Anda di halaman 1dari 8

Nama : Muhammad Tegar Hilmi

NPM : 10050022244

Kelas : F

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

1. SELF CONCEPT
Gufron dan Rinsnawita (dalam Ersa, 2016) mendefinisikan konsep diri
sebagai gambaran seseorang mengenai diri sendiri yang meruakan gabungan
dari keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional aspiratif, dan prestasi yang
mereka capai.
John Hattie membagi Self Concept menjadi dua bagian yaitu Self
Concept akademik dan penampilan individu yang bersangkutan.
 Aspek – Aspek Konsep Diri
- Aspek Fisik, yaitu cara penilaian individu terhadap segala sesuatu yang
terlihat mata yang dimilikinya seperti tubuh, uang, dan barang.
- Aspek Sosial, yaitu tentang peranan sosial yang dimainkan individu serta
tentang penilaian individu terhadap kinerja peran tersebut.
- Aspek moral, meliputi nilai dan prinsip yang memberi arti serta arah bagi
kehidupan individu.
- Aspek psikis, meliputi pikiran, perasaan dan sikap individu terhadap
dirinya sendiri
 Dimensi Konsep Diri
Menurut Calhoun dan Acocella (dalam Sadd 2003) dimensi konsep diri terdiri
dari :
- Pengetahuan tentang diri
Apa yang diketahui seseorang tentang dirinya sendiri.
- Harapan atau Ekspetasi
Individu menaruh harapan pada dirinya. Harapan ini dipengaruihi oleh
pengalaman, cita – cita dan latar belakang pengalaman kehidupan dari
individu.
- Penilaian Diri
Individu berkedudukan sebagai penilai tentang dirinya sendiri
 Faktor – Faktor yang mempengaruhi konsep diri
Menurut Thalib (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri
mencakup faktor keadaan fisik dan penilaian orang lain mengenai fisik
individu, faktor keluarga termasuk pengasuhan orang tua, pengalaman perilaku
kekerasan, sikap saudara, dan status sosial ekonomi dan faktor lingkungan
sekolah.
Menurut Rakhmat (2013) Faktor – Faktor yang mempengaruhi konsep
diri adalah:
a. Orang Lain
b. Kelompok rujukan (Reference Group)

SELF CONCEPT AKADEMIK

Wigfield dan Karpathian (dalam Ferla, Valcke, & Cai, 2009) menjelaskan
academic self-concept sebagai pengetahuan dan persepsi individu mengenai dirinya
dalam situasi pencapaian prestasi akademik. Sementara itu, Liu dan Wang (2005)
mendefinisikan academic self-concept sebagai kompetensi akademik yang dirasakan
siswa dan keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar yang ditunjukkan dengan
kepercayaan diri dan usaha siswa dalam menyelesaikan tugas belajarnya.

FAKTOR SELF CONCEPT AKADEMIK

Berdasarkan penelitian longitudinal yang dilakukan Chapman, Lambourne,


dan Silva (1990), diketahui bahwa academic self-concept secara utama dipengaruhi
oleh pencapaian dan persepsi masa lalu mengenai kemampuan yang dimiliki siswa.
Chapman dkk. menjelaskan bahwa pengalaman di sekolah yang melibatkan umpan
balik dan perbandingan hasil pencapaian belajar dengan anak lain merupakan faktor
utama dari perkembangan academic self-concept. Mitchie, Glachan, dan Bray (2001)
yang meneliti faktor academic self-concept pada jenjang pendidikan lebih tinggi juga
menunjukkan hasil yang sama dengan menyatakan bahwa ketika seseorang merasa
memiliki kebiasaan belajar yang efektif di sekolah, maka orang tersebut juga akan
memiliki kebiasaan belajar yang positif saat masuk perguruan tinggi. Dalam
penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa ketika motivasi seseorang memasuki
perguruan tinggi adalah untuk mengejar ilmu atau menikmati kegiatan belajarnya,
maka orang tersebut akan memiliki academic self-concept yang positif.

2. SELF ESTEEM
Dilansri dari Jurnal UIN Malang, self esteem adalah bagian dari ilmu
psikologi yang dipelajari untuk mengetahui bagaimana konsep diri sebenarnya.
Menurut para ahli:
1. Coopersmith
Menurut Coopersmith, Self esteem adalah evaluasi yang dibuat oleh
individu dan biasanya berhubungan dengan penghargaan terhadap dirinya
sendiri,hal ini mengekspresikan suatu sikap setuju atau tidak setuju dan
menunjukan tingkat dimana individu itu meyakini diri sendiri mampu,
penting, berhasil dan berharga.
2. Maslow
Menurut Maslow, Self esteem merupakan suatu kebutuhan manusia
yang memerlukan pemenuhan atau pemuasan untuk dilanjutkan ke tingkat
kebutuhan yang lebih tinggi. Kebutuhan terhadap Self esteem oleh Maslow
dibagi menjadi dua jenis yaitu penghargaan diri dan penghargaan dari orang
lain.
3. Atwater
Atwater mengemukakan bahwa self esteem adalah cara seseorang
merasakan dirinya sendiri, dimana seseorang akan menilai tentang dirinya
sehingga mempengaruhi perilaku dalam kehidupannya sehari-hari.
 Aspek – aspek Self Esteem
Coopersmith menyebutkan terdapat empat aspek dalam self esteem yaitu:
a. Kekuatan (Power)
Kekuatan atau power menunjukan pada adanya kemampuan
seseorang untuk dapat mengatur dan mengontrol tingkah laku dan
mendapat pengakuan atas tingkah laku tersebut dari orang lain.
b. Kebajikan (Significance)
Keberartian atau significance menunjukan pada kepedulian,
perhatian, afeksi dan ekspresi cinta yang diterima oleh seseorang dari
orang lain yang menunjukkan adanya penerimaan dan popularitas individu
dari lingkungan sosial.
c. Kemampuan (Competence)
Kemampuan atau competence menunjukan suatu performansi yang
tinggi untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai prestasi (need of
achievement) diman level dan tugas-tugas tersebut tergantung pada variasi
usia seseorang.

SELF ESTEEM AKADEMIK

Self-esteem adalah evaluasi individu untuk mengubah atau untuk


mengembangkan keterampilan sosial, fisik dan akademis (Lawrence, 2006). Untuk
anak usia sekolah self-esteem terus terpengaruh terutama oleh orangorang penting
dalam kehidupan mereka. Proses perkembangan self-esteem dimulai dengan
hubungan interpersonal dalam keluarga yang secara bertahap terpengaruh dari
sekolah dan pengaruh dari masyarakat yang lebih luas di mana individu memilih
untuk tinggal dan bekerja yang berakhir pada potensi mereka untuk sejauh mana
individu menjadi penentuan nasib sendiri (Nikmarijal, 2014).

Prestasi dalam pendidikan haruslah diperoleh dengan jalan yang baik, proses
merupakan bagian yang penting. Self-esteem menjadi salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap masing-masing diri siswa yang berimplikasi terhadap proses
pembelajaran di sekolah. Dengan memiliki Self-esteem yang tinggi, dapat mencegah
siswa untuk melakukan hal-hal negatif dalam meraih prestasi belajar. Untuk kedepan
perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat hubungan dan pengaruh self-esteem
terhadap prestasi belajar, serta upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan self-
esteem yang dimilik siswa.

Menurut Battle (Marjohan, 1997), komponen self-esteem terdiri atas tiga, yaitu:

a. General self-esteem
General Self-esteem General self-esteem mengacu pada perasaan
keseluruhan seseorang terhadap self-worth yang bertentangan dengan self-
esteem dalam kaitannya dengan aktivitas tertentu atau keterampilan dan
perasaan harga diri dan kepercayaan diri serta persepsi keseluruhan individu
dari nilai mereka yang merupakan hasil dari pengalaman masa lalu dan
sejarah individu.
b. Social self-esteem
Social self-estem adalah aspek harga diri yang mengacu pada persepsi
individu terhadap kualitas hubungan mereka dengan teman sebaya serta
kemampuan untuk terlibat dalam interaksi interpersonal individu hidup dalam
dunia sosial.
c. Personal self-esteem
Personal Self-esteem Personal self-esteem adalah cara melihat diri
sendiri dan berkaitan erat dengan self-image. Hal ini sangat penting karena
akan mempengaruhi cara seseorang merasa tentang dirinya dan bagaimana
seseorang berperilaku dalam situasi yang menantang.

3. Self Efficacy
Adalah suatu keyakinan yang ada dalam diri seseorang atau individu
terhadap kemampuan yang dimilikinya dalam melakukan dan melaksanakan tugas
yang dihadapi sehingga dapat mengatasi suatu hambatan atau rintangan dan
mencapai tujuan yang diharapkan.
 Self Efficacy menurut para ahli:
- Menurut bandura (dalam Ghufron dan Risnawita, 2012) mendefinisikan
bahwa efikasi diri adalah keyakinan individu mengenai kemampuan
dirinya dalam melakukan tugasnya atau tindakan yang diperlukan untuk
mencapai hasil tertentu.
- Menurut King (dalam Sulistyowati, 2016) self efficacy adalah keyakinan
seseorang bahwa seseorang dapat menguasai suatu situasi dan
menghasilkan berbagai hal posiotif.
- Menurut Friedman dan Schustack (dalam Ujam Jaenudin, 2015)
mendefinisikan self efficacy adalah ekspentasi keyakinan (harapan)
tentang seberapa jauh individu mampu melakukan satu perilaku dalam
situasi tertentu.
 Aspek – aspek Self Efficacy
Bandura (dalam Ghufron dan Rini Risnawati, 2012) mengemukakan
bahwa self efficacy individu dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu:
1. Tingkat (Level)
Tingjat Self – Efficacy individu dalam mengerjakan suatu tugas berbeda
dalam tingkat kesulitan tugas.
2. Kekuatan (Strength)
Dimensi yang ketiga ini lebih menekankan pada tingkat kekuatan atau
kemantapan individu terhadap keyakinannya.
3. Kekuasaan (Generality)
Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap bidang atau
tugas pekerjaan.
 Faktor – faktor yang mempengaruhi Self Efficacy
Menurut Bandura (dalam Rahayu, 2013), ada empat faktor penting
yang digunakan individu dalam membentuk self-efficacy, yaitu:
a. Pengalaman keberhasilan (Mastery Experience)
Merupakan prestasi yang pernah dicapai di masa lalu.
b. Pengalaman orang lain (Vicarious Experience)
Di peroleh melalui media sosial.
c. Persuasi Verbal (Verbal Persuasion)
Dapat diperkuat atau dilemahkan melalui persuasi verbal.
d. Keadaan emosional
Kegiatan yang akan mempengaruhi self efficacy.

SELF EFFICACY AKADEMIK

Menurut Zajacova, Lynch, dan Espenshade (2005), academic self-efficacy mengacu


pada kepercayaan diri siswa dalam kemampuannya untuk menjalankan tugas
akademik, seperti bersiap menghadapi ujian dan menulis laporan tugas. Zimmerman
(1995) mendefinisikan academic self-efficacy sebagai penilaian personal atas
kemampuan yang dimiliki untuk mengatur dan melaksanakan tindakan yang
dibutuhkan dalam mencapai prestasi akademik. Sedangkan, Schunk (1991)
mendefinisikan academic self-efficacy sebagai kepercayaan individu bahwa individu
tersebut dapat melakukan tugas akademik pada tingkat yang ditentukan. Berdasarkan
beberapa uraian pendapat tokoh tersebut, maka dapat disimpulkan academic self-
efficacy merupakan kepercayaan diri individu terhadap kemampuannya dalam
menyelesaikan tugas yang dibutuhkan untuk mencapai prestasi akademik.

FAKTOR SELF EFFICACY AKADEMIK

Van Dinther, Dochy, dan Segers (2011) mengidentifikasi faktor yang dapat
mengembangkan academic self-efficacy pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi:

1. Pengalaman menguasai yang bersifat enaktif (enactive mastery experiences),


yaitu siswa diberikan kesempatan belajar dengan melakukan praktik langsung
di mana tugas belajar dilakukan dengan aplikasi pengetahuan dan kemampuan
dalam situasi yang dibutuhkan;
2. Persuasi verbal, yang artinya siswa diberikan umpan balik dalam proses
belajarnya sehingga siswa merasa memiliki pencapaian atas proses belajarnya
dan dapat meningkatkan keyakinan siswa akan kemampuan belajarnya; dan
3. Strategi atau gaya mengajar di ruangan kelas yang dapat membantu
meningkatkan keyakinan siswa akan kemampuan belajarnya dengan adanya
interaksi dalam kelas.

4. Kecemasan (Axienty)
Atkinson (dalam Safaria dan Nofrans, 2009) menyatakan bahwa
kecemasan merupakan emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan
gejala seperti kekhawatiran dan perasaan takut. Menurut Nugroho (dalam Siti
dkk, 2011) Kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan atau ketakutan
yang tidak jelas dan hal ini terjadi sebagian dari reaksi terhadap sesuatu yang
dialami oleh seseorang. Menurut Freud (dalam Lellyani, 2016) mengatakan
bahwa kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang
kemungkinan datangnya suatu bahawa sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif
yang seseuai.
 Proses terjadinya kecemasan
Spielberger (dalam Desy, 2014) menyaebutkan terhadap lima proses
terjadinya kecemasan pada individu, antara lain:
1. Evaluated situtation, yaitu adanya situasi mengancam secara kognitif.
2. Perception situation, dimana situasi yang mengancam diberi penilaian
oleh individu, dan biasanya penilaian tersebut dipengaruhi oleh sikap,
kemampuan, dan pengalaman individu.
3. Anxiety state of reaction, ketika individu menganggap bahwa terdapat
situasi yang berbahaya, maka reaksi kecemasan akan timbul.
4. Cognitive reappraisal follows, saat individu menilai kembali situasi yang
mengancam tersebut, untuk itu individu menilai kembali situasi yang
mengancam tersebut, untuk itu individu menggunakan pertahanan diri.
5. Coping, individu menggunakan jalan keluar dengan menggunakan defese
mechanism ( pertahanan diri) seperti proyeksi atau rasionalisasi.
 Aspek – aspek kecemasan
Clark dan Beck (2010) yang menyebutkan empat aspek sebagai
penanda kecemasan, mrliputi:
- Aspek afektif
Kecemasan berasal dari kognitid, fisiologi, dan merupakan pengalaman
subjektif dari perasaan cemas, dengan kata lain kecemasan ini merupakan
perasaan seseorang yang mengalami kecemasan.
- Aspek Fisiologis
Aspek Fisiologis merupakan ciri dari kecemasan yang terjadi dengan
adanya ancaman atau bahaya yang dianggap sebgaiai tanggapan defensive
yang nantinya melibatkan fisik untuk menangani bahawa, serta dengan
kata lain kecemasan yang terjadi di fisik seseorang.
- Aspek Kognitif
Merupakan ciri yang terjadi dalam pikiran seseorang saat merasakan
kecemasan.
- Aspek perilaku
Tercermin dari perilaku individu saat mengalami kecemasan, seperti
situasi atau tanda yang mengancam, melarikan diri, mencari keselamatan,
mondar mandir, terlalu banyak bicara, diam, sulit bicara.

 Jenis – jenis kecemasan


Freud (dalam Andri, 2007) membagi kecemasan menjadi tiga, yaitu:
- Kecemasan Realitas atau Obejktif (Reality or Objective Anxienty)
- Kecemasan Neurosis (Neurotic Anciety)
- Kecemasan Moral (Morak Anxiety)
 Faktor yang menyebabkan kecemasan
- Pengalaman negatif masa lalu
- Pikiran yang tidak rasional
ANXIETY AKADEMIK

Terdapat beberapa faktor lain yang berhubungan dengan capaian prestasi


akademik salah satunya adalah tingkat kecemasan mahasiswa. Berdasarkan beberapa
penelitian terdahulu telah terbukti bahwa kecemasan memiliki hubungan dengan
pencapaian prestasi akademik. Berdasarkan peneitian yang dilakukan oleh
Marthoenis, dkk. (2018) didapatkan data bahwa kecemasan merupakan hal yang
kerap terjadi di kalangan mahasiswa dengan taraf antara 15% sampai dengan 64,3%
mahasiswa dalam sebuah universitas. Pendapat serupa dikemukakan oleh McCraty
(2007) bahwa kecemasan saat belajar adalah prediktor utama kinerja akademik.

Referensi :
Refnadi, R. (2018). Konsep self-esteem serta implikasinya pada siswa. Jurnal EDUCATIO:
Jurnal Pendidikan Indonesia, 4(1), 16-22.

Lesmana, T. (2019). Hubungan antara academic self-concept dan academic self-


efficacy dengan flow pada mahasiswa Universitas X. Jurnal Psikologi Ulayat, 6(2),
117-134.

Desy, Mayangsari Euis. 2014. Hubungan Regulasi Emosi dan kecemasan ada
petugas penyidik Polri dan Penyidik PNS. Jurnal Psikogenesis, Vol, 3, No. 1,
Desember 2014

Ersa, Chyndi Victoria. 2016. Hubungan Antara Konsep Diri dengan Kepercayaan
Diri Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan Kecamatan Koto Tangah Kota Padang.
Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

Rakhmat, Jalaluddin. 2013. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya.

Sadd, Hasballah M.2003. Perkelahian pelajar : Yogyakarta : Galang Press (Anggota


IKAPI)

Gecas, V. (1982). The self-concept. Annual review of sociology, 8(1), 1-33.

Galugu, N. S., & Samsinar, S. (2019). Academic self-concept, teacher’s supports and
student’s engagement in the school. Jurnal Psikologi Pendidikan & Konseling
Vol, 5(2), 141-147.

Training, M. T. D. (2010). Personal confidence & motivation. Bookboon.

Anda mungkin juga menyukai