Anda di halaman 1dari 34

BAB II

KONSEP TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Efikasi diri

a. Pengertian Efikasi Diri

Efikasi diri bukan merupakan ekspektasi dari hasil tindakan

kita. Efikasi merujuk pada keyakinan diri seseorang bahwa orang

tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan suatu perilaku,

sementara ekspetasi atas hasil merujuk pada prediksi dari kemungkinan

mengenai konsekuensi perilaku tersebut. Efikasi diri berbeda dengan

konsep diri. Konsep diri mengacu pada persepsi-persepsi diri kolektif

seseorang yang dibentuk melalui penglaman-pengalaman dengan

lingkungan dan interprestasi terhadap lingkungan. Konsep diri tergantung

pada penguatan-penguatan dan evaluasi-evaluasi oleh orang-orang lain

yang penting bagi mereka (Zagoto, 2019).

Bandura dalam Sufirmansyah, (2015:140) menyatakan bahwa

“efikasi diri merujuk kepada keyakinan pada kemampuan untuk

mengatur dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengelola

situasi yang akan dihadapi”. Efikasi diri merupakan salah satu aspek

pengetahuan tentang diri yang paling berpengaruh dalam kehidupan

manusia sehari-hari. Hal ini disebabkan efikasi diri yang dimiliki ikut

memengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan

11
untuk mencapai suatu tujuan termasuk di dalamnya perkiraan berbagai

kejadian yang akan dihadapi (Zagoto, 2019).

Efikasi diri tidak berkaitan dengan kecakapan yang dimiliki,

tapi berkaitan dengan keyakinan individu mengenai hal apa yang dapat

dilakukan dengan kecakapan yang ia miliki seberapa pun besarnya.

Efikasi diri menekankan pada komponen keyakinan diri yang dimiliki

seseorang dalam menghadapi situasi yang akan datang yang mengandung

kekaburan, tidak dapat diramalkan, dan sering penuh dengan tekanan.

Meskipun efikasi diri memiliki suatu pengaruh sebab yang besar pada

tindakan kita, efikasi diri berkombinasi dengan lingkungan, perilaku

sebelumnya, dan variabel-variabel personal lainnya, terutama harapan

terhadap hasil untuk menghasilkan perilaku. Efikasi diri akan

mempengaruhi beberapa aspek dari kognisi dan perilaku seseorang.

Efikasi diri sebagai perasaan kita terhadap kecukupan,

efisiensi, dan kemampuan kita dalam mengatasi kehidupan. Santrock

dalam Novariandhini dan Latifah, (2012:139) menyatakan “efikasi diri

merupakan keyakinan dan kepercayaan seorang individu akan

kemampuannya dalam mengontrol hasil dari usaha yang telah

dilakukan”. Efikasi diri dapat membawa pada perilaku yang berbeda di

antara individu dengan kemampuan yang sama karna efikasi diri

memengaruhi pilihan, tujuan, pengatasan masalah, dan kegigihan dalam

berusaha.

12
Seseorang dengan efikasi diri percaya bahwa mereka mampu

melakukan sesuatu untuk mengubah kejadian-kejadian di sekitarnya,

sedangkan seseorang dengan efikasi diri rendah menganggap dirinya

pada dasarnya tidak mampu mengerjakan segala sesuatu yang ada

disekitarnya. Dalam situasi yang sulit, orang dengan efikasi yang rendah

cenderung mudah menyerah. Sementara orang dengan efikasi diri yang

tinggi akan berusaha lebih keras untuk mengatasi tantangan yang ada.

Perasaan efikasi diri memainkan satu peran penting dalam mengatasi

memotivasi pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan yang menantang

dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan tertentu (Fitriana et al., 2015).

Menurut Bandura dalam Widaryati, (2013:96) bahwa “efikasi

diri merupakan keyakinan yang dipegang seseorang tentang

kemampuannya dan juga hasil yang akan diperoleh dari kerja kerasnya

yang akan mempengaruhi cara individu berperilaku”. Efikasi diri pada

dasarnya adalah hasil proses kognitif berupa keputusan, keyakinan, atau

penghargaan tentang sejauh mana individu memperkirakan kemampuan

dirinya dalam melaksanakan tugas atau tindakan tertentu yang diperlukan

untuk mencapai hasil yang diinginkan (Zagoto, 2019).

Dalam kehidupan sehari-hari, efikasi diri memimpin kita untuk

menentukan cita-cita yang menantang dan tetap bertahan dalam

menghadapi kesulitan-kesulitan. Ketika masalah-masalah muncul,

perasaan efikasi diri yang kuat mendorong para siswa untuk tetap tenang

dan mencari solusi daripada merenung ketidakmampuannya. Usaha dan

13
kegigihan tersebut menghasilkan prestasi. Efikasi diri ini adalah indikator

positif untuk melakukan evaluasi diri yang berguna untuk mengenal dan

memahami diri serta kemampuan yang dimiliki diri sendiri.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa efikasi diri merupakan keyakinan atau kepercayaan

individu mengenai kemampuan dirinya untuk mengorganisasi,

melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dan

mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan-kecakapan

tertentu.

b. Proses-proses Efikasi Diri

Bandura dalam Feist, (2011) menguraikan proses psikologis

efikasi diri dalam mempengaruhi fungsi manusia. Proses tersebut dapat

dijelaskan melalui cara-cara berikut:

1) Proses kognitif

Peserta didik dalam melakukan tugas akademiknya, peserta

didik menetapkan tujuan dan sasaran perilaku sehingga peserta didik

dapat merumuskan tindakan yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut.

Penetapan sasaran pribadi tersebut dipengaruhi oleh penilaian peserta

didik akan kemampuan kognitifnya. Fungsi kognitif memungkinkan

peserta didik untuk memprediksi kejadian-kejadian sehari-hari yang akan

berakibat pada masa depan.

2) Proses motivasi

14
Motivasi peserta didik timbul melalui pemikiran optimis dari

dalam dirinya untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Individu

berusaha memotivasi diri dengan menetapkan keyakinan pada tindakan

yang akan dilakukan, merencanakan tindakan yang akan direalisasikan.

Efikasi diri mempengaruhi atribusi penyebab, dimana individu yang

memiliki efikasi diri akademik yang tinggi menilai kegagalannya dalam

mengerjakan tugas akademik disebabkan oleh kurangnya usaha,

sedangkan peserta didik dengan efikasi diri yang rendah menilai

kegagalannya disebabkan oleh kurangnya kemampuan.

3) Proses afeksi
Afeksi terjadi secara alami dalam diri individu dan berperan

dalam menentukan intensitas pengalaman emosional. Afeksi ditujukan

dengan mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi

pola-pola pikir yang benar untuk mencapai tujuan. Kepercayaan individu

terhadap kemampuannya mempengaruhi tingkat stres dan depresi yang

dialami ketika menghadapi tugas yang sulit atau bersifat mengancam.

Individu yang yakin dengan dirinya maka akan mampu mengontrol

ancaman yang muncul dan tidak akan membangkitkan pola pikir yang

mengganggu.

4) Proses seleksi
Proses seleksi berkaitan dengan kemampuan peserta didik
untuk menyeleksi tingkah laku dan lingkungan yang tepat, sehingga
dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Ketidakmampuan peserta
didik dalam melakukan seleksi tingkah laku, maka akan membuat
individu atau dalam hal ini siswa menjadi tidak percaya diri, bingung,

15
dan mudah menyerah ketika menghadapi masalah atau situasi sulit.
Efikasi diri dapat membentuk hidup peserta didik melalui pemilihan
tipe aktivitas dan lingkungan. Dengan demikian, maka dapat
melakukan seleksi tingkah laku yang harus dibuatnya (DINI, 2017).

Berdasarkan dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan


bahwa proses efikasi diri meliputi proses kognitif, proses motivasi,
proses afeksi, dan proses seleksi.

c. Hal-hal yang Mempengaruhi Efikasi Diri

Menurut Bandura dalam sechutack menyatakan bahwa efikasi diri


memiliki dampak yang penting terhadap keberhasilan seseorang. Efikasi
diri tergantung dari empat macam pengalaman, yaitu :

1. Pengalaman tentang penguasaan (keberhasilan sebelumnya)

Pengalaman keberhasilan pada tugas sebelumnya yang menunjukkan


kemampuan dalam melakukan tugas tersebut secara kompeten.

2. Melihat orang lain berhasil mengerjakan suatu tugas (pemodelan sosial).

Melihat orang lain berhasil mengerjakan suatu tugas sehingga


meningkatkan persepsi bahwa tugas tersebut dapat dikerjakan.

3. Dorongan dari orang lain (persuasi sosial)

Dorongan dari orang lain yang menyemangati kita dengan mengatakan


bahwa mampu mengerjakan tugas tersebut.

4. Kondisi emosi

Foktor-foktor ini mempengaruhi persepsi individu tentang kemampuan

untuk mencapai tujuan (Zagoto, 2019).

d. Dimensi Efikasi Diri

16
Menurut Bandura dalam (Anggara et al., 2016) bahwa efikasi diri

memiliki tiga dimensi, adalah sebagai berikut:

1. Level

Level berkaitan dengan tingkatan kesulitan dari suatu ujian/tugas.

2. Kekuatan

Kekuatan berkaitan dengan bagaimana seseorang dapat menghadapi

suatu tugas yang spesifik menunjukkan keyakinan atas

kemampuannya untuk bertahan dalam usahanya, tidak mudah

goyah, mampu bertahan lebih lama dalam usahanya mencapai target

yang diinginkan.

3. Generalisasi

Generalisasi suatu penilaian terhadap seseorang untuk berbagai


ujian/tugas yang berbeda dalam aktivitas dan situasi.

2. Konsep Teori Motivasi


a. Pengertian Motivasi

Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan,

daya penggerak atau kekuatan yang menyebabkan suatu tindakan atau

perbuatan. Kata movere, dalam bahasa inggris, sering disepadankan

dengan motivation yang berarti pemberian motif, penimbulan motif,

17
atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan

dorongan (Dr. Moh. Toharudin, 2020).

Motivasi merupakan suatu dorongan yang membuat orang

bertindak atau berperilaku dengan cara – cara motivasi yang mengacu

pada sebab munculnya sebuah perilaku, seperti faktor – faktor yang

mendorong seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Motivasi dapat diartikan sebagai kehendak untuk mencapai status,

kekuasaan dan pengakuan yang lebih tinggi bagi setiap individu.

Motivasi justru dapat dilihat sebagai basis untuk mencapai sukses pada

berbagai segi kehidupan melalui peningkatan kemampuan dan kemauan

(Simarmata et al., 2021).

Selain itu motivasi dapat diartikan sebagai keadaan yang

memberikan energi, mendorong kegiatan atau moves, mengarah dan

menyalurkan perilaku kearah mencapai kebutuhan yang memberi

kepuasaan atau mengurangi ketidakseimbangan.

2. Pandangan tentang Motivasi

Terdapat berbagai macam pandangan tentang motivasi, diantaranya :

a. Model Tradisional

Model ini mengisyaratkan bahwa manajer menentukan

bagaimana pekerjaan – pekerjaan harus dilakukan dan digunakannya

sistem pengupahan insentif untuk memotivasi para pekerja. Lebih

banyak berproduksi, lebih banyak menerima penghasilan. Model ini

18
menganggap bahwa “ para pekerja pada dasarnya malas dan hanya

dapat dimotivasi dengan penghargaan berwujud uang”.

b. Model Hubungan Manusiawi

Kontak – kontak sosial pegawai pada pekerjanya merupakan


hal penting, bahwa kebosanan dan tugas – tugas yang bersifat
pengulangan adalah faktor – faktor pengurang motivasi. Manajer dapat
memotivasi bawahan melalui pemenuhan kebutuhan – kebutuhan sosial
mereka dan membuat mereka merasa berguna dan penting. Semisal,
para karyawan diberi berbagai kebebasan untuk membuat keputusan
sendiri dalam pekerjaannya.

c. Model SDM

Model ini menyatakan bahwa para karyawan dimotivasi

oleh banyak faktor, tidak hanya uang atau keinginan untuk mencapai

kepuasan, tetapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh

pekerjaan yang berarti. Mereka beralasan bahwa kebanyakan orang

telah dimotivasi untuk melakukan pekerjaan secara baik dan bahwa

mereka tidak secara otomatis melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang

tidak dapat menyenangkan. Mereka mengemukakan bahwa para

karyawan lebih menyukai pemenuhan kepuasan dari suatu prestasi

kerja yang baik. Jadi, para karyawan dapat diberi tanggung jawab

yang lebih besar untuk pembuatan keputusan – keputusan dan

pelaksanaan tugas – tugas (Purnama, n.d.).

3. Sumber Motivasi

19
Sumber motivasi digolongkan menjadi dua, yaitu sumber

motivasi dari dalam diri (intrinsik) dan sumber motivasi dari luar

(ekstrinsik).

a. Motivasi Intrinsik
Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif – motif

yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar,

karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan

sesuatu. Itu sebabnya motivasi intrinsik dapat juga dikatakan sebagai

bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas dimulai dan diteruskan

berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkaitan

dengan aktivitas belajarnya.

b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif – motif yang aktif dan

berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Motivasi ekstrinsik dapat

juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas

dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak

terkait dengan dirinya. Ada dua faktor utama di dalam organisasi

(faktor eksternal) yang membuat karyawan merasa puas terhadap peke

rjaan yang dilakukan, dan kepuasan tersebut akan mendorong mereka

untuk bekerja lebih baik, kedua faktor tersebut antara lain : a)

Motivator, yaitu prestasi kerja, penghargaan, tanggung jawab yang

diberikan, kesempatan untuk mengembangkan diri dan pekerjaannya itu

sendiri. b) Faktor kesehatan kerja, merupakan kebijakan dan

administrasi perusahaan yang baik, supervisi teknisi yang memadai, gaji

20
yang memuaskan, kondisi kerja yang baik dan keselamatan kerja.

Dilingkungan suatu organisasi atau perusahaan kecenderungan

penggunaan motivasi ekstrinsik lebih dominan daripada motivasi

intrinsik. Kondisi ini disebabkan tidak mudah untuk menumbuhkan

kesadaran dari dalam diri karyawan, sementara kondisi kerja

disekitarnya lebih banyak menggiringnya pada mendapatankan

kepuasan kerja yang hanya dapat dipenuhi dari luar dirinya (Suprihanto,

2018).

4. Teori Motivasi
Ada beberapa macam teori motivasi :
a. Hierarki Teori Kebutuhan (Hierarchical of Needs Thry)
Teori motivasi Maslow dinamakan, “ A theory of human

motivation ”. Teori ini mengikuti teori jamak, yakni seorang

berperilaku atau bekerja karena adanya dorongan untuk memenuhi

bermacam – macam kebutuhan. kebutuhan yang diiinginkan

seseorang berjenjang, artinya bila kebutuhan yang pertama telah

terpenuhi, maka kebutuhan tingkat kedua akan menjadi yang utama.

Selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi, maka

muncul kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai tingkat

kebutuhan kelima.

Dasar dari teori ini adalah : a) Manusia adalah makhluk

yang berkeinginan, ia selalu menginginkan lebih banyak. Keinginan

ini terus menerus dan hanya akan berhenti bila akhir hayat tiba; b)

Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi motivator bagi

21
pelakunya, hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang akan

menjadi motivator, dan; c) Kebutuhan manusia tersusun dalam suatu

jenjang. Ada beberapa urutan atau tingkatan kebutuhan yang berbeda

kekuatannya dalam memotivasi para pekerja di sebuah organisasi

atau perusahaan, diantaranya :

b. Kebutuhan yang lebih rendah adalah yang terkuat, yang harus dipenuhi

lebih dahulu. Kebutuhan itu adalah kebutuhan fisik (lapar, haus,

pakaian, perumahan dan lain – lain). Dengan demikian kebutuhan yang

terkuat yang memotivasi seseorang bekerja adalah untuk memperoleh

penghasilan, yang dapat digunakan dalam memenuhi kebutuhan

fisiknya.

c. Kekuatan kebutuhan dalam memotivasi tidak lama, karena setelah

terpenuhi akan melemah atau kehilangan kekuatannya dalam

memotivasi. Oleh karena itu usaha memotivasinya dengan memenuhi

kebutuhan pekerja, perlu diulang – ulang apabila kekuatannya melemah

dalam mendorong para pekerja melaksanakan tugas – tugasnya.

d. Cara yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih

tinggi ternyata lebih banyak daripada untuk memenuhi kebutuhan yang

berada pada urutan yang lebih rendah. Misalnya untuk memenuhi

kebutuhan fisik, cara satu – satunya yang dapat digunakan dengan

memberikan penghasilan yang memadai atau mencukupi. Motivasi juga

dapat dipahami dari teori kebutuhan dasar manusia. Manusia

mempunyai beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi, kebutuhan

22
tersebut meliputi : kebutuhan fisik, kemanan, perasaan memiliki,

penghargaan dari orang lain, dan aktualisasi diri. Jika kebutuhan –

kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dapat meningkatkan motivasi kerja

(Badrianto et al., 2021).

b. Teori Kebutuhan Berprestasi

Motivasi berbeda – beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan

seseorang akan prestasi. Kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai

keinginan yang melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit.

Orang yang berprestasi tinggi memiliki tiga ciri umum yaitu :

1) Sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas – tugas dengan derajat

kesulitan moderat.

2) Menyukai situasi – situasi di mana kinerja mereka timbul karena

upaya – upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor – faktor

lain, seperti kemujuran misalnya

3) Menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan

mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah

(Cen, 2022).

Selain itu ada 3 motivasi yang paling menentukan tingkah laku

manusia, terutama berhubungan dengan situasi pegawai serta gaya

hidup, yaitu :

23
1) Achievement Motivation, motif yang mendorong serta

menggerakkan seseorang untuk berprestasi dengan selalu

menunjukkan peningkatan kearah standard exelence.

2) Affiliation motivation, motif yang menyebabkan seseorang

mempunyai keinginan untuk berada bersama – sama dengan orang

lain, mempunyai hubungan afeksi yang hangat dengan orang lain,

atau selalu bergabung dengan kelompok bersama – sama orang

lain.

3) Power motivation, motif yang mendorong seseorang untuk

bertingkah laku sedemikian rupa sehingga mampu memberi

pengaruh kepada orang lain (Simarmata et al., 2021)

c. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG”)


Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG”. Akronim

“ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf – huruf pertama dari tiga

istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness

(kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain, G = Growth

(kebutuhan akan pertumbuhan). Apabila teori Alderfer disimak lebih

lanjut akan tampak bahwa :

a) Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula

keinginan untuk memuaskannya

b) Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi”

semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan

24
c) Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya

lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuaskan kebutuhan

yang lebih mendasar.

d. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)

Model dua faktor dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene

atau pemeliharaan. Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivational adalah

hal – hal yang mendorong seseorang untuk berprestasi yang sifatnya intrinsik,

yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud

dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor- faktor yang sifatnya

ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku

seseorang dalam kehidupan seseorang. Faktor motivasional antara lain ialah

pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh,

kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor – faktor

hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam

organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang

dengan rekan – rekan sekerjanya, kebijakan organisasi, kondisi kerja dan

sistem imbalan yang berlaku. Salah satu tantangan dalam memahami dan

menerapkan teori Herzberg ialah menghitungkan dengan tepat faktor mana

yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat

intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik (Mardalena, 2017).

e. Teori Keadilan

25
Teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk

menghasilkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan

organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang karyawan

mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua

kemungkinan dapat terjadi, yaitu : a) seorang akan berusaha memperoleh

imbalan yang lebih besar, atau; b) mengurangi intensitas usaha yang dibuat

dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam

menumbuhkan persepsi tertentu, seorang karyawan biasanya menggunakan

empat hal sebagai pembanding, yaitu :

1) Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak

diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan,

keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya.

2) Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang

kualifikasi dan sifat pekerjaannya relatif sama dengan yang

bersangkutan sendiri.

3) Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di

kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis.

4) Peraturan perundang – undangan yang berlaku mengenai jumlah

dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai (Yaya

Ruyatnasih & Megawati, 2018).

f. Teori penetapan tujuan (Goal Setting theory)


Penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : (a)

tujuan – tujuan yang mengarahkan perhatian (b) tujuan – tujuan yang mengatur

26
upaya (c) tujuan – tujuan untuk meningkatkan persistensi dan (d) tujuan – tujuan

untuk menunjang strategi – strategi dan rencana – rencana kegiatan. Setiap

karyawan yang memahami dan menerima tujuan organisasi atau perusahaan, dan

merasa sesuai dengan dirinya akan merasa ikut bertanggung jawab dalam

mewujudkannya. Dalam keadaan seperti itu tujuan akan berfungsi sebagai

motivasi dalam bekerja, yang mendorong para pekerja memilih alternatif cara

bekerja yang baik dan efektif serta efisien (Chaerudin, 2018).

g. Teori Victor H.Vroom (Teori Harapan)


Motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin

dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa

tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu.

Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan

tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan

berupaya mendapatkannya(Badrianto et al., 2021).

h. Teori penguatan dan modifikasi perilaku


Dalam hal ini berlakunya upaya yang dikenal dengan

hukum pengaruh yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk

mengulangi perilaku yang mempunyai konsekuensi yang

menguntungkan irinya dan mengelakkan perilaku yang mengakibatkan

timbulnya konsekuensi yang merugikan. Penting untuk diperhatikan

bahwa agar cara – cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku

tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang selalu

27
diakui dan dihormati, cara – cara tersebut ditempuh dengan gaya yang

manusiawi pula (Mardalena, 2017).

i. Teori kaitan imbalan dengan prestasi


Motif berprestasi dengan pemberdayaan SDM memiliki

keterkaitan satu dengan yang lainnya. Secara sederhana dapat

digambarkan bahwa apabila SDM dapat diberdayakan dengan optimal,

maka motivasi untuk berprestasi dalam pekerjaan yang diembannya

akan semakin meningkat, begitupun sebaliknya. Ada hubungan

kausalitas saling mempengaruhi antara motif berprestasi dengan

pemberdayaan SDM (Badrianto et al., 2021).

5. Jenis – Jenis Motivasi

a. Motivasi positif (insentif positif)


Memotivasi dengan memberikan hadiah kepada mereka

ataupun diri sendiri yang termotivasi untuk berprestasi baik dengan

motivasi positif. Semangat seseorang individu yang termotivasi tersebut

akan meningkat, karena manusia pada umumnya senang menerima yang

baik – baik.

b. Motivasi negatif (insentif negatif)


Memotivasi dengan memberikan hukuman kepada mereka

ataupun diri sendiri yang berprestasi kurang baik atau berprestasi

rendah. Dengan memotivasi negatif ini semangat dalam jangka waktu

28
pendek akan meningkat, karena takut akan hukuman, teteapi untuk

jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik (Simarmata et al.,

2021).

6. Manfaat Motivasi
Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga

produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh

karena bekerja dengan orang – orang yang termotivasi adalah : pekerjaan

dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya, pekerjaan diselesaikan sesuai

standar yang benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan. Sesuatu

yang dikerjakan karena ada motivasi akan membuat orang senang

mengerjakannya. Orang pun akan merasa dihargai atau diakui. Hal ini

terjadi karena pekerjaannya itu betul – betul berharga bagi orang yang

termotivasi. Orang akan bekerja keras karena dorongan untuk

menghasilkan suatu target sesuai yang telah mereka tetapkan (Firdaus,

n.d.).

3. Diabetes Mellitus

1. Pengertian Diabetes Mellitus


Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kinerja insulin atau kedua (Marasabessy et al., 2020).

Berdasarkan Perkeni tahun 2011 Diabetes Mellitus adalah

penyakit gangguan metabolisme yang bersifat kronis dengan

karakteristik hiperglikemia. Berbagai komplikasi dapat timbul akibat

29
kadar gula darah yang tidak terkontrol, misalnya neuropati, hipertensi,

jantung koroner, retinopati, nefropati, dan gangren.

Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme

kronis yang ditandai peningkatan glukosa darah (Hiperglikemi),

disebabkan karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan

untuk memfasilitasi masuknya glukosa dalam sel agar dapat di

gunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan sel. Berkurang atau

tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan didalam darah dan

menimbulkan peningkatan gula darah, sementara sel menjadi

kekurangan glukosa yang sangat di butuhkan dalam kelangsungan dan

fungsi sel (Adam & Tomayahu, 2019).

4. Klasifikasi Diabetes Mellitus


Klasifikasi etiologi Diabetes mellitus menurut American Diabetes

Association, 2010 adalah sebagai berikut.

a. Diabetes Melitus tipe I

Pada Diabetes Melitus tipe I (Diabetes Insulin Dependent), lebih

sering terjadi pada usia remaja. Lebih dari 90% dari sel pankreas yang

memproduksi insulin mengalami kerusakan secara permanen. Oleh

karena itu, insulin yang diproduksi sedikit atau tidak langsung dapat

diproduksi. Hanya sekitar 10% dari semua penderita Diabetes Mellitus

menderita tipe I. Diabetes tipe I kebanyakan pada usia dibawah 30

tahun.

30
b. Diabetes Melitus tipe II
Diabetes Melitus tipe II (Diabetes Non Insulin Dependent) ini

tidak ada kerusakan pada pankreasnya dan dapat terus menghasilkan

insulin, bahkan kadang-kadang insulin pada tingkat tinggi dari normal.

Akan tetapi, tubuh manusia resisten terhadap efek insulin, sehingga

tidak ada insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

Diabetes Mellitus tipe ini sering terjadi pada dewasa yang berumur

lebih dari 30 tahun dan menjadi lebih umum dengan peningkatan usia.

c. Diabetes Mellitus Gestasional


Diabetes Mellitus gestasional adalah diabetes yang timbul selama

kehamilan. Ini meliputi 2-5% daripada seluruh diabetes. Jenis ini

sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik

bila tidak ditangani dengan benar. Diabetes tipe gestasional merupakan

gangguan toleransi glukosa berbagai derajat yang ditemukan pertama

kali saat kehamilan. Sebagian besar wanita hamil yang menderita

Diabetes Mellitus gestasional memiliki homeostatis glukosa relative

normal selama kehamilan pertama (5 bulan) dan juga dapat mengalami

defisiensi insulin relative pada kehamilan kedua, tetapi kadar glukosa

dapat kembali normal setelah melahirkan (Oktarina et al., 2021).

3. Faktor Penyebab Diabetes Mellitus


Faktor penyebab menurut (Yuliana, 2018) dikelompokkan

menjadi 2 golongan yaitu:

a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

31
1) Umur
Manusia mengalami penurunan fisiologis setelah umur 40 tahun.

Diabetes Mellitus sering muncul setelah manusia memasuki umur

rawan tersebut. semakin bertambahnya umur, maka risiko menderita

Diabetes Mellitus akan meningkat terutama umur 45 tahun (kelompok

risiko tinggi).

2) Jenis kelamin
Distribusi penderita Diabetes Mellitus menurut jenis kelamin

sangat bervariasi. Di Amerika Serikat penderita Diabetes Mellitus

lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Namun,

mekanisme yang menghubungkan jenis kelamin dengan Diabetes

Mellitus belum jelas.

3) Faktor keturunan
Diabetes Mellitus cenderung diturunkan. Adanya riwayat Diabetes

Mellitus dalam keluarga terutama orang tua dan saudara kandung

memiliki risiko lebih besar terkena penyakit ini dibandingkan dengan

anggota keluarga yang tidak menderita Diabetes Mellitus. Ahli

menyebutkan bahwa Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang

terpaut kromosom seks atau kelamin. Umumnya, laki-laki menjadi

penderita sesungguhnya, sedangkan perempuan sebagai pihak yang

membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya.

1) Riwayat penderita Diabetes Melitus gestasional

32
Diabetes gestasional dapat terjadi sekitar 2-5% pada ibu hamil.

Biasanya Diabetes Mellitus akan hilang setelah anak lahir. Namun,

dapat pula terjadi Diabetes Mellitus dikemudian hari. Ibu hamil yang

menderita Diabetes Mellitus akan melahirkan bayi besar dengan berat

lebih dari 4000 gram. Apabila hal ini terjadi, maka kemungkinan besar

si ibu akan mengidap Diabetes Melitus tipe II kelak.

b. Faktor risiko yang dapat diubah :


1) Obesitas
Berdasarkan beberapa teori menyebutkan bahwa obesitas

merupakan factor predisposisi terjadinya resistensi insulin. Semakin

banyak jaringan lemak pada tubuh maka tubuh semakin resisten

terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat

badan terkumpul di daerah sentral atau perut. Lemak dapat memblokir

kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan

menumpuk dalam pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan kadar

glukosa darah. Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya Diabetes

Mellitus tipe II dimana sekitar 80-90% penderita mengalami obesitas

2) Aktivitas fisik kurang


Berdasarkan penelitian bahwa aktivitas fisik yang dilakukan

secara teratur dapat menambah sensitivitas insulin. Prevalensi

Diabetes Mellitus mencapai 2-4 kali lipat terjadi pada individu yang

kurang aktif dibandingkan dengan individu yang aktif. Semakin

kurang aktivitas fisik, maka semakin mudah seseorang terkena

33
penyakit Diabetes Mellitus. Olahraga atau aktivitas fisik dapat

membantu mengontrol berat badan. Glukosa dalam darah akan dibakar

menjadi energi, sehingga sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap

insulin. Selain itu, aktivitas fisik yang teratur juga dapat melancarkan

peredaran darah, menurunkan faktor risiko terjadinya Diabetes

Mellitus.

b Pola makan
Pola makan yang salah dapat mengakibatkan kurang gizi atau

kelebihan berat badan. Kedua hal tersebut dapat meningkatkan risiko

terkena Diabetes Mellitus. kurang gizi (malnutrisi) dapat mengganggu

fungsi pankreas dan mengakibatkan gangguan sekresi insulin.

Sedangkan kelebihan berat badan dapat mengakibatkan gangguan

kerja insulin (Yuliana, 2018).

b Gejala Diabetes Mellitus


Gejala awal berhubungan dengan efek langsung dari kadar glukosa

darah yang tinggi. Jika kadar glukosa darah sampai diatas 160-180

mg/dl, maka glukosa akan dikeluarkan melalui kemih. Jika kadarnya

lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk

mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal

menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka

penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).

Akibatnya, penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga

banyak minum (polidipsi)(Suryo, 2009). Menurut (SARI, 2019) gejala

34
Diabetes Mellitus adalah adanya rasa haus yang berlebihan, sering

kencing terutama pada malam hari, berat badan turun dengan cepat,

penderita lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, penglihatan

kabur, gairah seks menurun, dan luka sulit untuk sembuh.

e. Bahan Makanan untuk Penderita Diabetes Mellitus


Bahan makanan yang dianjurkan untuk Diabetes Mellitus (Almatsier,

2004) yaitu

1) Sumber karbohidrat kompleks, seperti nasi, mie, roti kentang,

singkong, ubi dan sagu

2) Sumber protein rendah lemak, seperti ikan, ayam tanpa kulit,

susu skim, tempe, tahu, dan kacang-kacangan

3) Sumber lemak dalam jumlah yang terbatas yaitu bentuk makanan

yang mudah dicerna

4) Makanan terutama yang diolah dengan cara dipanggang,

dikukus, disetup, direbus, dan dibakar (Rusilanti, 2008).

e. Bahan makanan yang tidak dianjurkan atau dibatasi untuk diet


Diabetes
Makanan yang mengandung banyak gula sederhana, seperti gula pasir,

gula jawa, sirup, jam, jeli, buah-buahan yang diawetkan dengan gula,

susu kental manis, minuman botol ringan, dan es krim, mengandung

banyak lemak, seperti cake, makanan siap saji dan gorengan,

mengandung banyak natrium, seperti ikan asin, telur asin, dan makanan

yang diawetkan(Agustina, 2018).

B. Pola Konsumsi

35
1. Pengertian Pola Konsumsi

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran


mengenai

macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh satu

orang dan merupakan ciri khas untuk satu kelompok masyarakat

tertentu (Dr. Merryana Adriani, 2016).

2. Metode Pengukuran Pola Konsumsi


Metode Pengukuran Pola Konsumsi yaitu Frekuensi Makanan

(Food Frequency). Prinsip dasar food frequency questionnaire (FFQ)

adalah menggali informasi frekuensi makan makanan tertentu pada

individu yang diduga berisiko tinggi menderita defisiensi gizi atau

kelebihan asupan zat gizi tertentu pada periode waktu yang lalu. Jadi,

FFQ digunakan sebagai alat diagnostik terhadap makanan yang

menyebabkan kasus gizi (kekurangan atau kelebihan). Hal ini

dimaksudkan untuk mengetahui besar faktor pajanan makanan

tertentu terhadap kejadian penyakit yang berhubungan dengan asupan

gizi. FFQ ada dua jenis, yaitu FFQ murni dan semi-FFQ.

Perbedaannya adalah pada FFQ murni tidak ada kuantitas (porsi),

sedangkan pada semi-FFQ ada kuantitas (porsi) (SARI, 2019).

Penggunaan metode frekuensi makanan bertujuan untuk memperoleh

data konsumsi makanan secara kualitatif dan informasi deskripstif

tentang pola konsumsi. Metode ini umumnya tidak digunakan untuk

memperoleh data kuantitatif makanan ataupun asupan konsumsi zat

gizi. Namun, metode frekuensi pangan dapat juga digunakan untuk

36
menilai konsumsi makanan secara kuantitatif. Hal ini tergantung dari

tujuan studi, apakah hanya ingin menggali frekuensi pengunaan

makanan saja atau juga sekaligus dengan konsumsi zat gizinya.

Dengan metode ini, dapat dinilai frekuensi penggunaan makanan atau

kelompok makanan tertentu selama kurun waktu yang spesifik dan

sekaligus memperkirakan konsumsi zat gizinya. Kuesioner

mempunyai dua komponen utama yaitu daftar pangan dan frekuensi

penggunaan pangan.

3. Klasfikasi Food Frequency

Quetionnaire Terdapat dua jenis

FFQ, yaitu sebagai berikut.

a. Kualitatif FFQ yang memuat tentang :

1) Daftar makanan yang spesifik pada kelompok makanan

tertentu atau makanan yang dikonsumsi secara periodik pada

musim tertentu

2) Daftar bahan makanan yang dikonsumsi dalam frekuensi

yang cukup sering oleh responden

3) Frekuensi konsumsi makanan yang dinyatakan dalam

harian,mingguan,bulanan,atau tahunan (Junantini, 2021).

Prosedur pengisian data kualitatif FFQ :


a) Berdasarkan daftar makanan khusus yang ada pada kuisioner,

tanyakan kepada responden tentntang frekuensi setiap bahan

37
makanan yang mereka konsumsi, seberapa sering biasanya

mereka mengonsumsi setiap item bahan makanan tersebut.

b) Terdapat lima kategori frekuensi penggunaan bahan makanan

yang harus tersedia pada FFQ, yaitu harian, mingguan,

bulanan, tahunan, jarang atau tidak pernah. Responden

diharapkan memilih salah satu kategori pada kotak yang

tersedia (Faridi et al., 2022).

b. Semi-Kuantitatif FFQ
Semi kuantitatif FFQ adalah kualitatif FFQ dengan tambahan

perkiraan ukuran porsi, seperti kecil, medium, besar, dan sebagainya.

Modifikasi tipe ini dapat dilakukan untuk mengetahui asupan energi

dan zat gizi spesifik. Kuisioner semi kuantitatif FFQ ini harus memuat

bahan makanan sumber zat gizi yang lebih utama.

Prosedur semi kuantitatif FFQ :


1) Lengkapi langkah prosedur kualitatif FFQ
2) Gunakan ukuran 3 porsi, yaitu kecil, sedang, dan besar. Isikan

ukuran porsi yang dikonsumsi pada kotak yang tersedia

3) Konversikan seluruh frekuensi bahan makanan yang digunakan ke

dalam penggunaan setiap hari dengan cara sebagai berikut.

1 kali/hari = 1

3 kali/hari = 3

4 kali/minggu = 4/7 hari = 0,57

38
5 kali/bulan = 5/30 hari = 0,17

10 kali/tahun = 10/365 hari = 0,03

4) Frekuensi yang berulang-ulang setiap hari, dijumlahkan menjadi

konsumsi per hari (Merta, 2021)

4. Kelebihan dan Kelemahan

Metode FFQ

a. Kelebihan FFQ adalah sebagai

berikut.

1) Mudah mengumpulkan data dan biaya murah

2) Cepat (membutuhkan waktu sekitar 20 menit hingga 1 jam

untuk setiap responden)

3) Tidak membebani responden, dibandingkan dengan metode food

record

4) Dapat diisi sendiri oleh repsonden atau oleh pewawancara

5) Pengolahan data mudah dilakukan

6) Dapat digunakan pada jumlah sampel populasi yang besar

7) Dapat menggambarkan kebiasaan makan untuk suatu makanan

spesifik jika dilaksanakan pada periode yang lebih Panjang

8) Dapat membantu untuk menjelaskan hubungan antara

penyakit dan kebiasaan makan (Diah Wayuni et al., 2020)

b. Kelemahan FFQ adalah sebagai berikut.


1) Hasil bergantung pada kelengkapan daftar bahan makanan

yang ditulis pada kuisioner

39
2) Makanan musiman sulit dihitung

3) Bergantung pada daya ingat responden (SARI, 2019)

C. Konsumsi Buah dan Sayur


Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) tahun

2017 berfokus pada tiga aktivitas utama, yaitu: memeriksa

kesehatan secara rutin, melakukan aktivitas fisik, dan

mengonsumsi sayur dan buah. Mendukung salah satu program

GERMAS, yaitu membiasakan masyarakat mengonsumsi sayur

dan buah setiap hari. Konsumsi beragam sayuran dan buah

nusantara, yang ada dan banyak tersedia di daerah lokal, dapat

mencegah penyakit degeneratif yaitu Diabetes Mellitus

(Winangsih & Nisa, 2020).

Sayuran dan buah-buahan merupakan sumber

berbagai vitamin, mineral, dan serat pangan. Sebagian vitamin,

mineral yang terkandung dalam sayuran dan buah-buahan

berperan sebagai antioksidan atau penangkal senyawa jahat dalam

tubuh. Berbeda dengan sayuran, buah-buahan juga menyediakan

karbohidrat terutama berupa fruktosa dan glukosa. Sayur tertentu

juga menyedia karbohidrat, seperti wortel dan kentang sayur.

Sementara buah tertentu juga menyediakan lemak tidak jenuh

seperti buah alpukat dan buah merah (Mardianti & Muhamad,

2020).

40
Berbagai kajian menunjukkan bahwa konsumsi

sayuran dan buah-buahan yang cukup turut berperan dalam

menjaga kenormalan kadar gula darah. Konsumsi buah dan sayur

menurut (Carter et al., 2010) dalam beberapa studi meta analisis

dapat mengurangi risiko diabetes mellitus tipe 2 jika

dibandingkan dengan subyek yang konsumsinya rendah.

Konsumsi sayur dan buah yang cukup juga

menurunkan risiko sulit buang air besar (BAB/sembelit) dan

kegemukan. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi sayuran dan

buah-buahan yang cukup turut berperan dalam pencegahan

penyakit tidak menular kronik. Konsumsi sayuran dan buah-

buahan yang cukup merupakan salah satu indikator sederhana gizi

seimbang (Dewi, 2022).

Semakin matang buah yang mengandung karbohidrat

semakin tinggi kandungan fruktosa dan glukosanya, yang

dicirikan oleh rasa yang semakin manis. Dalam budaya makan

masyarakat perkotaaan Indonesia saat ini, semakin dikenal

minuman jus bergula. Dalam segelas jus buah bergula

mengandung 150-300 kalori, sekitar separuhnya berasal dari gula

yang ditambahkan. Oleh karena itu konsumsi buah yang terlalu

matang dan minuman jus bergula perlu dibatasi agar turut

mengendalikan kadar gula darah. Konsumsi serat yang dianjurkan

untuk pasien Diabetes Mellitus adalah 20-35 gram setiap harinya

41
yang banyak terdapat di dalam buah dan sayur . Serat yang

dianjurkan untuk penderita Diabetes Mellitus adalah serat larut air

yang banyak mengandung vitamin dan mineral (SARI, 2019).

Sayuran dan buah yang dikonsumsi oleh penderita

Diabetes Mellitus juga memperhatikan jenis dan nilai Indeks

Glikemiknya. Adapun jenis sayurannya adalah sebagai berikut.

a) Sayuran A : Baligo, gambas, jamur kuping segar, ketimun, labu

siam, lobak, selada air, selada, dan tomat

b) Sayuran B : Bayam, bit, buncis, brokoli, caisim, daun pakis,

daun wuluh, genjer, jagung muda, jantung pisang, kol, kembang

kol, kapri muda, kangkung, kucai, kacang panjang, kecipir, labu

siam, labu waluh, pare, pepaya muda, rebung, sawi, tauge

kacang hijau, terong, dan wortel

c) Sayuran C : Bayam merah, daun katuk, daun melinjo, daun

papaya, daun singkong, daun tales, kacang kapri, kluwih,

melinjo, nangka muda, tauge kacang kedelai

d) Sedangkan jenis buah-buahan yang memiliki indeks glikemik

rendah yaitu anggur, apel, jeruk, mangga, pear, kiwi, nanas,

pisang, persik, plum, dan sawo (SARI, 2019).

Pola konsumsi sayur dan buah meliputi jumlah, jenis, dan

frekuensi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang Diabetes Mellitus

42
hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan

yang seimbang (Julianti, 2021). Rekomendasi minimal mengonsumsi

sayuran dan buah-buahan bagi penderita Diabetes Mellitus adalah 5-10 porsi

dan jumlah sayuran dan buah-buahan yang disajikan dalam satu kali

penyajian adalah 106 gram. Sehingga, penyajian sayuran yang dianjurkan

dalam 1 hari dan dikatakan cukup apabila >318 gram serta dikatakan kurang

apabila <318 gram dan total penyajian buah dalam 1 hari dikatakan cukup

apabila >212 gram dan dikatakan kurang apabila <212 gram. Sementara itu,

berdasarkan jenisnya konsumsi sayuran dan buah-buahan dikatakan

beragam jika mengonsumsi > 5 jenis sayuran dan buah-buahan serta

dinyatakan tidak beragam jika mengonsumsi <5 jenis sayuran dan buah-

buahan (FAO, 2011). Sedangkan Frekuensi konsumsi sayur dan buah yang

dianjurkan untuk pasien Diabetes Mellitus adalah > 3 hari dalam 1 minggu

(SARI, 2019).

B. Kerangka Teori

Kejadian
Pasien DM
Self Eficacy Motivasi Komplikasi
Tipe II
DM Tipe II

C. Hipotesis

43
Ada hubungan Self efficacy dengan Motivasi dalam Mencegah terjadinya

komplikasi Penderita Diabetes Mellitus Tipe II di Poli Penyakit Dalam RSUD

Kabupaten Fakfak Papua Barat Tahun 2022.

44

Anda mungkin juga menyukai