Anda di halaman 1dari 14

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Efikasi Diri
Landasan teori tentang efikasi diri meliputi : pengertian efikasi diri,
karakteristik efikasi diri, aspek-aspek efikasi diri, faktor penyebab efikasi diri,
dan dampak efikasi diri terhadp fungsi-fungsi aktivitas belajar.
1. Pengertian Efikasi diri
Efikasi diri merupakan istilah dalam ilmu-ilmu perilaku yang
berarti kepercayaan atau keyakinan. Menurut Kristiyani (2006, hlm.83)
efikasi diri adalah keyakinan seseorang atas kemampuannya untuk
memilih dan menentukan tindakan yang dibutuhkan dalam mencapai
keberhasilan. Selaras dengan itu, Manuntung (2018, hlm.55)
mendefinisikan efikasi diri sebagai kepercayaan seseorang terhadap
kemampuan dirinya untuk dapat mengontrol dan mengatur tindakan dalam
menghadapi kejadian di lingkungan.
Ormrod (dalam Fattah, 2007, hlm.54) mengatakan self efficacy as
the belief that one is capable of Performing in a certain manner of human
agency. Maksudnya, efikasi diri adalah keyakinan seseorang untuk
mampu melaksanakan tugas dengan cara tertentu dalam mencapai tujuan-
tujuan tertentu. Menurut Baron dan Byrne (dalam Nurlaila, 2011, hlm.6)
mengatakan jikaseseorang memiliki keyakinan dalam diri mengenai
kemampuannya dalam menghadapi suatu tantangan, mekanisme tubuh
akan menghasilkan obat alami yang dapat meminimalisir stres dan
meningkatkan peluang keberhasilan.
Adapun Baron dan Byrne membagi efikasi diri kedalam tiga
dimensi yaitu efikasi pengaturan diri, efikasi diri sosial, dan efikasi diri
akademik. Efikasi diri akademik ialah keyakinan seorang pelajar terhadap
kemampuan dan kesanggupan diri untuk mencapai dan menyelesaikan
tugas-tugas studi sesuai dengan hasil dan waktu yang ditargetkan. Efikasi
diri akademik berkaitan dengan besar kecilnya keyakinan seseorang
terhadap kemampuannya untuk mengerjakan sejumlah aktivitas belajar

15
dan menyelesaikannya. Efikasi diri akademik mengacu pada keyakinan
seseorang terhadap kemampuan dalam menyelesaikan tugas akademik
berdasarkan kesadaran diri mengenai pentingnya pendidikan, nilai dan
harapan pada hasil yang akan dicapai.
Salah satu faktor yang sangat memberikan pengaruh pada
kesuksesan seorang pelajar adalah faktor efikasi diri. Dimana, efikasi diri
dapat mempengaruhi pilihan yang dibuat dalam pembelajaran dan tindakan
yang dilakukannya. Menurut Yusuf (2019, hlm.236) efikasi diri akademik
diartikan sebagai kepercayaan diri seseorang bahwa ia sanggup
menyelesaikan berbagai tantangan di lingkungan sekolah. Ia
menambahkan, beberapa ciri yang dapat menunjukan seorang pelajar
memiliki efikasi diri dalam hal akademik diantaranya yaitu: pelajar
memiliki kepercayaan diri untuk dapat mengerjakan tugas dengan tingkat
kesulitan seperti apapun, aktif (interaktif) dengan teman atau pengajar,
memiliki sikap kedisiplinan dan tidak bergantung kepada orang lain.
2. Karakteristik Efikasi Diri
Menurut Robert Kreitner dan Angelo Kinici (Wibowo, 2014)
dalam Penelitian Kurniawati (2016, hlm.38) karakteristik efikasi diri
dikategorikan menjadi dua pola perilaku yang ditunjukkannya. Pertama,
efikasi diri tinggi yang dimiliki seseorang dapat menghasilkan pola
perilaku yang megarah pada keberhasilan seperti aktif mencari peluang
terbaik, mampu mengontrol diri, memiliki target, berusaha keras, kretif
dalam mengatasi masalah, belajar dari kesalahan, berani mengimajinasikan
keberhasilan, dan mampu meminimalisir stres.
Kedua, efikasi diri rendah dapat menghasilkan pola perilaku yang
menuju kegagalan seperti bersifat pasif, menghidari tantangan, kurang
berkomitmen, memfokus pada kekurangan personal, kurang bekerja keras,
takut gagal, menyalahkan diri sendiri atau keadaan ketika gagal, khawatir
berlebih, dan berpikir untuk memaafkan atas kegagalan.
Adapun Sunoryo (2017, hlm.43) mengklasifikasikan efikasi diri ke
dalam tiga tingkatan yakni : efikasi diri tinggi, efikasi diri sedang dan

16
efikasi diri rendah. Siswa dengan efikasi diri tinggi memiliki pandangan
positif terhadap setiap kegagalan dan menerima dengan lapang kekurangan
yang dimiliki , lebih aktif, dapat mengambil hikmah dari kejadian yang
lampau, memiliki tujuan dan mampu membuat rencana, lebih kreatif
menyelesaikan masalah sehingga tidak mudah stres serta selalu berusaha
lebih giat untuk meningkatkan prestasi belajar.
Siswa dengan efikasi diri sedang pada prinsipnya tidak akan
mudah putus asa atau menghindari tugas, namun apabila telah berusaha
dengan keras tetapi belum juga dapat menyelesaikannya barulah siswa
tersebut menyerah. Siswa dengan klasifikasi tersebut tidak terlalu cemas
dan tidak terlalu optimis tapi tetap dengan kondisi tenang. Selain itu, siswa
cukup berusaha menyelesaikan tugas yang berbeda-beda meskipun kurang
berjalan dengan baik. Serta siswa juga memiliki harapan yang cukup kuat
sehingga mendorong untuk terus berusaha.
Adapun siswa dengan efikasi diri rendah adalah siswa yang
cenderung memberikan penilaian buruk terhadap diri sendiri, orang lain
dan lingkungan sekitarnya. Siswa dengan klasifikasi ini seringkali merasa
tidak diterima oleh lingkungan dan teman-temannya. Siswa juga merasa
kesulitan dalam bersosialisasi dengan siswa lain, kurang aktif dan
kesulitan dalam mengerjakan tugas, kurang upaya mengatasi masalah,
tidak mampu belajar dari pengalaman, selalu merasa cemas, sering stres
dan bisa sampai depresi.
Berdasarkan pemaparan di atas, pendapat Sunoryo (2017) dijadikan
sebagai referensi untuk penelitian yang akan dilakukan yaitu untuk
mengetahui tingkatan efikasi diri dengan kategori tinggi, sedang dan
rendah.

17
3. Aspek-Aspek Efikasi Diri
Menurut Bandura setiap orang memiliki efikasi diri yang
berbeda. Tingkat efikasi diri dapat diketahui menggunakan skala efikasi
yang mengacu pada tiga aspek, yakni dimensi tingkat kesulitan tugas
(magnitude), dimensi luas bidang tugas (generality) dan dimensi tingkat
kemantapan, keyakinan, kekuatan (strength) (Siregar dan Rianse, 2018
hlm.150)
a. Tingkat kesulitan tugas (Magnitude)
Aspek magnitude adalah aspek efikasi diri dilihat dari tingkat
kesulitan tugas yang dihadapi. Sebagaimana diketahui, bahwa setiap
orang memiliki batas kemampuan yang berbeda-beda antara satu
individu dengan yang lainnya. Apabila ada siswa A merasa mampu
menyelesaikan tugas dengan tingkat kesulitan tinggi. Siswa B belum
tentu dapat merasakan hal sama ketika harus menyelesaikan tugas
tersebut. Dengan aspek magnitude, tingkat efikasi diri seseorang dapat
diketahui melalui bagaimana seseorang merasa, berpikir dan bertindak
ketika menghadapi tugas dengan tingkat kesulitan menurut masing-
masing.
b. Luas bidang tugas (Generality)
Aspek Generality ini bekaitan dengan luas bidang tugas tingkah
laku mengenai keyakinan individu akan kemampuannya. Apakah
terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian
aktivitas dan situasi yang beragam.
c. Tingkat kemantapan, keyakinan, kekuatan (Strength)
Aspek Strength berkaitan dengan tingkat kekuatan dari
keyakinan atau pengharapan seseorang terhadap kemampuannya.
Pengharapan yang lemah akan mudah dijatuhkan oleh pengalaman yang
tidak mendukung, sebaliknya pengharapan yang kuat akan memotivasi
individu senantiasa berjuang dalam usahanya walaupun mungkin
ditemukan pengalaman yang kurang menunjang.

18
Adapun menurut Intan Prastihastari Wijaya dan Pratitis (2012,
hlm.43) aspek-aspek efikasi diri terkait akademik diantaranya:
a. Pengharapan efikasi (efficacy expentation)
Aspek efficacy expentation merupakan suatu perilaku yang muncul
akibat persepsi individu terhadap kemampuannya berkaitan dengan
hasil yang diinginkan.
b. Pengharapan hasil (outcome expentation)
Aspek outcome expentation merupakan hipotesis atau estimasi diri
bahwa perilaku tersebut akan mencapai hasil yang ditargetkan.
c. Nilai hasil (outcome value)
Aspek outcome value adalah suatu nilai kebermaknaan atas hasil yang
diperoleh seseorang. Nilai hasil yang sangat berarti dan berpengaruh
secara kuat mendorong seseorang untuk meraih keberhasilan lagi.
Dari kedua pendapat di atas, pendapat dari Bandura dalam Siregar
dan Rianse (2018) digunakan sebagai pedoman dalam menetapkan aspek-
aspek efikasi diri akademik, yaitu: dimensi tingkat kesulitan tugas
(magnitude), dimensi luas bidang tugas (generality) dan dimensi tingkat
kemantapan, keyakinan, kekuatan (strength). Pendapat ini digunakan
sebagai acuan sebab relevan untuk mengukur tinggi, sedang atau
rendahnya efikasi diri akademik siswa yang akan diteliti.
4. Faktor-Faktor Efikasi Diri
Menurut Manuntung (2018, hlm.59) terdapat empat faktor yang
mempengaruhi efikasi diri yaitu:
a. Pengalaman menguasai sesuatu (mastery experience)
Mastery experience merupakan pengalaman keberhasilan yang
pernah dicapai sebelumnya. Faktor ini sangat berpengaruh terhadap
peningkatan atau penurunan efikasi diri seseorang. Secara umum
keberhasilan pada masa lalu akan meningkatkan efikasi diri.
Sebaliknya, kegagalan pada masa lalu akan menurunkan efikasi diri
seseorang.

19
Bandura mengemukanan pencapaian keberhasilan pada masa
lalu akan memberikan dampak efikasi diri yang berbeda-beda,
tergantung proses pencapaiannya (Alwisol, 2018, 290). Dampak-
dampak itu dijabarkan sebagai berikut :
1) Keberhasilan dalam menghadapi tugas sulit akan semakin
meningkatkan efikasi diri.
2) Tugas yang dikerjakan secara mandiri lebih meningkatkan efikasi
diri dibandingkan secara bkelompok atau meminta bantuan dari
orang lain.
3) Efikasi diri dapat menurun jika seseorang sudak berusaha
semaksimal mungkin namun pencapaiannya gagal.
4) Kegagalan yang dialami saat kondisi emosional/stres, dampaknya
tidak seburuk ketika kondisinya optimal.
5) Jika mengalami kegagalan, seseorang dengan efikasi diri yang kuat
tidak akan mendapatkan dampak seburuk seseorang dengan efikasi
diri belum kuat.
6) Kegagalan sekali tidak akan berpengaruh negatif bagi seseorang
yang sudah terbiasa mendapatkan keberhasilan.
b. Modeling sosial
Modeling sosial disini merupakan istilah pengamatan terhadap
keberhasilan atau kegagalan orang lain. Efikasi diri seseorang akan
meningkat saat mengamati keberhasilan orang lain. Sebaliknya, efikasi
akan menurun ketika mengamati orang lain yang memiliki kemampuan
sama dengan dirinya namun gagal. Kegagalan yang diamati itu akan
menurunkan keyakinan diri pengamat untuk berusaha mencoba karena
berpikir akan mengalami kegagalan yang sama seperti kegagalan orang
yang diamati.
c. Persuasi sosial
Persuasi sosial menjadi salah satu faktor efikasi diri karena
seseorang dapat memperoleh dan diperkuat oleh arahan saran, nasihat
dan bimbingan yang baik dari orang lain. Faktor efikasi diri yang

20
dibentuk dari persuasi soasial berarti seseorang perlu diyakinkan oleh
orang lain bahwa dirinya mampu untuk untuk mencapai suatu
keberhasilan dengan usaha dirinya sendiri tanpa harus meminta bantuan
dari orang lain.
d. Kondisi fisik dan emosional
Kondisi fisik dan emosi akan berdampak pada efikasi diri.
Ketika seseorang mengalami kondisi fisik lemah, kecemasan akut,
ketakutan yang kuat, atau tingkat stres yang tinggi, berpotensi
menurunkan efikasi dirinya. Namun jika kondisi tersebut dapat
dikontrol dan dikendalikan, maka melemahnya efikasi diri itu tidak
akan terjadi.
5. Dampak Efikasi Diri Terhadap Fungsi-Fungsi Aktivitas Belajar
Dampak positif efikasi diri terhadap fungsi-fungsi aktivitas belajar
telah dibuktikan oleh berbagai penelitian. Bandura (dalam Kristiyani,
2016, hlm.91) membagi dampak positif efikasi diri terhadap fungsi-fungsi
aktivitas belajar dalam empat proses psikologis, yakni : proses kognitif,
proses motivasional, proses afektif dan proses seleksi
a. Proses kognitif
Keyakinan seseorang terhadap kemampuannya, membentuk
pikiran tertentu yang kemudian mempengaruhi tindakan. Sebagian
besar perilaku atau tindakan yang direncanakan manusia, diatur dengan
didahualui adanya tujuan-tujuan yang akan dicapai. Semakin kuat
persepsi efikasi diri seseorang, maka semakin tinggi tujuan-tujuan yang
dibuat dan lebih menguatkan komitmen bagi dirinya.
Siswa dengan efikasi diri tinggi, menggambarkan rencana
keberhasilan yang menjadi tuntunan positif dan mendukung untuk
mencapainya. Sedangkan siswa yang ragu dengan kemampuannya,
akan merasa takut dengan pencapaian yang mungkin gagal sehingga
usaha yang dilakukannya tidak berjalan maksimal.
Dengan demikian, dampak positif efikasi diri terhadap proses
kognitif dalam aktivitas belajar adalah memungkinkan siswa untuk

21
mampu memprediksi keberhasilan yang akan dicapai dan
mengembangkan cara untuk mengatur hal-hal yang dapat
mempengaruhi kejadian tersebut.
b. Proses motivasional
Efikasi diri berhubungan positif dengan motivasi belajar.
Meskipun efikasi diri bukanklah satu-satunya variabel yang dapat
meningkatkan motivasi belajar, namun keduanya saling berhubungan
cukup kuat. Semakin tinggi efikasi diri maka semakin tinggi pula
motivasi belajar. Sebaliknya, semakin rendah efikasi diri maka semakin
rendah pula motivasi belajar.
Dengan efikasi diri yang baik siswa akan mendapatkan
dorongan untuk mencapai motivasi belajar sehingga dapat menuntaskan
tugas secara maksimal dan meraih prestasi di sekolah.
c. Proses afektif
Afektif dalam aktivitas belajar merupakan bentuk sikap, respon
dan minat siswa terhadap proses belajar. Siswa yang memiliki efikasi
diri yang baik akan dapat mengontrrol dirinya ketika dihadapkan
dengan masalah, tekanan dan situasi mengancam atau sulit. Persepsi
yang kuat mengenai kemampuan diri akan menurunkan tingkat stres
yang dialami siswa selama proses belajar atau pencapaian suatu tujuan
tertentu.
d. Proses seleksi
Manusia merupakan bagian dari produk lingkungan. Oleh sebab
itu, kepercayaan akan kemampuan diri dapat membentuk kehidupan
dengan cara mempengaruhi jenis aktivias dan lingkungan yang dipilih.
Seseorang akan cenderung menghindari situasi dan kegiatan yang
dirasa melebihi batas kemampuan kopingnya. Namun seseorang akan
siap menghadapi aktivitas menantang dan memilih situasi di mana yang
diyakini mampu dihadapinya.
Pemahaman bahwa siswa mengembangkan kemampuan
akademiknya akan mempengaruhi keputusan yang dibuat, lingkungan

22
yang dipilih, dan jenis pilihan yang diambil. Siswa seringkali terlibat
dalam kegiatan di mana mereka rasa mampu dan menghindari aktivitas
yang dirasa tidak mampu dilakukan.
B. Stres Akademik
Landasan teori tentang stres akademik meliputi : pengertian stres
akademik, aspek-aspek stres akademik, gejala stres akademik, faktor
pengaruh stres akademik.
1. Pengertian Stres Akademik
Secara sederhana stres diartikan sebagai reaksi fisiologis dan
psikologis terhadap Stimulus yang menegangkan kapasitas (daya) (Utama,
2018, hlm.38). Stres adalah tekanan yang diakibatkan oleh ketidaksesuaian
antara harapan dengan situasi yang terjadi, di mana terdapat kesenjangan
antara kemampuan individu dengan tuntutan lingkungan yang dinilai dapat
membahayakan, mengancam, mengganggu, dan tidak terkendali atau
dengan kata lain stres diakbatkan oleh tuntutan yang melampaui
kemampuan individu untuk melakukan coping. Stres juga didefinisikan
sebagai situasi ketegangan atau tekanan emosional yang dialami individu
yang sedang menghadapi tuntutan dan hambatan-hambatan yang sangat
besar serta adanya kesempatan yang sangat penting yang dapat
mempengaruhi emosi pikiran dan kondisi fisik seseorang.
Adapun stres akademik berarti stres yang bersumber dari
lingkungan akademik. Menurut Barseli, (2017, hlm.143) stres akademik
diartikan sebagai tekanan akibat persepsi subjektif terhadap suatu kondisi
akademik. Sedangkan Wilks (2008, hlm.106) menjelaskan bahwa stres
akademik terjadi akibat tuntutan akademik yang melampaui sumber daya
individu yang tersedia.
Gadzella (dalam Gadzella & Masten, 2005, hlm. ) mengatakan stres
akademik sebagai persepsi seseorang terhadap stressor akademik dan
bagaimana reaksi reaksi terhadap stressor akademik yang terdiri dari
reaksi reaksi fisik, emosi, perilaku dan kognitif terhadap stressor tersebut.

23
Pemaparan dari beberapa tokoh terkait pengertian efikasi diri di
atas, dapat di simpulkan bahwa stres akademik adalah suatu respon yang
ditimbulkan akibat tekanan yang bersumber dari akademik seperti persepsi
negatif terhadap kemampuan diri menghadapi tuntutan akademik, banyak
tugas, penyesuaian diri dengan lingkungan akademik dan sebagainya.
2. Aspek - Aspek Stres Akademik
Dalam mengukur stres akademik dapat dilihat dari dua aspek, yakni
stressor akademik dan reaksi terhadap stressor akademik.
a. Stressor akademik
Stressor Akademik merupakan peristiwa atau situasi (stimulus)
yang menuntut penyesuaian diri di luar hal-hal yang biasa terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Stressor akademik terdiri dari 5 kategori sebagai
berikut:
1) Frustrations (frustrasi), berkaitan dengan keterlambatan dalam
mencapai tujuan, kesulitan sehari-hari, kekurangan sumber daya,
kegagalan dalam mencapai tujuan-tujuan yang direncanakan, tidak
diterima secara sosial, kekecewaan dalam menjalani hubungan, dan
mengabaikan kesempatan.
2) Conflicts (konflik), berkaitan dengan pemilihan dua atau lebih
alternatif yang diinginkan, dua atau lebih alternatif yang tidak
diinginkan, dan antara alternatif yang diinginkan dan tidak
diinginkan.
3) Pressures (tekanan), berkaitan dengan kompetisi, deadline, beban
kerja yang berat.
4) Changes (perubahan), berkaitan dengan pengalaman yang tidak
menyenangkan, banyaknya perubahan dalam waktu yang bersamaan,
serta kehidupan dan tujuan yang terganggu.
5) Self-imposed (pemaksaan diri), berkaitan dengan keinginan
seseorang untuk berkompetisi, disukai oleh semua orang,
mencemaskan segala hal, prokrastinasi, memiliki solusi terhadap
masalah, dan kecemasan dalam menghadapi ujian.

24
b. Reaksi Terhadap Stressor Akademik
Reaksi terhadap stres terdiri dari reaksi fisik, emosi, perilaku
dan kognitif. Reaksi terhadap stressor akademik menurut Gadzella
(1991) dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Physiological (reaksi fisik) diantaranya keluar keringat secara
berlebihan, gagap saat berbicara, gemetar, pergerakan yang cepat,
kelelahan, sesak napas, sakit perut, masalah kulit, nyeri punggung,
sakit kepala, radang sendi, penurunan atau peningkatan berat badan
secara drastis.
2) Emotional (reaksi emosi) diantaranya rasa sedih, bersalah, marah,
dan takut.
3) Behavioral (reaksi perilaku) diantaranya menangis, menyakiti diri
sendiri dan orang lain, mudah marah, merokok secara berlebihan,
mencoba bunuh diri, menggunakan defense mechanism, dan
mengasingkan diri dari orang lain.
4) Cognitive Appraisal (penilaian kognitif) diantaranya mengenai
bagaimana seseorang menilai situasi yang dapat menyebabkan stres
dan bagaimana seseorang dapat dengan baik mengatasi situasi yang
menekan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa stres akademik
terdiri dari dua aspek yakni stressor akademik dan reaksi stressor
akademik.
3. Gejala Stres Akademik
Menurut Barseli dkk, (2017, hlm.145) menjelaskan bahwa siswa
yang mengalami stres akan menimbulkan gejala emosional dan fisik.
Gejala-gejala tersebut adalah sebagai berikut :
a. Gejala emosional
Siswa yang mengalami stres akademik secara emosional
ditandai dengan: gelisah, sedih atau depresi disebabkan tuntutan
akademik, dan rendah diri atau merasa tidak mampu untuk
melaksanakan tuntutan akademik.

25
b. Gejala fisik
Siswa yang mengalami stres akademik secara fisik ditandai
dengan: sakit kepala, tidur tidak teratur, sakit punggung, diare, lelah
atau kehilangan energi untuk belajar.
Penelitian Azmy (2017, hlm. 199) memaparkan bahwa ketika
individu mengalami stres maka akan muncul reaksi dari stressor yang
dirasakan baik reaksi positif atau negatiif. Adapun reaksi negatif tersebut
dibagi kedalam empat hal yaitu, (1) Reaksi fisik, ditandai dengan
timbulnya kelelahan fisik seperti merasa sakit kepala, telapak tangan
sering berkeringat, dan kesulitan tidur; (2) Reaksi emosional, ditandai
dengan timbulnya reaksi dari perasaan terabaikan, tidak memiliki
kepuasan, dan gelisah; (3) Reaksi perilaku atau behavioral ditandai
bersikap agresif, membolos, dan berbohong untuk menutupi kesalahan; (4)
Reaksi proses berpikir, ditandai dengan kesulitan konsentrasi, perfeksionis,
berpikir negatif hingga tidak memiliki priotitas hidup.
Berdasarkan beberapa pandangan yang telah dipaparkan di atas,
maka peneliti memilih gejala atau reaksi stres akademik yang
dikemukakan oleh Azmy (2017) yaitu reaksi fisik, resksi emosional, reaksi
perilaku dan reaksi proses berpikir. Reaksi-reaksi tersebut akan dijadikan
sebagai rujukan penelitian untuk mengetahui reaksi stres akademik yang di
alami oleh siswa. Adapun alasan peneliti memilih pandangan Azmy
dijadikan sebagai rujukan karena pandangannya lebih kompleks
dibandingkan dengan pandangan lainnya.
4. Faktor Pengaruh Stres Akademik
Menurut Thurson (dalam Barseli, dkk, 2017, hlm.143) stres
akademik dapat disebabkan pelajaran yang dirasa sangat sulit oleh siswa,
pelajaran yang disampaikan oleh pengajar yang ditakuti, serta pelajaran
dengan jumlah materi yang dirasa sangat banyak. Siswa yang risiliens
(mampu untuk beradaptasi) terhadap stresnya dapat memiliki hasil belajar
yang bagus.

26
Barseli, dkk, (2017, hlm.144) lebih spesifik mengemukakan
faktor yang mempengaruhi stres akademik yaitu sebagai berikut :
a. Faktor internal
Faktor internal yang mempengaruhi stres akademik pada pelajar
diantaranya :
1) Pola pikir
Individu yang tidak memiliki kepercayaan untuk mengendalikan
situasi, cenderung mengalami stres lebih besar. Semakin besar
kepercayaan untuk dapat mengendalikan dan melakukan sesuatu,
semakin kecil pula kemungkinan stres yang akan dialami siswa.
2) Kepribadian
Seorang siswa dapat menentukan tingkat toleransinya terhadap
stres. Tingkat stres siswa yang percaya diri cenderung lebih kecil
dibandingkan siswa yang sifatnya pesimis.
3) Keyakinan
Keyakinan terhadap diri memainkan peran penting dalam
menanggapi situasi yang terjadi di sekitar individu. Penilaian yang
diyakini siswa dapat mengubah pola pikirnya terhadap suatu hal
bahkan dalam jangka panjang dapat membawa stres secara
psikologis.
b. Faktor eksternal
Adapun faktor ekternal yang mengakibatkan stres akademik
diantaranya :
1) Pelajaran lebih padat
Standar kurikulum dalam ujian semakin tinggi. Hal tersebut
mengakibatkan persaingan semakin ketat, waktu belajar bertambah,
dan beban siswa semakin meningkat. Meskipun untuk beberapa
alasan hal tersebut penting bagi perkembangan pendidikan dalam
negara, tetapi tidak dapatdipungkiri bahwa hal tersebut membuat
tingkat stres yang dihadapi siswa meningkat.

27
2) Tekanan untuk berprestasi tinggi
Para siswa ditekan untuk memilki prestasi yang baik dalam setiap
ujian. Tekanan ini terutama datang dari orangtua, keluarga, guru,
tetangga, teman sebaya, dan diri sendiri.
3) Dorongan status sosial
Pendidikan selalu menjadi simbol status sosial. Di lingkungan sosal,
masyarakat akan lebih menghargai orang-orang dengan akademik
tinggi, sementara seseorang yang tidak berpendidikan tinggi akan
dipandang rendah. Umumnya siswa yang berprestasi di sekolah
akan lebih disukai oleh guru, orang tua, dan teman. Sebaliknya,
siswa yang lamban belajar, malas, dan tidak berprestasi lebih sering
mendapat penolakan dari orang-orang di sekitarnya.
4) Orangtua saling berlomba
Pada kalangan orangtua tertentu, persaingan untuk memiliki anak
yang berprestasi lebih keras. Orang tua bahkan saling berlomba
untuk mengikutsertakan anak-anaknya ke tempat-tempat les untuk
mendapat hasil bimbingan akademik yang lebih optimal.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor
yang dapat mempengaruhi stres akademik itu beragam yang terdiri dari
faktor internal dan fdaktor eksternal. Pada penelitian ini, peneliti akan
menggunakan faktor internal berupa keyakinan atau efikasi diri yang
dapat mempengaruhi stres akademik siswa.

28

Anda mungkin juga menyukai