TINJAUAN PUSTAKA
A. Self Efficacy
1. Definisi Self-efficacy
7
2. Dimensi Self-efficacy
8
ditampilkan dan sifat individu dalam tingkah laku secara langsung ketika
menyelesaikan tugas.
9
semakin dipercaya sumber persuasi verbal makan akan semakin berpengaruh pada
self-efficacy begitu pun sebalikna.
d. Somatic and emotional state
Sumber terakhir yang memengaruhi self-efficacy adalah kondisi fisik dan emosi
(somatic and emotional state). Individu mengandalkan kondisi fisik dan emosi untuk
menilai kemampuan pada dirinya. Reaksi stress dan ketegangan yang dianggap
sebagai tanda bahwa mereka memiliki performa yang buruk akan menurunkan self-
efficacy dalam aktivitas yang melibatkan kekuatan dan stamina, individu akan
menilai kelelahan dan rasa sakit sebagai tanda kelemahan. Dalam hal ini, penting
bagi individu untuk mengetahui dan mengartikan kondisi fisik dan emosi. Individu
yang yakin kondisi emosi dan fisik akan mempunyai self-efficacy yang lebih besar,
sebaliknya bagi individu yang ragu dengan keadaan diri sendiri maka akan
melemahkan self-efficacy nya sendiri.
10
saja hal ini akan membuat mahasiswa semakin bersemangat dalam menyelesaikan
skripsinya.
c. Status individu dalam lingkungan, individu yang memiliki status sosial lebih tinggi
akan memiliki tingkat self-efficacy yang tinggi dibandingkan individu yang
berstatus sosial lebih rendah. Status sosial tinggi membuat indivdu memperoleh
penghargaan lebih dari orang lain sehingga dapat berpengaruh pula terhadap self-
efficacy individu. Contohnya mahasiswa yang aktif berogarnisasi akan lebih
memiliki self-efficacy yang tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang jarang atau
tidak pernah mengikuti organisasi kampus.
d. Informasi tentang kemampuan diri, self-efficacy akan meningkat jika individu
mendapatkan informasi yang positif tentang dirinya, sebaliknya self-efficacy akan
menurun jika individu mendapatkan informasi negatif mengenai kemampuannya.
Contohnya ketika dosen pembimbing menyakinkan mahasiswa bahwa ia mampu
dalam menyelesaikan tugas nya makan hal ini akan meningkatkan semangat dan
keyakinan bahwa mahasiswa tersebut bisa menyelesaikannya.
11
kelompok. Senada dengan pendapat diatas Sarafino (dalam Smet, 1994)
menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada kesenangan yang dirasakan akan
kepedulian atau membantu orang menerima dari orang atau kelompok lain.
Selanjutnya, dukungan sosial menurut Cohen dan Syme (dalam Apollo &
Cahyadi, 2012) adalah sumber-sumber yang disediakan orang lain terhadap individu
yang dapat memengaruhi kesejahteraan individu yang bersangkutan. Lebih lanjut
dukungan sosial menurut House dan Khan (dalam Apollo & Cahyadi, 2012) adalah
tindakan yang bersifat membantu yang melibatkan emosi, pemberian informasi,
bantuan instrumen, dan penilaian positif pada individu dalam menghadapi
permasalahannya. Menurut Cohen dan Hoberman (dalam Isnawati & Suhariadi,
2013) dukungan sosial mengacu pada berbagai sumber daya yang disediakan oleh
hubungan antar pribadi seseorang.
Ganster (dalam Apollo & Cahyadi, 2012) dukungan sosial adalah
tersedianya hubungan yang bersifat menolong dan mempunyai nilai khusus bagi
individu yang menerimanya. Definisi ini sejalan dengan pendapat Cohen dan Wills
(dalam Mojaverian & Kim, 2013) mendefiniskan dukungan sosial sebagai persepsi
atau pengalaman saling menyayangi, menghargai dan dihargai, serta bagian dari
jaringan sosial yang saling menolong dan merupakan kewajiban. Sedangkan
menurut Cobb (dalam Iglesia, Stover & Liporace, 2014) yang menyatakan bahwa
dukungan sosial merupakan persepsi dimana seseorang seharusnya disayangi dan
diapresiasi, selain itu juga tentang rasa saling memiliki dalam suatu kelompok yang
dapat diandalkan ketika dibutuhkan.
Marni dan Yuniawati (2015) mengemukakan bahwa dukungan sosial yaitu
berupa dukungan pada seseorang dalam menghadapi masalah seperti nasihat, kasih
sayang, perhatian, petunjuk dan dapat juga berupa barang atau jasa yang diberikan
oleh keluarga maupun teman.
Berdasarkan pengertian dari beberapa tokoh diatas, dapat disimpulkan
bahwa dukungan sosial adalah persepsi individu ketika merasa dicintai dan dihargai,
merasa diperdulikan dan diperhatikan oleh orang lain.
12
b. Teman Sebaya
Teman sebaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) diartikan sebagai
kawan, sahabat atau orang yang sama-sama bekerja dan berbuat. Santosa (2004)
berpendapat teman sebaya adalah kelompok anak sebaya yang sukses ketika
anggotanya dapat berinteraksi. Hal-hal yang dialami oleh anak-anak tersebut adalah hal
yang menyenangkan saja. Dengan bersama teman sebaya individu bisa melakukan hal-
hal yang disukai.
Menurut Hurlock (dalam Fatimah, 2006) teman sebaya merupakan lingkungan
sosial pertama tempat remaja belajar untuk hidup bersama dengan orang lain yang
bukan anggota keluarganya. Bersama teman sebaya remaja belajar untuk saling
menghargai, bertoleransi, dan bertanggung jawab.
Definisi lain mengenai teman sebaya menurut Tirtarahardja & Sulo (2008)
adalah suatu kelompok yang terdiri dari orang-orang yang bersamaan usianya, antara
lain kelompok bermain pada masa kanak-kanak, kelompok monoseksual yang
beranggotakan anak-anak sejenis kelamin, atau gang yaitu kelompok anak-anak nakal.
Selaras dengan definisi dari Santrock (2009) yang mendefinisikan teman sebaya sebagai
sekumpulan individu dengan usia atau tingkat kedewasaannya kurang lebih sama.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa teman sebaya dapat
didefinisikan sebagai kelompok teman atau sahabat dengan kematang usia kurang lebih
sama yang bermain dan belajar untuk hidup bersama dengan saling menghargai,
bertoleransi dan bertanggung jawab.
13
2. Sumber-sumber Dukungan Sosial
Goetlieb (1983) menyatakan ada dua macam hubungan dukungan sosial, yaitu
hubungan professional yakni bersumber dari orang-orang yang ahli dibidangnya, seperti
konselor, psikiater, psikolog, dokter maupun pengacara. Dan kedua, hubungan non-
profesional, yakni bersumber dari orang-orang terdekat seperti teman dan keluarga.
Ada juga menurut Rook dan Dootey (1985) yang dikutip oleh Kuntjoro (2002),
ada 2 sumber dukungan sosial yaitu sumber artifisial dan sumber natural.
a. Dukungan sosial artifisial
Dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam
kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui
berbagai sumbangan sosial.
b. Dukungan sosial natural
Dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam
kehidupanya secara spontan dengan orang- orang yang berada di sekitarnya,
misalnya anggota keluarga (anak, isteri, suami dan kerabat), teman dekat atau relasi.
Dukungan sosial ini bersifat non- formal.
14
hubungan interpersonal yang memuaskan. Pengalaman akan pertukaran secara
timbal balik ini membuat individu lebih oercaya bahwa orang lain akan
menyediakan.
C. Mahasiswa Rantau
15
salah satu bentuk perguruan tinggi yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah
tinggi, institute dan universitas (Hartaji, 2012).
Menurut Susantoro (dalam Siregar, 2006) menyatakan bahwa sosok
mahasiswa juga kental dengan nuansa kedinamisan dan sikap keilmuwannya yang
dalam melihat sesuatu berdasarkan kenyataan objektif, sistematis dan irasional.
Budiman (2006) mendefinisikan mahasiswa sebagai orang yang belajar di sekolah
tingkat tinggi untuk mempersiapkan dirinya bagi suatu keahlian tingkat serjana.
Mahasiswa secara harfiah adalah orang yang berlajar di perguruan tinggi, mereka
yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi otomatis dapat disebut sebagai
mahasiswa (Takwin, 2011).
Definisi lain mengenai mahasiswa dari Cemenius (dalam Sarwono, 2011)
mahasiswa termasuk ke dalam empat tahap dalam sistem pendidikan, dan dalam
rentang usia 18-24 tahun. Sehingga, dapat dipastikan bahwa mahasiswa adalah
seseorang yang mulai memasuki masa remaja akhir dan telah memasuki masa
dewasa dini.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa
mahasiswa adalah orang yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi
untuk mempersiapkan diri bagi suatu keahlian tingkat sarjana.
b. Rantau
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) merantau adalah pergi ke
wilayah lain untuk mencari penghidupan, ilmu dsb. Lebih jelasnya menurut Dimas
(2001) Merantau adalah perginya seseorang dari tempat asal di mana ia tumbuh dan
besar, ke wilayah lain untuk menjalani kehidupan atau mencari pengalaman.
Sedangkan perantau adalah orang yang melakukan sebuah perpindahan dari
daerahnya ke daerah lain agar bisa mewujudkan impiannya dan mendapatkan
kehidupan yang lebih baik yang tidak didapatkannya di daerah sendiri.
Menurut Mochtar (1979) merantau sedikitnya mengandung enam unsur
pokok, yaitu: Meninggalkan kampong halaman, Dengan kemauan sendiri, Jangka
16
waktu lama atau tidak, Tujuan mencari penghidupan, menuntut ilmu, dan mencari
pengalaman, Biasanya dengan maksud kembali pulang dan Merantau ialah lembaga
sosial yang membudaya.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa
rantau adalah perginya seseorang ke wilayah lain dengan tujuan mencari kehidupan,
menuntut ilmu dan mencari pengalaman.
c. Mahasiswa Rantau
Jadi pengertian mahasiswa rantau ialah orang yang sedang menjalani
pendidikan di perguruan tinggi untuk mempersiapkan diri bagi suatu keahlian
tingkat sarjana, dengan pergi ke wilayah lain dengan tujuan mencari kehidupan,
menuntut ilmu dan mencari pengalaman.
17
c. Mahasiswa sebagai seorang yang membawa perubahan harus selalu bersinergi,
berpikir kritis dan bertindak konkret yang terbingkai dengan kerelaan dan
keikhlasan untuk menjadi pelopor, penyampai aspirasi dan pelayan masyarakat.
Banyak remaja Indonesia yang baru lulus sekolah menengah atas memilih untuk
melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi di Pulau Jawa. Hal ini disebabkan banyak
perguruan tinggi unggulan berada di Pulan Jawa. 15 universitas terbaik di Indonesia, 13
diantaranya berada di Pulau Jawa (Dian, 2022). Ini menunjukkan bahwa universitas
perguruan tinggi berkualitas masih didominasi oleh perguruan tinggi di Pulau Jawa
dikarenakan tidak meratanya pendidikan di setiap wilayah Indonesia menyebabkan
tingginya jumlah mahasiswa yang merantau (Rufaida & Kustanti, 2017). Mahasiswa
merantau akan dihadapkan dengan berbagai perubahan dan perbedaan di berbagai aspek
kehidupan yang membutuhkan banyak penyesuaian (Chandra, 2004). Dalam penyesuaian
tentu tidak mudah, akan ada banyak kendala dan tekanan, yang bisa menjadi sumber stress
bagi mahasiswa rantau dan ditambah dengan tuntutan akademik yang cukup berat terutama
ketika memasuki masa pengerjaan skripsi (Sari & Aviani, 2020). Dalam proses
penyelesaian skripsi banyak ditemukan hambatan, secara umum dapat dilihat secara garis
besar dari jumlah perbandingan mahasiswa yang lulus dengan mahasiswa yang terdaftar
program skripsi (Gunawinata, Nanik, & Lasmono, 2006). Penyebab dari hal ini salah
satunya adalah karena terjadi penundaan dalam penyelesaian tugas akhir (Fibrianti, 2009).
Untuk mengatasi tuntutan yang dihadapi, mahasiswa rantau dalam mengerjakaran skripsi
dibutuhkan self-efficacy. Shankland (dalam Rachmah, 2013) menemukan bahwa mahasiswa
dengan self-efficacy yang tinggi mampu mengatasi berbagai tuntutan sebagai mahasiswa.
Mahasiswa dengan self-efficacy yang tinggi memiliki fleksibilitas dalam mencari
solusi terkait masalah perkuliahan yang dihadapi, menetapkan aspirasi yang lebih tinggi
pada pencapaian akademiknya, dan memiliki perfoma yang lebih baik disbanding
18
mahasiswa dengan self-efficacy rendah (Chemers, Hu & Garcia, 2001). Penelitian
Victoriana (2012) menunjukkan bahwa mahasiswa dengan self-efficacy yang tinggi
memiliki keyakinan bahwa ia mampu mengendalikan situasi yang menekan sehingga ia
dapat mengatasi berbagai tuntutan yang dihadapinya. Self-efficacy pada mahasiswa akan
memengaruhi dalam menentukan tujuan, reaksi emosional, usah, penyesuaian diri, dan
ketahanan sehingga lebih tenang ketika menghadapi kesulitan dalam bidang akademik.
Sebaliknya mahasiswa dengan self-efficacy yang rendah cenderung menilai masalah lebih
sulit daripada yang sebenarnya, lebih rentan terhadap stress, depresi dan memiliki
kemampuan pemecahan masalah yang kurang baik (Arlinkasari & Akmal, 2017).
Dalam mengerjakan skripsi tidak hanya membutuhkan self-efficacy yang tinggi,
tetapi juga adanya dukungan sosial dari teman sebaya. Mahasiswa rantau yang tinggal jauh
dari orang tua lebih memungkinkan untuk mendapatkan dukunga sosial dari teman
sebayanya (Sari & Aviani, 2020). Banyak kasus yang terjadi di Indonesia lantaran stress
dalam mengerjakan skripsi, salah satunya mahasiswa tingkat akhir perguruan tinggi di Kota
Kediri berinisial MAM diduga depresi karena skripsi yang tak kunjung kelar (Nugroho,
2022). Kasus serupa juga terjadi dua tahun lalu, ditemukan mahasiswa rantau tingkat akhir
yang berkuliah di Universitas Mulawarman mengakhiri hidupnya karena depresi dengan
skripsi (Lestari, 2020). Dari kedua kasus tersebut, bahwa skripsi cenderung memicu
munculnya tekanan psikologis. Oleh karena itu, dukungan sosial menjadi penting untuk
diberikan kepada mahasiswa rantau yang sedang menyelesaikan skripsi, agar terhindar dari
stress. Hal ini sejalan dengan Smert (1994) yang mengatakan bahwa salah satu cara untuk
mereda stress dengan adanyan hubungan dukungan sosial.
Hubungan dukungan sosial teman sebaya dengan self-efficacy sangat berkaitan,
ketika mahasiswa mendapatkan dukungan sosial maka self-efficacy nya akan meningkat,
yang tercermin dari sikap bersemangat dan yakin akan kemampuan dirinya sendiri serta
mengupayakan berbagai usaha untuk mencapai target yakni menyelesaikan skripsi.
dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak mendapatkan dukungan sosial maka self-
efficacy akan menurun, sehingga rasa semangat yang rendah dan merasa tidak bisa
mennyelesaikan targetnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan (Hanapi &
19
Agung, 2018) yaitu semakin besar dukungan sosial yang diterima mahasiswa, maka
semakin tinggi self-efficacy dalam menyelesaikan skripsi. Penelitian lainnya yang
mendukung hubungan dukungan sosial dan self-efficacy dilakukan oleh Sari dan Sumiati
(2016) bahwa ada hubungan positif antara dukungan sosial dan self-efficacy dimana guru
yang memberi dukungan sosial dengan berupa dukungan informasi kepada siswa yang
berupa nasehat, saran, dan informasi. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sinaga dan Kustanti (2017) bahwa dukungan sosial teman sebaya memengaruhi self-
efficacy. Penelitian senada juga dilakukan oleh Karademas (2006) yang menemukan bahwa
seseorang yang memiliki self-efficacy tinggi merasa nyaman dalam hubungan sosialnya dan
memiliki keyakinan bahwa ia memiliki keterampilan yang diperlukan. Dukungan sosial
yang tinggi, dapat meningkatkan keyakinan dan usaha yang dilakukan oleh siswa,
sedangkan dukungan sosial yang rendah dapat menurunkan keyakinan siswa (Riskia &
Dewi, 2017). Hal ini menunjukkan bahwa kehadiran orang lain memengaruhi seberapa
besar self-efficacy seseorang.
E. Hipotesis
Berdasarkan beberapa teori dan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan antara dukungan
sosial teman sebaya dan self-efficacy dalam menyelesaikan skripsi pada mahasiswa rantau.
20