TINJAUAN PUSTAKA
Albert Bandura, yang dikenal dengan "teori kognitif sosial", memperkenalkan self-efficacy.
mempengaruhi kehidupan (Bandura, 1998; dalam ayuri, 2019). Sedangkan menurut Bagun
(2018), efikasi diri merupakan penilaian terhadap persepsi yang dimiliki seseorang atau
individu terhadap keyakinan dan kemampuannya untuk mengatasi berbagai masalah dalam
Efikasi diri juga dapat diartikan sebagai keyakinan individu terhadap kemampuannya dalam
mengatur dan melakukan segala aktivitas yang diperlukan untuk menghasilkan apa yang
diinginkan. Tingkat efikasi diri seseorang akan menentukan kemampuan individu dalam
Pernyataan di atas juga didukung oleh pernyataan Kreitner dan Kinicki (Suseno, 2012) yang
melakukan tugas yang diberikan. Seseorang yang percaya pada kemampuannya untuk
menyelesaikan tugas lain memiliki kemampuan untuk melakukannya dengan baik. Ini berarti
bahwa orang yang percaya diri dan percaya pada kemampuannya merasa bahwa mereka
memiliki peluang bagus untuk menyelesaikan tugas dengan sukses. Efikasi diri juga
dipengaruhi oleh beberapa aspek, yaitu: kesulitan tingkat tugas, kepercayaan diri dalam
menghadapi situasi yang berbeda, dan kestabilan kepercayaan diri akan mendorong orang
untuk terus menciptakan tujuan dalam situasi sesulit apapun (Bangun, 2018).
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa efikasi diri adalah keyakinan bahwa
seseorang harus mampu mengendalikan dirinya sendiri agar dapat mengatasi berbagai
atau melakukan sesuatu yang baru yang serupa dengan pengalaman yang telah dimilikinya.
Namun, ada beberapa peringatan untuk percobaan ini dalam mengembangkan self-efficacy.
Kesulitan dan frekuensi latihan atau latihan yang berbeda dapat memengaruhi kekuatan yang
keberhasilan atau kegagalan orang lain dengan masalah yang sama. Pengamatan dan
penilaian diri merupakan poin penting dalam faktor ini. Ketika kita melihat seseorang
berhasil mengubah perilakunya terkait kesehatan atau pengobatannya, kita termotivasi untuk
melakukan hal yang sama. Sebaliknya, ketika teman pasien mengalami kegagalan dengan
masalah pengobatan yang sama atau serupa, maka orang tersebut menjadi pesimis terhadap
Dari dukungan verbal baik dari keluarga dan lingkungan sosial meningkatkan rasa percaya
berbagai keadaan emosional. Kesuksesan mengarah pada tumbuhnya perasaan positif, seperti
kepercayaan diri dan optimisme untuk melakukan hal yang sama berulang kali. Namun,
ketika kemungkinan gagal lebih besar, emosi negatif seperti stres, kecemasan, kekhawatiran,
dan ketakutan dapat mengurangi rasa efikasi diri seseorang, sehingga kemampuan untuk
melakukan sesuatu berkurang atau tidak efisien dan perubahan perilaku (Fauzi, 2018)
Aspek ini terkait dengan tingkat kesulitan individu. Individu akan berusaha untuk mencapai
tugas-tugas tertentu yang dianggap selesai dan akan menghindari sikap dan perilaku yang
berada di luar kemampuannya. Magnitude adalah salah satu aspek efikasi diri dan
menunjukkan tingkat di mana perawat percaya bahwa mereka dapat melakukan. Jika perawat
dapat menguasai proses kerja dan kondisi kerja dengan baik, maka pekerjaan akan lebih
teratur dan rutin, jadwal kerja lebih efisien, dan tidak ada kesalahan dalam bekerja.
2. Strength (Kekuatan)
Aspek ini meliputi tingkat kekuatan atau keteguhan imannya seseorang. Orang dengan efikasi
diri rendah mudah dilemahkan oleh pengalaman yang mengganggu kemampuan mereka,
sedangkan orang dengan efikasi diri tinggi bertahan dan berusaha lebih keras bahkan ketika
pengalaman merusak kemampuan mereka. Kekuatan adalah kepercayaan diri yang diperoleh
dengan mencapai kinerja tertentu. Seorang perawat dengan kepercayaan diri yang baik akan
lebih fokus pada proses kerjanya, kondisi kerjanya akan lebih baik, waktunya akan lebih
efisien, dan akan dapat mengurangi kesalahan dalam pekerjaannya serta akan dapat
menganalisis kesalahan dalam pekerjaannya. Perawat akan mampu menerima pernyataan atau
informasi dan mampu mengevaluasi hasil tindakannya atau tindakan yang telah dilakukan
3. Generality (Generalitas)
Aspek ini terutama terkait dengan bidang tanggung jawab atau perilaku, Keyakinan individu
mereka sendiri, apakah mereka terbatas pada aktivitas dan situasi tertentu, atau aktivitas dan
Generality adalah derajat kebebasan dalam tipe efikasi diri seorang perawat. Generality yang
baik membantu perawat dalam proses bekerja karena jika perawat menemui kondisi kerja
yang kurang baik maka akan dapat mengatasi masalah tersebut dan perawat juga dapat
memberikan jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan pasien saat itu. (Fismasari dan
Triana, 2013).
Menurut bandura dalam manutung (2018) proses pembentukan efikasi diri adalah :
1. Proses Kognitif
Efikasi diri mempengaruhi bagaimana pola pikir dapat mendorong atau menghambat
perilaku. Seseorang dengan Efikasi diri yang tinggi mendorong perkembangan cara berfikir
dan pemikiran progresif tentang kesuksesan, dan dengan memperkuat efikasi diri, dapat
2. Proses Motivasional
Sebuah harapan juga bisa memotivasi seseorang, bagai mana kemampuan untuk
mempengaruhi tingkat pencapaian tujuan dan kekuatan komitmen. Berapa banyak usaha yang
3. Proses afektif
Efikasi diri memainkan peran penting dalam kondisi efektif, Efikasi diri mengatur emosi
dalam beberapa cara, yaitu seseorang yang percaya dapat mengendalikan ancaman tidak
dapat dengan mudah memberikan tekanan pada dirinya sendiri, dan sebaliknya, seseorang
dengan efikasi diri rendah cenderung meningkatkan risiko, sedangkan seseorang dengan
efikasi diri tinggi bisa mengurangi tingkat stres serta kecemasan pada dirinya, dengan
mengurangi ancaman di lingkungan sekitarnya, dan seseorang dengan efikasi diri yang tinggi
memiliki kontrol pikiran yang lebih baik, dan efikasi diri yang rendah dapat menyebabkan
depresi.
4. Proses seleksi
Pada proses kognitif, motivasi dan afektif memungkinkan seseorang untuk membentuk
lingkungan yang sesuai dapat membantu membentuk dirinya dan mencapai tujuan yg di
Manutung (2018) menjelaskan beberapa faktor efikasi diri yang diuraikan sebagai berikut:
Pengalaman menguasai sesuatu yaitu kinerja sebelumnya pada umumnya kinerja yang
kegagalan biasanya berkurang dengan sendirinya. Kegagalan ini pun bisa diatasi dengan
memperkuat motivasi diri sendiri jika seseorang mengatasi rintangan tersulit dengan usaha
terus-menerus.
Pengalaman adalah salah satu cara mengelola informasi yang dialami seseorang selama
periode waktu yang tidak terbatas. Perawat yang telah bekerja lebih lama pasti memiliki lebih
banyak pengalaman. Pengalaman tersebut dapat bermanfaat ketika perawat dihadapkan pada
masalah terkait pasien atau masalah internal dalam dunia keperawatan (Susanti, 2013).
2. Modeling social
Pengalaman keberhasilan orang lain dengan kemampuan serupa dalam melakukan suatu
tugas dapat meningkatkan efikasi diri individu dalam melakukan tugas yang sama,dan begitu
pula sebaliknya jika mengamati kegagalan orang lain melemahkan evaluasi individu atas
3. Persuasi sosial
Sesorang dapat dibimbing oleh saran dan pelatihan sehingga dapat meningkatkan
kepercayaan terhadap kemampuan mereka yang dapat membantu mencapai tujuan yang
diinginkan, orang yang yakin secara verbal bekerja lebih keras untuk berhasil. Namun, efek
persuasi tidak terlalu besar, karena tidak memberikan pengalaman langsung atau pengalaman
yang dapat diamati dari individu, pada kondisi tekanan dan kegagalan yang terus-menerus
dapat melemahkan efektivitas dan dapat menghilang dalam upaya kegagalan yang tidak
menyenangkan.
Emosi yang kuat cenderung merusak kinerja ketika seseorang mengalami ketakutan yang
intens, kecemasan akut, atau stres tinggi, yang cenderung memiliki ekspektasi kinerja yang
rendah. Tingkat efikasi diri seseorang dalam setiap tugas sangat bervariasi, karena beberapa
faktor yang mempengaruhi persepsi individu tentang efikasi diri. Sejumlah faktor
A. Budaya
proses pengaturan diri (self- regulation process) yang berfungsi sebagai sumber
penilaian efikasi diridan juga sebagai konsekuensi dari keyakinan akan efikasi diri.
B. Jenis kelamin
Perbedaan gender juga berpengaruh terhadap efikasi diri, hal ini dapat dilihat dari
penelitian bandura yang menyatakan bahwa wanita efikasinya lebih tinggi dalam
mengelola perannya. Wanita yang memiliki peran selain sebagai ibu rumah tangga
juga sebagai wanita karir akan memiliki efikasi diriyang tinggi dibandingkan dengan
Derajat kesulitan dari tugas yang dihadapi oleh individu akan mempengaruhi
suatu tugas yang dihadapi oleh individu maka akan semakin rendah individu tersebut
menilai kemampuannya, sebaliknya jika individu dihadapkan pada tugas yang mudah
dan sederhana maka akan semakin tinggi individu tersebut menilai kemampuannya
D. Insentif ekternal
Faktor lain yang dapat mempengaruhi efikasi diri individu adalah insentif yang
diperolehnya, bandura menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat meningkatkan
efikasi diri adalah competent contingens incentive, yaitu insentif yang diberikan oleh
lebih besar sehingga efikasi diri yang dimilikinya juga tinggi. Sedangkan individu
yang memiliki status yang lebih rendah akan memiliki kontrol yang lebih kecil
Individu akan memiliki efikasi diri tinggi, jika ia memperoleh informasi positif
mengenai dirinya, sementara individu akan memiliki efikasi diri yang rendah, jika ia
Burnout adalah sindrom kelelahan fisik, emosional, dan mental yang mencakup
pengembangan citra diri negatif, kurang konsentrasi, dan perilaku kerja negatif (Pines dan
Maslach, 1993). Putri (2019) juga mengatakan bahwa burnout merupakan penyakit negatif
dimana perawat mengalami kelelahan kerja karena faktor pribadi, keluarga dan lingkungan
kerja. Keadaan ini membuat suasana kerja menjadi dingin, tidak menyenangkan, dedikasi dan
komitmen menurun, hasil kerja, serta prestasi tidak maksimal. Hal ini memaksa perawat
untuk menjaga jarak karena tidak mau berinteraksi dengan lingkungannya (Dyanda, 2019).
Maharani (2012) mereka menyatakan bahwa burnout merupakan perasaan umum dari
keletihan yang berkembang ketika seseorang pada saat yang sama mengalami terlalu banyak
seseorang yang mengalami kejenuhan yang berdampak pada kondisi tubuh, seperti terus
merasa kehilangan energi dan lelah, tidak mampu menggunakan waktu untuk melakukan
sesuatu yang berarti, mengalami sakit yang berkepanjangan, mengalami gangguan tidur,
Menurut Dyanda (2019) mendefinisikan burnout sebagai sindrom psikologis yang terdiri atas
tiga dimeni yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi dan rendahnya prestasi pribadi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa burnout adalah suatu kondisi dimana
seseorang mengalami kelelahan fisik, emosional dan mental, yang terjadi ketika seseorang
mengalami terlalu banyak tekanan dan terlalu sedikit sumber kepuasan pada saat yang
bersamaan sehingga menyebabkan penurunan pada motivasi kerja, serta peforma dalam
pekerjaan, biasanya seseorang yang mengalamin burnout dapat menjaga jarak dan tidak mau
Leiter dan Maslach (2001) dalam Pamungkas (2018) menyatakan bahwa burnout memiliki
tiga indikator yaitu: depersonalisasi, kelelahan emosional, dan penurunan kepuasan pribadi.
Ciri-ciri yang timbul dari depersonalisasi adalah munculnya sikap negatif, menjaga
kehilangan tujuan bekerja dan kehilangan antusiasme sebagai akibat dari semakin
menjauh dirinya sendiri dan pekerjaannya, menjadi acuh tak acuh terhadap orang
ditanggung. Pada saat individu mengalami kelelahan emosional, individu akan merasa
sedih, putus asa, tertekan, tidak berdaya, frustasi, dan merasa sangat terbebani oleh
dalam bekeja sehingga timbul perasaan engan untuk melakukan pekerjaan baru dan
enggan untuk berinteraksi dengan orang lain (Sari, 2015) sebagian besar berhubungan
3. Penurunan pencapaian prestasi diri, yaitu perasaan kurang puas terhadap diri sendiri,
pekerjaan dan kehidupannya. Individu merasa bahwa dia tidak bisa memberikan hal
yang bermanfaat bagi orang lain. Hal ini menyebabkan individu merasa bahwa
bersalah telah memperlakukan klien secara negatif. Hal ini ditunjukan dnegan timbul
fakta bahwa orang mulai melihat dirinya sebagai seseorang yang tidak berhasil.
Dengan kata lain, seseorang sering mengevaluasi dirinya sendiri sebagai hal yang
negatif. Orang yang mengalami kecenderungan ini berfikir bahwa mereka tidak
Dalam sebuah artikel oleh Smith, Gill, dan Segal (2011), Romadhoni dkk (2015) menuliskan
1. Gejala fisik
2. Gejala emosional
c. Kehilangan motovasi
3. Perilaku
d. Frustasi
1. Sakit kepala
2. Gangguan gastrointestinal
3. Kekuatan otot
4. Gangguan tidur
Burnout juga dapat mempengaruhi performa kerja individu yang menyebabkan melarikan diri
dari pekerjaan seperti absensi, keinginan untuk berhenti, dan turnover dalam Yulianti dan
Maslach dan Leiter mengemukakan kondisi organisasi yang dapat menyebabkan terjadinya
1. Beban kerja
2. Pengendalian organisasi
3. Reward
4. Komunitas
5. Keadilan
faktor penyebab dalam organisasi yang membuat terjadinya burnout menurut Cherniss et al.,
1. Perencanaan organisasi
ambiguitas peran.
menyelesaikan tugas pekerjaan, yang dapat membuat seseorang merasa tidak mungkin
untuk mengatasinya di tempat kerja. Individu tidak dapat mengubah situasi kerja atau
2. Kepemimpinan
dengan burnout. Konsep mengenai kepemimpinan yang ideal selalu berubah dari
waktu ke waktu, namun asumsi bahwa kualitas pemimpin menentukan motivasi dan
kinerja bawahan selalu diterima. Adanya hubungan derajat keterasingan pada perawat
rumah sakit dengan cara yang digunakan oleh atasan dalam memberikan perintah.
Atasan yang memberikan alasan atas perintahnya, lebih kecil kemungkinan daripada
3. Interaksi sosial dan dukungan dari rekan kerja. Dukungan rekan kerja merupakan
variabel yang signifikan berhubungan dengan burnout. Interaksi sosial dengan rekan
kerja merupakan sumber dukungan yang sangat penting bagi individu untuk dapat
a) Ambiguitas, yaitu kebingungan yang dirasakan pekerja mengenai tugas yang harus
bersifat menetap sehingga kondisinya tidak mampu lagi dalam menghadapi pemicu
stress
2. Dukungan seperti:
(a) Dukungan sosial, yaitu. bantuan dari orang lain yg dapat membuat seseorang
b) Dukungan keluarga, perhatian dan empati yang diberikan oleh anggota keluarga
c) Dukungan dari rekan kerja, rekan kerja yang suportif memungkinkan dapat
Faktor yang mempengaruhi terjadinya burnout adalah faktor lingkungan kerja dan faktor
individu. Menurut Maharani dkk, (2012) terdapat dua faktor penyebab yang menimbulkan
burnout, yaitu:
2. Menurut Maslach dan Sari (2015), faktor internal, termasuk jenis kelamin,
dan bengis. Di sisi lain, wanita lebih fokus pada kepentingan orang lain (ini lebih
terlihat dalam pengasuhan), sehingga sikap yang perlu dikembangkan dari dalam
kelemahan masing-masing gender saat menghadapi burnout. Pria yang tidak terbiasa
dengan kontak emosional yang mendalam dengan orang lain cenderung mengalami
depersonalisasi. Wanita yang lebih terikat secara emosional dengan orang lain
cenderung lebih mudah terbakar secara emosional. Demikian pula, perawat lebih
banyak menggunakan emosinya saat bekerja, sehingga perawat sering kali merasa
terbebani secara emosional saat merawat pasien. Selain jenis kelamin, faktor internal
kelelahan yaitu:
Dalam pekerjaan pelayanan sosial (human services atau helping profession) pekerja
memiliki tugas untuk terlibat langsung dengan kliennya. Namun, ada beberapa kasus
bahwa pekerja kadang mendapat masalah atau menemui kerjasama yang kurang baik
kebingungan dalam peran kerja, dukungan sosial yang rendah dari rekan kerja,
dukungan sosial dari atasan tidak sesuai dengan harapan pekerja, konflik peran,
ambiguitas peran, dukungan sosial dari rekan kerja yang tidak memadai, peraturan
yang kaku dan kurang bias diterima, serta kurangnya stimulus atau motivasi yang
3. Faktor individu
Meliputi faktor demografik (latar belakang etnis dan pendidikan, jenis kelamin, usia,
status perkawinan) dan karakteristik kepribadian yang meliputi kebutuhan diri yang
terlalu besar, kemampuan yang rendah dalam mengendalikan emosi, dan konsep (self
4. Faktor sosial budaya, berhubungan dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat
keperawatan.
2. Taylor C., Lilis C., Le Mone, mendefinisikan perawat adalah seseorang yang
Registrasi dan Praktik Perawat, pada Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi: “Perawat
adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di
perawatan dokter, fisioterapis, ahli gizi, dll, yang berusaha untuk menentukan
yang diberikan.
2. Fungsi Dependen
3. fungsi interdependen
perawat, dan ahli diet bekerja sama untuk membuat rencana untuk
menentukan kebutuhan gizi ibu hamil dan janin yang sedang berkembang.
(budiono dan pertami 2016) Tugas dan Tanggung jawab perawat yaitu :
(derogatory).
6. Terimalah sikap kritis klien dengan berusaha memahami dari sudut pandang
menurut Lestari (2014) Profesional adalah suatu karakter, spirit atau metode
hasil penelitian yang kuat. Hal ini yang membedakan body of knowledge
hanya pendidikan vokasi semata, tetapi juga lebih diarahkan pada pendidikan
dengan profesi lain. Dan sesuai peraturan dan ketentuan setiap institusi dan
organisasi profesi.
memperoleh tingkat keamanan yang tinggi karena kualitas praktik. Untuk itu
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mencakup tiga tahap yaitu :
keperawatan
tertentu
Kesehatan Pasal 1 Ayat (6), yang menyebutkan bahwa tenaga kesehatan adalah
setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/ atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
gelar (M.Kep)
Pendidikan keperawatan profesional harus melalui setidaknya dua tahap. Salah satunya
adalah tahap pendidikan akademik, di mana lulusan menerima gelar Sarjana Keperawatan
(S.Kep.), dan yang lainnya adalah tahap pelatihan profesional berikutnya, di mana lulusan
menerima gelar Perawat Profesi Ners (NS). Kedua jenjang ini merupakan jenjang pendidikan
terpadu yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan harus diikuti. Program pendidikan
perawat adalah program pelatihan akademik khusus yang ditujukan untuk membina perawat
sebagai berikut:
penerapannya.
serupa
2.4 Kerangka Konsep
Keterangan:
: Diteliti
: Berhubungan
: Tidak diteliti
: Mempengaruhi
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Efikasi Diri Dengan Burnout
Hipotesis adalah pernyataan yang diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran
sebagaimana adanya, pada saat fenomena dikenal dan merupakan dasar kerja serta
panduan dalam verifikasi (Nursalam, 2013). Hipotesis adalah suatu penyataan asumsi
tentang hubungan antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab