Anda di halaman 1dari 67

Scanned by TapScanner

Scanned by TapScanner
Scanned by TapScanner
Konsep diri adalah semua bentuk kepercayaan,
perasaan, dan penilaian yang diyakini individu tentang
dirinya sendiri dan mempengaruhi proses interaksi sosial
dengan lingkungan sekitar (Pambudi, 2012). Konsep diri
terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang
berhubungan dengan lingkungan baik itu lingkungan
keluarga, maupun masayarakat. Konsep diri merupakan cara
berpikir seseorang dalam memandang pribadinya meliputi
identitas, pikiran, perasaan, perilaku, penampilan, dan
karakteristik pribadi yang mempengaruhi seseorang dalam
berinteraksi dengan orang lain dan lingkungannya.
Konsep diri terdiri dari beberapa komponen yaitu :
identitas, citra tubuh, harga diri, ideal diri dan peran.
Perubahan dalam penampilan, struktur atau fungsi bagian
tubuh akan membutuhkan perubahan dalam gambaran diri
(citra tubuh). Persepsi seseorang tentang perubahan tubuh
dapat dipengaruhi oleh perubahan tersebut (Potter & Perry,

1
2005). Konsep diri dan persepsi tentang kesehatan sangat
berkaitan erat satu sama lain. Pasien yang mempunyai
keyakinan tentang kesehatan yang baik akan dapat
meningkatka konsep diri. Tetapi sebaliknya, pasien yang
memiliki persepsi diri yang negatif akan
menimbulkan keputusasaan.
Setiap pasien memiliki latar belakang berbeda dalam
proses perjalanan kehidupannya, sehingga setiap individu
memiliki cara sendiri untuk mengidentifikasi masalah serta
menyikapi perubahan terhadap kondisinya. Perubahan konsep
diri pada pasien dengan luka kaki diabetik terutama
disebabkan oleh cara pandang diri pasien terhadap dirinya
seiring dengan kondisi yang dialami. Pasien akan mengalami
perubahan penampilan fisik, kemampuan, dan fungsi tubuh
yang akan mengakibatkan tidak stabilnya konsep diri akibat
dari kondisi yang dialami. Pasien yang memiliki konsep diri
rendah cenderung tidak akan mencari bantuan untuk
meningkatkan kesehatan fisik atau emosional.
Berdasarkan hasil penelitian Winter (2009) ditemukan
adanya hubungan yang signifikan antara konsep diri, peran
hubungan dan interaksi sosial dengan penyembuhan luka
pasien. Perubahan pada aspek sosial pasien DM dapat muncul
jika timbul komplikasi seperti adanya LKD. Menurut Hidayat
(2010) perubahan pada aspek sosial, seperti peran keluarga,
ekonomi, produktivitas, gaya hidup dan harga diri merupakan

2
dampak yang berpengaruh secara signifikan pada
penyembuhan LKD.
Pengaruh konsep diri, hubungan dan dukungan sosial
pasien dengan LKD dalam proses penyembuhannya banyak
sekali ditemukan. Hasil penelitian Ningsih (2012)
menunjukkan pengaruh tersebut diantaranya muncul perasaan
negatif, penurunan harga diri, perubahan citra tubuh serta
lamanya perawatan dengan LKD yang akan sangat
berpengaruh pada kualitas hidup pasien.
Individu yang harga dirinya tinggi memiliki sikap
penerimaan dan memiliki rasa percaya diri. Pasien LKD
memandang negatif tentang keadaan luka yang ada
ditubuhnya. Apalagi jika disertai dengan tindakan amputasi
sehingga ada sebagian anggota tubuh yang akan hilang dan
membuat perubahan besar dalam hidupnya yang
menyebabkan pandangan hidupnya juga akan berubah. Tidak
hanya itu tingkat kemandirian penderita ulkus diabetikum
juga mengalami perubahan sehingga penderita harus
menerima bantuan dari orang lain dan melakukan aktifitas
mandiri yang terkadang harus dibantu oleh orang lain. Hal ini
menyebabkan harga diri dari penderita juga berkurang.

3
4
Pengertian Konsep diri
Konsep diri adalah pandangan seseorang tentang
dirinya sendiri yang meliputi gambaran dirinya dan
kepribadian yang diinginkan yang diperoleh dari hasil
pengalaman dan interaksi yang mencakup aspek fisik ataupun
psikologis. Cara pandang individu terhadap dirinya akan
membentuk suatu konsep tentang dirinya sendiri. Konsep
tentang diri tersebut merupakan hal-hal yang penting bagi
kehidupan individu. Hal ini dikarenakn konsep diri
menentukan bagaimana individu tersebut bertindak dalam
berbagai situasi.
Pemegang peranan penting dalam pengintegrasian
kepribadian individu ini salah satunya adalah konsep diri
karena didalamnya terdapat terdapat motivasi tingkah laku
serta pencapaian kesehatan mental. Individu akan bertindak
tergantung pada bagaimana penghargaan orang lain terhadap
dirinya sendiri apalagi seorang individu berpikir bahwa

5
dirinya bisa, maka individu akan cenderung sukses, dan bila
individu tersebut merasa dirinya gagal, maka sebenarnya
dirinya telah menyiapkan dirinya untuk gagal. Jadi konsep
diri merupakan bagian diri yang mempengaruhi setiap aspek
pengalaman baik pikiran, perasaan, persepsi dan tingkah laku
individu tersebut.
Dibawah ini akan dipaparkan beberapa pendapat para
ahli terkait pengertian konsep diri:
1. Stuart dan Sudden dalam Heidemans tahun 2009, konsep
diri adalah ide, pikiran, kepercayaan da pendirian yang
melekat pada individu yang mempengaruhi individu
dalam berhubungan dengan orang lain.
2. Burn tahun 1989 Mengatakan bahwa Konsep diri
merupakan suatu gambaran dari apa yang kita pikirkan,
yang orang lain berpendapat mengenai diri kita, dan
seperti apa diri kita yang kita inginkan, yang mana konsep
diri merupakan berbagai kombinasi dari berbagai aspek
yaitu citra diri, intensitas afektif, evaluasi diri dan
kecenderungan member respon.
3. Hurlock tahun 1993 mengatakan bahwa konsep diri
merupakan gambaran mental yang dimiliki seseorang
tentang dirinya yang mencakup citra fisik dan psikologis.
4. Rahmat dalam Ghfron dan Risnawati tahun 2011
mengatakan bahwa konsep diri bukan hanya gambaran

6
deskriptif, melainkan juga penilaian individu mengenai
dirinya sendiri.
Jadi, konsep diri merupakan sesuatu yang dipikrikan dan
dirasakan tentang dirinya sendiri. Terdapat dua konsep
diri, yaitu konsep diri dari komponen kognitif dan konsep
diri komponen afektif. Komponen kognitif tersebut
disebut juga sel image dan komponen afektif disebut
sebagai komponen self esteem. Komponen kognitif
merupakan pengethuan individu tentang dirinya yang
mencakup pengetahuan “siapa saya” yang akan
memberikan gambaran tentang diri saya, gambaran ini
disebut citra diri. Sementara itu, komponen afektif adalah
penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang akan
membentuk bagaimana penerimaan terhadap dirinya
sendiri dan harga diri individu tersebut.

Komponen Konsep diri


Komponen Konsep Diri Konsep diri dapat digambarkan
dalam istilah rentang diri kuat sampai lemah atau positif
sampai negatif yang kesemuanya tergantung pada kekuatan
individu dari kelima komponen konsep diri (Stuart, 2013),
kelima komponen konsep diri tersebut adalah sebagai berikut:
1. Citra Tubuh
Citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya
baik disadari atau tidak disadari meliputi persepsi masa

7
lalu atau masa sekarang mengenai ukuran dan bentuk,
fungsi, penampilan dan potensi tubuh. Citra tubuh sangat
dinamis karena secara konstan berubah seiring dengan
persepsi dalam pengalaman-pengalaman baru. Citra tubuh
harus realistis karena semakin dapat menerima dan
menyukai tubuhnya individu akan lebih bebas dan merasa
aman dari kecemasan (Suliswati, dkk, 2005). Citra tubuh
adalah persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara
internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup
perasaan dan sikap yang ditujukan pada tubuh. Konsep
diri yang baik tentang citra tubuh adalah kemampuan
seseorang menerima bentuk tubuh yang dimiliki dengan
senang hati dan penuh rasa syukur serta selalu berusaha
untuk merawat tubuh dengan baik.
2. Identitas diri
Kesadaran akan keunikan diri sendiri yang bersumber
dari penilaian dan observasi diri sendiri. Hal ini
mencakup keutuhan internal individu, konsistensi
individu tersebut sepanjang waktu dan dalam berbagai
situasi. Identitas menunjukan ciri khas seseorang yang
membedakannya dengan orang lain, tetapi menjadikannya
unik. Seseorang yang memiliki identitas yang kuat akan
memandang dirinya berbeda dengan orang lain, dan tidak
ada keduanya. Kemandirian timbul dari perasaan
berharga, kemampuan dan penguasaan diri. Dalam

8
identitas diri ada otonomi yaitu mengerti dan percaya diri,
respek terhadap diri, mampu menguasai diri, mengatur
diri dan menerima diri (Suliswati, dkk, 2005).
3. Peran diri
Peran adalah suatu pola sikap, nilai dan tujuan yang
diharapkan dari seseorang yang berdasarkan posisinya
dimasyarakat. Sementara untuk posisi tersebut merupakan
identifikasi dari status atau tempat seseorang. Peran juga
diartikan sebagai serangkaian perilaku yang diharapkan
oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi
individu dalam berbagai kelompok sosial. Peran
memberikan sarana untuk berperan serta dalam kehidupan
sosial dan merupakan cara untuk menguji identitas
dengan memvalidasi pada orang yang berarti (Suliswati,
dkk, 2005).
4. Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana
ia seharusnya bertingkah laku berdasarkan standar
pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang
yang diinginkan atau sejumlah inspirasi, tujuan, nilai
yang diraih. Idela diri akan mewujudkan cita-cita atau
pengharapan diri berdasarkan norma-norma sosial di
masyarakat tempat individu tersebut melahirkan
penyesuaian diri. Seseorang yang memiliki konsep diri
yang baik tentang ideal diri apabila dirinya mampu

9
bertindak dan berperilaku sesuai dengan kemampuan
yang ada pada dirinya dan sesuai dengan apa yang
diinginkannya. Pembentukan ideal diri dimulai pada masa
kanak-kanak dipengaruhi oleh orang yang penting pada
dirinya yang memberikan harapan atau tuntutan tertentu.
Seiring dengan berjalannya waktu individu
menginternalisasikan harapan tersebut dan akan
membentuk dasar dari ideal diri (Suliswati, dkk, 2005).
5. Harga Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil
yang dicapai dengan menganalisis seberapa banyak
kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri
diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu dicintai,
dihormati dan dihargai. Individu akan merasa harga
dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan,
sebaliknya individu akan merasa harga dirinya rendah
bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai atau
diterima lingkungan. Pada masa dewasa akhir timbul
masalah harga diri karena adanya tantangan baru,
ketidakmampuan fisik, kehilangan perasaan dan
sebagainya (Suliswati, dkk, 2005). Seseorang memiliki
konsep diri yang baik berkaitan dengan harga diri apabila
mampu menunjukan keberadaannya dibutuhkan oleh
orang banyak, dan menjadi bagian yang dihormati oleh
lingkungan sekitar. Berupa penilaian individu tentang

10
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh
perilaku sesuai dengan ideal diri. Penilaian harga diri
didasarkan pada faktor internal dan eksteral, serta harga
diri tentang nilai diri.

Dimensi Konsep diri


Calhoun dan Acocela pada tahun 1990 mengatakan
bahwa dalam konsep diri memiliki tida dimensi yaitu,
Pengetahuan terhadap diri sendiri, Pengharapan mengenai
diri sendiri, dan penilaian tentang dirinya sendiri.
1. Pengetahuan terhadap diri sendiri
Aspek pertama dari dimensi aspek –aspek konsep
diri ini adalah pengetahuan terhadap diri sendiri.
Pengetahuan terhdap diri sendiri yang dimiliki individu
meruapakan sesuatu yang individu ketahui tentang
dirinya. Dalam pemiiran individu terdapat satu daftar
julukan yang menggambarkan tentang dirinya, hal ini
mengacu pada istilah-istilah kuantitas seperti nama, usia,
jenis kelamin, kebangsaan, pekerjaan, agama dan lain
sebagainya serta sesuatu yang merujuk pada istilah-istilah
kualitas seperti egois, baik hati, tenang, dan memiliki
temperamental yang tinggi. Pengetahuan ini bisa
didapatkan dengan cara membandingkan antara individu
yang satu dengan yang lainnya. Pengetahuan individu
tidaklah menetap sepanjang kehidupannya karena

11
pengethuan individu bisa saja mengalami perubahan
tingkah laku sehingga padangan orang lain akan individu
tersebut akan berubah pula.
2. Pengharapan mengenai diri sendiri
Aspek yang kedua ini adalah harapan mengenai diri
sendiri. Harapan mengenai diri sendiri merupakan aspek
dimana individu mempunyai berbagai pandangan
kedepan tentang siapa dirinya, menjadi apa dimasa yang
akan datang, maka individu tersebut mempunyai harapan
terhadap diri sendiri. Pengharapan pada tiap-tiap individu
memiliki perbedaan hal ini dikarenakan didasarkan pada
bakat dan minat individu tersebut mau jadi apa dan
bagaimana kedepannya.
3. Penilaian tentang dirinya sendiri
Aspek yang ketiga atau aspek yang terakhir adalah
penilaian terhadap diri sendiri. Seperti yang kita ketahui
bahwa individu berkedudukan sebagai penilai terhadap
diri sendiri setiap saat. Penilaian terhadap diri sendiri
tersebut merupakan pengukuran individu tetang
keadaannya saat ini dngan apa yang menurutnya dapat
dan akan terjadi pda dirinya. Setiap individu berperan
sebagai penilai terhadap dirinya sendiri dan standar pada
tiap-tiap individu terhadap penilaian tersebut berbeda-
beda.

12
Menurut Robinson dalam Heidemans pada tahun
2009 mengemukakan bahwa konsep diri tersebut dibagi
kedalam lima aspek
a. Diri fisik, merupakan bagaiaman seseorang itu melihat
dan menilai dirinya sendiri dari segi fisik, kesehatan,
peampilan dan dari gerak motoriknya.
b. Diri keluarga, merupakan bagaimana seseorang
tersebut menilai sebagai anggota keluarga dan harga
diri sebagai anggota keluarga.
c. Diri pribadi, merupakan bagaimana seseorang
menggambarkan identitas dirinya dan bagaimana
menilai dirinya sendiri.
d. Dari moral etik, merupakan bagaimana persaan
seseorang mengenai hubungannya dengan Tuhan dan
penilainya mengenai hal-hal yang dianggap baik dan
buruk.
e. Diri sosial, merupakan bagaimana seseorang
melakukan gabungan atau interaksi sosial.

Perkembangan Konsep diri


Konsep diri merupakan proses yang berkelanjutan
sepanjang hidup manusia. Kosnep diri masih dapat dirubah
asalkan aa keinginan dari yang bersangkutan. Symond dalam
Agustiani pada tahun 2006 mengemukakan bahwa persepsi
tentang diri tidak langsung muncul ketika individu dilahirkan,

13
akan tetapi berkembang bertahap seiring dengan munculnya
kemampuan untuk memahami sesuatu. Selama periode awal
kehidupan, konsep diri sepenuhnya didasari oleh persepsi diri
sendiri. Akan tettapi, seiring dengan bertambahnya usia,
paradigma mengenai diri sendiri ini mulai dipengaruhi oleh
nilai-nilai yang diperoleh dari hasil berinteraksi dengan orang
lain. Dengan kata lain, konsep diri juga merupakan hasil
belajar melalui hubungan individu dengan individu lainnya.
Konsep diri muncul bukan secara tiba-tiba dan bukan
juga bawaan dari lahir, tetapi berkembang secara perlahan-
lahan selama rentang kehidupan individu melalui interaksi
dengan lingkungan sekitarnya. Lingkungan ini merupakan
sesuatu yang paling mempengaruhi dalam pembentukan dan
perkembangan konsep diri adalah keluarga dan masyarakat.
Perubahan secara permanen aspek psikologis yang terjadi
pada diri seseorang sebagai akibat dari pengalaman hidupnya.
Pengalaman belajar yang awal terutama didapat dirumah dan
kemudian pengalaman tersebut juga idperoleh dari berbagai
lingkungan luar rumah. Tiga dimensi yang paling penting
dalam membentuk konsep diri adalah asosiasi, akibat dan
motivasi.
Konsep diri terbentuk dikarebakan terdapat proses
belajar tentang nulai-nilai, sikap, peran dan identitas dalam
hubungan interaksi antara dirinya dengan kelompok primer
yaitu keluarga. Hubungan tatap muka dalam kelompok

14
primer tersebut bagaimana seorang individu mampu
memberikan umpan balik kepda individu tentang bagiamana
penilaian orang lain terhadap dirinya sendiri. Dengan kata
lain bahwa perkembangan setiap individu tentang
perkambangan konsep dirinya sangan dipengaruhi oleh orang
disekitar dn lingkungannya. Semakin baik lingkungan maka
perkembangan setiap individu tentang konsep dirinya akan
semakin baik pula begitu pula sebaliknya. Menurut Adlr,
Rosenfeld dan Towne dalam Heidemans pada tahun 2009,
Terdapat dua teori tentang terbentuknya konsep diri ini, yaitu:
1. Reflected Appraisal
Teori ini menjelaskan bahwa konsep diri seseorang
terbentuk atas pengaruh lingkungan sekitar, bagaimana
oranh-orang lain memberi respon dan menila individu
tersebu. Peran oranglian yang berarti (Significant other)
dalam kehidupan seseorang sangat menentukan.
2. Social Comparison
Teori ini menjelaskan bahwa konsep diri berkembang
melalui proses interaksi seseorang dengan lingkungan
sepanjang rentang kehidupannya. Seseorang secara terus-
menerus membentuk nilai-nilai yang dialami dan
dipelajari bersama orang lain dilingkungannya. Selama
proses tersebut berlagsung akan terajdi perbandingan-
perbandingan yang seorang individu lakukan terhadap
dirinya dan orang lain. Segala yang dipelajrari dan

15
dialami oleh seorang individu akan berkaitan dengan
segala hal tentang dirinya yang akan dipersepseikan
kedalam diri dan membentuk citra diri/ gambaran diri
terhadap diri sendiri.

Faktor yang dapat mempengaruhi konsep diri


Pembentukan konsep diri ini tidak dapat terbentuk
secara cepat, namun hal tersebut akan memakan waktu yang
relative lama an pembentuka ini tidak dapat dikatakan bahwa
reaksi yang tidak biasa dari seseorang yang dapat mengubah
konsep dirinya. Ketika seseorang lahir, individu tidak
memiliki pengetahuan tentang dirinya, tidak memiliki
penilaian tentang dirinya. Namun seiring dengan berjalannya
waktu dan situasi serta lingkungan, individu mulai bisa
membedakan antara dirinya, orang lain dan benda-benda
disekitarnya, serta pada akhirnya individu mulai mengetahui
siapa dirinya, apa yang diinginka serta dapat melakukan
penilaian yang berdmpak paa perkembangan individu
tersebut.
Calhoun dan Acocela paa tahun 1999 mengemukakan
bahwa faktor yang dapat mempengaruhi konsep diri
seseorang adalah orang tua, teman sebaya, masyarakat,
sedangkan Rais dalam Gunarsa paa tahun 1989 menjelaskan
bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konsep diri
adalah jenis kelamin, harapan-harapan, suku bangsa, nama

16
dan pakaian. Pendapat lain disampaikan oleh Argy dalam
Hardy dan Heyes pada tahun 1988 mengemukakan bahwa
faktor yang dapat mempengaruhi konsep diri adalah reaksi
orang lain, perbandingan dengan orang lain, peranan
seseorang dan identifikasi terhadap orang lain. Mari kita
simak satu satu ulasanya.
1. Orang tua
Orang tua kita adalah kontak sosial yang paling awal dan
paling kuat. Apa yang dikomunikasiakn oleh orang tua
pada anak lebih menancap dari pada informasi lain yang
diterima sepanjang daur kehidupannya. Orang tua kita
mengajarkan bagaimana menilai diri sendiri dan orang tua
yang lebih banyak membentuk kerangka dasar untuk
konsep diri tersebut. Pola asuh orang tua menjadi faktor
yang signifikan dalam membentuk konsep diri seseorang.
Sikap positif orang tua akan menumbuhkan konsep
pemikiran yang positif serta sikap menghargai diri sendri.
Sikap negative orang tua akan mengundang pertanyaan
pada anak dan menimbulkan asumsi bahwa dirinya tidak
cukup berharga untuk disayangi dan dihargai.
2. Teman sebaya
Penerimaan anak terhadap kelompok tema sebaya sangat
dibutuhkan setelag mendapat cinta dari orang lain dalam
mempengaruhi kosnep diri. Jika oenerimaan ini tidak
muncul, dibentak atau dijauhi maka konsep akan

17
terganggu. Disamping masalah penerimaan atau
penolakan, peran yang diukur anak dalam kelompok
teman sebayanya sangat mempengaruhi secara kuat pada
pandagannya tentang dirinya sendiri.
3. Masyarakat
Individu tidak terlalu mementingkan kelahiran mereka,
tetapi masyarakat menganggap penting fakta-fakta yanga
da paa seorang anak, seperti siapa bapaknya, ras dan lain-
lain. Akhirnya penilaian ini sampai kepada anak dan
masuk kedalam konsep diri. Masyarakat memberikan
harapan-harapan kepada anak dan melaksanakan harapan
tersebut. Jadi, orang tua, teman sebaya dan masyarakat
memberitahu kita bagaimana mengindentifikasi diri kita
sendiri sehingga hal ini berpegaruh tehadap konsep diri
yang dimiliki seorang individu.
4. Jenis kelamin
Keluarga, lingkungan sekolah ataupun lingkunga
masyarakat yang lebih laus akan berkembang
bermacam-macam tuntutan peran yag berbeda
berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Menjelang masa
bebas, begitu banyak tekanan-tekanan sosial yang
dialami seseorang dan berpengaruh secara signifikan
terhadap perkemabngan konsep dirinya. Seseorang harus
mampu memegang peranan penting dalam menentukan

18
bagaimana seharusnya seorang wanita atau pria
bertindak dan berprasaan.
5. Harapan-harapan
Harapan-harapan seseorang terhadap diri sendiri sangat
penting bagi konsep dirinya. Hal ini dikarenakan orang
lain mencetak kita, dan setidaknya kitapun
mengasumsikan apa yang orang lain asumsikan tentang
diri kita. Berdasrkan asumsi-asumsi tersebut, kita bisa
memulai memainkan peran-peran terntentu yang
diharapkan orag lain.
6. Suku bangsa
Masyarakat umumnya terdapat suatu kelompok suku
bansga tertentu yang dapat diakatakan tergolong sebagai
kaum minoritas, baisanya kelompok semacam ini
mempunyai konsep diri yang cenderung akresif.
7. Nama dan pakaian
Nama-nama tertentu ang akhirnya menjadi bahan
tertawaan dari teman-teman, akan memabwa seseorang
kepada pembentukan konsep diri yang lebih negative,
karena nama-nama julukan yang bernada negative dapat
menyebabkan seseorang benar-benar beranggapan
bahwa dirinya memang demikian. Sebaliknya, nama-
nama panggilan yang bernada positif dapat mengubah
seseorang kearah positif pula. Demikian hal nya dengan

19
cara berpakaian, seseorang dapat menilai atau
mempunyai gambaran mengenai dirinya sendiri.
8. Reaksi dari orang lain
Dengan mengamati cerminan perilaku diri sendiri
sesorang terhadap respon yang diberikan, hal ini
membuktikan bahwa dapat mempelajari dirinya sendiri.
Orang-orang yang memiliki arti pada diri individu sangat
berpengaruh dalam pembentukan konsep diri.
9. Perbandingan dengan orang lain
Setiap individu dalam memandang konsep diri sangat
tergantung pada bagaimana cara individu tersebut
membandingkan dirinya dengan orang lain. Kita
biasanya lebih suka membandingkan diri kita sendiri
dengan orang lain yang hampir serupa denga kita.
Dengan demikian dapat dikatakan bajwa bagian-bagian
konsep diri dapat berubah cukup cepat didalam suasana
sosial.
10. Peranan seseorang
Setiap orang memakai peran yang berbeda-beda. Dalam
suatu peran tersebut seseorang diharapkan melakukan
perbuatan dengan cara-cara tertentu. Pengalaman dan
harapan-harapan yang berhubungan dengan peran yang
berbeda akan berpengaruh pada konsep diri seseorang.
Kritik terhadap diri sendiri berfungsi sebagai rambu-
rambu dalam bertindak dan berprilaku agar keberadaan

20
kita diterima dan dapat berdaptasi. Walau demikian,
kritik terhadap diri sendiri yang berlebihan dapat
mengakibatkan individu menjadi lemah dan rendah diri.

11. Identifikasi terhadap orang lain.


Seringkali seorang anak mengagumi orang-orang
dewasa, dan mencoba menjadi pengikut dan meniru
beberapa nilai, keyakinan dan perbuatan. Proses
identifikasi ini menyebabkan individu merasakan bahwa
mereka telah memiliki beberapa sifat dari orang-orang
yang kita kagumi. Dengan demikian, dpat ditarik
kesimpulan bahwa seorang individu tidak lahir dari
konsep diri. Konsep diri terbentuk seiring dengan
perkembangan konsep diri. Konsep diri merupakan
interkasi individu dengan orang lain, yaitu oramg tua,
teman sebaya, dan masyarakat yang meberikan dampak
secara langsung maupun tidak langsung.

Jenis-jenis konsep diri


Setiap individu memiliki perbedaan dalam menerima
dirinya sendiri maupun menerima apa pendapat orang lain
terhadap dirinya sendiri., maka konsep diri yang akan muncul
psti akan berbeda dan karakteristik dari konsep diri tersebut
tidaklah sama. Terdapat beberapa ahli mengatakan jenis-jenis

21
konsep diri adalah tinggi, sedang dan rendah serta ada yang
mengatakan konsep diri positif dan konsep diri negative.
1. Konsep diri positif
Konsep diri yang lebih berupa penerimaan diri bukan
sebagai suatu kebanggaan yang besar tentang dirinya,
dapat memahami dan menerima dirinya sendiri secara apa
adanya, evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif
dan dapat menerima orang lain. Sesorang yang memiliki
konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan yang
sesuai dengan realitas, yaitu tujuan yang memiliki
kemungkinan besar untuk dapat dicapai, pengetahuan
yang laus, harga diri yang tinggi, mampu menghadapi
kehidupan didepannya serta menganggap bahwa hidup
adalah suatu proses penemuan. Pada dasarnya adalah
individu yang mempunyai konsep diri positif adalah
individu yang tahu betul siapa dirinya sehingga dirinya
menjadi lebih positif serta mampu merancang tujuan-
tujuan yang jelas dan realitas. Ciri- ciri seseorang yang
memiliki konsep diri positif adalah yakin akan
kemampuannya dalam mengatasi masalah, merasa setara
dengan orang lain, menerima pujian tanpa malu,
menyadari bahwa setiap individu memilki perasaan,
keinginan dan perilaku yang tiak seluruhnya disetujui
oleh masarakat serta mampu memperbaiki diri karena

22
sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang
tidak disenangi dan berusaha disenangi.
2. Konsep diri negatif
Terdapat dua tipe konsep diri negative menurut Calhoun
dan Acocella tahun 2009.
a. Pandangan seseorang tentang dirinya sendiri benra-
benar tidak teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan
dan keutuhan diri. Orang tersebut benar-benar tidak
tahu siapa dirinya, apa kelemahannya dan apa
kelebihannya atau apa yang ia hargai dalam
kehidupannya. Orang yang memiliki konsep diri
positif ditandai dengan yakin akan kemampuan
mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain.
b. Pandangan tentang dirinya yang terlalu kaku, stabil
dan teratur. Hal demikin bisa terjadi sebagai akibat
pola asuh yang terlalu keras dan kepatuhan yang
terlalu kaku. Disini, sesorang individu merupakan
aturan yang terlalu keras pada dirinya sendiri
sehingga tidak dapat menerima sedikit saja
penyimpangan atau perubahan dalam kehidupannya.
Ciri-ciri sesorang yang mimiliki konsep diri negative
adalah peka terhadap kritik, respnsif terhadap pujian,
sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak disenangi
oleh orang lain, pesimis terhadap kompetisi.

23
Konsep diri menerima akan berkembang menjadi
konsep diri positif begitu pula sebaliknya, konsep diri
menolak akan berkembang menajdi konsep diri negative.
Sikap diri yang positif berbeda dengan kesombongan,
egosime. Konsep diri positif lebih mengarahpada
penerimaan diri secara apa adanya dan mengembangkan
harapan yang realistis sesuai dengan kemammpuan yang
dimiliki seorang individu tersebut. Pada dasarnya adalah
seseorang yang memiliki kosep diri positif, merupakan
oarng yang mampu menikmati apa yang ada dalam
dirinya baik kekuranhan maupun kelemhannya, mampu
menerima saran dan kritik yang disampaikan oleh orang
lain tanpa merasa tersinggung, puas terhadap keadan diri
dan yakin akan keammpuannya untuk meraih cita-cita
dan harapannya.
Konsep diri negative merupakan penilaian yang
negative terhadap diri seniri, seseorang yang memiliki
konsep diri negative, informasi terbaru tentan dirinya
pasti akan menajdi sebuah kecemasan, rasa ancaman
teradap diri. Apapun yang diperoleh, tidak akan berharga
dibadningkan dengan apa ynag di[eroleh oleh orang lain.
Ia selalu merasa cemas dan rendah diri dalam pergulan
sosialnya karena tidak ada perasaan yang menghargai
pribadi dan penrimaan terhadap dirinya. Jadi individu
yang memiliki kosneo diri negative akan selalu

24
meamndang dirinya negative, selalu memandang negative
berbagai hal. Ia measa tidak puas dengan apa yang
dimiliki dalam hidup dan selalu merasa kurang, merasa
tidak cukup mempunyai keampuan untuk meraih cita-cita
dn harapan yang diinginkan.

Konsep diri dalam pandangan perspektif islam


Islam mengajarkan kepada kita sebagai seorang muslim
diharuskan memiliki keyakinan bahwa manusia mempunyai
derajat yang lebih tinggi dari mahkluk lain yang ada di bumi
ini.untuk itu seorang muslim tidak boleh bersika lemah dan
putus asa. Sebagaimana firman Allah dalam surah Ali Imran
ayat 139 yang artinya adalah “ janganlah kamu bersikap
lemah, an jangan pula kamu bersedih hati, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu orang-
orang yang beriman”.
Manusia merupakan mahluk paling tinggi derajatnya
serta dapat menempuh kemajuan dalam hidupnya dari zaman
ke zaman. Oleh karena itu, orang-orang muslim tidak perlu
menandang dirinya remdah dan negative. Hal ini dikarenakan
pada dasarnya manusia diberi kelebihan daripada mahluk
mahluk yang lain, dengan kelebihannnya yang sempiurna.
Sebagaimana dengan firman Allah dalam surah Al Isra ayat
70 yang artinya adalah “dan sesungguhnya telah kami
muliakan anak-anak adam, kami agkut mereka didaratan dan

25
dilautan. Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan
kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan mahkluk yang telah kami ciptakan”. Begitu
mulianya manusia dibandingkan dngan mahklik lain,
sehingga sangat disayangkan jika manusia masih mempunyai
sikap yang tidak memghargai terhadap apa yang
dianugerahkan oleh Allah SWT.
Hal demikian menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa
kita dianjurkan untuk lebih mensyukuri dengan kenikmatan
yang Allah berikan kepada kita sebagai manusia ciptaanNya
tabpa mengubah sedkitpun. Karena ketika kita mengubah
ciptaanNya maka kita akan dilaknat oleh Allah SWT apabila
mendatngkan dampak negative dari perubahan tersebut.
Mampu menerima apa yang telah diberikan oleh Allah
kepada kita sudah termasuk memiliki konsep diri yang
jelas.konsep diri juga menuntut kesadaran kita terahdap
hakikat kemanuasiaa, pertama untuk beribadah dan
memurnikan ketaannya kepada Allah. Sebagaiman firman
Allah dalam surah Adz-Dariyat ayat 46 dikatakan bahwa
“dan kau tidak menciptakan jin dan manusia melainnkan
supaya mereka mengabdi kepdaKu”.
Ibadah adalah tujuan dari penciptaan manusia dan
kesempurnaan yang kembali kepda penciptaNya. Allah
menciptakan manusia untuk memberi ganjaran kepda
manusia. Menurut syeikh muhamamd Abduh, bahwa ibadah

26
bukan sekedar ketaatan yang mencapai puncaknya akibata
danya rasa kagungan dalam jiwa individu terhadp siapa saja
yang dikehendaki. Ia juga merupakan dampak dari keyakinan
bahwa pengabdian itu tertuju kepada yang meiliki kekuasaan
yang tidak terjangkau hakikatnya.
Allah SWT memberitahu tahu bahwa manusia
diciptakan dalam keadaan lemah, terutama dalam
mengahdapi nafsu,. Oleh karena itu, seorang muslim menjaga
diriynya agar jangan sampai melakukan larangan-larangan
Allah SWT. Ini semua dalam rangka membentengi manusia
dari pengaruh-pengaruh negative dan hawa nafsu yang dapat
menjerumuskannya. Maka manusia harus menyadari sendiri
bahwa manusia dijadikan bersifat lemah, oleh karena itu
perlu membentengi dirinya dengan iman yang kuat dan
dengan cara-cara mengatasi godaan hawa nafsu.
Seseorang yang memiliki konsep diri negative lebih
mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang baru dan indah tbapa
memikirkan Sesutu dibalik keindahan itu. Mereka melihat
dirinya serta kekurangan, lebih rendah dari orang lain
sehingga mudah terbawa bujkan setan untuk mengikuti
caranya dalam menutupi kekurangannya itu. Sedangkan
konseo diri positif lebih mudah menerima keadaan dirinya
baik kekurangan atau kelebihannya, lebih pecara diri tabpa
memandang kelebihan orang lain sehingga keimanannya
lebih kuat dan tidak mudah terpengaruh oleh bujukan setan.

27
28
Pasien dengan LKD memandang negatif tentang keadaan
luka yang ada ditubuhnya. Apalagi jika disertai dengan
tindakan amputasi sehingga ada sebagian anggota tubuh yang
hilang dan ini menyebabkan pandangan hidupnya berubah
(Nurrachmah, 2011). Tingkat kemandirian penderita LKD
mengalami perubahan sehingga penderita harus menerima
bantuan dari orang lain dan melakukan aktifitas mandiri yang
terkadang harus dibantu oleh orang lain. Beberapa hal inilah
yang akhirnya menyebabkan konsep diri dari penderita
terganggu. Terganggunya konsep diri pada pasien tergantung
pada mekanisme kopingnya, sebagian pasien bisa saja
mempunyai konsep diri yang negatif dan sebagian lagi
konsep dirinya positif.
Sofiana (2012) mengatakan bahwa sebagian besar pasien
mempunyai konsep diri negatif, dan tingkat stress berat lebih

29
besar. Konsep diri pasien yang negatif disebabkan karena
komponen-komponen dari konsep dirinya yang juga negatif.
Komponen konsep diri pada pasien dengan LKD
dijelaskan pada bagian berikut ini, komponen konsep diri
yang dibahas terdiri dari harga diri, citra tubuh, ideal diri,
identitas personal dan peran diri pasien.

1. Harga Diri
Harga diri merupakan hasil penilaian individu terhadap
dirinya sendiri. Penilaian ini menyatakan suatu sikap yang
berupa penerimaan atau penolakan dan menunjukkan
seberapa besar individu itu percaya bahwa dirinya mampu,
berarti, berhasil, dan berharga (Coopersmith, 1967 dalam
Lubis & Hasnida, 2009).
Pasien yang mempunyai harga diri yang tinggi akan
mempunyai mental yang sehat dan lebih puas terhadap
hidupnya sehingga akan lebih mempercepat kesembuhannya
(Rosenberg, 1965; Waltz, 1986 dalam Firman, 2012).
Apabila dukungan tersebut tidak ada maka keberhasilan
penyembuhan atau pemulihan akan berkurang (Friedman,
2010). Dalam hal ini keluarga berpengaruh dalam
menyelesaikan masalah kehidupan, nilai kesehatan individu
dan menentukan program pengobatan yang mereka terima.
Individu yang menilai dirinya positif cenderung bahagia,
sehat, dan dapat menyesuaikan diri. Sebaliknya orang yang

30
menilainya negatif cenderung tidak sehat, cemas, tertekan
dan pesimis tentang masa depannya dan mudah untuk gagal.
Individu yang harga dirinya rendah memiliki suatu sikap
penolakan akan dirinya dan menyalahkan diri sendiri (Potter
& Perry, 2005). Luka kaki diabetik merupakan salah satu
penyakit kronis yang dapat mengganggu kemampuan aktifitas
pasien. Dalam meningkatkan harga diri pada pasien LKD
dibutuhkan bantuan serta dukungan informasi dari berbagai
sumber.
Harga diri yang tinggi sangat penting bagi penderita
LKD, karena hal ini dapat meningkatkan perasaan berharga
seseorang yang pada akhirnya berpengaruh pada konsep
dirinya. Individu yang memiliki harga diri tinggi lebih dapat
bertahan serta beradaptasi dengan kebutuhan dan kondisi
yang sedang dialaminya.

2. Citra Tubuh
Citra Diri pasien adalah gambaran diri pasien yang
tertanam dalam pikiran bawah sadar dan menentukan siapa
dirinya. Citra Diri ini dibentuk sejak lahir dari lingkungan,
pengalaman masa lalu, dan juga pengaruh orang lain. Dengan
beragamnya karakter masyarakat serta budaya yang ada
dilingkungan pasien akanmenentukan cara pandang pasien
terhadap citra dirinya. Prinsip, keyakinan, dan juga pola pikir

31
keluarga dan pengaruh lingkungan pergaulan bisa saja
membentuk citra diri pasien.
Penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Ningsih (2012)
tentang pengalaman psikososial pasien ulkus diabetikum
menyimpulkan bahwa perubahan fungsi bagian tubuh pada
penderita ulkus diabetikum baik karena kaki yang tidak bisa
berfungsi secara optimal ataupun penurunan fungsi tubuh
secara keseluruhan karena DM akan membuat responden
merasa tidak berdaya karena tidak dapat menjalankan
perannya sehari-hari, mempunyai perasaan menjadi beban
keluarga dan menjadi tidak sebebas dan seaktif dulu ketika
tidak mengalami ulkus diabetikum. Hal inilah akhirnya
mempengaruhi citra tubuh. Citra tubuh dibagi menjadi dua
yaitu citra tubuh positif dan negatif.
Citra tubuh positif adalah keadaan dimana individu
mampu menerima perubahan dalam penampilan, struktur atau
fungsi tubuh, tidak mengekspresikan perasaan yang tidak
berdaya, tidak putus asa, mampu mengendalikan situasi dan
bersikap baik. Citra tubuh yang positif akan menimbulkan
konsep diri yang positif.
Citra tubuh individu berkembang dari sikap dan respon
orang lain terhadap individu tersebut, selain itu persepsi citra
tubuh ini juga dapat berasal dari dirinya sendiri (Kozier,
2010). Salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri
adalah sumber daya internal yaitu rasa percaya diri dan nilai

32
diri, semakin besar sumber daya ini dimiliki individu maka
semakin besar pengaruhnya pada konsep diri yang positif.
Citra tubuh negatif adalah keadaan tidak mampu
menerima perubahan dalam penampilan, struktur maupun
fungsi dari tubuhnya, mengekspresikan perasaan yang tidak
berdaya, putus asa serta tidak mampu mengendalikan situasi
yang sedang dialami. Pasien dengan citra tubuh negatif
umunya dikarenakan ada perasaan malu, terasing, serta
kurang puas terhadap kondisi luka yang ada pada dirinya.
Penilaian terhadap citra tubuh seseorang berbeda antara satu
dengan yang lainnya, hal ini juga tergantung dari bagaimana
individu tersebut mempersepsikan kondisi yang sedang
dialaminya.

3. Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia
harus berperilaku berdasarkan standart, aspirasi, tujuan atau
penilaian personal tertentu (Stuart and Sundeen,1991). Ideal
diri pada pasien dengan LKD sangat ditentukan oleh standar
yang ditentukan oleh pasien itu sendiri. Agar pasien mampu
berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara persepsi
diri dan ideal diri. Ideal diri pasien ini hendaknya ditetapkan
tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan
agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai.

33
Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2010)
mendapatkan hasil bahwa pada pasien ulkus diabetikum
dengan adanya perubahan fisik dan penafsiran semua situasi
tersebut sebagai hal yang negatif. Penelitian ini juga
didukung oleh teori bahwa perubahan dalam penampilan,
struktur atau fungsi tubuh memerlukan penyesuaian citra
tubuh (Potter & Perry, 2010). Nizam (2014) berpendapat
bahwa ideal diri pada pasien LKD cenderung menurun akibat
perubahan penampilan dan fungsi tubuh dan luka yang sulit
untuk sembuh.
Interprtasi ideal diri pada pasien LKD ini tergantung dari
standar yang ditentukan oleh pasien itu sendiri, pasien
diharapkan dapat menyesuaikan ideal dirinya sebelum dan
setelah kondisi sakitnya. Ideal diri pasien LKD diharapkan
sedikit melebihi standar pada dirinya, hal ini dapat menjadi
motivasi bagi pasien dalam mempercepat proses
penyembuhan pada dirinya. Pemahaman tentang ideal diri ini
merupakan salah satu tanggung jawab dari keluarga dan
tenaga kesehatan yang berperan dalam penyembuhan pasien.

4. Identitas Diri
Identitas diri adalah identitas yang menyangkut kualitas
“eksistensi” dari pasien, yang berarti bahwa pasien memiliki
suatu gaya pribadi yang khas. Identitas diri berarti
mempertahankan suatu gaya keindividualitasan diri sendiri.

34
Penyakit dan trauma yang dialami oleh pasien secara
psikologis akan mempengaruhi identitas diri (Ningsih, 2012).
Respon pasien dengan luka kaki diabetik terhadap stressor
seperti penyakit dan perubahan yang berhubungan dengan
penyakit akan berbeda, reaksi yang muncul diantaranya
penerimaan, menolak, menarik diri, dan depresi sehingga
berpengaruh pada peran diri pasien di masyarakat dan
berakibat pada identitas dan ideal diri pasien.
Sumber daya merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi identitas individu. Sumber daya ini dapat
bersumber dari internal maupun eksternal lingkungan
individu, sumber daya eksternal berupa persepsi dan sikap
masyarakat kepada pasien, sedangkan sumber daya internal
adalah motivasi, persepsi dan aktualisasi diri dari dalam diri
pasien itu sendiri. semakin besar jumlah sumber daya yang
dimiliki dan digunakan individu, pengaruhnya pada identitas
diri akan semakin positif. Sumber daya yang bersifat positif
tentunya akan berpengaruh pada identitas diri pasien.

5. Peran Diri
Menurut Scott (2012), peran adalah serangkaian pola
sikap perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan oleh
masyarakat, dihubungkan dengan fungsi individu di dalam
kelompok sosialnya. Peran memberikan sarana untuk
berperan serta dalam kehidupan sosial dan merupakan cara

35
untuk mengaktualisasikan identitas diri, harga diri yang tinggi
merupakan hasil dari peran yang terpenuhi dan berdampak
pada ideal diri (Sofiana, 2012). Penyakit kronis sering
menganggu peran, yang akhirnya dapat mengganggu identitas
diri, ideal diri dan harga diri seseorang (Perry & Potter,
2010). Interpretasi peran seseorang dapat dilihat dari aktivitas
individu terhadap perannya, interpretasi ini terbagi atas
kepuasan peran dan ketidakpuasan peran.
Kepuasan peran merupakan hasil dari kemampuan
individu dalam menyesuaikan diri terhadap kondisi yang
terjadi selama sehat hingga sakit. sedangkan ketidakpuasan
peran merupakan akibat dari ketidakmampuan dalam
menyesuaikan diri dari kondisi yang sehat ke kondisi sakit,
hal ini tentunya dapat menimbulkan konflik peran pada
individu tersebut. Individu dengan ketidakpuasan peran dapat
dilihat dari aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Aktivitas
yang dilakukan cenderung terganggu dan terjadi perubahan
akibat dari kondisi luka yang dialami oleh pasien.
Terganggunya performa aktivitas peran ini akan
menimbulkan rasa ketidakpuasan peran.

36
1. Motivasi
Ketakutan yang terjadi paling banyak pada pasien
adalah ketakutan terhadap kekambuhan, semakin parahnya
luka dan yang paling ditakuti adalah amputasi salah satu
bagian tubuh yang digunakan untuk berjalan. kejadian luka
kaki yang sulit sembuh sangat mengganggu aktivitas yang
berdampak pada keluarga, pekerjaan dan kehidupan
sehari-hari
Motivasi pada pasien LKD dipengaruhi oleh persepsi
dan koping individu. Semakin baik persepsi pasien
terhadap kondisi yang dihadapinya, maka semakin baik
pula motivasi pasien dalam mengikuti perawatan begitu
juga sebaliknya.
Persepsi negatif merupakan sikap pasien terhadap
gambaran dirinya. Persepsi yang negatif sangat

37
berpengaruh pada pembawaan diri dalam interaksi
sosialnya. Gambaran diri membentuk persepsi seseorang
tentang tubuh baik secara internal maupun eksternal.
Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditunjukan
baik secara sadar maupun tidak sadar, meliputi:
penampilan, potensi, serta persepsi dan perasaan tentang
ukuran dan bentuk tubuh. Komplikasi pada penderita LKD
mempengaruhi persepsi yang cenderung kurang percaya
diri. Persepsi negatif tersebut merupakan sikap penderita
terhadap gambaran dirinya yang dirasa kurang
menyenangkan, dan berpengaruh pada interaksi sosialnya.
Citra tubuh adalah ide seseorang mengenai
penampilannya dihadapan orang lain. Citra tubuh
merupakan fondasi dasar dari keseluruhan kepribadian
manusia. Jika memiliki cara berpikir positif, akan dapat
menerima perubahan penampilan fisik yang dialami, tetapi
jika berpikir secara negatif, akan bersikap menolak
penampilan tubuhnya sehingga akan mempengaruhi citra
tubuh.
Persepsi dan koping individu yang adaptif tergantung
dari perubahan fungsi tubuh yang disebabkan oleh LKD
yang membuat pasien tidak dapat melakukan peran dan
fungsinya. Apabila pasien melihat hal tersebut sebagai hal
yang positif, maka pasien memiliki citra tubuh dan
gambaran diri yang positif, tetapi apabila pasien melihat

38
hal tersebut sebagai hal yang negatif, maka citra tubuh dan
gambaran diri pasien juga negatif.

2. Pengalaman
Dampak LKD yang lama terhadap kelangsungan
kualitas hidup individu selain membutuhkan biaya yang
cukup banyak dan waktu yang tidak sebentar, berdampak
juga pada psikologis pasien. Selain manajemen psikologis,
jenis dressing juga merupakan salah satu hal yang
mendukung penyembuhan luka dengan cepat. Cara
perawatan luka yang lama, biasa dikenal dengan metode
konvensional, sedangkan saat ini sudah dikembangkan
metode perawatan luka dengan memperhatikan moisture
balance atau dengan kata lain adalah kelembaban (Turner,
2012).
Metode perawatan luka yang berkembang pesat saat
ini yang lebih dikenal prinsip moisture balance tersebut
memakai alat ganti balutan yang lebih modern, dengan
memperhatikan jenis dressing yang diaplikasikan pada
luka. Perawatan luka dengan konsep lembab yang
dilakukan secara rutin akan mempercepat pengurangan
luka dan mempercepat proses pembentukan jaringan
granulasi dan reepitelisasi, kelembapan pada lingkungan
luka akan mempercepat proses penyembuhan luka.
Manfaat lain yang dirasakan oleh pasien dengan metode

39
perawatan luka modern ini adalah mengurangi nyeri saat
penggantian balutan dan memudahkan pelepasan kassa
yang diaplikasikan pada perawatan sebelumnya.
Perawatan kaki pasien dengan luka diabetik bersifat
preventif dan kuratif, kegiatan ini mencakup tindakan
mencuci kaki dengan benar, mengeringkan dan
mengaplikasikan dressing yang tepat. Dengan melakukan
perawatan kaki secara teratur dapat mengurangi penyakit
kaki diabetik sebesar 50-60% yang mempengaruhi kualitas
hidup. Kemauan melakukan perawatan kaki diabetik
memerlukan motivasi dan harus mempunyai niat yang
tinggi, karena perawatan kaki diabetik ini harus dilakukan
secara teratur, jika ingin mendapatkan kualitas hidup yang
baik.

3. Dressing
Teori kebutuhan Maslow menyatakan beberapa
hirarki kebutuhan yang terkait atau berhubungan erat
dengan motivasi seorang individu adalah berdasarkan
tingkatan – tingkatan. Salah satu kebutuhan yang
menduduki prioritas dalam pemenuhannya adalah
kebutuhan fisiologis. Kebutuhan yang meliputi makan,
minum, tempat tinggal, dan sembuh dari sakit. pasien
memiliki motivasi yang tinggi untuk menggunakan

40
modern dressing pada perawatan luka. Hal ini dikarenakan
manfaat dari dressing ini.
Penggunaan modern dressing dianggap dapat dengan
cepat memberikan kesembuhan pada kondisi yang dialami
pasien. Penggunaan modern dressing ini tentunya juga
dipengaruhi oleh motivasi yang muncul dari pasien.
Faktor yang mempengaruhi motivasi dibedakan atas 2
(dua) yaitu faktor ekstern dan faktor intern. Dimana faktor
internal yang berupa: pembawaan individu, tingkat
pendidikan, pengalaman yang dimiliki, keinginan dan
harapan untuk masa yang akan datang.
Turner (2012) mengatakan bahwa keuntungan yang
dapat dirasakan pasien dengan metode perawatan luka
dengan modern dressing ini diantaranya mempercepat
granulasi dan reepitelisasi. Kelembapan pada lingkungan
luka pada konsep modern dressing akan mempercepat
proses penyembuhan luka. Terdapat beberapa manfaat
yang dirasakan melalui modern dressing, diantaranya luka
lebih bersih, kering, tidak berbau, rapi, dan mengurangi
nyeri. Pasien termotivasi untuk melakukan perawatan
dengan rutin karena pasien merasakan manfaat yang
positif. Manfaat lain yang dirasakan pasien adalah
kepercayaan diri yang tinggi saat bersosialisasi dengan
kondisi luka yang tertutup rapi oleh balutan yang
digunakan.

41
4. Psikologis (Kondisi Stress)
Seseorang yang memiliki penyakit kronis selalu sulit
untuk menerima kenyataan bahwa mereka harus
melakukan perubahan gaya hidup. Hal ini disebabkan
karena pasien biasanya sadar bahwa mereka rentan
terhadap penyakit lanjut dan harapan hidup mereka
menjadi lebih pendek. Tidak mengejutkan jika respon
emosional terhadap DM sering menghambat terapi.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan ada
hubungan antara stress dengan konsep diri pada pasien
yang sudah mengalami komplikasi. Komplikasi tersebut
berupa peripheral neurophaty yaitu kerusakan saraf pada
tangan dan kaki. Komplikasi jangka panjang lainnya yang
mereka rasakan yaitu retinopati diabetik
yangmenyebabkan kemampuan indra penglihatan mereka
berkurang hingga mengakibatkan kebutaan. Terjadinya
retinopati diabetik disebabkan oleh perubahan dalam
pembuluh darah kecil pada retina mata sehingga
mengakibatkan terjadinya gangguan penglihatan.
Efek selanjutnya adalah nefropati yaitu kerusakan
nefron pada ginjal sehingga harus menjalani hemodialisa
secara rutin. Segala macam komplikasi yang dialami oleh
penderita DM tipe 2 tersebut menyebabkan perubahan
besar pada tubuhmereka. Perubahan besar tersebut
menyebabkan stress.

42
Stress dapat mengganggu cara seseorang menyerap
realitas, menyelesaikan masalah, berpikir secara umum,
dan hubungan seseorang dan cara memiliki. Selain itu,
stress dapat mengganggu persepsi seseorang terhadap
hidup, sikap, serta status kesehatannya. Stress bisa
memiliki konsekuensi secara fisik, emosional, intelektual,
sosial dan spiritual. Biasanya akibat tersebut tercampur
aduk, karena akibat yang ditimbulkan oleh stress
mempengaruhi keseluruhan individu.
Secara fisik, stress dapat mengancam homeostasis
fisiologis individu. Secara emosional, stress dapat
mengakibatkan perasaan negatif atau nonkonstruktif
terhadap diri. Secara intelektual, stress
dapatmempengaruhi persepsi dan kemampuan
memecahkan masalah. Secara sosial, stress dapat
mengubah hubungan seseorang dengan orang lain. Secara
spiritual, stress dapatmempengaruhi nilai dan kepercayaan
individu (Kozier, Erb, Berman & Snyder (2004). Setiap
perubahan dalamkesehatan dapatmenjadi stressor yang
mempengaruhi konsep diri. Stressor konsep diri adalah
segala perubahan nyata yang mengancam identitas, citra
tubuh, harga diri dan perilaku peran (Perry & Potter,
2005).

43
5. Tindakan Amputasi
Individu dengan amputasi dihadapkan dengan
adaptasi terhadap beberapa kehilangan dan perubahan-
perubahan di dalam gaya hidup, interaksi sosial, dan
identitasnya. Salah satu perubahan terbesar yang
menyebabkan individu harus menyesuaikan diri apabila
amputasi adalah hilangnya fungsi fisik dan kemandirian.
Adanya gangguan mobilitas akibat dari amputasi
tampaknya menjadi penyebab utama terjadinya restriksi
sosial yang dialami partisipan. Disabilitas atau
ketidakmampuan sering menyebabkan perubahan dalam
hubungan atau interaksi sosial karena mereka harus
membatasi sejumlah aktivitas sosial sehingga
mengakibatkan adanya isolasi sosial. Bahkan ketika
individu dengan disabilitas atau ketidakmampuan ingin
mencoba untuk tetap aktif secara sosial, mereka akan
mengalami kesulitan untuk bergabung di dalam
masyarakat karena hambatan lingkungan.
Selain dampak gangguan mobilitas dan kemandirian,
perubahan fungsi seksual juga dialami partisipan setelah
amputasi. Kondisi ini dipengaruhi oleh banyak faktor
seperti penyakit vaskular perifer yang menyebabkan
disfungsi ereksi, anemia sebagai efek dari pembedahan,
dan kele-lahan. Obat-obatan seperti analgesik, antiemetik,
dan hipertensi juga dapat mengganggu fungsi seksual.

44
Selain itu, harga diri rendah, perubahan citra tubuh,
perasaan tidak menarik, dan depresi dapat pula
menyebabkan dampak pada fungsi seksual klien pasca
amputasi.
Amputasi menyebabkan nyeri dan hal tersebut
dirasakan oleh sebagian besar klien pasca amputasi. Salah
satu jenis nyeri yang dirasakan adalah nyeri pantom. Nyeri
dapat dirasakan seperti kesemutan, pegal, atau berdenyut.
Reaksi cemas, menangis, dan menyesal dialami oleh
partisipan ketika mereka telah menyadari adanya
perubahan pada fisiknya. Depresi muncul ketika seseorang
menyadari tentang adanya kehilangan dan dampaknya.
Mekanisme koping yang digunakan oleh partisipan
dalam mengatasi berbagai permasalahan sebagai dampak
amputasi adalah meningkatkan integritas spiritual. Selain
pendekatan spiritual, adanya semangat dan dukungan
sosial juga tampak sebagai faktor yang meningkatkan
penerimaan partisipan terhadap amputasi.
Berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh perubahan
pasca amputasi memberikan makna hidup bagi pasien.
Perubahan makna ini dapat mempengaruhi konsep diri
pasien.

45
6. Reaksi Orang di Sekitar
Persepsi negatif yang dialami oleh pasien disebabkan
karena perubahan pada penampilan dan fungsi tubuh
dimana terdapatnya luka pada kaki yang sulit sembuh.
Disamping itu karena terjadinya perubahan pada tubuh
secara fisik terdapat ketidakpercayaan diri seseorang untuk
berinteraksi dengan orang lain. Karena perubahan yang
terjadi secara fisik perubahan sosial yang dirasakan juga
berhubungan erat dengan aktivitas-aktivitas sosial pasien
dimasyarakat.
Citra tubuh yang negatif pada penderita ulkus
diabetikum karena terjadinya perubahan penampilan dan
fungsi tubuh dimana kaki tidak lagi bisa berfungsi dengan
normal dan luka yang akan sulit untuk sembuh sehingga
membuat penderita ulkus diabetikum mempersepsikan hal
yang negatif tentang dirinya. Citra tubuh merupakan
fondasi dasar dari keseluruhan kepribadian manusia. Jika
memiliki cara berpikir positif, akan dapat menerima
perubahan penampilan fisik yang dialami, tetapi jika
berpikir secara negatif, akan bersikap kurang menerima
atau menolak penampilan tubuhnya sehingga akan
mempengaruhi citra tubuh.
Persepsi orang lain dilingkungan pasien terhadap
tubuh pasien turut mempengaruhi penerimaan pasien pada
dirinya sehingga bisa mempengaruhi citra tubuh. Menurut

46
Ridha (2012) body image dapat diartikan sebagai
gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran
tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsikan dan
memberikan penilaian atas apa yang dipikirkan dan
rasakan terhadap bentuk tubuhnya dan atas penilaian orang
lain terhadap dirinya.
Reaksi orang lain baik itu secara verbal atau hanya
secara non verbal dapat mempengaruhi penilaian pasien
ulkus diabetikum terhadap dirinya sendiri sehingga akan
mempengaruhi penerimaan terhadap kondisi yang sedang
ia alami yang akhirnya mempengaruhi citra tubuh.
Perubahan penampilan tubuh, perubahan fungsi
bagian tubuh, reaksi orang lain dan perbandingan dengan
orang lain dapat mempengaruhi citra tubuh pasien DM
yang mengalami ulkus diabetikum. Faktor-faktor yang
mempengaruhi citra tubuh tersebut merupakan stressor
yang mempengaruhi penerimaan pasien DM dengan ulkus
diabetikum terhadap kondisi yang sedang mereka alami
sehingga mempengaruhi citra tubuh.

47
48
Pasien yang memiliki koping individu adaptif
ditunjukkan dengan aktualisasi diri yang baik pada peran dan
fungsinya di masyarakat dan tempat kerja. Terdapat beberapa
faktor yang membantu meningkatkan kepercayaan diri pasien
dengan luka kaki diabetik, yaitu manfaat dari perawatan
secara rutin yang dirasakan langsung, seperti kondisi luka
menjadi lebih rapi, tidak bau, sehingga membantu pasien
lebih produktif dan merasa nyaman saat berinteraksi dengan
masyarakat. Faktor lainnya adalah pasien merasa sangat
berguna karna masih dapat bekerja dan beraktifitas di
masyarakat, faktor ini juga berperan dalam meningkatkan
konsep diri pasien, sehingga pasien tidak menarik diri karna
fungsi tubuh yang berubah.
Pasien luka kaki diabetik memang mempunyai
masalah pada konsep dirinya, hal tersebut seharusnya tidak
mempengaruhi aktifitas pasien di masyarakat. Hal ini
dipengaruhi oleh memiliki koping yang baik, faktor lain yang

49
mendukung adalah karna luka yang sudah membaik dan tidak
menyebabkan ketidaknyamanan saat berinteraksi dengan
masyarakat di lingkungan.
Masyarakat yang mendukung dan menerima kondisi
pasien membuat pasien merasa masih berguna dan dihargai
oleh masyarakat, hal ini juga membangun harga diri pasien
untuk tetap bersosialisasi. Keaktifan pasien untuk tetap
bersosialisasi di masyarakat, seperti mengikuti pengajian,
arisan ataupun gotong royong merupakan beberapa cara
untuk pengisian waktu luang dan ini akan berdampak baik
bagi psikologisnya.
Psikologis yang baik akan meningkatkan kualitas
hidup yang baik pula pada pasien, Dengan kondisi psikologis
yang baik, maka sudah pasti akan berpengaruh pada proses
kesembuhan pasien, dengan meningkatkan produksi hormon
dan beberapa zat yang mempercepat penyembuhan luka,
sehingga pasien tidak harus menghabiskan waktu dan biaya
yang lama untuk mencapai kesembuhan.

50
Daftar Pustaka

Agustin, Y. (2013). Pengalaman Klien Diabetes Melitus Tipe


2 Pasca Amputasi Mayor Ekstremitas Bawah. Jurnal
Keperawatan Indonesia, Volume 16, No. 2, Juli 2013,
hal.107-113

Alligood, M.R. (2014). Nursing Theorist and Their Work,


Eight Edition, USA. Elsevier

Brod,M. (2010). Pilot Study: Quality of Life Issues in


Patients With Diabetes and Lower Extremity Ulcers:
Patients and Care Givers. Lippincott, Vol.7, 365-372

Chaplin. E,S. (2010). Coping, Control, and Adjustment in


Type 2 Diabetes. Journal of Consulting and Clinical
Psychology. Vol.20.No.3. 208-216.

Chen. (2012). Health Behavior and Health education :


Theory, Research and Practice Fourth Edition.
United States America: John Wiley and Sons

Effendi, F. (2013). Keperawatan kesehatan Komunitas :


Teori Dan Praktek Dalam Keperawatan. Jakarta.
Salemba Medika

Firman, A., Wulandari, I., & Rochman, D. (2012). Kualitas


Hidup Pasien Ulkus Diabetik Di Rumah Sakit Umum
Daerah Serang. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta

Frank, W., Mayer., Hans, E., Hans O. (2009). Evidance


Based Management Strategies for Treatment of

51
Chronic Wound. Jerman. Open Access Journal. Vol.
9.

Friedman, M.M. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga:


Riset, Teori dan Praktek. Jakarta. EGC

Frykberg. R., Darwis. B., Tasya. J., Shaka. G. (2006).


Diabetic Foot Disorders: a Clinical Practice Guideline
(2006 revision). The journal of foot and ankle
surgery, 45(5), S1-S66

Gouin, J.P., Janic, K.K.G. (2012). The Impact of


Psychological Stress on Wound Heaking: Methods
and Mechanisms. NIH Public Access, 31(1): 81-93

Kitchener. (2010). Wound Care and Pain Assessment.


Proquest Nursing and Allied Health Sources Nursing
Standart, Vol 24, No: 24, Feb 2010: 51

Kristanto, B. (2015). Perbandingan Motivasi Penggunaan


Modern Dressing Pada Penderita Ulkus Diabetikum.
KOSALA ”JIK”. Vol. 3, No. 1, Maret 2015

Kristianto, H. (2011). Analisis Penerapan Teori Kenyamanan


Pada Pasien Diabetes Mellitus, Depok Indonesia.
Makara Kesehatan, Vol.10, No.3, Juni 2012: 47-53

Markova,A.,M, E. (2012). US Skin Disease Assessment


Ulcer and Wound Care. Dermatol Clin, Vol.30
(2012), pp 107-111

Matsaad, A. Z., Khoo, T. L., & Halim, A. S. (2013). Wound


bed preparation for chronic diabetic foot ulcers. ISRN
endocrinology, 2013.

Melliana, M.N. (2006). Diabetes Mellitus : Gangren, Ulcer,


Infeksi. Mengenal gejala, Menanggulangi dan
Mencegah Komplikasi Edisi 1. Jakarta. Pustaka Po

52
Ningsih, E. S. P. (2012). Pengalaman Psikososial Pasien
Dengan Ulkus Kaki Diabetes Dalam Konteks Asuhan
Keperawatan Diabetes Mellitus. Tesis. Universitas
Indonesia. Jakarta

Nizam, W.K. (2014). Faktor Faktor yang Mempengaruhi


Citra Tubuh Pasien Diabetes Mellitus yang
Mengalami Ulkus Diabetikum. JOM PSIK, Vol. 1,
No. 2, Oktober 2014

Nizam, W.K., Yesi, H., Arneliwati. (2014). Faktor-Faktor


yang Mempengaruhi Citra Tubuh Pasien Diabetes
Melitus yang Mengalami Ulkus Diabetikum. JOM
PSIK. Vol.1,No.2

Nurachmah, E. (2011). Aspek Kenyamanan Pasien Luka


Kronik Ditinjau Dari Transforming Growth Factor β1
dan Kadar Kortisol. Makara Kesehatan, Vol. 15, no.
2, Desember 2011: 73-80

Nurcahyani, D.D. Body Image Pasien Diabetes Mellitus yang


Mengalami Ganggren. Artikel Ilmiah Mahasiswa.
Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Potter, A. P. & Perry, G. A. (2010). Fundamental


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Reinhardt. J.P. (2013). Effect of Positive and Negative


Support Received and Provided on Adaptation to
Chronic Visual Impairment. Applied Developmental
Sciences, 5 (2), 76-85

Richard, P.L. (2009). Wound Care 10-Year Progress Report.


Proquest, Long-Term Living, Vol.58. pages 23

Sarafino, E.P. (2015). Health Psychology: Biopsychosocial


Interaction. New York: John Wilky Inc

53
Scott, J. (2012). Teori Sosial: Masalah Pokok dalam
Sosiologi Kesehatan. Penerjemah: Ahmad Lintang
Lazuardi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Sia, W.S., Khomapak, M., Titis, K. (2013). Effect of Self


Management Support Program On Diabetic Foot Care
Behaviors. International Journal of Research in
Nursing. Vol.4(1): 14-21

Smeltzer, S. (2001). Brunner & Suddarth Textbook of


Medical Surgical Nursing. Philadelpia : Lippincott

Sofiana, L.I. (2012). Hubungan Antara Stress dengan Konsep


Diri pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal
Ners Indonesia. Vol. 2, No. 2, Maret 2012

Sofiana, L.I., Veny, E., Wasisto, U. (2012). Hubungan Antara


Stress Dengan Konsep Diri Pada Penderita Diabettes
Mellitus Tipe 2. Jurnal Ners Indonesia, Vol.2 No.2.
pp167-176

Sumarwati, M. (2008). Eksplorasi Persepsi Penderita Tentang


Faktor-Faktor Penyebab Dan Dampak Penyakit
Diabetes Mellitus. Jurnal Keperawatan Soedirman.
Volume 3, No.3, November 2008

Sunaryo. (2014). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta.


EGC

Tracey, P. (2010). Psychological Aspects of Wound Care:


Implications For Clinical Practice. JCN. Vol.16, No.1.
pages 23-38

Turner, D.H. (2012). Convoys of Social Support : An


Intergenerational Analysis. Journal of Psychology and
Aging. 4 (3) : 323-326.

54
Upton, D. (2014). Psychological Aspects of Wound Care:
Implications For Clinical Practice. JCN. Vol.28, No.2.
pages 52-57

Wang, A., Sun, X. (2014). A study of Prognosis Factors in


Chinese Patients With Diabetic Foot Ulcers.
COACTION, Clinical Research Article.

Widiarta, G.B. (2018). Studi Fenomenologi Persepsi Pasien


Diabetes Mellitus Dengan Komplikasi Diabetic Foot
di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buleleng.
Jurnal Kesehatan MIDWINERSLION. Vol.3, No.1,
Maret 2018

Winter. (2009). Coping, Control, and Adjustment in Type 2


Diabetes. Journal of Consulting and Clinical
Psychology. Vol.20.No.3. 208-216.

Yazdanpanah, E. (2015). Literature review on the


management of diabetic foot ulcer. World Journal of
Diabetes, 6(1), 37–53

55
Biografi Penulis 1

Terlahir di Sungai Pinyuh 16


Oktober 1985dan diberi nama Gusti
Jhoni Putra dari pasangan Gusti
Makmun Sayuti dan Ernawati.
Nama panggilan lebih dikenal
dengan nama Jhoni. Ia menghabiskan masa kecil
dengan menempuh sekolah dasar di SDN 01 Sungai
Pinyuh,
kemudian meneruskan Sekolah Menengah Pertama di SLTP
01 Sungai Pinyuh dan selanjutnya sekolah menengah atas di
SLTA 01 Sungai Pinyuh sampai dengan 2003. Ia kemudian
memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Akademi
Keperawatan Muhammadiyah Pontianak dan lulus di tahun
2007. Perjalanan pendidikannya masih terus berlanjut, ia
kemudian terdaftar sebagai mahasiswa keperawatan di
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta di tahun yang sama, dan menyelesaikan
pendidikan Sarjana serta profesi Ners dengan waktu studi dua
setengah tahun. Disinilah ia memperoleh gelar Sarjana
Keperawatan dan Ners (S.Kep.,Ners).

56
Pada tahun 2010 terdaftar sebagai dosen di Departemen
Keperawtan Medikal Bedah dan Gawat Darurat pada Sekolah
Tinggi Ilmu Keperawatan (STIK) Muhammadiyah Pontianak.
Sebagai seorang dosen, tahun 2012 melanjutkan program
Magister Administrasi Pendidikan di Universitas
Tanjungpura Pontianak, dan berhasil mendapatkan gelar
Magister Pendidikan (M.Pd) dengan predikat sangat
memuaskan pada tahun 2014. Dikarenakan tuntutan profesi
serta linieritas bidang keilmuan ia pun memutuskan untuk
mengambil program Magister Keperawatan di Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 2015, ia berhasil
menyelesaikan studi selama 18 bulan dan berhak
mendapatkan gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dengan
predikat Cumlaude pada Tahun 2017.

Selain sebagai tenaga pengajar di STIK Muhammadiyah


Pontianak, ia yang mempunyai hobi dan bakat di bidang seni
tari ini juga terlibat aktif dalam berbagai organisasi profesi. Ia
terlibat sebagai Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat
Nasional Indonesia (PPNI) Provinsi Kalimantan Barat dan
Pengurus di Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana
Indonesia (HIPGABI) Provinsi Kalimantan Barat. Selain itu
ia juga aktif mempublikasikan artikel penelitian di berbagai
jurnal, baik nasional maupun internasional.

57
Biografi Penulis 2

Dilahirkan di Pontianak pada


tanggal 05 Oktober 1990 dari
paangan Bapak H. Abdullah (Alm)
dan Ibu Hj. Siti Nurhasanah. Laki-
laki yang akrab disapa Usman
tersebut tinggal di Jalan Pangeran
Natakusuma Pontianak. Ia mengenyam Pendidikan
Sekolah dasar di SDN 17 (sekarang SDN 04) Pontianak
Timur dari
tahun 1996-2002. Pada tahun 2002-2005 ia menyelesaikan
tingkat Pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 01
Pontianak pada tahun 2002-2005 dan melanjutkan Pendidikan
level Sekolah Menengah Atas di SMAN 03 Pontianak pada
tahun 2005 sampai 2008. Ia tercatat sebagai murid yang
memiliki segudang prestasi dibidang akademik maupun non
akademik. Pada tahun 2008 sampai tahun 2012 ia
menyelesaikan program sarjana di Sekolah Tinggi Ilmu
Keperawatan Muhammadiyah Pontianak dan melanjutkan
program profesi di tempat yang sama dan selesai pada tahun
2013 dengan gelar S.Kep., Ners. Pada tahun yang sama ia

58
tercatat sebagai staff dosen di STIK Muhammadiyah
Pontianak dan Staff Perawat pelaksana di Klinik Kitamura
Pontianak.pada tahun 2014 ia berkesempatan untuk
melanjutkan program studi Magister Keperawatan di
Universitas Muhamamdiyah Yogyakarta peminatan
keperawatan Medikal Bedah sub spesialis Perawatan Luka
dengan lama studi 1.5 tahun dan memperoleh predikat
Cumloude dengan gelar M.Kep. Saat ini ia aktif sebagai
dosen di STIK Muhamamdiyah Pontianak dan aktif di lahan
Klinik khususnya Home care. Dosen Humoris yang satu ini
juga tercatat sebagai ketua divisi Bidang Penelitian, Informasi
dan Komunikasi Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Provinsi Kalimantan Barat. Selain itu dosen yang memiliki
hobi menulis itu juga aktif dalam melalukan
publikasi artikel-artikel ilmiah nasional maupun
internasional.

59

Anda mungkin juga menyukai