperlukan
untuk menghasilkan suatu pencapaian. Self-efficacy akan mempengaruhi pilihan tindakan
yang akan dilakukan individu, besarnya usaha dan ketahanan diri ketika dihadapkan dengan
suatu hambatan atau kesulitan. Maka individu dengan self-efficacy tinggi akan melakukan
usaha yang lebih banyak dan tidak mudah menyerah terhadap tantangan yang dihadapinya.
Dengan adanya self-efficacy juga dapat menentukan bagaimana seseorang merasakan,
memikirkan, dan memotivasi dirinya dalam melakukan suatu perbuatan. Alwisol (2006)
menyatakan bahwa self-efficacy merupakan penilaian terhadap diri sendiri mengenai seberapa
baik diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Self-efficacy berkaitan dengan keyakinan
bahwa diri mempunyai kemampuan untuk dapat melakukan sesuai dengan apa yang
diharapkan.

Konsep self-efficacy dikenal juga sebagai bagian dari teori kognisi sosial. Teori ini merujuk
pada keyakinan individu akan kemampuannya dalam mengerjakan tugas yang dipercayakan
kepadanya (Bandura, 2012). Semakin tinggi self-efficacy, semakin tinggi pula keyakinan diri
tentang kemampuannya untuk mencapai keberhasilan. Self-efficacy dapat menciptakan
lingkaran positif di mana orang yang memiliki keyakinan diri tinggi menjadi lebih engaged
dalam tugasnya sehingga mampu meningkatkan kinerja, dan pada gilirannya, kinerja yang
tercapai semakin meningkatkan kepercayaan dirinya. Ketika berhadapan dengan suatu
kondisi, dalam diri individu dapat muncul rasa dan keyakinan bahwa dirinya mampu/tidak
mampu mengatasi kondisi tersebut. Keyakinan akan kemampuan diri inilah yang dikaitkan
dengan istilah self-efficacy.

Self-efficacy berpengaruh pada kemampuan belajar, motivasi, dan kinerja individu, karena
individu akan berusaha untuk belajar dan melakukan hanya tugas yang mereka yakini dapat
berhasil dilakukan (Lunenburg, 2011). Self-efficacy dikembangkan oleh Albert Bandura
sebagai bagian dari teori yang lebih luas, yakni teori kognisi sosial. Manusia dapat melatih
pengaruh atas apa yang mereka lakukan dan melakukan tindakan – tindakan mereka dengan
niat kuat. Manusia dapat melatih pengaruh atas apa yang mereka lakukan dan melakukan
tindakan – tindakan mereka dengan niat kuat. Menurut teori ini, perubahan dalam perilaku
defensif dihasilkan oleh cara – cara perlakuan yang berbeda dari mekanisme kognisi. Individu
berperan menjadi kontributor bagi motivasi, perilaku, dan pengembangan dirinya sendiri
dalam suatu jaringan pengaruh interaksi secara resiprok (Bandura, 1999). Dengan demikian,
individu dapat mengelola diri, proaktif, mengatur diri, dan melakukan refleksi diri.

4. Self-efficacy dalam perilaku menyontek


Mahasiswa dihadapkan kendala dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen.
Sebagian besar tugas tersebut merupakan tugas individu. Namun sebagian mahasiswa tidak
menguasai materi yang ditugaskan. Ketika mereka mengerjakan tugas tersebut mereka tidak
mampu menjawab pertanyaan, hanya mampu menjawab sebagian tugas tersebut. Sehingga
sebagian besar mahasiswa meng-copy paste jawaban dari temannya. Akibatnya,
ketergantungan yang cukup tinggi terhadap jawaban teman dalam menyelesaikan tugas yang
diberikan sekedar untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian.

Fenomena ini mengindikasikan bahwa, masih banyak mahasiswa yang memiliki self-efficacy
rendah, dimana mereka belum memiliki kemampuan dan keterampilan atas keyakinan dalam
dirinya dengan baik. Hal tersebut berpengaruh terhadap rendahnya prestasi akademik
mahasiswa. Mahasiswa sebagai individu yang berada pada fase remaja, secara teoritis
seharusnya telah memiliki Self-regulated Learning yang baik. Zimmerman dan Martinez-Pons
(2001) menjelaskan bahwa dalam proses belajar, seorang siswa akan memperoleh prestasi
belajar yang baik bila ia menyadari, bertanggung jawab, dan mengetahui cara belajar yang
efisien. Menurut Winne (dalam Sntrock, 2008) Self-regulated Learning adalah kemampuan
untuk memunculkan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai
suatu tujuan. Menurut Stone, Schunk & Swartz (Cobb, 2003 dalam Aimah dan Ifadah , 2014)
Self-Regulated Learning, dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu keyakinan diri (Self
Efficacy), motivasi dan tujuan. Self-Efficacy mengacu pada kepercayaan seseorang tentang
kemampuan dirinya untuk belajar atau melakukan ketrampilan pada tingkat tertentu. Self-
Efficacy akan mempengaruhi Self-Regulated Learning (Bandura ; Rosenthal & Bandura ;
Schunk, ; Zimmerman, dalam Zimmerman,1989). Individu yang memiliki Self-Efficacy yang
tinggi akan memiliki keyakinan mengenai kemampuannya dalam mengorganisasi dan
menyelesaikan suatu tugas yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu dalam berbagai
bentuk dan tingkat kesulitan.
Self-efficacy sebagai kepercayaan seseorang dalam kemampuannya untuk mencapai hasil
yang diinginkan dari tindakan yang dilakukan, hal tersebut merupakan penentu perilaku bagi
seseorang ketika memilih apakah seseorang tersebut akan terlibat dan gigih dalam
menghadapi rintangan dan tantangan atau sebaliknya (Maddox, 2000). Demikian pula dengan
harapan mahasiswa pada prestasi belajarnya. Namun karena malas untuk belajar, dalam
menghadapi ujian individu mengharapkan memperoleh nilai yang baik, tetapi untuk mencapai
tujuan tersebut individu tidak mengimbangi dengan belajar yang serius. Berada dalam kondisi
yang terjepit pada umumnya individu akan menyontek.

Self-Efficacy pada mahasiswa berpengaruh secara signifikan terhadap Self-Regulated


Learning. Semakin tinggi Self-Efficacy maka akan semakin tinggi pula Self-Regulated
Learning. Semakin rendah Self-Efficacy maka akan semakin rendah pula Self-Regulated
Learning. Siswa yang memiliki Self-Regulated Learning yang tinggi dapat mengorganisir
pekerjaan mereka, menetapkan tujuan, mencari bantuan ketika diperlukan, menggunakan
strategi kerja yang efektif, mengatur waktu mereka untuk belajar, dan memiliki Self-Efficacy.
Adanya Self-Efficacy, mahasiswa dapat mengontrol emosinya, menentukan tindakan
berdasarkan pandangan pribadi, berani mengambil keputusan tentang tingkah laku pribadi
serta pengambilan keputusan dalam pemecahan masalah, dapat mengurangi ketergantungan
pada orang lain. Seperti anak yang cenderung akan melakukan tindakan yang tidak jujur atau
curang dan menghalalkan segala cara yaitu menyontek karena ingin mencapai nilai yang
terbaik dalam ujian. Menurut (Hergenhahn & Olson, 2009) Self-Efficacy merupakan
keyakinan seseorang tentang kemampuannya dalam melakukan sesuatu, dan ini muncul dari
berbagai macam sumber termasuk prestasi dan kegagalan personal yang pernah dialami
langsung individu, ataupun dengan melihat orang yang sukses atau gagal.

Secara psikologis perilaku menyontek mencerminkan sikap tidak yakin dengan kemampuan
yang dimiliki, salah satu penyebabnya karena tidak siap menempuh ujian. Yakin terhadap diri
sendiri adalah kunci kesuksesan, dengan keyakinan diri mereka merasa nyaman dengan
keadaan mereka apa adanya, sehingga memantapkan langkah untuk melakukan kegiatan yang
positif. Dengan hilangnya keyakinan diri maka timbul keinginan untuk menyontek sehingga
teman – teman melihat dengan sebelah mata dan guru pun akan menilai buruk sikap tersebut.

BAB III

KESIMPULAN

Pada kesimpulan ini menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat self-efficacy mahasiswa maka
akan semakin rendah perilaku mencontek mahasiswa tersebut, demikian juga sebaliknya,
semakin rendah tingkat self-efficacy yang dimiliki mahasiswa, maka akan semakin tinggi
perilaku mencontek yang dilakukan mahasiswa tersebut. Sebagian besar mahasiswa yang
memiliki tingkat self-efficacy yang rendah cenderung melakukan perilaku menyontek yang
tinggi. Hal ini sesuai dengan fenomena yang terjadi dalam pendidikan yaitu fenomena yang
terobservasi seperti banyak mahasiswa yang membuat catatan – catatan kecil atau bahkan
memperbanyak bahan materi dengan cara dibuat lebih kecil (ukuran saku), ada juga yang
menggunakan peralatan elektronik yang dimilikinya untuk menyembunyikan materi kuliah
(misalnya handphone) atau bekerjasama dengan teman di sebelah. Didukung fenomena yang
terjadi di lapangan dimana mahasiswa mengatakan bahwa melakukan perilaku mencontek karena
merasa pernah gagal saat tidak mencontek dan berusaha menghindari kegagalan yang sama
dengan melakukan perilaku mencontek saat ujian. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
mahasiswa kurang mampu mengembalikan keyakinan saat mengalami kegagalan. Hal tersebut
mengindikasikan kekurangyakinkan dapat mempertinggi usaha saat mengalami kesulitan, dan
kurang berusaha untuk mencegah kegagalan dengan meningkatkan pengetahuan.

Tingginya perilaku mencontek yang ditunjukkan oleh mahasiswa tersebut, sebagian besar
disebabkan keinginan untuk mendapatkan nilai yang baik. Dalam dunia pendidikan,
mendapatkan nilai yang tinggi merupakan suatu tujuan yang ingin dicapai oleh setiap peserta
didik. Kurang memiliki keyakinan untuk mampu mempertinggi usaha saat menghadapi kesulitan
atau kegagalan, dan kurang berusaha untuk mencegah kegagalan dengan meningkatkan
pengetahuan. Hal tersebut sejalan dengan salah satu ciri orang yang memiliki self-efficacy yang
rendah menurut Bandura (1997:39), yaitu apabila mengalami kesulitan, mereka mencari
sejumlah tujuan, mengurangi usaha mereka, mudah menyerah dan seringkali menganggap
kegagalan mereka sebagai akibat dari ketidakmampuan mereka. Untuk meningkatkan self-
efficacy mahasiswa harus mampu mengembalikan keyakinan saat mengalami kegagalan, mampu
mempertinggi usaha saat menghadapi kesulitan atau kegagalan, sehingga perilaku mencontek
dapat diminimalkan.

DAFTAR PUSTAKA

Djauhari, D., & Wardani, S. (2018). Pengaruh Self-Efficacy dan Harapan Orang Tua terhadap Prestasi
Terhadap Perilaku Menyontek pada Siswa. PSIKOSAINS (Jurnal Penelitian dan Pemikiran
Psikologi), 11(1), 17-29.

Fiske, S., & Taylor, S. (2013). Social cognition: From brains to culture. Sage.

Lianto, L. (2019). Self-Efficacy: A brief literature review. Jurnal Manajemen Motivasi, 15(2), 55-61.

Mukhid, A. (2009). Self-efficacy (perspektif teori kognitif sosial dan implikasinya terhadap pendidikan).
TADRIS: Jurnal Pendidikan Islam, 4(1).

Oktariani, O. (2018). Peranan Self Efficacy Dan Perilaku Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa. Jurnal
Psikologi Kognisi, 3(1), 41-50.

Oktariani, O. (2019). Hubungan Self Efficacy Dan Dukungan Sosial Teman Sebaya Dengan Self
Regulated Learning Pada Mahasiswa Universitas Potensi Utama Medan. Jurnal Psikologi
Kognisi, 2(2), 98-112.
Pudjiastuti, E. (2012). Hubungan "self efficacy" dengan perilaku mencontek mahasiswa psikologi.
MIMBAR: Jurnal Sosial dan Pembangunan, 28(1), 103-111.

Shara, S. (2017). Hubungan Self-efficacy Dan Perilaku Menyontek (Cheating) Pada Mahasiswa Fakultas
Psikologi Universitas X. Jurnal Psikologi, 9(1).

Anda mungkin juga menyukai